Anda di halaman 1dari 15

BAB 7

PENGUKURAN PENAMPANG STRATIGRAFI


Subhan Arif, S.T., M.T.

1. PENDAHULUAN
Kondisi stratigrafi suatu daerah diukur dan digambarkan dengan berbagai
macam jenis, umumnya berupa sebuah kolom stratigrafi. Untuk membuat kolom
stratigrafi tersebut, dilakukanlah pengukuran stratigrafi terukur dengan harapan
untuk mendapatkan informasi mengenai; ketebalan asli (akurat) suatu satuan batuan
yang dipetakan, deskripsi detil setiap unit lapisan, dan mengetakui secara pasti
posisi stratigrafi suatu sampel (fosil dan yang lainnya).
Pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada jalur-jalur yang telah
direncanakan sebelumnya, dapat mencakup beberapa unut atau satuan batuan atau
hanya pada satuan tertentu, bahkan hanya beberapa lapisan saja. Hal ini ditentukan
berdasarkan tujuan utama pengukuran penampang stratigrafi pada jalur tersebut.

2. TUJUAN
Tujuan dilakukannya pengukuran penampang stratigrafi adalah untuk
mendapatkan informasi berupa:
a. Ketebalan detil dan teliti dari tiap -tiap lapisan dan satuan stratigrafi
b. Keterangan litologi secara terperinci meliputi jenis batuan, macam batuan,
komponen penyusun batuan, kemas, tekstur, kandungan fosil, struktur
sedimen dan tebal lapisan.
c. Menandai posisi stratigrafi (tepat dan akurat) mengenai batas satuan
batuan dan posisi sampel batuan atau fosil
d. Mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar lapisan, satuan
batuan dan urutan serta sejarah sedimentasi dalam ruang dan waktu.
e. Analisis dan interpretasi mekanisme, proses dan lingkungan pengendapan.
Data pengukuran penampang stratigrafi terukur tersebut disajikan dalam
bentuk kolom stratigrafi terukur.

3. PERENCANAAN LINTASAN PENGUKURAN


Setiap pekerjaan yang akan dilakukan hendaknya terlebih dahulu dilakukan
perencanaan untuk mendapatkan hasil maksimal dengan cara yang efektif dan
efisien. Pengukuran penampang stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang
membutuhkan perencanaan yang matang sebelum dilakukan. Hal ini karena
pengukuran penampag stratigrafi merupakan pekerjaan yang sangat membutuhkan
ketelitian sehingga keberhasilan dalam merencanakan adalah Sebagian dari
keberhasilan pekerjaan ini.

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 104


Daerah kerja atau lintasan pengukuran penampang stratigrafi terukur harus
memperhatikan aspek-aspek berikut ini:
a. Kesampaian lokasi atau medan yang mudah dijangkau (tidak berada pada
posisi ekstrim), sehingga tidak membahayakan keselamatan.
b. Terdapat singkapan segar yang menerus dan representative terhadap
tujuan dilakukannya pengukuran penampang stratigrafi.
c. Usahakan jalur / lintasan pengukuran terhindar dari struktur geologi
berupa patahan dan lipatan.
d. Usahakan jalur yang dipilih searah dengan dip perlapisan batuan.
e. Posisi stratigrafi (hukum super posisi) batuan. Pengukuran penampang
stratigrafi terukur sebaiknya dilakukan dari yang tua kea rah yang muda.

Pengukuran penampang stratigrafi yang baik harus menghindari daerah yang


kosong akan singkapan (blank area), sehingga hasil kolom stratigafi yang dukur
tidak terputus oleh urutan batuan yang hilang. Pengukuran jalur penampang
stratigrafi tidak harus panjang, tetapi dapat dilakukan dengan banyak lintasan yang
pendek, asalkan diyakini urutan stratigrafinya menerus. Gabungan dari beberapa
lintasan yang pendek ini akan menghasilkan kolom stratigrafi yang lengkap dan
sama baiknya dengan model satu jalur yang panjang.
Jika pengukuran terpaksa dilakukan pada lintasan yang terdapat lipatan dan
patahan maka harus dilakukan pembuatan sketsa lintasan untuk mengetahui kondisi
struktur lintasan tersebut. Hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi pengulangan
pencatatan lapisan yang sama yang diakibatkan oleh adanya lipatan dan patahan
(Gambar 7.1).

