Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Fadilla Maulana

NIM : D1091211024
Prodi : Perencanaan Wilayah & Kota
Fakultas : Teknik
Dosen Pengampu : Dr. Erni Yuniarti, ST, Msi

Banjir Di Kalimantan Barat Tahun 2021

Banjir terus melanda sebagian daerah di Kalimantan Barat. Sejak Januari


hingga Oktober 2021, puluhan banjir terjadi di Kalbar. Banjir terparah terjadi pada
akhir Oktober. Sudah lebih dari seminggu banjir terjadi di lima wilayah, yakni:
Sintang, Sekadau, Kapuas Hulu, Melawi dan Sanggau.
Ribuan rumah terendam banjir dan puluhan ribu warga terdampak. Banyak
warga harus dievakuasi ke tempat yang aman. Selain tempat tinggal yang terendam
banjir, banjir juga merusak fasilitas umum seperti jembatan, sekolah, tempat ibadah
dan tempat lainnya. Kegiatan belajar mengajar terhenti karena sekolah terendam
banjir. Siswa pun terpaksa diliburkan.
Novel Umar, S. T., selaku Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar, mengatakan bahwa terjadi lebih
dari 40 banjir di berbagai wilayah Kalbar sejak Januari hingga September 2021.
Misalnya, pada Januari 2021, banjir terjadi di tujuh wilayah: Sanggau,
Landak, Bengkayang, Sambas, Kubu Raya, Kayong Utara, dan Ketapang.
Pada Februari 2021, banjir kembali terjadi di tiga wilayah: Sanggau,
Bengkayang dan Singkawang. Sedangkan pada bulan berikutnya, Maret 2021,
banjir terjadi di dua wilayah atau lebih: Sekadau dan Kapuas Hulu.
Pada bulan April 2021, terjadi banjir di Sekadau. Bulan berikutnya, Mei
2021, banjir terjadi di tiga wilayah: Kapuas Hulu, Sambas, dan Sanggau. “Pada Juni
2021, terjadi banjir di Kapuas Hulu,” katanya.
Sementara itu, pada Juli 2021, Kapuas Hulu (8 kelurahan), Landak (2
kelurahan), Kayong Utara (4 kelurahan), Melavi (2 kelurahan), Sintang (2
kelurahan), Ketapang (1 kecamatan), Mempawah (5 kecamatan) dan Bengkayang
(3 kecamatan).
Banjir Agustus 2021 melanda Kapuas Hulu (3 kecamatan) yang melanda
1.355 kepala keluarga atau sekitar 3.025 jiwa, dan satu kecamatan di Sanggau,
berpenduduk 29 kepala keluarga.
Sementara itu, pada September 2021, banjir merendam tiga kabupaten:
Ketapang (6 kecamatan), Melawi (6 kecamatan), dan Sintang (1 kecamatan). “Pada
Oktober tahun ini, setidaknya ada lima daerah yang terendam banjir,” jelasnya.
Dikutip dari sumber lain, Fransiskus Diaan selaku Bupati Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat yang menaungi warga terdampak banjir menghimbau masyarakat
secara keseluruhan untuk selalu mewaspadai bencana banjir yang merupakan
bencana banjir terbesar pada tahun 2021.
Setelah mengunjungi lokasi banjir di berbagai titik di Putusibau, beliau
mengatakan, “Ini banjir terbesar dalam sejarah, Kapuas Hulu. Kami menghimbau
untuk selalu bersikap waspada. Kapuas Hulu, Minggu.
Ia mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu saat ini terus
melakukan pendataan dan pemantauan kondisi banjir. “Kami terus melakukan
koordinasi, pencatatan dan pemantauan wilayah banjir di Kapuas Hulu. Saya
berharap banjir ini akan segera berakhir dan masyarakat dapat beraktivitas seperti
biasa.”, ungkap Bupati yang juga mengunjungi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kapuas Hulu.
Ia juga berpesan kepada masyarakat untuk selalu mengutamakan
keselamatan jiwa pada saat banjir tersebut. "Jika perlu mengungsi, segera hubungi
petugas polisi terdekat dan waspada dan waspada dengan keselamatan terlebih
dahulu," tambahnya.
Mengenai situasi banjir saat ini, menurut BPBD Kapuas Hulu, ada 10
wilayah kecamatan yang terendam banjir.
"Data yang kami terima ada 10 wilayah kecamatan yang terendam banjir.
Banjir ini begitu besar sehingga aktivitas masyarakat menjadi lumpuh, akses jalan
terhalang, dan rumah warga terendam banjir." kata kepala BPBD Kapuas Hulu,
Gunawan.
Ia melaporkan bahwa banjir terjadi pada 2 Oktober 2021, dengan
kedalaman rata-rata 1-3 m.
“Banjir ini akibat hujan deras. Terlihat banjir berangsur-angsur berkurang,
namun akan terjadi hujan dan angin kencang pada sore hari Minggu (3/10) ini,
sehingga kami meminta warga untuk ekstra hati-hati.”
Berdasarkan pantauan di lapangan, ANTARA melaporkan rumah warga
masih terendam banjir hingga Minggu siang. Akses jalan diblokir dan limpasan air
yang kuat menyebabkan pemadaman listrik.
Warga yang saat ini tinggal di rumah yang terendam banjir membutuhkan
bantuan mendesak berupa mie instan, makanan kaleng, dan beras. "Saya tidak bisa
kemana-mana, saya tidak punya akses, listrik mati, saya tidak bisa menarik uang
tunai dari ATM," kata Fitri, salah satu dari korban terdampak banjir di wilayah
Putussibau Selatan.
Ia berharap pemerintah daerah segera mengambil sikap untuk segera
memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan di tengah banjir yang
terus berlanjut.
"Ketika rumah seperti ini banjir, warga membutuhkan bantuan karena tidak
ada yang bisa kami lakukan karena listrik tidak berfungsi dan makanan hampir
habis, apalagi menarik uang tunai dari ATM."
Akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak, Kiki Prio Utomo
mengungkapkan, banjir di Kalbar saat ini disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya curah hujan yang meningkat dan daya dukung lingkungan yang tidak
mencukupi.
Namun, menurut Kiki, lebih tepat disebut sebagai perubahan rezim
hidrologi karena perubahan permukaan bumi di satu tempat.
Kiki mengatakan masalahnya adalah banyak orang sekarang melihat banjir
sebagai kejadian biasa dan dengan cepat melupakannya. Saat terjadi bencana, Kiki
mengatakan pemerintah sebatas memberikan bantuan saat terjadi bencana, namun
tidak memikirkan bagaimana penanganan sebelum bencana terjadi.
Kiki terus mengutip La Niña sebagai contoh. Artinya, itu adalah fenomena
alam yang akan berulang dan terpengaruh. Oleh karena itu, perlu meluangkan
waktu sejenak untuk melihat ke belakang, mengumpulkan data, melakukan analisis,
dan menggunakan hasilnya untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana.
“Bencana harus dilihat sebagai mungkin dan berbahaya. Untuk itu,
menghadapi dan merespon bencana alam merupakan kesadaran akan risiko dan
peluang dari bencana itu sendiri,” kata dosen Departemen Teknik Lingkungan
Universitas Tanjungpura Pontianak.
Oleh karena itu, Kiki melanjutkan perlunya pengumpulan dan analisis data
untuk memprediksi banjir di masa mendatang. Selain itu, masyarakat harus bersiap
menghadapi bencana alam—bencana alam yang mencegah, mengurangi, atau
menghilangkan penyebab bencana alam dan adaptasi.
Kondisi ini diperparah dengan kapasitas lingkungan yang tidak memadai,
jelas Kiki. Menurutnya, kapasitas dapat berubah terutama karena pertumbuhan
penduduk dan aktivitas ekonomi, serta perubahan atau penggunaan lahan dan
penggunaan lahan.
Daya dukung itu sendiri bisa dihitung asalkan perubahannya tidak menuntut
kemampuan alam untuk mendukung semua aktivitas di Bumi. Jadi Anda bisa
berasumsi bahwa risiko bencana Anda akan rendah, tetapi sebaliknya jika Anda
melebihi kapasitas.
Jadi bagaimana Anda menghadapinya? Kiki mengatakan mitigasi itu perlu,
meski dalam berbagai bentuk.
“Yang perlu kita lakukan sekarang adalah melihat dengan seksama (semua
data) untuk memahami bencana (banjir). Mengapa dan bagaimana ini terjadi? '”
kata Kiki, dan mulai mengembangkan rencana pengelolaan. Artinya dikelola bukan
dihilangkan atau dikendalikan, karena ini tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Sebab
banjir adalah peristiwa alam yang selalu akan terjadi bahkan ketika manusia di
muka bumi tidak mengubah apapun.
Menurutnya, rencana ini harus melibatkan para pihak, dan juga harus
mempunyai alat ukur capaian dan keberhasilan/kegagalan yang jelas. “Konsisten
pada rencana dan “teguh” melaksanakan rencana, bukan reaksional dan sporadis,
tapi konsisten sambil terus memahami apa yang terjadi (lewat data) sembari
sesekali jika perlu menyesuaikan kembali rencana yang dibuat,” jelasnya.
Mitigasi skala besar dan jangka panjang, kata Kiki, diperlukan selain
mitigasi jangkan pendek, seperti menyiapkan peringatan dini, menyiapkan tempat
pengungsian, menyiapkan pompa dan tanggul, logistik dan lainnya.
“Kata Kunci: Perbaiki atap yang bocor sebelum hujan, tapi periksa dulu di
mana kebocorannya. Bersiaplah untuk bencana alam (banjir) sebelum air
memenuhi dan membanjiri rumah Anda.”
Kiki mengajak pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan (dengan
data), banjir seperti apa ini? penyebab dan lain sebagainya. Dengan memahami apa
yang Anda hadapi, Anda dapat mempersiapkan dan mengetahui apa yang Anda
butuhkan, melakukan pelatihan berkelanjutan, mengatasi penyebabnya, dan
beradaptasi jika itu tidak memungkinkan.
“Karena berbeda. Untuk saat ini, kita hanya bisa membuat asumsi tentang
probabilitas. Di sisi lain, Anda perlu data untuk mengetahui dengan pasti. Oleh
karena itu, pemerintah dan masyarakat harus beralih ke pengumpulan data yang
lengkap dan transparan, dan Anda akan melihat alasannya. Kalau ada data,
bagaimana mengelolanya adalah politik atau infrastruktur,” pungkasnya.
Gubernur Kalbar Sutarmidji sendiri mengungkapkan bahwa 70% Daerah
Aliran Sungai (DAS) Kapuas yang rusak perlu penanganan khusus. Menurutnya,
sedimentasi atau pendangkalan berkembang lebih cepat jika kondisi DAS juga
mengalami kerusakan. “Kalau diikuti dengan pengerukan (DAS) yang rutin tidak
masalah, sekarang ini kalau tidak salah saya sudah 2-3 tahun terakhir tidak ada
pengerukan muara sungai (Kapuas),” ungkapnya..
Midji mengatakan saat ini ketinggian air di muara hanya 4,5 meter saat air
tidak pasang. Kondisi ini membuat kapal-kapal besar tidak bisa masuk ke mulutnya
dan mengharuskan menunggu air pasang. Air kemudian otomatis mengalir ke
daratan akibat berkurangnya kapasitas sungai akibat endapan lumpur akibat banjir.
“Sungai adalah tempat alami yang mengumpulkan air dari daratan. Jika
semakin dangkal, maka air akan naik ke daratan, hal tersebut lah yang harus
diperhitungkan. Kalau tidak salah, sudah tiga tahun kewenangan pengerukan
diserahkan ke Kementerian Perhubungan”, lanjutnya.
Midji mengatakan kurangnya pengerukan kemungkinan karena sudah
adanya pelabuhan Kijing. Karena itu, pemerintah pusat tidak melihat perlunya
pengerukan di Muara Sungai Kapuas. "Negara tidak menganggap sesuatu yang
berbahaya akan menyebabkan banjir akibat sedimentasi," katanya.
Selain itu Midji melihat kecepatan sedimentasi DAS Kapuas juga turut
dipengaruhi oleh kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Bahkan PETI
menurutnya sudah dilakukan terang-terangan menggunakan alat berat atau
excavator.
Di luar Cekungan Kapuas, solusi jangka panjang untuk pengendalian banjir
adalah dengan melindungi hutan. Diakuinya, sebagian besar hutan di Kalbar kini
gundul. Ini terjadi karena beberapa alasan. Salah satunya, Midji menyindir para
pemilik Izin Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tidak bertanggung jawab. “Karena
mereka mengambil kayu HTI, namun tidak melakukan penanaman kembali.
Mereka menebang semua pohon dan tidak ada menanam apa pun,” ungkapnya.
Sutarmidji menyebutkan beberapa hal yang harus dilakukan sebagai
langkah mengatasi bencana banjir di provinsi ini. Terutama untuk wilayah
permukiman warga yang terletak di bantaran sungai menurutnya perlu ada mitigasi
secara terukur.
Apabila data tersebut tersedia di semua wilayah, maka akan lebih mudah
untuk mengalokasikan bantuan jika terjadi banjir. Tindakan, termasuk persiapan
kamp pengungsian, akan dapat lebih akurat dan terukur. Ia menambahkan bahwa
terdapat harapan agar semua daerah dapat menyiapkan data tersebut.
Daftar Pustaka
(2021, November 09). Dipetik November 10, 2021, dari pontianakpost.co.id:
https://pontianakpost.co.id/midji-bakal-surati-jokowi-kewenangan-
penanganan-banjir-banyak-di-pusat/

Safela, S. (2021, November 01). Dipetik November 08, 2021, dari pontianakpost.co.id:
https://pontianakpost.co.id/sepanjang-2021-kalbar-sudah-40-kali-dihantam-
banjir/

Timotius, T. (2021, Oktober 03). kalbar.antaranews.com. (T. I. Wibowo, Editor) Dipetik


November 07, 2021, dari Antaranews.com:
https://kalbar.antaranews.com/berita/488137/bupati-kapuas-hulu-sebut-banjir-
oktober-2021-yang-terbesar
Lampiran

“Banjir di kec. Tayan Hilir, Sanggau, Minggu (31/10/2021)”

“Banjir di kec. Putussibau Selatan, Kapuas Hulu (03/10/2021)”

Anda mungkin juga menyukai