Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejarah merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang harus
dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk kemajuan umat manusia. Islam
merupakan agama ynag universal dari segi penyebarannya, sejak berabad-abad
yang lalu Islam telah mengalami pasang surut di bidang peradabannya. Islam
mengalami puncak keemasannya pada saat pemerintahan Abasiyyah yang berada
di Baghdag, namun catatan sejarah pula yang memberikan penjelasan bahwa
Islam tidak dinamis berada pada puncak kejayaan. Namun itulah realita
kehidupan. Untuk lebih mengetahuai historis dan kronologisnya maka diperlukan
pembahasan yang lebih mendalam, namun yang akan dibahas pada penulisan kali
ini yaitu seputar dinasti-dinasti kecil, tetapi memiliki pengaruh yang besar pada
kemajuan umat Islam, baik dari segi ilmu pengetahuan, dan yang lainnya.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang harus dijelaskan secara mendalam mengenai dinasti-
dinasti kecil yaitu Dinasti Aghlabiyah, Fatimiyah, Ayyubiyah dan Dinasti
Mamalik, dapat dirumuskan di antaranya:
1. Bagaimana proses pembentukan dan kemajuan-kemajuannya;
2. Apa yang menyebabkan kemunduran atau kehancurannya;
3. Apa dampak atau hikmah dari adanya dinasti-dinasti tersebut bagi umat
manusia, terutama bagi dunia Islam.

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana proses pembentukan, kemajuan-kemajuannya;
2. Mengetahui apa yang menyebabkan kemunduran atau kehancurannya;
3. Mengetahui apa dampak atau hikmah dari adanya dinasti-dinasti tersebut
bagi umat manusia, terutama bagi dunia Islam.

1
BAB II
DINASTI-DINASTI KECIL

A. Dinasti Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang
berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya
meliputi Ifriqiyah (Tunisia), Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibn
Aghlab Ibn Salim, seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Para
penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut:
1. Ibrahim I Ibn al-Aghlab (184-197 H/800-812 M)
2. Abdullah I (197-201 H/8l2-817 M)
3. Ziyadatullah ibnu Ibrahim (201-223 H/817-838 M)
4. Abu ‘Iqal ibnu Ibrahim (223-226 H/838-841 M)
5. Abu Al-Abbas Muhammad (226-242 H/841-856 M)
6. Abu Ibrahim Ahmad (242-249 H/856-863 M)
7. Ziyadatullah II ibnu Ahmad (249-250 H/863-864 M)
8. Abul Gharaniq Muhammad II ibnu Ahmad (250-261 H/864-875 M)
9. Ibrahim II ibu Ahma (261-289H/875-902 M)
10. Abu Al-Abbas Abdullah II (289-290 H/902-903 M)
11. Abu Mudhar Ziyadatullah III (290-296H/ 903-909 M)1

a. Sejarah Berdirinya Dinasti Aghlabiyah


Aghlabiyah merupakan dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para
penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga dinasti
tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya yaitu ketika Baghdad
di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid dan memberikan kewenangan kepada
Ibrahim ibn Aghlab atas Provinsi Ifriqiyah dalam rangka menghadapi Dinasti
Idrisiyah. Karena di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dinasti Idrisiyah
(berpaham syi’ah yang memberontak pada Abbasiyah) yang semakin kuat,  dan
kedua dari golongan Khawarij. Dengan adanya dua ancaman tersebut mendorong
Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala tentaranya di Ifriqiyah di bawah
pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah

1
Suntiah Ratu, M. Ag dan Drs. Maslani, M.Ag. 2017, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
mandiri

1
tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya
wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara
permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan
memerintah wilayah tersebut, tetapi juga mengirim upeti ke Baghdad setiap
tahunnya sebesar 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar. 2
Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih satu abad, mulai dari tahun 800-
909 M. Pada tahun 800 M Ibrahim I diangkat sebagai gubernur (amir) di Tunisia
oleh Khalifah Harun ar-Rasyid, karena ia sangat pandai menjaga hubungan
dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayar pajak tahunan yang besar, maka
Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hak-hak otonomi yang besar
seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinya tanpa campur
tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauh
antara Afrika Utara dengan Baghdad. Sehingga Aghlabiyah tidak terusik oleh
pemerintahan Abbasiyah. Pemerintahan Aghlabiyah pertama berhasil
memadamkan gejolak yang muncul dari Kharijiyah Barbar di wilayah mereka.
Kemudian di bawah Ziyadatullah I, Aglabiyah dapat merebut pulau yang terdekat
dari Tunisia, yaitu Sisilia dari tangan Byzantium 827 M, yang dipimpin oleh
panglima Asad bin Furat, dengan mengerahkan panglima laut yang terdiri dari
900 tentara berkuda dan 10.000 orang pasukan jalan kaki. Inilah ekspedisi laut
terbesar, ini juga peperangan akhir yang dipimpin panglima Asad bin Furad
karena, ia meninggal dalam pertempuran. Selain untuk memperluas wilayah
penaklukan terhadap Sisilia juga bertujuan untuk berjihad melawan orang-orang
kafir, wilayah tersebut menjadi pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam
ke Eropa. Aspek yang menarik pada Dinasti Aghlabiyah adalah ekspedisi lautnya
yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah dan pantai-pantai Eropa seperti
pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Alpen. Selain itu juga berhasil
menaklukan kota-kota pantai Itali, Brindisi, Napoli, Calabria, Totonto, Bari, dan
Benevento. Pada tahun 868 M mampu menduduki Malpa. 3 Dengan berhasilnya
penaklukan-penaklukan seperti di atas Dinasti Aghlabiyah menjadi dinasti yang
kaya, sehingga para penguasa Aghlabiyah antusias dalam bidang pembangunan.
Keberhasilan penguasaan seluruh pulau Sisilia inilah yang membuat Aglabiyah

2
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id/2012/03/dinasti-dinasti-kecilspi.html
3
Suntiah Ratu, M. Ag dan Drs. Maslani, M.Ag. 2017, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
mandiri

1
unggul di Mediterania Tengah. Kemudian Aglabiyah melanjutkan serangan-
serangannya ke pulau lainnya dan pantai-pantai di Eropa, termasuk berhasil
menaklukan kota-kota pantai Italia Brindisi (836/221 H.) Napoli (837M),
Calabria (838 M), Toronto (840 M ), Bari (840 M), dan Benevento (840 M).
Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah
pada bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII (872–
840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak
25.000 uang perak pertahun kepada Aglabiyah. Pasukan Aglabiyah juga berhasil
menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M),
menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di
pantai Barat Italia (890), kota Athena di Yunani pun berada dalam jangkauan
penyerangan mereka. Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut,
menjadikan Dinasti Aglabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membagun
Tunisia dan Sisilia. Ziyadatullah I membangun masjid Agung Qairuan,
sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga membangun
hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup itu, jalan-jalan,
pos-pos, armada angkutan, irigasi untuk pertanian (khususnya di Tunisia Selatan
yang tanahnya kurang subur), demikian pula perkembangan arsitektur, ilmu
pengetahuan, seni dan kehidupan keberagamaan. Selain sebagai ibu kota Dinasti
Aghlabiyah, Qoiruan juga sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki,
tempat berkumpulnya ulama-ulama terkemuka, seperti Sahnun yang wafat (854
M) pengarang mudawwanat, kitab Fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat
901 M, Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat 902 M, dan Isa bin Muslim, wafat
908M. Karya-karya para ulama pada masa Dinasti Aghlabiyah ini tersimpan baik
di Masjid Agung Qairuan.

b. Langkah-langkah Pemimpin Aghlabiyah


1. Penguasa Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak Kharijiyah
Berber di wilayah mereka.
2. Dilanjutkan dengan dimulainya proyek besar merebut Sisilia dari tangan
Bizantium pada tahun 827 M di bawah Ziadatullah I yang amat cakap dan
energik, dengan meredakan oposisi internal di Ifriqiyyah yang dilakukan
Fuqaha (pemimpin–pemimpin religius) Maliki di Qayrawan (Cairovan).
Disamping itu, suatu armada bajak laut dikerahkan, sehingga membuat

1
Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah dan membuat mereka mampu
mengusik pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Meriteran Alp.
Kemudian Aghlabiah juga berhasil merebut Malta pada tahun 868 M.
Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah.
Dengan demikian, pada tahun 878 M sempurnalah penguasaan atas Sisilia,
yang kemudian pulau itu di bawah pemerintahan Muslim. Pertama di bawah
kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur Fathimiyah,
sampai penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi
penyebaran kultur Islam ke Eropa.

c. Peninggalan-peninggalan Bersejarah Dinasti Aghlabiyah


Aghlabiyah adalah pembangun yang penuh semangat, dan bangunan-
bangunan peninggalan Aghlabiyah di antaranya:
1. Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh Ziyadatullah I;
2. Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad;
3. Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya
di Ifriqiyah selatan yang kurang subur.4

d. Kemunduran Dinasti Aghlabiyah


Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiyah di Ifriqiyah merosot. Hal ini
disebabkan karena:
1. Hilangnya ikatan kedaulatan dimana ikatan-ikatan solidaritas sosial semakin
luntur. Kedaulatan pada hakihatnya hanya dimiliki oleh mereka yang
sanggup menguasai rakyat, memungut iuran negara, dan mengirimkan
angkatan bersenjata.
2. Amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan
(berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah.
3. Propaganda Syi’iah, yaitu Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi
Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya
menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah
dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III diusir ke Mesir. 5

4
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id/2012/03/dinasti-dinasti-kecilspi.html
5
Suntiah Ratu, M. Ag dan Drs. Maslani, M.Ag. 2017, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
mandiri

1
B. Dinasti Fatimiyah
1. Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu dinasti yang didirikan di benua
Afrika pada penghujung tahun 200 Hijriah atau sekira tahun 910 Masehi,
dinasti ini merupakan dinasti terlembaga yang berpahaman Syi’ah
Ismailiyah, dalam realitas sejarah Dinasti Fatimiyah diambil dari nama
Fatimah az-Zahra, putri nabi saw. dan isteri Ali bin Abu Thalib melalui garis
keturunan Ismail putra Ja’far ash-Shidiq. Peletak dasar dan pendiri dinasti ini
adalah Ubaidillah al-Mahdi putra Husein Ibn Ahmad Ibn Abdallah Ibn
Muhammad Ibn Ismail Ibn Ja’far ash-Shidiq. Ubaidillah al-Mahdi datang dari
Suriah ke Afrika. Tujuan dinasti ini yaitu untuk menjalankan ideologi Syi’ah
dan  ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Abasiyah di Baghdad yang
berideologi Sunni. Di daerah ini mendapat sambutan baik, terutama dari suku
Berber Ketama. Dari permulaan pembentukannya hal ini bisa di lihat dengan
munculnya banyak dinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di
timur dan barat kota Baghdad.
Ia mulai merintis kegiatan dakwahnya tahun 893 M dengan
mengetengahkan konsep akan datangnya al-Mahdi dari keturunan Nabi
Muhammad saw. Dengan dukungan suku Berber Ketama, ia berhasil
menumbangkan Gubernur Aghlabiyah di Ifriqiyah dan menjadikan Idrisiyah
Fez sebagai penguasa bawahannya. Pada tahun 909 M ia dilantik menjadi
khalifah yang sejajar dengan khalifah di Baghdad. Pada tahun 920 M ia
mendirikan ibu kota baru bernama ‘Al-Mahdiyah. Berbeda dengan dinasti-
dinasti kecil lainnya, Dinasti Fatimiyah sepenuhnya melepaskan diri dari
baghdad.
Sisilia berhasil diduduki, dan melakukan operasi laut terhadap Istanbul.
Sebagaimana kota Al-Mahdiyah di Ifriqiyah, Fatimiyah membangun ibukota
baru di Mesir  yaitu Kairo Baru (al-Qahirah “yang berjaya “). Dari Mesir,
kekuasaannya meluas hingga ke Palestina dan Suriah, dan mengambil  alih
penjagaan atas tempat-tempat suci di Hijaz. 6

2. Kemajuan/Perkembangan Dinasti Fatimiyah


6
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id/2012/03/dinasti-dinasti-kecilspi.html

1
Kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Fatimiyah sangat banyak terutama
di bidang kebudayaan dan  bidang ilmu pengetahuan.
a. Bidang kebudayaan
Ditandai dengan dirikannya Masjid al-Azhar yang berfungsi
sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan ilmu
pengetahuan, yang dimanfaatkan oleh kelompok Syi’ah atau pun Sunni.
b. Bidang ilmu pengetahuan
Untuk memajukan ilmu pengetahuan, khalifah mengundang para
ahli di antaranya ahli matematika, seperti Ibn haytam al-Basri untuk
mengunjungi Kairo. Selain itu, muncul ahli sejarah seperti Ibn Zulak, al-
Musabbihi, al-Kuda’i, dan penulis kitab al-Dirayat, al-Shabushi,
pustakawan al-Muhallabi, dan ahli geografi-Ibn al-Makmun al-Bata’ihi. 7
c. Bidang Administrasi
Kementrian negara (wasir) terbagi menjadi dua kelompok:
Pertama adalah para ahli pedang dan kedua adalah para ahli pena.
Kelompok pertama menduduki urusan militer dan keamanan serta
pengawalan pribadi sang kholifah. Sedangkan kelompok kedua
menduduki beberapa jabatan kementrian sebagai berikut: (1) hakim, (2)
pejabat pendidikan sekaligus sebagai pengelola lembaga ilmu
pengetahuan atau Dar Al-Hikmah, (3) inspektur pasar yang bertugas
menertibkan pasar dan jalan, (4) pejabat keuangan yang menangani
segala urusan keuangan negara, (5) regu pembantu istana, (6) petugas
pembaca Al-Quran. Tingkat terendah kelompok “ahli pena” terdiri atas
pegawai negeri, yaitu petugas penjaga dan juru tulis dalam berbagai
departemen.
Dalam bidang kemiliteran terdapat tiga jabatan pokok, yaitu (1) amir
yang terdiri pejabat-pejabat tinggi militer dan pegawai kholifah, (2) petugas
keamanan, dan (3) berbagai resimen. Pusat-pusat armada laut di bangun di
Alexandria, Damika, Ascaton, dan di beberapa pelabuhan Syiria masing-masing
di kepalai seorang admiral.8

7
Suntiah Ratu, M. Ag dan Drs. Maslani, M.Ag. 2017, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
mandiri
8
Mas’ud Abdurrahman, M.A., Ph.D.Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: AMZAH.

1
Khalifah Dinasti Fatimiyah beraliran Syi’ah Ismailiyah, namun mayoritas
rakyatnya tetap menganut aliran Sunni dan menikmati sebagian besar kebebasan
dalam menjalankan keagamaan.
Selama berkuasa, dinasti ini dipimpin oleh 14 orang khalifah, yaitu:
1. Ubaidillah al-Mahdi (297-322 H/909-924 M)
2. Al-Qaim (322-334 H/953-975 M)
3. Al-Mansur ( 334-341 H/946-953 M)
4. Al-Muizz (341-365 H/953-975 M)
5.    Al-Aziz (365-386 H/975-996 M)
6.   Al-Hakim (386-411 H/996-1021 M)
7.    Az-Zahir (411-427 H/1021-1036 M)
8.    Al-Mustansir427-487 H/1036-1094 M)
9.    Al-Musta’li (487-495 H/1094-1101 M)
10.  Al-Amir (495-525 H/1101-1130 M)
11.  Al-Hafizh (525-544 H/1130-1149 M)
12.  Az-Zafir (544-549 H/1149-1154 M)
13.  Al-Fa’iz (549-555 H/1154-1160 M)
14.  Al-Adid 555-567 H/1160-1171 M).

3. Kemunduran Dinasti Fatimiyah


Pemerintahan Dinasti Fatimiyah yang berlangsung 262 tahun, antara 297
H/909 M sampai 567 H/1171 M, akhirnya tidak dapat dipertahankan lagi karena
faktor-faktror intern. sebagai penyebab dominan kemunduran Khalifah Fatimiyah
yaitu, kehancurannya diakibatkan adanya serangan yang dilakukan Naruddin al-
Zangki, (penguasa Syiria) di bawah panglima Syirkuh yang dibantu oleh
keponakannya (Shalahudin al-Ayyubi) mengalahkan tentara Salib tahun 564
H/1169 M. Syirkuh menjadi Wazir selama 2 bulan kerena meninggal dunia, dan
jabatannya digantikan oleh Shalahudin al-Ayyubi. Pada tahun 567 H/1171 M.
Shalahuddin al-Ayyubi menghapuskan Dinasti Fatimiyah atas desakan dari
pemerintahan di Baghdad dan menggantikannya dengan nama Dinasti Ayyubiyah
yang berorientasi di Baghdad.9

9
Suntiah Ratu, M. Ag dan Drs. Maslani, M.Ag. 2017, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
mandiri

1
C. Dinasti Ayyubiyah
1. Berdirinya Dinasti Ayyubiyah
Ayyubiyah adalah sebuah Dinasti Sunni yang berkuasa di Dyar Bakir
hingga tahun 1429 M. Dinasti ini didirikan oleh Shalahuddin al Ayyubi,
wafat tahun 1193 M (Glasse, 1996:143). Ia berasal dari suku Kurdi Hadzbani,
putra Najawddin Ayyub, yang menjadi dari putra Zangi bernama Nuruddin.
Keberhasilannya dalam perang Salib, membuat para tentara mengakuinya
sebagai pengganti dari pamannya, Syirkuh yang telah meninggal setelah
menguasai Mesir tahun 1169 M. Ia tetap mempertahankan lembaga–lembaga
ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah, tetapi mengubah orientasi
keagamaannya dari Syi’ah menjadi Sunni.
Penaklukan atas Mesir oleh Shalahuddin pada 1171 M membuka jalan
bagi pembentukan madzhab-madzhab hukum Sunni di Mesir. Madzhab
Syafi’i tetap bertahan di bawah pemerintahan Fathimiyah, sebaliknya
Shalahuddin memberlakukan madzhab-madzhab Hanafi. Keberhasilannya di
Mesir tersebut mendorongnya untuk menjadi penguasa otonom di Mesir.
Najmudin Ayub adalah seseorang yang berasal dari suku Kurdi Hadzbani dan
menjadi panglima Turki 1138 M, di Mosul dan Aleppo, di bawa
pemerintahan Zangi Ibnu Aq-Songur. Demikian juga adiknya Syirkuh,
mengabdi pada Nuruddin, putra Zangi 1169 M. Syirkuh berhasil mengusir
raja Almaric beserta pasukan salibnya dari Mesir. Kedatangan Syirkuh ke
Mesir karena undangan Khalifah Fatimiyah untuk mengusir Almaric yang
menduduki Kairo. Setelah Syirkuh meninggal (1169 M) digantikan oleh
Shalahuddin (keponakannya) sebagai pemimpin pasukan. Pertama-tama ia
masih menghormati simbol-simbol Syi’ah pada pemerintahan Al-Adil
Lidinillah, setelah ia diangkat menjadi Wazir (Gubernur). Tetapi setelah al-
Adil meninggal 1171 M, Shalahuddin menyatakan loyalitasnya kepada
Khalifah Abbasiyah (al-Mustadi) di Bagdad dan secara formal menandai
berakhirnya rezim Fatimiyah di Kairo.
Keberhasilan Shalahuddin di Mesir mendorongnya menjadi penguasa
otonom. Dalam mengkosolidasikan kekuatannya, ia banyak memanfaatkan
keluarganya untuk ekspansi ke wilayah lain, seperti Turansyah. Saudaranya
dikirim untuk menguasai Yaman 1173 M. Taqiyuddin, (keponakannya)
ditugasi untuk melawan tentara Salib yang menduduki Dimyat. Sedangkan

