DISUSUN OLEH ;
FRANKIE SIMBAR
17202103020
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja dapat juga diartikan sebagai penduduk yang berada
dalam batas usia kerja. Tenaga kerja disebut juga golongan produktif, yakni dari usia 15-65
tahun.
Tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Penduduk yang termasuk angkatan kerja terdiri atas orang yang bekerja dan
menganggur. Jika ada saudara kalian yang sedang mencari pekerjaan, maka ia termasuk
dalam angkatan kerja. Sedangkan golongan bukan angkatan kerja terdiri atas anak sekolah,
ibu rumah tangga, dan pensiunan. Golongan bukan angkatan kerja ini jika mereka
mendapatkan pekerjaan maka termasuk angkatan kerja. Sehingga golongan bukan angkatan
kerja disebut juga angkatan kerja potensial. Pembagian tenaga kerja jika digambarkan dalam
bentuk bagan akan tampak seperti berikut.
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang mendapatkan suatu keahlian atau
kemahiran pada suatu bidang karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal.
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang
tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak memerlukan
pendidikan karena yang dibutuhkan adalah latihan dan melakukannya berulang-ulang sampai
bisa dan menguasai pekerjaan tersebut.
3. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja.
Kualitas kerja adalah suatu standar fisik yang diukur karena hasil kerja yang
dilakukan atau dilaksanakan karyawan atas tugas-tugasnya. Inti dari kualitas kerja adalah
suatu hasil yang dapat diukur dengan efektifitas dan efisiensi suatu pekerjaan yang dilakukan
oleh sumber daya manusia atau sumber daya lainnya dalam pencapaian tujuan atau sasaran
perusahaan dengan baik dan berdaya guna.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan memberikan
pelatihan atau training, memberikan insentive atau bonus dan mengaplikasikan atau
menerapkan teknologi yang dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
Pekerjaan dengan kualitas rendah didefinisikan dengan upah rendah dan tingkat stres
yang tinggi. Meski orang harus menghargai semua profesi, namun kenyataannya orang yang
bekerja dengan pekerjaan kualitas rendah lebih banyak mengalami masalah kesehatan mental.
Pekerja yang tergolong pekerjaan rendah dalam sebuah penelitian yang dilakukan mengalami
gangguan mental yang lebih buruk daripada pengangguran. Tingkat depresi, kecemasan dan
emosi negatif lebih tinggi.
Peneliti dari The Australian National University di Canberra, Australia menuturkan
memiliki pekerjaan tidak selalu memberikan keuntungan bagi kesehatan mental. Studi
menunjukkan orang pengangguran yang mendapatkan pekerjaan dengan kualitas rendah
justru memperburuk kondisi kesehatan mentalnya. "Temuan ini menunjukkan seharusnya
tidak hanya mengurangi pengangguran yang menjadi fokus. Tapi kondisi pekerjaan termasuk
manfaat, jam kerja dan fleksibilitas juga harus dipertimbangkan," ujar Joseph Grzywacz dari
Wake Forest University School of Medicine di Winston-Salem, seperti dikutip dari
LiveScience, Rabu (16/3/2011).
Grzywacz menuturkan orang-orang cenderung berpikir bahwa semua pekerjaan
diciptakan sama. Tapi hasil studi ini menjadi bukti lebih lanjut bahwa semua pekerjaan tidak
diciptakan dengan sama. Peneliti melakukan studi selama 7 tahun yang dimulai pada tahun
2001. Kualitas pekerjaan yang dinilai berdasar 4 faktor yaitu stres dan tingkat permintaan,
jumlah karyawan yang mengontrol satu pekerjaan, keamanan kerja serta apakah pekerja
dibayar dengan wajar atau tidak. Setelah mempertimbangan berbagai faktor seperti usia, jenis
kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan diketahui bahwa kesehatan mental
pengangguran setara atau kadang lebih baik dari orang yang bekerja dengan pekerjaan yang
buruk. Orang dengan kualitas pekerjaan yang buruk menunjukkan penurunan kesehatan
mental yang lebih besar dari waktu ke waktu dibandingkan dengan orang yang menganggur.
Sedangkan orang dengan kualitas pekerjaan yang tinggi diketahui mengalami peningkatan
rata-rata skor kesehatan mental sebesar 3 poin. Hasil ini dilaporkan secara online dalam
jurnal Occupational and Environmental Medicine.
Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri.
Dasar hukum atau landasan dasar penyelenggaraan program PTKLN (penempatan
tenaga kerja luar negeri) yaitu dalam rangka memenuhi hak setiap warga negara untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sebagaimana amanat
UUD 1945. Dikarenakan pasar kerja di dalam negeri tidak mampu menyerap seluruh
angkatan kerja yang ada, maka pasar kerja luar negeri menjadi pilihan bagi sejumlah tenaga
kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, dasar hukum yang digunakan untuk
mengatur penyelenggaraan PTKLN pada saat ini adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan TKI ke luar negeri.
Disamping itu terdapat pula produk hukum terkait dengan penyelenggaraan PTKLN,
misalnya Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2000 tentang Badan Koordinasi Penempatan
TKI.
Pelaksanaan PTKLN diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke
luar negeri. Disebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
1. Penempatan TKI adalah kegiatan penempatan tenaga kerja yang dilakukan dalam rangka
mempertemukan persediaan TKI dengan permintaan pasar kerja di luar negeri dengan
menggunakan mekanisme antar kerja.
2. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun
perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
kerja melalui prosedur penempatan TKI.
3. Penemptan TKI dilakukan oleh lembaga pelaksana terdiri atas Perusahaan Jasa Tenga
Kerja Indonesia (PJTKI) dan instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
penempatan TKI ke luar negeri. Sampai saat ini, penempatan TKI sebagian besar dilakukan
oleh PJTKI, yaitu badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang mendapatkan izin usaha
penempatan TKI oleh Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.
E. Penyebab kualitas tenaga kerja Indonesia rendah
4. Faktor Usia
Tenaga kerja Indonesia yang usianya lebih dari usia produktif (manula) biasanya
kemampuan bekerjanya kurang, karena tenaga kerja tersebut belum tentu bermental bagus.
Sehingga dapat menghasilkan kualitas kerja yang rendah. Usia yang lebih baik dan cocok
untuk menjadi tenaga kerja ialah usia produktif, yakni dari 15-44 tahun agar hasil kerjanya
lebih baik.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dan uraian mengenai kualitas tenaga kerja Indonesia dapat di
simpukan bahwa tenega-tenaga kerja Indonesia masih belum dapat menghasilkan barang
maupun jasa yang berkualitas tinggi, daya saing masih rendah, dan minim akan penguasaan
atau pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta hasil pendapatan tenaga kerja
Indonesia rata-rata rendah.
Selain karena kualitasnya yang masih rendah, banyaknya penanam modal asing di
Indonesia dapat mempengaruhi penghambatan perekonomian Indonesia, karena hasilnya
lebih dikuasai oleh pemilik modal.
Telah di simpulkan bahwa tenaga kerja Indonesia kualitasnya masih rendah. Untuk
itu, kita sebagai generasi muda di sarankan untuk lebih meningkatkan lagi kerajinan,
keterampilan, juga keahlian diri kita, supaya negara kita kebih maju lagi dan penganguran
berkurang.
Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan, semoga saran-saran maupun
kritik yang tidak terungkapkan selain ini oleh para pembaca dapat tertampi untuk lebih
meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia.