Anda di halaman 1dari 20

ARSITEKTUR ISLAM DI AFRIKA

UTARA

disusun oleh :

Kelompok II

1. Badratun Nafis (2104104010023)


2. Diva Natasya (2104104010030)

Mata kuliah : Arsitektur Islam

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Izziah, M. Sc.

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

FAKULTAS TEKNIK

PRODI ARSITEKTUR

TAHUN 2022/2023
DAFTAR ISI

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Geografi dan Sejarah

2.1.1 Sebelum Datangnya Islam

2.1.2 Masa Awal dan Sesudahnya Islam

2.1.3 Pengaruh Islam-Spanyol di Afrika Utara

2.2 Wilayah-wilayah masuknya Islam di Afrika Utara

2.2.1 Tunisia

2.2.2 Kairouan/Qairawan

2.2.3 Maroko

2.2.4 Algeria

2.2.5 Libya

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak kedatangan Islam di Arab, perlahan pengaruh Islam secara aktif mulai menyebar dengan
berbagai cara, salah satunya adalah penaklukkan wilayah. Penyebaran Islam ke Afrika Utara
sudah dimulai pada masa Khulafa al-Rasyidun yaitu Umar bin Khattab. Kemudian pada tahun
640 M Panglima Amr bin Ash berhasil memasuki Mesir dan disusul penaklukan wilayah lain di
bawah Ustman bin Affan. Penaklukkan Afrika Utara dilakukan mengingat wilayah ini
merupakan pintu gerbang penyebaran Islam ke Eropa.

Dengan berkembangnya Islam di wilayah Afrika Utara, memberikan angina segar bagi
meluasnya pengaruh Islam ke Eropa. Hal ini dapat terealisasikan setelah Raja Julian meminta
bantuan kepada Musa ibn Nushair untuk melawan Raja Roderick. Selanjutnya pasukan Muslim
yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad berhasil mengalahkan Raja Roderick, sehingga menjadi
awal berkembangnya pengaruh Islam di Spanyol.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Geografi dan Sejarah

Wilayah Afrika Utara sekarang terdiri dari negara-negara berurutan dari barat- timur: Maroko,
Algeria, Tunisia, Libia. Wilayah di bagian utara Afrika berpantai utara Mediterania disebut
Maghrib, selain kesatuan geografis, juga mempunyai hubungan sejarah dan suku mayoritas
bermukim di wilayahnya. Aspek geografis dan sejarah Maghrib membuat perkembangan
arsitektur juga cenderung satu dengan lain terkait. Mesir di ujung timur Afrika Utara secara
geografis di tengah antara Afrika Utara dan Arab, di utara berpantai Mediterania, di sebelah
timur Laut Merah, dapat dimasukkan dalam wilayah Arab, namun juga dapat di masukkan dalam
wilayah Afrika Utara.

2.1.1 Sebelum Datangnya Islam

Penduduk asli wilayah Afrika Utara atau Maghrib adalah suku Barbar (Berbers, Barbari).
Tercatat dalam sejarah orang-orang dari Phoenecia, wilayah pantai ujung Timur Laut
Mediterania (sekarang Siria dan Israel) pada 1100an SM, datang ke Tunisia. Pada 800an SM.,
orang Phoenecia-Tyre membangun kota Kartago (Chartage) dekat dengan Kota Tunis sekarang
di Tunisia, menjadi pusat kekuasaan dan perdagangan meluas pengaruhnya hingga Algeria, di
mana terjadi percampuran budaya Barbar - Phoenecia.

Orang-orang Kartaginia (Carthagi- nians) dan Yunani saling berperang cukup lama dan berturut-
turut, terutama di Sisilia. Peperangan berakhir setelah datang kekuatan ke tiga yaitu Romawi.
Jaman kejayaan Charthage berakhir, jatuh ke tangan Roma pada Perang Phoenic berlangsung
dari 264 SM., diakhiri Perang Phoenic III pada 146 M. Setelah dibangun kembali Kartago
menjadi pusat kekuasaan Romawi. Dominasi Roma berakhir pada 493, Tunisia jatuh ke tangan
orang-orang Vandal (Perusak), hingga kemudian dikuasai Imperium Byzantine.

2.1.2 Masa Awal dan Sesudah Datangnya Islam

Mesir sebelum Islam menjadi bagian dari kekuasaaan Romawi di wilayah timur, hingga jatuh ke
tangan Persia abad VII. Tahun 642 dapat ditaklukkan oleh suatu kelompok pasukan Arab dengan
membawa bendera Islam. Orang-orang Arab melanjutkan pe- ngembangan wilayah kekuasaan ke
arah barat melintasi wilayah Afrika Utara sepanjang Afrika-Mediterania. Perluasan kekuasaan
di- ikuti dengan pindahnya sebagian besar pen- duduk, dari Kristen menjadi Islam².

Wilayah Maghrib Barat setelah Islam masuk, tercatat dalam sejarah di bawah ke- kuasaan
beberapa dinasti masing-masing dibagi dalam periode: Idrisiyah (789-926), Rustamiyah (777-
909), Almoraviyah (1056- 1147), Almohayah (1130-1269), Mariniyah (1196-1465), Sa'dian
(1511-1659) dan 'Alawiyah (1631-?). Adapun Wilayah Timur Maghrib, terbagi dalam enam
periode : Aglabiyah (800-909), Fatimiyah (909-1171), Ziriyah (972-1148), Hammadiyah (1015-
1152), Hafsiyah (1228-1574) dan Ottoman (1516-1830)³.

2.1.3 Pengaruh Islam-Spanyol di Afrika Utara

Afrika Utara dan Spanyol terletak dalam benua berbeda masing-masing Afrika dan Eropa,
namun keduanya secara geografis sangat dekat. Kedua daratan hanya dipisahkan beberapa puluh
kilometer oleh Selat Gibraltar. Oleh karena itu sejarah kedua wilayah itu tidak terpisah satu
dengan lain. Monumen jaman muslim awal dibangun pada abad IX di Maghrib dengan beberapa
ciri dekorasi dan elemen-elemen arsitektural Abbasiyah dan Umayah-Spanyol. Meskipun kedua
dinasti tersebut tidak secara langsung berkuasa di Afrika Utara, namun corak, gaya dan budaya-
nya cukup berpengaruh di wilayah itu.

