Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Awal Islamisasi di Afrika Utara


(Peran Dinasti Rustamiyah-Khawarij, Dinasti
Idrisiyah-Syi’ah dan Dinasti Aghlabiyah-Sunni)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. M. Abdul Karim, Doubel M. A.

Oleh:
Maksum
NIM.: 13913013

Konsentrasi Ekonomi Islam


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
A. Pendahuluan
Kontak pertama kali Afrika dengan Islam terjadi pada masa Nabi
Muhammad SAW setelah beberapa sahabatnya hijrah ke Habsy dan mendapatkan
perlakuan yang baik dari masyarakat dan penguasa yaitu Raja Najjasyi atau
Negus. Panglima Amr ibn ‘Ash pada masa Khalifah Umar menguasai Mesir (639-
644 M) setelah mengalahkan tentara Bizantium. Penaklukan Afrika Utara
dilanjutkan oleh Khalifah berikutnya Usman ibn ‘Affan dengan mengirim
Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarah. Kekalahan yang dialami oleh pasukan
Bizantium membuat penguasa Bizantitum meminta diadakan genjatan senjata.
Pada masa Dinasti Umayah ‘Uqbah ibn Nafi’ menjadi gubernur di Afrika pada
666 M dengan ibu kota di Fustat. 1 Pada awal perkembangannya daerah Afrika
Utara menjadi tempat dinasti Idrisiyah yang beraliran syiah di Maroko, Dinasti
Aghlabiyah yang beraliran Sunni di Tunisia, Dinasti Rustamiyah yang beraliran
Khawarij di Aljazair, Dinasti Ibn Toulun di Mesir, dan lainnya. Pembahasan
dalam kajian ini lebih diarahkan kepada peran ketiga dinasti yang berbeda aliran
yaitu Syiah, Khawarij, dan Sunni dalam Islamisasi di Afrika Utara.
B. Kondisi Geografis dan Penduduk Asli Afrika Utara
a. Kondisi Geografis Afrika Utara
Dalam terminologi Arab, daerah-daerah yang termasuk bagian dari
Afrika Utara meliputi: lembah sungai Nil bagian bawah yang disebut
dengan al-Misr (Mesir modern); wilayah Libya, Cyenacia, Tripolitania dan
Tunisia, yang seluruh wilayah itu dikenal orang-orang Arab sebagai Afrika;
serta wilayah Aljazair dan Maroko, yang oleh orang-orang Arab dikenal
dengan sebutan al-Maghribi. Daerah-daerah itulah yang termasuk bagian
dari Afrika Utara.2
Saat ini daftar negara-negara Afrika Utara menurut Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) adalah Algeria (Aljazair), Egypt (Mesir), Libya,
Morocco, Sudan, Tunisia, dan Western Sahara (Sahara Barat). Kadangkala

1
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Edisi Revisi), (Yogyakarta:
Bagaskara, 2014), hlm. 184.
2
Siti Maryam, dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, cet. kedua
(Yogyakarta: LESFI, hlm. 220.

2
negara-negara berikut dimasukkan pula Mauritania, Ethiopia, Eritrea, dan
lain-lain.3 Daerah ini merupakan gurun sahara yang memisahkan Afrika
menjadi dua bagian, yaitu Afrika Utara dan Afrika yang sebenarnya. Gurun
Sahara adalah nama sebuah padang pasir terbesar di dunia. Nama "Sahara"
diambil dari bahasa Arab yang berarti "padang pasir". Bahasa Arab pada
gilirannya mengambil dari bahasa Sumeria. Padang pasir ini membentang
dari Samudra Atlantik ke Laut Merah. Dari Laut Tengah di utara sampai ke
Sahel di sebelah selatan. Dari Mauritania di sebelah barat ke Mesir di
sebelah timur. Padang pasir ini membagi benua Afrika menjadi Afrika Utara
dan Afrika "yang sejatinya". Kedua bagian benua ini sangat berbeda, baik
secara iklim maupun budaya. Luas padang pasir ini sekitar 9.000.000 km2.4
b. Penduduk Asli Afrika Utara
Nama Berber dalam sejarah Yunani dan Romawi Timur dikenal
dengan non-Yunani dan non-Bizantium, atau sama dengan sebutan ‘Azam
dalam bangsa non-Arab. Asal mula bangsa ini dari tengah-tengah Asia
bahkan ada yang menyebut dari daerah Caucasus, Asia Tengah. Mereka
mengembara dan berkelana sampai ke Eropa Utara, perbatasan Eropa Timur
sebelum Masehi. Karena tidak dapat masuk ke wilayah Romawi dalam
waktu yang lama akhirya orang Berber ada yang bermukim di sekitar
lembah Sungai Dniper (Ukraina). Adapun suku Berber yang terkenal
sebagai Vandal di Iberia datang dari Bayern (Jerman), kemudian nama
Iberia diubah atas nama mereka menjadi Vandalusia. Mereka kalah bersaing
dengan Goth (Gothia Barat salah satu ras yang kuat diantara suku-suku
Jerman), dan terusir ke Afrika Utara dengan jumlah 80.000 orang di bawah
pimpinan Geiserik (Vandal). Di Afrika, Geiserik mengalahkan tentara
Bizantium dan menguasai ibu kota provinsi Pemerintahan Romawi di
Afrika: Carthge, Tunisia, Afrika Utara. Pemerintah Romawi akhirnya
mengadakan genjatan senjata dan mengakui penguasa baru yang pemenang

3
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Utara pada hari Selasa tanggal 02 September
2014 jam 10.40.
4
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gurun_Sahara pada hari Selasa tanggal 02
September 2014 jam 10.43.

3
perang, yaitu Geiserik, sebagai penguasa yang berdaulat. Sejak saat itu,
penduduk Afrika Utara terkenal sebagai bangsa Berber, sedang di belahan
dunia yang lain sebutan Berber atas diri mereka lambat laun hilang.5
Kehidupan sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah kehidupan
masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad, (berpindah-pindah
tempat) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah kekuasaan
Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar.
Umumnya mereka dipengaruhi oleh para elit kota yang mengadopsi bahasa,
gagasan dan adat istiadat para penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak.
Selanjutnya, setelah orang-orang Vandal (Barbar) memperoleh
kemenangannya, pengaruh Romawi di sebagian besar Afrika mulai berhenti,
kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara bertahap
muncul kembali.6
C. Masuknya Islam di Afrika Utara
Masuknya kekuasaan Islam di Afrika dimulai ketika Panglima Amr ibn
‘Ash pada masa Umar ibn Khattab menguasai Mesir (639-644 M) setelah
mengalahkan tentara Bizantium. Dilanjutkan oleh Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi
Sarah masa Usman ibn ‘Affan yang berhasil mengalahkan tentara Romawi dalam
peperangan di laut (Laut Tengah) dan terus maju sampai ke Barqah dan Tripoli
yang jatuh ketangannya. Pasukan Abdullah maju terus ke arah Carthage, ibu kota
Romawi di Afrika Utara waktu itu. Akhirnya atas permintaan dari penguasa
Bizantium diadakan genjatan senjata. Mendengar berita perjanjian damai tersebut
Raja Constantine III sangat marah dan ia menghendaki supaya semua wilayah
kekuasaannya yang telah jatuh di tangan kaum muslim, harus direbut kembali.
Pada saat itu situasi politik di Madinah kurang mendukung untuk melanjutkan
perang yang akhirnya Khalifah Usman terbunuh dan keadaan kacau sampai Ali
juga terbunuh.7
‘Uqbah ibn Nafi’ merupakan gubernur Afrika pada masa Muawiyah ibn Abi
Sofyan, pendiri Dinasti Umayah. Dia memulihkan keadaan disana sepenuhnya
5
Karim, Sejarah, hlm. 183.
6
Maryam, Sejarah., hlm. 220.
7
Karim, Sejarah Ibid., hlm. 184.

4
yang sebelumnya para pemimpin daerah itu telah berjanji dengan kaum mulim
untuk hidup damai. Pada tahun 50 H/670 M ‘Uqbah mendirikan kota militer yang
termasyhur, Qayrawan, di sebelah selatan Tunisia. Tujuannya adalah untuk
mengendalikan orang-orang Barbar yang ganas dan sukar diatur, dan juga untuk
menjaga terhadap perusakan-perusakan yang dilakukan oleh orang-orang Romawi
dari laut. Perjalanan ‘Uqbah yang cemerlang itu, dan pukulan-pukulannya yang
menghancurkan orang-orang Romawi dan Barbar, telah membuat negeri itu aman
selama beberapa tahun.8
Penguasa Afrika kemudian diberikan kepada Maslamah oleh Muawiyah
karena ia memiliki ikatan hubungan perjanjian rahasia dengan Maslamah dan
Abul Muhajir. Daerah Qayrawan (Ifriqiyah) kemudian diberikan kepada Abul
Muhajir oleh Maslamah.
Pada periode II –masa Yazid I—‘Uqbah ibn Nafi’ diangkat kembali sebagai
penguasa Ifriqiyah dan melanjutkan perluasan wilayah sampai ke Maroko
sehingga seluruh Ifriqiyah dan daerah al-Maghrib al-Aqsa jatuh di tangannya
secara cepat dan waktu yang singkat sehingga ‘Uqbah dijuluki Alexander muslim
I. ‘Uqbah dikalahkan Kusaila (kepala suku bangsa Berber) di Tahuza. Sejak saat
itu, orang-orang Islam tidak berdaya mengembalikan kekuasaannya di Afrika
Utara, karena selain berhadapan dengan bangsa Barbar, mereka juga harus
berhadapan dengan bangsa Romawi yang memanfaatkan kesempatan dalam
pemberontakan Kusail tersebut. Kusaila sendiri dikalahkan oleh Zuhair ibn Qais
al-Balawi yang merupakan wakil dari ‘Uqbah yang diangkat menjadi
penggantinya pada masa Abd al-Malik ibn Marwan. Situasi politik yang sedang
memanas di Arab, Iraq dan Persia membuat Khalifah Abdul Malik terlambat
mengirimkan bantuan sehingga Zuhair gugur oleh serangan Bizantium. Pengganti
berikutnya adalah Hasan ibn Nu’man (709 M) yang bersamaan dengan munculnya
Kusailah II, Kahina (pendeta wanita yakni ahli nuzum). Kisah-kisah itu pada
periode ini kurang jelas baik secara fakta dan urutan-urutan kejadiannya belum
dipastikan. Selanjutnya Musa ibn Nusair diangkat menjadi Gubernur Jenderal
menggantikan Hasan. Sebagai catatan, pada akhir kekuasaan dua penguasa Afrika

8
Maryam, Sejarah., hlm. 221

5
Utara itu, anak turunan dari Kahina hanyak konversi Islam, dalam sejarah disebut
Mawali.9
D. Islamisasi Afrika Utara
Kekuasaan Islam di Afrika Utara tidak berjalan mulus. Ketika Islam
pertama kali masuk daerah ini, guncangan politik akibat pemberontakan yang
dilakukan oleh orang-orang Barbar dan orang-orang Romawi muncul bergantian.
Dalam kondisi ini penyebaran Islam tidak bisa berjalan dengan baik. Pada masa
Musa ibn Nusair terjadi perubahan sosial dan politik yang cukup drastis.
Perlawanan orang-orang Barbar dapat dikalahkan dan dominasi politik berada di
tangan orang-orang muslim sehingga dakwah Islam menyebar dengan kecepatan
yang luar biasa. Hal-hal inilah yang mendorong sebagian sejarawan menganggap
Musa ibn Nusair sebagai “penakluk yang sesungguhnya” (the true conqueror) atas
Afrika Utara. Perubahan sosial dan politik sejak Musa memegang kendali
pemerintahan menjadi modal yang sangat besar bagi pembangunan fondasi
peradaban Islam di Afrika Utara, khususnya berkaitan dengna kebijakan
islamisasinya. Tampaknya dialah yang memainkan peran menentukan dalam
membuat stabilitas keamanan dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam di daerah itu.
Tetapi sesungguhnya, informasi mengenai fenomena islamisasi orang-orang
Barbar itu sangat sedikit. Para sejarawan tidak memberikan sumbangan yang
memadai tentang hal ini, khususnya lagi mengenai peran Musa di atas.
Satu hal yang perlu dikemukakan, bahwa seluruh pemberontakan yang
terjadi di Afrika Utara dilakukan oleh orang-orang Barbar dan kaum Khawarij.
Tidak diketahui bagaimana paham Kharijiyah masuk ke daerah itu dan kemudian
menyebar di sana. Yang pasti semangat egalitarian dan karakter oposisinya
terhadap pemerintahan Bani Umayah telah merefleksikan aspirasi orang Barbar.
Orang-orang Khawarij tidak hanya ‘menyebarkan’ Islam saja, tetapi juga
membawa orang-orang Barbar kepada pengetahuan yang mendalam mengenai
agama itu, khususnya di Jabal Nafusa dan daerah Tahart. Upaya orang-orang
Khawarij ini menyebabkan Islam menjadi benar-benar mengakar di daerah Afrika
Utara. Di sisi lain, bahasa Arab mengalami kemajuan pesat di berbagai kota

9
Karim, Sejarah Ibid., hlm. 185

6
sebagai bahasa percakapan, yang mana hal itu muncul sampai sekarang. Arabisasi
daerah Maghrib tersebut dilakukan oleh orang-orang Badui (Arab) yang
bermigrasi ke sana. Banyak orang-orang Barbar, baik yang nomad maupun yang
menetap, melakukan perkawinan silang dengan pendatang baru itu; meskipun ada
juga kelompok-kelompok Barbar perdalaman yang mempertahankan bahasa dan
adat istiadat mereka. Hal ini disebabkan kesamaan peradaban yang dibawa oleh
orang-orang Badui dengan peradaban penduduk setempat yaitu kesukuan dan
peladang. Dengan cara inilah secara bertahap terbentk pendudk Barbar-Arab yang
sampai sekarang mendiami sebagai besar Afrika Utara.10
E. Peran Dinasti-Dinasti Islam di Afrika Utara
a. Dinasti Rustamiyah di Aljazair (761-909 M)
Dinasti ini dipelopori oleh Abdurrahman ibn Rustam yang beraliran
khawarij ibadiyah. Keberadaan dinasti ini yang radikal, equalitarian dan
religio-politis sebenarnya merupakan protes terhadap dominasi Arab yang
sunni. Di timur, Kharijiyah merupakan sekte minoritas yang ekstrem dan
kasar, sementara di barat, Kharijiyah merupakan sebuah gerakan massa dan
lebih moderat.11 Ibu kotanya adalah Tahart yang berhubungan dengan kota
Aures, Tripolitania dan Tunisia Selatan. Dinasti ini bersekutu dengan Bani
Umayah di Spanyol karena terjeit oleh Idrisiyah yang Syi’i di barat dan
Aghlabiyah yang Sunni di timur. Dinasti ini berakhir dengan jatuhnya
Tahart ke tangan para penyebar dakwah Fatimiah tahun 296 H/909 M.
Walaupun secara politis Rustamiyah di bawah kekuasaan Fatimiyah, tetapi
ajaran Khawarij masih berkembang dan berpengaruh di beberapa wilayah
Maghrib seperti Oase Mazb Aljazair, Pulau Jerba di Tunisia, dan Jabal
Nefusa hingga kini. Tahart di masa Rustamiyah mengalami kemakmuran
yang menakjubkan dan sebagai persinggahan di Utara di antara salah satu
rute-rute kafilah trans-Sahara, juga merupakan pusat ilmu pengetahuan
agama yang tinggi khususnya aliran Khawarij untuk seluruh Afrika Utara

