Anda di halaman 1dari 21

TUGAS EKONOMI TENAGA KERJA

Pengaruh kondisi kerja dan stress kerja terhadap kinerja karyawan


bagian produksi perusahaan mebel cv. Alisha Gallery Surakarta

Juwita Janeke Eman

17202103023

PascaSarjana
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah
Universitas Sam Ratulangi
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam masa globalisasi sekarang ini kemajuan teknologi harus didukung dengan sumber
daya manusia yang berkualitas karena sumber daya manusia mempunyai posisi penting
dalam perusahaan dan mempunyai peranan yang sangat dominan terhadap kinerja perusahaan
sehingga perusahaan harus mampu mengelola sumber daya manusia secara efektif dan
efisien. Dengan demikian sumber daya manusia yang dikelola oleh perusahaan harus mampu
menunjang kinerja yang baik sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Dengan rangsangan berbagai faktor pemotivasi kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Pada umumnya manusia bekerja pada suatu perusahaan mempunyai tujuan untuk
mendapatkan upah guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan terpenuhinya kebutuhan
karyawan maka akan tercipta suasana kerja yang baik di lingkungan perusahaan. Mengingat
faktor tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam pelaksanaan proses produksi
maka diperlukan tenaga kerja yang mempunyai ketrampilan dan keahlian demi kelangsungan
hidup perusahaan. Tujuan utama setiap perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang
sebesarbesarnya dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Agar
tenaga kerja yang digunakan perusahaan dapat bekerja dengan baik maka hendaknya
pimpinan perusahaan harus memperhatikan segala kebutuhan yang berhubungan dengan
karyawannya. Perusahaan perlu memberikan perhatian yang lebih terhadap keberadaan
karyawannya agar loyalitas karyawan terhadap perusahaan juga tinggi. Perusahaan sebaiknya
juga perlu mengetahui latar belakang penyebab menurunnya kinerja karyawan. Salah satunya
adalah masalah upah karyawan. Dalam pemberian upah, perusahaan harus memperhatikan
prinsip keadilan. Faktor lain yang juga perlu diperhatikan mengenai masalah upah adalah
kelayakan. Dalam pemberian upah perlu diperhatikan apakah upah tersebut telah mencukupi
kebutuhan minimal. Selain itu faktor upah dan gaji ikut mempengaruhi baik tidaknya kinerja
karyawan. Upah sebagai salah satu komponen kompensasi memegang peranan penting dalam
upaya meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Upah bagi sebagian karyawan merupakan
faktor perangsang dalam mendorong karyawan mencapai tujuannya sehinga pemberian upah
yang layak bagi karyawan harus diperhatikan. Upah yang diberikan dengan benar dapat
menyebabkan karyawan merasa terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai tujuan.

Faktor lain yang perlu diperhatikan oleh perusahaan agar kinerja karyawan baik antara lain
adalah kondisi kerja yang mendukung keamanan dan kelancaran dalam bekerja serta faktor
stress kerja yang ikut mempengaruhi kinerja karyawan. Kondisi kerja merupakan salah satu
faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena sangat berkaitan erat dengan tinggi
rendahnya kepuasan karyawan. Apabila kondisi kerja baik maka hal tersebut dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan, begitu pula sebaliknya.
Perusahaan harus memperhatikan kondisi kerja yang ada dalam lingkungan perusahaan baik
di dalam maupun di luar ruang kerja dengan diberikannya fasilitas yang semestinya dan
dibutuhkan oleh seluruh karyawan tersebut. Dengan kondisi kerja yang baik antara lain
dengan diperhatikannya kebersihan, penerangan, suhu udara, suara-suara mesin, kenyamanan
dan keleluasaan dalam bekerja sehingga karyawan diharapkan dapat bekerja dengan lancar
dan merasa aman. Faktor lain yang perlu diperhatikan oleh perusahaan agar kinerja SDM
baik adalah adanya stress kerja pada karyawan. Stress merupakan suatu kondisi keadaan
seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi yang mempengaruhi dirinya, kondisi
tersebut dapat diperoleh dari dalam diri seseorang maupun lingkungan diluar diri seseorang.
Stress dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keadaan psikologis dan biologis bagi
karyawan. Menurut Handoko (1989: 200) stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang sehingga tidak dapat berfikir
secara baik dan efektif dan akan mengakibatkan produktivitas dan keberhasilan dalam
bekerja menurun. Perusahaan mebel CV. Alisha Gallery merupakan salah satu perusahaan
yang berkembang dengan pesat, hal ini terbukti dengan semakin banyaknya produk yang
dipesan oleh konsumen. CV. Alisha Gallery sebagai salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri manufaktur tentulah sangat membutuhkan karyawan yang memiliki
kinerja yang baik sehingga perusahaan harus berperan aktif dalam meningkatkan kinerja
karyawannya. Seiring dengan banyaknya pesanan dari konsumen maka perusahaan
membutuhkan banyak tenaga kerja agar dapat melayani konsumennya. Untuk itulah
diperlukan cara kerja yang efektif dan efisien agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi
kepuasan pelanggan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja
karyawan antara lain upah, kondisi kerja dan stress kerja. Dengan memperhatikan faktor-
faktor tersebut, maka diharapkan kinerja karyawan dapat ditingkatkan dan dapat mendukung
perusahaan dalam mencapai tujuannya
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor upah terhadap kinerja

karyawan ?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor kondisi kerja

terhadap kinerja karyawan ?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor stress kerja terhadap

kinerja karyawan ?
KAJIAN TEORI TENTANG UPAH, KONDISI KERJA

DAN STRESS KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

A. Kondisi Kerja

1. Kondisi Fisik

a. Pengertian Kondisi Fisik

Kondisi kerja didalam pabrik yang didirikan oleh perusahaan merupakan faktor yang cukup
penting pula dalam pelaksanaan proses produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan yang
bersangkutan tersebut. Menurut Ahyari (1994:147) kondisi kerja adalah merupakan faktor
yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan pada pabrik yang
didirikan oleh perusahaan tersebut. Sedangkan As’ad (1995: 183) memberikan definisi
lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Jadi


kondisi kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan yang dapat mempengaruhi
karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Perencanaan kondisi kerja
dalam perusahaan harus sejalan dan serasi dengan perencanaan layout pabrik yang didirikan
perusahaan, karena beberapa kondisi kerja ini akan dapat dipengaruhi oleh bentuk dan
susunan gedung pabrik yang didirikan tersebut.

b. Indikator Kondisi Kerja Fisik

Indikator-indikator kondisi kerja fisik meliputi penerangan, suhu udara, suara-suara bising,
ruang gerak ruang diperlukan dan keamanan kerja (Ahyari; 1994: 149-188) :

a. Penerangan

Penerangan yang ada harus sesuai dengan kebutuhan, tidak terlalu terang, tetapi juga tidak
terlalu gelap. Dengan sistem penerangan yang baik, diharapkan karyawan akan menjalankan

tugasnya dengan lebih teliti sehingga kesalahan dalam bekerja dapat diperkecil, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
b. Suhu Udara

Temperatur udara atau suhu udara pada ruang kerja karyawan akan ikut mempengaruhi
kinerja karyawan yang bersangkutan. Suhu udara terlalu panas bagi karyawan akan dapat
menjadi penyebab turunnya kepuasan kerja karyawan sehingga akan menimbulkan kesalahan
pelaksanaan proses produksi. Untuk menciptakan kondisi ruang kerja dengan pertukaran
udara yang baik, dilakukan dengan memasang ventilasi. Disamping itu pula perlu
diperhatikan pula perbandingan antara luas suatu ruang kerja dengan jumlah karyawan yang
bekerja dalam ruangan tersebut. Bila perasaan nyaman tercipta maka karyawan akan
merasakan kepuasan kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka.

c. Ruang Gerak yang diperlukan

Manajemen perusahaan perlu untuk memperhatikan ruang gerak yang memadai dalam
perusahaan agar karyawan dapat dengan leluasa bergerak dengan baik. Terlalu sempitnya
ruang gerak yang tersedia akan mengakibatkan karyawan tidak dapat bekerja dengan baik.
Namun demikian, ruang gerak yang terlalu besar akan menimbulkan pemborosan ruang
perusahaan. Oleh karena itu manajemen perusahaan tentunya harus dapat menyusun
perencanaan yang tepat untuk ruang gerak dari masingmasing karyawan. Dengan adanya
perencanaan yang tepat dari ruang gerak yang diperlukan oleh karyawan maka produksi akan

berjalan dengan baik, serta tidak akan menanggung biaya akibat terjadinya pemborosan
dalam ruang gerak.

d. Suara-suara bising

Dalam bekerja karyawan memerlukan suasana yang dapat mendukung konsentrasi dalam
bekerja. Suara bising yang bersumber dari mesin-mesin pebrik maupun dari kendaraan umum
akan dapat mengganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja. Dengan konsentrasi yang
terganggu seorang karyawan tidak akan dapat bekerja dengan baik, sehingga akan banyak
kesalahan dalam pekerjaan.

e. Keamanan kerja

Keamanan kerja bagi karyawan merupakan faktor yang sangat penting yang perlu
diperhatikan oleh perusahaan. Kondisi kerja yang aman akan membuat karyawan tenang
dalam bekerja, sehingga berdampak meningkatnya produktivitas karyawan. Keamanan kerja
yang baik tidak hanya kemanan fisik karyawan tetapi juga keamanan barang-barang pribadi
karyawan. Dengan sistem kemanan yang baik diharapkan karyawan akan tenang dalam
bekerja sehingga akan meningkatkan kinerja karyawan. Faktor-faktor yang termasuk kondisi
kerja atau lingkungan fisik tersebut haruslah diusahakan oleh setiap perusahaan sedemikian
rupa sehingga karyawan yang ada dapat bekerja dan menyelesaikan tugas dengan baik dan
sesuai dengan yang diharapkan sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

2. Kondisi Sosial

a. Pengertian Kondisi Sosial

Karyawan yang bekerja dalam perusahaan adalah manusia. Oleh karena itu mereka berhak
mendapatkan penghargaan. Adanya penghargaan bagi mereka sebagai manusia, antara lain
dengan dipahat keinginan dan kebutuhan. Secara garis besar kebutuhan manusia yang
dipuaskan menjadi tiga (psikologis dasar, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistis
(Heidjrachman dan Husnan, 1983: 173) Dengan adanya kebutuhan sosial tersebut berarti
karyawan juga membutuhkan hubungan penghargaan dan pertolongan dari orang lain.
Mereka juga membutuhkan hubungan kerja yang baik dengan atasan maupun dengan rekan
sekerjanya. Kondisi hubungan kerja yang baik akan mempengaruhi mental (psikis) karyawan,
sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Hubungan kerja
yang baik dan kondusif akan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, sebaliknya
adanya pertikaian, perselisihan, dan permusuhan akan memicu konflik yang dapat
menurunkan kinerja karyawan. Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996: 321)
hubungan kerja ditentukan oleh keputusan para manajer berdasarkan departementalisasi dan
rentang kendali. Manajer bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kelompok-kelompok
yang dibentuk sesuai dengan tujuan organisasi. Keputusan yang berdasarkan
departementalisasi dan rentang kendali itu, menentukan sifat dan luas hubungan antar pribadi
para pemegang pekerjaan, baik secara individual maupun organisasi. Dengan demikian pada
dasarnya hubungan kerja yang terjadi dalam perusahaan ditentukan oleh manajer,
berdasarkan departementalisasi dan rentang kendali yang akan menentukan sifat dan luas
hubungan antar pribadi, dimana semakin luas rentang kendali maka akan sukar untuk
mengadakan hubungan persahabatan dan kurang adanya komunikasi sehingga mengakibatkan
kebutuhan sosial dari karyawan yang dapat dipenuhi lewat hubungan dengan rekan kerja
tidak dapat terpenuhi. Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan
kerja dalam perusahaan adalah hubungan antara karyawan dengan atasan dan rekan kerja,
dimana hubungan kerja tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial
karyawan. Hubungan kerja akan terjalin dengan baik jika didukung oleh kemampuan
menjalankan komunikasi dengan baik antara karyawan dengan atasan dan antar karyawan
sendiri.

