Anda di halaman 1dari 21

Sejarah Perkembangan Islam Di Maroko

Maroko Orang Arab menyebutnya Al-Mamlaka Al-Maghribiya atau


Kerajaan Barat. Para ahli sejarah dan geografi Muslim di era
kekhalifahan Islam menjulukinya Al-Maghrib Al-Aqsa. Sedangkan
orang Turki memanggilnya Fez. Orang Persia mengenalnya Marrakech
(Tanah Tuhan). Beragam nama itu disandang negara yang kini dikenal
dengan nama Maroko.
Perkembangan Islam Di Maroko
Maroko adalah negeri yang memiliki peran penting dalam sejarah
penyebaran agama Islam di wilayah Afrika Utara. Yang tak kalah
pentingnya, negeri berjuluk 'Tanah Tuhan' itu merupakan pintu gerbang
masuknya Islam ke Spanyol, Eropa. Dari Maroko inilah Panglima
tentara Muslim, Tariq bin Ziyad menaklukan Andalusia dan
mengibarkan bendera Islam di daratan Eropa.
Sejarah Islam Di Maroko
Maroko memasuki babak baru setelah Islam menancapkan benderanya
di wilayah Afrika Utara. Ajaran Islam tiba di Maroko pada 683 M.
Adalah pasukan yang dipimpin Uqba Ibnu Nafi -- seorang jenderal dari
Dinasti Umayyah -- yang kali pertama membawa ajaran Islam ke
wilayah itu. Islam benar-benar menguasai Maroko pada tahun 670 M.
Setelah Maroko jatuh ke dalam genggaman Dinasti Umayyah, Musa bin
Nusair mengangkat Tariq bin Ziyad untuk memerintah Maroko. Dari
wilayah itulah, Tariq bin Ziyad menyeberangi selat antara Maroko dan
Eropa menuju ke gunung yang dikenal dengan Jabal Tariq (Gibraltar).
Maroko menjadi wilayah penyangga bagi umat Islam untuk melakukan
ekspansi ke daratan Spanyol, Eropa. Maroko modern pada abad ke-7 M
merupakan sebuah wilayah Barbar yang dipengaruhi Arab. Bangsa Arab
yang datang ke Maroko membawa adat, kebudayaan dan ajaran Islam.
Sejak itu, bangsa Barbar pun banyak yang memeluk ajaran Islam. Ketika
kekuasaan Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Abbasiyah, Maroko
pun menjadi wilayah kekuasaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.
Pada masa kepemimpinan Abu Ya'kub Yusuf bin Abdul Mu'min (1163
M - 1184 M), kota Marrakech menjadi salah satu pusat peradaban Islam
dalam bidang sains, sastra, dan menjadi pelindung kaum Muslimin untuk
mempertahankan Islam dari serangan dan ambisi Kristen Spanyol.
Dinasti ini juga ikut membantu Salahudin Al-Ayubi melawan tentara
Kristen dalam Perang Salib. Pasca runtuhnya kekuasaan Dinasti Al-
Muwahhidun, Maroko dikuasai beberapa dinasti seperti; Dinasti Marrin,
Dinasti Wattasi (1420 M - 1554 M), Syarifiyah Alawiyah (1666 M),
Abdul Qadir Al-Jazairy (1844 M), dan Sultan Hasan I (1873 M - 1894
M).
Sejarah Perkembangan Islam di Tunisia - Afrika Utara
at 6:13 PM

Tunisia adalah Negara kecil yang terletak di kawasan Afrika Utara. Tunisia
juga merupakan Negara islam. Negara yang bersebelahan dengan Al-
jazair dan Libya ini pernah di jajah oleh Perancis kurang lebih 75 tahun.
Ibnu Khaldun, Khairuddin at-Tunisi, Muhammad Talbi, Rachid Ghannouci
adalah tokoh-tokoh islam yang berasal dari Negara ini.

Tunisia mempunyai peranan besar dalam sejarah perkembangan Islam.


Melalui lembaga pendidikan Jam’iyah Zaitunah, yang kemudian berubah
menjadi Institut Ilmu-ilmu Islam, kader-kader ulama dididik dan dilatih agar
kemudian menjadi ulama besar. Lembaga pendidikan tersebut berada
dalam pengarahan dan pengawasan pemerintah Tunisia.

Tunisia aktif dalam Organisasi Konfrerensi Islam ( OKI ), dan ikut


menentukan pengambilan keputusan tentang kebijakan-kebijakan
diplomasi Timur Tengah, terutama yang menyangkut konflik di Timur
Tengah, khususnya konflik Palestina dan Israel.

Proses Masuk Islam di Tunisia

Tidak begitu banyak sejarah yang bisa didapat untuk menyelusuri


masuknya Islam ke negeri ini. Namun sedikit fakta sejarah menunjukkan
bahwa Islam mulai masuk dan berkembang di Tunisia pada masa Daulah
Umayah tatkala mulai melebar kekuasaannya ke Barat hingga Tunisia.
Artinya, Tunisia adalah tanah kharajiyah, tanah yang ditaklukkan oleh
kaum Muslim.

Pada abad ke-7 sesudah Masehi, Kekhilafahan Umayah di Damaskus di


bawah komandan Uqbah bin Nafi seorang sahabat Rasulullah SAW
mengirimkan para mubalig dan pasukannya ke arah Afrika Utara masuk
Tunisia bersama pasukannya. Tahun 647 M pasukan Uqbah r.a. berhasil
menaklukkan Sbeitla (Sufetula) yang menandai bermulanya era Arab-Islam
di Tunisia. 13 tahun kemudian, yaitu pada tahun 670 M (50 H ) Uqbah r.a.
berhasil menaklukkan kota Kairouan dan kemudian menjadikannya
sebagai ibukota pemerintahan dan pusat penyebaran Islam di wilayah
Afrika Utara. Tahun 683, komandan Uqbah beserta seluruh tentaranya
berhasil menaklukkan kota Kiwaran (selatan Tunisia) yang sekarang di
sebut Maroko dan mendirikan masjid pertama di Afrika.

Sejak saat itu perkembangan Islam di Tunisia setapak demi setapak mulai
menunjukkan hasilnya. Keyakinan-keyakinan warga setempat pada agama
dan kepercayaan dari nenek moyang mereka, termasuk budaya-budaya
jahiliyah lainnya, sedikit demi sedikit terkikis habis,. Setelah berbenturan
dengan pemahaman Islam, masyarakat mulai sadar bahwa apa yang
mereka telah lakukan selama ini adalah suatu perbuatan yang ‘bodoh’ dan
menyesatkan. Mereka merasa mendapatkan sesuatu yang lain tatkala
tatkala mereguk ‘manisnya’ Islam. Islam telah memberikan pencerahan
sekaligus menyejukkan hati dan menenteramkan jiwa mereka. Agama
Islam mendapatkan sambutan yang luar biasa.

Pada 698 M, pasukan Islam di bawah pimpinan Hassan bin an-Nu’man dan
Musa bin Nashr berhasil menaklukkan Carthage. Islam kemudian
berkembang pesat di Tunisia. Bahkan pada tahun 711 M –masa keemasan
Dinasti Umawiyah– agama Islam telah tersebar ke daratan Eropa dengan
berhasil menaklukkan Andalusia di Spanyol dan kawasan Iberia di
sekitarnya.

Pada tahun 748 M, Dinasti Umawiyah digantikan oleh Dinasti Abbasiah.


Peristiwa ini menyebabkan Tunisia terlepas dari pengawasan pusat
kekhalifahan, namun kemudian dapat dikuasai lagi oleh Dinasti Abbasiah
pada tahun 767 M. Pada tahun 800 M, Ibrahim Ibn Aghlab ditunjuk sebagai
Gubernur Afrika Utara yang berkedudukan di Kairouan. Pada masa ini,
Mesjid Agung Ezzitouna didirikan di kotaTunis.

Masa-masa selanjutnya adalah era kejayaan peradaban Islam di Tunisia


dan kawasan Arab Maghribi. Dinasti Aghlabiah (767-910), Fatimiah (910-
973), Ziridiah (973-1062), Almohad (1159-1228) dan Hafsiah (1230-1574)
silih berganti memegang tampuk kekuasaan di Tunisia, hingga masuknya
Tunisia dalam wilayah Khilafah Utsmaniah (1574-1591). Di masa Khilafah
Utsmaniah ini, Tunisia menjadi wilayah otonom di bawah pemerintahan
Dinasti Dey (1591-1659), Mouradi (1659-1705) dan Huseini (1705 –1957).
Karena itulah, Kairouan dan Mahdia kini menjadi kota tujuan wisata sejarah
Islam terpenting di Tunisia, selain Masjid Ezzitouna di kota Tunis. Di
Kairouan dan Mahdia, kita bisa mengunjungi masjid-masjid tua, benteng,
makam para ulama serta istana sisa peninggalan peradaban Islam.
Semenjak itu Tunisia diperintah oleh penguasa-penguasa islam. Kemudian
pada tahun 1881 M. Muhammad Sadiq, raja dari kerajaan Hunaisiyah,
menyerah pada Prancis. Dan Tunisia menjadi jajahan Perancis sampai
dengan memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1965 M.
Sejarah Minoritas Muslim di Ethiopia

Afrika adalah benua terbesar ketiga di dunia setelah Asia dan Amerika, dan
kedua terbanyak penduduknya setelah Asia. Dengan luas wilayah
30.224.050 km², Afrika meliputi 20,3% dari seluruh total daratan Bumi.
Dengan ± 1.097.100 penduduk di 54 Negara benua ini merupakan tempat
bagi sepertujuh populasi dunia. Seperti Asia, Afrika merupakan daerah
yang memiliki populasi muslim besar. Dalam keanggotaan di Organisasi
Kerjasama Islam yang terdiri dari 57 negara, terdapat 27 negara Afrika.

Dari total penduduk Afrika tersebut sekitar 581 juta penduduk merupakan
muslim.[1] Meskipun demikian, terdapat beberapa negara yang Islam
menjadi minoritas agama di negara tersebut. Salah satunya adalah
Ethiopia. Minoritas muslim di Afrika terjadi melalui dua cara : tanah muslim
yang telah ditaklukan oleh kekuatan penjajah sehingga terjadi
pengurangan populasi penduduk muslim, dan migrasi Muslim ke daerah-
daerah yang kepadatan penduduk muslimnya rendah.

Bendera Ethiopia
Proses minoritas ini memunculkan dinamika umat Islam di Afrika. Setelah
kemerdekaan negara-negara Afrika, muslim sering merasa dalam keadaan
terbelakang sehingga mereka tidak dapat bersaing dengan lulusan
sekolah-sekolah Kristen. Selain itu pemerintahan negara minoritas juga
banyak melakukan intimidasi terhadap umat Islam, sehingga menyulitkan
muslim untuk berkembang.
GambaranUmumEthiopia

 Gambaran umum Ethiopia


 Nama : Negara Republik Federal Demokrasi Ethiopia
 Bahasa resmi : Amharik
 Ibukota adalah Addis Ababa.
 Perkiraan populasi 2015 menurut Central Statistical Agency ±
90,076,012 jiwa[2]
 Ethiopia terbagi menjadi 14 provinsi.
 Terdapat 80 etnis dan yang terbesar adalah Oromo (34,4%) dan
Amhara (27%).

Kawasan Ethiopia, merupakan salah satu tempat peradaban paling awal di


dunia. Pemerintahan Ethiopia pertama kali dibentuk sekitar tahun 980 SM.
Negara ini tidak pernah dijajah selama masa perebutan Afrika dan terus
merdeka hingga tahun 1936 saat pasukan Italia menguasai negara
tersebut. Pasukan-pasukan Britania Raya dan Ethiopia mengalahkan
tentara Italia dan Ethiopia memperoleh kembali kedaulatannya setelah
menandatangi perjanjian Britania-Ethiopia pada Desember 1944.

Kondisi geografis Ethiopia sendiri merupakan dataran gersang di dataran


rendahnya, dan memiliki iklim sedang di dataran tingginya. Kondisi
geografis Ethiopia yang ekstrim telah mengisolasi banyak oramg dam
seringkali malah melestarikan cara hidup dan bahasa kuno mereka.
Terdapat 80 etnis di Ethiopia, tiga kelompok etnis utama di Ethiopia, yakni
etnis Oromo, Amhara, dan Tigray. Ketiga etnis ini menyumbang jumlah
prosentase terbesar dalam populasi penduduk Ethiopia.
Kebanyakan orang Ethiopia tinggal di wilayah pedesaan dan mencari
nafkah sebagai petani atau penggembala ternak. Karena kesulitan
ekonomi, hanya sedikit orang mampu membeli sapi. Sehingga untuk
membajak sawah, mereka menggunakan tenaga mereka sendiri dibantu
anak-anak.[3]

Perkembangan dan proses minoritas Islam di Ethiopia

Islam datang ke Ethiopia atau Habasyah (Abyssinia) sejak 615 M tepatnya


di kota axum, mereka adalah umat Islam yang hijrah yang dipimpin oleh
sepupu nabi, Ja’far bin Abi Thalib. Pengungsi Muslim dari Mekkah ini ini
diterima oleh raja Negus/Najasy. Raja memperlakukan Muslim dengan
baik, melindungi mereka dan akhirnya ia sendiri memeluk Islam.[4]
Selama masa Bani Umayah, muslim menduduki kepulauan Dahlak dan
pelabuhan Musawwa. Dari pangkalan ini Islam kemudian didakwahkan ke
pedalaman benua. Pada abad ke 12 seluruh pantai Eritrea telah
diIslamkan. Pada tahun 283 H, suatu negara Islam didirikan di Shoa Timur
(wilayah Addis-abada saat ini) di bawah dinasti Makhzumi.