10
Maryam, Sejarah., hlm. 222.
11
C. E. Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: MIZAN, 1980), hlm. 44.

7
dan bahkan di luar wilayah tersebut, seperti Oman, Zanzibar, dan Afrika
Timur.12
b. Dinasti Idrisiyah di Maroko (788-974 M)
Idris ibn Abdullah merupakan salah seorang keturunan Nabi
Muhammad SAW yaitu cucu dari Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib. Idris
pernah juga ikut serta dalam pemberontakan terhadap Abbasiah pada 786
M, namun karena kalah, maka ia melarikan diri ke Maroko (al-Maghribi)
dimana prestise keturunan Ali masih dihormati sehingga tokoh Barbar
Zenata di Maroko Utara menerimanya sebagai pemimpin mereka. Berkat
dukungan yang sangat kuat dari suku Barbar inilah dinasti Idrisiyah lahir.
Nama Idris kemudian dinisbahkan untuk nama dinasti ini yaitu Idrisiyah. 13
Sebelum Idrisiyah masyarakat Barbar menganut equalitarianisme
(egalitarianisme) radikal Kharijiyyah. Dinasti ini berusaha memasukkan
doktrin syi’ah ke daerah Maghribi (Maroko) dalam bentuk yang sangat
halus, maksudnya tidak dengan cara kekerasan seperti ekspansi penaklukan
atau perang.14
Ada dua alasan penting yang melatarbelakangi munculnya dinasti
Idrisiyah dan menjadi dinasti yang kokoh dan kuat. Pertama, adanya
dukungan yang sangat kuat dari bangsa Barbar yang sangat mengagungkan
Ali. Kedua, letak geografis dinasti ini yang sangat jauh dari pusat
pemerintahan Abbasiyah yang berada di Baghdad sehingga sulit untuk
ditaklukkan.15
Masa kejayaan dinasti Idrisiyah terjadi pada masa Idris I, Idris II dan
Yahya bin Muhammad. Idris I, dapat mempersatukan suku-suku barbar,
imigran-imigran arab yang berasal dari Spanyol dan Tripolitania,
membangun kota Fez sebagai pusat perdagangan, kota suci tempat tinggal
Shorfa (orang-orang terhormat keturunan Nabi dari Hasan dan Husein ibn

12
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 110.
13
Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Islam dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti
Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 128.
14
Boswort, Dinasti, hlm. 43.
15
Khoriyah, Reorientasi, hlm. 128.

8
Ali ibn Abi Thalib). Masa Yahya ibn Muhammad kemajuan kota dilihat dari
pertumbuhan penduduk dan pembangunan gedung-gedung megah serta
membangun masjid Qayrawan dan Masjid Andalusia.16
Ibu kota dinasti Idrisiyah adalah Fez (Fas). Inilah merupakan dinasti
Syi’ah pertama dalam sejarah Islam. Karena dinasti ini terletak antara
kekuatan Islam besar yaitu Umayah II di Andalusia dan Fatimiah di Afrika
Utara. Akhirnya panglima dari Hakam II di Andalusia, yaitu Ghalib Billah
melakukan aneksasi wilayah Idrisiyah. Setelah itu, maka berakhirlah
wilayah Dinasti Idrisiyah.17
c. Dinasti Aghlabiyah di Tunisia (800-909 M)
Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di bagian
barat Afrika Utara, Aghlabiyah-Sunni juga melakukan hal yang sama di
timur. Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrika Kecil, terutama
Tunisia), sempalan dari “Afrika” Latin, khalifah Harun al-Rasyid mengutus
Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah. Mereka berkuasa secara
independen dengan penguasa yang bergelar Amir dan mempengaruhi
kawasan Laut Tengah. Pada tahun 800 M Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah
(Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan
yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar.18
Banyak penerus Ibrahim terbukti sama bersemangatnya dengan
Ibrahim sendiri. Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah
konflik berkepanjangan anrara Asia dan Eropa. Dengan armadanya yang
lengkap, mereka memorak-porandakan kawasan pesisir Italia, Prancis,
Korsika, dan Sardinia. Salah satu dari mereka Ziyadat Allah I (817-838),
pada 827 mengirim ekspedisi ke Sisilia Bizantium, yang didahului oleh
operasi para bajak laut. Ekspedisi ini, juga ekspedisi-ekspedisi berikutnya,
berhasil menaklukkan pulau itu pada 902. Sisilia, sebagaimana akan kita
lihat, menjadi basis menguntungkan bagi operasi-operasi melawan wilayah
daratan, terutama Italia. Selain Sisilia, Malta dan Sardinia juga berhasil
16
Ibid., hlm. 129
17
Karim, Sejarah, hlm. 188.
18
C.E. Boswort, Dinasti, hlm. 46.