Perkembangan arsitektur di kedua wilayah ini menjadi unik karena dari Afrika Utara Islam
berkembang ke Spanyol kemudian terjadi percampuran budaya, seni, dan arsitektur di mana
pengaruh Barat cukup dominan. Meskipun ketika Islam terdesak dan Kekhalifahan Cordoba
runtuh pada 1031 M yang membut pusat kekuasaan pindak ke Maroko, namun pengaruh seni,
budaya, dan arsitektur Islam- Spanyol di Afrika Utara masih sangat kuat. Budaya Umayyah-
Spanyol sangat berpengaruh karena para seniman Spanyol berkarya hampir diseluruh wilayah,
serta tingginya jiwa dan kemampuan seni yang dimiliki orang Islam-Spanyol. Kemudian pada
masa Almohayah, para arsitek yang bekerja mengambil dan menerapkan elemen-elemen dan
bentuk arsitektur barat masa sebelumnya seperti Romawi Klasik, Kristen awal, dan Byzantine
dalam mengerjakan arsitekur masjid.

Almoraviyah dan Almohayah saling bertentangan, namun kekuasaan keduanya bersama


memberi warna tersendiri dalam perkembangan arsitektur di Spanyol maupun di Afrika Utara
berupa bentuk campuran Islam-Barat. Pola arsitektur khas ditinggalkan kedua penguasa tersebut
diturunkan dari Umayah-Barat, karena pengaruh Umayah yang cukup besar pula pada masa
penguasa sesudahnya baik oleh para amir, maupun para sultan. Kedua penguasa baik Almohayah
maupun Almoraviyah pernah berpusat pemerintahan di Marrakesh, Maroko di kaki pegunungan
Atlas, sehingga kedua kota menjadi kota metropolitan. Setelah terdesak dan dikalahkan oleh
orang-orang Kristen-Spanyol, Marrakesh kembali menjadi ibu-kota dan pula menjadi pusat
kebudayaan termasuk seni dan arsitektur dari wilayahnya yaitu se- bagian besar di wilayah
Afrika Utara (Maghrib).

Dari aspek geografis, politik, pemerintahan dan kekuasaan, yang semuanya aspek penentu
perkembangan budaya sebelum abad XI wilayah Maghrib sangat terbuka ter- hadap pengaruh
budaya Islam-Spanyol. Budaya Umayah-Spanyol sangat besar pe- ngaruhnya tersebut,
disebarkan oleh para seniman Spanyol berkarya di seluruh wilayah kekuasaan penguasa, baik
raja ataupun amir, karena didorong oleh kondisi politik dan ekonomi wilayah.

2.2 Wilayah-wilayah Masuknya Islam di Afrika Utara

2.2.1 Tunisia

Tunisia salah satu negara kecil di Maghrib, terletak di tengah utara diapit dua negara di sebelah
barat oleh Algeria di sebelah timur oleh Libia. Bentuk lahan pantai Tunisia menyudut sehingga
pantainya ada yang menghadap ke timur dan ada yang ke utara. Pantai menghadap timur lebih
panjang di mana terdapat beberapa kota pelabuhan penting berturut-turut dari utara selatan yaitu
Sussa (Sousse), Mahdia dan Sfax. Pelabuhan terpenting berada di pantai menghadap utara yaitu
Tunis, telah disebut di atas berdekatan dengan Kartago (Carthage) menjadi ibu kota dan pusat
pemerintahan sejak dahulu. Di pantainya sebelah selatan terdapat Teluk Gabes dan Pulau Djerba.
Sebelum Islam masuk, negara ini disebut Ifriqiya dengan ibu kotanya Qairawan (Kairouan).
Sejarah muslim dimulai pada 648, ketika Tunisia ditaklukkan Arab. Orang- orang Arab tidak
dengan mudah menaklukkan Tunisia, karena selalu ada pemberontakan dari orang-orang
Byzantine dan terutama dari kaum Berber, telah disebut di atas suku asli Afrika Utara ribuan
tahun sebelum Masehi. 'Uqba ibn-Näfi' lebih dikenal dengan nama Okba, seorang jenderal
muslim mengadakan invasi ke Tunisia pada 648, dapat memperlemah orang-orang Byzantine,
namun mendapat kesulitan dalam menguasai Kaum Berber bahkan dikalahkan kembali di Biskra
(sekarang Aljazair) pada 682'. Kusayla seorang pemimpin kebangkitan Berber berhasil mengusir
penyerang dari Arab. Suku Berber menentang orang-orang Arab, dipimpin oleh al-Kahina
seorang ratu yang menjadi legenda di Aurlls (sekarang Algeria). Namun kekalahannya pada 702,
membuat proses "Arabisasi" semakin cepat. Sebagian besar wilayah Maghrib termasuk Tunisia,
menjadi propinsi dipimpin seorang gubernur di bawah kekuasaan Umayah berpusat
pemerintahan di Damascus.

2.2.2 Kairouan/Qirawaan

Kairouan (Qairawan), terletak di utara-barat Tunisia dahulu ibu-kota dari propinsi Ifriqiya nama
lama dari Tunisia. Telah disebutkan di atas bahwa sejak Tunisia dan sebagian wilayah Afrika
Utara jatuh ke tangan orang-orang Arab pada 640. Okba (Uqba) ibn Nafi salah seorang jendral
Arab, pada tahun 670 membangun Kairouan da menjadikannya pusat pemerintahan.

• Mesjid Agung Kairouan / Qairawan (836/862/875), Tunisia

Di ibu kota yang namanya ditulis dengan beberapa macam ejaan ini, Ziyadatallah I pengganti
ibn-al-Aghlab mem- bangun kembali sebuah mesjid kemudian menjadikannya Mesjid Agung
(Great Mosque) Kairouan. Pendiri pertama mesjid adalah "Uqba hingga sering pula disebut
Mesjid Sidi Uqba.

Mesjid sudah ada sejak 670 jaman penaklukan awal orang-orang Arab, menempati lokasi sebuah
bangunan Romano-Byzantine. Lebih satu setengah abad kemudian, pada 836 Ziyadatallah
merenovasinya, dilanjutkan bertahap 862 dan 875. Mesjid terletak pada lahan seluas satu hektar
berbentuk segi empat, berukuran 130x80 M². Bentuk dan besaran hingga sekarang masih sama
dengan saat dirombak pertama kali.