Pada abad enam belas Islam bangkit kembali di Ethiopia, di bawah


pimpinan Ahmad ibn Ibrahim Al-Ghazi (1506-1543) yang berhasil
menyatukan semua negara Muslim Ethiopia. Pada tahun 1531, Muslim
menduduki Dawaro dan Shoa, dan pada 1533, Amhara dan Lasta, serta
negara Krsiten Abyssinia dihapus. Sejak itu Ethiopia dibuat stabil dengan
menjadi dua negara, sebuah negara Muslim di selatan dengan ibukota
Harrar dan sebuah negara Kristen yang lebih kecil di Utara.

Abad sembilan belas, pertumbuhan ambisi kolonial di Afrika mendorong


kebangkitan negara Kristen Ethiopia, dengan menggunakan harta
rampasan dan memulai kebijakan ekspansionis melawan negara Muslim
dengan semangat perang salib. Pada tahun 1831 Teodros menduduki
tahta Ethiopia dengan program penyatuan kembali orang-orang Kristen,
menaklukkan Yerusalem, Makkah, dan Madinah, menghapuskan Islam,
dan menciptakan kedamaian di Ethiopia. Orang-orang Islam dibantai
secara kejam di Wollo pada 1855, dan orang-orang Mesir dikalahkan di
Eritrea.[5]
Malapetaka terakhir terhadap negara Islam Ethiopia terjadi ketika
ibukotanya harrar diduduki pada 1887. Oleh orang-orang Kristen. Negara
Islam dihapuskan, masjid agung di ibukota diubah menjadi gereja, dan
tetap seperti itu sampai sekarang.[6] Praktis penduduk muslim diperbudak,
berbagai peristiwa ini menyebabkan berkurangnya populasi muslim di
Ethiopia secara drastis.

Dinamika Muslim di Ethiopia

Sejak abad ke-19 di bawah kekuasaan Ethiopia (Kristen) pihak Muslim


dikeluarkan dari beberapa jabatan publik, meskipun konstitusi tahun 1931
mengukuhkan persamaan hak dan mengizinkan pihak Muslim memiliki
tanah, menduduki beberapa posisi pemerintahan, dan sejumlah festival
keagamaan Muslim diakui secara resmi. Namun kenyataannya kebijakan
yang merugikan umat Islam lebih banyak ketimbang kebijakan yang pro
Islam.

Demografi di Ethiopia dari data Population Census Commission tahun


2007, menyebutkan bahwa dari total penduduk Ethiopia, Jumlah Muslim
adalah 33,9% (25 juta), Kristen 62,7% (46 juta), agama tradisional 2,6%
(1,9 juta) , & lain 0,63%. Muslim menjadi mayoritas di daerah Somali, Affar,
Argobba, Hareri, dan Oromia.[7]
Mayoritas Muslim Ethiopia bermadzhab Syafi’i. Sebagaimana di negara-
negara tetangganya Sudan dan Somalia, tarekat mempunyai peran penting
dalam perkembangan Islam di Ethiopia. Terdapat sekitar 82 masjid, 3
diantaranya dibangun sejak abad 10, dan juga terdapat 102 tempat suci.
Selain itu pertumbuhan penduduk muslim diproyeksikan mengalami
peningkatan setiap tahunnya, bisa dilihat di tabel Pew Research Center di
bawah ini :
Dapat dilihat dari tabel proyeksi tersebut Muslim akan mengalami
peningkatan sebesar 5% pada tahun 2050, salah satu faktor yang
menyebabkan hal ini terjadi adalah rata-rata pertumbuhan penduduk
Muslim yang mencapai 2,5% per tahun. Kemungkinan hal ini juga akan
terjadi di Ethiopia.

Namun disamping pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, Muslim


Ethiopia juga mengalami berbagai masalah layaknya minoritas di negara
lain, masalah itu antara lain : Banyak pemimpin agama ditahan oleh
pemerintah, Pembatasan penggunaan bahasa Arab, Sekolah-sekolah
Islam diawasi dengan ketat, Masjid-masjid dicurigai sebagai sumber
munculnya radikalisme, Pemimpin-pemimpin agama dianiaya, dan
Perizinan pendirian bangunan umat Islam dipersulit.[8]
Disamping penindasan yang dilakukan terhadap umat Islam, pemerintah
memunculkan isu radikalisme yang semakin memojokkan muslim Ethiopia.
Pemerintah Ethiopia mengklaim bahwa “radikalisasi” berkembang di
Ethiopia. Masjid-masjid dianggap sebagai pusat menyerukan gerakan
jihad. Sehingga Pemerintah memperketat pengawasan di masjid-masjid
Ethiopia. Kementerian federal menuduh pendemo yang menentang
kebijakan mereka di masjid-masjid ini sebagai “ekstrimis”, yang terlibat
dalam kekerasan dan bekerjasama dengan al-Qaeda untuk menghasut
jihad. Munculnya isu radikalime di Ethiopia pada dasarnya merupakan
usaha pemerintah untuk mencoba mendominasi pengaruh masjid untuk
mendapatkan kontrol politik yang lebih luas di negara itu.[9]

Simpulan

Kawasan Ethiopia, merupakan salah satu tempat peradaban paling awal di


dunia. Pemerintahan Ethiopia pertama kali dibentuk sekitar tahun 980 SM.
Kondisi geografis Ethiopia sendiri merupakan dataran gersang di dataran
rendahnya, dan memiliki iklim sedang di dataran tingginya. Kondisi
geografis Ethiopia yang ekstrim telah mengisolasi banyak orang dan
seringkali malah melestarikan cara hidup dan bahasa kuno mereka.

Islam datang ke Ethiopia atau Habasyah (Abyssinia) sejak 615 M tepatnya


di kota axum, mereka adalah umat Islam yang hijrah yang dipimpin oleh
sepupu nabi, Ja’far bin Abi Thalib. Pada abad ke 16, muslim sempat
menguasai seluruh daratan Ethiopia, namun pada abad ke 19 umat Kristen
bangkit dan merebut daerah Ethiopia, hal ini pula yang menyebabkan Islam
minoritas di Ethiopia.

Dalam praktek kehidupan sehari-hari saat ini, pemerintah banyak ikut


campur dalam peribadahan umat Islam. Pemerintah banyak mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang berdampak negatif terhadap umat Islam. Untuk
semakin memojokkan umat Islam pemerintah menghembuskan isu
radikalisme.
Islam di Somalia
Hampir semua warga Somalia adalah Muslim Sunni. Selama lebih dari
1400 tahun, Islam membuat sebagian besar masyarakat Somalia.
[1]
Mempraktikkan Islam memperkuat perbedaan yang lebih mengatur
Somalia selain dari tetangga langsung mereka, banyak di antaranya yang
baik Kristen atau penganut agama asli pribumi. Kaum Muslim awal mencari
perlindungan dari penganiayaan di kota-kota di pantai utara Somalia.
Ideal Islam adalah masyarakat diatur untuk menerapkan ajaran Islam di
mana tidak ada perbedaan yang ada antara sekuler dan ranah religius. Di
antara warga Somalia yang ideal ini kurang sepenuhnya telah didekati di
utara daripada di antara beberapa kelompok di daerah yang menetap di
selatan di mana pemimpin agama pada satu waktu merupakan bagian
integral dari struktur sosial dan politik. Di antara pengembara, urgensi
kehidupan pastoral memberi bobot yang lebih besar untuk peran prajurit,
dan pemimpin agama diharapkan untuk tetap jauh dari masalah politik.
Peran pemangku agama mulai menyusut pada 1950-an dan 1960-an
karena sebagian kekuatan hukum dan pendidikan dan tanggung jawab
dialihkan kepada otoritas sekuler.[2] Posisi pemimpin agama berubah
secara substansial setelah revolusi 1969 dan pengenalan sosialisme
ilmiah. Siad Barre bersikeras bahwa sosialisme versinya ini kompatibel
dengan prinsip Qur'ani, dan dia mengutuk ateisme. Pemimpin agama
diperingatkan untuk tidak ikut campur dalam politik.
Pemerintahan baru mengadakan perubahan hukum bahwa beberapa tokoh
agama melihat ada produk hukum yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Rezim tersebut bereaksi tajam terhadap kritik, dan mengeksekusi
beberapa demonstran. Selanjutnya, pemimpin agama tampaknya
menyesuaikan diri dengan pemerintah.
Sejarah Perkembangan Islam di Nigeria - Afrika
at 5:02 AM

Sejarah perkembangan islam di Nigeria. Islam masuk ke Nigeria pada


abad ke 8 melalui jalur perdagangan, khususnya pedagang dari Arab,
Islam masuk ke Nigeria dari wilayah utara Nigeria dan menyebar ke daerah
sekitarnya. Akan tetapi perkembangan Islam di sana bukan berarti tidak
mendapatkan halangan dan rintangan yang cukup serius, Perkembangan
Islam terhalang oleh pertahanan penduduk dalam beberapa wilayah kecil
yang di tunjuk oleh penguasa setempat. Daerah ini pertama kali dikuasai
oleh orang orang Hausa dan Haruri sampai tibanya orang orang Fulani di
awal tahun 1800.
Agama Islam masuk ke daratan Afrika pada masa Khalifah Umar bin
Khattab, waktu Amru bin Ash memohon kepada Khalifah untuk
memperluas penyebaran Islam ke Mesir lantaran dia melihat bahwa rakyat
Mesir telah lama menderita akibat ditindas oleh penguasa Romawi
dibawah Raja Muqauqis. Sehingga mereka sangat memerlukan uluran
tangan untuk membebaskannya dari ketertindasan itu. Muqauqis
sesungguhnya tertarik hendak masuk Islam setelah menerima surat dari
Rasulullah SAW. Namun, karena lebih mencintai tahtanya maka sebagai
tanda simpatinya beliau kirimkan hadiah kepada Rasulullah SAW.

Selain alasan diatas Amru bin Ash memandang bahwa Mesir dilihat dari
kacamata militer maupun perdagangan letaknya sangat strategis, tanahnya
subur karena terdapat sungai Nil sebagai sumber makanan. Maka dengan
restu Khalifah Umar bin Khattab dia membebaskan Mesir dari kekuasaan
Romawi pada tahun 19 H (640 M) hingga sekarang. Dia hanya membawa
400 orang pasukan karena sebagian besar diantaranya tersebar di Persia
dan Syria. Berkat siasat yang baik serta dukungan masyarakat yang
dibebaskannya maka ia berhasil memenangkan berbagai peperangan.
Mula-mula memasuki kota Al-Arisy dan dikota ini tidak ada perlawanan,
baru setelah memasuki Al-Farma yang merupakan pintu gerbang
memasuki Mesir mendapat perlawanan, oleh Amru bin Ash kota itu
dikepung selama 1 bulan. Setelah Al-Farma jatuh, menyusul pula kota
Bilbis, Tendonius, Ainu Syam hingga benteng Babil (istana lilin) yang
merupakan pusat pemerintahan Muqauqis. Pada saat hendak menyerbu
Babil yang dipertahankan mati-matian oleh pasukan Muqauqis itu, datang
bala bantuan 4.000 orang pasukan lagi dipimpin empat panglima
kenamaan, yaitu Zubair bin Awwam, Mekdad bin Aswad, Ubadah bin Samit
dan Mukhollad sehingga menambah kekuatan pasukan muslim yang
merasa cukup kesulitan untuk menyerbu karena benteng itu dikelilingi
sungai. Akhirnya, pada tahun 22 H (642 M) pasukan Muqauqis bersedia
mengadakan perdamaian dengan Amru bi Ash yang menandai berakhirnya
kekuasaan Romawi di Mesir.

Pada masa Trans Sahara dan Afrika Utara, bermula ketika Uqba ibn-Nafi’,
sebagaimana diceriterakan oleh Ibn Abdalhakam pada tahun 667 Masehi
datang ke Sahara Tengah, dan membuka rute perdagangan ke Kanem-
Borno, Nigeria Utara, termasuk di dalamnya adalah perdagangan budak.
Pada saat itu, perdagangan budak Afrika sangat terkenal, dan
mengundang orang Barat untuk ikut ‘mencicipinya’. Rute perdagangan ini
dilanjutkan oleh anak laki-laki Uqba, yaitu Ubaidillah ibn al-Habhab sampai
ke Kerajaan Ghana karena adanya perdagangan emas, dan berlanjut
sampai dengan abad ke-11. di samping melakukan perdagangan, para
pedagang Muslim juga memperkenalkan misi utama ajaran Islam, yaitu
mengembangkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan. Dengan cara
demikian, akhirnya Islam dapat berbaur dengan masyarakat setempat.

Islam berkembang sangat pesat di seluruh Afrika Barat, tidak hanya di


Nigeria, sehingga bahasa Arab dijadikan sebagai komunikasi internasional
di kawasan itu sampai dengan abad ke-15, seiring dengan kemenangan
Islam di Andalusia (sekarang Spanyol). Ketika Portugis memasuki Afrika
Barat pada abad ke-15, dalam rangka perdagangan budak, maka
penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi mulai berkurang.
Hal ini berlanjut sampai dengan masuknya Perancis dan Inggris pada abad
ke-19. Dua negara terakhir inilah yang akhirnya menguasai sebagian besar
wilayah Afrika Barat.
Kerajan Mali dan Songhay mempunyai peran sangat penting dalam
mendorong berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Nigeria Utara yang
dipelopori suku Hausa dan Fulani, antara lain di Kano dan Katsina (abad
ke-14 dan 16).
Berdasarkan catatan Kano, satu dari dua pusat komersil di Hausaland,
bahwa Islam pertama kali datang ke Kano pada masa pemerintahan Raja
Yaji ( 1319-1385 ), di bawa oleh para pedagang Wangarawa atau
Mandingo yang datang dari Mali. Di antara 40 pedagang Wangarawa
tersebut yaitu: Abdurr-Rahman Zaiti, Kebe, Mutuku, Yakasai, Shehe, dan
Auwula, mereka ini bukan saja para pedagang, tapi juga seorang sarjana ,
Melalui merekalah Islam berkembang sangat baik di Kano, menurut
catatan dari petualang legendaris Ibn Batutah, mereka datang ke Kano
membawa buku buku tentang fiqh dan etimologi.
Pada saat itu, banyak praktik praktik keagamaan sinkretik di Kano, paham
jahiliyah tersebut kemudian di hancurkan oleh para sarjana Wangarawa,
namun bukan hanya itu, mereka juga menebang habis pohon suci yang
ada di Madabo lalu di ganti dengan Masjid, masjid pertama yang di bangun
di Kano adalah masjid Madabi. Sekolah sekolah Islam juga banyak
didirikan untuk mendalami berbagai ilmu ilmu Islam. mereka juga pergi haji
ke Mekah, lalu kembali dengan membawa buku buku Islam, untuk di
ajarkan kepada para penduduk Kano.

Pada masa pemerintahan Muhammad Rumfa ( 1463-1499 ), Islam telah


mendominasi peta politik di Kano, pada masa Muhammad Rumfa inilah
kano kedatangan seorang sarjana muslim besar,Muhammad bin Ahmadal-
Maghili,yang kemudian hari di angkat menjadi penasehat kerajaan, untuk
mengurusi dan mengelola pemerintahan sesuai dengan Syari'at Islam.

Masa orientasi Atlantic, Maroko menginvasi Kerajaan Mali-Songhay pada


tahun 1591, namun jauh sebelum itu, Kerajaan Otoman Turki telah lebih
dulu menguasai Mesir dan Aljazair pada tahun 1517 dan 1525. Pada saat
bersamaan, muncul kerajaan baru di Benin, Oyo, Dahomey dan Ashante,
disusul kemudian kerajaan Bambara yang masih dikuasai oleh animisme.
Komunitas Muslimn di wilayah tersebut mulai mengadakan jihad. Jihad
pertama dilakukan oleh Uthman Don Fodiye pada tahun 1804 di Sokoto,
yang meminta kepada pemerintah Sokoto yang dikuasai oleh suku Hausa
memberlakukan ajaran Islam. Peradagangan budak semakin menipis, dan
Eropa menghentikan kebutuhan akan budak, dan akhirnya kerajaan Oyo
jatuh.

Namun ketika kolonial Inggris mulai merasuk di Nigeria, kehidupan


komunitas Islam di sana mulai terjepit. Dimulai ketika diberlakukan Pax
Brittanica yang mengatur agar setiap muslim yang akan bepergian atau
membangun masjid harus mendapatkan izin dari pemerintah kolonial.
Namun sebaliknya, bagi pemeluk Kristen tidak dikenakan izin serupa.
Kerajaan Sokoto dan Borno mulai invalid, namun komunitas muslim
menyebar ke Selatan, yaitu ke Etsako, Niger-Benue dan kota-kota wilayah
Yoruba, semisal Ogbomoso, Oyo, Ibadan, Sagamu, Ijebu-Ode dan
Abeokua. Budak-budak muslim yang berasal dari suku Hausa menyatu
secara sosial-politik di kota-kota tersebut dan menjadikan Islam sebagai
symbol Yoruba untuk menolak intrusi kebudayaan Inggris.

Tercatat banyak sekali wilayah di bagian utara Nigeria yang telah


mengikrarkan diri sebagai daerah yang telah di masuki Islam, misalnya
Hausaland, Walaupun, terdapat beberapa perbedaan pendapat,
bagaimana dan kapan Islam masuk ke daerah Hausaland, akan tetapi
kebanyakan para pakar sejarah sepakat bahwa Islam masuk ke derah itu
melalui Mali pada abad 14.
Islam Di Uganda
July 26, 2008 at 6:22 am (1)

Uganda menyentak perhatian dunia ketika Idi Amin Dada berkuasa


pada tahun 1971-1979. Idi Amin dicap sebagai diktator terkejam di
Afrika, dan membunuh tidak kurang 300.000 orang yang dianggap
musuh atau pembangkang. Dunia semakin gerah (baca: komunitas
Barat), karena Idi Amin adalah seorang Muslim di tengah-tengah
penduduk yang mayoritas beragama Kristen dan Katolik.

Uganda terletak di Afrika Timur, beriklim tropis, sedikit kering,


berbatasan dengan banyak negara, antara lain: Sudan, Kenya,
Rwanda, Burundi, Tanzania dan Democratic Republic of Congo.
Negara ini mempunyai banyak tempat untuk bersafari dan
mempunyai pemandangan yang indah seperti air terjun Bujagali
(Bujagalii Falls).
Luas wilayah Uganda 236.040 km2, dengan penduduk berjumlah
sekitar 25.632.794 orang, terbagi dalam 4 (empat) etnik besar, dan
yang terbesar adalah suku Baganda atau Buganda, berasal dari ras
Bantu. Angka pertumbuhan penduduk rata-rata 2,96% per-tahun,
angka kelahiran 46,57 dan angka kematian 16,95 per-seribu.
Jumlah penganut Katolik Roma 33%, Kristen Protestan 33%, Islam
16% dan Animisme 18%. Bahasa nasional mereka adalah bahasa
Inggris, sedagkan bahasa lokal yang dipergunakan adalah Ganda
atau Luganda, Swahili dan Arab.

Perkembangan Islam di Uganda


Islam ditengarai masuk ke Uganda pada abad ke-19, tepatnya pada
tahun 1844 ketika Ahmed Ibrahim memasuki Uganda untuk
melakukan perdagangan. Pada akhirnya beliau bertemu dengan Raja
Mutesa I dari Kerajaan Baganda, Uganda Tengah. Raja Mutesa I
sangat keras menjaga kedisiplinan Islam dalam wilayahnya. Beliau
menguasai bahasa Arab sekaligus menguasai al-Qur’an. Cucu Raja
Mutesa I, yaitu Prince Badru Kakungulu (Nuhu Mbogo) tercatat
sebagai pionir pendirian Muslim Education Association (MEA), yang
menelorkan banyak professor, doctor, master dan sarjana Muslim di
Uganda.

Kebaradaan Islam di Uganda juga tak terlepas dari keberadaan Idi


Amin (alm.) ketika beliau meemerintah Uganda tahun 1971-1979.
Walaupun beliau dikenal sebagai dictator dan dibenci oleh Barat,
namun pada sisi lain, kegigihan Idi Amin memajukan Islam di
Uganda patut mendapat acungan jempol. Beliau adalah pendiri
Uganda Muslim Supreme Council (UMSC) pada tahun 1974, dan
berhasil mengundang Raja Faisal untuk meletakkan batu pertama
pembangunan Masjid Nasional di Old Kampala. Ketika Idi Amin
berkuasa itulah Islam kembali bersinar di Uganda, dan itu
membanggakan para pengikut setianya. Idi Amin juga berhasil
membawa Uganda menjadi anggota Organisasi Konperensi Islam
(the Organization of Islami Conference). Idi Amin wafat di Jeddah
pada hari Sabtu, 16 Agustus 2003, dan dimakankan di Mekkah. Saat
ini, Islam dianut oleh kurang lebih 2,6 juta penduduk Uganda (15%).

Islam moderat yang saat ini sedang marak di seantero dunia, juga
berkembang sangat baik di Uganda. Hl ini ditandai dengan ucapan
Wakil Perdana Menteri Pertama Udanda, Jendral Moses Ali yang
mengingatkan warga Islam Uganda agar tidak melawan pemerintah.
Islam adalah agama yang penuh toleransi, cinta dan persaudaraan
serta anti kekerasan. Bila warga Islam Uganda menginginkan
kekuasaan, berjuanglah melalui partai politik yang telah diakui, hal
ini sebagaimana dilakukan oleh seorang tokoh muslim Uganda
Mohammaed Kibrige Mayanja. Jendal Moses Ali sama sekali tidak
menginginkan warga Islam Uganda menjadi teroris, suatu stereotip
yang dilekatkan pihak Barat pada warga Islam di mana saja.

Anda mungkin juga menyukai