Gambar 7.1 Sketsa lintasan

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 105


4. METODE KERJA
Pengukuran penampang stratigrafi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
rentang tali dan Jacob staff.

A. Metode Rentang Tali / Pita Ukur


Metode rantang tali dilakukan dengan cara merentangkan tali ukur atau
meteran yang di tentukan arahnya. Metode ini juga dikenal dengan sebutan Brunton
and Tape (Compton, 1986). Ketebalan hasil pengukuran dengan metode rentang
tali tidak dapat menghasilkan ketebalan sebenarnya langsung di lapangan, kecuali
juka lintasan pengukuran berada pada batuan dengan kedudukan yang tegak.
Penggambaran ketebalan pada kolom stratigrafi terukur harus merupakan
ketebalan sebenarnya yaitu ketebalan yang diperoleh setelah dilakukan koreksi
ketebalan batuan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap koreksi ketebalan
antara lain:

Pada daerah datar


Pada daerah datar dengan rentangan tali ukur yang tegak lurus jurus perlapisan
(Gambar 7.2a), maka ketebalan lapisan batuan dapat dirumuskan dengan:

t = d sin α

dengan:
t = Tebal lapisan batuan
d= Jarak terukur
α= Kemiringan lapisan batuan/dip

Pada daerah datar dan rentangan tali tidak tegak lurus jurus perlapisan
(Gambar 7.2b), maka ketebalan lapisan batuan dapat ditentukan dengan rumus:

t = dt cosQ sinα

dengan:
t = Tebal lapisan batuan
dt = Jarak terukur
Q = Sudut antara dengan jarak terukur dengan
jarak tegak lurus strike
α = Kemiringan lapisan batuan

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 106


7.2a 7.2b
Gambar 7.2 a. Lintasan MS pada daerah datar dengan rentang tali tegak lurus perlapisan;
b. lintasan MS pada daerah datar dan rentang tali tidak tegak lurus perlapisan

Pada daerah berlereng


Kemiringan lereng (slope) adalah kemiringan lereng yang terukur pada arah
tegak lurus jurus perlapisan batuan. Bila penyimpangan dari arah yang tegak lurus
jurus perlapisan cukup besar, maka dip yang sebenarnya (true dip) perlu dikoreksi
(Gambar 7.3)

Gambar 7.3 Penampakan 3 dimensi pola perlapisan batuan dan jalur lintasan rentang tali
ukur

Q = sudut penyimpangan antara arah tali ukur terhadap jurus lapisan batuan
d’ / d = cos Q d’ = d cos Q
t / d’ = cos α t = d’ cos α

Kemiringan lapisan pada batuan searah dengan lereng


a. Kemiringan lapisan batuan (dip) lebih besar daripada kemiringan lereng
(Gambar 7.4).

t = d sin (dip - slope)

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 107


Gambar 7.4 Kenampakan kemiringan lapisan batuan lebih besar dari pada kemiringan
lereng

b. Kemiringan lapisan batuan (dip) lebih kecil daripada kemiringan lereng


(Gambar 7.5).

t = d sin (slope - dip)

Gambar 7.5 Kenampakan kemiringan lapisan batuan lebih kecil daripada kemiringan
lereng

c. Kemiringan lapisan batuan berlawanan arah dengan lereng


Apabila besar slope memotong tegak lurus dengan lapisan batuan (dip) maka
ketebalan lapisan sbb (Gambar 7.6):

Gambar 7.6 Kemampuan kemiringan lapisan batuan berlawanan arah dengan kemiringan
lereng dengan slope memotong tegak lurus dengan dip

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 108


d. Kemiringan lapisan batuan (dip) membentuk sudut lancip terhadap
lereng/slope (Gambar 7.7) .
t = d sin {900 – (dip+slope)}