1
Syihabuddin (pamannya) untuk menduduki Mesir Hulu (Nubia). Kematian
Nuruddin (1174 M) menjadikan posisi Shalahudin semakin kuat, yang
akhirnya memudahkan untuk menaklukan Syiria, termasuk Damaskus,
Aleppo dan Mosul. Akhirnya pada 1175 M, ia diakui sebagai sultan atas
Mesir, Yaman dan Syiria oleh Khalifah Abbasiyah. Di masa pemerintahan
Shalahuddin, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian
yang bekerja sama dengan penguasa muslim di kawasan lain. Ia juga
mambangun tembok kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit
Muqattam. Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan Barbar, Turki dan
Afrika. Disamping digalakkan perdagangan dengan kota-kota di Laut
Tengah, Lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan. Atas dasar
inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna merebut al-Quds (Jerusalem) dari
tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, akhirnya
Jerusalem dikuasai pada tahun 1187 M, hal tersebut tetap tidak mengubah
kedudukan Shalahuddin, sampai akhirnya raja Inggris (Richard) membuat
perjanjian genjatan senjata yang dimanfaatkannya untuk menguasai kota
Acre. Sampai ia meninggal (1193 M), Shalahuddin mewariskan
pemerintahan yang stabil dan kokoh, kepada keturunan-keturunannya dan
saudaranya yang memerintah di berbagai kota. Yang paling menonjol ialah
al-Malik al-Adil (saudaranya), dan keponakannya al-Kamil, mereka berhasil
menyatukan para penguasa Ayyubi lokal dengan memusatkan pemerintahan
mereka di Mesir. Namun pada masa pemerintahan al-Kamil, ketika Dinasti
Ayyubiyah bertempat di Diyarbakr dan al-Jazirah, mereka mendapat tekanan
dari Dinasti Saljuk Rum dan Dinasti Khiwarazim Syah, kemudian al-Kamil
mengembalikan Jerusalem kepada Kaisar Frederick II yang membawa damai
dan keberuntungan ekonomi yang cukup besar bagi Mesir dan Syiria.
Hiduplah kembali perdagangan dengan kekuatan Kristen Mediterrania.
Setelah al-Kamil meninggal (1238 M) Dinasti Ayyubiyah terkoyak oleh
pertentangan-pertentangan intern. Pada pemerintahan Ash-Shalih serangan
Salib 6 dapat diatasi, yang pemimpinya raja Prencis St. Louis dan akhirnya
ditangkap, tetapi kemudian pasukan budak (Mamluk) dari Turki merebut
kekuasaan di Mesir. Ini secara otomatis mengakhiri pemerintahan Ayyubiyah
secara keseluruhan.10
10
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id/2012/03/dinasti-dinasti-kecilspi.html

1
Dinasti Ayyubiyah, berkuasa selama 79 tahun (1171-1250M) di pimpin
oleh 9 orang Amir. Secara Periodik, amir tersebut adalah sebagai berikut :
1. Al-Malik An-Nashir I Shalahuddin (Saladin) (564-589 H/1169-1193 M)
2. Al-Malik Al-‘Aziz ‘Imanuddin (589-595 H/1193-1198 M)
3. Al-Malik Al-Mansyur Nasiruddin (595-596 H/1198-1200 M)
4. Al-Malik Al-‘Adil I Saifuddin (615-635 H/1218-1238 M)
5. Al-Malik Al-Kamil I Nashiruddin (615-635 H/1218-1238 M)
6. Al-Malik Al-‘Adil II Saifuddin (635-637 H/ 1238-1240 M)
7. Al-Malik Ash-Shalih Najmuddin Ayyub (637-647 H/1240-1249 M)
8. Al-Malik Al-Mu’azhaham Turan-Syah (647-648 H/1249-1250 M)
9. Al-Malik Al-Asyraf II Muzhaffaruddin (648-650 H/1250-1252 M) 11

2. Upaya-upaya yang dilakukan Shalahuddin al-Ayyubi di antaranya:


a. Melancarkan jihad terhadap tentara-tentara Salib di Palestina;
b. Mempersatukan tentara Turki, Kurdi, dan Arab di jalan yang sama.

Dari Mesir, Shalahuddin juga dapat menyatukan Syiria dan Mesopotamia


menjadi sebuah kesatuan negara Muslim. Pada tahun 1174 ia merebut
Damaskus, kemudian Alippo tahun 1185, dan merebut Mosul pada 1186.
Setelah kekuasaannya kokoh, Shalahuddin melancarkan gerakan ofensif guna
mengambil alih al-Quds (Jerussalem) dari tangan tentara tanpa banyak
kesulitan. Ini berarti Jerussalem menjadi komunitas muslim setelah delapan
puluh tahun, dan orang-orang Frank tersingkirkan, meskipun hanya untuk
sementara. Usaha besar-besaran telah dilakukan pasukan Salib dari Inggris,
Perancis, dan Jerman antara tahun 1189 – 1192 M, namun tidak berhasil
mengubah kedudukan Shalahuddin. Setelah perang berakhir, Shalahuddin
memindahkan pusat pemerintahan ke Damaskus.

