Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH ISLAM DI AFRIKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
makalah ini membahas tentang sejarah islam di afrika. Islam yang merupakan
agama pembebas bagi kalangan tertindas dan hegemoni penguasa yang non Islam seperti
Persia dan Romawi, acap kali dianggap agama yang identik dengan darah dan pedang.
Anggapan tersebut sama sekali tidaklah terbukti karenaIslam merupakan agama pembela bagi
kalangan tertindas, tidak terkecuali di wilayah Afrika.[1]
Afrika adalah tempat bermacam-macam bangsa dan kebudayaan yang banyak sekali.
Afrika adalah negeri dengan pertentangan yang sangat mencolok dan keindahan yang liar. Di
sana juga terdapat banyak masalah termasuk perang, kelaparan, kemiskinan, dan masalah
penyakit. Di Afrika terdapat gurun Sahara yang merupakan gurun pasir terbesar di dunia.
Gurun itu terbentang mulai dari samudra Atlantik di barat hingga laut merah di sebelah timur.
Sahara meliputi seperempat dari seluruh benua itu.[2]
Realitas wilayah Afrika merupakan daerah yang berada dibawah kekuasaan
kekaisaran Romawi, yaitu sebuah kekaisaran yang super power pada masa itu. Dalam sejarah
peradaban dunia, bahwa kaisar-kaisar Romawi dikenal sebagai penguasa yang kejam, lalim
dan berdarah penjajah. Namun pada kenyataannya, justru Islam dapat berkembang
di Afrika dan populasi penduduk muslimnya mencapai 75 juta dari 500 juta jumlah populasi
umat muslim seluruh dunia.[3] Di Afrika juga terdapat dinasti-dinasti yang ikut terlibat dan
mewarnaiIslamisasi di wilayah tersebut.
Berkaitan dengan hal diatas, makalah ini membahas tentang bagaimana perjalanan
penyebaran Islam di wilayah Afrika (khususnya Afrika Utara dan Sub
Sahara) sehingga Islam dapat diterima di wilayah yang telah dikuasai oleh penguasa-penguasa
Romawi tersebut dan dinasti apasaja yang telah berkuasa dalam sejarah perjalanan islam di
afrika.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dalam makalah ini dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana proses islamisasi di Afrika dari masa ke masa
2. Dinasti apa saja yang berkuasa dalam proses islamisasi di Afrika
3. Bagaimana proses islamisasi di wilayah Afrika Sub Sahara
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islamisasi di Afrika dari masa ke masa


Nama Afrika berasal dari bahasa latin, yaitu Africa terra yang berarti tanah Afri.
Afrika merupakan benua terluas nomor dua setelah Asia, yaitu 20 % dari seluruh total daratan
bumi dan penduduknya mencapai sepertujuh dari seluruh populasi dunia.[4] Sebutan bagi
penduduk Afrika biasa dikenal dengan nama Berber dan Negro. Bangsa Negro sangat
majemuk, bahkan mendominsi dari jumlah penduduk di benua Afrika, aktifitas keagamaannya
sangat beragam yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Afrika utara adalah bagian dari daerah di benua Afrika di mana budaya dan
penduduknya berbeda dengan daerah-daerah di Afrika lainnya. Afrika Utara adalah sebuah
kehidupan masyarakat Berber yang bersifat kesukuan, berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain dan patriarkhi.[5] Penduduk Afrika Utara sebagian besar termasuk ras kulit putih
dan merupakan penutur bahasa Afro-Asia.[6] Sebelum Islam masuk ke daerah Afrika Utara,
daerah ini merupakan daerah dibawah kekuasaan Romawi.
Secara geografis, Afrika Utara merupakan wilayah bergurun. Dalam terminologi
Arab, daerah ifriqiyah merupakan bagian dari Afrika Utara yaitu wilayah Libya, Tunisia, Al-
Jazair, dan Maroko. Seluruh wilayah tersebut oleh orang-orang Arab dikenal dengan sebutan
Al-Maghribi.[7]
Penyebaran Islam di Afrika bermula pada masa Nabi Muhammad ketika ada kontak
pertama kali antara Islam dengan Afrika, yaitu setelah para sahabat hijrah ke Habsyi dan
mendapatkan sambutan baik dari raja Najjasyi maupun penduduk setempat. Penyebaran Islam
kemudian dilanjutkan pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab dengan mengutus Amr ibn 'Ash.
Pasukan muslim dibawah panglima Amr ibn 'Ash berhasil memasuki Mesir dengan
mengelahkan tentara Bizantium yaitu pada tahun 639-644 M, dan mendirikan kota Fusthat
sebagai ibu kota pertama di wilayah Afrika.[8]
Penyebaran Islam ke wilayah Afrika kemudian dilanjutkan oleh khalifah ke tiga
yaitu Khalifah Utsman ibn Affan dengan mengirim Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarah yang
berhasil mengalahkan tentara Romawi di Laut Tengah dan mengalahkan tentara Bizantium dan
terus maju sampai ke Barqah dan Tripoli dan terus merangsek sampai ke daerah Carthage, yaitu
ibu kota Romawi di Afrika Utara.[9] Perluasan wilayah Afrika sedikit terganggu dengan
adanya suhu politik di Madinah yang kurang mendukung sehingga perluasan wilayah tidak
memungkinkan untuk dilanjutkan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Raja Konstantine III untuk
merebut kembali kekuasaannya atas wilayah Afrika.
Penyebaran Islam mengalami kemajuan pesat ketika pada masaMuawiyah ibn Abi
Sofyan dengan mengutus seorang yang bernama Uqbah ibn Nafi' menjadi gubernur di Afrika
pada 666 M dan menjadikan kota Qayrawan sebagai ibu kota. Dengan keberaniannya, ia
membersihkan pengacau dan sekaligus memulihkan keadaan, ia merupakan orang pertama
yang menembus padang pasir Sahara.[10]
Masuknya Islam ke Afrika Utara merupakan moment penting bagi masa depan Islam
secara keseluruhan di benua Afrika dan daratan eropa yang selama berabad-abad berada
dibawah kekuasaan Kristen. Dalam peradaban Islam, Afrika Utara tidak dapat dilupakan begitu
saja. Hal ini dikarenakan Afrika Utara merupakan pintu masuk dari sentral penyebaran Islam,
yakni Timur Tengah. Bukti kemajuan di Afrika Utara dalam peradaban Islam adalah dalam
bidang arsitektur, seni, dekorasi dan intelektual. Diantara tokoh yang terkenal dalam bidang
intelektual adalah Ibn Batuta (Biologi), Ibnu Khaldun (sosiologi) dan Ibn Zuhr.[11]
Perjalanan panjang penyebaran Islam tidak serta merta berjalan dengan mudah, akan
tetapi melalui beberapa rintangan baik rintangan dari dalam maupun dari luar. Pergolakan
politik yang terjadi dalam pemerintahan pada saat itu, dimanfaatkan oleh bangsa Berber untuk
melakukan pemberontakan. Pemberontakan silih berganti baik yang dilakukan orang-orang
Berber sendiri dengan maksud melepaskan diri dari kekuasaan orang Islam. Misalnya,
pemboikotan yang dilakukan oleh Kusailah pada masa Muawiyah. Pada tahun 683 M orang-
orang Islam di Afrika Utara mengalami kemunduran karena orang-orang Berber di bawah
pimpinan Kusailah bangkit memberontak dan mengalahkan 'Uqbah di Tahuza pada saat pulang
ke ibu kota Qayrawan. Dia dan pasukannya tewas dalam pertempuran tersebut.[12]
Rintangan dari pihak luar, misalnya, keinginan bangsa Romawiatas wilayah Afrika
maupun penjajahan bangsa Eropa.[13] Pada saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik ibn
Marwan pada masa Daulah Umayyah, Afrika Utara dapat direbut kembali dari kekuasaan
Romawi dan berhasil mengalahkan perlawanan bangsa Berber.

