Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut ketentuan umum pasal 1 ayat (11) Undang Undang Nomor

36 tahun 2009 tentang Kesehatan ”upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,

terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan penyehatan

oleh pemerintah dan masyarakat”. Selanjutnya yang dimaksud dengan

pelayanan kesehatan preventif dalam pasal 1 ayat (13) di UU yang sama

adalah “suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan

atau penyakit”

Asas dan tujuan yang disebutkan dalam pasal 3 UU RI Nomor 36

tahun 2009 “pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial dan ekonomis.”

Disebutkan dalam Permenkes RI Nomor 3 tahun 2014 tentang

Sanitasi Berbasis Masyarakat Pasal 1 ayat (4) “Stop Buang Air Besar

Sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas


2

tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang

berpotensi menyebarkan penyakit”

Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan

kotoran manusia masih merupakan masalah pokok untuk sedini mungkin

diatasi. Hal ini dikarenakan kotoran manusia adalah salah satu sumber

penularan penyakit yang multi kompleks (Priyoto, 2015)

Berdasarkan data World Healt Organization (WHO) dan United

Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF) dalam Febriani (2016)

dalam “Progress on Sanitation and Drinking Water pada tahun 2010

diperkirakan sebesar 1,1 milyar orang atau 17% penduduk dunia masih

buang air besar di area terbuka. Dari data tersebut diatas sebesar 81%

penduduk yang buang air besar sembarangan (BABS) terdapat di 10

negara dan Indonesia sebagai negara kedua terbanyak ditemukannya

masyarakat yang membuang air besar di area terbuka yaitu sebesar 5%”.

Jika orang buang air besar atau defikasi di tempat terbuka, lalat-lalat

akan mengerumuni tinja yang sebagian diantaranya akan melekat pada

tubuh dan kaki-kakinya. Jika lalat yang terpapar tinja menyentuh

makanan, kuman-kuman akan mencari makanan yang kemudian dapat

termakan oleh orang lain. jika terjadi hujan, ekskreta bersama air hujan

dapat mencemari air sungai dan sumur penduduk yang digunakan

sebagai sumber air minum (Soedarto, 2013).

Sebuah penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa keluarga yang

BABS dan tidak mempunyai jamban beresiko 1,32 kali anaknya terkena
3

diare akut dan 1,43 kali terjadi kematian pada anak di bawah usia 5 tahun.

Systematic review tentang faktor resiko diare di Indonesia menjelaskan

bahwa pencemaran sarana air bersih (SAB) beresiko 7,9 kali dan sarana

jamban beresiko 17,25 kali pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007 dalam

Windy, 2016).

Program pemerintah Indonesia dalam mengatasi permasalahan

sanitasi bernama CLTS (Community Lead Total Sanitation) yang

diselenggarakan di 6 Kabupaten dan 6 Provinsi di Indonesia, diantaranya

Muaro Jambi, Jambi; Muaro Enim, Sumatra Selatan; Bogor, Jawa Barat;

Lumajang, Jawa Timur; Sambas, Kalimantan Barat; dan Sumbawa, Nusa

Tenggara Barat, program CLTS berubah menjadi STBM (Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat) (Nugraha Moh. Fajar, 2015 dalam Entianofa,

2017).

Dari data yang didapat di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai

Duren Kec. Jaluko tahun 2018 terdapat 9 Desa/Kelurahan yang terdaftar.

Dari 9 desa/kelurahan telah didapat 7 desa/kelurahan telah melaksanakan

ODF (Open Defecation Free) dan hanya 2 desa/kelurahan yang OD

(Open Defecation). Yakni desa Sungai Duren dengan 666 KK, 29 OD

dalam data awal (baseline) dan sekarang ada 12 KK yang dalam

proses/kemajuan. Kel. Pijoan dengan 1672 KK, 94 OD dalam baseline

dan sekarang 18 KK yang dalam proses/kemajuan. Dari hasil wawancara

dengan petugas Sanitarian Puskesmas Simpang Sungai Duren, faktor-

fator yang menghambat pelaksanaan ODF di Desa Sungai Duren dan


4

Kelurahan Pijoan yaitu: (1) sikap; (2) pengetahuan; (3) perilaku; (4) faktor

ekonomi; dan (5) peran petugas. Berdasarkan latar belakang tersebut

peneliti tertarik melakukan penelitian tetang “Faktor Penghambat

Pelaksanaan ODF Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai

Duren Kecamatan Jambi Luar Kota Tahun 2018”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang dapat menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah dari 9 desa yang terdaftar dalam wilayah kerja

Puskesmas Simpang Sungai Duren terdapat 2 desa dan kelurahan yang

belum melaksanakan ODF atau masih buang air besar sembarangan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang menghambat Desa dan Kelurahan

Yang Belum Melaksanakan ODF Di Wilayah Kerja Puskesmas

Simpang Sungai Duren.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apa penyebab masyarakat Desa Sungai Duren

dan Kelurahan Pijoan masih Buang Air Besar Sembarangan

(BABS)
5

b. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang Buang Air Besar

Sembarangan (BABS).

c. Untuk mengetahui pengtahuan masyarakat tentang Buang Air

Besar Sembarangan (BABS).

d. Untuk mengetahui tingkat ekonomi masyarakat Desa Sungai

Duren dan Kelurahan Pijoan

e. Untuk mengetahui peran petugas dalam pelaksanaan Open

Defecation Free (ODF).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan dan pengalaman serta dapat mengaplikasikan

ilmu tentang ODF (Open Defecation Free) yang telah dipelajari.

Terutama mengenai faktor-faktor yang menghambat belum

terlaksananya ODF.

1.4.2 Bagi Jurusan Kesehatan Lingkungan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

tambahan di perpustakaan Jurusan Kesehatan Lingkungan

mengenai faktor-faktor penghambat ODF.

1.4.3 Bagi Daerah Yang Di Teliti

Penelitian ini diharapkan dapat merubah kebiasaan warga yang

masih melakukan BABS (OD) menjadi ODF atau mulai pemakaian

jamban sehat.
6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Simp. Sungai

Duren yaitu Desa Sungai Duren dengan 12 KK yang dalam

proses/kemajuan ODF. Dan Kel. Pijoan dengan 18 KK yang dalam

proses/kemajuan untuk melaksanakan ODF.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembuangan Kotaran Manusia

Dikutip dari jurnal penelitian Adminitrasi Kesehatan Indonesia (2016),

bahwa “ODF merupakan suatu kondisi dimana individu di dalam

komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan

(BABS)”

Tinja manusia bisa mengandung sejumlah organisme penyebab

penyakit, antara lain virus, bakteri dan parasit. Mikroorganisme-

mikroorganisme ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan, air,

alat-alat masak yang tercemar benda-benda tercemar. Diaer, kolera, tifus

perut dapat menular dengan cara tersebut dan merupakan penyebab

utama terjadinya penyakit dan kematian pada waktu terjadi bencana dan

keadaan darurat. Lalat dan lipas yang terpapar tinja, secara mekanis

dapat menularkan penyakit-penyakit tersebut diatas, tetapi bukan cara

penularan utama. Meskipun demikian. Kepadatan populasi lalat yang

tinggi dapat meningkatkan resiko penularan trakoma dan disentri trigella.

Infeksi cacing usus, misalnya cacing tambang dan cacing ascaris dapat

ditularkan melalui tanah yang tercemar tinja. Anak-anak dapat peka

terhadap infeksi-infeksi tersebut diatas, terutama jika hidup dalam

keadaan tertekan akibat bencana, hidup di barak-barak pengungsi yang

padat, dan mengalami malnutrisi (Soedarto, 2013)


8

Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang

tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.

Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja

(feses), air seni (urine), dan CO (Notoatmojo, 2011)

Menurut Budiman Candra (2012) Dalam sehari, orang Asia rata-rata

mengeluarkan 200-400 gram tinja, sedangkan orang Eropa mengeluarkan

100-150 gram tinja. Menurut McDonald, di daerah tropis pengeluaran tinja

berkisar antara 280-530 gram/orang/hari dan urine berkisar antara 600-

1,130 gram/orang/hari.

Tabel 1.1 Perkiraan Pengeluaran Tinja (M.B. Gadot)

Gram/orang/hari
Tinja 135-720 35-70
urine 1.000-1.200 50-70
total 1.135-1.470 85-140

Bahaya yang ditimbulkan terhadapat kesehatan yang dapat

ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah

pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan

perkembangbiakan lalat. Selain itu, penyakit-penyakit yang dapat terjadi

akibat keadaan diatas antara lain tifoid, paratofoid, disentri, diare, kolera,

penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi

gestrointestinal lain, serta infestasi parasit lain. penyakit tersebut bukan

hanya menjadi beban bagi komunitas (diliahat dari angka kesakitan,

kematian, dan harapan hidup), tetapi juga menjadi penghalang bagi

tercapainya kemajuan di bidang sosial dan ekonomi. Pembuangan


9

kotoran manusia yang baik merupakan hal yang mendasar bagi kesehtan

lingkungan.

Kotoran dari manusia yang sakit atau sebagai carier dari suatu

penyakit dapat menajadi sumber infeksi. Kotoran tersebut mengandung

agens penyakit yang dapat ditularkan kepada pejamu baru dengan

perantara lalat.

2.2 Tinja dan Penyakit

2.2.1 Patogen

Menurut Soedarto (2013) di dalam tinja patogen yang sering

ditemukan adalah bakteri, cacing, dan protozoa. Patogen yang terdapat

dalam tinja segar ini jika berada dalam tinja akan berada dalam proses

pembentukan kompos tidak dapat hidup dan berkembang biak karena

lingkungannya tidak sesuai bagi kehidupan patogen (misalnya

kelembaban, suhu, tidak adanya nutrisi, dan lain sebagainya).

Tabel 1.2 Bakteri, Cacing, dan Protozoa dalam Tinja

Bakteri Cacing Protozoa


Salmonella Taenia saginata Cryptospordium parvum
E.coli patogen Taenia solium Entamoeba histolytica
Shigella Hymenolepis nana Giardia lamblia
Yersinia enterocolitica Ascaris lumbricoides Balantidium coli
Leptospira Trichuris trichiura
Campylobacter Necator americanus
Bacteroides Ancylostoma duodenale
Strongyloides stercoralis
10

2.2.2 Virus

Virus sistem gastrointestinal dapat ditemukan di dalam tinja jika

virus yang berasal dari daerah atau urin tercampur dengan tinja.

Tabel 1.3 Virus Patogen dalam Tinja

Virus Penyakit
Adenovirus Penyakit pernafasan, konjungtifitas, gastroenteritis
Astrovirus Gastroenteritis
Calicivirus Gastroenteritis
Enterovirus
 Poliovirum  Paralysis, meningitis
 Coxsackievirus A  Pernafasan, paralysis, meningitis
 Coxsackievirus B  Demam, ruam, penyakit jantung
 Echovirus  Demam, ruam, penyakit jantung
 Enterovirus 68-71  Meningitis, penyakit pernafasan
Hepatitis A Hepatitis infeksiosa
Hepatitis E Hepatitis infeksiosa
rotavirus gastroenteritis
Prevalensi infeksi menunjukkan gambaran situasi higienik

masyarakat. Infeksi bakteri dan virus dapat berlangsung akut atau kronis.

Pada individu yang menjadi carrier, gejala klinis tidak jelas tetapi individu

mengidap patogen didalam tubuhnya dan dapat menularkannya pada

orang lain. Parasit cacing dapat hidup lama di dalam tubuh manusia dan

prevalensinya sangat tinggi di mayarakat yang kondisi sanitasinya sangat

buruk. Seorang individu normal di dalam tinjanya mengandung sejumlah

mikroorganisme seprofit (sekitar 1011 – 1013/gram) yang tidak berbahaya

bagi kesehatan, sedangkan urin normal di dalam kandungan seni

umumnya steril.
11

Gambar 1.1 Skema Penyebaran Penyakit

air
mati

tangan Makanan,
minuman, Penjamu
Tinja
sayur- (host)
lalat sayuran, dsb

tanah sakit

Dari skema di atas tampak jelas bahwa peranan tinja dalam

penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung

mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air,

tanah, serangga (lalat, kecoa, dsb) dan bagian tubuh kita dapat

terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi

oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita penyakit tertentu, sudah

tentu akan menjadi penyebab penyakit bagi orang lain (Notoatmodjo, 2011

yang dikutip dari Priyoto, 2015)

2.3 Metode Pembuangan Tinja

Buang air besar adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup

untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah padat yang

berasal dari sistem pencernaan makhluk hidup. Kotoran manusia adalah


12

semua benda atau zat yang tidak digunakan lagi oleh tubuh dan harus

dikeluarkan dari dalam tubuh (Priyoto, 2015).

Priyoto (2015) menyebutkan suatu jamban disebut sehat untuk daerah

pedesaan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

b. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya

c. Tidak mengotori air tanah disekitarnya.

d. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan

binatang-binatang lainnya.

e. Tidak menimbulkan bau.

f. Mudah digunkan dan dipelihara (maintenance)

g. Sederhana desainnya.

h. Murah.

i. Dapat diterima oleh pemakainya.

Agar persyaratan-persyaratan ini terpenuhi, maka yang perlu

diperhatikan antara lain:

a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban

terlindung dari panas dan hujan, serangga ddan binatang-binatang

lain, terlindung dari pandangan orang (privasy) dan sebagainya.

b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat

berpijak yang kuat, dan sebagainya.


13

c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang

tidak menggangu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan

sebagainya.

d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air dan kertas

pembersih.

2.3.1 Unsewered Area

Menurut Budiman Candra (2012) metode ini merupakan suatu cara

pembuangan tinja yang tidak menggunakan saluran air dan tempat

pebuangan air kotor. Di dalam metode ini terdapat beberapa pilihan cara,

antara lain:

a. Service Type (conservancy System)

Metode pengumpulan tinja dari ember-ember khusus oleh manusia

disebut service type dan kakusnya disebut service latrines. Kotoran

diangkut ke pembuangan akhir dan dimusnahkan dengan metode

composting dan ditanam dalam lubang yang dangkal. Srvice latrines

selain tidak sehata juga dapat menyebabkan pencemaran yang tentu

saja memfasilitasi siklus penyakit yang ditularkan melalui feses

(faecalborne). Kotoran di dalam lubag dangkal itu mudah di akses

oleh lalat dan kemungkinan menyebabkan pencemaran pada tanah

dan air. Ember dan wadahnya mudah megalami korosi dan perlu

sering diganti. Operasi pengosongan ember tidak selalu memuaskan,

disamping adanya kesulitan untuk mengumpulkan pekerja yang cocok


14

yang diperlukan dalam pengumpulan tinja. Karena kesulitan tersebut,

sebaiknya dipergunakan sistem sanitary latrines di dalam pembuangan

kotoran manusia.

b. Non-Service Type of Latrines (Sanitary Lantrines)

Di dalam sistem sanitary latrines ini, ada beberapa teknik yang dapat

kita gunakan, antara lain:

1) Bore Hole Latrine

Terdiri dari lubang dengan diameter 30-40 cm yang digali secara

vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman 4-8 m, paling sering 6

m. Alat khusus yang disebut auger dibutuhkan untuk menggali

lubangnya. Pada tanah yang lunak dan berpasir, lubang dilapisi

dengan bambu untuk mencegah agar tanah tidak runtuh. Plat

dengan lubang di tengah dan lubang untuk berpijak diletakkan di

atas lubang hasil pengeboran tersebut. Sistem ini ditujukan bagi

keluarga yang beranggotakan 5-6 jiwa dan dapat dipakai selama 1

tahun. Cara ini juga sesuai untuk keluarga tetapi tidak sesuai untuk

umum karena kapasitasnya kecil. Jika isinya sudah mencapai 50

cm dari permukaan tanah, plat dapat diangkat dan lubang ditutup

dengan tanah. Lubang baru dapat dibuat kembali dengan cara

yang sama. Kotoran di dalam lubang akan dipurifikasi oleh bakteri

anaerobik yang akan mengubahnya menjadi massa yang tidak

berbahaya.
15

Keuntungan dari bore hole antara lain:

a) Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untuk memindahkan

tinja.

b) Lubangnya gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembang

biak.

c) Bila lokasinya 15 m dari sumber air, tidak akan menimbulkan

pencemaran bagi air.

Sistem ini tidak cocok lagi karena beberapa alasan berikut:

a) Lubang tersebut cepat penuh karna kapasitasnya yang kecil.

b) Alat khusus (auger) yang dibutuhkan untuk membuatnya tidak

selalu tersedia.

c) Banyak tempat yang lapisan tanahnya lunak sehingga sulit

menggali lubang lebih dalam dari 3 m. Selain itu, banyak juga

daerah yang berair dan memiliki lapisan permukaan yang lebih

tinggi sehingga pembangunan sistem semacam ini justru dapat

mencemari permukaan tanah.

2) Dug Well Latrine

Metode ini merupakan pengembangan bore hole latine. Metode ini

dilakukan dengan cara membuat lubang bediameter sekitar 75 cm

dengan kedalaman 3-3,5 m. Di daerah dengan tanah berpasir,

kedalamannya 1,5-2 m. Lubang dapat dilapisi dengan bambu untuk

mencegah runtuhnya tanah. Setelah plat dipasang diatas lubang,

lubang ditutup dengan super structure (rumah-rumahan).


16

Manfaat tipe ini antara lain:

a) Mudah dibuat dan tidak membutuhkan alat ksusus seperti

auger.

b) Bisa digunakan lebih lama karena kapasitasnya lebih besar

yaitu selama 5 tahun untuk 4-5 orang.

3) Water Seal Type Latrine

Water Seal ini dibuat untuk dua fungsi penting, yaitu mencegah

kontak dengan lalat dan mencegah bau busuk. Sistem ini juga lebih

dapat diterima oleh warga desa dari pada sistem bole hole latrine.

Keuntungan kakus jenis ini, antara lain:

a) Memenuhi syarat estetika.

b) Dapat ditempatkan di dalam rumah kerena tidak bau sehingga

pemakaiannya lebih praktis.

c) Aman untuk anak-anak.

Adapun persyaratan di dalam penerapan sistem water seal latrine,

antara lain:

a) Lokasinya sekitar 15 m dari sumber air dan sebaiknya berada

pada daerah yang lebih rendah dari sumber air untuk mencegah

kontaminasi bakteri pada sumber air.

b) Memilki plat untuk jongkok dibuat dari bahan yang udah dicuci,

cepat bersih, dan kering. Plat ini terbuat dari beton/semen

dengan ukuran 90 x 90 x 5 cm. Ada kemiringan 0,5 inci pada

wadahnya untuk memudahkan aliran ke dalam kakus.


17

c) Memiliki wadah (pan) yang ditujukan untuk menampung tinja,

irine, dan air. Panjang 42,5 cm, lebar bagian depan 12,5 cm,

dan bagian yang terlebar adalah 20 cm.

d) Memiliki perangkap (trap) yang terbuat dari pipa dengan

diameter 7,5 cm yang dihubungkan dengan pan diatas dengan

menyimpan air yang penting untuk water seal. Water seal

adalah jarak untuk titik tertinggi air di dalam perangkap dan titik

terbawah air dipermukaan atas perangkap. Kedalaman water

seal pada RCA latrine adalah 2 cm. Water seal dapat bau dan

masuknya lalat.

e) Jika lubang yang digali terletak juah dari plat tempat jongkok,

dapat disiapkan sebuah pipa penghubung antara keduanya

dengan diameter sekitar 7,5 cm dan panjang sekurrang-

kurangnya 1 meter serta berujung bengkok. Tipe ini disebut tipe

indirect (tidak langsung). Pada tipe direct (langsung), pipa

penghubung tidak digunakan. Tipe langsung paling baik pada

daerah yang tanahnya keras dan tidak mudah runtuh. Tipe

langsung lebih murah dan mudah dibuat serta memerlukan

ruangan yang kecil. Kelebihan dari tipe indirect adalah bahwa

jika lubang telah penuh, lubang kedua dapat dibuat hanya

dengan mengubah arah pipa penghubung.

f) Memiliki dug well latrine yang biasanya berdiameter sekitar 75

cm dengan kedalaman 3-3,5 cm. Pada tanah yang lembut dan


18

memilki kandungan air yang tinggi, bambu dapat digunakan

untuk mencegah runtuhnya tanah.

g) Memiliki super structure (rumah-rumahan) yang sengaja

dibangun untuk menyediakan kebebasan pribadi dan tempat

berlindung.

h) Di dalam pemeliharaannya. Kakus ini hanya digunakan untuk

kepentingan yang dimaksudkan dan tidak untuk pembuangan

bahan-bahan lain. plannya harus sering dibersihkan dan di jaga

agar selalu kering dan bersih.

4) Septic Tank

Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan

ekskreta untuk sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang

memiliki persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki

hubungan dengan sistem penyaluran limbah masyarakat.

Desain utama dalam septic tank antara lain:

a) Kapasitas saptic tank tergantung pada jumlah pemakai,

kapasitas 20-30 galon/orang dianjurkan untuk penggunaan

rumah tangga. Kapasitas untuk rumah tangga itu tidak berlaku

untuk saptic tank yang diajukan untuk kepentingan umum

(kapasitas minimal 50 galon/orang).

b) Ukuran panjang biasanya 2 kali lebar.

c) Kedalalaman lubang antara 1,5-2 meter.

d) Kedalaman cairan dianjurkan hanya 1,2 meter.


19

e) Ruangan udara minimal 30 cm diantara titik tertinggi cairan di

dalam tank dengan permukaan bawah penutup.

f) Dasar dibuat miring ke arah lubang pengeluaran.

g) Memiliki lubang air masuk dan keluar, terdapat pipa masuk dan

keluar.

h) Pelapis saptic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal

yang sama.

i) Periode retensi septic tank dirancang selama 24 jam.

5) Aqua Privy (Cubluk Berair)

Kakus ini memiliki bak yang kedap air. Pembuatan kakus ini

dilakukan dengan cara membat lubang pada tanah dengan

diameter 80-120 cm dan dalam 2,5-8 m. Dinding diperkuat dengan

batu atau bata dan dapat ditembok agar tidak mudah runtuh. Lama

pemakaian dapat mencapai 5.15 tahun. Jika tinja sudah mencapai

50 cm dari permukaan tanah, cubluk dipandang sudah penuh.

Cubluk yang sudah penuh ditimbun dengan tanah dan dibiarkan

selama 9-12 bulan. Setelah itu isi cubluk dapat diambil untuk

digunakan sebagai pupuk, sedangkan lubangnya dapat

dipergunakan kembali.

Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kakus

semacam ini:
20

a) Jangan pernah memasukkan desinfektan ke dalam kakus

karena dapat mengganggu proses pembusukan yang

mengakibat cubluk cepat penuh.

b) Setiap minggu, kakus se baiknya diberi minyak tanah untuk

mencegah nyamuk bertelur didalamnya.

c) Agar tidak terlalu bau, kakus dapat diberi kapur barus.

6) Chemical Closet

Kloset ini terdir dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan

(kuastik soda) yang juga ditambah dengan bahan penghilang bau.

Tempat duduk ditempatkan langsung di atas tanki. Tidak ada yang

boleh dimasukkan ke dalam kloset kecuali kertas toilet. Jika air

dimasukkan ke dalam kloset, cairan kimiayang ada didalamnya

akan mengalami pengenceran sehingga kloset tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Tinja dapat dicairkan dan disterilisasi

dengan bahan kimia. Setelah beberapa bulan penggunaan kloset

kimia, isi kloset harus dibuang. Chemical closet ini banyak

digunakan dalam sarana transportasi, misalnya, kereta api dan

pesawat terbang.

c. Latrines Suitable for Camps and Temporary Use

Kakus ini dipakai untuk kebutuhan sementara (perkemahan dan

tempat pengungsian). Ada beberpa jenis kakus macam ini,

diantaranya:
21

1) Shallow trench latrine

Kakus ini memiliki lebar 30 cm dan dalam 90-150 cm. Panjangnya

tergantung pada jumlah penggunanya (sekitar 3-3,5 m untuk 100

orang). Saluran yang terpisah harus dibuat untuk laki-laki dan

perempuan. Timbunan tanah harus tersedia di sisi setiap kakus

karena setiap kali orang menggunakan kakus ini, penggunanya

harus menutup sendiri kotorannya dengan tanah. Kakus ini

ditujukan untuk penggunaan dalam waktu singkat. Jika isi saluran

sudah mencapai 30 cm dibawah permukaan tanah, kakus ini harus

ditutup jika perlu dibuat saluran baru lagi.

2) Deep trench latrine

Kakus ini digunakan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa

minggu sampai beberapa bulan. Ukuran kedalamannya mencapai

1,8-2,5 m, sedangkan lebarnya 75-90 cm. Penyediaan tempat

berjongkok akan bergantung pada kebiasaan setempat. Kakus ini

di lengkapi dengan rumah kakus untuk privasi dan perlindungan.

2.3.2 Sewered Areas

Pada sistem pembuangan limbah cair yang menerapkan water

carriage system atau sewerage system, pengumpulan dan pengangkutan

ekskreta dan air limbah dari rumah, kawasan industri, dan perdagangan

dilakukan melalui jaringan pipa di bawah tanah yang disebut sewers ke

tempat pembuangan akhir yang biasanya dibangun di ujung kota. Sistem


22

tersebut merupakan metode di dalam pengumpulan dan pengangkutan

kotoran manusia dari kota-kota yang berpenduduk padat.

Terdapat 2 tipe sistem sewered areas, antar lain:

a. Sistem kombinasi (conbined sewer)

pada sistem ini, sewer membawa air permukaan dan air limbah dari

rumah tangga dan lainnya dalam satu saluran.

b. Sistem terpisah (separated sewer)

pada sistem ini, air permukaan tidak masuk ke dalam sewer. Sistem

terpisah dianjurkan dan dewasa ini menjadi pilihan. Hambatan di

dalam penerapan adalah mahalnya biaya pembuatan sistem ini.

Cara pembuangan tinja mempergunakan sistem saluran air (water

carriage system) dan pengolahan limbah (sewage treatment) merupakan

perwujudan persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi dalam pembuangan

tinja.

a. Water Carriage System

Water carriage system memiliki elemen-elemen sebagai berikut:

1) Sistem Pipa Bangunan (household sanitary fittings)

Sistem ini terdiri atas:

a) Water closet

b) Urinal

c) Wash basin (baskom pencuci)


23

2) Saluran pembuangan dari rumah (house sewers)

Pembilasan toilet, saluran pembuangan dan air kotor memasuki

saluran rumah melalui intermediate connection yang dikenal

sebagai pipa tanah (soil pipe). Pipa tanah ini menghubungkan

saluran pembuangan dari house fitting ke house drain (saluran

rumah). Pipa ini juga berfungsi sebagai ventilasi luar (outlet

ventilator) untuk gas-gas kotor. House drain biasanya berdiameter

10 cm dan terletak kira-kira 15 cm di bawah tanah. house drain

akan menyebabkan kotoran mengendap sebelum masuk ke dalam

pipa utama.

3) Pipa pembuangan di jalan (street sewer)

Pipa utama ini berdiamete tidak kurang dari 22,5 cm sementara

pipa yang lebih besar berdiameter 2-3 meter. Pipa ini diletakkan di

atas semen kira-kira 3 m di bawah tanah. pipa utama ini menerima

kotoran dari beberapa rumah dan mengangkutnya ke pembuangan

akhir.

4) Peralatan saluran (sewer appurtenance)

Peralatan saluran ini terdiri atas monholes (lubang selokan) dan

trap (perangkap) yang dipasang pada sistem pembuangan air

kotor. Manholes merupakan bangunan yang bermuara ke dalam

sewer system yang diletakkan pada titik pertemuan 2 sewer atau

lebih dan pada jarak 100 meter lurus. Lubang ini memungkinkan
24

manusia masuk kedalam saluran untuk memperbaiki dan

memeriksanya.

2.4 Pembuangan Kotoran Manusia secara Sederhana

Teknologi pembuangan kotoran manusia menurut Nototmodjo (2012)

untuk daerah pedesaan di samping harus memenuhi persyaratan jamban

sehat seperti yang telah diuraikan diatas, juga harus berdasarkan pada

sosiol budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Tipe-tipe jamban yang

sesuai dengan pedesaan antara lain:

a. Jamban Cemlung, kakus (pit latrine)

Hal ini perlu diperhatikan, bahwa kakus cemplung itu tidak boleh terlalu

dalam. Sebab jika terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya.

Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,53 meter saja. Sesuai dengan

daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari

bambu, dinding bambu, dan atap daun kelapa ataupun daun padi.

Jarak dari sumur air minum sekurang-kurangnya sejauh 15 meter.

b. Jamban Cemplung Berventilasi (ventilasi improved pit latrine = VIP

latrine)

Jamban ini sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap,

yakni menggunkan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa

ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.


25

c. Jamban empang (fishpond latrine)

Jamban ini dibangun di atas empang/sungai. Dalam sistem jamban

empang ini disebut daur-ulung (recycling), yakni tinja dapat langsung

dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang

mengeluarkan tinja, demikian selanjutnya.

d. Jamban pupuk (the compost privy)

Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih

dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang

kotoran hewan dan sampah daun-daunan. Prosedurnya adalah:

1) Mula-mula membuat jamban cempung biasa.

2) Dilapisan bawah sendiri di taruh sampah daun-daunan.

3) Diatasnya di taruh kotoran dan kotoran binatang (kalau ada) setiap

hari.

4) Setelah ± 20 inci, ditutup lagi dengan sampah, daun-daunan

selanjutnya ditaruh kotoran lagi.

5) Demikian selanjutnya sapai penuh.

6) Setelah penuh ditimbun tanah, dan membuat jamban baru.

7) Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakan pupuk tanaman.

e. Septic Tank

Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi

persyaratan, oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang

dianjurkan. Septic tank terdiri dari tanki sedimentasi yang kedap air,

dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi.


26

Dalam tanki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu

tersebut tinja akan mengalami dua proses, yaitu proses kimia dan

proses biologis.

Menurut Permenkes RI (2014) standar dan persyaratan kesehatan

bangunan jamban terdiri dari:

a. Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakainya

dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

b. Lubang tempat pembuangan kotoran yang saniter dilengkapi oleh

konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter),

lubang dapat dibuat tanpa leher angsa, tetapi harus diberi penutup.

c. Lantai jamban tidak licin, kedap air, mempunyai saluran untuk

pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

d. Mempunyai bangunan penampungan, pengolahan, dan pengurai

kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau

kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit (Tangki Septik

atau Cubluk)

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan ODF

2.5.1 Pengetahuan (knowledge)

Heri D.J Maulana (2009) yang juga terdapat dalam kutipan Febriani

(2016) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian

besar dari pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan


27

merupakan pedoman dalam membentuk tindakan sesorang (overt

behavior). Berdasakan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langeng daripada perilaku

yang tidak didasari pengetahuan.

Priyoto (2015) mengtakan pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi.

a. Tahu(know)

Berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, dan meramalkan.

c. Aplikasi/Penerapan (application)

Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam

konteks atau situasi nyata.


28

d. Analisis (analysis)

Kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam bagian-bagian

yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada

kaitannya satu sama lain. kemampuan analisis dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat

bagan, membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

e. Sintesis (systhesis)

Merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan

menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Sebagai

contoh, dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dan dapat

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan

menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang sudah ada.

2.5.2 Sikap (attitude)

Menurut Newcomb dalam Priyoto (2015), menyatakan bahwa sikap

adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap

belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.


29

Priyoto (2015) seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai

tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan

orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan

orang lain merespon.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggungjawab terhadap

apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap

tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko

bila ada orang lain yang mencemoohkan atau ada resiko lain.

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Priyoto (2015) bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak.


30

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan yang penting.

Gambar 1.2 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

REAKSI
STIMULUS PROSES
TERBUKA
(rangsangan) STIMULUS
(tindakan)

REAKSI
TERTUTUP
(pengetahuan
& sikap)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses

selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek

kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga

sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni:

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara

memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan

lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga,

relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi

kesehatan.
31

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian sesorang terhadap lingkungan dan

pengaruhnya terhadap kesehatan.

2.5.3 Tingkat Ekonomi

Jumlah penduduk yang mendiami suatu wilayah akan berpengaruh

pada kesejahteraan masyarakat apabila dihubungkan dengan jumlah

pendapatan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk yang mendiami

suatu wilayah maka akan semakin besar beban tanggungan ekonomi

masyarakat. Apabila jika sebagian besar penduduk yang berusia produktif

ternyata tidak bekerja atau tidak mempunyai penghasilan, jumlah

pendapatan suatu masyarakat di suatu wilayah akan mempengaruhi daya

beli, perputaran uang dan inflansi di daerah tersebut (Baharinawati, 2012).

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial

ekonomi ini akan mempengaruhi perubahan perilaku pada diri seseorang

(Otik, 2016).

2.5.4 Peran Petugas

Petugas kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memilki pengetahuan dan/atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis

tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan uaya kesehatan.


32

Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan

kesehatan adalah tenaga kesehatan yang bertugas di sarana palayanan

kesehatan dimasyarakat.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Pelaksanaan ODF

Nasution (2009) dalam Farid Ma’ruf (2014) mengungkapkan faktor-

faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat sebagai berikut:

a. Komunikasi

Komunikasi menjadi hal yang penting dalam melakukan interaksi

sosial. Karena komunikasi merupakan faktor utama dalam tahap

mencapai kesepakatan pada sebuah kegiatan partisipasi. Masyarakat

yang sering malakukan interaksi dan berkomunikasi dengan orang lain

dapat menambah informasi baru yang belum mereka katahui tekait

dengan pelaksanaan program pembangunan. Komunikasi yang intens

juga akan mengakrabkan masyarakat serta membuat mereka

merasakan manfaat dari program pebangunan tersebut.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang dimilki masyarakat menjadi salah satu faktor

penting yang mendasari masyarakat untuk berpartisipasi. Seperti

pendapat Subyarto dan Kartodiharjo dalam Nasution (2009) yang

dikutip dari Farifd Ma’ruf (2014), semakin tinggi pendidikan masyarakat

maka semakin tinnggi pula kesadaran masyarakat dalam


33

pembangunan. Para pakar pembangunan menyatakan bahwa tingkat

pendidikan berhubungan erat dengan tingkat partisipasi.

c. Pekerjaan

Pekerjaan dapat dilihat berdasarkan jenis pekerjaan dan

pendapatan yang diperoleh. Jenis pekerjaan dapat mempengaruhi

pendapatan yang juga mencerminkan status sosial. Besarnya

pendapatan memberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi,

karena penghasilan mempengaruhi kemampuan vinansial masyarakat

untuk berinvestasi.

d. Usia

Faktor usia salah satu faktor yang mempengaruhi sikap sesorang

terhadap kegiatan-kegiatan masyarakat yang ada, mereka dari

kelompook usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada

nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih

banyak berpartisipasi dari pada yang dari kelmpok sebaliknya.

e. Lama Tinggal

Lamanya sesorang tinggal dalam lingkungan dan pengalamannya

berinteraksi dengan lingkungannya tersebut akan berpengaruh pada

partisipasi seseorang. Semakin lama seseorang tinggal

dilingkungannya, maka rasa memilki terhadap lingkungan cenderung

leih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan

lingkungan tersebut.
34

Sedangkan menurut Slamet (1993) dalam Rodliyah (2013) yang

dikutip oleh Farid Ma’ruf (2013) beberpa faktor yang mempengaruhi

masyarakat untuk mengikuti partisipasi yang mencakup karakteristik

pribadi adalah:

a. Jenis Kelamin

Partisipasi yang diberikan seorang pria akan berbeda dengan

partisipasi yang diberikan oleh sorang wanita. Hal ini disebabkan

karena adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam

masyarakat yang membedakan kedudukan dan derajat antara pria dan

wanita, sehingga menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban.

b. Usia

Dalam masyarakat terdapat perbedaan kedudukan dan derajat atas

dasar senioritas, sehingga muncul golongan tua dan golongan muda

yang berbeda-beda dalam hal tertentu.

c. Tingkat Pendidikan

Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan

masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami serta

melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.

d. Tingkat Penghasilan

Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi

masyarakat berperan dalam pelaksanaan prodram pemerintah.

e. Mata Pencaharian (Pekerjaan)


35

Jenis pekerjaan seseorang akan menentukan tingkat penghasilan dan

mempengaruhi waktu luang seseorang yang dapat digunakan dalam

berpartisipasi.

2.7 Kerangka Teori

Faktor Penghambat
Keterlaksanaan ODF:
1. Sikap
2. Perilaku
3. Pengetahuan
4. Tingkat Ekonomi
5. Peran Petugas

Faktor Penghambat
Karakteristik Individu:
1. Jenis Kelamin
BUANG AIR BESAR
2. Usia
SEMBARANGAN (BABS) 3. Tingkat Pendidikan
4. Tingkat Penghasilan
5. Mata Pencaharian

Faktor Penghambat
Partisipasi Masyarakat:
1. Komunikasi
2. Tingkat Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Usia
5. Lama Tinggal

Sumber: -Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak

- Ilmu Administrasi Negara, FIS, UNESA


36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan untuk

menggambarkan suatu variabel secara mandiri, baik satu variabel atau

lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel

dengan variabel lainnya (Eva, 2010)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas

Simpang Sungai Duren yaitu Desa Sungai Duren dan Kelurahan Pijoan.

3.2.2 Waktu

Waktu penelitian ini dilaksanakan menurut jadwal yang telah

ditetapkan.

3.3 Kerangka Pikir

BUANG AIR BESAR 1. Pengetahuan


2. Sikap
SEMBARANGAN
3. Tingkat Ekonomi
(BABS) 4. Peran Petugas
37

3.4 Definisi Operasional

Tabel1.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

1. Stop BABS Berhenti Cheklis Observasi 1. Baik


mencemari 2. Tidak Baik
lingkungan
dengan
membuang
kotoran (tinja)
di sembarang
tempat
2. Pengetahuan Kemampuan Kuesioner Wawancara 1. Baik
seseorang 2. Tidak Baik
dalam
mengetahui
tentang Stop
BABS
3 Sikap Kesiapan atau Kuesioner Wawancara 1. Baik
kesediaan 2. Tidak Baik
untuk bertindak
4 Tingkat Menentukan Kuesioner Wawancara 1. Baik
Ekonomi tersedianya 2. Tidak Baik
suatu fasilitas
yang diperlukan
untuk kegiatan
tertentu
5 Peran Petugas Salah satu Kuesioner Wawancara 1. Baik
unsur yang 2. Tidak Baik
berperan dalam
percepatan
pembangunan
kesehatan

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi adalah jumlah KK yang belum melaksanakan ODF yang

terdapat di Desa Sungai Duren dan Kelurahan Pijoan.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah total populasi yang akan diambil untuk diteliti.


38

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen peneltian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab

permasalahan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner dan cheklis.

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Data Primer

Diperoleh dari hasil penggunaan lembaran kuesioner melalui

pengamatan (observasi) dan penilaian langsung di Desa Sungai Duren

dan Kelurahan Pijoan.

3.7.2 Data Sekunder

Data diperoleh dari Puskesmas Simpang Sungai Duren.

3.8 Tahap Penelitian

3.8.1 Tahap Awal

a. Study perpustakaan atau menentukan masalah

b. Survey dalam mencari masalah

c. Membuat surat pengantar dari Kampus Jurusan Kesehatan

Lingkungan

d. Pengambilan data permasalahan.

3.8.1 Tahap Persiapan

a. Menentukan waktu dan tempat penelitian


39

b. Mempersiapkan instrumen yang akan digunakan dalam

penelitian.

3.8.2 Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti mendatangi Puskesmas Simp. Sungai Duren untuk

mendapatkan data.

b. Melakukan kunjungan ke Desa Sungai Duren dan Kel. Pijoan.

c. Melakukan observasi langsung pada Desa Sungai Duren dan

Kel. Pijoan.

d. Mengumpulkan/mengolah data yang telah didapatkan dari hasil

di lapangan.

3.9 Analisa Data

Pada analisa ini menggunakan Analisa Univariat yang tujuannya

untuk menggambarkan kondisi lingkungan dalam pemakaian jamban

sehat pada daerah yang akan diteliti dengan pengambilan data

menggunkan kuesioner dan hasil pengukuran langsung di lapangan dari

pengambilan data tersebut dijumlahkan dan dipresentasikan.

Anda mungkin juga menyukai