Gambar 7.7 Kenampakan kemiringan lapisan batuan membentuk sudut lancip terhadap
lereng

e. Kemiringan lapisan berbentuk sudut tumpul terhadap lereng, maka


ketebalannya sebagai berikut (Gambar 7.8):
t = d sin (dip+slope)

Gambar 7.8 Kenampakan lapisan berbentuk sudut tumpul terhadap lereng

f. Kemiringan lapisan mendatar


Pada lapisan mendatar ketebalan didapatkan langsung dari perbedaan tinggi
antara batas lapisan atas dengan lapisan bawah (Gambar 7.9).

t = d sin slope

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 109


Gambar 7.9 Kenampakan kemiringan lapisan mendatar

g. Lapisan batuan tegak (Gambar 7.10)


Digunakan rumus:

t = d cos slope

Gambar 7.10 Kenampakan lapisan batuan tegak

B. Metode Jacob Staff


Metode ini menekankan efisiensi ketepatan dan kecepatan pengukuran
dengan menggunakan tongkat Jacob yang panjangnya 1,5 meter dengan klinometer.
Metode ini sangat efektif karena mampu mendapatkan ketebalan sebenarnya
langsung dari hasil pengukuran di lapangan. Metode ini cocok untuk semua kondisi
medan dan dapat dilakukan oleh hanya satu orang saja (Gambar 7.11)

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 110


Gambar 7.11. Tongkat Jacob Staff

5. PROSEDUR PENGUKURAN
Bagian ini akan membahas mengenai prosedur pengukuran penampang
stratigrafi terukur menggunakan dua metode, metode rentang tali dan metode
tongkat Jacob.
A. Prosedur Pengukuran Dengan Metode Rentang Tali
Untuk melakukan pengukuran penampang stratigrafi yang baik, benar dan
efisien, berikut ini adalah prosedur pengukurannya:
a. Lakukan orientasi lintasan. Lintasan yang idealhendaknya mudah dikenali,
memiliki urutan litologi yang lengkap dan tersingkap dengan baik,
mempertimbangkan aspek keselamatan.
b. Tentukan titik awal dan titik akhir lintasan di peta. Kemudian tandai
dengan patok di lapangan.
c. Pengamatan, pengukuran dan pencatatan dimulai dari bagian bawah (umur
lebih tua) sebagai titik awal. Titik awal diberi notasi no:1 sedangkan pada
ujung tali lainnya diberi no:2, bila telah selesai dan bergeser maka
dilanjutkan dari no:2 ke ujung tali berikutnya no:3 dan seterusnya.
(Gambar 7.12)
d. Bila terdapat blank (singkapan tertutup air, tanah atau vegetasi) atau
berada pada medan yang berbahaya, maka perlu dilakukan pergeseran
searah strike untuk menemukan singkapan.
e. Pengamatan dilakukan secara teliti pada penciri tertentu seperti kehadiran
lapisan batubara, perubahan jurus perlapisan, sesar dan bidang

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 111


ketidakselarasan sehingga penciri tersebut dapat dijadikan sebagai ujung
rentangan tali berikutnya.
f. Pemerian fasies (litologi, struktur sedimen, warna, ukuran butir dan
sebagainya), dilakukan secara teliti, cermat dan lengkap yang disertai
perhitungan ketebalan sebenarnya (ketebalan hasil koreksi).
g. Pemerian dan penggambaran kontak atau batas lapisan harus dilakukan
secara teliti (tegas, gradasi, erosional).
h. Urutan pemerian batuan diharapkan sistematis mulai dari warna, struktur,
tekstur, komposisi (fisik dan biologi), kedudukan batuan, dan
hubungannya dengan lapisan di bawahnya.
i. Bila pada pengukuran terdapat litologi atau gejala geologi yang meragukan
sehingga perlu penelaahan lebih seksama, maka perlu diambil contoh /
sampel batuannya dengan pemberian nomor urut yang sistematis.
j. Ketika telah mencapai titik terakhir jalur pengukuran, pastikan Kembali
semua data (sketsa, kolom, pemerian, nomer sampel) telah sesuai.
Sebelum meninggalkan lokasi, sebaiknya pastikan telah dilakukan
pengecekan kembali.

