Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
MARISA WANDA PAPARO 124021 2021 064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN
RUMKIT TK III Dr.J.A.LATUMETEN
AMBON
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus atas limpahan nikmat berkat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Ambon, 29 Oktober 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................II
DAFTAR ISI .................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelanggaran HAM......................................................................................4
B. Kasus Pelanggaran HAM.............................................................................................4
C. Penegakkan Kasus pelanggaran HAM.........................................................................5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................................8
B. Saran ...........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................10

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara hukum adalah negara yang dalam menjalankan sitemnya berdasarkan atas
hukum yang berlaku berdasarkan kepentingan umum serta bebas dari kesewenag-
wenangan penguasa. Dalam penyelenggaraannya negara haruslah bertumpu pada
demokrasi. Karena jika negara hukum tanpa demokrasi sama dengan hilangnya maksud
atau makna dari negara hukum tersebut.
J.B.J.M ten Berge menyebutkan prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi sebagai
berikut1 :
1. Prinsip-prinsip negara hukum :
a. asas legalitas
b. perlindungan hak-hak asasi
c. pemerintah terikat pada hukum
d. monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum
e. pengawasan oleh hakim yang merdeka
2. Prinsip-prinsip Demokrasi :
a. Perwakilan politik
b. Pertanggungjawaban politik
c. Pemencaran kewenangan
d. Pengawasan dan Kontrol
e. Kejujuran dan keterbukaan pemerintah terhadap umum
f. Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan
Jika melihat keterangan diatas maka dapat dikatan bahwa salah satu prinsip yang
harus ada dalam negara hukum ialah tegaknya Hak Asasi Manusia. Negara berkewajiban
melindungi hak-hak yang melekat pada masyarakatnya.
Menurut Franz Magnis Suseno Hak Asasi Manusia ialah hak-hak yang sudah dimiliki
pada setiap manusia danbukan karena diberikan oleh masyarakat. Bukan karena hukum
positif yangberlaku, namun dengan berdasarkan martabatnya sebagai seorang manusia.
Indonesia sebagai negara hukum sudah memiliki dasar hukumya begitu juga dengan
pengaturan tentang hak asasi. Mengenai dasar negara hukum sudah diatur dalam
ketentuan Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia serta mengenai Hak Asasi Manusia
diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

1
kemudian dalam UUD RI 1945 diatur pada pasal 27 ayat 3, 28 A sampai J, serta Pasal 30
ayat 1.
Bahwa setiap upaya penegakan HAM pasti tidak selalu berjalan dengan lancar. Di
dalamnya pasti terdapat sebuah pelanggaran HAM. Menurut UU No 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM pelanggaran HAM adalah “setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau
dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”.
Tahapan penyelidikan dalam pelanggaran hak asasi manusia adalah kewenangan
Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang hasilnya selalu
merekomendasikan adanya pelanggaran HAM. Komnas HAM dalam menjalankan
perannya melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang
dibuktikan dengan rekomendasirekomendasi Komnas HAM dalam kasus-kasus
pelanggaran hak asasi manusia.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Pelanggaran HAM
2. Sebutkan Salah Satu Kasus pelanggaran HAM
3. Apa saja bentuk-bentuk penegakkan HAM dari kasus tersebut

C. Tujuan
Memberikan pemahaman dan kesadaran kepada kami dan juga pembaca bagaimana
pelangaran-pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia, sehingga bisa dijadikan
pembelajaran untuk mencegah pelanggran HAM selanjutnya terlebih pelanggaran HAM
berat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelanggaran HAM


Setiap manusia memiliki hak, entah itu bayi atau lansia, miskin atau kaya, muda atau
tua. Akan tetapi sebenarnya ada satu hak yang paling dijunjung dalam hidup setiap
manusia dan eksistensinya sudah ada sejak kita berada dalam kandungan, hak tersebut
adalah hak asasi manusia atau yang biasa disebut HAM. HAM secara umum adalah hak-
hak dasar manusia yang dimiliki oleh setiap insan yang lahir di dunia sebagai karunia
Tuhan serta harus dihormati dan ditegakkan. HAM tidak dapat dicabut serta bersifat
hakiki dan universal pada semua manusia.
Dalam Undang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum ,mengurangi, menghalangi,
membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang ini dan tidak mendapat atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.Yang sekarang telah menjadi UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM yang
berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku. Mastricht
Guidelines3 telah menjadi dasar utama bagi identifikasi pelanggaran HAM.
Pertanggungjawaban atas sebuah pelanggaran HAM berat terdiri dari :
1. Pertanggungjawaban perorangan Pertanggungjawaban pidana perorangan adalah
seseorang bertanggung jawab secara pidana dan dapat dikenai hukuman atas suatu
pelanggaran HAM berat yang dilakukan sendiri. Termasuk di dalam hal ini adalah
setiap orang yang melakukan perbuatan Percobaan, permufakatan jahat dan
perbantuan untuk melakukan pelanggaran HAM berat dipidana dengan pidana yang
sama ketentuan bagi pelaku perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai
dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