3. Hubungan Antara Kondisi Fisik dan Kondisi Sosial dengan Kinerja

Kondisi tempat kerja adalah faktor kondisi fisik di dalam ruang kerja yang secara nyata
dapat mempengaruhi tingkat hasil kerja dari karyawan. Apabila kondisi-kondisi tersebut
dapat dipenuhi, atau paling tidak dapat memenuhi kebutuhan karyawan, hal tersebut akan
membawa dampak terhadap tingkat kerja yang dihasilkan. Heidjrachman dan Husnan (1994 :
195) mengungkapkan bahwa kondisi kerja yang aman, nyaman dan menarik. Kondisi kerja
yang aman berasal dari kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Tempat kerja yang nyaman
dan menarik sebetulnya lebih merupakan suatu prestise (symbol status), dan pengalokaisan
hal-hal yang bersifat status symbol juga cukup sukar, sebagaimana pengalokasian dana. Hal
kedua yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah hubungan kerja atau interaksi antar
karyawan dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi antara karyawan satu dengan yang
lainnya secara timbal balik. Kondisi hubungan kerja yang baik akan mempengaruhi mental
karyawan, sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan.
Hubungan kerja yang baik dan kondusif akan menciptakan suasana kerja yang
menyenangkan, sebaliknya adanya pertikaian, perselisihan dan permusuhan akan memicu
konflik yang dapat menurunkan kinerja karyawan.

B. Stress Kerja

1. Pengertian Stress

Stress kerja menurut Robbins (1999: 318) merupakan kondisi dinamis dimana seorang
individu dihadapkan dengan kesempatan, keterbatasan, atau tuntutan seuai dengan harapan
dari hasil yang ingin dia capai dalam kondisi penting dan tidak menentu. Kesempatan adalah
suatu peluang yang diperoleh individu untuk mendapatkan sesuatu yang dia inginkan.
Batasan merupakan kekuatan yang mencegah dan menghalangi individu tersebut untuk
melakukan dan meraih apa yang dia inginkan. Tuntutan merupakan hilangnya sesuatu yang
sangat dia inginkan. Stress tidak dengan sendirinya buruk, walaupun stress umumnya dibahas
dalam konteks negatif. Stress juga memiliki nilai positif bagi individu untuk belajar dan
tumbuh melalui pengalaman. Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996: 339) stress
adalah suatu tanggapan adaptif, dipengaruhi oleh perbedaan individual dan atau proses
psikologis yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan lingkungan, situasi atau kejadian
eksternal yang membebani psikologis atau fisik seseorang yang berlebihan terhadap
seseorang. Sedangkan menurut Handoko (1987: 199) stress adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar
akan mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya,
pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka. Setelah meninjau stress secara umum, maka dapat dilihat bahwa
stress kerja merupakan hasil interaksi antara pekerja dengan lingkungan kerjanya, yang
dipandang sebagai suatu ancaman terhadap kemampuan dirinya untuk beradaptasi
dikarenakan ancaman tersebut mengganggu keseimbangan fisiologis maupun psikologinya.
Dengan demikian stress kerja dapat diartikan sebagai pola reaksi seseorang karena adanya
ketidakseimbangan antara karakteristik yang dimiliki dengan faktor-faktor yang berhubungan
dengan pekerjaannya (tugas, peran, lingkungan fisik, sosial dan iklim organisasi).

2. Jenis Stress Kerja

Berdasarkan dampak yang ditimbulkan terhadap individu, menurut Hans Selve (dalam
Kreitner dan Knicki, 2001: 588), stress kerja dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Constructive Stress (Eustress atau Challenge-Related-Stressor) merupakan sumber


potensial stress yang dapt menciptakan stress bagi individu tetapi memiliki pengaruh yang
positif bagi individu dan organisasi dengan merangsang kreatifitas, meningkatkan motivasi
kerja dan kepuasan dalam bekerja serta memperluas kesempatan belajar melalui pengalaman.

b. Destructive Stress (Distress atau Hindrance-Related-Stressor), merupakan sumber


potensial stress yang cenderung menciptakan stress dan memiliki pengaruh yang negatif,
karena menguras sumber daya dan kemampuan individu untuk meraih tujuan-tujuan yang
bernilai.

3. Macam-macam Stressor

Stressor merupakan faktor-faktor yang memicu munculnya stress. Menurut Gobson,


Ivancevich dan Donnely (1996: 344) terdapat empat

stressor yang mengancam individu dan dapat digolongkan ke dalam:

a. Stressor lingkungan fisik, ketidakpastian ekonomi, politik dan keamanan, perubahan


teknologi yang terlalu cepat.
b. Stressor individual, adanya konflik peran ambiguitas peran, adanya kerja yang berlebihan
yang dirasakan seorang karyawan.

c. Stressor kelompok, seperti hubungan dengan rekan kerja lain dalam satu kelompok.

d. Stressor organisasional, adanya struktur organisasi yang kurang jelas, budaya organisasi,
kepemimpinan, lingkungan fisik organisasi. Sedangkan menurut Handoko (1987: 201) ada
dua kategori penyebab stress yaitu :

a. On the Job, yang meliputi :

1. Beban kerja yang terlalu berlebihan

2. Tekanan atau desakan waktu

3. Kualitas supervisi yang jelek

4. Iklim politis yang tidak aman

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab

7. Kemenduaan peranan ( role ambiguity)

8. Frustasi

9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok

10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan

11. Berbagai bentuk perubahan.

b. Penyebab-penyebab stress off the job antara lain :

1. Kekuatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal


6. Masalah-masalah pribadi lainnya.

4. Gejala-gejala Stress

Menurut Robbins (1999: 318) terdapat empat gejala stress pada individu, yaitu :

a. Fisiologikal: terdapat kesukaran dalam pengukuran gejala-gejala tersebut secara obyektif,


namun gejala fisiologikal memiliki sangkut paut langsung dengan manajer.

b. Psikologikal : stress disebabkan rasa tidak puas akan sesuatu, sebagai contoh gejalanya
adalah merasa tegang, mudah marah, gelisah, cepat bosan, suka menunda suatu hal.

c. Perilaku : sering lupa, perubahan pola makan, menjadi perokok, pengonsumsi alkohol,
berbicara dengan cepat, perasaan gelisah, dan tidak tidur teratur.

5. Konsekuensi Stress

Akibat stress banyak dan bervariasi. Beberapa diantaranya tentu saja positif, seperti motivasi
pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih
baik. Menurut Gibson, Ivancevich, Donnely, 1996 : 363) ada lima kategori efek dari stress
yang potensial, yaitu :

a. Dampak subyektif : kecemasan, agresif, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi,


kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup dan merasa kesepian.

b. Dampak Perilaku : kecenderungan mendapat kecelakaan, alkoholik, penyalah gunaan obat


terlarang, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok berlebihan, perilaku
yang mengikuti kata hati, ketawa dan gugup.

c. Dampak Kognitif : ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, konsentrasi yang


buruk, rentang perhatian yang pendek, sangat peka terhadap kritik, rintangan mental.

d. Dampak Fisiologis : meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan tekanan
darah, kekeringan di mulut, keringat, membesarnya pupil mata.

e. Dampak Organisasi : keabsenan, pergantian karyawan, rendahnya produktivitas,


keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya ikatan dan kesetiaan
terhadap organisasi.
6. Hubungan antara Stress Kerja dan Kinerja Stress dapat sangat membantu, tetapi juga dapat
berperan salah atau merusak kinerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress
mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung
seberapa besar tingkat stress. Bila tidak ada stress tantangantantangan kerja juga tidak ada,
dan prestasi kerja cenderung rendah sejalan dengan meningkatnya stress, kinerja cenderung
naik, karena stress mambantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya dalam
memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila stress telah mencapai puncak
yang dicerminkan kemampuan pelaksanaan kerja harian karyawan, maka stress tambahan
akan cenderung tidak akan menghasilkan kinerja. Akibatnya bila stress menjadi terlalu besar,
kinerja karyawan akan mulai menurun, karena stress mengganggu pelaksanaan pekerjaan.

D. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Suatu perusahaan atau organisasi tentunya mempunyai tujuan yang harus dicapai, dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapainya dibutuhkan kinerja perusahan
atau organisasi yang baik. Kinerja perusahaan erat kaitannya dengan kinerja karyawan. Jika
kinerja karyawan baik tentunya akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan. Kinerja
menurut Simamora (1995: 327) adalah tingkat mana karyawan mencapai persyaratan-
persyaratan pekerjaan. Sedangkan pengertian kinerja menurut Robbins (1999 : 258) adalah
merupakan ukuran dari sebuah hasil. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan merupakan hasil kerja yang telah dicapai setiap karyawan, sehingga memberikan
kontribusi terhadap perusahaan.
III. PEMBAHASAN