Arsitektur mesjid hypostyle, tidak berbeda dengan mesjid-mesjid dikemukakan terdahulu


dikelilingi dinding tebal dengan delapan buah pintu gerbang. Halaman dalam panjang 65 M,
lebar 50 M, dikelilingi ziyada (Iwan) dalam bentuk U (tapal kuda) dan haram pada sisi arah
kiblat, seperti lazimnya bangunan bercorak hypostyle. Ziyada terdiri dari dua lajur, haram
delapan deret menghadap kiblat. Sebagai lazimnya sistem konstruksi hypostyle pada masa itu,
kolom-kolom cukup banyak, dalam hal ini ada 160 buah pada ruang sembahyang utama atau
haram. Penahan gaya horisontal tidak menggunakan balok-balok kayu seperti pada kebanyakan
mesjid di Kairo, melainkan menggunakan pelengkung, seperti pada yang terdapat pada masing-
masing antara dua kolom, berderet tegak lurus sumbu ke arah kiblat. Kolom-kolom mengelilingi
halaman dalam silindris dobel, lebih berfungsi sebagai hiasan kepalanya model Corinthian
ditandai dengan hiasan floral. Di antara masing- masing dua pilaster dihias dengan kolom- kolom
tersebut terdapat pelengkung penuh (bukan patah) model Romawi. Sebelum masuk haram ada
dua lajur semacam portico, di tengahnya pada sumbu arah kiblat dalam posisi simetris terdapat
semacam gerbang lagi ditandai dengan pelengkung lebih besar dari lainnya dan sebuah kubah di
atasnya. Selain itu di atas mihrab, mimbar dan puncak menara menyatu dengan gerbang masuk
utama ada lagi kubah. Semua kubah berdiri pada tumpuan segi delapan. Ketiga kubah
dindingnya tidak rata melainkan berprofil lengkung-lengkung atau lazim disebut kubah
gelembung tulang rusuk (ribs soir), atau kubah gading-gading (ribs cupola). Minaret Mesjid
Agung Kairouan sangat menonjol, megah serta bentuknya khas, berbeda dengan mesjid-mesjid
yang dibahas sebelum ini. Denah minaret bujur sangkar, sedikit lebih lebar dari ziyada frontal,
terdiri dari tiga bagian, makin ke atas makin kecil. Bagian bawah terbesar dan tertinggi, mem-
punyai lima lantai. Bagian paling atas hanya satu lantai, beratap kubah juga model ribs soir
identik dengan ketiga kubah lainnya. Hiasan pada minaret tidak terlalu banyak, berupa
pelengkung kecil berderet pada sekeliling balustrade berbentuk gerigi, dan pelengkung-
pelengkung seperti jendela di mana kembali. terlihat adanya pengaruh arsitektur Romawi.
Perbedaan lain antara Mesjid Agung Kairouan yang cukup banyak mempunyai pengaruh
arsitektur Romawi ini dibanding dengan mesjid-mesjid lebih tua sebelumnya, pintu masuk utama
tidak di depan, menyatu dengan gerbang atau minaret, namun semuanya di sisi kiri dan kanan.

Pengaruh Romawi berupa pelengkung utuh terlihat kembali pada ruang dalam pula kolom-kolom
Corinthian. Di depan mihrab terdapat maqsura yang berada di bawah kubah. Pada sudut-sudut
bagian dalam kubah dihias dengan ceruk yang cukup unik, bukan muqarnas, melainkan suatu
bentuk seperti bagian dalam dari kerang. Selain kaligrafi menjadi hiasan membentuk garis-garis
bingkai, banyak terdapat hiasan geometris pada ruang dalam.
• Mesjid Tiga Pintu di Kairouan, Tunisia (Periode Aglabiyah 866/1400)

Di Kairouan terdapat mesjid lebih tua dari Mesjid Agungnya dibahas sebelum ini, yaitu Mesjid
Tiga Pintu. Diberi nama demikian karena ciri utama menonjol dari mesjid adalah adanya tiga
pintu masuk utama. Pendiri Mesjid Tiga Pintu (Mosque of the Three Doors) adalah Muhamad
ibn Khayrun al-Ma'afiri dari Andalusia, Spanyol pada 866. Oleh karena itu mesjid juga dikenal
dengan nama Mesjid Muhamad ibn Khayrun.

Ketiga pintu berada di bawah pelengkung penuh setengah lingkaran, memperlihatkan adanya
pengaruh arsitektur Romawi. Kolomnya silindris dengan kepala berornamen floral, juga banyak
terdapat pada bangunan Romawi bercorak Corinthian. Dari segi bentuk dan dekorasi, mesjid ini
menjadi contoh representatif dari arsitektur Islam awal di Afrika Utara, di mana pengaruh klasik
Eropa cukup dominan. Percampuran elemen Eropa tersebut dengan pengaruh Arab terlihat pada
ornamen dalam bentuk kaligrafi beralian Kufi dan geografis penyederhanaan dari bentuk floral.
Mesjid tidak besar segi empat hampir bujur sangkar sekitar 10x10 M², tata ruangnya bukan
hypostyle, tidak mempunyai sahn ataupun iwan, langsung masuk kedalam ruang sembahyang
utama dari jalan. Pada 1440 mesjid pernah dipotong dan di-rekonsrtruksi pada abad XV.

• Mesjid Agung Susa (selesai 850)

Susa sebuah kota di pantai laut Mediterania, Tunisia, pada jaman Byzantine dikenal bernama
Justianapolis, penghormatan pada Justinian yang membangunnya kembali setelah dihancurkan
oleh orang-orang Vandal. Ketika Dinasti Aghlabiyah berkuasa, Susa atau Sousse dijadikan
pelabuhan utama dan pangkalan militer, bagian dari rencana pe- nyerangan dan penaklukan
Sisilia. Seperti Kairouan, Susa berkembang sejalan dengan emakin luas wilayah kekuasaan
Aghlabiyah.

Di tengah kota Susa, Ziyadat Allah penguasa Aghlabiyah hampir bersamaan dengan
pembangunan Mesjid Raya Kairouan, pada 851 mendirikan sebuah ribad, benteng pertahanan
menyatu dengan mesjid. Didirikan bangunan berfungsi ganda ini, sehubungan dengan letak
strategis Susa untuk pangkalan militer tersebut di atas. Arsitektur ribad di Susa, gabungan antara
model tangsi tentara Romawi dengan hypostyle. Dinding keliling segi empat sangat tebal
menyatu dengan barak dan ruang-ruang lain berkaitan dengan keperluan pertahanan. Halaman
dalam seperti pada mesjid hypostyle, segi empat mengikuti bentuk denah dinding keliling. Dapat
di- pastikan dahulu halaman dalam berfungsi pula untuk kepentingan ketentaraan, latihan,
upacara militer dan lain-lain. Atap riwaq dan iwan yang datar digunakan untuk gang terbuka
kontrol keliling seperti lazimnya se- buah benteng. Pada keempat sudut ada se- macam menara
pengawas berfungsi pula se- bagai minaret, tumpuan bawahnya silindris, bagian atas segi
delapan beratap kubah. Pengaruh arsitektur Romawi selain terlihat pada pelengkung setiap
ambang atas bukaan, portico dan haram, juga pada konstruksi batu sangat kokoh sesusai dengan
fungsi pertahanannya.

2.2.3 Maroko

Maroko sebuah negara di ujung utara-barat Benua Afrika, sebagian pantainya berada di timur-
utara pada tepian Laut Mediterania, sebagian lainnya di barat pada Samudera Atlantik. Letak
sangat strategis Maroko, dalam persimpangan Benua Afrika dan Eropa serta Laut Atlantik
dengan Mediterania membuat banyak pengaruh budaya berkembang, bercampur dan berubah
dengan adanya migrasi dan imperium berganti-ganti menguasainya. Sebelum jaman am, Maroko
di bawah kekuasaan Imperium Byzantine setelah sebelumnya dikuasai oleh suku Vandal. Sejarah
Islam dimulai sejak Maroko jatuh ketangan Arab pada 680. Penaklukan tersebut termasuk dalam
se-rangkaian penyerangan terhadap Tangier, Tafilalt dan wilayah pantai Atlantik di bawah
pimpinan Uqba ibn Nafi gubernur Tunisia, seorang muslim dari suku Berber di Afrika Utara.

Pemimpin Berber lainnya Tariq Ibn Ziyad, menyeberang selat Gibraltar dan menaklukkan
Spanyol Sekitar 788 Idris ibr. Abdullah keturunan Ali menantu Nabi Muhammad Saw.,
memisahkan diri dari ke- kuasaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, mendirikan dinasti
Idrisiyah dan membangun. Fez sebagai ibu kota. Dinasti Idrisiyah runtuh pada abad X, ketika
Maroko jatuh ke tangan Umayyah yang berkuasa di Spanyol. Setelah itu Maroko menjadi
wilayah konflik antara kekuatan dari utara dinasti Umayyah-Spanyol dan kaum Berber dari
Afrika Utara. Pada pertengahan abad XI, berdiri dinasti Almoraviyah didirikan oleh Yusuf ibn
Tashfin kemudian, menaklukkan Fez, Algeria, Spanyol dan mendirikan kota Marrakes
(Marrakesh) sebagai pusat pe-merintahan. Pada 1147 Almoraviah di-gulingkan oleh Abd al-
Mumin ibn Ali dari kelompok Berber- Almohayah (Almohads) yang kemudian berkuasa pada
wilayah Maghreb (Afrika Utara) hingga Spanyol. Periode Almohayah merupakan jaman di mana
budaya, seni berkembang pesat penuh dengan kegiatan intelektual. Jaman itu me-ninggalkan
banyak monumen antara lain Mesjid Giralda di Seville, Mesjid Kutubia di Marakes dan menara
Hasan di Rabat.

Kerajaan Almohayah jatuh akibat perang saudara abad XIII, kekuasaan diambil alih oleh
Dinasati Mariniyah (Marinid) juga dibangun dari kelompok Berber. Wilayah kekuasaannya
meliputi Maroko dan Spanyol bagian Selatan.

• Mesjid Qarawiyin (859) di Fez, Maroko

Fez terletak di utara timur Maroko pada sisi Wadi Fez, telah disebut di atas bahwa kota ini
dijadikan pusat pemerintahan sejak berdirinya Dinasti Idrisiyah (Idris 1) pada akhir abad VII.
Untuk melengkapi ibu kota yang selain menjadi pusat pemerintahan juga pusat kebudayaan, pada
859 (ada sumber lain menyebut 857) didirikan sebuah Mesjid Raya.

Mesjid kemudian menjadi Mesjid Agung Fez termegah di Maroko, lebih sering disebut Mesjid
Qarawiyin yang artinya "dari Kairouan". Nama itu diberikan oleh para imigran Tunisia pengikut
Dinasti Fatimiyah berpusat di Kairouan. Mesjid Qarawiyin di Fez, Maroko, beberapa kali
mengalami renovasi yaitu pada 912, 933, terakhir 1135 hingga luas ruang-ruang di bawah atap
mencapai 6000 M², dengan lebih dari 200 kolom

Namanya berkaitan dengan Kairouan, namun dari segi arsitektur hampir tidak ada persamaannya
dengan Mesjid Agung Kairouan. Mesjid meskipun mempunyai halaman dalam segi empat, dan
banyak kolom di ruang sembahyang utama, tetapi tidak dapat dikatakan model hypostyle.
Halaman dalam relatif kecil dibanding dengan ruang sembahyang utama (dalam corak hypostyle
disebut haram).
Sisi kanan-kiri halaman dalam dikelilingi bagian beratap mempunyai masing-masing empat
lajur, tidak dapat disebut sebagai ziyada dari hypostyle yang biasanya berupa portico tidak lebih
dari dua lajur. Ruang sembahyang utama, terdiri dari se- puluh deretan tegak lurus arah kiblat,
dibentuk oleh kolom-kolom. Kolom-kolomnya sangat besar atau lebih tepat disebut pilaster,
sama dengan yang ada di Ribar Susa, termasuk pelengkung-pelengkung model campuran
Romano-Byzantine.

Konstruksi penutup Mesjid Qarawiyin terdiri dari sepuluh deret atap pelana, kolom-kolomnya
membentuk pula sepuluh deretan di dalam ruang sembahyang utama. Di antara masing-masing
atap pelana terdapat talang tepat pada deretan kolom. Minaret denahnya bujur sangkar ornamen
mirip yang ada di Kairouan, bedanya di sini dari bawah hingga atas berdenah sama, tidak
semakin kecil. Dari segi letak juga berbeda dibanding dengan Mesjid Kairouan, tidak di pinggir
luar, namun di sebelah kanan halaman dalam. Mesjid Qarawiyin mempunyai dua buah kubah
tidak besar, yang satu pada minaret, lainnya pada pintu gerbang utama. Di halaman dalam
terdapat tiga air mancur satu di tengah terbuka, lainnya kembar di sisi kiri- kanan beratap
piramidal.

Mesjid Qarawiyin di Fez, Maroko (859) Denah (atas), ruang sembahyang dengan pelengkung
dan kolom besar mengesankan sangat kuat masif dan cukup mengambil ruang (bawah).
Pandangan mata-burung.

• Mesjid Tinmal (1153-54), Maroko


Tinmal adalah sebuah kota di Maroko. 100 Km. di selatan-barat Marrakesh.. Mesjid Tinmal
dibangun antara 1153-54 untuk memberi kehormatan pada Ibn Tumart pendiri gerakan
Almohayah di Maroko. Mesjid didirikan pada lokasi di mana ia dahulu menjalankan aktifitas
gerakannya dan di situ pulalah ia meninggal.

Mesjid Tinmal saat ini tinggal reruntuhan. Berdasarkan rekonstruksi terlihat bahwa denahnya
sangat mirip dengan Mesjid Agung Aljazair hypostyle-segi-empat, juga mempunyai lima deret
tegak lurus arah kiblat, namun hanya mempunyai sembilan lajur sejajar arah kiblat (pada mesjid
Aljazair sebelas).

Sahn juga tidak seluas mesjid-mesjid hypostyle di semenanjung Arab dan sekitarnya didirikan
jaman sebelumnya. Seperti pada Mesjid Agung Aljazair, riwaq cukup luas (karena sahn tidak
luas), menyatu dengan haram kemungkinan besar juga menjadi tempat sembahyang Jum'at. Pola
T dibentuk oleh semacam koridor tetapi menjadi bagian dari hall untuk sembahyang utama
dibentuk oleh kolom-kolom tengah, dengan baris di depan dinding-kiblat juga tidak ada beda-
nya dengan yang ada pada mesjid Aljazair. Di sini titik perpotongan huruf T yaitu di depan-atus
mihrab, di atasnya bukan kubah, namun atap piramidal. Di balik mihrab terdapat unit melebar
tinggi ada tangga naik, kemungkinan besar dahulu berfungsi sebagai minaret.

Berdasarkan rekonstruksi oleh J.P. Wisshak, konstruksi atapnya tidak berbeda dengan Mesjid
Agung Kordoba, terdiri dari lajur memanjang sejajar arah kiblad bentuk ada yang pelana ada
yang limasan. Di depan atas mihrab telah disebut di atas atapnya piramidal dan di masing-
masing ujung deret depan terdapat lagi kembar atap piramidal. Menarik dikemukakan di sini
bahwa di dalam atap piramidal tersebut terdapat kubah dengan hiasan muqarnas. Atap pishtaq
yaitu bagian depan di mana terdapat pintu gerbang limasan melintang tegak lurus arah kiblat.

Konstruksi utama dinding dan kolom mesjid dari bata. kolom-kolomnya khas arsitektur
Umayyah-Spanyol merupakan "perampingan" dari kolom-kolom model mesjid jaman Abbasiyah
Profil kolem ada yang berbentuk silang kompleks dengan lajur- lajur vertikal seperti kebanyakan
mesjid di Andalusia, ada pula yang segi empat sederhana seperti mesjid di Afrika utara, Mesir
dan semenanjung Arab. Demikian pula pelengkungnya bervariasi antara model Andalusia dan
model Abbasiyah.
Mesjid Agung Tinmal (1153), Re- konstruksi denah dengan garis-garis pembantu analisis
perhitungan ilmu ukur dalam proses perancangannya (atas). Perspektif mata-burung (tengah)
dan maket (bawah) dari rekonstruksi.

• Mesjid Kutubiyya, Marakesh (1147/1158), Maroko

Marakesh sebuah kota bersejarah di Maroko, sekitar 40 Km dari pantai Samudera Atlantik, di
antara dua kota penting lainnya, Rabat dan Tinmal telah disebut di atas. Kota dibangun oleh
pemerintah Almoraviah Yusuf ibn Tashfin pada 1062, namun tidak banyak bangunan tersisa dari
masa itu.

Mesjid Kutubiyya di Marakesh di- dirikan pada jaman Almohayah dalam dua tahap, pertama
pada 1147, langsung saat Abd al-Mu'min (1094-1163) sebelumnya menjadi salah seorang
perwira pasukan Ibn Tumart, memproklamasikan dirinya sebagai khalifah. Pada tahun tersebut ia
dapat menguasai berbagai kota di Spanyol dan Afrika Utara termasuk Marrakesh Saat itu dalam
sejarah tercatat sebagai saat berakhirnya Dinasti Almoraviyah dan berdirinya Almohayah.

Sejalan dengan peristiwa tersebut, dari segi perkembangan seni dan arsitektur, mulai pula
berkembang corak klasik khas Almohayah, seperti antara lain terdapat dalam mesjid ini. Tahap
kedua, diperkirakan selesai pada 1158 dalam bentuk hampir sama dengan tahap pertama
menyambung ke arah kiblat, tetapi tidak lurus melainkan menyamping ke kanan lebih kurang 5⁰
ke utara. Kemungkinan arah kiblat pada pembangunan mesjid pada tahap pertama setelah selesai
diketahui arah kiblat atau letak mihrab dengan dinding-kiblatnya kurang tepat, kemudian
dikoreksi pada tahap kedua. Maka dinding kiri-kanan atau timur-barat dari mesjid ini patah di
tengah. Pada sudut kiri-bawah atau barat-selatan dari mesjid dibangun tahap ke dua dibuat
minaret, denahnya bujur sangkar.

Tata-letak mesjid dibangun tahap per- tama dan tahap ke dua, tidak berbeda dengan mesjid
dikemukakan sebelum ini yaitu Mesjid Kutubiyya di Marakesh dan Mesjid Tinmal. Persamaan
tersebut menjadi ciri dari arsitektur mesjid di jaman Almohayah-yaitu percampuran Islam-
Spanyol dengan Islam Abbasiyah dibangun di Afrika Utara. Persamaan menonjol menjadi ciri
tersebut adalah bentuk T dari koridor tengah mesjid, dibentuk oleh kolom-kolom tengah dari
haram, tegak lurus dengan sayap kiri-kanan dari deretan terdepan di depan dinding-kiblat.
Bentuk T bagian dibangun tahap pertama dan kedua agak berbeda, yang pada tahap kedua kaki
hurul T terdiri dari tiga lajur berbeda dalam jarak dan bentuk dengan kolom lain di kiri-
kanannya. Kedua bagian mesjid masing- masing hampir sama dan sebangun ini bentuknya segi
empat masing-masing luasnya sekitar 90x60 M². Jumlah lajur dan deret pada mesjid dibangun
dalam dua tahap, keduanya sama yaitu 17 dan 7.

Pada setiap riwaq, ada 4 empat jalur dan empat deret. Mesjid dibangun dalam dua tahap masing-
masing berbentuk sama satu dengan lain menyambung ini, mempunyai dua buah sahn, dua
haram dan empat buah riwaq, namun hanya mempunyai sebuah mihrab.

Kedua sahn relatif tidak luas, riwaq menyambung langsung dengan haram, kolom-kolom dari
pasangan bata tidak terlalu gemuk dan pelengkung kombinasi patah, majemuk dan pelengkung
lurus, semuanya adalah ciri khas dari arsitektur campuran "barat-timur" di wilayah Maghrib atau
Afrika Utara. Minaret Mesjid Kutubuya bila dibandingkan dengan Giralda (sebelum dijadikan
katedral) satu dengan lain sangat mirip hanya di sini sedikit lebih kecil. Hal mana menunjukkan
juga besarnya pengaruh arsitektur Andalusia pada jaman dominasi kaum muslim di Afrika Utara.
Mesjid Kutubiyya, Marrakesh (1147/1158), denah dan minaret mesjid, identik satu dengan lain,
memperlihatkan pengaruh cukup besar arsitektur muslim di Spanyol Selatan di Afrika Utara
(tengah), detail bagian dari minaret.

• Mesjid Qasba di Marrakesh (akhir abad XII)

Pada masa akhir kejayaan Dinasti Almohayah, sempat berdiri dua buah monumen dengan bentuk
dan rancangan agak berbeda dengan mesjid-mesjid "bercorak Almohayah" diuraikan sebelum
ini. Ke- duanya berukuran raksasa yang pertama adalah Mesjid Qasba di Marrakesh dan lainnya
mesjid Hassan di Rabat dibahas kemudian.

Mesjid Qasba telah direnovasi beberapa kali, namun hingga yang terakhir tidak merubah
denahnya", segi empat hampir bujur-sangkar lebih kurang 80x70 M². Pola dan perbandingan
ukuran dari bagian-bagiannya bila dianalisis dengan menarik garis-garis antara satu dengan lain
tertentu akan terlihat adanya bentuk geometris sangat teratur dan matematis. Hal yang sama akan
terlihat pada Mesjid Tinmal dan mesjid- mesjid model Almohayah.

• Mesjid Hassan di Rabat (akhir abad XII)

Monumen lainnya dibangun pada masa akhir kejayaan Almohayah akhir abad XII adalah Mesjid
Hassan di Rabat sekitar 250 Km. di utara-timur Marakesh, Maroko. Konstruksi utama dari
pasangan bata seperti mesjid sejaman dan dalam wilayah Maghrib, oleh karena itu tidak terlalu
kuat dan tahan lama dibanding konstruksi susunan batu. Oleh karena itu, saat ini tinggal
reruntuhan minaret- nya masih sebagian besar ada. Berdasarkan rekonstruksi dari re-runtuhannya
dapat diketahui bahwa Mesjid berdenah segi empat panjang, luar biasa besar, sekitar 190x140
M².

Ewert dalam tulisannya "The Almoravids dan lain-la and Almohads, an Introduction",
menyebut- nya sebagai: "Peniruan, terakhir dan terbesar dibelakang dari Mesjid Agung
Kordoba" ("The Last terletak di Great 'copy' of the Great Mosque Cordoba"). Ciri corak
arsitektur Almohayah dalam mesjid ditambah yang elemen-elemennya banyak meniru mesjid
Kordoba ini ada pada sahn yang relatif membuat kecil dibanding bagian lain beratap

Perbedaan dibanding dengan mesjid Kordoba dan mesjid hypostyle umumnya cukup banyak
antara lain pada susunan lajur dan deret ruang sembahyang. Pada bagian di depan dinding- kiblat
terdapat tiga deret dan di belakangnya atau arah berlawanan dengan kiblat, terdapat dua puluh
satu lajur masing-masing sangat panjang. Di bagian haram terdapat dua halaman terbuka tak
beratap dalam posisi simetris di kiri-kanan, semacam sahn. Kemungkinan besar kedua bukaan
kembar tersebut dibuat berdasarkan pengalaman pada Mesid Agung Kordoba yang karena
luasnya bagian tengah atau dalam menjadi gelap. Kedua bukaan itu dapat memasukkan cahaya di
sekitarnya. Aspek lain dari pengadaan kedua bukaan tersebut adalah membuat bagian haram, di
sekitarnya terbagi dan tidak terkesan terlalu luas.

Kelebihan atau kekhususan lain dari Mesjid Hassan di Rabat ini juga pada minaretnya baik dari
segi besaran, maupun letaknya. Denahnya bujur sangkar, lebih kurang 15x15 M². Yang saat ini
masih hanya- lah semacam tumpuan atau bagian bawah, mungkin dahulu di atasnya masih ada
lagi bagian yang lebih kecil, mungkin juga tidak hanya satu dan ada yang lebih kecil lagi di
atasnya seperti pada Mesjid Kordoba, Seville dan lain-lain. Bertolak belakang dengan Mesjid
Tinmal yang minaretnya menyatu dibelakang mihrab, minaret Mesjid Quba terletak di iwan-
portal pada ujung sumbu garis kiblat-mihrab. Posisi minaret tersebut ditambah pintu masuk
empat mengapit kembar masing-masing dua di kiri-kanan membuat pola mesjid menjadi betul-
betul simetris. Lebar minaret dibanding dengan lebar dinding depan tepat 1/8 nya, sehingga
posisi minaret pada dinding depan adalah 4:1:4, berbeda sebaliknya dibanding posisi mihrab
Mesjid Kutubiyya, Marrakesh.

2.2.4 Algeria

Algeria saat ini adalah sebuah negara di Afrika Utara, berbatasan di sebelah barat dengan
Maroko, di apit di sebelah timur oleh Libia, di selatan berbatasan dengan Mauritania, Mali dan
Nigeria. Sejarah awal Algeria tidak banyak diketahui, karena mula- nya diperkirakan wilayah ini
tidak ber- penghuni, sebelum orang-orang Berber mulai datang dan bermukim di sana dan
dianggap sebagai suku asli Algeria.

Catatan sejarah dimulai setelah orang- orang Phoenic dari wilayah timur pantai laut
Mediterania, datang dan bermukim di sana se- kitar 1100-an SM26. Selama jaman ini sebagian
pantai utara Algeria dikuasai oleh Kartago (Carthage), namun wilayah pedalaman atau
pegunungan tetap dikuasai orang-orang Berber bebas dari kekusaan Kartago. Orang-orang Roma
dapat meng- hancurkan Kartago pada 146 SM. dan menjajah wilayah ini hingga tiga abad.
Sekitar tahun 400an M., kekuasan Roma atas wilayah ini direbut oleh orang-orang Vandal dan
menguasai wilayah pantai sekitar satu abad". Selama abad VI, penguasa Byzantine antara lain di
bawah Justinian I, berusaha mengem- balikan kekuasa-an Romawi dan mengusir orang-orang
Vandal ke luar dari Afrika Utara. Namun kontrol Byzantine atas wilayah pantai mendapat per-
lawanan dari Tunisia. Masa berikutnya Algeria di bawah kekuasaan Arab mulai tahun 600an,
sejak itu hampir semua orang Berber memeluk agama Islam.

• Mesjid Agung Tlemcen, Algeria Masa Almoraviyah (selesai 1136)

Tlemencen, sebuah kota di Algeria bagian timur, tercatat dalam sejarah sebagai kota berkembang
sejak Jaman Pertengahan (medieval). Tlemncen mulai dibangun pada abad VIII, di atas
reruntuhan kota Romawi, namun perkembangannya mulai pesat sejak jaman Almoraviyah abad
X128.

Peninggalan Almoraviyah di Algeria terpenting adalah Mesjid Agung terletrak di kota ini,
didirikan di tengah-tengah kota selesai pada 1136. Mesjid mulai dibangun lama sebelumnya pada
1082 oleh Tusuf ibn Tashufin, pada masa pemerintahan Ali dan kemudian beberapa kali
diperluas. Minaret yang terletak di bagian tengah dari iwan- gerbang dibangun pada 1136, ketika
ketika pemerintahan di bawah Abd al-Wadid bersamaan dengan perluasan mesjid.

Denah mesjid saat ini segi empat, tetapi terpancung pada bagian timur-selatan. Arsitektur mesjid
hypostyle, halaman dalam- nya atau sahn bujur sangkar. Dibanding luas haram dan iwan, sahn
ini tidak luas. Haram terdiri dari enam baris dan tigabelas deret, seperti lazimnya arsitektur
hypostyle, kolom dan baris tersebut dibentuk oleh kolom-kolom dan dinding keliling. Iwan di
kiri atau timur- selatan, terdiri dari tiga baris, iwan-gerbang empat deret dan telah disebut di atas,
iwan barat-utara terpancung bagian depan tiga baris bagian belakang hanya satu.

• Mesjid al-Mansur, Tlemcen di Algeria Masa Mariniyah, 1303 - 1306

Bangunan muslim bersejarah lainnya di Tlemcen adalah Mesjid al-Mansur di- bangun sekitar
dua abad sesudah Mesjid Agung dibahas sebelum ini, pada 1303 selesai pada 1306. Sekarang
mesjid sudah tidak ada lagi, yang tinggal hanyalah reruntuhan dan se- bagian bekas minaret.
Mesjid mulai di di- bangun oleh Abu Ya'qub selama penaklukan, Tlemcen dan dimulai lagi
pembangunan oleh penguasa Mariniyah tigapuluh tahun kemudian.

Berdasarkan rekonstruksi, dapat diketahui bahwa denah mesjid hypostyle, mempunyai


persamaan dengan Mesjid Agung Tlemcen dalam hal bentuk sahn yang bujur sangkar. Aspek
spesifik dari arsitektur mesjdi ini adalah tata-ruang yang simetris, di-perkuat oleh adanya minaret
terletak di tengah. Minaret menyatu dengan pintu gerbang masuk utama pada satu garis sumbu
bila ditarik garis dari mihrab di ujung bangunan yang lain, ke pintu yang ada di bawah minaret.
Minaret ini sangat mirip dengan banyak mesjid lain dibangun di Afrika Utara dalam masa itu,
antara lain pada Mesjid Hasan di Rabat. Denah minaret bujur sangkar, makin ke atas tidak
mengecil seperti kebanyakan minaret telah dibahas sebelum ini, namun sama mulai dari lantai
dasar hingga teras di puncak. Konstruksi dan ornamen minaret juga tidak berbeda dengan
minaret Mesjid Hasan dari susunan batu di-hias dengan muqarnas dan dekorasi corak Moorish.

• Mesjid dalam Kompleks Sidi al-Hawi, Tlemcen (754/1353)

Kompleks Sidi al-Hawi didirikan oleh Sultan Abu 'Inan terdiri dari mesjid, makam dan rumah
kediaman pada 1353 pada kompleks sudah ada sejak 754. Mesjid tidak sebesar kedua mesjid di
kota yang sama di- kemukakan terdahulu, denahnya segi empat panjang dalam arsitekturnya
hypostyle. Akses want-gerbang. Pada dasarnya mesjid berdenah simetris termasuk penempatan
ketiga pintu masuk tersebut, namun dengan adanya minaret di ujung kanan (bila dilihat dari
depan) atau utara-barat maka menjadi tidak simetris. Pengaruh arsitektur Andalusia atau Spanyol
jaman Islam sangat besar dalam mesjid ini. Dapat dikatakan bahwa mesjid merupakan miniatur
dari mesjid Kordoba (Cordoba) di Spanyol akan dibahas pada bab kemudian. Konstruksi atap
terdiri dari lajur- lajur atap limasan tidak berbeda dengan atap mesjid Kordoba dan mesjid-
mesjid di Afrika Utara pada umunya. Iwan mengelilingi sahn juga beratap limasan, pada haram
ditambah tiga deret atap limasan.

Mesjid tidak mempunyai kubah, atap di atas-depan mihrab bentuknya piramidal. Minaretnya
khas arsitektur Ufrika-Utara, ber- denah bujur sangkar, dari bawah tidak mengecil, berdekorasi
corak Moorish. Bagi- an paling atas dalam hal minaret mesjid ini, ada unit kecil menumpuk di
atas, denahnya juga bujur sangkar, pada puncak dihias dengan kubah kecil bercunduk runcing
menusuk seperti sate tiga buah bola dari kuningan. Pelengkung mengelilingi sahn bentuknya
tapal kuda namun ambang atasnya sedikit runcing. Pengaruh arsitektur Andalusia lainnya terlihat
pada tritisannya yang tidak lebar, disangga oleh semacam konsol sangat rapat, lebih berfungsi
sebagai dekorasi.

2.2.5 Libya

Libia, saat ini merupakan negara modern berbatasan dengan Mesir dan Sudan mencakup di
sebelah timur, Chad dan Nigeria di selatan, Libia ker Algeria di sebelah barat dan Tunisia di
utara- berganti- barat. Seperti sebagian besar negara di Afrika abad XV Utara, Libia mempunyai
pantai di wilayah kuasai S utara, dari Laut Mediterania.
Nama Libia berasal dari kata Lebu suatu tempat di sebelah timur Berbers Cyrenaica (bahasa
Yunani untuk menyebut wilayah Afrika Utara, di luar Mesir). Sejarah Libia tercatat cukup
panjang, mulai dari millinnium ke dua SM ketika seorang raja Lebu gagal melawan Mesir. Mesir
menguasai Libia hingga 630 SM diakhiri dengan pendudukan Yunani atas wilayah Cyrene. Raja
Persia Darius I (521-486 SM) merebut ke- kuasaan Yunani atas Libia. Kemudian Ptolemy
gubernur dari Mesir pada 323 SM setelah Alexander Agung merebut Cyrenaica, mendirikan
dinasti yang kekuasaannya berakhir 93 SM ketika ditaklukkan Roma. Roma berkuasa atas
wilayah Libia hingga abad V M, jatuh ke tangan kaum Vandal menguasai Libia hingga
masuknya kaum Muslim. Orang-orang Muslim dari arah timur menyapu wilayah Afrika Utara
hingga Samudera Atlantik pada 642, di bawah 'Amr ibn al-As. Tahun berikutnya Tripolitania
dapat mereka kuasai.

• Kompleks Ahmad Pasha, Tripoli (Periode Ottoman-Qaramanli, 1736-7)

Tripoli sekarang ibu-kota Libia, ter- letak di pantai utara, pada Jaman Pertengahan (Medieval)
menjadi pelabuhan utama di Laut Mediterania. Namanya berasal dari Tripolitania penyatuan tiga
kota segi tiga jaman Romawi pusat perdagangan penting di wilayahnya.

Salah satu peninggalan sejarah muslim panjang dari Libia, adalah kompleks Ahmad Pasha
dibangun pada 1736-7. Nama kompleks mengabadikan nama pendirinya yaitu Ahmad Pasha,
yang juga pendiri Dinasti Qarahmanli (1711-1835), merebut kekuasaan atas Tripoli dari Turki.
Kompleks terdiri dari mesjid, madrasah dan makam A hmad Pasha dan keluarganya di kompleks
yang memakai namanya ini. Kompleks berbentuk segi empat dikelilingi oleh jalan pada pusat
kota (elemen mengelilingi kompleks di sebut suqs). Tata- letak kompleks cukup unik, mesjid
hampir di tengah berorientasi ke arah kiblat, sedangkan ruang-ruang atau unit lain-nya
berorientasi pada jalan mengelilinginya. Mesjid, bagian dominan di dalam kompleks denahnya
hampir bujur sangkar, terbagi menjadi 25 petak juga bujur sangkar oleh deretan melintang, mem-
bujur kolom dan dinding kelilingnya. Mesjid terletak dalam suatu platform, lebih tinggi dari
bagian lain yang mengitarinya, untuk mancapainya ada tangga di timur dan selatan, dikelilingi
oleh teras, di depan atau utara-barat dan di kedua sisi, semuanya membentuk huruf U. Di depan
teras ada kolam untuk wudu, denahnya lingkaran. Pengaruh Turki terlihat dengan adanya kubah
cukup menonjol, dikawinkan dengan dekorasi corak Afrika Utara dari stucco, memenuhi
dinding-dindingnya.

Madrasah mengelilingi mesjid berlantai dua, ada yang berbentuk hypostyle, ter- diri dari iwan
untuk kamar-kamar me- ngelilingi sahn yang tidak terlalu besar. Minaret terdapat di sudut timur-
utara, denah- nya sudah tidak lagi khas Afrika Utara dari jaman sebelumnya (denahnya bujur
sangkar), namun mengambil bentuk Turki-Ottoman yang berdenah segi delapan, langsing dan
runcing.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bukan rahasia lagi jika wilayah kekuasaan Muslim mencakup bukan hanya di Timur Tengah,
namun menyebar hingga Afrika dan Eropa tepatnya di semenanjung Iberia (sekarang Spanyol
dan Portugal). Selama 4 abad berkuasa, umat Muslim memberikan banyak kemajuan di Spanyol
antara lain berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dalam bidang budaya
Muslim Spanyol meninggalkan warisan berupa gaya arsitektur khas yang disebut gaya Moor
yang mencapai puncak kejayaan saat pendirian Al-Hambra.

Kekuasaan Muslim kemudian berakhir pada abad ke-13 ketika Spanyol kembali direbut oleh
kaum Katolik dalam peristiwa "Reconquista" atau "Penaklukan Kembali". Namun sejarah
perkembangan arsitektur Islam di Eropa tak berhenti di situ. Begitupula saat Renaissance di
Spanyol, oleh orang Kristen para tukang Muslim terus dipergunakan sebagai tukang untuk
mengadakan restorasi maupun membangun bangunan baru. Meski begitu, para tukang Muslim
masih menerapkan gaya arsitektur Islam.

Meskipun para arsitek Muslim banyak yang meninggalkan Spanyol, namun gaya arsitektur Moor
khas Islam terus dipelajari bahkan oleh arsitek Katolik dan melahirkan suatu gaya yang disebut
gaya Mudejar. Gaya arsitektur ini sangat unik karena merupakan perpaduan gaya arsitektur Islam
dengan Kristen. Gaya Mudejar ini kemudian diadopsi untuk membangun gereja-gereja di
Spanyol. Gaya Mudejar di Spanyol berkembang pesat terutama di Provinsi Aragon dan dapat
ditemui di kota-kota seperti Teruel, Zaragoza, Toledo, Utebo, dan lain-lain.

Dengan demikian, dapat ditarik garis besar dari perkembangan Arsitektur Islam di Spanyol yaitu
sangat dipengaruhi oleh gaya Moor dari Afrika Utara. Bahkan hingga berakhirnya kekuasaan
Islam di Spanyol, ciri khas arsitektur Islam ini tetap dijadikan acuan dalam pembanguna
bangunan arsitektural sesudahnya.

Anda mungkin juga menyukai