3
2. Pertanggung jawaban komandan militer dan atasan sipil Komandan Militer
Komandan militer dan atasan sipil dapat dipertanggungjawabkan atas pelanggaran
HAM berat yang dilakukan oleh pasukan atau anak buah yang berada di bawah
komandonya. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 42 yaitu: Komandan militer atau
seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat
dipertanggungjawabkan terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pasukan
yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah
kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan pelanggaran HAM berat tersebut
merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu
komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu
seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja
melakukan pelanggaran HAM berat, dan ii. Komandan militer atau seseorang
tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup
kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau
menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

B. Kasus Pelanggaran HAM di dunia kesehatan

Kepala Dinas Kesahatan DKI Jakarta, Koesmedi, menilai ada kelalaian dari pihak Rumah
Sakit Mitra Keluarga terkait dengan kematian bayi Tiara Debora Simanjorang (4 bulan).

Kesimpulan itu hasil penggalian data dan informasi terhadap pihak RS Mitra Keluarga,
demikian dilaporkan oleh berbagai media di Indonesia akhir-akhir ini.

Polemik atas peristiwa ini mencuat setelah viral di media massa, bahwa terdapat dugaan
keterlambatan penanganan oleh rumah sakit karena persoalan pembiayaan sehingga
korban tidak bisa ditangani difasilitas ICU.

Meskipun, pihak rumah sakit mendalilkan bahwa mereka tetap melakukan penanganan
medis secara maksimal terhadap korban, walaupun pada akhirnya korban tidak dapat
diselamatkan.

Tentu kebenaran atas klaim penyebab kematian korban versi rumah sakit, problem
adiministrasi dan pelayanan medis, lamanya waktu penanganan, persoalan jaminan
kesehatan dengan fasilitas BPJS dan berbagai keterangan keluarga korban masih

4
memerlukan verifikasi dari otortitas kesehatan dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI.
Akan tetapi, tidak bisa dihindari adalah rencana dari peran kepolisian yang akan
melakukan pemeriksaan secara meteriil peristiwa tersebut guna menentukan ada atau
tidaknya tindak pidana yang menyebabkan kematian korban. 

C. Penegakkan keadilan terhadap kasus HAM


Kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental dan tak ternilai demi
terlaksananya hak asasi manusia yang lainnya. Setiap orang berhak untuk
menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau dan kondusif bagi
kehidupan manusia yang berderajat yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, maka
hak atas kesehatan dapat dimaknai sebagai bagian dari seperangkat hak yang
melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi,
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (vide Pasal 1 angka
1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Oleh karena itu, maka terdapat
konsekuensi perlindungan terhadap impelmentasi pelaksanaan hak atas kesehatan
tersebut secara maksimal sehingga tidak ada tindakan yang bersifat mengurangi,
menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia seseorang. Hak atas
kesehatan secara tegas telah dijamin dalam instrumen hukum dan HAM, baik
nasional dan internasional. Instrumen nasional merujuk pada ketentuan Pasal 28
H ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM dan UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam instrumen HAM
internasional, hak atas kesehatan diatur melalui Pasal 25 ayat (1) dan (2)
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh
Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 dengan Resolusi 217 A
(III). Ayat (1) berbunyi, setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai
untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas
pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial
yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit,
cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Sedangkan ayat (2) justru memberikan penegasan perlindungan terhadap Ibu dan
anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Rujukan tersebut,

5
secara teknis ditekankan melalui Pasal 12 Kovenan Internasional Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200
A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966 dan telah diratifikasi oleh Indonesia
melalui UU Nomor 11 Tahun 2005, menyatakan bahwa Negara Pihak dalam
Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang
dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental. Sedangkan untuk mencapai
perwujudan hak kesehatan tersebut, negara harus melakukan tindakan sekurang-
kurangnya 4 (empat) hal yaitu: (1) menyusun ketentuan-ketentuan untuk
melakukan pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta
perkembangan anak yang sehat; (2) melakukan perbaikan semua aspek kesehatan
lingkungan dan industri; (3) melakukan pencegahan, pengobatan dan
pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang
berhubungan dengan pekerjaan, dan  (4) penciptaan kondisi-kondisi yang akan
menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.
Komentar Umum Hak EKOSOB Nomor 14 terkait dengan "Hak atas Standar
Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau" menegaskan bahwa hak atas
kesehatan dalam segala bentuknya dan semua levelnya mengandung elemen yang
penting dan terkait penerapan yang tepat akan sangat bergantung 4 (empat) hal:
Pertama, ketersediaan. Pelaksanaan fungsi kesehatan publik dan fasilitas
pelayanan kesehatan, barang dan jasa-jasa kesehatan, juga program-program,
harus tersedia dalam kuantitas yang cukup. Kedua, aksesibilitas. Fasilitas
kesehatan, barang dan jasa, harus dapat diakses oleh tiap orang: a) Tidak
diskriminasi, harus dapat diakses oleh semua,terutama oleh masyarakat yang
marginal; b) Akses secara fisik, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat
terjangkau secara fisik dengan aman bagi semua, terutama bagi kelompok yang
tidak beruntung secara sosial. Kesamaan mensyaratkan bahwa masyarakat miskin
tidaklah harus dibebani biaya kesehatan secara tidak proporsional dibandingkan
dengan masyarakat kaya; d) Akses informasi, aksesibilitasnya mencakup hak
untuk mencari dan menerima atau membagi informasi dan ide, mengenai
masalah-masalah kesehatan. Ketiga, penerimaan. Segala fasilitas kesehatan,
barang dan pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai secara budaya,
misalnya menghormati kebudayaan individu-individu, kaum minoritas, kelompok
dan masyarakat, sensitif terhadap jender dan persyaratan siklus hidup. Keempat,
kualitas. Selain secara budaya diterima, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus
secara ilmu dan secara medis sesuai serta dalam kualitas yang baik.

6
Hal ini mensyaratkan antara lain, personil yang secara medis berkemampuan,
obat-obatan dan perlengkapan rumah sakit yang secara ilmu diakui dan tidak
kedaluwarsa, air minum aman dan dapat diminum, serta sanitasi yang memadai

Peristiwa Debora ini harus menjadi momentum oleh pemerintah untuk melakukan
audit bidang kesehatan dengan merujuk pada standar dan norma HAM tersebut di
atas yang meliputi aspek ketersediaan, aksesibiltas, peneriman dan kualitas. Audit
ini kiranya, untuk sementara difokuskan pada satu rumah sakit yang diduga
terkait dengan peristiwa Debora ini. Kewajiban ini sejalan dengan konsep bahwa
tanggung jawab utama dalam upaya perlindungan, pemenuhan dan penegakan
HAM adalah negara melalui pemerintah. Langkah selanjutnya adalah dengan
memperluas cakupan audit bidang kesehatan di seluruh Indonesia. Dengan
demikian, maka akan terlihat sejauh mana peran-peran entitas bidang kesehatan,
termasuk rumah sakit, baik milik pemerintah dan swasta dalam membantu
penyediaan dan pemanfaatan layanan bidang kesehatan yang sejalan dengan
tujuan negara untuk meyediakan penikmatan standar kesehatan tertinggi kepada
masyarakat. Bahwa hasil audit ini harus menjadi rujukan oleh pemerintah untuk
mengambil tindakan baik perubahan kebijakan, pengaturan, keputusan, evaluasi
dan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Selain itu,
pemerintah berkewajiban melakukan pemaksaan terhadap entitas bisnis bidang
kesehatan untuk melakukan pemulihan terhadap hak-hak korban. Apabila korban
meninggal dunia dan terbukti hasil pemeriksaan secara hukum menunjukan
adanya kelalaian dan/atau kesengajaan, maka terdapat kewajiban untuk
mempertanggung jawabkan secara pidana. Dengan demikian diharapkan,
masyarakat Indonesia akan semakin menikmati standar kesehatan tertinggi yang
dapat dijangkau dan kondusif. Ini sebagai bagian memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku. Pelanggaran HAM dapat
dikelompokan menjadi 2 macam yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM
ringan. Pelanggaran HAM dapat dilakukan oleh pihak Negara dan bukan Negara.

B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM
orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula
HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita
harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang
lain.

8
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Asvi Warman. 2009. Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan


Peristiwa. Jakarta : Kompas

Baharudin, JH. 2006. Detik-Detik yang Menentukan:  Jalan Panjang Indonesia Menuju


Demokrasi. Jakarta: TCH Mandiri.

Pambudi, A. 2007. Kontroversi Kudeta Prabowo. Yogyakarta: Media Pressindo.

Poesponegoro, MD dan Nugroho Notosusanto. 1993. Seajarah Nasional Indonesia Jilid


V. Jakarta : Balai Pustaka.

Ricklef, MC. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : Serambi.

Zen, Kiplan. 2004. Konflik dan Integrasi TNI AD. Jakarta: Instute for Policy Studies.

Zon, Fadli. 2009. Politik Huru Hara Mei 1998. Jakarta : Instute for Policy Studies

Pour, Julius. 2011.Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan & Petualang


. PT KompasMedia Nusantara. Jakarta.

Muhammad Rizky Widhiarto, Eddy Riffa’i, Tri Andrisman. ANALISIS


PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATASAN MILITER TERHADAP TINDAK
PIDANA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA BERAT (Studi Kasus Talang Sari).
Unila

Muhammad Rizky Widhiarto, Eddy Riffa’i, Tri Andrisman. ANALYSIS OF CRIMINAL


ACCOUNTABILITY MILITARY SUPERIORS THE COMMISSION OF A CRIME
AGAINST HUMAN RIGHTS ABUSES HEAVILY. Unila

Dimas Prayoga. Hak Asasi Manusia. UNJ

Devira Fajri Nur. KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

9
DALAM PERSPEKTIF PANCASILA. UNJ

Nena yohana wati. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila. UNJ

https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-g30spki/
Kisah Bayi Debora dan Pentingnya Implementasi Hak atas Kesehatan - Kompas.com

10

Anda mungkin juga menyukai