Gambar 7.12 Posisi mengukur menggunakan rentang tali

B. Prosedur Pengukuran Dengan Metode Tongkat Jacob


Prosedur pengukuran dengan Jacob Staff, mirip dengan prosedur pengukuran
dengan rentang tali, namun perbedaannya ada pada peralatan yang digunakan yakni
meggunakan tongkat dengan klinometer yang digantungkan dengan salah satu
kelebihannya yakni pengukuran dapat dilakukan seorang diri. Prosedur yang perlu
diperhatikan yaitu (Gambar 7.13 dan Gambar 7.14):
a. Pengukuran diawali pada bagian bawah suatu jalur. Pada titik awal
pengukuran diletakkan ujung tongkat bagian bawah pada titik terbawah
jalur yang dinotasikan sebagai no:1.
b. Klinometer yang terletak pada bagian atas tongkat diletakkan searah
perlapisan (tongkat diletakkan tegak lurus perlapisan). Tandai perpotongan
antara klinometer dengan permukaan singkapan batuan dan dinotasikan
no:2. Ketebalan singkapan tersebut mempunyai ketebalan yang sama
dengan panjang tongkat Jacob yaitu 1,5 meter.

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 112


c. Titik yang terletak pada 1,5 meter sesungguhnya dari titik 1 disebut titik 2,
selanjutnya titik yang terletak 1,5 meter dari titik 2 disebut titik 3 dst.
d. Pengukuran seperti tersebut pada angka 2 dan 3 dilanjutkan hingga dijumpai
batas tegas, sisipan batubara, ketidakselarasan, maupun penciri satuan
batuan lainnya. Ciri-ciri tersebut menjadi akhir pengukuran sekaligus
menjadi awal dari pengukuran berikutnya.
e. Kolom litologi yang tergambarkan pada formulir pengukuran di lapangan
merupakan kolom dengan ketebalan sesungguhnya.

Gambar 7.13 Posisi menggunakan tongkat Jacob

Gambar 7.14 Posisi menggunakan tongkat Jacob pada lintasan datar

6. PENGAMATAN PENAMPANG STRATIGRAFI


Pada pengukuran penampang stratigrafi, setiap satuan litologi, harus
dideskripsi secara detail. Semua fakta yang menurut pengamat lapangan dapat
digambarkan di kolom pada skala 1 : 1.000 atau pada skala yang lebih besar lagi,
harus diperikan secara teliti dan terperinci. Satuan stratigrafi atau satuan
sedimentasi, dapat terdiri dari satu jenis batuan atau terdiri dari selang-seling
beberapa lapisan litologi yang berlainan atau terdiri dari satu litologi utama dengan
sisipan-sisipan litologi lain. Pembagian satuan, sangat tergantung pada skala yang
digunakan dalam penggambaran kolom. Pada skala 1 : 1.000, tebal minimumnya
10 meter (1 cm pada kolom); sedangkan pada skala 1 : 100, tebal minimumnya
adalah satu (1) meter (1 cm pada kolom).

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 113


Nama satuan batuan, sebaiknya menggunakan nama yang umum dari
penyusun utama batuan. Campuran batuan, dapat dinyatakan sebagai kata sifat di
belakang nama batuan utama (contoh : batupasir gampingan, batulempung pasiran).
Jika suatu satuan terdiri dari selang-seling beberapa macam litologi, maka
pemeriannya dimulai dari batuan yang utama secara lengkap dan kemudian baru
batuan lainnya.
A. Susunan Satuan Batuan
Pertanyaan yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan susunan satuan
batuan, diantaranya adalah :
a. Apakah jalur stratigrafi terdiri dari satu jenis litologi atau lebih ?
b. Jika jalur stratigrafi terdiri lebih dari satu jenis litologi, apakah sifatnya?
c. Apakah ada batuan yang dominan dan ada batuan yang merupakan sisipan,
serta berapa ketebalan rata-rata dari sisipan ?
d. Bagaimana dengan perselingan yang memiliki ketebalan yang sama antara
dua atau lebih litologi?
e. Berapa ketebalan rata-rata dari masing-masing litologi ?
f. Bagaimana pola perselingan lapisan atau sisipan lapisan itu dari bawah ke
arah atas, apakah menebal ke atas atau menipis ke atas ?