Sejarah dan Perkembangan CV. Alisha Gallery CV. Alisha Gallery merupakan perusahaan
manufaktur berorientasi ekspor yang bergerak di bidang furniture. Perusahaan tersebut
dididrikan pada bulan Oktober 2001, tumbuh dan berkembang melalui berbagai kendala dan
ujian yang dihadapi dengan jiwa besar dan semangat intik mewujudkan suatu cita-cita luhur,
yaitu terbangunnya sebuah perusahaan yang kuat, mapan dan mampu mengayomi para
pengrajin kayu yang masih mengalami keterhambatan dalam mengembangkan usahanya.
Perjuangan berat dan melelahkan yang benar-benar diawali dari titik terendah dari sebuah
usaha bisnis justru membawa Alisha Gallery pada suatu proses pematangan di dalam
menyusun sistem market, administrasi, keuangan dan investasi. Terbukti, memasuki usia
yang relatif muda, Alisha Gallery telah mampu menampakkan wujudnya sebagai perusahaan
manufaktur yang layak diperhitungkan dalam dunia bisnis furniture di kota Surakarta dan
sekitarnya. Kehadiaran Alisha Gallery pada awalnya masih diselimuti oleh keraguan yang
begitu tebal. Sebagai pendatang baru dalam dunia bisnis furniture tentunya akan menghadapi
tingkat persaingan yang cukup tinggi. Namun dengan mengedepankan pola berpikir positif
serta ditopang oleh kombinasi kreativitas dan pengalaman yang luas, tim SDM yang solid dan
mumpuni ternyata mampu melihat sesuatu yang baru. Pada awal perkembangannya,
perusahaan ini memulai kiprahnya dalam bentuk supplier produk yang bermitra dengan CV.
Kelapa Ijo, sebuah perusahaan perdagangan yang berbaisis di Sukoharjo. Pola kerja
kemitraan tersebut telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi perkembangan
perusahaan tersebut. Dengan bermodalkan tekad yang kuat dan senantiasa berpegang teguh
pada prinsip profesionalisme, Alisha Galley yang pada awalnya sebagai perusahaan kecil
yang hanya mampu mensuplai kebutuhan perusahaan besar dalama kurun waktu 4 bulan telah
mampu melakukan terobosan ke mancanegara. Terbukti, pada bulan januari 2002, Alisha
Gallery telah dipercaya oleh sebuah perusahaan perdagangan Danish Bamboo yang berbasis
di Denmark. Kepercayaan dari pelanggan asing itu telah memberi semangat bisnis yang
besar. Alisha Gallery terus melakukan ekspansi pasar ekspor

dengan berpijak pada nilai filosofis “The Real Satisfaction of Our Customer is to be Our Real
Pride and purpose “ yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk prinsip-prinsip kerja antara
lain: peningkatan kualitas barang, ketepatan pengiriman serta pendekatan familiar
terhadappelanggan tanpa mengesampingkan niai-nilai profesionalisme. Melalui uasaha yang
tidak pernah mengenal lelah dari para tenagatenaga profesioal yang telah terlatih dan teruji
secara matang, mulai menampakkan hasil yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat pada
pebingkatan kualitas order, dimana pada bulan Maret 2002 Alisha Gallery telah memiliki 3
pelanggan tetap dan 4 pelanggan tidak tetap. Sisi lain yang dikembangkan Alisha Galley
adalah proses manufaktur. Walaupun pada awalnya hanya mampu mewujudkan proses kerja
dalam bentuk pengadaan barang mentah mebel yang mengandalkan suplai dari jaringan yang
tersedia di beberapa daerah seperti kota Solo, Sragen, Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan
Jepara. Namun seiring dengan peningkatan kuantitas order maka mulai dikembangkan proses
manufaktur secara mandiri meskipun hanya mampu menutupi sekitar 30% dari total barang
mentah yang dibutuhkan dan menampung 95 orang tenaga kerja. Perkembangan dan
pertumbuhan perusahaan yang begitu pesat membawa pengaruh yang besar bagi kebutuhan
dasar perusahaan, khususnya dalam bentuk permodalan. Selain itu adanya tuntutan yang
besar dalam menghadapi tingkat persaingan yang makin ketat. Maka memasuki bulan Mei
2002, Alisha Gallery mulai merasakan efek dari permintaan pasar yang melonjak
sehingga permintaan yang begitu besar tidak mampu di kendalikan oleh perusahaan di
karenakan kebutuhan tenaga kerja yang masih kurang dan belum ada penyerapan tenaga
kerja baru sampai pada akhir bulan Agustus. Hal ini menyebabkan produktivitas tenaga
kerja yang ada bertambah akan tetapi ini berpengaruh pada kondisi fisik dan tingkat
stress para tenaga kerja yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Namun, dalam mengatasi hal ini di awal bulan desember 2002 Alisha Gallery membuka
peluang bagi para investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya. Salah satu investor
yang berhasil membangun kerjasama dengan Alisha Gallery adalah CV. Segoro Mas. Adapun
bentuk kerjasama yang dilakukan sebagaimana tercantum dalam MoU hanya dalam hal
pembiayaan dalam bidang produksi. Walaupun kerjasama tersebut memberikan keuntungan
yang tidak sedikit, namun masih ada beberapa kekurangan yang tidak mampu diantisipasi
apabila kerjasama tersebut dipertahankan, seperti dalam hal memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada bagian pemasaran untuk terus melakukan ekspansi pasar yang tentunya
memerlukan pendanaan yang cukup besar. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pada awal
bulan Januari 2003 yang diprediksikan akan mengalami peningkatan permintaan, Alisha
Gallery memutuskan mengambil terobosan untuk mencari suntikan dana segar dari lembaga
yang profesional dan terpercaya. Dalam kurun waktu 1 tahun lebih perjalanan panjang, usaha
yang telah dibangun ini telah mengarahkan Alisha Gallery untuk menjadi perusahaan yang
kuat, mapan dan mengayomi. Walaupun belum menampakkan hasil yang maksimal, akan
tetapi Alisha Gallery telah menunjukkan kekuatan produksi dan pasar yang
berkesinambungan. Hal ini tercipta karena selama ini ditopang oleh tiga pilar yang menjadi
motor penggerak perusahaan, yaitu :
a. Marketing, diorientasikan untuk dikembangkan sebagai institusi perdagangan

