Anda di halaman 1dari 8

BAB1 PER

L I N D U N GA N A N A K
DA R I
M AS A K E M AS A

S epanjang sejarah peradaban manusia, setiap bangsa memiliki cara


melihat dan memperlakukan anak yang berbeda-beda. Ada bangsa
yang telah melindungi anak sejak dahulu kala. Ada yang memandang
anak sebagai miniatur orang dewasa. Ada pula bangsa yang menganggap
anak sebagai bagian penting dalam kelestarian sebuah keluarga
besar. Cukup sulit menemukan catatan tertulis tentang cara pandang
bangsa-bangsa di dunia tentang anak sebelum Abad XX. Sementara
itu, sebagian besar suku-suku di negara Indonesia memiliki tradisi yang
berkaitan dengan anak, namun uniknya masyarakat Indonesia tidak
menyadari tradisi tersebut adalah sebuah bentuk perlindungan anak.
Beberapa cara pandang tentang anak di berbagai masyarakat dunia
dapat dilihat dalam contoh berikut ini.

Hukum Hammurabi untuk Anak


Bangsa Babilonia, di bawah pemerintahan Raja Hammurabi pada
tahun 1792-1750 Sebelum Masehi, telah membuat hukum yang
melarang kekerasan kepada anak. Hukuman bagi penculik anak dan
pelaku kekerasan kepada anak dipasang di dinding kota agar semua
penduduk kota tahu.

Tradisi Indonesia untuk Anak


Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu menganggap anak
sebagai bagian penting dalam keluarga sehingga mereka melakukan
banyak ritual untuk keselamatan anak. Misalnya, di masyarakat Jawa
dikenal ritual melindungi anak sejak dalam kandungan dan ritual
bancakan weton. Dalam bancakan weton, keluarga berjanji melindungi
anak pada peringatan hari lahirnya berdasar kalender siklus bulan di
Jawa. Sebagian besar suku-suku di Indonesia menganggap anak sangat
penting untuk keberlanjutan keluarga. Anak Indonesia diikutsertakan

7
dalam usaha kegiatan di sawah, berladang, berburu, menangkap
ikan, dan merapikan rumah agar anak-anak belajar cara memenuhi
kebutuhan hidup sejak kecil.

8
Anak sebagai Miniatur Orang Dewasa
Sebaliknya, bangsa Eropa baru menyadari anak adalah individu
yang berbeda dari orang dewasa saat Abad XIX. Sebelum Abad XVI,
bangsa Eropa belum memiliki kebiasaan mencatat kelahiran anak
sebagai peristiwa penting sebagaimana kebiasaan ulang tahun di
masa sekarang. Sampai Abad XVII, anak-anak dianggap miniatur orang
dewasa. Tanpa batas, anak dibiarkan melihat, mendengar, dan melakukan
apa yang orang dewasa lakukan. Pada masa itu, organ kelamin anak-
anak menjadi bahan canda bagi orang dewasa. Anak-anak, baik lelaki
maupun perempuan, sudah menikah pada usia 14 tahun.
Pada Abad XIX dan seterusnya, masyarakat Eropa baru mendefinisikan
anak sebagai kelompok sosial yang murni, harus dilindungi dari
kekerasan dan dibedakan dari kegiatan orang dewasa. Namun, selama
era industri Eropa di awal Abad XX, anak-anak ikut bekerja di industri
dan mengalami eksploitasi ekonomi tanpa perlindungan.

Gerakan Internasional dan Nasional Melindungi Anak


Pada Abad XX, perang antar bangsa telah menghancurkan kemajuan
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di dunia. Anak-anak pada
Abad XX telah menjadi korban perang yang tidak terelakkan. Anak-
anak kehilangan orang tua, rumah, saudara, keluarga, dan tidak jarang
harus berhadapan langsung dengan kematian. Anak-anak perempuan
diperkosa selama perang sementara anak-anak lelaki dijadikan mata-
mata, kurir, dan terpaksa ikut berperang. Perang menyebabkan
kekurangan bahan makanan sehingga anak-anak bekerja di ladang
untuk menjamin ketersediaan makanan negara. Anak-anak dari keluarga
miskin hanya makan sekali sehari. Selain itu, propaganda perang telah
menanamkan benih permusuhan antar bangsa dalam pemikiran anak-
anak.
Perang sangat merugikan bangsa-bangsa di dunia. Bangsa-bangsa
di dunia kemudian berusaha mencegah terjadinya perang antar bangsa
lagi dengan membentuk Liga Bangsa-Bangsa.
Menyaksikan anak-anak korban Perang Dunia I (1914 - 1918),
seorang perempuan bernama Eglantyne Jebb, dari Jenewa, Swiss,
kemudian menyadari bahwa anak-anak membutuhkan perlindungan
khusus. Jebb mendirikan Save the Children Fund yang didukung Palang

9
Merah Internasional untuk membantu dan melindungi anak-anak
korban perang serta membuat Deklarasi Hak Anak (Declaration of
the Rights of the Child) pada tanggal 23 Februari 1923. Deklarasi Hak
Anak tersebut kemudian dikirimkan Jebb kepada Liga Bangsa-Bangsa
dengan pernyataan bahwa orang dewasa seharusnya mengakui hak
anak secara universal.
Liga Bangsa-Bangsa kemudian mengadopsi usulan Jebb dan
menamakan Deklarasi Hak Anak tersebut sebagai Deklarasi Jenewa,
pada tanggal 26 September 1924. Sejak itu hak anak sebagai kelompok
sosial dalam tatanan dunia internasional diakui. Deklarasi Jenewa
berisi tentang kesejahteraan anak dan pengakuan tentang hak anak
untuk tumbuh berkembang, memperoleh pendampingan khusus,
memperoleh prioritas untuk dihindarkan dari kekerasan,

memperoleh perlindungan dari eksploitasi kegiatan ekonomi, dan


memperoleh pengasuhan yang secara bertahap mendidik anak untuk
memiliki kesadaran dan kewajiban sosial.
Pada tanggal 24 Oktober 1945, Liga Bangsa-Bangsa berubah nama
menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1948, Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dalam Pasal 25 secara khusus
menyatakan ibu dan anak sebagai kelompok yang memperoleh
perhatian dan pendampingan khusus serta perlindungan sosial. Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian membentuk lembaga
yang bertugas mengurusi anak-anak seluruh dunia, bernama United
Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF).
Pada tahun 1959 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan
Deklarasi Hak Anak dengan mengakui hak anak lainnya yaitu hak
untuk memperoleh pendidikan, bermain, lingkungan yang mendukung
tumbuh kembang anak, dan perawatan kesehatan.
Ketika bangsa-bangsa di dunia menyepakati Kovenan Internasional
tentang Hak Asasi Manusia dalam bidang sipil, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya pada tahun 1966, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga

10
memberikan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya kepada
anak-anak.
Bercermin pada eksploitasi anak di masyarakat industri Eropa,
International Labour Organization (ILO), sebuah badan di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa, kemudian menetapkan batas usia
minimum orang boleh bekerja di lingkungan yang mungkin berbahaya
bagi kesehatan, keamanan dan moral, yaitu usia 18 tahun.

Komite Hak Asasi Anak pada tahun 1978 kemudian mengajukan draf
Konvensi Hak Asasi Anak kepada negara-negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa, lembaga-lembaga antar pemerintah, dan organisasi
non pemerintah. Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 20
November 1989, Konvensi Hak Anak, yang dibuat Komite Hak Asasi Anak
bersama UNICEF sebagai tim ahli, disahkan Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa sebagai standar dalam mewujudkan hak asasi anak
dan pengakuan peran anak di bidang sosial, ekonomi, politik, sipil
dan budaya. Konvensi Hak Anak tersebut menjamin dan menetapkan
standar minimum untuk segala upaya melindungi hak anak.
Konvensi Hak Anak adalah instrumen hukum internasional yang
dipakai untuk melindungi hak anak di dunia. Konvensi Hak Anak
kemudian diadopsi, ditandatangani, diratifikasi, dan diaksesi negara-
negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai sebuah hukum
internasional, Konvensi Hak Anak memiliki kekuatan memaksa sejak 2
September 1990. Negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
menandatangani dan mengesahkan (meratifikasi) Konvensi Hak Anak,
wajib membuat undang-undang yang menjamin dan melindungi hak
anak di negara masing-masing dan melaporkan pelaksanaan Konvensi
Hak Anak setiap lima tahun sekali. Apabila negara peserta Konvensi Hak
Anak tersebut tidak melaksanakan Konvensi Hak Anak dalam tata kelola
negaranya maka negara tersebut akan dikucilkan dalam pergaulan
internasional.
Negara Indonesia, sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,
sejak awal ikut menandantangani dan meratifikasi Konvensi Hak Anak

11
yang dibuat Komite Hak Asasi Anak PBB. Oleh karena itu, Indonesia
disebut sebagai Negara Pihak. Indonesia menandatangani Konvensi
Hak Anak pada tanggal 26 Januari 1990 dan melakukan ratifikasi pada
tanggal 5 September 1990. Pemerintah Negara Indonesia meratifikasi
Konvensi Hak Anak dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 36
Tahun 1990. Selanjutnya, Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia membuat dan mengesahkan Undang-Undang
Nomer 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menjamin,
menghargai, dan melindungi hak anak. Dalam perjalanannya, Undang-
Undang tersebut kemudian diperbarui melalui Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemerintah Indonesia juga
membuat peraturan perundangan, langkah-langkah kelembagaan, dan
kebijakan untuk mewujudkan pemenuhan dan perlindungan hak anak
di Indonesia.

12
Rekam Jejak

Perlindungan Anak Di Dunia


1792 SM - 26 September 1924 1978
1750 SM Deklarasi Hak Anak disebut Komite Hak Asasi Anak
Raja sebagai Deklarasi Jenewa mengajukan draft Konvensi
Hammurabi, oleh Liga Bangsa-Bangsa Hak Anak kepada negara-
Babilonia, negara anggota Perserikatan
membuat 1939 - 1945 Bangsa-Bangsa, lembaga
hukum Anak dan berbagai antar pemerintah dan
perlindungan anak bangsa menjadi korban organisasi non pemerintah
Perang Dunia II
2000 SM 20 November 1989
Hukum adat Indonesia 24 Oktober 1945 Majelis Umum Perserikatan
tentang keselamatan anak Liga Bangsa-Bangsa berubah Bangsa-Bangsa mengesahkan
nama menjadi Perserikatan Konvensi Hak Anak
1600 Bangsa-Bangsa
Pencatatan kelahiran anak 1990
di Eropa Indonesia meratifikasi
Konvensi Hak Anak dengan
1700 menerbitkan Keputusan
Masyarakat Eropa Liga Bangsa-Bangsa Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Presiden Nomor 36
menganggap anak sebagai Tahun 1990
miniatur orang dewasa 10 Desember 1948
Perserikatan Bangsa-Bangsa 2002
1900 mengeluarkan Deklarasi Dewan Perwakilan Rakyat
Masyarakat Eropa mengakui Universal Hak Asasi Manusia Republik Indonesia membuat
anak sebagai kelompok sosial dan mengesahkan
yang berbeda dari kelompok 1959 Undang-Undang Nomor
orang dewasa Perserikatan Bangsa-Bangsa 23 Tahun 2002 tentang
mengesahkan Deklarasi Perlindungan Anak
1900 Hak Anak
Anak-anak bekerja di industri
dan mengalami eksploitasi 1966
ekonomi Hak sipil, politik, ekonomi,
sosial dan budaya pada
1914 - 1918 kelompok anak-anak
Anak menjadi korban Perang disahkan Perserikatan
Dunia I Bangsa-Bangsa bersamaan
Kovenan Internasional
23 Februari 1923 tentang Hak Sipil, Politik,
Deklarasi Hak Ekonomi, Sosial, dan
Anak oleh Budaya.
Eglantyne Jebb
dari Jenewa, 13
Swiss
FAKTA UNIK
Konvensi Hak Anak adalah instrumen hukum internasional yang mengikat secara
yuridis dan politis di antara berbagai negara, yang mengatur hal yang berhubungan
dengan hak asasi manusia untuk anak, yang diratifikasi oleh Indonesia dengan
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The
Rights of The Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak).
Berbagai negara mengikatkan diri kepada Konvensi Hak Anak melalui berbagai
tahapan. Yaitu:

1 Penandatanganan (Signature) 3 Aksesi (Accession) adalah pengesahan


adalah langkah awal yang dilakukan Konvensi Hak Anak oleh sebuah negara
sebuah negara terhadap Konvensi Hak tanpa melalui proses penandatanganan
Anak. Penandatanganan dilakukan Konvensi Hak Anak. Biasanya aksesi
setelah naskah diterima atau diadopsi. dilakukan oleh suatu negara yang bukan
Penandatanganan sebuah Konvensi peserta asli Konvensi Hak Anak namun
Hak Anak belum menciptakan ikatan negara tersebut menyatakan persetujuan
hukum bagi negara penanda tangan. untuk diikat Konvensi Hak Anak. Negara
Negara Amerika Serikat baru pada tahap tersebut selanjutnya mengirim piagam
penandatanganan karena beberapa aksesi ke Perserikatan Bangsa-Bangsa
undang-undang di Amerika Serikat dan memberitahukan kepada seluruh
belum sejalan dengan Konvensi Hak Negara Pihak. Sama seperti ratifikasi,
Anak. Misalnya Undang-Undang tentang aksesi menyebabkan sebuah negara terikat
pemilikan senjata. dan wajib melaksanakan Konvensi Hak
Anak dengan membuat Undang-Undang,

2
peraturan, dan kelembagaan. Status
negara juga berubah menjadi Negara
Ratifikasi (Ratification) adalah Pihak setelah melakukan aksesi.
pengesahan Konvensi Hak Anak oleh
sebuah negara setelah negara tersebut
menandatangani Konvensi Hak Anak.
Negara tersebut menjadi terikat dan 4 Persetujuan (Approval) adalah
wajib melaksanakannya dengan membuat pernyataan tertulis Negara Pihak untuk
Undang-Undang, peraturan, dan menyetujui adanya perubahan Konvensi
kelembagaan. Status negara berubah Hak Anak.
menjadi Negara Pihak setelah melakukan

6
tahap ratifikasi.

5
Reservasi (Pensyaratan)
adalah negara yang melakukan
Penerimaan (Acceptance) mirip penandatanganan, ratifikasi, aksesi,
dengan ratifikasi dan aksesi namun persetujuan, atau penerimaan menyatakan
suatu negara terpaksa melakukannya secara sepihak bahwa negara tersebut
karena kondisi mendesak di negara memberlakukan Konvensi Hak Anak
tersebut. 14 dengan persyaratan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai