Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa.

Letak Negara Indonesia yang berada di garis khatulistiwa ini menjadikan

Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan tropis yang sangat kaya dalam hal

keanekaragaman hayatinya seperti berbagai jenis pohon, herba, semak, epifit, dan

liana.

Epifit merupakan salah satu kelompok tumbuhan penyusun komunitas

hutan yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi (Febriliani, 2013). Epifit

tumbuh dan menempel pada tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari, air,

dan menyerap unsur-unsur hara dan mineral dari kulit batang yang membusuk

dari pohon tempat bertumpu. Epifit mampu melakukan proses fotosintesis untuk

pertumbuhan dirinya, sehingga dia bukan parasit. Keberadaan epifit sangat

penting dalam ekosistem hutan karena kadangkala tumbuhan epifit mampu

menyediakan tempat tumbuh bagi semut-semut pohon (Indriyanto, 2008).

Tumbuhan epifit hidup menempel pada batang tumbuhan lain atau

bebatuan. Tumbuhan ini mendapatkan sumber hara dari debu, sampah/detritus,

tanah yang dibawa ke atas oleh rayap atau semut, kotoran burung dan lain-lain.

Tumbuhan ini melimpah di tempat yang cukup curah hujan, di sekitar mata air,

sungai atau air terjun (Steenis, 1972).

Bagi jenis-jenis Paku epifit, asosiasi dengan tumbuhan inang adalah

keharusan agar dapat bertahan hidup dan berkembang. Fenomena ini menunjukan
2

bahwa asosiasi adalah fungsi dari media untuk tumbuh sama dengan tanah bagi

jenis-jenis Paku teristris. Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas,

ditemukan dengan kondisi yang sama dan berulang di beberapa lokasi.

Jenis paku tanduk rusa adalah salah satu jenis paku epfit yang tumbuh di

arboretum Fakultas Kehutannan Unipa Manokwari. Menurut Mangara (2020),

jenis paku tanduk rusa di Arboretum Fakultas Kehutanan menyebar secara acak,

banyak informasi ekologi yang belum diketahi termasuk asosiasi dari jenis paku

epifit ini.

Rumusan Masalah

Paku tanduk rusa adalah salah satu tanaman epifit tropis yang menyukai

kelembaban dan cahaya tidak langsung. Paku tanduk rusa ini kita dapat jumpai di

tempat-tempat yang lembab dengan kerapatan pohon yang tidak begitu luas

sehingga paku tanduk rusa dapat dijumpai, Salah satunya terdapat di Arboretum

Fakultas Kehutanan Universitas Papua. Berdasarkan permasalahan diatas, maka

pertanyaan peneliti yang akan dijawab antara lain :

1. Jenis-jenis pohon apa sajakah yang terdapat Paku tanduk rusa (Platycerium

bifurcatum) pada Arboretum Fakultas Kehutanan ?

2. Tingkat Asosiasi antara paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum) dan

pohon inang pada Arboretum Fakultas Kehutanan.


3

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jenis-jenis pohon apa saja yang di tumbuhi paku tanduk rusa

2. Mengetahui tingkat Asosiasi antara paku tanduk rusa dan pohon inang pada

Arboretum Fakultas Kehutanan.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

terutama bagi mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Papua agar mengetahui

jenis pohon yang terdapat paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum) pada

Arboretum Fakultas Kehutanan serta memahami tipe dan tingkat Asosiasi antara

tanaman inang dan paku tanduk rusa.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Asosiasi Spesies

Asosiasi spesies merupakan hubungan timbal balik antar spesies didalam

suatu komunitas dan dapat digunakan untuk menduga komposisi komunitas

Michael, (1994). Menurut Nybakken, (2000) ada atau tidaknya asosiasi spesies

dalam komunitas dapat menunjukkan tingkat keragaman dalam komunitas

tersebut. Tingkat asosiasi spesies yang tinggi akan menunjukkan keragaman

spesies yang tinggi pula. Interaksi dan asosiasi intra dan inter spesies (afinitas

spesies) akan menghasilkan asosiasi spesifik yang polanya sangat ditentukan oleh

apakah spesies memilih atau menghindari habitat yang sama, mempunyai daya

penolakan atau daya tarik, atau tidak berinteraksi. Asosiasi bisa positif, negative

atau tidak adanya asosiasi.

Menurut Michael (1994), asosiasi positif ditandai dengan kecenderungan

spesies selalu ditemukan bersama-sama atau tidak ditemukan bersama dalam

setiap petak pengamatan. Asosiasi positif cenderung bersifat mutualistik sehingga

salah satu spesies tidak merasa dirugikan oleh spesies lainnya, sedangkan asosiasi

negatif dapat terjadi karena adanya kompetisi atau persaingan dengan spesies lain

terhadap sumberdaya (nutrisi) dan ruang yang sama. Dalam asosiasi negatif,

hubungan antara spesies cenderung bersifat merugikan sehingga salah satu spesies

akan tertekan.

Terjadinya asosiasi disebabkan karena diantara spesies-spesies yang

membentuk komunitas itu terdapat jalinan fungsional yang dapat melahirkan


5

keterikatan interaktif diantara mereka. Keterikatan interaktif ini merupakan daya

gabung yang cukup efektif yang dapat membuat beberapa spesies untuk hadir

bersama dalam suatu habitat. Beberapa bentuk keterikatan interaktif yang

mendorong adanya asosiasi ini adalah symbiosis, protokooperatif, kompetisi,

predasi, dan komensalisme (Odum, 1971; Krebs, 1978; Keindeigh, 1975) dalam

Swasta, 2006.

Menurut Kusmana (1995) asosiasi ini terjadi bila: a) Kedua spesies

tumbuh pada lingkungan yang serupa, b) Distribusi geografi kedua spesies serupa

dan keduanya hidup di daerah yang sama, c) Bila salah satu spesies hidupnya

bergantung pada yang lain, d) Bila salah satu spesies menyediakan perlindungan

terhadap yang lain.

Menurut Swasta (2006) terjadinya asosiasi dapat disebabkan oleh dua

faktor yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal ini terjadi yang berasal dari komunitas itu sendiri yaitu

berkaitan dengan sifat biologi dan ekologi suatu komunitas. Sifat biologis

dan sifat ekologis yang bersesuaian dapat menyebabkan beberapa spesies

memilih cara dan kebutuhan hidup yang sama sehingga mereka cenderung

ada bersama - sama dalam suatu habitat. Peluang asosiasi antar spesies

sangat ditentukan oleh luas atau sempitnya kisaran berbagai peubah

ekologis yang menjadi penentu kehadiran spesies dalam suatu habitat.

Semakin luas kisaran peubah ekologis, peluang hadirnya banyak spesies


6

dalam satu corak habitat semakin besar, dan ini berarti peluang adanya

asosiasi diantara beberapa spesies menjadi semakin besar pula.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal berasal dari habitat suatu komunitas yaitu tingkat

kemampuan habitat dalam menyediakan pilihan berbagai kondisi

lingkungan dan sumberdaya yang menjadi kebutuhan bagi komunitas.

Pengertian Paku Sarang Burung

Tabel 1. Taksonomi Platycerium bifurcatum


Domain : Eukarya
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Divisi  : Pterydophyta
Classis   : Filicinae
Subclassis : Leptosporangiatae
Ordo : Superficiales
Famili : Polypodiaceae
Genus : Plathycerium
Spesies : Platycerium bifurcatum

Karakteristik /Ciri Morfologi Plathycerium bifurcatum (Smith,1972). :

a) Epifit sejati, dengan akar melekat di batang pohon lain atau bebatuan

b) Batang berupa rimpang lunak namun sulit di potong

c) Ada 2 tipe daun, yang pertama merupkan daun tropofil (daun yang

digunakan untuk asimilasi atau fotosintesis) dan tipe yang kedua daun

menjuntai sebagai sporofil (penghasil spora)

d) Spora terdapat pada sporangia yang terlindung oleh sori yang tumbuh

menggerombol di sisi bawah daun dan berwarna coklat.

e) Daun – daun yang fertil biasanya bergantung, bercabang - cabang menggarpu


7

f) Daun memiliki percabangan dikotom

g) Daun bulat berbentuk ginjal atau bulat telur

Gambar

1. Paku Tanduk Rusa ( Platycerium bifurcatum)

Platycerium bifurcatum termasuk tanaman perennial epifit yang paling

sederhana yang tumbuh menempel pada pohon inang. Daunnya atas dua macam

yaitu daun penyangga (steril) dan dedaunan (fertil). Daun penyangga terletak di

bagian pangkal daun fertil, tumbuh saling menutupi dan persisten, menyerupai

keranjang, bagian ujung bercuping, berwarna hijau dan berubah kecoklatan bila

tua dan tidak berspora.

 Daun fertil luruh, tumbuh menggantung, umumnya bercabang menggarpu

pada ujungnya menyerupai tanduk rusa, berwarna hijau keputihan, berbulu

bintang dan berspora. Jenis daunnya ini  tergolong daun tunggal yang bertoreh

dalam, berdaging, tepi rata, permukaan berbulu halus, panjang 40-100 cm,

dan ujungnya tumpul. Daun tambahan ada satu sampai tujuh, menggarpu, bentuk

baji, coklat hijau.


8

 Batangnya tidak jelas, ada yang mengatakan tidak berbatang, karena daun

langsung tumbuh dari akar tanpa perantara. Akarnya berbulu dan berwarna coklat

kekuningan dan biasanya langsung mengakar pada batang tanaman yang

ditumbuhinya. Akar ini berupa akar serabut. Spongarium, terdapat pada ujung,

tertutup rambut, berbentuk bintang, bercabang dua sampai empat, panjang 10-12

cm, lebar 2-3 cm, berwarna hijau muda dan hijau kebiruan (Shalihah, 2010).
9

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Arboretum Fakultas Kehutanan

Universitas Papua selama ± 1 (satu) minggu, terhitung mulai Tanggal 9 juni -

15 Juni 2021.

Gambar 2. Peta keadaan lokasi penelitian

Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan teknik observasi lapangan berupa data primer yang diambil langsung dari

lapangan dengan menggunakan teknik sensus meliputi pengamatan dan

Dokumentasi secara langsung. Dan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur

baik cetak dan elektronik untuk melengkapi tulisan ini.


10

Teknik Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan menggunakan teknik sampling meliputi

Jumlah paku tanduk rusa yang tumbuh pada setiap jenis pohon inang, Sedangkan

jumlah paku tanduk rusa diklasifikasikan berdasarkan posisi tempat tumbuh pada

pohon inang. Data sekunder dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka

meliputi: Data keadaan umum lokasi penelitian meliputi (letak dan luas), dan

keadaaan hutan meliputi (kawasan arboretum fakultas kehutanan serta potensi

tumbunya paku tanduk rusa). Data keadaan umum lokasi penelitian diperoleh dari

pengutipan data yang sudah terdokumentasi.

Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah populasi jenis paku

tanduk rusa (Platycerium bifurcatum) dan jenis-jenis pohon yang tumbuh pada

Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Papua.

1. Pohon inang

Data-data pohon inang yang dikumpulkan antara lain nama jenis

pohon dan family, Jumlah individu adalah jumlah pohon yang di

tumbuhi paku tanduk rusa, Karekter morfologi meliputi tinggi total

pohon, Tinggi bebas cabang dan tekstur kulit.

2. Paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum).

Data-data paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum), Yang

dikumpulkan meliputi jumlah individu dan letak paku tanduk rusa

pada pohon inang.


11

a b

Gambar 3. Pertumbuhan Paku Tanduk Rusa Pada Pohon Inang

Ket: a. Pohon inang diarboretum fakultas kehutanan

b. Paku tanduk rusa yang tumbuh pada inang

Prosedur Penelitian

Tahapan dalam pengambilan data antara lain :

1. Survei awal lokasi penelitian merupakan penentuan lokasi dilakukan

berdasarkan prosedur berikut:

a. Survey awal, Dilakukan untuk pengamatan lapangan pada lokasi

arboretum fakultas kehutanan yang akan dilakukan penelitian.

b. Pengamatan lapangan meliputi keseluruhan kawasan hutan di

arboretum fakultas kehutanan dengan tujuan melihat secara umum

komposisi tegakan yang ditumbuhi paku tanduk rusa (Platycerium

bifurcatum).

c. Menentukan titik ikat lokasi dengan mengikuti arah tumbuh pohon

inang dalam lokasi penelitian.


12

2. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunaka dalam penelitian ini

adalah alat tulis menulis, GPS Android Avensa Map untuk penentuan

posisi atau letak lokasi penelitian, Kamera Digital untuk

mendokumentasikan karakteristik tumbuh paku tanduk rusa dan

kareteristik pohon serta proses penelitian, Teropong di gunakan untuk

melihat paku tanduk rusa yang tumbuh pada dahan yang tinggi, Meter

Roll, (PJP) Pengenal jenis pohon dan Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Tally Sheet untuk mencatat data lapangan dan

Laptop untuk pengetikan hasil penelitia dari lapangan.

Gambar 4.Alat Dan Bahan Yang Digunakan Di Lokasi Penelitian

3. Mengambil data pohon inang dan paku tanduk rusa (Platycerium

bifurcatum). Jumlah jenis akan dicatata lansung di lapangan, Diameter

pohon diukur dengan caliper dan tinggi pohon diukur dengan haga meter.

Penentuan tekstur kulit batang dengan kriteria sebagai berikut;

a. Kasar, bila kulit batang berlekah dan bersisik.

b. Sedikit kasar bila kulit batang berlenti sel.

c. Halus, bila kulit batang tidak berlekah dan tidak bersisik.


13

Gambar 5. Kareteristik Kulit Pada Pohon Inang Di Arboretum

Fautan Manokwari

Penentuan posisi paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum). pada pohon

inang mengunakan teropong. Biala paku tumbuh pada pohon inang di tulis

pada thallsheet dengan angka 1, Bila tumbunya pada batang bawah pada

cabang pertama di tulis 2, Bila tumbuh antara cabang pertama dan

pertengahan tajuk ditulis 3 dan bila tumbuh antara pertengahan sampai

ujung tajuk ditulis 4 dapat dilihat pada gambar berikut ini.


14

Gambar 6. Sketsa Posisi Paku Epifit pada Pohon Inang (Barbour dkk. 1987)

Pengolahan Data

Data-data yang dikumpulkan meliputi jumlah individu tiap jenis bagian

pohon yang ditumbuhi paku tanduk rusa (Platycerium bifurcatum), Tekstur kulit

batang pohon inang. Variabel yang diamati adalah tingkat asosiasi dengan pohon

inang.

Analisis Data

Penentuan tingkat asosiasi antar jenis-jenis Paku tanduk rusa dan pohon

inang menggunakan Dice Indeks. Perhitungan diawali menggunakan data binari

yaitu ada (presence) jenis Paku ke-i pada unit sampling ke-n dinyatakan dengan 1

dan bila tidak ada (absence) dinyatakan dengan 0. Parameter perhitungan

(Soegianto, 1994), Namun dimodifikasi sesuai tipe unit sampling yang digunakan

yaitu pohon inang.

Rumus Dice Indeks:

2a
DI =
2 a+ b+c

a : Frekwensi Paku tanduk rusa tumbuh pada pohon inang jenis ke-i.

b : Frekwensi Paku tanduk rusa tumbuh pada pohon inang bukan jenis ke-i.

c : Frekwensi bukan Paku tanduk rusa tumbuh pada pohon inang jenis ke-i

Cara penentuan interval kelas asosiasi dimodifikasi dari penentuan indeks

dominansi (Mueller Dombois dan Ellenberg, 1974).

Tingkat asosiasi paku tanduk rusa dengan pohon inang ditentukan melalui

kelas – kelas asosiasi yaitu tinggi, sedang dan rendah, pembuatan kelas
15

asosiasi mengunakan nilai dice indeks hasil analisis. pentuan interval

kelas asosiasi (IK) dengan persamaan yang di kutip dari Sirami (2015)

Ket ;
IK = Interval Kelas Asosiasi
ID = Indeks Dice
3= Jumlah Kelas Asosoiasi
Tingkat Asosiasi rendah jika ID < (ID terendah + Ik)
Tingkat Asosiasi sedang jika ID (ID terendah + IK) ≤ ID ≤ (ID terendah + 2Ik)
Tingkat Asosiasi tinggi jika nilai ID > (ID terendah+ 2Ik)

Setelah data diperoleh kemudian diolah dalam bentuk tabel dan gambar.
`

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Tegakan di Arboretum Fahutan Unipa

Pohon-pohon dalam Arboretum di belakang Fakultas Kehutanan Universitas

Papua Amban Manokwari, berjumlah 232 tegakan yang berasal dari 18 jenis, dan

13 Famili. Sembilan jenis ditanam, dan sembilan jenis pohon yang lainnya

tumbuh secara alami.

Tabel 2. Jenis dan Jumlah Tegakan di Arboretum Fakultas Kehutanan


Unipa Amban Manokwari
16

No Jum.
Jenis Famili Ket.
. Individu
1. Allophylus cobbe Sapindaceae 11 DT
2. Araucaria cunninghamii Araucariaceae 2 DT
3. Artocarpus altilis Moraceae 1 TA
4. Ceiba pentandra Malvaceae 1 TA
5. Diospyros hebecarpa Ebenaceae 36 DT
6. Dracontomelon dao Annacardiaceae 24 DT
7. Dysoxylum mollissimum Meliaceae 2 TA
8. Ficus septica Moraceae 1 TA
9. Garcinia picrorhiza Clusiaceae 1 TA
10. Intsia bijuga Leguminosae 1 DT
11. Palaquium sp. Sapotaceae 38 DT
12. Persea americana Lauraceae 1 TA
13. Planchonella obovata Sapotaceae 3 TA
14. Pometia coriacea Sapindaceae 33 DT
15. Sterculia shillinglawii Malvaceae 2 TA
16. Sundacarpus amarus Podocarpaceae 55 DT
17. Swietenia macrophylla Meliaceae 17 DT
18. Terminalia catappa Combretaceae 3 TA
Sumber: Data Primer, Diolah 2021; DT= Ditanam; TA= Tumbuh Secara Alami

Jenis-jenis pohon Araucaria cunninghamii, adalah jenis pohon yang

ditanam, namun jumlah tegakannya tersisa dua individu karena ditebang dan

dibakar oleh masyarakat yang berkebun dalam Arboretum. Tegakan Swietenia

macrophylla juga mengalami perusakan karena berada di baris paling dekat

dengan batas arboretum dengan perumahan masyarakat sehingga beberapa

tegakannya telah ditebang.

Paku Tanduk Rusa dan Pohon Inang

Paku tanduk rusa di Arboretum berjumlah 41 individu dan hanya

menempati 41 tegakan dari total 232 tegakan. Paku tanduk rusa hanya memilih

enam jenis dari 18 jenis pohon untuk dijadikan inang yaitu Planchonella obovata,

Sundacarpus amarus dan Diospyros hebecarpa, Dracontomelon dao, Palaquium


17

sp., dan Dysoxylum mollissimum. Jenis paku ini tidak menempati semua tegakan

dari keenam jenis inang, seperti pada Gambar 2.

60 55
50

40 36 38

30 27 27
24
20
Jumlah

10 7 7
2 1 1 4 4 3 1 1
1 1
0
.
da
o
rp
a
um us sp ata
ca ar ov
n e sim am um b
elo he
b lis s ui o
to
m ol pu laq lla
os m ar Pa ne
on yr c o
ra
c sp um da ch
io yl n lan
D D so
x Su P
y
D

Jenis Inang

Jml. Total Jml. yang Ditempati Jml. Paku Tanduk Rusa

Tabel 3. Histogram Sebaran Jumlah Pohon Inang yang Ditempati Paku


Tanduk Rusa
18

Berdasarakan Gambar 2, satu tegakan dari setiap jenis pohon inang hanya

ditempati satu paku tanduk rusa. Hal ini disebakan perbedaan karekteristik pohon

seperti kulit kayu yang lunak dan juga lebar tajuk yang kurang memberikan

naugan sehingga tidak terlalu lembab.

Tabel 4. Dimensi Pohon Inang Paku Tanduk Rusa

Rata-rata Tekstur Batang


Rata-rata
Jenis Diameter
Tinggi (m)
(cm)
Diospyros hebecarpa 25,89 15,56 Kasar
Dracontomelon dao 28,21 13,05 Agak Kasar
Dysoxylum mollissimum 50,00 18,50 Agak Kasar
Palaquium sp. 30,26 18,45 Agak Kasar
Planchonella obovata 30,33 16,67 Agak Kasar
Sundacarpus amarus 28,83 13,27 Kasar
Sumber: Dara Primer, Diolah 2021

Berdasakan Tabel dua di atas paku tanduk rusa lebih dominan tumbuh pada

pohon inang dengan rata-rata diameter > 25 cm sampai 50 cm, tinggi rata-rata

pohon inang > 13 m sampai < 19 m. Hal ini menunjukkan bahwa paku tanduk rusa

lebih suka tumbuh atau hidup pada pohon besar dan tekstur yang kulit batang yang kasar.

Menurut Manggara (2020), disebabkan paku tanduk rusa tidak menyukai matahari

langsung sehingg sering tumbuh pada pohon inang yang tajuknya luas dan agar

lebih mudah menempel batang bidang yang kasar.


19

60
53.66
50 46.34
Persentase Kehadiran (%)

40

30

20

10
0 0
0
I II III IV

Seksi Pohon

Tabel 5. Persentase Kehadiran Paku Tanduk Rusa pada Seksi Pohon Inang

Paku tanduk rusa cenderung hidup pada seksi II dan III. Manggara (2020)

menjelaskan bahwa kehadiran pada kedua seksi tersebut menunjukkan bahwa

paku tanduk rusa menyukai area di bawah tajuk. Kondisi bawa tajuk lebih lembab

dan tidak sering terkena matahari lansung. pada daerah ini di indikasikan sebagai

daerah resapan makan utama bagi paku sarang burung. Untuk tumbuh dan

berkembang paku sarang burung memperoleh makan dari butiran-butiran debu

pada yang melekat pada daun yang terbawah oleh air hujan dan sebagiannya

berasal dari pelapukan kulit pohon inang, sebagian sumber makan bagi paku

tanduk rusa berasal dari kotoran atau sisa makan yang di bawa oleh burung dan

semut.

Tabel 6. Tingkat Asosiasi Paku Tandung Rusa dengan Pohon Inang

No
. Jenis Indeks Dice Tingkat Asosiasi
1. Dracontomelon dao 0,08 Rendah
2. Diospyros hebecarpa 0,33 Sedang
3. Dysoxylum mollissimum 0,67 Tinggi
4. Sundacarpus amarus 0,66 Tinggi
20

5. Palaquium sp. 0,19 Sedang


6. Planchonella obovata 0,50 Tinggi
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)

Rendahnya tingkat asosiasi antara paku tanduk rusa dengan jenis pohon

Dracontomelon dao disebabkan oleh jumlah yang ditempati sangat sedikit yaitu

satu tegakan, sedangkan jumlah total tegakannya 24 individu seperti ditunjukkan

pada Gambar 2 atau persentase kehadiran 4,17%. Faktor lainnya adalah kulitnya

agak kasar (Tabel 2), sehingga tidak banyak dijadikan sebagai pohon inang.

Asosiasi sedang terdiri dari Diospyros hebecarpa dan Palaquium sp.

Kondisi ini berdasarkan Gambar 2, jumlah pohon Diospyros hebecarpa hadir

dengan 19,44% sedangkan jenis Palaquium sp., hadir dengan 10,35 %. Faktor

penyebab lainnya adalah karena tekstur kulit agak kasar dan kasar.

Asosiasi tertinggi terjadi dengan jenis Dysoxylum mollissimum,

Planchonella obovata dan Sundacarpus amarus. Penyebabnya karena persen

kehadiran paku tanduk rusa lebih tinggi yaitu Dysoxylum mollissimum 50%,

Planchonella obovata 33,33%, Sundacarpus amarus 49,09%. Faktor karakter

pohon yaitu kulit yang kasar dan agak kasar. Faktor yang paling menentukan

tingkat asosiasi paku tandung rusa dengan pohon inang adalah persen kehadiran,

karena pada semua jenis baik yang asosiasinya rendah, sedang maupun tinggi

memiliki tekstur kulit yang umumnya kasar.


21

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

1. Jenis jenis inang paku tanduk rusa adalah Dracontomelon dao, Diospyros

hebecarpa, Dysoxylum mollissimum, Sundacarpus amarus, Palaquium sp dan

Planchonella obovata.

2. Paku tanduk rusa berasosias tinggi dengan tiga pohon inang yaitu Dysoxylum

mollissimum , Planchonella obovata, Sundacarpus amarus, dan paku tanduk

rusa dikategorikan berasosiasi tingkat sedang dengan Diospyros hebecarpa

dan Palaquium sp , sedangkan paku tanduk rusa berasosiasi rendah pada

pohon inang Dracontomelon dao.

3. Asosiasi paku tanduk rusa dengan pohon inang di arboretum fakultas

kehutanan ditentukan oleh persentase kehadiran dan tekstur kulit batang.

Saran

1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menambah catatan tentang

jumlah kehadiran paku tanduk rusa yang berasosiasi dengan tegakan inang

dikawasan Arboretum dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

2. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan lebih mendalam tentang asosiasi

dan persebaran paku tanduk rusa pada kawasan Arboretum yang saat ini belum

terpublikasikan, karena masih banyak yang belum dilakukan penelitian.


22

Daftar Pustaka

Febriliani. 2013. AnalisisVegetasiHabitat Anggrek Di Sekitar Danau Tambing


Kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal Warta Rimba
Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan: PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Steenis, C.G.G..J. van. 1972. The Mountain Flora of Java,
Leiden:E.J.Brill
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode Analisis Populasi dan
Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya
Mueller-Dombois dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology.John Wiley and Sons. New York.

Anda mungkin juga menyukai