Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematangan beragama menjadi puncak dari proses perkembangan
beragama seorang umat yang beragama, dengan melewati berbagai tingkat
kesulitan dalam memahami agama yang dianutnya sehingga
menjadikannya lebih memahami dan mengerti agama tersebut. Sedang
agama sendiri bukan hal yang mudah untuk dipahami kecuali bagi orang
yang senantiasa melakukannya dengan ikhlas hanya karena Tuhanya dan
kemudian Tuhan mengizinkan atau meridhainya sehingga dipermudah
dalam menjalankannya.
Kematangan beragama juga kerap disandingkan dengan keimanan,
sebab hakikatnya kematangan beragam ialah kematangan keimanan
seseorang terhadap Tuhannya. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang
semakin tinggi pula kematangan beragamanya.
Kematangan beragama ini ditandai dengan sikap, tingkah laku
yang menjadi wujud dari jiwa keberagamaan yang dimiliki individu,
penerapan setiap ajaran agama kepada tatanan hidup dan kesehariannya.
Kemudian memang kebanyakan masyarakat yang sudah matang dalam
keberagamaannya senantiasa selalu mengamalkan setiap ajaran yang
diperolehnya, kematangan dalam beragama tercapai sebab dalam
menjalani kehidupan senantiasa berdasarkan ajaran agamanya secara
berkelanjutan.
Dalam hal manifestasi terutama dalam keberagaman justru berfikir
lebih luas dan tidak hanya memandang dari satu sisi akan tetapi juga
melihatberbagai aspek yang berkaitan sehingga terketahui simpulannya
yang menyeluruh. Sebab agama ini untuk menjadi salah satu sarana
adanya kedamaian di dunia ini bukan menjadi penyebab perseteruan satu
sama lain. Untuk mengetahui lebih jelasnya lagi dalam hal indikator dan
juga manifestasinya dalam perilaku keberagaman, akan dibahas dalam
makalah ini di halaman selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan indikator kematangan beragama?
2. Apakah manifestasi kematangan keberagamaan dalam perilaku
keberagaman?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan
indikator kematangan beragama.
2. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi kematangan
keberagamaan dalam perilaku keberagaman.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Indikator Kematangan Beragama


Kematangan dalam beragama, erat sekali kaitannya dengan
keimanan. Keimanan sendiri ialah kepercayaan terhadap Tuhan yang
menciptakan dengan kepercayaan yang yang penuh tanpa keraguan
sedikitpun. Bagi orang-orang yang beriman menjadikan keridhaan tuhan
sebagai tujuan utamanya dalam kehidupan di dunia ini. Sedangkan bagi
seorang muslim tingkat kematangan beragama ditunjukan dengan
keimanan atau tingkat orientasinya kepada Allah SWT dan utusan- Nya
sesuai pedoman agama islam yakni yang tercantum dalam kitab suci Al-
Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an suroh Al-Mujadilah
ayat 11 dan Al-A’laq ayat 1-5.
Kematangan beragama merupakan puncak dari perkembangan
rohani yang sebelumnya telah dipengaruhi oleh beberapa faktor dan
melalui tingkatan beragama yang diukur dengan tingkat kemampuan
secara rohani. Beda halnya dengan perkembangan jasmani, dimana ukuran
perkembangan tersebut diukur melalui pertumbuhan fisik dan puncak
perkembangannya disebut dengan istilah kedewasaaan. Dan tidak hanya
itu kematangan beragama juga merupakan suatu pengahayatan atau
pemahaman dari nilai ajaran agama yang kemudian diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
Menurut Fowler dan Hackett (1982:57) mengemukakan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan beragama ada 3, yakni:
pengalaman religious, pendidikan dan pengambilan peranan.1
1. Pengalaman religius
Suatu peristiwa, kejadian, hal yang dilalui dalam kehidupan
yang kaitannya dengan keagamaan menjadi pengaruh dalam

1
Wahyuni. 2011. Hubungan Kematangan beragama dengan Konsep Diri. Riau : Jurnal Hikmah
Vol. 8 No. 1. FAI Uniiversitas Islam Riau. Hal, 4.
tingkat kematangan beragama, dikatakan dalam kalimat yang
populer bahwasannya pengalaman adalah guru terbaik dalam
kehidupan. Dengan sebuah pengalaman seseorang mendapatkan
pemahaman akan sesuatu hal langsung secara nyata dan praktik
sehingga gambarannya pun tergambar secara jelas. Sederhananya
kematangan beragama sebab faktor ini didapat langsung pada diri
sendiri tanpa dipengaruhi orang lain dan bisa disebut juga sebagai
petunjuk langsung dari Tuhan. Semakin banyak pengalaman yang
dilalui semakin matang keberagamaannya.
2. Pendidikan
Pendidikan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
terhadap kematangan beragama. Mempengaruhi melaui kognitif
secara teori yang diperoleh dari sejak awal dalam lingkup keluarga
kemudian ditambah pengetahuan yang diperoleh sendiri dari
jenjang Pendidikan yang dilalui. Yang memang awalnya
bersumber dari utusan Tuhan untuk menyampaikan apa yang
seharusnya disampaikan kemudian secara turun temurun
disampaikan sehingga sampai kepada generasi selanjutnya. Seperti
halnya dalam agama Islam Pendidikan agama berasal dari Rasul
yang mendapat wahyu Allah kemudian turun temurun disampaikan
kepada umat Islam. Pendidikan yang didapat pada awalnya hanya
dasar saja kemudian terus menerus didapatkan sehingga semakin
banyak paham dan tahu maka semakin matang keberagamaannya
pula.
3. Pengambilan peranan
Maksud peranan disini ialah kemampuan individu
mengambil pandangan orang lain kemudian menghubungkannya
dengan pendapat diri sendiri. Jadi ketika orang lain berpendapat
mengenai keagamaan atau yang berhubungan dengan hal tersebut
baik itu melengkapi, menjadi perbandingan atau penjelas
pemahaman awal kemudian direlasikan dengan pandangan yang
dipahami diri sendiri menjadi sebuah pemahaman agama yang
lebih lengkap atau sempurna maka akan menjadikan keberagamaan
seseorang meningkat atau bahkan mencapai kematangan.

Selanjutnya pembahasan inti dari bagian A ini yakni mengenai


indikator kematangan beragama. Indikator dalam KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia) ialah sesuatu yang dapat memberikan atau menjadi
petunjuk atau keterangan.2 Dalam hal kematangan beragama ini
dimaksudkan sebagai petunjuk untuk mengetahui atau mengenali yang
manakah atau seperti apakah suatu kematangan keberagamaan. Dapat
disebut juga sebagai ciri-ciri kematangan keberagamaan yakni dengan
tujuan yang sama untuk mengetahui atau mengenali seperti apakah
kematangan beragama.
Menurut Jalaludin (2010:76), kemampuan seseorang untuk
mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai
luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku
merupakan ciri dari kematangan beragama. Keyakinan akan ditampilkan
dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan
terhadap agamanya.3
Walter Houton Clark seoranga ahli psikologi agama menyatakan
bahwa ciri-ciri keberagamaan yang matang antara lain: lebih kreatif,
kritis dan otonom dalam beragama, memperluas perhatiannya terhadap
hal-hal diluar dirirnya, tidak puas dengan rutinitas ritual dan
verbalisasinya.4 Kemudian menurut Gordon Allport, ciri-ciri kematangan
beragama antara lain: berpengetahuan luas dan rendah hati, menjadikan
agama sebagai kekuatan motivasi, memiliki moralitas yang konsisten,
pandangan hidup yang komprehensif, pandangan hidup yang integral,
selalu mencari kebenaran.5

2
https://kbbi.web.id/indikator.html. diakses pada tanggal 11/11/2021 pukul 11:26 WIB.
3
Wahyuni. 2011. Hubungan Kematangan beragama dengan Konsep Diri. Riau : Jurnal Hikmah
Vol. 8 No. 1. FAI Uniiversitas Islam Riau. Hal, 3.
4
Faiz. 2019. Front Pembela Islam : Antara Kekerasan dan Kematangan Beragama. Yogyakarta:
Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol. 8 No. 2. UIN Sunan kalijaga Yogyakarta. Hal, 358.
5
ibid
Berdasarkan kedua pendapat tersebut mengenai indikator atau ciri
kematangan beragama ini dapat dirangkum menjadi 7 poin, yaitu:
1. Mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-
nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan
bertingkah laku.
Maksudnya nilai agama menjadi nilai yang paling tinggi
dalam pedoman hidupnya, kemudian menjadikan nilai agama
tersebut diterapkan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari baik diruang lingkup keluarga, bertetangga,
bermasyarakat, berbangsa, bernegara.
2. Lebih kreatif, kritis dan otonom dalam beragama.
Seseorang yang sudah matang dalam beragama itu dalam
berfikir mereka lebih kreatif dan kritis. Seperti contoh dalam
menanggapi suatu masalah tidak akan berhenti sampai hal tersebut
selesai yakni dengan berbagai cara dilakukan mempergunakan
pemikiran atau akalnya secara maksimal sebab Tuhan pun
memberikan akal kepada hamba-Nya untuk berfikir mengenai
ciptaan-Nya. Kemudian dalam menerima sesuatu hal tidak asal
menerima, akan tetapi mencari kejelasan hal tersebut sejelas
mungkin. Selanjutnya otonom dalam beragama yakni seseorang
dalam beragamanya itu bebas, maksudnya tidak terkekang atau
terikat yang sesuatu yang akan mengahalanginya dalam beragama
atau menunaikan perintah dalam keberagamaannya.
3. Memperluas perhatian terhadap hal-hal diluar dirinya.
Perhatiannya tidak hanya berfokus pada diri sendiri saja,
akan tetapi memperhatikan disekitarnya pula, peduli terhadap
makhluk dan ciptaan Tuhan yang lainnya. Perhatian disini tidak
hanya memperhatikan secara penglihatan saja tapi juga dengan ikut
serta jika terjadi suatu hal yang diluar dari seharusnya atau pada
biasanya. Sebab manusia merupakan pemimpin di bumi ini, yakni
yang mengatur, menjaga, merawat segala sesuatu hal dibumi ini.
4. Tidak puas dengan rutinitas ritual dan verbalisasinya dan selalu
menmcari kebenaran.
Meski selalu melakukan rutinitas ritual dan verbalisasi akan
tetapi tidak pernah puas dengan hal tersebut, sebab ukuran
penilaian dari perihal keagamaan atau keimanan tidak ada ukuran
penilaiannya, yang ada hanya kriteria keimanan atau keberagamaan
yang disampaikan kepada umat beragama yang merupakan patokan
dalam beragama sebagai petunjuk agar mendapat keridhaan
Tuhannya. Penilaian itu sendiri hanya ada pada Tuhannya tidak ada
yang mengetahuinya. Kemudian karena ketidakpuasan tersebut
maka selalu meningkatkan keimanannya dan selalu mencari
kebenaran setelah mendapat suatu kebenaran dalam mencari
pengetahuan karena pengetahuan itu memang tidak ada habisnya,
sangatlah luas sehingga sering dikatakan bahwa ilmu Tuhan itu
luas sehingga tidak ada yang mampu mencari dan memiliki ilmu
tersebut akan tetapi ilmu atau pengetahuan harus tetap dicari
sampai ajal menjemput diri.
5. Berwawasan luas dan rendah hati.
Pengetahuaannya sendiri luas, tidak hanya mengetahui
dasar dari suatu ilmu akan tetapi juga lebih dalam lagi dari itu
tetapi meskipun seperti itu tidak menjadikannya tinggi hati merasa
lebih dari orang lain atau merasa paling bisa bahkan malah menjadi
lebih merasa rendah hati sebab ilmu Tuhan itu memang luas dan
yang didapat pun hanya ibarat satu tetes dari satu lautan samudra,
sungguh tidak ada bandingannya sama sekali.
6. Agama sebagai motivasi.
Motivasi dalam kehidupan sangatlah beragam dan banyak,
kemudian motivasi yang dapat diambil juga dapat lebih dari satu
dalam menjalani kehidupan ini. Dalam hal kematangan beragama
ini agama menjadi motivasi utama dalam menjalani kehidupan
sebagaimana Tuhan menciptakan manusia yakni untuk selalu
beribadah kepada-Nya maka manusia sudah seharusnya masalah
iman, agama menjadi hal yang nomor satu. Dalam menghadapi
masalah selalu kembali lagi kepada motivasi utama yakni agama,
mempercayai bahawa Tuhan pula yang menciptakan masalah
dirinya, masalah dan segala sesuatu hal yang terjadi dna tidak akan
Tuhan memberikan masalah pun tanpa seseorang tersebut memiliki
kapasitas untuk mengahadapinya dan pasti pula Tuhan
memberikan solusinya. Ibarat cuaca, tidak akan terus mendung
atau hujan juga tidak akan terus cerah atau panas.
7. Moralitas yang konsisten.
Moralitas yang dilaksanankannya senantiasa konsisten atau
dalam agama islam ini yakni istiqomah dalam berakhlakul
karimah. Karena keimanannya sudah matang yakni mencapai
puncak tingkat beragamanya maka akhlak atau moralitas yang
memang seharusnya dilakukan secara berkelanjutan atau konsisten
tidak pernah absen dalam hidup yang dijalaninya. Moralitas dalam
agama memang merupakan sebuah keharusan atau kewajiban yang
mana moralitas inilah yang menjadi salah satu faktor kehidupan
orang yang beragam menjadi damai dan tentram.
8. Pandangan hidupnya integral dan komprehensif.
Dalam menjalani kehidupan berpandangan dengan integral
dan komprehensif. Integral sendiri maksudnya adalah secara luas
dan komprehensif artinya menyeluruh terhadap berbagai aspek.
Jadi berpandangan itu tidak sempit, memandang sesuatu hal tidak
hanya melihat dari satu sisi tapi mencari berbagai aspek atau sisi
sehingga dapat diketahui secara luas dan menyeluruh tentang
sesuatu hal tersebut.
B. Manifestasi Kematangan Beragama dalam Perilaku Keberagaman
Manifestasi dalam KBBI sendiri ialah perwujudan sebagai suatu
pernyataan perasaan atau pendapat dan atau perwujudan atau juga bentuk
dari sesuatu yang tidak kelihatan.6 Kematangan beragama ini ketika
dimanifestasikan kedalam perilaku keberagamaan ialah
6
https://kbbi.web.id/indikator.html. diakses pada tanggal 11/11/2021 pukul 20:59 WIB.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuni, Ida Windi. 2011. Hubungan Kematangan beragama dengan Konsep


Diri. Riau : Jurnal Hikmah Vol. 8 No. 1. FAI Uniiversitas Islam Riau.
Faiz. 2019. Front Pembela Islam : Antara Kekerasan dan Kematangan
Beragama. Yogyakarta: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol. 8 No. 2. UIN Sunan
kalijaga Yogyakarta.
https://kbbi.web.id/indikator.html. diakses pada tanggal 11/11/2021 pukul
11:26 WIB dan 20:59..

Anda mungkin juga menyukai