A 2020
Etika Feminis
Abstrack
We know that women are more likely to experience violent sexual behavior. In this
country every 2 hours there are 3 sexual violence against women, and the law is not
able to process it. This means that there is a fundamental problem in the legal system,
so a paradigm breakthrough is needed. Especially in terms of evidence, the
requirements of the procedural law are unable to understand the construction of
sexual crimes as crimes against the integrity of the body and the whole psychology of
women. The biggest obstacle to legal reform efforts is a false attitude among
academics. They talk about justice for the victims, but at the same time display a
patriarchal attitude to oppress their colleagues. Patriarchism can be practiced by
anyone!
Keyboard: feminism;ethics;woman
ABSTRAK
Kita tahu bahwa perempuan lebih cenderung mendapatkan perilaku kekerasan seksual. Di
negeri ini setiap 2 jam terjadi 3 kekerasan seksual pada perempuan, dan hukum tak mampu
memprosesnya. Artinya, ada masalah mendasar dalam sistem hukum, sehingga perlu
terobosan paradigma. Terutama dalam segi pembuktian, persyaratan-persyaratan hukum
acara tak mampu memahami konstruksi peristiwa kejahatan seksual sebagai kejahatan
terhadap integritas tubuh dan seluruh psikologi perempuan. Hambatan terbesar dalam upaya
pembaruan hukum adalah sikap palsu di kalangan akademisi. Mereka bicara tentang keadilan
bagi korban, tetapi pada saat yang sama menampilkan sikap patriarkis menindas koleganya.
Patriarkisme dapat dipraktikkan siapa saja!
Etika pun menjadi bahan Kajian dalam gerakan feminis. Kajian-kajian tentang feminis
Berkembangan terus-menurus. Gerakan Feminis merupakan bagian dari upaya Manusia
untuk melakukan proses Mewujudkan keadilan agar tercipta gender Equality atau kesetaraan
gender.Gerakan tentang upaya Menciptakan kesetaraan gender mulai Memengaruhi cara
pandang laki-laki. Saat Ini, terdapat golongan yang diberi nama Male feminist untuk laki-laki
yang Memiliki kepedulian lebih terhadap kondisi kaum perempuan.
Penelitian feminisme pada dasarnya harus memperhatikan Konstruksi budaya dari dua
makhluk hidup yakni pria dan wanita. Studi ini mencoba untuk menguji perbedaan dan
persamaan, Pengalaman dan interpretasi keduanya dalam berbagai konteks Dan jenis
hubungan sosial. Sedangkan seks dikategorikan sebagai Kategori pria dan wanita secara
biologis (jenis kelamin). Seks Lebih merujuk kepada pengertian biologis sedangkan gender
pada Makna sosialnya. Studi gender dimulai tahun 1960. Sejalan dengan Tumbuhnya
perhatian dan kebudayaan untuk mengembangkan Paradigma feminis dalam karya-karya
etnografi
Metode Penilitian
Peran metodologi penelitian sangat menentukan dalam upaya menghimpun data yang
Diperlukan dalam penelitian, dengan kata lain metodologi penelitian akan memberikan
Petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau petunjuk bagaimana penelitian ini dilakukan.
Metodologi mengandung makna yang menyangkut prosedur dan cara melakukan pengujian
Data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian. Penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ibrahim (1989 : 64) bahwa :Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu Gejala, peristiwa dan kejadian
yang terjadi pada saat sekarang dimana peneliti berusaha Memotret peristiwa dan kejadian
yang menjadi pusat perhatian untuk kemudian Digambarkan sebagaimana adanya. 1
1
Catatan kaki: 1. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an(Jakarta: Paramadina,
1999), hlm. 73-76. 2
2. Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, (ed.), Handbook of Qualitative Research (United Kingdom: SAGE
Publication, 1994), hlm. 158-159
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika
1. Istilah-istilah
a. Etos
Istilah etika berasal dari kata Yunani etos. Dalam bahasa Yunani berarti tempat
tinggal (baik dari manusia, maupun dari binatang).
b. Moral
Suatu kata atau istilah lain, yang banyak kita gunakan pada waktu ini ialah kata atau
istilah moral. Kata atau istilah ini berasal dari kata Latin mos (jamak mores) dan mempunyai
arti kira-kira sama dengan kata Yunani “etos”, yaitu kebiasaan atau adat istiadat. Moralitas
yang berasal dari kata Latin yang sama seperti moral – mempunyai arti yang kira-kira sama
dengan kata atau istilah “kesusilaan” dalam bahasa kita. Moralitas terutama memaksudkan
kadar kesusilaan dari moral yang tertentu.
