STRATIGRAFI TERUKUR”
ERICK BATLAYERI
410014176
TEKNIK GEOLOGI
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam
pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran penampang stratigrafi
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar
setiap perlapisan batuan atau satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah
sedimentasi secara vertikal dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan.
Di lapangan, metoda pengukuran penampang stratigrafi biasanya dilakukan dengan
menggunakan tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang menerus dengan jalur
pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan batuannya, sehingga koreksi
sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan tidak begitu besar.
3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan
urut-urutan sedimentasi dalam dalam arah vertikal secara detail, untuk menafsirkan
lingkungan pengendapan
I.II Menghitung ketebalan perlapisan batuan dari berbagai metoda pengukuran dalam
stratigrafi terukur
Cara pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya. Ada dua metode yang bisa
dilakukan, yaitu :
Metode rentangan tali, sering juga disebut dengan istilah metode Brunton and tape
(Compton, 1985).
Metode ini mempergunakan alat yang sangat sederhana, hanya dengan seutas tali
yang panjangnya tidak lebih dari 5m saja.
Panjang tali dibagi menjadi segmen-segmen, yang masing-masing segmen
mempunyai ukuran panjang 10 cm.
Hampir sama dengan metode Jacob Staf
- tongkat diganti dengan tali
- clinometerdiganti oleh kompas geologi.
Prosedur pengukuran
1. Setelah jalur pengukuran di tentukan, supaya dilakukan orientasi dari jalur yang akan
diukur. Orientasi ini penting untuk mengetahui kemungkinan adanya struktur ataupun
kemungkinan adanya urutan perlapisan yang tidak tersingkap, sehingga dapat mencari
jalur utamanya. Orientasi juga dilakukan untuk menentukan top dan botton perlapisan.
2. Tentukan titik awal dan titik akhir dari jalur yang telah di tentukan dan beri tanda
dengan patok serta plotkan kedua titik tersebut pada peta dasar. Apabial mungkin,
kedua ujung titik tersebut dihiting koordinatnya, hal ini memudahkan peneliti yang
lain yang ingin melihat sendiri situasi sebenarnta dari kolom stratigrafi yang
dihasilkan.
3. Lakukan pengukuran dengan rentang tali ( 30 – 50 meter ) dimulai dari titik awal,
sebut sebagai titik 1, sedang ujung titik yang lain sebagai titik 2. Kemudian tali geser,
semula ujung yang berada d titik 1 sekarang berada di titik 2 dan ujung yang lain
berada di titik baru, yaitu titik 3, begitu seterusnya sampai titik akhir yang telah
ditentukan. Untuk pengukuran yang pendek atau ukuran lapisan batuan yang tipis
menggunakan meteran.
4. Setiap pengukuran dengan rentangan tali panjang secara maksimum bisa dilakukan
untuk kondisi topografi yang relative datar, lereng yang tidak terlalu bergelombang
pada jarak dekat, litologi relatif homogendan jurus kemiringan relatif tetap. Pada
setiap rentangan tali supaya dilakukan pengamatan dan pencatatan pada formulir yang
disediakan, yaitu mengenai pemerian batuan, isi fosil, jurus dan kemiringan batuan,
struktur sedimen dan unsur – unsur lain yang dianggap perlu. Jika di sepanjang
rentangan tali dijumpai lapisan – lapisan yang khas perlu ditentukan posisinya secara
tepat, karena lapisan tersebut bisa digunakan sebagai lapisan kunci.
5. Jika pada jalur dijumpai adanya kontak batuan tajam, misalkan kontak antara breksi
dan batulempung, sesar ataupun bidang ketidakselarasan, maka tempat tersebut
dijadikan sebagai unung rentangan dan beri nomor titik baru.
6. Pengukuran ketebalannya supaya dilakukan secara cermat. Perhatikan arah
pengukuran terhadap jurus perlapisan. jika arah pengukuran sudah tegak lurus arah
jurus ( Gambar 1 dan lintasa A – B pada Gambar 2 ) maka ketebalan (t) langsung
dapat dihitung dengan rumus :
t = d sin α
Keterangan :
α : kemiringan perlapisan
d : jarak terukur
Jika arah pengukuran tidak tegak lurus ( lihat lintasan A’ – B’ pada Gambar 2), maka
ketebalan (t) dapat di hitung dengan rumus :
t = d’ cos θ sin α
Keterangan :
α : kemiringan perlapisan
Gambar 2. Pengukuran ketebalan perlapisan miring pada daerah datar (dalam Raharjo, 1993).
Jalur 1 – 2 t = d sin α
Keterangan :
α : kemiringan perlapisan
d = d’ cos θ
θ : sudut antara arah pengukuran dan arah tegak lurus jurus lapisan
Besarnya sudut lereng terukur ( yang tidak tegak lurus jurus perlapisan ) dapat
disamakan dengan apparent dip atau penyiku sudut antara jurus dan arah penampang.
Jika kemirinagn perlapisan lebih besar dari pada sudut lereng ( Gambar 5 ), maka
perhitungan ketebalannya adalah :
t = d sin (dip – slope)
Gambar 5. Pengukuran ketebalan perlapisan batuan yang kemiringannya leih kecil dari
kemiringan lereng ( Rahardjo, 1993 ).
Jika kemiringan lapisan lebih kecil dari sudut lereng ( Gambar 6 ), maka perhitungan
ketebalan adalah :
Gambar 6. Pengukuran ketebalan perlapisan batuan yang arah perlapisannya terpotong tegak
lurus oleh lereng ( Rahardjo, 1993 ).
Jika jumlah besaran lereng dan kemiringan adalah 90 0 atau lapisan terpotong tegak
lurus oleh lereng ( Gambar 7 ), maka perhitungan ketebalannya adalah :
t=d
Jika kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng terdapat lereng (Gambar 8),
maka perhitungan ketebalannya adalah :
Jika kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng, maka perhitungan
ketebalannya adalah :
Gambar 9 pengukuran ketebalan untuk perlapisan dengan posisi mendatar( Rahardjo, 1993).
Jika lapisannya mendatar, maka ketebalan didapatkan langsung dari perbedaan tinggi antara
batas lapisan.
d. Kemiringan lapisan tegak
t = d sin slope
9. Pada saat pengukuran dilaksanakan, supaya dilakukan juga penggambaran kolom
litologi sesuai dengan apa yang ada di lapangan dengan ketebalan sesuai dengan
pengukuran. Jika pada pengukuran dijumpai litologi yang meragukan atau adanya
kenampakan – kenampakan yang khas yang memerlukan penelitian lebih lanjut
supaya dilakukan pengambialan contoh (beri nomer dan tentukan posisi/lokasi
pengambilannya)
10. Setelah pengukuran sampai pada titik akhir, dilakukan pengecekan kembali apakah
pada formulir pengukuran sudah terisi semua data pengukurannya, baik sketsa kolom
litologinya, penomeran dan pengeplotan lokasi/posisi pengambial contoh batuan pada
kolom litologinya.
11. Pada saat meninggalkan pengukuran dianjurkan melakukan pengecekan sekali lagi
dengan cara kembali menuju titik awal.
Sudut arah ( Directional angel ) = sudu antara jurus dengan arah sayatan geologi kemirinagn
semu ( apparent dips ) = kemiringan pada bidang sayatan geologi
I.IV Metoda Tongkat Jacob (Jacob’s Staff Method).
Metode ini bertujuan menggabungkan ketepatan dan kecepatan waktu sesuai dengan
rumusan yang dikemukakan oleh Fritz & Moore, 1988 ) . Menggunakan tongkat Jacob yang
panjangnya 1,5 meter, memadukan ketepatan pengukuran (efektifitas) &kecepatan waktu
(efisiensi), pengukuran ketebalan singkapan sesungguhnya dapat diukur secara langsung,
dapat dilakukan 1orang &cocok untuk semua kondisi medan.
o Semua ketebalan lapisan batuan atau singkapan batuan diukur dengan tongkat
tersebut. Oleh sebab itu, maka tongkat diberi cat berwarna selang-seling merah-putih,
setiap selang10 cm. Salah satu ujung tongkat dibuat agak runcing agar mudah dalam
menancapkan ke tanah, dan ujung yang lain untuk menempatkan clinometer
o Clinometer, dipasang dengan posisi tegak pada arah memanjang tongkat. Besaran
kemiringan perlapisan batuan dapat dibaca secara langsung pada clinometer tersebut.
Dalam keadaan terpaksa, clinometerdapat digantikan dengan sebuah busur derajat
yang difungsikan sebagai clinometer,demikian juga tongkatnya dapat dibuat sendiri
baik dengan kayu ataupun dengan pipa besi.
Prosedur pengukuran
1. Pengukuran dimulai dari bagian bawah suatu jalur, pada awal pengukuran letakkan
ujung tongkat dititik terbawah jalur, beri notasi nomor 1
2. Clinometer yang tertempel pada tongkat diarahkan sehingga sesuai dengan arah
kemiringan lapisan batuan, dengan cara menggoyangkan tongkat sampai pada posisi
yang diinginkan, yaitu posisi tongkat tegak lurus pada bidang perlapisan.
3. Tandai arah bidikan clinometerpada singkapan batuan, dan berikan notasi nomor 2.
Tebal singkapan tersebut adalah sama dengan panjang tongkat, yaitu 1,50 meter.
4. Perhatikan, cermati dan catat kenampakan pada singkapan yang terkhususkan, misal
adanya endapanplacer, konsentrasi mineral sekunder, keberadaan lapisan batubara,
tanda-tanda adanya ketidakselarasan.
5. Lakukan hal yang sama untuk urutan berikutnya, sampai sasaran titik akhir selesai.
Mengukur ketebalan
2. Pengukuran dengan tongkat Jacob, dapat dilakukan seorang diri, namun akan lebih
baik dan lebih cepat bila dikerjakan berdua.
o Deskripsi pada tiap segmen pengamatan megaskopis jenis batuan, tebal (masing-
masing lapisan batuan sedimen, tebal singkapan intrusi batuan beku)
DAFTAR PUSTAKA
Wijayanti, H.D., Kusuma., 2016, Panduan Praktikum Stratigrafi Analisis, Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional, Yogyakarta.