B. Sifat Lapisan dari Sisipan atau Lapisan Utama


Jika lapisan utama atau sisipan merupakan batuan sedimen klastika kasar
(batupasir, breksi), atau batuan karbonat (batugamping, dolomit), maka pertanyaan
penting yang dapat dikemukakan adalah :
a. Apakah lapisan tersebut bersifat masif /tebal /tipis /laminasi ?
b. Bagaimana sifat batas atas dan batas bawah lapisan, apakah merupakan
batas tajam / tegas, batas berangsur, batas erosional ?
c. Bagaimana pola penumpukan teksturnya, apakah menghalus keatas atau
mengkasar keatas ?

C. Struktur Sedimen
Pemerian struktur sedimen, harus dilakukan secara cermat dan lengkap, karena
struktur sedimen dapat digunakan antara lain untuk analisis lingkungan
pengendapan dan analisis arah arus purba. Struktur sedimen dapat dijumpai pada
bagian atas sedimen, bagian bawah maupun seluruh tubuh sedimen. Struktur
sedimen yang umum dijumpai diantaranya berupa perlapisan bersusun, perlapisan
silang-siur, laminasi sejajar, gelembur gelombang, rekah kerut dan struktur
pembebanan (load cast).

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 114


D. Kandungan Fosil
Jika batuannya mengandung fosil dan dapat diamati dengan mata telanjang
atau dengan menggunakan kaca pembesar (loupe), sedapat mungkin diidentifikasi
sehingga dapat ditentukan jenis fosilnya atau bahkan namanya sampai tingkat
genus atau spesies. Keterangan lain seperti kemelimpahan kandungan fosil dan
bagaimana kondisinya dalam batuan, juga perlu dijelaskan secara lengkap.
Kandungan fosil di dalam batuan dapat memberikan informasi apakah daerah
tersebut insitu atau telah tertransport dengan proses sedimentasi bekerja pda
lingkungan pengendapan purba yang bagaimana dan kapan waktu
pengendapannya.

E. Hubungan dengan Satuan diatasnya.


Hubungan suatu satuan batuan dengan satuan di atasnya, juga harus disebutkan
dengan jelas. Hubungan antar satuan batuan, dapat bersifat: tegas / tajam,
berangsur, batas erosi, ketidakselarasan atau kontak struktur (sesar).

7. PENGGAMBARAN KOLOM STRATIGRAFI TERUKUR


Penggambaran kolom stratigrafi terukur merupakan penggambaran kolom
litologi dan deskripsinya. Kolom litologi yang dihasilkan sangat tergantung pada
tujuan pekerjaan pengukuran jalur itu sendiri. Kolom tersebut dibuat sebagai
kelengkapan informasi pekerjaan geologi, umumnya menggunakan skala 1:100
hingga 1:500. Pemilihan skala tergantung pula pada panjang pendeknya jalur
pengukuran (Gambar 7.15, Gambar 7.16 dan Tabel 7.1).
Hal yang sangat penting dalam pendeskripsian untuk analisa perkembangan
sedimentasi antara lain struktur sedimen, tekstur, ukuran butir, hubungan vertikal,
kemas, macam dan komposisi litologi, warna, serta kandungan fosilnya.

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 115


Gambar 7.15 Contoh kop penampang stratigrafi terukur

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 116


Gambar 7.16 Contoh penggambaran penampang stratigrafi terukur

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 117


Tabel 7.1 Tabel isian data pengukuran penampang stratigrafi terukur

BUKU PANDUAN GEOLOGI LAPANGAN II TAHUN AKADEMIK 2021/2022 118

Anda mungkin juga menyukai