i
DEWAN PENYUNTING
Jurnal Seni Budaya MUDRA
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional
Nomor: 108/DIKTI/Kep/2007. tentang Hasil Akreditasi Jurnal Ilmiah
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2007 Jurnal Seni Budaya MUDRA
diakui sebagai jurnal terakriditasi, dengan peringkat B.
Ketua Penyunting
I Wayan Rai S.
Penyunting Pelaksana
I Ketut Murdana
I Wayan Setem
I Gusti Ngurah Seramasara
Diah Kustiyanti
Ni Made Ruastiti
Ni Luh Sustiawati
Penyunting Ahli
I Wayan Rai S. (ISI Denpasar) Ethnomusicologist
Margaret J. Kartomi. (Monash University) Ethnomusicologist
Jean Couteau. (Sarbone Francis) Sociologist of Art
Ron Jenkins. (Wesleyan University) Theatre
Michael Tenzer. (UMBC) Ethnomusicologist
ISSN 0854-3461
Mengutip ringkasan dan pernyataan atau mencetak ulang gambar atau label dari jurnal ini harus mendapat izin langsung dari penulis.
Produksi ulang dalam bentuk kumpulan cetakan ulang atau untuk kepentingan periklanan atau promosi atau publikasi ulang dalam
bentuk apa pun harus seizin salah satu penulis dan mendapat lisensi dari penerbit. Jurnal ini diedarkan sebagai tukaran untuk perguruan
tinggi, lembaga penelitian dan perpustakaan di dalam dan luar negeri. Hanya iklan menyangkut sains dan produk yang berhubungan
dengannya yang dapat dimuat pada jumal ini.
Permission to quote excerpts and statements or reprint any figures or tables in this journal should be obtained directly from the
authors. Reproduction in a reprint collection or for advertising or promotional purposes or republication in any form requires
permission of one of the authors and a licence from the publisher. This journal is distributed for national and regional higher institution,
institutional research and libraries. Only advertisements of scientific or related products will be allowed space in this journal.
iii
ISSN 0854-3461
4. Kebudayaan dan Kebijakan Keruangan : Esensi Budaya dalam Pengaturan Batas Ketinggian
Bangunan Bali
Gusti Ayu Made Suartika .................................................................................................... 131
5. Reklamasi Pantai Sanur dalam Perspektif Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat Bali
I Made Darma Oka ............................................................................................................ 150
v
Multikulturalisme Dalam Diskursus... (Anak Agung Gede Rai))
MULTIKULTURALISME DALAM
DISKURSUS MEMPERKUAT KEBINEKAAN DAN
KEMAJEMUKAN DI INDONESIA
Abstrak
Artikel singkat ini mencoba untuk mendiskusikan multikulturalisme yang bertujuan agar bisa digunakan sebagai acuan
identitas atau karakteristik budaya dan sebagai suatu kebutuhan untuk menyajikan integrasi sosial yang, nantinya,
memungkinkan varietas budaya dan etnisitas dipakai dalam mengembangkan eksistensi sosial yang lebih wajar dalam
masyarakat Indonesia. Berbicara tentang nasionalisme, banyak kalangan masyarakat terus berpendapat bahwa nasionalisme
Indonesia sebagai menonjol. Namun, alkir-akhir ini terjadi pertentangan antar kelompok-kelompok tertentu. Kompleksitas
budaya yang dikembangkan dalam rangka pengikatan kelompok menjadi satu ke dalam suatu bangsa telah mulai goyah.
Interaksi antar berbagai elemen bangsa telah dipengaruhi oleh rasa tidak percaya dalam kelompok. Kepercayaan antar
kelompok merupakan fondasi utama untuk mencapai suatu bangsa yang multikultural utuh.
Abstract
TThis short article tries to discuss multiculturalism which is aimed at utilising it as identity or a culture characteristic and
as a necessity to present social integration which will enable varieties of culture and etnicity to develop social existence
more reasonable in a nation of Indonesia. Talking about nationalism many circles of societies hold the opinion that
Indonesia nationalism as a worn out stand. Moreover, recently there have been conflicting stands among certain groups.
The complexity of the culture which was developed in order to tie the groups together into a nation has begun to cruble.
Interactions among different elements of the nation have been influenced by distrust within the groups. Trust among the
groups is the prominent foundation in order to achieve a unified multicultural nation.
Filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804), sudah menegakkan hukum, maka yang muncul adalah
mengingatkan kita, “Jika dalam suatu masyarakat kerusuhan di Ambon, Poso, Aceh, Tuban Jawa Timur,
majemuk masing-masing kelompok mengklaim dan Papua. Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia
kebenaran absolut agama, moralitas atau kulturnya, adalah fenomena melemahnya kesatuan bangsa.
maka yang terjadi adalah konflik. Peringatan Hal inilah yang tidak diharapkan terjadi oleh Sparringa
Immanuel Kant ini dipertegas oleh Hardiman (2006) dan kemudian menawarkan gagasan multikulturalisme
yang mengatakan “kebijakan moralitas hanya akan sebagai ajaran tentang ‘common culture’ yang
memecah belah masyarakat modern yang plural memberikan ruang bagi pencapaian dua kebutuhan
dalam katagori agama, moral, maupun kebudayaan.” sekaligus. Terpeliharanya kemajemukan dan
integrasi sosial di tingkat masyarakat dan persatuan
Dalam kenyataannya, di Indonesia justru campur berkelanjutan di tingkat bangsa guna pencapaian cita-
tangan Negara sedemikian besar sampai pada cita bersama sebagai sebuah nation yang memiliki
kehidupan privat rakyatnya. Ditambah ketidak Pancasila sebagai dasar bangunan kebangsaan dan
mampuan dan atau ketidakmauan pemimpin kenegaraan. Dengan demikian, diharapkan dapat
101
MUDRA VOLUME 25 NO.1 SEPTEMBER 2010: 101-107
menyemaikan nilai- nilai dan prinsip-prinsip dasar yang nasionalisasi, yang lebih menonjolkan budaya Jawa.
diperlukan masyarakat dan bangsa indonesia yang Akibatnya, Indonesianisasi identik dengan Jawanisasi
majemuk dalam habitat sosial yang sedang berubah (Mulder, 2001).
di tenggah-tenggah pergumulan kehidupan kolektif
di tingkat lokal, regional, nasional dan global Kebudayaan nasional yang ditawarkan secara gencar
(Sparringa, 2006: 11). pada era Orde Baru adalah Pancasila. Dalam suasana
kebinekaan bangsa Indonesia, sebenarnya Pancasila
menjadi payung bersama dari semua aspirasi dan
MULTIKULTURALISME DALAM kepentingan rakyat Indonesia, apapun latar belakang
KEMAJEMUKAN DI INDONESIA politiknya. Inilah hakekat pengertian dan fungsi
Pancasila sesungguhnya yang dirumuskan oleh
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal didasarkan pendiri bangsa. Namun politik penyeragaman yang
pada tekad yang menekankan cita-cita bersama di diterapkan oleh Orde Baru, mengakibatkan Pancasila
samping pengakuan sekaligus penghargaan pada menjadi instrumen hegemoni dan corporatisme state
perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di terhadap society. Karena itu pada masa Orde Baru
Indonesia, kesadaran semacam itu sangat jelas dianut suatu dalil bahwa integrasi sosial hanya
terlihat. Bhenika Tunggal Ika adalah manifes yang mungkin dicapai dalam masyarakat yang homogen
mencoba menekankan cita-cita yang sama dan (Abdullah, 2005: 82). Selanjutnya Abdullah
kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Pada menyatakan bahwa,
prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya “Nasionalisasi kemudian berarti homogenisasi
komitmen negara untuk memberi ruang bagi kehidupan dalam segala aspeknya untuk menuju
kemajemukan pada satu pihak dan dipihak lain pada pada suatu tatanan yang bersifat total. Perbedaan
tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan tidak hanya dihilangkan, tetapi diperangi sebagai
suatu kesalahan melalui bahasa dan politik “asas
sebagai wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia.
tunggal”. Perbedaan hampir menjadi dosa karena
Pernyataan ini memang sangat tepat karena motto perbedaan itu akan di beri label “PKI” atau
Bhinika Tunggal Ika, tidak hanya untuk “subversi”(Abdullah, 2005: 82).
mengabstraksikan kondisi nyata masyarakat
Indonesia yang majemuk tetapi sekaligus Pemberian label seperti itu tidak bisa dilepaskan dari
merefleksikan impian politik para pendiri Republik, strategi yang lebih menyeluruh, yakni mekanisme
yakni mempercepat persatuan, integritas, dan oposisi biner. Hal ini berwujud mekanisme
stabilitas (Ismail, 1999: 55). penyusunan katagori-katagori simbolik berdasarkan
sistem katagori pasangan, di mana kelompok sosial
Dalam perjalanan, Indonesia kerap kali mengalami tertentu mengidentifikasikan dirinya sebagai
krisis kebangsaan terkait dengan kebijakan negara kelompok simbolik kelas pertama (baik, benar, unggul),
dalam mengelola pluralitas. Sebagai contoh kongrit, dan kelompok lawan pada katagori kedua (buruk,
pada era Orde Baru di mana pembangunan salah, jahat). Konsep yang tersirat dalam oposisi biner
dipersonifikasikan sebagai “agama” baru, yang sangat digunakan untuk mendiskreditkan pihak lawan yang
membutuhkan ketertiban dan keamanan agar segala sekaligus bermakna melanggengkan kekuasaan pihak
program pembangunan guna mewujudkan berkuasa. Oposisi biner juga tidak bisa dilepaskan
masyarakat adil makmur terwujud secara baik. dari faham kekamiaan (kekitaan) dan kemerekaan
Berkenaan dengan itu hakekat masyarakat Indonesia atau self dan the other. Pemilahan ini tidak hanya
yang multikultural, atau dengan istilah lain adalah ber- menunjukan mana kawan dan mana lawan,
SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) melainkan terkait pula dengan dominasi dan
diingkari, karena diasumsikan sebagai ‘embrio’ hegemoni. Realitasnya bahwa orang yang menolak
disintegrasi bangsa. Akibatnya, dalam megelola Pancasila sebagai asas tunggal, diberi label anti-
kemajemukan, pemerintah Orde Baru lebih mengarah Pancasila dan lebih radikal lagi mereka dilabeli PKI.
pada monokultural, penyeragaman dari sudut pandang Begitu pula orang yang menonjolkan SARA, diberi
Bhineka Tunggal Ika, lebih menekankan Tunggal label anti-persatuan. Dengan demikian label-label
Ika dari pada Bhenika atau multikultural. Arah ke- seperti ini merupakan alat bagi negara untuk
Tunggal Ikaannya adalah Indonesianisasi atau melakukan kekerasan dan simiotik dalam konteks
102
Multikulturalisme Dalam Diskursus... (Anak Agung Gede Rai))
penghegemonian rakyat guna mewujudkan wacana untuk dapat membangun kesadaran bersama
penyeragaman atau kepatuhan mereka terhadap dalam sebuah ruang, yang disatu sisi memberikan
pemerintah (Piliang, 2006: 75). kebebasan untuk melakukan interpretasi terhadap
keragaman dan di sisi lain interpretasi tersebut juga
Oposisi biner yang lain yang diterapkan oleh mengandung sebuah integrasi di tingkat yang lebih
pemerintah, yakni tentang “pusat-daerah” atau pusat- tinggi. Gambaran kongkritnya mirip-mirip seperti
pinggiran. Pusat diposisikan sebagai tempat penelitian Liliwiri (1994) terhadap multietnik di
peradaban, kemajuan, kekayaan, kekuasaan dan Kupang. Di Kupang tidak ada dominasi suatu budaya,
kenikmatan hidup. Sebaliknya daerah, adalah alam, ini menggambarkan bahwa etnisitas setiap etnik
keterbelakangan, kekurangan (miskin), sangat kuat, sehingga semakin sulit pembentukan
ketidakberdayaan, dikuasai dan kesangsaraan hidup kota Kupang sebagai melting pot, atau suatu setting
(Suparlan, 2000). Pola berpikir seperti ini besar social yang mampu melahirkan suatu bentuk atau
pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah dalam ciri budaya baru. Karena hal itu tidak terjadi maka
mengelola Negara. Misalanya, orang pusat lahir relativisme budaya di mana nilai-nilai yang positif
mengeksploitasi sumber-sumber alam di daerah, guna dari suatu etnik bisa diterima oleh etnik lain dan
memperkuat citra pusat sebagai tempat peradaban sebaliknya. Sulitnya pembentukan melting pot
dan seterusnya. Untuk menutupi eksploitasi itu, cenderung meningkatkan etnisitas setiap etnik yang
mereka berdalih bahwa kue di pusat harus terus bisa memecah belah kesatuan dan persatuan
diperbesar, setelah itu baru dibagikan secara merata antaretnik. Tanpa ada suatu tantangan dari luar
pada masyarakat bawah maupun daerah-daerah. terhadap semua etnik maka etnisitas setiap etnik tetap
Kontradiksi seperti ini disikapi oleh masyarakat bertahan pada masalah yang dihadapinya. Tetapi
bawah di daerah sebagai ketidakadilan. Akibatnya manakala terdapat tantangan berupa ancaman baik
rasa persatuan dan kesatuan berbangsa jadi menipis. pisik maupun nonpisik sebagai perwujudan perluasan
batas-batas etnik atau budaya material dan immaterial
Semua yang dipaparan di atas merupakan sebagian dari orang luar NTT maka orang NTT akan bersatu
contoh kegagalan kita di masa lalu dalam mengelola padu.
masyarakat majemuk di Indonesia. Karena itu
Sparingga (2006: 13) dalam artikelnya yang berjudul Hasil penelitian Liliwiri memberikan pelajaran dan
“multikulturalisme sebagai alternatif dengan pemahaman baru tentang multikulturalisme seperti
pemahaman baru dan holistik”. Menawarkan konsep yang diharapkan Sparringa. Dalam difinisi dan
pikiran sebagai berikut. pemahaman baru tentang multikulturalisme, masih
“Saya tidak sedang mengatakan bahwa usaha terbentang jalan panjang untuk mengakomodasikan
mempromosikan multikulturalisme di Indonesia kepentingan-kepentingan daerah agar sama-sama
adalah sebuah langkah yang muskil. Saya, terpayungi oleh kepentingan nasional. Dengan
sebaliknya sedang mengatakan multikulturalisme demikian sepirit multikulturalisme dengan pemahaman
merupakan sebuah agenda besar bersama kita
baru, ditunjang politik multikulturalisme yang
yang tidak saja perlu dan penting, tetapi juga
merupakan satu-satunya jawaban atas kegagalan
berkeadaban, akan dapat mendukung integritas dan
kita di masa lalu mengelola masyarakat majemuk stabilitas dalam kehidupan demokrasi dan pluralitas
di Indonesia. Walaupun begitu, saya juga ingin budaya. Spirit multikulturalisme, yang dilandasi
mengatakan bahwa ihwal yang sedang kita hadapi kearifan budaya, akan merangsang tumbuh
dalam mendifinisikan, menyepakati, mem- kembangnya kesaling- pahaman kita dalam pluralitas
promosikan, dan melembagakan multi- budaya. Dengan demikian, kita akan menyadari
kulturalisme adalah sebuah proses yang secara mendalam bahwa dalam kehidupan bersama
sepenuhnya harus di pahami sebagai agenda kita harus mengakui “keberagaman dalam kesatuan,
yang asli baru dalam wacana politik budaya kesatuan dalam keberagaman.” Sepirit
Indonesia.” multikulturalisme sarat mengandung pencerahan, dan
tampaknya inilah yang sangat dibutuhkan untuk
membangun rasa kebangsaan dan identitas nasional
Ke depan inilah yang menjadi tantangan kita, seluruh sebagai perwujudan universalitas dalam pluralitas
anak bangsa harus dapat mereposisi pemikiran dan budaya.
103
MUDRA VOLUME 25 NO.1 SEPTEMBER 2010: 101-107
104
Multikulturalisme Dalam Diskursus... (Anak Agung Gede Rai))
masyarakat yang dibangun atas ciri kemajemukan mereka diharuskan ganti nama, menanggalkan sistem
yang partisipatoris dan imansipatoris. persekolahan yang eksklusif, meniadakan surat kabar
berbahasa cina, melakukan perkawinan campuran
Pandangan kritis di atas semakin dapat dipahami dan lain-lainnya. Kebijakan asimilasi mendapat
karena semua itu sebagai warisan Kolonialisme. sambutan positif dari sejarawan Cina, hal ini dapat
Dalam persepektif Teori Poskolonial masalah etnisitas disimak dari pernyataanya sebagai berikut.
merupakan warisan kolonial Belanda, yang menata Menuju kearah kesatuan ini hanya dapat dicapai
masyarakat jajahan mengikuti ideologi rasial, dengan jalan asimilasi, sehingga eksklusivitas dari
diwujudkan dalam penciptaan golongan-golongan dan minoritas hancur, sehingga perhubungan-
kasta-kasta berdasarkan ras. Pada zamam Belanda, perhubungan antara minoritas dan mayoritas
dipercepat dan menambah perkawinan-
di kenal tiga kasta, yakni kasta kulit putih (orang
perkawinan campuran. Dengan demikian dapat
Belanda dan Eropa), kasta timur asing (Tionghoa, tercapailah asimilasi biologis, ekonomis, sosial,
Arab, dan lain-lain), dan kasta pribumi (Loomba, politik dan lain-lain. …asimilasi inilah yang sesuai
2003). Pembagian ini berdemensi sosial, ekonomi, dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tidak
pekerjaan, hukum, dan politik. Pemukiman mereka menghendaki golonganisme dan sukuisme. Kita
menganut asas segregasi sosial, misalnya, ada jangan lupa bahwa politik Van Mook mempunyai
kampung khusus untuk orang tionghoa, yakni dua ciri, yaitu menekankan perbedaan-perbedaan
pecinan, dan ada pusat kegiatan bisnis. Kebijakan daerah dan suku-suku di Indonesia, serta juga
ini bertalian erat dengan strategi politik yang lebih golongan-golongan bangsa dan masyarakat lain.
luas, yakni dikenal dengan devide et empera sehingga Menuju asimilasi berarti ikut serta dalam
penghancuran politik Van Mook (Onghokham,
masyarakat kolonial yang majemuk lebih terpecah
2005: 214).
belah.
Perkawinan campuran seperti yang diuraikan di atas,
Pemerintah kolonial Belanda tidak saja menempatkan
dipandang dapat mengatasi dekotomi pribumi dan
orang Cina pada kasta yang lebih tinggi, tetapi
nonpribumi, dengan alasan karena perkawinan itu
memberikan pula posisi sebagai pedagang perantara
menyatukan dua insan dan keluarganya. Dalam
yang menjebatani kapitalis tinggi (orang kulit pitih)
kenyataannya perkawinan campuran sulit
dan orang pribumi yang berada pada lapisan
berlangsung, karena pada masyarakat Bali misalnya,
terbawah yang kebanyakan sebagai kelas konsumen
laki-laki Bali enggan kawin dengan perempuan Cina.
dan pedagang kecil. Karena memiliki semangat
Hal ini bukan saja disebabkan perbedaan latar
kewirausahan yang tinggi, mengakibatkan banyak
belakang sosial, ekonomi, dan budaya, tetapi karena
orang Cina sukses dalam bidang ekonomi. Posisi
secara sosioistoris orang Cina dianggap lebih tua
orang Cina sebagai pedagang perantara, secara
(saudara tua). Kastaisme kontruksi kolonial Belanda
cerdik dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk
memposisikan orang Cina pada kasta yang lebih tinggi
mengisap atau sebagai buffer guna menghadapi
dari pada pribumi Bali. Sistem kasta masyarakat Bali
pribumi. Akibatnya timbul resistensi terhadap etnik
yang beragama Hindu, bahwa laki-laki yang berkasta
Cina (Pelly, 2003).
lebih rendah tidak boleh kawin dengan perempuan
berkasta lebih tinggi. Untuk memperkuat larangan
Pascakemerdekaan, tiga kasta berubah jadi dua
itu, maka orang Cina dikatakan panes (panas),
kasta, yakni orang Timur Asing (Cina), dan Pribumi,
sehingga laki-laki Bali yang mengawininya dipercaya
sedangkan kasta kulit putih meninggalkan Indonesia,
tidak akan bahagia (Atmadja, 2006: 9).
selanjutnya terbentuklah oposisi biner- self dan the
other. Disadari kondisi ini rawan terhadap konflik,
Kegagalan mengasimilasikan orang Cina,
sehingga pemerintah Indonesia berusaha
mengakibatkan mereka tetap the other. Dekotomi
menanganinya secara serius. Karena itulah pada
antara pri dan nonpri tidak semata-mata bermakna
rezim Orde Baru diterapkan kebijakan asimilasi, hal
pemisahan yang berdekotomi, melainkan
ini tampak pada ucapan mantan presiden Soeharto
mengandung pula muatan dehumanistik.
yang secara tegas menyatakan, bahwa “…warga
Kenyataanya dapat dilihat pada peristiwa tanggal 13-
negara Indonesia keturunan Cina harus segera
15 Mei 1998, kerusuhan terjadi di Jakarta, Solo,
berintegrasi dan berasimilasi dengan masyarakat
Surabaya, Medan, dan Palembang. Kerusuhan di
Indonesia asli” (Suryadinata, 2003: 2). Karena itu
105
MUDRA VOLUME 25 NO.1 SEPTEMBER 2010: 101-107
Jakarta, mengakibatkan 704 bangunan dirusak yang manusia sangat membutuhkan uang sehingga
dimiliki oleh orang Cina. Kerusuhan ini disertai pula terbentuk moneytheisme (Atmaja, 2006: 20).
perkosaan dan pelecehan seksual secara masal
terhadap perempuan Cina. Catatan Tim Relawan Dengan mengacu kepada Budiman (1998) kondisi
untuk Kemanusiaan menunjukan bahwa jumlah total manusia mendewakan uang, materi, dan pasar,
korban perkosaan dan pelecehan seksual yang menimbulkan implikasi, yakni “…sebagai hasilnya
melapor sampai tanggal 3 Juli 1998, sebanyak 168 kita lihat lahirnya sebuah generasi manusia yang tidak
orang (Arivia, 2003: 21). lagi berbicara tentang solideritas dengan orang-orang
yang lemah (kecuali sebagai lip service), tetapi
Pada era reformasi sekarang ini, di samping contoh- tentang bagaimana memperoleh keuntungan material
contoh yang telah dipaparkan di atas, yang menjadi sebanyak-banyaknya, kalau perlu dengan tipu yang
kendala dalam mewujudkan multikulturalisme di licik ataupun kekerasan”. Berkenaan dengan itu
Indonesia, maka ada aspek lain yang dapat muncul orang-orang yang memiliki karakter, pertama,
menimbulkan krisis kebangsaan yaitu globalisasi. mentalitas memuja hasil ketimbang proses. Kedua,
Karena terpaan kebudayaan global terus semakin mentalitas indisipliner (kecendrungan minimnya
deras, sejalan dengan kemajuan teknologi tranportasi, disiplin bangsa), Ketiga, berpikir kemasa lalu (hanyut
komunikasi dan informasi. Kebudayaan global dalam mitos kebesaran, kejayaan). Keempat,
memang memberikan manfaat, yakni memperkaya perangkap irasional (memecahkan masalah secara
kebudayaan etnik dan kebudayaan nasional, memberi mistis). Kelima, budaya informalitas yaitu,
kenikmatan, dan sekaligus mengantar kita ke dalam kecendrungan ke arah berbagai aturan tidak nampak
masyarakat modern dan bahkan terus bergerak dalam mengatur berbagai kegiatan masyarakat
menuju masyarakat postmodern, masyarakat (Piliang, 2004). Kalau masih ditemukan solideritas,
postindustri atau masyarakat informasi (Amal, 1998). maka lebih berorientasi pada keluarga, kedaerahan,
Sebaliknya globlisasi juga dapat menjadi ancaman bagi etnik, dan atau kelompok. Hal-hal semacam ini,
identitas kebudayaan etnik dan identitas kebudayaan disadari maupun tidak, mereka telah menodai identitas
nasional. Dengan perkataan lain globalisasi menjadi kebangsaan yang sedang berjuang mensosialisasikan
ancaman multikulturalisme, karena globalisasi multikulturalisme dan nasionalisme Indonesia.
menghasilkan kecenderungan monokulturalisme yang
terutama didorong oleh proses-proses dan praktik- SIMPULAN
praktik material-rasional yang dibawa oleh ekonomi
pasar global (Sparringa, 2006: 14). Multikulturalisme sebagai realitas dipahami sebagai
representasi yang produktif atas interaksi di antara
Ancaman ini bertalian dengan kenyataan bahwa elemen-elemen sosial yang beragam dalam sebuah
globalisasi bermuatan ideologi kapitalisme, tataran kehidupan kolektif yang berkelanjutan.
materialisme, dan konsumtivisme, akan melahirkan Sebagai sebuah ajaran multikulturalisme merujuk
manusia yang memiliki kegemaran, yakni pertama, pada spirit, etos, dan kepercayaan tentang bagaimana
merayakan hasrat, khususnya hasrat memiliki keragaman atas unit-unit sosial yang berciri privat
(kekayaan, kekuasaan, popularitas). Kedua, dan relatif otonom itu, seperti entitas dan budaya
merayakan citra (mengutamakan kulit dari pada isi, dikelola dalam ruang-ruang publik. Dengan perkataan
penampilanisme, wajahisme). Ketiga, merayakan lain, multikulturalisme merupakan hasil dari sebuah
konsumerisme, kegandrungan dalam dunia belanja proses sosial yang panjang dan menghasilkan sebuah
gemerlap (Piliang, 2006). Begitu kuatnya kesukaan tatanan kolektif yang memungkinkan di satu pihak
manusia marayakan hasrat, citra, dan konsumerisme, keragaman mendapatkan ruang untuk berkembang
dapat dicermati semakin menjamurnya istana-istana dan di pihak lain memungkinkan integrasi sosial di
belanja. Dengan demikian pada era globalisasi, tingkat lebih tinggi dapat terpelihara (Common
manusia sering disebut sebagai penganut agama Culture).
pasar. Agama pasar menggunakan pasar sebagai
tempat suci, sedangkan uang adalah tuhannya. Memahami multi kulturalisme dengan arif, akan dapat
Mengingat uang sangat berkuasa dalam memenuhi menangkal dan mengikis etnosentrisme chauvistik.
segala keinginan manusia pada pasar, akibatnya, Dilanjutkan dengan menumbuhkembngkan spirit
multikulturalisme yang dapat membangkitkan
106
Multikulturalisme Dalam Diskursus... (Anak Agung Gede Rai))
kesalingpahaman (mutual understanding), antar Liliwiri. Alo. (1994), Perangsangka Sosial dan
kelompok (etnik) dalam pluralitas budaya di negeri Komunikasi Antaretnik; Kajian tentang Orang
ini. Kesalingpahaman ini diharapkan akan Kupang, Nusa Tengara Timur, dalam Prisma, No.12,
mengukuhkan identitas nasional, yaitu sosok identitas Desember 1994.
yang kita sepakati bersamayang menjunjung tinggi
prinsip keberagaman dalam kesatuan dan kesatuan Loomba, Ania. (2003), Kolonialisme/Pasca
dalam keberagaman. Kolonialime, (Terjemahan Hartono Hadikusumo),
Bintang Budaya, Jogjakarta.
DAFTAR RUJUKAN
Mulder, N. (2001), Ruang Batin Masyarakat
Abdullah, I. (2005), “Diversitas Budaya, Hak-hak Indonesia, (terjemahan Wisnu Hardana, LkiS,
Budaya Daerah, dan Politik Lokal di Indonesia”. Yogyakarta.
Dalam Jamil Gunawan et al. ed, Desentralisasi
Globalisasi dan Demokrasi Lokal, LP3ES, Onghokham. (2005), Riwayat Tionghoa
Jakarta. Peranakan di Jawa. Komunitas Bambu, Jakarta.
Arivia, Gadis. (2003), Filsafat bersepektif Feminis, Pelly, U. (2003), “Murid Pri dan Nonpri pada Sekolah
Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta. Pembaruaan: Kebijakan Asimilasi Orde Baru di
Bidang Pendidikan dan Dampaknya terhadap
Atmadja, N.B. (2006), Pemulihan Krisis Masyarakat Multikulturalisme”. Dalam Antropologi
Kebangsaan dan Multikulturalisme dalam Indonesia, XXVII, Nomor 34-45.
Persepektif Kajian Budaya. (Makalah) Seminar
Nasional di selenggarakan oleh Program Piliang, Y.A.(2004), Posrealitas Realitas
Pascasarjana Kajian Budaya Universitas Udayana, Kebudayaan dalam Era Posmetafisika,
Tanggal 18 Nopember 2006. Jalasutra, Jogyakarta.
Ismail, Faisal. (1999), Ideologi Hegemoni dan Suryadinata, L. (2003). “Kebijakan Negara Indonesia
Otoritas Agama Wacana Ketegangan Kreatif terhadap Etnik Tionghoa: dari Asimilasi ke
Islam dan Pancasila, Tiara Wacana, Yogyakarta. Multikultural” Daalm Jurnal Antropologi Indonesia,
XXVII, Nomor 1-12.
Lie, Anita. (2006), Membangun Model Pendidikan
Multikultural, Kompas 1 September, Jakarta.
107
Indeks Pengarang
Jurnal Seni Budaya MUDRA
198
Daftar Nama Mitra Bestari sebagai
Penelaah Ahli Tahun 2010
Untuk Penerbitan Volume 25 No. 1 JANUARI 2010 dan Volume 25 No. 2 SEPTEMBER 2010 semua
naskah yang disumbangkan kepada Jurnal Seni Budaya Mudra telah ditelaah oleh para mitra bestari (peer
reviewers) berikut ini
Naskah ditulis dengan Times New Roman ukuran 11 The manuscript should be printed with Times New
pt, spasi tunggal, justified dan tidak ditulis bolak-balik Roman font, size 11 pt, single spaced, justified on each
pada satu halaman. Naskah ditulis pada kertas sides and on one side of an A4 paper (210 mm x 297
berukuran A4 (210 mm x 297 mm) dengan margin mm). The margins are 3.5cm from the top, 2.5 cm
atas 3,5 cm, bawah 2,5 cm, kiri dan kanan masing- from below and 2 cm from each side. The manu-
masing 2 cm. Panjang naskah hendaknya tidak script must not exceed 20 pages including pictures
melebihi 20 halaman termasuk gambar dan tabel. Jika and tables. When the manuscript go far beyond that
naskah jauh melebihi jumlah tersebut dianjurkan untuk limit the contributors are advised to make it into two
menjadikannya dua naskah terpisah. Naskah ditulis separate papers. The manuscript is written in Indo-
dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jika nesian or English. When English is used strict ad-
ditulis dalam bahasa Inggris sebaiknya telah memenuhi herence to English grammatical rules must be ap-
standar tata bahasa Inggris baku. Judul naskah plied. The title should be short and informative, and
hendaknya singkat dan informatif serta tidak melebihi does not go over 20 words. Keywords are in English
20 kata. Keywords ditulis dalam bahasa Inggris and presented at the end of the abstract.
diletakkan akhir abstrak.