Biasanya etika didefinisikan sebagai ilmu atau ajaran tentang tindakan (perbuatan)
manusia, yang dinilai berdasarkan suatu norma etis. Kita juga dapat mendefinisikannya
secara lain. Kita juga dapat katakan, bahwa yang kita bicarakan dalam etika ialah pertanyaan
tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang apa yang benar dan apa yang salah. Tiap-
tiap manusia terlibat dalam pertanyaan itu. Tindakan atau perbuatannya selalu ditinjau dari
sudut itu, yaitu dari apa yang baik dan apa yang buruk. Selain itu, kita juga dapat
meninjaunya dengan menggunakan tinjauan atau kriteria yang lain, umpamanya kriteria
tentang yang indah atau tentang yang berguna, kriteria tentang yang mahal atau tentang yang
bermanfaat, kriteria tentang yang mempunyai arti bagi politik atau tentang yang mempunyai
manfaat bagi ekonomi dan lain-lain. Tinjauan etis adalah salah satu tinjauan yang kita
gunakan untuk menilai tindakan atau perbuatan orang. Dalam penilaian etis tindakan atau
perbuatan orang ditempatkan di bawah tinjauan tentang yang baik dan yang buruk.
2. Gerakan Feminis dan Pengaruhnya Di Indonesia
Gerakan feminis mulai berkembang pada abad ke-18. Gerakan feminis kemudian
berkembang di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia.Gerakan feminis di Indonesia
dilakukan dalam bentuk komunitas-komunitas dan saat ini mulai masuk dunia pendidikan
untuk memberikan pendidikan kesetaraan gender dalam kurikulum. Gerakan feminis di
Indonesia belum dikatakan berhasil karena masih terjadi ketidakadilan kepada perempuan
dalam berbagai bidang, seperti politik.7 Ketidakadilan kepada perempuan contohnya,
kuatnya stigma bahwa perempuan merupakan individu yang kedudukannya di bawah kaum
laki-laki.
Gerakan feminisme diakui telah banyak membawa Perubahan positif pada kondisi
perempuan. Kritik tersebut Bersifat teoritis, namun lebih sering berupa bukti nyata kegagalan
Feminisme. Kritik dan tanggapan negatif tersebut sebagaimana Dikutip dalam situs tentang
perdagangan perempuan, antara Lain:17
Budaya Patriarki yang begitu kuat dalam Kehidupan masyarakat Indonesia memiliki
Dampak signifikan terhadap perempuan. Budaya patriarki tersebut mulai Mendapatkan
perlawanan dari kaum Perempuan seperti yang dilakukan oleh R.A Kartini. Seiring dengan
masifnya Gerakan feminis di Indonesia, Perlahan-lahan mulai muncul kesadaran Tentang
2
Catatan kaki: 1. Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam, (Bandung Mizan, 2005), h. 189-190
2. K Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 27
3. Sarwoko, Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan, (Jakarta: Salemba), h. 80
mewujudkan keadilan gender bagi Perempuan dan laki-laki dalam berbagai Bidang
kehidupan.
Laki-laki tidak bisa Merasakan penderitaan seorang istri yang Mendapatkan perlakuan
kekerasan dari Suaminya. Tindakan suaminya pun tidak Bisa dibenarkan. Tindakan yang
dilakukan Suami menunjukkan sikap arogansi Seorang lak-laki atas perempuan. Seorang
Laki-laki penggiat feminis dalam kasuskekerasan dalam rumah tangga pun tidak Akan bisa
sepenuhnya merasakan apa yang Dirasakan oleh istri korban.
3
BAB III
PENUTUP
3
Catatan kaki: Maisah, 2016, “Rumah Tangga dan HAM: Studi atas Trend Kekerasan dalam Rumah Tangga di
Provinsi Jambi”, Jurnal Musawa, vol. 15 No. 1, hal. 117-118.
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai seorang makhluk hidup, kita haru saling menghargai dan tidak
membeda-bedakan gender/ jenis kelamin. Dan sebagai seorang laki-laki seharusnya
menjaga seorang perempuan yang lemah bukan malah menyerang perempuan karena
lemah.
C. Daftar Pustaka
Asnawi, Habib Shulton, 2012, “Politik Hukum Kesetaraan Kaum Perempuan dalam
OrganisasiMasyarakat Islam di Indonesia”, Jurnal Musawa, Vol. 11 Nomor
Maisah, 2016, “Rumah Tangga dan HAM: Studi atas Trend Kekerasan dalam Rumah Tangga
di Provinsi Jambi”, Jurnal Musawa, vol. 15, No. 1
Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam, (Bandung Mizan, 2005), h. 189-19
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, (ed.), Handbook of Qualitative Research (United
Kingdom: SAGE Publication, 1994), hlm. 158-159