B. Dinasti-dinasti Yang Mewarnai Islamisasi di Afrika


Telah disinggung sebelumnya bahwa 'Uqbah mendirikan kota militer yang
termasyhur yaitu Qayrawan di sebelah selatan Tunis. Pendirian ini bertujuan untuk
mengendalikan orang-orang Berber yang terkenal ganas dan sukar diatur sekaligus
membentengi diri dari orang-orang Romawi. Afrika Utara memasuki babak baru dan
Islamisasi dapat dilanjutkan kembali. Sejak saat itu, Afrika Utara melepaskan diri dari wilayah
kekuasaan mesir dan berdiri sebagai wilayah tersendiri yang dipimpin oleh seorang
gubernur.[14]
Pada masa pemerintahan dipegang oleh Musa, Afrika Utara mengalami kemajuan
yang pesat dan terjadi perubahan dan membuat stabilitas keamanan serta perubahan yang
sangat berarti baik dibidang sosial maupun politik sehinggaIslamisasi baru dapat berjalan
lancar. Sebagai apresiasi terhadap pasukan muslim bahwa mereka bukan hanya sekedar
mengIslamkan kaum Berber semata namun juga mengajarkan pengetahuan yang mendalam
mengenai agama tersebut termasuk didalamnya pengetahuan bahasa arab sehingga bahasa arab
sebagai bahasa percakapan di Afrika utara sampai sekarang.
Keberhasilan tersebut tidak lepas atas dukungan kaum Khawarij yang ikut terlibat
sehingga Islam benar-benar dapat diterima dan mengakar di kalangan
Afrika Utara.[15] Pergolakan politik yang terjadi pada masa dinasti Umayyah yang
mengakibatkan pergantian kekuasaan Bani Umayyah kepada Bani Abbasiah, dan peralihan
kekuasaan kekhalifahan Islam dari damaskus di Syiria ke Baghdad di Persia tampaknya tidak
dapat dipungkiri sebagai awal munculnya dinasti-dinasti baru di Afrika utara. Hampir seluruh
wilayah Afrika Utara melepaskan diri dari kekuasaan dinasti Abbasiah.[16]
Diantara dinasti yang muncul di Afrika utara adalah;
1. Dinasti Idrisiah
Di wilayah Maroko, Idris ibn Abdullah setelah gagal melakukan pemberontakan
terhadap Abbasiah, ia melarikan diri ke Maroko dan mendirikan dinasti Idrisiah (788-974 M)
yang beribu kota di Fas. Dinasti ini yang pada akhirnya ditaklukkan oleh panglima Ghalib
Billah dari dinasti Umayyah di Andalusia. Idrisyah merupakan dinasti Syi'ah pertama dalam
sejarah Islam.[17] Idrisiyyah adalah dinasti pertama yang berupaya memasukkan doktrin
Syi'ah, meskipun dalam bentuk yang sangat lunak, ke Maghrib. Sebelumnya, wilayah itu
didominasi oleh kaum Khawarij.[18]
Periode Idrisiyah sangat penting bagi penyebaran kultur Islam di kalangan
masyarakat Berber di dalam negeri. Namun selama pemerintahan Muhammad al-Muntashir,
berbagai wilayah kekuasaan Idrisiyah terpecah secara politis sehingga menjadi mangsa
serangan musuh-musuh mereka yaitu Berber, terutama abad ke sepuluh dengan munculnya
dinasti Fathimiyah.

2. Dinasti Rustamiyah
Dinasti ini didirikan oleh Abdurrahman ibn Rustam. Ia merupakan pemimpin suku
Berber dari jabal Nefusa yang menganut faham Kharijiyah sekte Ibadiyah, berhasil menduduki
Tripoli dan Qayrawan. Selanjutnya pada tahun 761 M, ia pergi ke Aljazair barat dan
mendirikan basis Kharijiyah yang kemudian dinamakan dinasti Rustamiyah yang beribu kota
di Tahert (Al-Jazair). Dinasti ini bertahan sampai tahun 909 M.[19] Rustamiyah memiliki nilai
penting bagi sejarah Islam Afrika Utara yang tidak sebanding dengan masa dan lingkup
kekuasaan politis mereka.
Mayoritas Berber Afrika Utara menganut sekte Kharijiyah yang radikal,
equalitarian, dan religio-politis, yang merupakan bentuk protes terhadap dominasi tuan-tuan
mereka yang Arab dan ortodok. Sementara di Timur, Kharijiyah merupakan sekte minoritas
yang ekstrim dan kasar.Sedangkan di Barat, Kharijiyah merupakan sebuah gerakan massa yang
lebih moderat. Namun dengan bangkitnya Fathimiyah yang Syi'ah di Maroko berakibat fatal
bagi Rustamiyah (777-909 M) dan berakhirlah dinasti ini sebagaimana bagi dinasti-dinasti
lokal lainnya.[20] Di bawah Rustamiyah, Tahart mengalami kemakmuran material yang luar
biasa, menjadi terminal di Utara dari salah satu rute kafilah trans-Sahara.

3. Dinasti Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa
selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M), dan berpusat di Sijilmasa.[21] Wilayah
kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu
Aghlab.[22] Ayah Ibrahim ibn Al-Aghlab adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer
Abbasiyah. Pada tahun 800 M, Ibrahim diberi profinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun
Al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar. Pemberian ini
meliputi hak-hak otonomi yang besar.
Pada masa Ziyadatullah I, dimulailah proyek merebut Sisilia dari tangan Bizantium.
Penaklukan ini agar dapat mengalihkan energi fanatis ke jihad melawan orang-orang kafir.
Dengan demikian akhirnya Sisilia berada dibawah penguasa muslim Aghlabiyah untuk
pertama kalinya. Wilayah ini merupakan pusat penting bagi penyebaran kultur Islam ke Eropa.
Keberhasilan pada masa Aghlabiyah adalah membangun masjid Agung Qayrawan dan masjid
Tunis.[23]

4. Dinasti Murabbitun
Dinasti Murabbitun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi.
Mula-mula pemimpin Shanhaja, Yahya ibn Ibrahim, berangkat haji dan sekembalinya dari
Arabia, dia mengundang seorang alim yang terkenal di Maroko yaitu Abdullah ibn Yasin untuk
berdakwah ditengah kaumnya. Kelompok ini berawal dari 1000 anggota pejuang yang kegiatan
mereka menyebarkan agama Islam dengan mengajak suku-suku lain untuk memeluk agama
Islam.[24] Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus dengan beribu kota di
Marakesyi (1056-1147).
Pada saat kepemimpinan dipegang oleh Abu Bakar, ia meneruskan penaklukan ke
Sahara Maroko dan lambat laun mengembangkan sistem kesultanan. Dan pada masa
kepemimpinan Yusuf Tasyfin, Murabbitun mengalami kejayaan dan menyeberang ke Spanyol
kemudian berhasil merebut Granada dan Malaga. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir al-
Mukminin.[25]

5. Dinasti al-Muwahhidun
Berdirinya dinasti al-Muwahhidun (1130-1269 M) ini berangkat dari reaksi
kekecewaannya atas al-Murabbitun yang telah melanggar dan banyak menyimpang dari
aqidah. Dinasti al-Muwahhidun dapat mengalahkan Murabbitun dan menjadikan Marakesy
sebagai ibu kota, dan kekuasaannya meliputi sebagian wilayah Andalus.[26] arakesy
merupakan daerah yang tidak kalah pentingnya dengan Baghdad yaitu sebagai kota peradaban
dan ilmu pengetahuan. Abdullah ibn Tumart, seorang sufi masjid Cordova pada masa akhir
Murabbitun, melihat kemungkaran dan sepak terjang kaum Murabbitun yang sudah tidak
mengikuti aqidah Islam dan berkeinginan untuk memperbaikinya.
Setelah ia selesai belajar dengan al-Ghazali, ia pun mengkritik dan mencela
perbuatan raja-raja Murabbitun karena menurut keyakinannya tidak mengikuti sunnah Rasul.
Pengikut Abdullah disebut muwahhidun yaitu bala tentara tauhid. Meskipun ibn Tumart adalah
pencetus dinasti al-Muwahhidun namun ia tidak pernah menjabat sebagai sultan dan justru
yang terkenal adalah Abd. al-Ma'mun yang awalnya sebagai panglima dan memimpin selama
33 tahun dan berhasil membawa kemajuan dengan pesat.[27]

6. Dinasti Fatimiah
Berdirinya Dinasti ini bermula menjelang abad ke-X, ketika kekuasaan Bani
Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan wilayah kekuasaannya yang luas tidak terkordinir
lagi. Kondisi seperti inilah yang telah membuka peluang bagi munculnya Dinasti-Dinasti kecil
di daerah-daerah, terutama di daerah yang Gubernur dan sultannya memiliki tentara sendiri.
Kondisi ini telah menyulut pemberontakan-pemberontakan dari kelompok-kelompok yang
selama ini merasa tertindas serta memberi kesempatan bagi kelompok Syi’ah, Khawarij, dan
kaum Mawali untuk melakukan kegiatan politik.
Dinasti Fathimiyah bukan hanya sebuah wilayah gubernuran yang independen,
melainkan juga merupakan sebuah rezim revolusioner yang mengklaim otoritas universal.
Mereka mendeklarasikan adanya konsepimamah yakni para pemimpin dari keturunan Ali yang
mengharuskan sebuah redefinisi mengenai pergantian sejarah Imam atau mengenai siklus
eskatologis sejarah. Kekhalifahan ini lahir di antara dua kekuatan besar yaitu Abbasiah di
Baghdad dan Umayyah di Cordova.[28]
Dinasti Fathimiyah berkuasa sekitar tahun 909-1171 M atau kurang lebih 3 abad
lamanya. Dinasti ini mengaku keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Fatimah az-Zahro.
Gerakan ini berhasil merealisir pertama kali pembentukan pemerintahan Syi’i yang eksklusif.
Keberhasilan menancapkan doktrin Ismaili, dalam perkembangannya mampu memberi
perlindungan imam-imam mereka di Salamiyah, Syria dan telah memudahkan
pengorganisasian dakwah Fatimiyah. Meskipun dakwah Fatimiyah ini dimulai sejak dini,
namun baru pada masa Abu Ubaidillah Husein, generasi keempat setelah Ismaili, baru mulai
berkembang pesat.
Ubaidillah merupakan khalifah pertama, ia datang dari Syria ke Afrika Utara
menisbahkan nasabnya hingga Fatimah binti Rasulullah, oleh karena dinasti ini dinamakan
dinasti Fatimiyah. Dinasti ini semula di Afrika Utara, kemudian di Mesir dan
Syria.[29] dimana propaganda Syi’ah telah berkembang dengan pesat. Ia memimpin
dakwahnya dengan memenangkan dukungan luas dari daerah-daerah yang kurang diperhatikan
oleh Khalifah Abbasiyah. Lewat para da’i, akhirnya berhasil menjadikan kaum Berber sebagai
pendukung kepemimpinan Ubaidillah al-Mahdi. Selanjutnya, atas dukungan besar inilah, ia
menumbangkan gubernur-gubernur Aghlabiyah di Ifriqiyah dan Rustamiyah di Tahart.[30]
Keberhasilan pemerintahan Fatimiyah ini ditandai dengan pindahnya pusat
pemerintahan ke Kairo dengan ibu kota baru di Mesir yaitu al-Qohirah serta Masjid al-Azhar
sebagai pusat pendidikan para da’i dan Khalifah al Muizz pindah ke ibu kota baru tersebut.
Hampir seluruh daerah Afrika Utara bagian Barat dapat dikuasai Fatimi, terutama setelah
menaklukan wilayah Maghrib. Dinasti Fatimiyah ini akhirnya makin berkembang dalam
berbagai aspek kehidupan, karena ditopang dengan kekuasaan yang luas dan mampu
membangkitkan berbagai macam aksi yang bersifat wacanis (keilmuan), perdagangan,
keagamaan, walaupun peralihan kekuasaan ke wilayah timur, berlahan-lahan melenyapkan
kekuasaan mereka dibagian Barat.

C. Islamisasi di Afrika sub-Sahara


Afrika sub-Sahara adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan negara-
negara di benua Afrika yang tidak dianggap termasuk bagian Afrika Utara.[31] Sejak zaman
es, wilayah Afrika Utara dan Afrika sub-Sahara telah dipisahkan oleh iklim yang luar biasa
keras di daerah Sahara yang jarang penduduknya membentuk sebuah rintangan alami yang
dilalui hanya oleh sungai Nil. Sungai Nil merupakan jalan utama yang menghubungkan Afrika
Utara dan Afrika sub-Sahara yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara utara dan
selatan.[32] Afrika merupakan wilayah penghasil seperempat kekayaan bumi di dunia, namun
daerah ini mendapat predikat wilayah termiskin di dunia.[33] Kondisi ini diakibatkan oleh
warisan kolonialisme, neokolonialisme, konflik antar etnis dan pergolakan politik yang silih
berganti terjadi akibat konflik internal maupun eksternal.
Sejarah awal Islamisasi di Afrika sub-Sahara tidak berbeda dengan masuknya Islam
di Asia Tenggara yaitu dengan cara damai dan melalui perdagangan tanpa pertumpahan
darah.[34] Menurut Hasan, sebagaimana yang dikutip oleh Karim,[35] bahwa Uqbahlah yang
pertama kali menembus padang pasir Sahara sampai ke wilayah Sudan, Ghana, Awdaghost
bahkan sampai ke Kawar. Namun akhirnya Uqbah digantikan oleh Abdul Muhajir atas
permintaan Maslamah yaitu penguasa Afrika. Pada masa Yazid I, 'Uqbah dipercaya kembali
sebagai panglima. Ia memimpin pasukan muslim dan memperluas kekuasaannya sampai ke
Maroko. Dengan kegigihan dan semangat yang membara, seluruh Ifriqiyah dan daerah al-
Maghrib al-Aqsa dapat dikuasai dengan cepat sehingga 'Uqbah mendapat julukan "Alexander
Muslim I".[36]
Dengan demikian, Islam masuk ke Afrika sub-Sahara melalui tiga
wilayah;[37] pertama, dari bagian utara. Islam mulai menyebar mulai tahun 1000 an M di
beberapa wilayah Sudan yaitu Niger dan Chad.[38] Islamisasi terjadi melalui migrasi
pedagang-pedagang muslim, sejumlah guru, murid, dan juga datangnya pedagang dari
Mediterania sehingga terbentuklah masyarakat muslim minoritas di beberapa wilayah Afrika
sub-Sahara.[39] Dari kelompok inilah kemudian Islam mengepakkan sayapnya dengan cara
mengislamkan penguasa-penguasa lokal dan kemudian menyebar luas ke masyarakat dan para
petani.
Kedua, melaui bagian Timur, yaitu dari Zayla', yang sekarang dikenal dengan nama
Somalia, mulai abad ke-9. Pengislaman wilayah ini hampir sama dengan bagian-bagian lain
Sudan yaitu melalui perdagangan, akan tetapi mayoritas berasal dari Mesir dan saudi Arabia.
Ketiga, melalui bagian selatan yaitu Afrika selatan. Islam berkembang dimulai pada masa
penjajahan belanda yang tergabung dalam dua gelombang. Gelombang pertama adalah orang-
orang dari Melayu, Bengal, Malabar dan Madaskar yang dibawa oleh pemerintah Belanda ke
Afrika Selatan sebagai tahanan dan budak. Gelombang kedua adalah para pekerja dan
pedagang yang datang dari Calcuta, Madras, Bombay dan Gujarat yang datang pada abad ke-
19.[40]
Selain Islamisasi dilakukan secara formal oleh al-Murabithun dan al-Muwahhidun,
Islamisasi juga dilakukan dengan cara kultural. Islamisasi tersebut dilakukan melalui media
perdagangan. Mereka membangun pemukiman pedagang muslim di wilayah Sudan. Sambil
melakukan proses perekonomian, mereka juga melakukan dakwah Islamiah. Di sepanjang
bagian barat Afrika sub-Sahara, Islam dapat diterima dengan mudah oleh suku Soninke dan
nenek moyangnya suku Tokolor. Dari sini penyiaran Islam ke timur sampai ke lembah Senegal.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses Islamisasi di Sub-Sahara persis seperti di
Nusantara, yaitu melalui jalur perdagangan.[41]
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Terjadinya perebutan kekuasaan diantara sesama muslim bukan lantas Islam dianggap
sebagai agama yang ditegakkan dan berkembang dengan darah atau pedang, karena anggapan
tersebut merupakan anggapan yang tidak obyektif. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh
warisan atas kondisi sosio-politik yang berkembang pada saat itu, karena Afrika Utara pernah
dibawah kekuasaan Romawi, dan juga pengaruh emperialisme penjajah dan pertikaian antar
etnis tidak dapat dikesampingkan sebagai penyebab adanya anggapan tersebut.
Islamisasi di Afrika diawali jauh sebelumnya yaitu pada masa Nabi Muhammad dengan
beberapa sahabatnya ketika hijrah ke Habsyi. Perjalanan panjang Islamisasi ke Afrika melalui
jalur Afrika Utara yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap penduduk setempat. Setelah itu
barulah Islamisasi di di Afrika sub-Sahara dilakukan dengan tokoh Uqbah ibn Nafi'. Islamisasi
di Afrika sub-Sahara menggunakan 3 jalur, yaitu melalui ekspansi militer, melalui jalur
dakwah, dan melalui jalur perdagangan. Dengan demikian bisa dikatakan jika Islamisasi di
Afrika sub-Sahara mirip dengan Islamisasi di Indonesia, yaitu melalui jalur dakwah dan jalur
perdagangan.
Uqbah ibn Nafi merupakan tokoh yang paling berjasa dalam sejarah Islamisasi di
Afrika sub-Sahara. Kini negara-negara di Afrika sub-Sahara penduduknya mayoritas beragama
Islam. Dialah yang berperan cukup besar dalam menembus padang pasir Sahara, termasuk
wilayah-wilayah Sudan. Ia juga berhasil membuka jalan ke Awdagost. Sebagai wali Ifriqiyah
pertama, Uqbah telah menembus daerah-daerah itu bahkan sampai ke Kawar dan beberapa
wilayah Negro, dan pada periode kedua (semasa Yazid ibn Muawiyah) ia memperluas wilayah
kekuasaannya sampai ke Maroko.
Peradaban Islam di Afrika
January 29, 2017rafim13

BAB I

Pendahuluan

Di dunia ini terdapat banyak agama, mulai dari agama yang bersumber dari pemikiran
manusia ataupun agama yang berasal dari langit (samawi), Dan islam adalah satu-
satunya agama samawi yang akidah masih murni dan menjadi pedoman manusia
hinga akhir zaman[1], meskipun ada perbedaan akidah dalam beberapa kejadian
namun itu hanya pada beberapa aliran yang menyimpang. Agama Islam dianut
hampir 22,5% orang dari 7 miliar manusia dan tersebar hampir keseluruh penjuru
dunia, mulai dari benua Asia, Eropa, Amerika, dan juga Afrika[2].

Benua Afrika adalah salah satu benua yang dimana Islam berkembang pesat. Pada
umumnya dunia Islam Afrika memiliki keberagaman budaya Islam sesuai dengan
kesukuan pada masing masing bangsa dibenua tersebut, para Sahabat, kaum Sufi
dan Tabiin telah membawa ajaran Islam ke benua tersebut dengan damai
sebagaimana inti dari ajaran Islam itu yaitu rahmatan lilalamin. Benua Afrika telah
bersentuhan langsung dengan ajaran Islam sejak masa Nabi SAW[3], kemudian
kontak tersebut meluas dan menyebar hingga zaman modern saat ini dan menjadikan
benua ini menjadi salah satu benua dengan penduduk muslim terbesar didunia.

Oleh sebab itu makalah ini kami buat untuk membahas, memaparkan peradapan
Islam d afrika dan juga proses penyebarannya.

1. Rumusan masalah
2. Bagaimana proses masuknya Islam kebenua Afrika?
3. Potensi geografis benua Afrika bagi dunia Islam?
4. Dinasti apa saja yang pernah ada di benua Afrika?
BAB II

Pembahasan

A. Proses Masuknya Islam ke Afrika

Bercerita tentang masuknya Islam ke Afrika sama dengan menceritakan sejarah Islam
itu sendiri, sebab budak yang pertama kali masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi
yang terpercaya adalah Bilal bin Rabah yang berasal Habsyah (Afrika Utara) yang
sekarng dikenal dengan Etiopia[4].

Sebelum masuknya Islam, kehidupan sosial masyarakat Afrika lebih mengutamakan


kesukuan, nomad (berpindah-pindah) dan patriarkhi. Ketika itu daerah ini berada
dibawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat
barbar. Umumnya penduduk afrika sangat di pengaruhi oleh para elit-elit kota yang
mengadopsi bahasa, gagasan, dan adat istiadat para penguasa Romawi. Tetapi elit
elit ini tidak banyak jumlahnya, setelah mereka semua dikalahkan dan orang-orang
Vandal (barbar) memperoleh kemenangan, Pengaruh Romawi di sebagian
Afrika perlahan mulai terkikis, kecuali pengaruh ekonomi. Saat itulah mulai peradaban
kaum barbar mulai muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
abad 7 M/ 1 H kehidupan sosial masyarakat Afrika merupakan kehidupan masyarakat
barbar yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi[5].

Islam masuk ke wilayah Afrika pada saat daerah itu berada di bawah kekuasaan
kekaisaran Romawi; sebuah imperium yang sangat amat luas yang melingkupi
beberapa negara dan berbagai jenis mansuia, Romawi merupakan sebuah
kekaisaran yang super power selain kekasisaran Byzantium. Penaklukan daerah
Afrika pada dasarnya telah mulai dirintis pada masa kekhakifahan Sayyidinia Umar
bin Khattab pada tahun 640 M[6]. ‘Amr bin al-‘Ash berhasil memasuki dan
menaklukkan mesir setelah sebelumnya mendapat ijin bersyarat dari khalifah Umar
untuk menaklukka daerah itu, kemudian khalifah mengangkatnya menjadi Gubernur
Mesir.

Menilik sejarah sebenarnya beberapa penduduk Afrika telah bersinggungan


secara langsung dengan Islam sejak masa Rasulullah SAW, sebab banyak budak
yang berada di jazirah berasal dari benua Afrika. Penduduk yang utamanya
berinteraksi langsung dengan Islam adalah penduduk Afrika Utara karena pada tahun
ke-5 kenabian Rasulullah memerintahkan sejumlah sahabat melalukan hijrah ke
Habsyah (Etiopia) untuk menghindari kedzaliman, kebrutalan dan kekejian penduduk
mekkah yang menentang dan menyiksa kaum muslimin, terutama yang tidak memiliki
keluaraga semisal budak dan juag mereka yang tidak memiliki pengaruh. Hijrah yang
pertama ini dilakukan oleh 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan yang diketuai
oleh sayyidina Utsman bin Affan[7], mereka sampai dengan selamat dan setibanya di
Habsyah mereka diterima dengan baik oleh raja Najasy, beliau adalah raja Habsyah
yang adil. Selang beberapa lama Nabi kembali menyuruh sahabatnya hijrah ke
Habsyah lagi disebabkan kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dalam menyiksa
kaum muslimin, hijrah kali ini dilakuakan dengan skala yang lebih besar, kali ini kaum
muslimin yang berhijrah sebanyak 112 orang terdiri dari 93 laki-laki dan 19 0rang
perempuan[8]. Dengan demikian secara tidak langsung penduduk Afrika terutama
penduduk Habsyah telah berinteraksi dengan Islam sejak awal mula Islam tersebar,
meskipun pada saat itu hampir seluruh penduduk Afrika belum beragama Islam.

Setelah periode khalifah Umar bin Khattab penyebaran Islam dilanjutkan oleh khalifah
Utsman bin Affan, pada masa beliau penaklukkan Islam di wilayah Afrika sudah
meluas sampai ke Barqah dan Tripoli. Penaklukkan ini bertujuan untuk mengamankan
daerah yang berhasil di taklukkan khalifah sebelumnya yaitu Mesir, namun
penaklukkan ini tak berlangsung lama sebab Romawi kembali dapat menguasai
daratan tersebut. Baru pada masa daulah Umayyah daerah itu bisa direbut kembali,
dibawah kepemimpinan ‘Uqbah, dengan kepiauawaiannya dia mampu mengawal
pasukan Umayyah berhasil memukul mundur Romawi dan kaum Bar-bar yang
sebelumnya bisa mengambil alih kedaulatan Islam di sekitar mesir, namun setelah
masa umayyah dalam beberapa periode kedudukan Islam di Afrika mengalami
pasang surut dalam menghadapi Romawi maupun pemberontakan kaum Barbar
dibenua Afrika.[9]

Berikut ini cara Islamisasi daerah Afrika:

1. Afrika Timur

Para pendatang membawa Islam ke Afrika Timur melalui dua cara, yaitu melalui jalur
darat dengan menyusuri sungai Nil, atau melalui jalur laut dan menyeberangi Laut
Merah atau Samudra India oleh para pedagang dan mubaligh sufi. Konvergensi
agama di pedalaman-pedalaman Afrika Timur secara umum terjadi apabila para raja
atau kepala suku yang mau melakukannya, Di samping sungai Nil, kekuatan kristen
merupakan basis yang sebenarnya sulit di tembus oleh Islam. Dengan masuknya
Islam di beberapa kerajaan (suku) Nubia pada abad pertengahan , berhasil
mengaleniasi mereka dengan suku-suku lainnya. Dengan begitu, setelah terislamkan
etnik ini mengalami perpecahan dengan suku Afrika Timur lainnya terus
mempertahankan identitas invidualitas budayanya. Banyak sekali bahasa suku yang
muncul di Afrika Timur. Pengaruh Islam terhadap bahasa dan kesusastraan
ditemukan dengan berbagai ragam terjemahan. Pola pikir yang memengaruhi bangsa
Islam Afrika Timur kebanyakan berupa cerita popular, puisi, prosa dan tidak ditulis
dalam bahasa Arab klasik. Bahasa yang muncul yaitu: Amhara, Oromo, Gurage,
Somali, dan Swahili.

2. Afrika Barat

Islamisasi Afrika Barat terjadi antara abad ke 11 dan ke 16 melalui:

1. Penaklukan militer oleh orang Almoravid (al-Murabitun). Afrika Utara menjarah


Afrika Barat dalam rangka mencari emas dan budak,
2. Saluran perdagangan jarak jauh dan ramah dengan Afrika Utara.

Persaudaraan yang membentuk Islam di Afrika Barat sekarang merupakan cabang


dari dua persaudaraan utama: Qadiriyah (abad ke 12 di Baghdad), dan Tijaniyah
(abad ke 18 Maroko). Pada daerah Afrika Barat terdapat dua jenis literatur Islam di
Afrika, yaitu literature ilmiah karya ulama Afrika dalam bahasa klasik dan literature
Arab klasik pribumi dalam literatur Islam Afrika.

3. Afrika Selatan

Islam mulai berkembang di wilayah ini pada masa penjajahan Belanda yang
tergabung dalam dua gelombang. Pertama adalah orang-orang dari Melayu, Bengal,
Malabar dan Madagaskar yang dibawa oleh kolonial Belanda ke Afrika selatan
sebagai tahanan dan budak. Kedua adalah para pedagang dan pekerja yang datang
dari Calcuta, Madras, Bombay dan Gujarat pada abad ke 19.

Pola perkembangan kebudayaan berbeda dengan kawasan sekitar sesama Afrika


Hitam. Terutama dalam kehidupan politik, wilayah ini menunjukkan fenomena yang
sangat dinamis, termasuk dalam pencampuran bahasa dan pola-pola kebudayaan
dengan etnik diluar afrika hitam. Daerah ini tidak memiliki lagi cirri bahasa dan sastra
yang menonjol disbanding dengan wilayah sekitar Afrika Hitam lainnya. Masyarakat
Afrika Selatan mengalami perubahan social budaya yang dramatis selama periode
1970-an dan 1980-an yang juga berpengaruh terhadap kaum muslimin.

4. Afrika Utara

Afrika utara yang meliputi lembah Sungai Nil bagian bawah yang disebut al-Misr
(Mesir Modern); wilayah Libya, Cyrenacia, Tripolitania dan Tunisia yang seluruh
wilayahnya dikenal sebagai wilayah Afrika serta wilayah Aljazair dan Maroko dengan
sebutan al-Maghribi. Sebelum Islam datang wilayah Afrika Utara berada dalam
kekuasaan bangsa Romawi, sebuah imperium yang sangat besar yang melingkupi
beberapa Negara dan berjenis-jenis bangsa manusia. Kedatangan Islam di Afrika
Utara terjadi pada masa kekhalifahan Umar Ibn al-Khathab. Pada masa itu kekuasaan
Islam (640 M), sudah berhasil memasuki Mesir di bawah komando ‘Amr ibn al-‘Ash.
Pada waktu kekuasaan Islam sudah berpindah kepada Muawwiyah Ibn Sufyan
khalifah pertama bani Ummayah. Ia bertekad untuk memberikan pukulan terakhir
kepada kekuasaan Romawi di Afrika Utara, dan mempercayakan tugas ini kepada
seorang panglima masyhur Uqbah Ibn Nafi al-Fikri (W. 683 M), yang telah menetap di
Barqah sejak daerah itu ditaklukan.

Pada tahun 50 H/670 M ‘Uqbah mendirikan kota militer yang termasyhur, Kairawan,
disebelah selatan Tunisia. Tujuannnya adalah untuk mengendalikan orang-orang
Barbar yang ganas dan sukar diatur,dan juga untuk menjaga terhadap perusakan-
perusakan yang dilakukan oleh orang-orang Romawi dari laut berhasil membuat
negeri itu aman selama beberapa tahun. Akan tetapi, pada tahun 683 M orang-orang
Islam di Afrika utara mengalami kemunduran yang hebat, karena orang-orang Barbar
dibawah kepemimpinan Kusailah bangkit memberontak dan mengalahkan ‘Uqbah.
Sejak saat itu orang Islam tidak berdaya mengembalikan kekuasaannya di Afrika
Utara, karena selain berhadapan dengan bangsa Barbar juga ada bangsa Romawi
yang memanfaatkan kesempatan dalam pemberontakan tersebut.

Dalam kondisi seperti ini penyebaran Islam tidak bisa menyebar dengan baik keadaan
ini berlanjut hingga terjadi pergantian Gubernur dari Hasan Ibn Nu’man kepada Musa
Ibn Nusair tahun 708 M, pada awal pemerintahan al-Walid Ibn Abdul Malik (86-96
H)/705-715 M. Ketika pemerintahahan dipegang oleh Musa, di Afrika Utara terjadi
perubahan sosial dan politik yang cukup drastis. Perlawanan orang-orang Barbar yang
ganas dapat dihancurkan domanasi politik berada di tangan orang orang muslim dan
da’wah Islam yang menyebar dengan kecepatan yang luar biasa. Hal-hal inilah yang
menyebabkan sebagian sejarawan menganggap Musa Ibn Nusair sebagai penakluk
yang sesungguhnya atas Afrika Utara[10].)

Satu hal perlu dikemukakan, bahwa seluruh pemberontakan yang terjadi di Afrika
Utara dilakukan oleh Barbar dan kaum Khawarij. Tidak diketahui bagaimana faham
Kharijiah bisa masuk kedaerah itu dan kemudian menyebar disana. Yang pasti
semangat egalitarian dan karakter oposisinya terhadap pemerintahan telah
merelefsiakan aspirasi-aspirasi kaum Barbar. Oleh karena itu dapat disimpulkan
dengan kesamaan aspirasi inilah yang menyebabkan ajaran Khawarij mudah diterima
orang-orang Barbar, bahkan pada tahun 132 H/ 750 M hamper seluruh Afrika
menganut faham ini[11].

Orang-orang Khawarij tidak hanya menyebarkan Islam saja, tetapi juga membawa
orang-orang Barbar kepada pengetahuan mendalam mengenai agama itu, khususnya
di Jabal Nafusa dan daerah Tahart, yang sekarang bernama Tieret. Upaya orang-
orang Khawarij ini menyebabkan Islam menjadi benar-benar mengakar di daerah
Afrika Utara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berawal dari gerakan kaum
Khawarij itulah islamisasi orang-orang Barbar di Afrika secara nyata diusahakan[12].

Dengan expansi dan usaha Khawarij inilah Islam tersebar ke Afrika, namun tidak
hanya dengan yang demikian itu, para mubalig pun turut berperan dalam penyebaran,
para guru, habaib, dan setiap orang muslim yang berinteraksi dengan orang-orang
Afrika itu sendiri. Proses masuknya Islam ke benua Afrika sendiri di mulai dari masa
sahabat hingga masa tabi’in sampai masa modern sekarang ini.

Ada berbagai macam cara masuknya Islam ke Afrika Utara yang diawali dari
zaman sahabat, namun sebenarnya ada 5 cara umum masuknya Islam ke Afrika:

1. Expansi atau penyerbuan sebagaimana yang telah dilakukan ‘Amr bin al-‘Ash ke
Mesir pada masa khalifah Umar bin Khattab.
2. Perpindahan penduduk atau migrasi penduduk muslim ke daerah non muslim
seperti orang Yaman yang pindah ke Swahili yang sekarang merupakan wilayah
Kenya dan Tanzania, dan juga seperti budak-budak Melayu yang di datangkan ke
Afrika Selatan.
3. Perdagangan, melalui perdagangan lintas gurun Sahara. Perdagangan ini terjadi
di negara negara Guinea, Mali, Sinegal, Niger, Uganda, Zaire, Malaw dan
Mozambik.
4. Dakwah, misi ini dimeban oleh para Muabalig Islam, Guru dan Imam yang
mengembara, melalui pengajian-pengajian dan brosur yang menerangkan tentang
agama Islam yang dicetak dengan bahasa Afrika ditujukan kepada orang-orang
non muslim disana.
5. Gerakan pembersihan moral, gerakan ini paling terkenal adalah gerakan yang
dipimpin oleh Utsman dan Fodio di Negiria.
Inilah cara masuknya islam ke Afrika yang menjadikannya salah satu benua yang
mayoritas penduduknya Islam. Menurut data tahun 2001 jumlah penduduk Afrika
kurang lebih 750 juta dan 50% nya beragama Islam, tersebar di negara-negara yang
terdapat di benua Afrika meliputi: Mesir, Libya, Chad, Somalia, Kenya, Tanzania,
Zaire, Angola, Zambia, Uni Afrika Selatan dan beberapa lainnya[13]. Demikianlah cara
penyebaran Islam di benua Afrika.

B. Potensi geografis benua Afrika bagi dunia Islam.

Afrika Utara merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam
di daratan eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama
berabad-abad berada dibawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan”
Islam untuk wilayah tersebut. Ketika wilayah ini menjadi bagian dari kekuasaan Islam
dibawah kepemimpinan para panglima Arab, di bentuklah pasukan Barbar yang
ditugaskan memlihara wilayah Spanyol hingga sebelah utara Saragossa dan Ghalia
selatan[14].

Secara umum konsentasi muslim bukan hanya di timur Afrika namun juga menembus
wilayah barat Afrika. Islam di wilayah ini telah da ratusan tahun sejak abad ke-9 M
melalui para pedagang yang mengambil rute selatan sahara. Sebelum abad ke-11 M
beberap kerajn Islam mucul, kawasan Islam secara umum terbagi menjadi 2 kaegori,
yaitu wilayah Afrika Utara dan Afrika Hitam. Lingkungan geografis bagian utara
merupakan wilayah yang sangat terbuka sehingga beberapa tradisi luar mudah
masuk, terutama pengaruh Arab maupun budaya sebelumnya. Oleh sebab itu secara
etnolinguistik Afrika Utara termasuk pada kategori Dunia Arab, seperti: Aljazair,
Maroko, Libya dan sebagainya.

Sementara secara umum wilayah Afrika Hitam yang lain, sangat tertutup karena letak
wilayah yang terletak di pedalaman sehingga budaya luar jarang memberikan
sentuhan dan pengaruh pada pembentukan sikap dan mentalitas secara khusus.
Yang termasuk wilayah Afrika secara keseluruhan menunjukkan ciri sama sekali pola-
pola non-Arabnya. Dengan melihat pemetaan secara global dalam perspektif regional
meliputi: tipologi Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika Tengah, Afrika Barat, dan Timur.

Benua Afrika memiliki karakteristik aneh yang membedakannya dari benua-benua lain
di dunia, yaitu adanya negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim tapi
dipimpin non muslim. Hal ini dikarenakan sebelum kaum kolonial pergi terlebih dahulu
menyerahkan kekuasaan negeri tersebut ke tangan kaum Kristen. Hingga kini,
pemerintahan Kristen terus berkuasa di sana. Pada kesimpulan letak geografisnya
benua Afrika sangat penting bagi perkembangan dunia Islam sebab dari sinilah
tonggak untuk menyebarkan Islam sampai keseluruh Eropa[15].

C. Dinasti yang pernah ada di Afrika

1. Dinasti Fatimiyah

Dinasti Fatimiyah (297-567 H/909-1171 M) di Afrika Utara tepatnya di Mesir dan Syria.
Dinasti ini berdiri di Raqqodah daerah al-Qairawan dengan Al-Mahdi sebagai khalifah
pertama. Dinasti fatimiyah mencapai puncak kejayaannya dibawah pemerintahan Abu
Manshur Nizar al-‘Aziz yang terkenal pemberani dan bijaksana. Daerah
kekuasaannya mencapai seluruh Syria dan Mesopotamia. Hasil peradaban yang
pernah ditorehkan, diberbagai bidang yaitu:

1. Ilmu pengetahuan (bahasa-sastra, kedokteran, filsafat, astronomi, dll)


2. Filsafat: menggunakan filsafat Yunani dan mengembangkannya.
3. Pembangunan yang pernah ditorehkan antara lain: membangun istana-istana
yang megah, masjid-masjid, rumah sakit, pemondokan khalifah, perpustakaan,
pemandian umum, pasar, dan lain-lain.
4. Ekonomi dan sosial : menghasilkan produk industry dan seni Islam yang baik
hingga ke India.
5. Pemerintahan : sipil (qadi, dakwah, inspektur pasar, bendahara, dan qari’) dan
militer (urusan tentara, perang, pengawal khalifah dan pengaman).
6. Perluasan wilayah yang dilakukan masa khalifah al ‘Aziz meliputi negeri Arab
sebelah timur sampai laut altantik sebelah barat dan Asia kecil sebelah utara
sampai Nabuah sebelah selatan.

2. Dinasti Idrisiah

Dinasti Idrisiah (786 M), Idris ibn Abdullah melakukan pemberontakan terhadap
Abbasiah pada 786 M, namun karena kalah, ia melarikan diri ke Maroko dan
mendirikan dinasti Indrisiah (788-974 H). Karena dinasti ini terletak diantara
kekuasaan Islam besar yaitu Umayyah di Andalusia dan Fatimiyah di Afrika Utara.
Akhirnya panglima dari Hakam II di Andalusia, yaitu Ghalib Billah melakukan aneksasi
wilayah Indisiah. Setelah itu maka berakhirlah wilayah Dinasti Indrisia.

3. Dinasti Aghlabiah

Dinasti Aghlabiah (800-909 M), Dinasti ini berpusat di Saljiman, berdiri ketika Khalifah
Harun al-Rasyid mengangkat Ibrahim ibn al-Alghlab sebagai penguasa Ifriqiah
(Tunisia) pada 800 M. Muntuk membendung kekuatan-kekuatan luar dengan
Abbasiah terutama membendung serangan dinasti Rustamiah (khawarij) dan Idrisiah.
Periode ini membawa Afrika Utara dan kawasan pesisir Laut Tengah dalam banyak
kemajuan. Dinasti ini lenyap pada penguasa terakhir Ziadatullahal-Aghlabi III pada
909 M oleh dinasti Fatimiah.

4. Dinasti Ibn Toulun

Dinasti Ibn Toulun, didirikan oleh Ahmad ibn Toulun yang semula ditugaskan oleh
penguasa Abbasiah sebagai penguasa Mesir. Periode ini, kegiatan intelektual,
arsitektur berkembang dan maju. Banyak rumah sakit, masjid, dan menara didirikan
yaitu Masjid ibn Toulun di Mesir. Putera Ibn Toulun, Syaibhan 904-905 M
mengembalikan Mesir kedalam kekuasaan Abbasiah.

5. Dinasti Ikhshid

Dinasti Ikhshid 935-969 M, Muhammad ibn Tughuz mendirikan dinasti Turki dan ia
mendapatkan gelar nama Ikhshid dari Khalifah al-Razi, tidak lama kemudian ia
menguasai Syam, Palestina, dan kedua kota suci Islam, Mekah dan Madinah serta
masjidnya. Abdullah Misk Kapur berkuasa dengan sukses. Penguasa teakhir dari
dinasti ini, Abul Fawaris Ahmad. Ia dikalahkan oleh panglima perang dari Fatimiah.

6. Dinasti Murabbitun

Dinasti Murabbitun (479-540 H/1088-1145M) merupakan salah satu dinasti Islam


yang berkuasa di Maghribi. Mereka menyebarkan agama Islam dengan mengajak
suku-suku lain menganut agama Islam. Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya
dan Andalus. Dinasti ini memegang kekuasaan selama ± 90 tahun dengan 6
penguasa, yaitu Abu bakar bin Umar, Yusuf bin Tasyfin, Ali bin Yusuf, Tasyfin bin Ali,
Ibrahim bin Tasyfin, dan Ishak bin Ali.[23]

7. Dinasti Muwahhidun

Dinasti Muwahhidun (524-667 H/1130-1269 M), pelopor dan pendiri dinasti ini adalah
Muhammad ibn Tumart. Muncul sebagai reaksi dari al-Murrabitun yang dianggap telah
melakukan penyimpangan, dinasti ini berpusat di Marakesy dan sebagian wilayah
Andalusia (Spanyol).[24]

8. Dinasti Ayyubiyah

Dinasti Ayyubiyah (1174-1250 M), pada abad ke-12 Zangid Mosul dan Damaskus
ditunjuk sebagai Atabek dari Saljuk dan menjadi wilayah otonomi. Kaum tersebut
secara umum di mana Ayub memimpin perang suci untuk merestori Islam. Kejadian
paling krusial dalam hubungan dengan sejarah Islam adalah berakhirnya sikap anti-
khilafah, Ismailliyah di Kairo (1171 M) di Bagdad[16].
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Dari data-data yang ada dapat disimpulkan bahwa penyebaran agama Islam ke Afrika
sudah terjadi sejak masa Rasulullah SAW namun, awal mula kekuasaan Islam meluas
ke Afrika baru dimulai dari zaman sahabat, benua Afrika sebelum berada di bawah
kekuasaan Islam pada awalnya mereka dibawah cengkraman bangsa Romawi
sehingga pengaruh romawi sangat kuat pada masa pra-Islam baik dari bidang
ekonomi ataupun bahasa. Namun, setelah datangnya Islam pengaruh itu berangsur
hilang dan jadilah peradaban Islam yang mengakar dibenua itu.

Proses Islamisasi Afrika ada banyak cara, namun secara umum ada 5, yaitu: expansi,
migrasi, perdagangan, gerakan moral dan dakwah, dan penyebaran ini disokong
dengan banyaknya kerajaan yang berdiri di benua Afrika.

Anda mungkin juga menyukai