Penulisan heading dan subheading diawali huruf The beginnings of headings and subheadings should
besar dan diberi nomor dengan angka Arab. be capitalized and given Arabic numbering. The parts
Sistematika penulisan sekurang-kurangnya mencakup of the manuscript should at least include an Intro-
Pendahuluan, Metode Penelitian, Analisis dan duction, Method, Results and/or Discussion, Conclu-
Interpretasi Data, Simpulan , serta Daftar Rujukan. sion and References. When there is an acknowl-
Ucapan Terima Kasih/Penghargaan (jika ada) edgment, it should be put after the conclusion but
diletakkan setelah Simpulan dan sebelum Daftar before references. Usage of sub-subheadings should
Rujukan. Headings dalam bahasa Inggris disusun be avoided. When needed, use numbered outline
sebagai berikut: Introduction, Method, Results and/ using Arabic numbers. The distance between one
or Discussion, Conclusion. Acknowledgement (jika paragraph to the next is one single space.
ada) diletakkan setelah Conclusion dan sebelum Ref-
erence. Sebaiknya, penggunaan subsubheadings
dihindari. Jika diperlukan, gunakan numbered out-
line yang terdiri dari angka Arab. Jarak antara
paragraf satu spasi tunggal.
Singkatan/Istilah/Notasi/Simbol Abbreviations/Terms/Symbols
Penggunaan singkatan diperbolehkan, tetapi harus Abbreviations are allowed, but they should be writ-
dituliskan secara lengkap pada saat pertama kali ten in full when mentioned for the first time, followed
disebutkan, lalu dibubuhkan singkatannya dalam tanda by the abbreviations inside the brackets. Foreign and
kurung. Istilah/kata asing atau daerah ditulis dengan ethnic terms should be italicized. Notation must be
huruf italic. Notasi, sebaiknya, ringkas dan jelas serta compact and clear, and consistently follows the ac-
konsisten dengan cara penulisan yang baku. Simbol/ cepted standard. Symbols are written clearly and
lambang ditulis dengan jelas dan dapat dibedakan, easily distinguished, such as number 1 and the letter
seperti penggunaan angka 1 dan huruf 1 (juga angka l (or number 0 and the letter O).
0 dan huruf O).
Tabel ditulis dengan Times New Roman berukuran Tables are written with Times New Roman size 10pt
10 pt dan diletakkan berjarak satu spasi tunggal di and put one single space down below the tables’ titles.
bawah judul tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf The titles are printed bold in the size of 9 pt as theyare
berukuran 9 pt (bold) dan ditempatkan di atas tabel shown in the example. The tables are numbered with
dengan format seperti terlihat pada contoh. Arabic numbers. The distance of a table with the
Penomoran tabel menggunakan angka Arab. Jarak preceding paragraph is one single space. The tables
tabel dengan paragraf adalah satu spasi tunggal. Tabel are presented after they are being referred to in the
diletakkan segera setelah perujukkannya dalam teks. text. 1 pt thick lines should be used to outline the
Kerangka tabel menggunakan garis setebal 1 pt. Jika tables. If the titles for the columns are long and com-
judul pada setiap kolom tabel cukup panjang dan rumit, plicated, the columns should be numbered and the
maka kolom diberi nomor dan keterangannya explanation of each number should be put below the
diberikan di bagian bawah tabel. table.
Gambar diletakkan simetris dalam kolom halaman, Pictures are put in the center of page, one single space
berjarak satu spasi tunggal dari paragraf. Gambar from the preceding paragraph. A picture is presented
diletakkan segera setelah penunjukkannya dalam after it is pointed out in the text. Pictures are num-
teks. Gambar diberi nomor urut dengan angka Arab. bered using Arabic numbers. Information on the pic-
Keterangan gambar diletakkan di bawah gambar dan ture is put one single space down below the picture.
berjarak satu spasi tunggal dari gambar.
Penulisan keterangan gambar menggunakan huruf The information should be written with the size of 9
berukuran 9 pt, bold dan diletakkan seperti pada pt and in bold according to the example. The infor-
contoh. Jarak keterangan gambar dengan paragraf mation is two single spaces of 10 pt above the fol-
adalah dua spasi tunggal. Gambar yang telah lowing paragraph. Permissions should be obtained
dipublikasikan oleh penulis lain harus mendapat ijin from the authors and publishers for previously pub-
tertulis penulis dan penerbitnya. Sertakan satu gambar lished pictures. Attached a full page of the picture
yang dicetak dengan kualitas baik berukuran satu with a good printing quality, or electronic file with
halaman penuh atau hasil scan dengan resolusi baik either formats: {file name}.jpeg, {file name}.esp or
dalam format {nama file}.eps, {nama file} jpeg atau {file name}.tiff. If the picture is a photograph, please
{nama file}.tiff. Jika gambar dalam format foto, attach one print. Pictures will be printed in black and
sertakan satu foto asli. Gambar akan dicetak hitam- white, unless there is a need to have them in colors.
putih, kecuali jika memang perlu ditampilkan It is advisable that the fonts used in creating pictures
berwarna. Font yang digunakan dalam pembuatan or graphics are recognized by most word processors
gambar atau grafik, sebaiknya, yang umum dimiliki and operation systems, such as Symbols, Times New
setiap pengolah kata dan sistem operasi seperti Romans, and Arial with minimum size of 9 pt. Pic-
Simbol, Times New Romans dan Arial dengan ukuran ture files from applications such as Corel Draw, Adobe
tidak kurang dari 9 pt. File gambar dari aplikasi seperti Illustrator and Aldus Freehands have better quality
Corel Draw, Adobe Illustrator dan Aldus Freehand and can be reduced without changing the resolution.
dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dapat
(blank, one single space of 10 pt)
diperkecil tanpa mengubah resolusinya.
Kutipan dalam naskah menggunakan sistem kutipan The journal prefers direct quotation. The usages of
langsung. Penggunaan catatan kaki (footnote) sedapat footnotes should be avoided wherever possible.
mungkin dihindari. Kutipan yang tidak lebih dari 4 Quotations of no more than 4 lines should be inte-
(empat) baris diintegrasikan dalam teks, diapit tanda grated in the text and in between quotation marks.
kutip, sedangkan kutipan yang lebih dari 4 (empat) When the citation exceeds 4 lines, it should be put
baris diletakkan terpisah dari teks dengan jarak 1,5 separately 1.5 single spaces away of 10 pt from the
spasi tunggal, berukuran 10 pt, serta diapit oleh tanda main text and put between quotation marks.
kutip.
Setiap kutipan harus disertai dengan nama keluarga/ Every quotation must be followed by the family name
nama belakang penulis. Jika penulis lebih dari satu of its author. When there is more than one author,
orang, yang dicantumkan hanya nama keluarga penulis only the first author’s family name is printed followed
pertama diikuti dengan dkk. Nama keluarga atau by et alia. The name or family name of the author
nama belakang penulis dapat ditulis sebelum atau can be mentioned before or after the quotation. There
setelah kutipan. Ada beberapa cara penulisan kutipan. are some ways of writing quotations. Direct citation
Kutipan langsung dari halaman tertentu ditulis sebagai from a specific page is written as follows: (Grimes,
berikut (Grimes, 2001: 157). Jika yang diacu adalah 2001:15). When a reference is made to the main
pokok pikiran dari beberapa halaman, cara idea of a couple of pages, the following should be
penulisannya adalah sebagai berikut (Grimes, 2001: used: (Grimes, 2001: 98–157). When a reference is
98-157), atau jika yang diacu adalah pokok pikiran made to a text in general, the following should be
dari keseluruhan naskah, cara penulisannya sebagai used (Grimes, 2001).
berikut (Grimes, 2001).
Penulisan daftar acuan mengikuti format APA (Ameri- The journal adheres to the APA format when
can Psychological Association). Daftar acuan it comes to list of references. Primary sources should
harus menggunakan sumber primer (jurnal atau be used (journals and books). It is wise to include
buku). Sebaiknya, acuan juga menggunakan naskah previous works published in MUDRA. The refer-
yang diterbitkan dalam jurnal MUDRA edisi ences are listed alphabetically according to the au-
sebelumnya. Daftar acuan diurutkan secara alfabetis thors’ family names. In general, the order of writing
berdasarkan nama keluarga/nama belakang penulis. is the following: author’s name, period, title, place of
Secara umum, urutan penulisan acuan adalah nama publication, colon, publisher. The maximum number
penulis, tanda titik, tahun terbit yang ditulis dalam of authors mentioned for each reference is 3. When
dalam kurung, tanda titik, judul acuan, tempat terbit, there are 4 authors, mention the main author followed
tanda titik dua, nama penerbit. Nama penulis yang by et.al. Chinese and Korean names do not need to
dicantumkan paling banyak tiga orang. Jika lebih dari be reversed because the family names are at the
empat orang, tuliskan nama penulis utama dilanjutkan beginning. Year of publication should be printed right
dengan dkk. Nama keluarga Tionghoa dan Korea after the author to make it easier to note how up-to-
tidak perlu dibalik karena nama keluarga telah terletak date the sources are. Titles are written in italics.
di awal. Tahun terbit langsung diterakan setelah nama Journal and magazine articles’ titles are written in
penulis agar memudahkan penelusuran kemutakhiran regular letters, followed by the names of the journal
bahan acuan. Judul buku ditulis dengan huruf italic. or magazine in italics. If two or more cited works of
Judul naskah jurnal atau majalah ditulis dengan huruf the same author were published in the same year,
regular, diikuti dengan nama jurnal atau majalah the publishing years are followed by the letters a, b
dengan huruf italic. Jika penulis yang diacu menulis etc. For example: Miner, JB. (2004a), Miner, J.B.
dua atau lebih karya dalam setahun, penulisan tahun (2004b).
terbit dibubuhi huruf a, b, dan seterusnya agar tidak namanya, dan pada tahun penerbitan ditambah huruf
membingungkan pembaca tentang karya yang diacu, latin kecil sebagai penanda urutan penerbitan.
misalnya: Miner, J.B. (2004a), Miner, J.B. (2004b). Greenberg, Josepth H. (1957), Essays in Linguis-
Contoh penulisan daftar acuan adalah sebagai berikut: tics, University of Chicago Press, Chicago
Acuan dari buku dengan satu satu, dua, dan tiga _________________. (1966a), Language of Af-
pengarang rica, Indiana University Press, Bloomington.
Reference from books with one, two and
three authors _________________. (1966b), “Language Univer-
Anderson, Beneditct R.O.G. (1965), Mythology and sals”, Current Trends in Linguistics (Thomas A.
the Tolerance of the Javanese, Southeast Asia Pro- Sebeok, ed.), Mounton, The Hangue,
gram, Departement of Studies, Cornell University,
Ithaca, New York. Artikel dalam Ensiklopedi dan Kamus
Articles from Encyclopedia and Dictonary
Bandem, I Made & Frederik Eugene DeBoer. (1995), Milton, Rugoff. (tt), “Pop Art”, The Britannica
Balinese Dance in Transition, Kaja and Kelod, Encylopedia of American Art, Encylopedia
Oxford University Press, Kuala Lumpur. Britannica Educational Corporation, Chicago.
Hamer, Frank & Janet Hamer. (1991), “Terracotta”,
Kartodirjo, Sartono, Mawarti Djoened Poesponegoro The potter’s Dictionary of Material and Tech-
& Nugroho Notosusanto. (1997), Sejarah Nasional nique, 3 Edition, A & B Black, London.
Indonesia, Jilid I, Balai Pustaka, Jakarta.
Acuan naskah dalam jurnal, koran, dan naskah
Acuan bab dalam buku seminar
Reference from a book chapter Reference on a text in a journal, newspaper,
Markus, H.R., Kitayama, S., & Heiman, R.J. (1996). and conference paper
Culture and basic psychological principles. Dalam Hotomo, Suripan Sandi. (April 1994), “Transformasi
E.T. Higgins & A.W. Kruglanski (Eds.); Social psy- Seni Kendrung ke Wayang Krucil”, dalam SENI,
chology: Handbook of basic principles. The Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni, IV/02,
Guilford Press, New York. BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta.
Buku Terjemahan Kwi Kian Gie. (4 Agustus 2004), “KKN Akar Semua
Translated Books Permasalahan Bangsa” Kompas.
Holt, Claire. (1967), Art in Indonesia: Continuities
and Change atau Melacak Jejak Perkembangan Buchori Z., Imam. (2-3 Mei 1990), “Aspek Desain
Seni di Indonesia, terjemahan R.M. Soedarsono. dalam Produk Kriya”, dalam Seminar Kriya 1990
(2000), MSPI, Bandung. ISI Yogyakarta, di Hotel Ambarukmo Yogyakarta.
Read, Herber. (1959), The Meaning of Art atau
Seni Rupa Arti dan Problematikanya, terjemahan Acuan dari dokumen online (website/internet)
Soedarso Sp. (2000), Duta Wacana Press, Reference from online document
Yogyakarta. Goltz, Pat. (1 Mei 2004), Sinichi Suzuki had a Good
Idea, But… http/www. Seghea com/homescool/
Beberapa buku dengan pengarang sama dalam Suzuki.htlm
tahun yang sama.
A couple of books with similar authors in the Wood, Enid. (1 Mei 2004), Sinichi Suzuki 1889-1998:
same year Violinist, Educator, Philosoper and Humanitar-
Dalam hal ini nama pengarang untuk sumber kedua ian, Founder of the Suzuki Method, Sinichi Suzuki
cukup diganti dengan garis bawah sepanjang Association. http/www. Internationalsuzuki.htlm
Acuan dari jurnal online Erawan, I Nyoman (56th.), Pelukis, wawancara
Reference from online journal tanggal 21 Juni 2008 di rumahnya, Banjar Babakan,
Jenet, B.L. (2006). A meta-analysis on online social Sukawati, Gianyar, Bali.
behavior. Journal of Internet Psychology, 4. Rudana, I Nyoman (60 th.), pemilik Museum Rudana,
Diunduh 16 November 2006 dari http://www. wawancara tanggal 30 Juni 2008 di Museum Rudana,
Journalofinternet psychology. om/archives/volume4/ Ubud, Bali.
3924.htm1
LampiranlAppendices hanya digunakan jika benar- Appendices are used when they are really needed to
benar sangat diperlukan untuk mendukung naskah, support the text, for example questionnaires, legal
misalnya kuesioner, kutipan undang-undang, citations, manuscript transliterations, analyzed inter-
transliterasi naskah, transkripsi rekaman yang view transcription, maps, pictures, tables containing
dianalisis, peta, gambar, tabel/bagian hasil perhitungan results of calculations, or formulas. Appendices are
analisis, atau rumus-rumus perhitungan. Lampiran
put after the references and numbered using Arabic
diletakkan setelah Daftar Acuan/Reference. Apabila
numbers.
memerlukan lebih dari satu lampiran, hendaknya diberi
nomor urut dengan angka Arab.
Penulis Pertamal, Penulis Kedua2, dan Penulis First authorl, Second author2, and Third author3 (12 pt)
Ketiga3 (12 pt) (blank, one single space of 12 pt)
(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
1. Department’s name, Faculty’s name,
1. Nama Jurusan, Nama Fakultas, Nama Universi- University’s name, Address, City, Postal Code,
tas, Alamat, Kota, Country (10 pt)
Kode Pos, Negara (10 pt) 2. Group of creator, Institution’s name, Address,
2. Kelompok Pencipta, Nama Lembaga, Alamat, City, Postal code,
Kota, Kode Pos,
Country (10 pt)
Negara (10 pt)
(blank, one single space of l2 pt)
(kosong satu spasi tunggal,l2 pt)
E-mail: penulis@ address. com (10 pt, italic) E-mail: author@ address. com (10 pt, italic)
(kosong dua spasi tunggal, 12 pt) (blank, two single spaces of 12 pt)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan Abstract should be written in Indonesian and English.
dalam bahasa Inggris. Abstrak bahasa Indonesia An English abstract comes after an Indonesian ab-
ditulis terlebih dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa stract. The abstract is written in Times New Roman
Inggris. Jenis huruf yang digunakan Times New Ro- font, size 10 pt, single spacing. Please translate the
man, ukuran 10 pt, spasi tunggal. Abstrak sebaiknya abstract of manuscript written in English into Indo-
meringkas isi yang mencakup tujuan penciptaan,
nesian. The abstract should summarize the content
metode penciptaan, serta wujud karya. Panjang
abstrak tidak lebih dari 250 kata. including the aim of the research, research method,
(kosong dua spasi tunggal, l2 pt) and the results in no more than 250 words.
(blank, one single space of 12 pt)
Keywords: maksimum 4 kata kunci ditulis Keywords: maximum of 4 words in English
dalam bahasa Inggris (10 pt, italic) (10 pt, italics)
(kosong tiga spasi tungga1, 12 pt) (blank, three single spaces of 12 pt)
Naskah ditulis dengan Times New Roman ukuran 11 The manuscript should be printed with Times New
pt, spasi tunggal, justified dan tidak ditulis bolak-balik Roman font, size 11 pt, single spaced, justified on each
pada satu halaman. Naskah ditulis pada kertas sides and on one side of an A4 paper (210 mm x 297
berukuran A4 (210 mm x 297 mm) dengan margin mm). The margins are 3.5cm from the top, 2.5 cm
atas 3,5 cm, bawah 2,5 cm, kiri dan kanan masing- from below and 2 cm from each side. The manu-
masing 2 cm. Panjang naskah hendaknya tidak script must not exceed 20 pages including pictures
melebihi 20 halaman termasuk gambar dan tabel. and tables.
Penulisan heading dan subheading diawali huruf The beginnings of headings and subheadings should
besar dan diberi nomor dengan angka Arab. be capitalized and given Arabic numbering. The parts
Sistematika penulisan sekurang-kurangnya mencakup of the manuscript should at least include an Intro-
pendahuluan, metode penciptaan, proses perujudan, duction, Creative Method, Conclusion and Refer-
wujud karya, Kesimpulan , serta Daftar Rujukan. ences. When there is an acknowledgment, it should
Ucapan Terima Kasih/Penghargaan (jika ada) be put after the conclusion but before references.
diletakkan setelah Kesimpulan dan sebelum Daftar Usage of sub-subheadings should be avoided. When
Acuan. needed, use numbered outline using Arabic numbers.
The distance between paragraphs is one single space.