3. Kemajuan-kemajuan Dinasti Ayyubiyah


Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun
mencapai kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan
bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, di antaranya:
a. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
11
Suntiah Ratu, M. Ag dan Drs. Maslani, M.Ag. 2017, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV.
Insan mandiri

1
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota
pendidikan. Ini ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah
tahun 1239 M yang dijadikan sebagai pusat pengajaran empat madzhab
hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al- Hadist al-
Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok
hukum yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum Sunni.
Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa
Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana
yang dibangun menyerupai gereja.
b. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan,
karya-karya orang Arab tentang astronomi dan geometri, penerjemahan
bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah didirikan sebuah
rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
c. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang
ilmuwan Syiria yang lebih canggih dibanding buatan orang Barat.
Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
d. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan
sebagainya, juga memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung
dalam peperangan. Di samping itu, adanya perang Salib telah membawa
dampak positif, keuntungan dibidang industri, perdagangan, dan
intelektual, misalnya dengan adanya irigasi.

4. Kemunduran Dinasti Ayyubiyah


Sepeninggal Al-Kamil tahu 1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak oleh
pertentangan-pertentangan intern. Serangan Salib keenam dapat diatasi, dan
pimpinannya, Raja Perancis St. Louis ditangkap. Namun pada tahun 1250 M
keluarga Ayyubiyah diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan oleh salah satu
resimen budak (Mamluk)nya, yang membunuh penguasa terakhir Ayyubiyah,
dan mengangkat salah seorang pejabat (Aybak) menjadi sultan baru.
Keruntuhan ini terjadi di dua tempat, di wilayah Barat Ayyubiyah, berakhir
oleh serangan Mamluk, sedangkan di Syiria dihancurkan oleh pasukan

1
Mongol (Glasse, 1996:552). Dengan demikian berakhirlah riwayat
Ayyubiyah oleh Dinasti Mamalik. Dinasti yang mampu mempertahankan
pusat kekuasaan dari serangan bangsa Mongol.

D. Dinasti Mamalik
1. Sejarah Berdirinya Dinasti Mamalik
Mamalik merupakan bentuk jamak dari Mamluk yang berarti budak.
Karena Dinasati Mamakik dibentuk oleh para budak dari berbagai macam
suku bangsa dan ras, dan mendiami suatu bangsa yang bukan tumpah darah
mereka yang pemerintahannya berbentuk oligarki. Dalam oligarki militer,
budak-budak tersebut adalah orang-orang yang ditawan oleh dinasti
Ayyubiyah, yang dididik dan dijadikan tentaranya. Dan oleh penguasa
Ayubiyah yang terakhir (Al-Malik Al-Salih), mereka dijadikan pengawal
untuk menjamin kekuasaannya. Sehingga mereka diberikan hak-hak yang
istimewa seperti dalam karier atau pun imbalan berupa harta. Kebanyakannya
mereka berasal dari daerah Kaukasus dan laut Kaspia. Di Mesir, mereka
ditempatkan di Pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer
dan keagamaan. Sehingga mereka dijuluki Mamluk Bahri (laut).  Sebetulnya
mereka memiliki saingan yaitu tentara yang berasal dari suku Kurdi. Ketika
penguasa Ayubiyyah yang terakhir (Al-Malik Al-Salih) meninggal dunia
(1249), maka digantikan oleh anaknya yaitu Turansyah menjadi sultan.
Sehingga golongan Mamalik merasa terancam keberadaannya, karena Sultan
Turansyah lebih dekat pada golongan bangsa Kurdi. Ahkirnya pada tahun
1250 golongan Mamalik melakukan kudeta yang dipimpin oleh Aybak dan
Baybars, yang berhasil membunuh Sultan Turansyah. Istri Al-Malik Al-Salih
yaitu Syajarah al-Durr (yang juga berasal dari golongan Mamalik), berhasil
mengambil alih kembali kekuasaan (selama tiga bulan) dengan terlebih
dahulu mengadakan kesepakatan dengan golongan Mamalik. Kemudia ia
menikah dengan seorang tokoh dari Mamalik yang juga sebagai peminpin
kudeta pada sultan dinasti Ayyubiyah yang bernama Aybak, sehingga
kekuasaannya diserahkan kepadanya, tetapi ia (Syajarah Al-Durr) sambil
berharap ada pada kekuasaannya di belakang. Namun kenyataannya Aybak
malah membunuhnya, sehingga kekuasaanya penuh berada di tangan Aybak.
Pada mulanya Aybak mengangkat Sultan (Musa) dari keturunan  Ayyubiyah,

1
namun akhirnya dibunuh juga. Itulah sejarah berdirinya Dinasti Mamalik
yang berkuasa di daerah Mesir.

2. Proses Kejayaan Dinasti Mamalik


Selama tujuh tahun (1250-1257) Aybak berkuasa, setelah ia meninggal
maka digantikan oleh anaknya yang bernama Ali, namun usianya masih
muda, sehingga ia digantiakn oleh wakilnya yaitu Qutuz. Setelah Qutuz naik
tahta, maka Baybars yang sedang mengasingkan diri di Syiria (karena waktu
pemerintahan Aybak ia tidak menyukainya) kembali ke Mesir. Di awal tahun
1260 M, Mesir terancam oleh serangan Mongol yang sudah menguasai hmpir
seluruh kawasan Islam. Sehingga pada tanggal 13 September 1260, terjadilah
peperangan antara Mongol dengan dinasti Mamalik di ‘Ayn Jalut. Dan di
bawah pimpinan Qutuz dan Baybars perang dimenangkan oleh dinasti
Mamalik. Sehingga dinasti Mamalik menjadi terkenal, dan menjadi tumpuan
masyarakat Mesir. Penguasa-penguasa yang berada di kawasan Syiria pun
tunduk dan menyatakan kesetiaannya berada di bawah penguasaan Dinasti
Mamalik. Tidak lama setelah terjadi peristiwa tersebut, Qutuz meninggal
dunia. Dan Baybars diangkat menjadi sultan oleh pasukannya (1260-1277
M). Karena Baybars seorang yang cerdas dan tangguh dalam
kepemimpinannya, sehingga ia dianggap sebagai sultan yang terbesar dan
tetkenal bila dibandingkan dengan 47 sultan yang pernah berkuasa pada
Dinasti Mamalik. Dan ia pula yang dianggaap sebagai pembantu yang haliki
pada Dinasti Mamalik.
Perlu diketahui juga bahwa Dinasti Mamalik dibagi menjadi dua periode,
yaitu periode Mamluk Bahri sampai masa pemerintahan Hajji II, dan periode
Mamluk Burji sejak kekuasaanya Burquq (untuk yang kedua kalinya) sampai
dikalahkan oleh kerajaan Utsmani tahun 1517 M.
Pada bidang politik, Dinasti Mamalik membawa warna dan perubahan
baru dalam sejarah Islam. Sebagaimana di atas disebutkan bahwa Dinasti
Mamalik memiliki sistem pemerintahan yang oliharki militer, namun pada
saat Qalawun berkuasa (1280-1290) berbeda dengan masa pemerintahan
yang lain, ia menggunakan pergantian peminpin kekuasaan secara tutun-
temurun. Namun aturan seperti itu tidak banyak disukai. Sehingga anak
Qawalun hanya mampu memimpin selama empat tahun saja, karena

1
kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295-1297M). Ternyata sitem oligarki
inilah yang sesuai bagi mereka, ini ditandai dengan banyaknya kemajuan
yang dialami oleh Mesir pada masa itu. Karena dalam pemerintahannya ada
amir (semacam gubernur), maka para amir berusaha untuk berkompetisi
dalam bidang prestasi, karena mereka merupakan kandidat dari sultan.
Sehingga banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai, seperti dibidang
ekonomi, atau pun dibidang ilmu pengetahuan lainnya.
Berikut merupakan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Dinasti
Mamalik, di antaranya:
a. Bidang pemerintahan
Kemenangan Dinasti Mamalik melawan tentara Mongol di ‘Ayn
Jalut menjadi sebuah peluang dan modal yang cukup berarti untuk
menaklukan daerah di sekitaarnya. Sehingga banyak penguasa dinasti
kecil yang menyatakan kesetiaanya pada Dinasti Mamalik. Pada masa
kekuasaan Baybars, ia mengangkat kelompok militer sebagai pembantu
dalam menjalankan pemerintahannya. Selain itu, untuk memeroleh
simpatisan dari dinasti-dinasti kecil, Baybars membuat aturan untuk 
membuat bai’at pada keturunan Bani Abbas yang selamat meloloskan
diri dari serangan Mongol. Dengan demikian, Dinasti Abasiyyah yang
khalifahnya Al-Mustanshir dapat dipertahankan oleh Dinasti Mamalik,
yang pusatnya di Kairo. Sementara yang pusatnya di Baghdad telah
hancur oleh pasukan tentara Hulagu bangsa Mongol. Tidak lepas dari itu
semua, sebetulnya pada masa kekuasaan Baybars banyak kekuatan-
kekuatan dari pihak luar yang berusaha untuk menghancurkannya, namun
ia dapat mengatasinya. Seperti Perang Salib, di sepanjang Laut Tengah,
Assasin, di Pegunungan Syiria., Cyrenia (tempat berkuasanya orang-
orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.

b. Bidang Ekonomi
Pada bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan
dagang dengan bangsa Perancis dan Italia melalui perluasan jalur
perdagangan yang sudah dirintis oleh Dinasti Fathimiyah sebelumnya.
Hancurnya kekuasaan Abasiyyah di Baghdad mengakibatkan daerah
Kairo sebagai tempat yang setrategis untuk jalur perdagangan, karena

1
dapat menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah
antara benua Asia dan Eropa. Keberhasilan di bidang ekonomi ini,
didukung juga dengan jarinagn transportasi dan komunikasi antarkota di
darat atau pun di laut, secara baik. Hal ini tidak terlepas dari dukungan
tentara angkatan lautnya yang siap siaga untuk membantu.

c. Bidang Ilmu Pengetahuan


Mesir, merupakan salah satu daerah yang menjadi tempat
pelarian ilmuwan-ilmuwan dari Baghdad yang telah hancur oleh tentara
Mongol. Oleh karena itu, sehingga banyak ilmu-ilmu yang berkembang
di Mesir. Seperti sejarah, kedokteran, matematiak, astronomi, terutama
ilmu-ilamu agama.
Ilmuwan-ilmuwan dan bidangnya yang terkenal pada masa itu,
diantaranya:
1) Bidang Sejarah : Ibn Khalikan, Ibn Thaghribardi, dan Ibn Kholdun.
2) Bidang Matematika: Abu Al-Faraj Al’Ibry.
3) Bidang Astronomi: Nasir al-Din al-Tusi.
4) Bidang Kedokteran: Abu al-Hasan’Ali al-Nafis (yang menemukan
susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia), Abd. Al-
Mun’im al-Dimyahti (dokter hewan), dan al-Razi (perintis
pesikoterapi).
5) Bidang Opthalmologi (ilmu pengobatan mata): Salah al-Din Ibn
Yusuf.
6) Bidang Agama: Ibn Taimiyah (pemikir reformis dalam Islam), Al-
Sayuthi, Ibn Hajar al-‘Asqalani, dll.
d. Bidang Arsitektur
Masa Dinasti Mamalik pada bidang arsitektur mengalami
kemajuaan, hal ini ditandai dengan adanya bangunan-bangunan yang
didirikan. Seperti sekolah, masjid, rumah sakit, museum, vila-vila,
perpustakaan, kubah, dan menara masjid, dengan pola arsitektur yang
indah. Semua kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Mamalik,
itu tidak terlepas dari usaha-usaha yang mereka lakukan. Dan berkat
kepribadian, wibawa pemimpin yang baik. Sikap solidaritas dari setiap

1
kalangan, baik sesama militer, penguasa atasan, dan yang lainnya.
Sehingga menjadikan stabilisasi pemerintahan yang berhasil.

3. Kemunduran dinasti Mamalik


Penyebab kemunduran Dinasti Mamalik sebetulnya ada dua factor, yaitu
faktor ekstern dan intern.
1) Faktor Intern
Sebagai faktor intern yaitu berawal dari dalam kerajaan. Seperti
sejak masuknya para budak dari Sirkasia, yang dikenal dengan nama
Mamalik Burji, yang pertamakalinya dibawa oleh Sultan Qawalun,
sehingga menyebabkan solidaritas antar sesama militer menurun
terutama ketika Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji
yang bermoral negatif, mereka tidak menyukai ilmu pengetahuan, malah
suka melakukan foya-foya, yang menyebabkan pajak dinaikan. Sehingga
mengakibatkan ketidaksenangan rakyat, dan sistem perekonian pun
menurun. Ditambah lagi dengan ditemukannya Tanjung Harapan oleh
bangsa Eropa tahun 1498 M, yang menyebabkan jalur perdagangan Asia-
Eropa melalui jalur Mesir menurun. Kondisi tersebut diperparah lagi
dengan adanya wabah penyakit dan musim kemarau panjang.
2) Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang menyebabkan Dinasti Mamalik hancur yaitu
adanya kekuatan kekuasaan politik pada kerajaan Utsmani. Sehingga
terjadilah peperangan di luar kota Kairo pada tahun 1517 yang
mengakibatkan Dinasti Mamalik kalah dan berakhir dengan kehancuran.
Maka sejak itulah wilayah Mesir (juga sebagai salah satu propinsinya)
dikuasai oleh kerajaan Turki Utsmani.12

12
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id/2012/03/dinasti-dinasti-kecilspi.html

1
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dinasti Aghlabiyah, Fatimiyah, Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik merupakan dinasti-
dinasti kecil yang berdiri sekira abad 8-12 Masehi. Walaupun termasuk dinasti-dinasti
kecil, tetepi pengaruhnya cukup besar bagi kemajuan umat muslim di dunia. Dengan
berbagai aspek yang telah diraihnya, maka dapat dijadikan tolak ukura sebagai bahan
untuk menuju proses peradaban Islam pada masa sekarang dan yang akan datang supaya
lebih baik.

1
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mas’ud. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan
Mandiri.
http://hikmatunnailah.blogspot.co.id/2012/03/dinasti-dinasti-kecilspi.html

Anda mungkin juga menyukai