9
direbut, terutama oleh para bajak laut yang operasinya meluas jauh sampai
ke Roma. Pada saat yang sama, para bajak laut muslim dari Kreta terus-
menerus menyerbu pulau-pulau kecil di Laut Aegea, dn pada pertengahan
abad kesepuluh, mereka menyerang kawasan pesisir Yunani. Tiga prasasti
Kufik yang ditemukan di Arena mengungkapkan adanya pemukiman Arab
di sana yang diduga bertahan sampai awal abad ke sepuluh. Masjid besar
Kaiwaran, yang masih berdiri sebagai saingan bagi masjid-masjid
termasyhur ti Timur, mulai dibangun dibawah kekuasaan Ziyadat Allah dan
disempurnakan oleh Ibrahim II (874-902). Tempat berdirinya masjid itu
juga merupakan lokasi beridirinya bangunan suci ‘Uqbah, pendiri Kaiwaran.
Masjid ‘Uqbah oleh para penerusnya telah dihiasi dengan pilar-pilar marmer
yang didapat dari puing-puing Kartago, yang kemudian dimanfaatkan lagi
ileh penguasa Aghlabiyah. Menara persegi yang melengkapi bangunan
masjid ini, merupakan peninggalan bangsa Umayyah terdahulu, dan
termasuk yang paling lama bertahan di Afrika, memperkenalkan bentuk
menara ala Suriah kepada masyarakat Afrika barat-laut. Bentuk model
menara itu bahkan tidak pernah tergantikan oleh bentuk-bentuk lain yang
lebih ramping dan tinggi seperti yang ada dalam peninggalan Persia dan
bangungan ala Mesir. Dalam gaya Suriah, bata digunakan sebagaimana
gaya-gaya bangunan lain menggunakan batu. Berkat masjid ini, Qayrawan,
di mata kalangan muslim Barat, menjadi kota suci keempat, setelah Mekah,
Madinah, dan Yerussalem –salah satu dari empat gerbang surga. Dibawah
kekusaan Aghlabiyah inilah terjadi perubahan penting di tengah kawasan
Afrika kecil. Dari kawasan yang tadinya dihuni oleh para penganut Kristen
yang berbicara dengan bahasa Latin menjadi kawasan para penganut Islam
yang berbicara dengan bahasa Arab. Bagaikan rumah judi, Afrika Lain
Utara –yang menopang St. Agustinus dengan lingkungan budayanya- telah
runtuh dan tidak pernah bangkit lagi. Perubahan ini mungkin lebih
sempurna dibandingkan perubahan yang terjadi di kawasan manapun,
karena kawasan ini tidak terlalu disentuh oleh tentara muslim. Pertikaian
yang belakangan muncul dipicu oleh suku-suku Berber yang belum

10
menyerah. Pertikaian ini berbentuk sektarianisme muslim yang terpecah
belah dan sarat dengan bidah.19
Dinasti Aghlabiyah (800-909 M) berpusat di Sijilmasa, bertujuan
untuk membendung kekuasaan-kekuasaan luar dengan Abbasiah terutama
serangan Dinasti Rustamiyah (Khawarij) dan Idrisiyah. Kedua dinasti ini
sama-sama berusaha ekspansi ke al-Maghrib untuk melemahkan kekuasaan
Abbasiah di Afrika dan sekitarnya. Periode ini membawa Afrika Utara dan
kawasan pesisir Laut Tengah dalam banyak kemajuan. Dinasti ini
dilenyapkan oleh Dinasti Fatimiah ketika menguasai ibu kota Sijilmasa,
dengan mengalahkan penguasa terakhir Ziadatullah al-Aghlabi III pada 909
M.20
F. Penutup
Kondisi politik Afrika Utara yaitu suku Berber dan Khawarij pada masa-
masa berakhirnya Daulah Umayah ikut barisan untuk menggulingkan Umayah
karena mereka berfaham demokratis dan menganggap khalifah tidak hanya harus
dari golongan tertentu (Quraisy) akan tetapi boleh saja dari suku dan bangsa
manapun asal memenuhi syarat. Namun akhirnya mereka kecewa dengan sikap
Khalifah Mansur yang satu persatu menyingkirkan tokoh-tokoh yang berjasa guna
menumbangkan Dinasti Umayah untuk mendirikan Dinasti Abbasiah. Pada
akhirnya, mereka menarik dukungan dan mengganggu kestabilan politik
Abbasiah. Mereka juga kecewa dengan sikap Abbasiah terhadap mereka yang
berat sebelah dengan orang Persia. Gerakan dan pemberontakan ini baik Berber
maupun Khawarij dapat dipadamkan di bawah panglima merangkap amir, Yazid
ibn Hasan al-Muhallab (772 M0 yang berhasil menguasai Qayrawan, sebagai
pusat politik Islam di Afrika Utara.21
Perkembangan selanjutnya berdirilah Dinasti Aghlabiyah yang independen
–walaupun masih dibawah kekuasaan Abbasiah- untuk mencegah masuknya
paham Syiah dan Khawarij dari maghrib ke masyriq. Wilayah-wilayah Afrika
19
Philip K. Hitti, History of The Arabs, From the Earlest Time for the Present, alih bahasa R.
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cet. 1 (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semseta, 2002),
hlm. 571.
20
Karim, Sejarah, hlm. 189
21
Ibid., hlm. 146.

11
Utara seperti Dinasti Idrisiyah-Syiah di Maroko pada akhirnya dikalahkan oleh
Umayah II dari Andalusia sedangkan Dinasti Rustamiah-Khawarij dan
Aghlabiyah-Sunni dikalahkan oleh Dinasti Fatimiah-Syiah.

12
Lampiran 1
Peta Dinasti Rustamiyah, Dinasti Idrisiyah dan Dinasti Aghlabiyah

13
Lampiran 2
Dinasti-dinasti dan para Khalifah yang berkuasa di Wilayah Afrika Utara
1. Masa Khulafa’ al-Rasyidin:
a. Amr ibn al-Ash (641 M), masuk Mesir dan Barqah tahun 643 M
b. Abdullah ibn Abi Sarh, masuk Tripolitania tahun 647 M
2. Umayah
a. ‘Uqbah ibn Nafi’ (682 M)
b. Zuhair ibn Qais (668 M)
c. Hasan ibn Nu’man (697 M)
d. Musa ibn Nusair (705 M)
e. Hanzala ibn Sufyan (742 M)
3. Abbasiyah
a. Abdul Rahman ibn Habib (745-755 M)
b. Muhammad ibn al-Asy’ath
c. Abdul Rahman ibn Rustam; selanjutnya mendirikan Dinasti
Rustamiyah di Aljazair
d. Aghlab ibn Salim (765-768 M)
e. Umar ibn Hafs (768-777 M)
4. Rustamiyah
a. Abdul Rahman ibn Rustam (758-785 M)
b. Wahab ibn Abdul Rahman (785-824 M)
c. Abu Sa’id Aflah (824-873 M)
5. Idrisiyah
a. Abdullah ibn Idris (w. 788 M)
b. Idris ibn Abdullah (Idris II) (w. 825 M)
c. Muhammad ibn Idris (w. 833 M)
d. Ali ibn Muhammad (w. 840 M)
e. Yahya ibn Muhammad (w. 878 M)
f. Yahya II
g. Ali ibn Umar (Ali II)
h. Yahya III

14
i. Hasan ibn Muhammad
6. Aghalabiyah
a. Ibrahim ibn Aghlab (w. 812 M)
b. Abdullah ibn Ibrahim (w. 817 M)
c. Ziyadatullah ibn Ibrahim (w. 838 M)
d. Abu Ikal Aghlab
e. Abul Abbas Muhammad (w. 816 M)
f. Ibrahim Ahmad (w. 862 M)
g. Ziyadatullah II (w. 863 M)
h. Abu Gharaniq (w. 874 M)

15
Daftar Pustaka

Boswort, C.E. 1980. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan.

Hitti, Philip K. 2012. History of The Arabs, From the Earlest Time for the
Present, alih bahasa R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cet.
1. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Karim, M. Abdul. 2014. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Edisi Revisi),
Yogyakarta: Bagaskara.

Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Islam dari Arab sebelum Islam hingga
Dinasti-Dinasti Islam, Yogyakarta: Teras.

Maryam, Siti, dkk. 2004. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga
Modern, cet. Kedua. Yogyakarta: LESFI.

Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.

http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Utara

http://id.wikipedia.org/wiki/Gurun_Sahara

16

Anda mungkin juga menyukai