b. Produksi, merupakan embrio dari beberapa manufaktur

c. Keuangan, yang akan dikembangkan sebagai wahana pengembangan investasi.

 Struktur Organisasi CV. Alisha Gallery

direktur

Bagian Pemasaran Bagian


Bagian Pemasaran Produksi

Staf Pemasaran Quality Control


Staf Pemasaran

Mandor

Tenaga Borongan
Gambar 1

Struktur Organisasi CV. Alisha Gallery


Adapun uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan

adalah sebagai berikut :

a. Direktur

1. Bertanggung jawab baik ke dalam maupun ke luar perusahaan

2. Bertanggung jawab penuh atas segala kegiatan yang berjalan di perusahaan

3. Berhak mengawasi atau memeriksa manajemen perusahaan

4. Berhak untuk memimpin dan mengelola perusahaan

5. Mempunyai wewenang untuk mengawasi dan memeriksa administrasi dan keuangan


perusahaan.

b. Bagian Keuangan / Personalia

1. Membantu pimpinan produksi dalam mengawasi jalannya perusahaan

2. Merencanakan kegiatan secara keseluruhan baik untuk bulanan maupun tahunan

3. Menangani dan mangawasi bagian produksi

4. Melakukan perencanaan produksi perusahaan

5. Merencanakan proyek

c. Bagian Akunting

1. Menangani segala kegiatan administrasi produksi dan keuangan

2. Mengatur administrasi harian perusahaan

d. Bagian Produksi

1. Menjaga stabilitas, kualitas dan kuantitas produksi

2. Melaporkan hambatan produksi yang tidak tertangani

3. Mengontrol dan mengawasi jalnnya proses produksi di lapangan produksi


e. Quality Control

1. Mengontrol dan mengawasi produk yang diproduksi telah sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan atau tidak.

2. Mengoreksi kesalahan dari tiap produk.

f. Mandor

1. Sebagai wakil pimpinan produksi di lapanagan

2. Mengawasi dan mengkoordinasi segala kegiatan yang ada di lapangan

3. Mengatur jadwal harian karyawan

4. Mengontrol dan mengawasi segala kegiatan lapangan

5. Mengkoordinir kegiatan-kegiatan kecil di bagian produksi seperti sampling, seleksi dan


lain-lain yang berhubungan dengan produksi

6. Mengkoordinir keamanan di lapangan produksi.

   PENGENDALIAN STRES

Manajemen stres dan teknik pengurangan stres

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh

dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar

menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa

yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres ditempat

kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang

berlebihan. Ini bukan cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk

memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.

Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu,

harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan


penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu

merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab

stres dalam hubungannya ditempat kerja. Stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar

dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman

atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya

ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus

bekerja secara dekat. (margiati, 1999:76)

Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi,

manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan.

Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini

akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang

tinggi atu ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut

pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen

mungkin akan berfikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi

karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan

sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengola

stres, ada 2 pendekatan yaitu: pendekatan individu dan pendekatan organisasi

1. Pendekatan individual

Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang

bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengolahan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi,

dan dukungan sosial. Dengan pengolahan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat

menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan

latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu

menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi
pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk

mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat

memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2.      Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang

semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh

karena itu strategi-strategi yang yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi

stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain

pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program

kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan

yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan

serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan

mental.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang disajikan dalam bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:

1. Dari hasil yang di uraikan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara masing-masing variabel independen (upah, kondisi kerja, dan stress kerja) secara
individu terhadap variabel dependen (kinerja karyawan). Dengan demikian terdapat pengaruh
yang signifikan antara faktor-faktor yang meliputi upah, kondisi kerja, dan stress kerja secara
parsial terhadap kinerja karyawan, diterima.

B. Saran

1. Faktor upah mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja karyawan.
Perusahaan hendaknya harus lebih memperhatikan faktor upah ini agar memacu semangat
kerja kerja karyawan sehingga akan meningkatkan kinerjanya. Perusahaan hendaknya juga

memperhatikan dalam ketepatan waktu pembayaran upah karyawan, agar karyawan lebih
termotivasi untuk bekerja lebih baik. Dalam memberikan upah perusahaan hendaknya juga
memperhatikan kemampuan perusahaan dan kebutuhan karyawan sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan.

2. Kondisi kerja juga mempengaruhi kinerja karyawan. Karyawan menginginkan kondisi


kerja yang aman dan nyaman sehingga karyawan merasa betah dan bisa melakukan tugasnya
dengan baik. Kondisi kerja yang aman dan nyaman akan dapat mengurangi kecelakaan di
tempat kerja. Kondisi kerja seperti ini sebaiknya tetap dipertahankan dan perusahaan dapat
mengusahakan agar lebih baik lagi misalnya dengan menambah peralatan keamanan kerja
seperti penutup hidung, kaus tangan, dan alat pemadam kebakaran dan menjaga peralatan
keamanan tersebut baik dari segi penempatannya maupun kelayakannya untuk digunakan,
memperhatikan penerangan di dalam ruangan tempat bekerja agar karyawan lebih teliti dalam
mengerjakan tugasnya, mengurangi tingkat kebisingan dalam pabrik sehingga tidak
mengganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja dan menanamkan kesadaran pada
karyawan untuk selalu menggunakan alat pelindung dalam melakukan tugasnya. Dalam hal
kondisi sosial, perusahaan hendaknya lebih memperhatikan keluhan karyawan dan mencari
solusi dari keluhan yang dirasakan karyawan. Selain itu hubungan karyawan dengan atasan
hendaknya dapat diciptakan suasana yang harmonis. Atasan hendaknya memperlakukan
bawahan dengan baik, sebaliknya bawahan tetap harus menghormati atasannya, sehingga
setiap ada permasalahan dapat dikomunikasikan dengan baik dan mencari solusinya bersama-
sama. Dengan hubungan yang baik tersebut diharapkan terjalin hubungan rasa persaudaraan
dan rasa saling mendukung yang lebih erat sehingga dapat tercipta suasana kerja yang
harmonis dan karyawan dapat bekerja dengan baik serta menghasilkan kinerja yang
memuaskan.

3. Untuk mengurangi tingkat stress yang dialami karyawan perusahaan dapat mengambil
kebijakan-kebijakan seperti tidak memberikan beban kerja yang berlebihan, memberikan
pelatihan pada karyawan, dan menempatkan karyawan pada posisi yang sesuai dengan
keahliannya. Hal lain yang perlu diperhatikan perusahaan adalah perlu untuk lebih
mempererat jalinan kerjasama yang telah ada dengan cara mengadakan kegiatan diluar jam
kerja seperti rekreasi bersama keluarga karyawan ke tempat wisata. Kegiatan diluar aktivitas
kerja ini sangat berguna bagi karyawan karena dapat meningkatkan kesehatan mental
karyawan sehingga dapat lebih siap untuk melaksanakan pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai