Oleh :
TITIS SUZENIK, S.Kep
183.0097
i
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh :
TITIS SUZENIK, S.Kep
173.0052
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan
keyakinan penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya
nyatakan dengan benar. Bila ditemukan adanya plagiasi, maka saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes
NIM 183.0097
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM : 183.0097
menyetujui laporan karya ilmiah akhir ini guna memenuhi sebagian persyaratan
NERS (Ns.)
Pembimbing
Mengetahui,
Stikes Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi Pendidikan Profesi Ners
iv
MOTTO
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan Profesi Ners.
bukan hanya karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari pihak
kepada :
Dr.Ramelan Surabaya, yang telah memberikan ijin dan lahan praktik untuk
dengan tulus bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta perhatian
vi
5. Bapak dan Ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan
bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan makna
dalam penyempurnaan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini, juga kepada seluruh
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik yang
Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
SURAT PERNYATAAN iii
HALAMAN PERSETUJUAN iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN. xii
DAFTAR SINGKATAN xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.3.1 Tujuan Umum 6
1.3.2 Tujuan Khusus 6
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 7
1.5 Metode Penulisan 8
1.6 Sistematika Penulisan 9
viii
2.4.1 Pengertian Dekompensasi Cordis
2.4.2 Klasifikasi Dekompensasi Cordis
2.4.3 Etiologi Dekompensasi Cordis
2.4.4 Manifestasi Klinin Dekompensasi Cordis
2.4.5 Patofisiologi Dekompensasi Cordis
2.4.6 Komplikasi Dekompensasi Cordis
2.4.7 Penatalaksanaan Dekompensasi Cordis
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis
2.5.1 Pengkajian Gagal Ginjal Kronis
2.5.2 Diagnosa Keperawatan
2.5.3 Intervensi Keperawatan
2.5.4 Evaluasi Keperawatan
2.6 Kerangka Masalah
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium Pada Ny.S Dengan Diagnosis Medis CKD +
Hiperkalemia + Decomp cordis gr 2 Pada Tanggal 14 Juli
2019……………………………………………………………….
Tabel 3.2 Terapi Obat Pada Ny.S Dengan Diagnosis Medis CKD +
Hiperkalemia + Decomp cordis gr 2 Pada Tanggal 14 Juli
2019……………………………………………………………….
Tabel 3.3 Pemeriksaan Nervus Kranial......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6 SOP Pemberian Obat Injeksi Intra Vena (IV) ........................ 153
xii
DAFTAR SINGKATAN
12
WBC : White Blood Cell
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia barat
13
BAB 1
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al,
2016, mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global
Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-
27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Di
Indonesia angka kejadian gagal ginjal kronik berdasarkan data hasil Riskesdas
2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar
0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negaranegara lain,
yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013
hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar
PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas
umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan
kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari
14
(0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh
(0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-
masing 0,3%. Di RSAL Ruang B1 pada bulan april sampai dengan juni dari 412
pasien yang dirawat 38 pasien adalah pasien gagal ginjal kronis (9,22%).
kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan
laju filtrasi glomerulus (LFG) sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap
kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) karena massa nefron
dirusak secara progresif oleh penyakit ginjal kronik (Wilson, 2006). Patofisiologi
penyakit ginjal kronik melibatkan mekanisme pemicu yang bersifat khas untuk
konsekuensi lazim setelah penurunan massa renal dalam jangka panjang, apapun
ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan tubula masih berfungsi,
sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang
masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi dan menghasilkan filtrate dalam
jumlah yang banyak. Reabsorbsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi
dkk., 2009). Hiperkalemia sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik, hal ini diakibatkan karena efek dari disfungsi homeostasis kalium pada
ginjal yang terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik (Kovesdy, 2014).
15
Bila K+ serum mencapai kadar > 5,5 mEq/L itu sudah merupakan hiperkalemia,
dan jika sudah mencapai > 6,0 mEq/L dapat terjadi aritmia yang serius atau
terhentinya denyut jantung. Karena alasan ini, jantung penderita harus dipantau
dalam sel atau dengan pemberian kalsium glukonat 10% intravena dengan terus
(Wilson, 2006). Mekanisme insulin dalam menurunkan kalium, yaitu insulin akan
memasukkan kalium ke dalam sel dengan cara merangsang aktivitas Na+ dan H+
di membran sel yang kemudian akan memasukkan Na+ ke dalam sel dan
yaitu kanal KATP) yang akan mengikat K+ di ekstrasel untuk masuk ke dalam
16
1.2 Rumusan Masalah
Surabaya?”
17
5. Mengevaluasi Tn.S dengan diagnosa medis CKD + Hiperkalemi +
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan
manfaat :
1. Akademisi
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan dirumah
3. Bagi penulis
Hasil penulisan ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulisan
18
4. Bagi profesi kesehatan
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi
1.5 Metode
1. Metode
Studi kasus yaitu metode yang memusatkan perhatian pada satu obyek
a. Wawancara
b. Observasi
c. Pemeriksaan
penanganan selanjutnya.
3. Sumber data
19
a. Data primer
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang
c. Studi kepustakaan
Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam memahami dan mempelajari
studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
2. Bagian inti terdiri, dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari
diabetes melitus.
20
BAB 4 : Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori dan
21
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan secara teoritis, meliputi : 1) Anatomi dan
Dari gambar 2.1 di atas dapat dilihat anatomi ginjal tampak dari
22
Gambar 2.2 Gambar Ginjal tampak dari samping
Dari gambar 2.1 dan gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan bentuk
Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat sruktur-struktur pembuluh
darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan
kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di
belakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal
kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra
lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar 5-7 cm, dan
tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada
pria dewasa 150-170 gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan
sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat kelenjar suprarenal
(Setiadi, 2010).
23
Gambar 2.3 Bagian-bagian ginjal
Bila sebuah ginjal kita iris memanjang maka akan tampak bahwa ginjal
terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal
24
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal
struktur dan fungsi yang sama. Nefron dibagi dalam 2 jenis yaitu :
a. Nefron kortikalis
medulla
b. Nefron juxtamedullaris
Bagian-bagian nefron :
a. Glomerulus
sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang
melewatinya
b. Kapsula bowman
1) Tubulus proximal
25
Berfungsi mengadakan reasorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli
2) Lengkungan henle
3) Tubulus distal
pelvis ginjal
26
pyramid dengan jaringan korteks didalamnya disebut lobus ginjal.
renis dari pyramid. Kaliks minor ini menampung urin yang terus
keluar dari papilla. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor ke
(vesika urinaria)
distal dan bermuara pada vesika urinaria. Persyarafan ureter oleh pleksus
terdiri dari dua bagian yaitu pars abdominalis (ureter sebagian terletak
27
dalam rongga abdomen) dan pars pelvina (sebagian terletak dalam rongga
pelvis). Terdiri dari dua saluran pipa bersambung dari ginjal ke kandung
cm.
Secara berkala urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubh melalui
uretra. Organ ini mempunyai fungsi sebagai reservoir urin (200-400 cc).
28
dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat. Letaknya dibelakang os
pubis. Bentuk vesika urinaria bila penuh seperti telur, apabila penuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin
29
sayur-sayuran, urin akan berifat basa. pH urin bervariasi antara 4,8 –
(pestisida)
merah (eritropoiesis)
1. Proses filtrasi
protein, cairan yang tertampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
ginjal.
2. Proses reabsobsi
30
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi
tubuh menjadi lemah dan lemas dan berakhir pada menurunnya kualitas
Menurut Wijaya & Putri (2013) dalam buku Keperawatan Medikal Bedah,
31
gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1. Stadium 1
stadium ini kadar kreatinin serum berada pada nilai normal dengan
menunjukkan gejala khusus, karena sisa nefron yang tidak rusak masih
2. Stadium 2
jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium 3, atau lebih dikenal dengan gagal ginjal stadium
akhir. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea
32
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persiten
ml/menit/1,73 m2).
Salah satu lesi vaskular yang dapat menyebabkan iskemik pada ginjal
2. Gangguan imunologis
33
(System Lupus Erythematosus).
3. Infeksi
Infeksi ini bisa disebabkan oleh bakteri seperti Echerichia Coli berasal
4. Gangguan metabolik
kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain serta tidak adanya
34
2.2.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
3. Respiratory System
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan
35
sesak nafas
4. Gastrointestinal
5. Integumen
6. Neurologis
pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram otot dan reflek
7. Endokrin
metabolisme karbohidrat
8. Hematopoitec
36
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
9. Muskuloskeletal
2.2.5 Patofisiologi
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak. Nefron-
nefron yang utuh menjadi hipertrofi dan produksi dari hasil filtrasi
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak timbul oliguri disertai retensi produk sisa. Gejala-
gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal ini bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80-90%. Pada
ml/menit atau lebih rendah dari itu. Penurunan fungsi renal menyebabkan
37
dam mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah di dalam darah maka gejala akan semakin berat. Gejala
uremia ini biasanya dapat ditangani dengan tindakan terapi dialisis. Gagal
iskemik pada ginjal dan kematian jaringan ginjal (yang paling sering
cairan sehingga volume overload dan diikuti edema paru. Edema paru
38
berkurang. Sebagai usaha agar ventilasi semenit tetap adekuat, pasien
timbul yaitu gejala sesak nafas, retraksi interkostal pada saat inspirasi, dan
2.2.6 Penatalaksanaan
dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi
diantaranya yaitu :
39
antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya
ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam
tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi
setiap makan.
lebih ketat.
40
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi udara yang
dan tidak ada udara yang keluar melalui hidung, dengan purse lips
sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir
1. Hemodialisa
41
Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
ginjal kronik sampai 3-4 kali pertukaran cairan per hari. Pertukaran
kardiovaskuler.
dilakukan hemodialisis.
3. Transplantasi ginjal
42
jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan
memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang
1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau anuria.
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan
2. Darah
43
albumin) : menurun.
basa.
2.2.8 Komplikasi
1. Penyakit tulang
kadar alumunium.
2. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan darah. Ini karena
44
menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena memompa
3. Anemia
4. Disfungsi seksual
Pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria kadang merasa
menjadi kurang.
hyperkalemia yang ringan. Tingkat potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0
45
mEq/L adalah hyperkalemia yang sedang, dan tingkat-tingkat potassium
2.3.2 Etiologi
laboratorium yang mengakibatkan sel darah merah lisis dan pada latihan
olahraga.
pemakaian siklosporin.
tinggi dari normal. Seperti hipokalemia, hal ini sering terjadi karena
henti jantung lebih sering dihubungkan dengan kadar kalium serum yang
46
palsu (pseudo). Yang paling sering adalah penggunaan turniket yang
dan trombositosis dan pengambilan darah tepat diatas tempat infus kalium.
kembali.
pasien gagal ginjal yang tidak diobati, terutama jika kalium dilepaskan
dari sel-sel selama proses infeksi atau adanya smber kalium eksogen yang
mEg/L (51=7mmol/L), tetapi efek ini selalu timbul jika kadarnya adalah 8
47
meningkat,timbul gangguan pada konduksi jantung Perubahan paling dini,
dan pemendekkan interval QT. Jika kadar kalium serum terus meningkat,
QRS. Disritmia ventrikuler dan henti jantung mungkin terjadi kapan saja
Kadar kalium serum dan perubahan EKG adalah hal penting pada
48
Prosedur EKG harus segera dilakukan untuk mendeteksi
terlihat pada awalnya. Adalah juga bijaksana untuk memeriksa ulang kadar
secara oral atau dengan enima retensi, resin pertukaran kation (seperti
sangat serius yang dapat terjadi pada gagal ginjal, karena kehidupan hanya
timbul bila pasien mengalami oliguria pada gagal ginjal kronik. Disamping
49
pergeseran K+ dari dalam sel ke cairan ekstraseluler. Efek hiperkalemia
penghantaran listrik jantung. Bila kadar K+ serum 7-8 Mea/L akan timbul
mengandung kalium.
QRS) atau bila kalium serum lebih besar dari 7,5 MEq/L:
waktu 5 menit.
diulangi bila ph lebih kecil dari pada 7,45 setelah infus petama.
50
c. Infus glukosa dan insulin,berikanlah 50 gram glukosa IV dengan 5
exstrasel.
8. Dialis
51
1. Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel,dengan cara
cara:
Endogen.
52
c. Pemberian B agonis baik secara inhalasi maupun tetesan
sementara.
supositoria.
c. Hemodialisis.
begitu juga dengan venous return. Cardiac output tidak bisa mencukupi
53
yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume pada saat
Fungsional Classification :
54
Keterbatasan parah. Bahkan gejala dapat muncul ketika
beristirahat
NYHA, 2016
jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau gagal
55
a. Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
b. Batuk.
berat badan.
f. Kelemahan.
56
2.4.5 Patofisiologi Decompensasi Kordis
setiap jantung berkontraksi, hal ini tergantung pada 3 faktor, yaitu: preload
perbedaan tekanan).
terjadi secara sistemik, jika terjadi gagal jantung. Volume dan tekanan
ventrikel jika kondisi ini berlangsung lama. Pada saat istirahat, cardiac
57
output masih bisa berfungsi dengan baik, akan tetapi peningkatan tekanan
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013)
antara lain :
2. Syok kardiogenik.
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak
3. Episode trombolik.
58
Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada
1. Perawatan
a. Tirah baring/bedrest
b. Pemberian oksigen
c. Diet
100 ml/kgBB/hari.
2. Pengobatan medik
a. Digitalisasi
jantung.
Dosis digitalis :
59
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6
hari.
rata 20 mg sehari.
c. Vasodilator
berkurang.
IV
60
2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik
3. Operatif
c. Aneurismektomi.
d. Kardiomioplasti.
biventricular.
2.5.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis lebih menekankan pada support
ginjal maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas
ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan
61
menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan
(Prabowo, 2014)
1. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait pekerjaan dan pola
hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insiden
2. Keluhan utama
diaphoresis, ftique, nafas berbau urea dan pruritus. Kondisi ini dipicu
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
gangguan nutrisi.
62
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
diteraklan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu
saat sakit
6. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang bagus. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan
fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri
dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga
63
dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan sehingga
kondisi fluktuatif
8. Sistem pernafasan
(kusmaul).
9. Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
lainnya. Kondisi ini semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin
tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekskresinya. Selain itu,
penurunan eritopoetin
64
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
65
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
osteoporosis tinggi
kronis adalah :
Batasan karakteristik :
a. Sesak Napas
b. Gangguan elektrolit
c. Anasarka
d. Ansietas
e. Azotemia
i. Penurunan hematokrit
66
j. Penurunan hemoglobin
k. Dispneu
Batasan karakteristrik :
metabolik.
Batasan karakteristik :
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menghindari makanan
e. Diare
67
Faktor yang berhubungan :
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
f. Faktor psikologis
Batasan karakteristik :
b. Kelemahan umum
d. Imobilitas
68
5. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
mengganggu kesehatan.
Batasan karakteristik :
sensasi, suhu)
d. Penurunan nadi.
e. Edema.
g. Nyeri ekstremitas.
hiperlipidemia)
c. Diabetes mellitus
d. Hipertensi
69
Definisi : Merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
Batasan karakteristik :
c. Laporan isyarat.
d. Perilaku distraksi.
h. Dilatasi pupil.
i. Gangguan tidur.
psikologis)
Batasan karakteristik :
d. Konfusi
f. Hipoksemia.
70
g. Samnolen.
h. Takikardi.
i. Gangguan penglihatan.
b. Ventilasi perfusi.
Fluid management:
osmolalitas urine )
71
e. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan
PCWP.
Fluid monitoring :
72
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi elastisitas,
Pressure management :
Kriteria hasil :
73
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Nutrition management :
mencegah konstipasi.
Nutrition monitoring :
konjungtiva.
74
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
Kriteria hasil :
tekanan darah.
Activity therapy :
Kriteria hasil :
75
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebabnya, mampu
mencari bantuan)
manajemen nyeri.
nyeri)
Pain management :
i. Tingkatkan istirahat.
Analgesic admiinistration :
76
a. Tentunkan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
analgesik optimal.
pertama kali.
Kriteria hasil :
adekuat.
distres pernapasan.
Airway management ;
77
c. Auskultasi bunyi paru, catat bila ada suara tambahan paru.
Resiratory monitoring :
telah dilakukan.
2.5.4 Evaluasi
yang efektif, perlu didasarkan pada kriteria yang dapat diukur dan
78
Objektif : Hal-hal yang ditemui secara objektif setelah
O: Integritas kulit yang baik dapat di pertahankan. Tidak ada luka atau
kulit.
79
S: Klien mengatakan tidak lagi merasa pusing, peningkatan aktiviitas
individu.
kesemutan.
mandiri.
80
O: Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
Glomerulonefritis
Gagal Ginjal Kronis
Infeksi Kronis
Gangguan
Perpospatemia
Memori Hipertropi Ventrikel kiri
Edema Paru
Resiko Defisit
Nutrisi
Gangguan Pertukaran Gas
81
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
melalui IGD pada tanggal 14 Juli 2019 pada pukul 06.00 WIB, masuk
diruang perawatan B1 tanggal 14 Juli 2019 pada pukul 12.30 WIB dan
dilakukan pengkajian pada tanggal 15 Juli 2019 pada pukul 10.00 WIB.
Keluhan utama masuk rumah sakit adalah sesak nafas saat tidur
dan sudah 3 hari sebelum MRS tidak bisa tidur. Hasil foto rotgen thorax
dr/dl, GDA 219mg/dl, BUN 38 mg/dl, Kreatinin 4,5 mg dl, kalium 6,24
novorapid 4 ui IV.
Kemudian pasien di rawat di ruang B1, pada tgl 14 Juli 2019 jam
12.00, pada jam 16.00 pasien dipasang kateter. Pada tanggal 15 Juli 2019
82
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak lemah dan lemas, konjungtiva pucat, sklera putih, mata
bersih tidak ada sekret, reflek pupil cahaya (+), isokor, bibir kering. Pada
fremitus raba (+) di seluruh lapang paru, perkusi sonor, auskultasi suara
nafas vesikuler. Irama jantung regular S1 S2 tunggal. Akral hangat CRT <
Elektrolit
Natrium 137.0 mmol/L 135,0 – 147,0
Kalium 6.24 mmol/L 3,5 – 5
Chlorida 110.2 mmol/L 95,0 – 105,0
Tabel 3.2 Terapi Obat Pada Ny.S Dengan Diagnosis Medis CKD + Hiperkalemia
+ Decomp cordis gr 2 Pada Tanggal 14 Juli 2019
Terapi Obat Dosis Indikasi
Furosemide 2 x 40 mg Diuretik
Ramipril 3 x 2,5 mg (oral) Hipertensi
Kalitake 3 x 1 (oral) Hiperkalemi
Ca Glukonas 1 gr + PZ 10 cc 3 x 1 Hiperkalemi
D40 25 cc + Novorapid 4 ui
ISDN 5 mg k/p
83
Amlodipin 5 mg 0-0-1 Hipertensi
CPG 1-0-0
3.1.3 Pengkajian
1. Oksigenasi
vesikuler, irama nafas regular, tidak ada retraksi dinding dada, tidak terdapat suara
nafas tambahan ronchi (-/-), tidak ada wheezing (-/-), tekanan darah 121/78
mmHg, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada gallop, tidak ada murmur,
CRT < 2 detik, saturasi oksigen 99%, tidak ada sianosis, tidak terpasang oksigen.
2. Nutrisi
Nafsu makan Ny. S baik, makan selalu habis satu porsi, Ny. S tidak ada
distensi abdomen, bising usus normal 14x/menit, reflek menelan baik, tidak ada
nyeri telan, tidak terpasang NGT, BB 60 kg. Hasil Laboratorium tanggal 14 Juli
trombosit 315 10ˆ3/ul. Tinggi badan 150 cm, berat badan 61 kg. Gula Darah
3. Eliminasi
Terpasang kateter, warna urine kuning jernih, tidak keruh, tidak ada
hematuria, aliran lancar, output urine 1500 cc/14jam. Eliminasi Alvi BAB terakhir
84
istirahat di tempat tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur
5. Proteksi
Turgor kulit baik, kulit tampak kering dan bersisik, kuku ujung-ujung jari
6. Sensori
Terdapat edema gr 1 di kaki, minum 600 ml/24 jam, tekanan darah 121/78
mmHg, nadi 68 x/menit, hasil laborat tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil
8. Fungsi Persyarafan
pasien mengingat hari dan tanggal saat ini, orientasi orang dan tempat baik, pupil
Tabel 3.3 Pemeriksaan Nervus Kranial Pada Ny.S Dengan Diagnosis Medis CKD
+ Hiperkalemia + Decomp cordis gr 2 Pada Tanggal 15 Juli 2019
Nervus Kranial Hasil Pemeriksaan Kesimpulan
N I (Olfaktorious) Ny S mampu mengenali Tidak ada gangguan
bau-bauan (ex : minyak pembauan.
kayu putih).
N II (Optikus) Ny.S tidak mampu melihat lapang pandang
benda secara jelas, hanya menurun terdapat
remang-remang katarak
N III (Okulomotorikus) Ny.S mampu membuka Tidak ditemukan
85
N IV (Toklearis) kelopak mata, pupil isokor, adanya gangguan gerak
N VI (Abdusen) Tn.S mampu menggerakkan kelopak mata,
bola mata ke samping kanan konstraksi pupil baik,
dan kiri, ke bawah dan ke rotasi bola mata baik.
atas.
N V (Trigeminal) Ny.S mampu membuka Sensasi wajah tidak ada
rahang dengan baik, mampu gangguan, mampu
merasakan sensasi sentuhan merasakan sentuhan
dengan baik. dengan baik.
N VII (Fasial) Ny.S mampu mengangkat Wajah simetris, tidak
alis dan mengerutkan dahi. ada mencong.
N VIII (Vestibulokoklear) Ny.S dapat merespon dan Fungsi pendengaran
menjawab setiap pertanyaan baik.
yang diajukan perawat
dengan baik.
N IX (Glosofaringeal) Ny.S mampu menelan Pengecapan baik.
dengan baik, tidak ada nyeri
telan, tidak terpasang NGT.
N X (Vagus) Ny.S mampu membuka Reflek menelan baik,
mulut, tidak ada nyeri telan. palatum mole ditengah.
N XI (Aksesoris) Ny.S mampu menggerakkan Tidak ada gangguan.
kepala, mangangkat bahu
dan leher dengan baik.
N XII (Hipoglosus) Ny.S mampu menggerakkan Gerakan lidah baik,
lidah ke atas, ke bawah, ke tidak ada deviasi.
samping kanan dan kiri.
9. Fungsi Endokrin
sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat teratur. Kadar
gula darah acak tanggal 14 Juli 2019 didapatkan hasil 219 mg/dl.
sebagai berikut :
86
1. Resiko penurunan curah jantung, dengan faktor resiko Gambaran EKG
regulasi yang ditandai dengan keluhan pasien yang mengatakan sesak saat
gula darah acak 219 mg/dl dan hasil wawancara dengan anak pasien yang
4. Resiko infeksi dengan faktor resiko pasien menderita penyakit kronis yaitu
87
3.3 Intervensi
88
disertai dengan fibrilasi
ventrikel dan henti jantung.
(Priscilla lemone,2016)
89
(frekuensi jantung, tekanan menyebabkan hipertensi, nadi
darah) perifer kuat dan bunyi jantung
ketiga (S3) akibat volume
darah melalui jantung
(Priscilla lemone, 2016)
90
resiko kelebihan cairan dapat
di atasi lebih dini
7. Diuretic pengontrol tingkat
Berikan hasil kolaborasi tingg, seperti furosemide
pemberian diuretic : Lasix 2 x 40 dapat menyebabkan
mg (IV) kehilangan cairan dengan
cepat (Priscilla Lemone,
2016)
3. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui adanya
gula darah b.d gangguan keperawatan selama 5x24 jam hiperglikemia; polyuria, pengaruh peningkatan kadar
tolerasi glukosa darah diharapkan kadar gula darah polidipsi, polifaghia, kelemahan. gula darah yang terjadi
stabil, dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengontrol 2. Lakukan pemeriksaan kadar gula 2. Untuk mengetahui kondisi
glukosa darah secara darah puasa dan kadar gula kinis pasien
mandiri darah 2JPP
2. Kadar gula darah pasien
dalam rentang normal 3. Memberikan edukasi diabetes 3. Pemberian edukasi bertujuan
a. Gula darah acak = 100- untuk meningkatkan
199 mg/dl pengetahuan dan ketrampilan
b. Gula darah puasa = 80- pasien sehingga pasien
109 mg/dl memiliki perilaku preventif
c. Gula darah 2JPP = 110- dalam gaya hidupnya untuk
140 mg/dl menghindari komlpikasi
91
diabetes)
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mengidentifikasi tanda-tanda
keperawatan selama 5x24 jam sistemik dan local (pemeriksaan infksi secara dini
diharapkan derajad infeksi darah, urine)
berdasarkan observasi atau 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Pada penderita penyakit
sumber informasi menurun, sesudah kontak dengan pasien kronis seperti diabetes
dengan kriteria hasil : dan lingkungan pasien mellitus rentan terhadap
1. Mampu menghindari infeksi silang, salah satu
faktor resiko infeksi pencegahan infeksi silang oleh
2. Kadar hemoglobin tenaga kesehatan dengan
normal kepatuhan cuci tangan dengan
5 moment cuci tangan
3. Ajarkan cara cuci tangan dengan
benar 3. Pencegahan infeksi dengan
cuci tangan harus diberikan
kepada pasien, keluarga dan
pengunjung, seluruh yang
beresiko kontak dengan pasien
4. Kolaborasi pemberian antibiotik,
bila perlu 4. Pemberian antibiotic pada
pasien berdasarkan indikasi
yang sesuai dengan klinis dan
pemeriksaan penunjang, dan
dengan dosis yang rasional
92
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Tabel 3.5 Implementasi dan Evaluasi Pada Ny.S Dengan Diagnosis Medis CKD + Hiperkalemi + Decomp cordis gr 2 Pada Tanggal
93
D40 25 cc dan novorapid 4 ui 2019 = 189 mg/dl
3 13.30 Mengambil hasil cek lab pagi Gula 2 JPP : 189mm/dl A : Masalah belum teratasi
(<120mg/dl) P : lanjutkan intervensi
Diagnosa keperawatan 4
S:-
O:-
A : Belum tampak tanda-tanda infeksi
P : Intervensi dilanjutkan
14.00 Timbang Terima dengan Dinas Sore Rism Diagnosa keperawatan 1
Dokter sartono belum visite, k/u cukup, masih sesak a S:-
saat terlentang, intake minum dari pagi jam 07.00 O : TTV : TD: 130/70, RR 20 x/menit
200cc. A : Masalah belum teratasi
15.00 Rism P : Rencana cek ulang DL, SE
Visite dokter DPJP dr. Sartono, Sp PD a
Terapi : Diagnosa keperawatan 2
Injeksi Lasix 2 x 2 ampul S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
Injeksi ca glukonas + D5% 10cc, D40 25 cc + tidur masih ada, bisa tidur dengan
novorapid 4 ui setengah duduk,
Injeksi novomix 4-0-4 O : intake minum per oral 200 cc,
ISDN 3x1 output urine pagi dan sore 1000cc
Besok cek UL, DL, LFT, GDA, Alb, Glob, SE Rism A : Masalah belum teratasi
1,2 17.00 a P : lanjutkan intervensi
2 Memberikan posisi semifowler
3 Memberikan injeksi Lasix 2 ampul (IV) Diagnosa keperawatan 3
Memberikan injeksi novomix 4 ui (SC) Rism S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
4 18.00 a selama MRS hanya makan
3 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan makanan sesuai pemberian RS
94
Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi habis ¾ porsi’
novomix 4 ui (SC) O : hasil Gula darah 2 JPP tgl 15 juli
Memberikan diit makan malam dan terapi oral Rism 2019 = 189 mg/dl
4 20.00 amlodipine 5 mg, kalitake 5gr dan ISDN 5 mg a A : Masalah belum teratasi
1,2 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan P : lanjutkan intervensi
Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s
TD : 130/70 mmHg Diagnosa keperawatan 4
S/N : 36,5 ˚C / 90x/mnt S:-
1, 2 RR : 20x/menit O:-
Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine A : Belum tampak tanda-tanda infeksi
3 1000 cc P : Bsk rencana cek UL, DL
Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-), Rism
polidpsi (-), kelemahan (+) a
1 21.00
Memberikan terapi injeksi
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui
95
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu), Diagnosa keperawatan 2
3 Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
dikonsumsi, tidur masih ada, bisa tidur dengan
setengah duduk,
Erlina O : intake minum per oral 200 cc,
4 05.00 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan output urine malam 600 cc
2 Memberikan injeksi lasik 2 ampul Intake :
1 Memberikan injeksi Minum : 600 cc, makan 100 cc
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc Obat : 143 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui Air Metabolisme : 300 cc
1,2 Mengobservasi tanda-tanda vital Ny. S Output :
TD : 120/70 mmHg Urine 24 jam : 1500 cc
S/N : 36,5 ˚C / 88x/mnt Feses : 100 cc
RR : 20x/menit IWL : 900 cc
2 Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine Erlina Balnce cairan : intake – output = 1243
500 cc – 2500 = -1257 cc
4 Mengecek UL A : Masalah belum teratasi
1,2,3 05.30 Mengambil darah untuk cek DL, SE, GDA, Albumin, P : lanjutkan intervensi
Globulin Erlina
Diagnosa keperawatan 3
4 06.00 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
3 Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi selama MRS hanya makan
novomix 4 ui (SC) makanan sesuai pemberian RS
1,2 Memberikan diit makan pagi dan terapi oral cpg 75 mg, habis ¾ porsi’
kalitake 5gr dan ISDN 5 mg O : hasil Gula darah 2JPP tgl 15 juli
3 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-), 2019 = 189 mg/dl
polidipsi (-), kelemahan (+) A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
96
Diagnosa keperawatan 4
S:-
O : Urine keruh 600cc
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Selasa 07.00 Timbang terima dengan dinas malam Fita Diagnosa keperawatan 1
16/07/2018 k/u pasien cukuop, masih sesak saat terlentang, balance S:-
cairan exses 1257 cc. terapi sesuai dr Sartono, Sp PD, O : TTV : TD: 110/70, RR 20 x/menit Fita
hari ini sudah cek darah, hasil belum, anjurkan batasi A : Masalah belum teratasi
cairan yang dikonsumsi 600 cc P : Lanjutkan intervensi
1,2 08.00 Memberikan posisi yang nyaman, semi fowler Fita Diagnosa keperawatan 2
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu), S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
2 Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang tidur sudah sedikit berkurang
dikonsumsi, O : intake minum per oral 200 cc
Fita A : Masalah belum teratasi
1 09.00 Memberikan terapi injeksi P : lanjutkan intervensi
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui Diagnosa keperawatan 3
Melakukan pengkajian dan anamnesa kepada Ny.S S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
Fita selama MRS hanya makan
10.00 Mengambil hasil laboratorium makanan sesuai pemberian RS
WBC : 5,1 10^3/ul (4-10) habis ¾ porsi’
RBC : 3,10 10^6/ul (3,5-5,5) O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
HGB : 9,4 gr/dl (11-16) mg/dl
HCT : 29 % (37-54) A : Masalah belum teratasi
PLT : 317 10^3/ul (100-300) P : lanjutkan intervensi
97
GDP : 159 mg/dl (74-106)
SGOT : 12 U/L (0-35) Diagnosa keperawatan 4
SGPT : 14 U/L (0-37) S:-
Total protein : 5,93 g/dl (6-8) O : Urine keruh, perawatan kateter
Albumin : 3,94 g/dl (3,4 - 4,8) sudah dilakukan
Globulin : 1,99 g/dl (>none) A : Masalah belum teratasi
Natrium : 144,9 mmol/L (135 – 147) P : Berikan antibiotic sesuai hasil
Kalium : 5,93 mmol/L (3 – 5) kolaborasi : Levofloxacin 750 mg IV
Clorida : 114,4 mmol/L (95 – 105)
Sendimen urine :
RBC : 1,7 /HPF (0-3)
WBC : 48,4 /HPF (0 – 5)
EC (sel epitel) : 0,3 /HPF (0 – 1) Fita
CAST (silinder) 0.05 /HPF (0 – 2)
BACT (bakteri) : 15957,7 /HPF (0 – 2)
98
13.00 Memberikan terapi injeksi
3 Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui
99
pengendalian infeksi mg/dl
A : Masalah belum teratasi
4 20.00 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan P : lanjutkan intervensi
1,2 Mengobservasi tanda-tanda vital Ny. S
TD : 110/70 mmHg Titis Diagnosa keperawatan 4
S/N : 36,5 ˚C / 88x/mnt S:-
RR : 20x/menit O : Urine warna keruh 900 cc,
1,2 Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine A : Masalah belum teratasi
1000 cc P : Intervensi dilanjutkan
3 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-),
polidpsi (-), kelemahan (+)
100
4 Memberikan injeksi levofloxacin 750mg Rism output urine malam 300 cc
2 Memberikan injeksi lasik 2 ampul a Intake :
1 Memberikan injeksi Minum : 600 cc, makan 100 cc
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc Obat : 343 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui Air Metabolisme : 300 cc
1,2 Mengobservasi tanda-tanda vital Ny.S Output :
TD : 110/70 mmHg Urine 24 jam : 1200 cc
S/N : 36,5 ˚C / 90x/mnt Feses : 100 cc
RR : 20x/menit IWL : 900 cc
2 Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine Balnce cairan : intake – output = 1443
600 cc – 2500 = -1057 cc
Rism
4 05.30 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan a A : Masalah belum teratasi
1,2,3 Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi P : lanjutkan intervensi
novomix 4 ui (SC)
06.00 Memberikan diit makan pagi dan terapi oral cpg 75 mg,
4 kalitake 5gr dan ISDN 5 mg Rism Diagnosa keperawatan 3
3 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-), a S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
polidpsi (-), kelemahan (+) selama MRS hanya makan
1,2 makanan sesuai pemberian RS
habis ¾ porsi’
3 O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
mg/dl
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Diagnosa keperawatan 4
S:-
101
O : Urin keruh 600 cc
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan,
Rabu 07.00 Timbang terima dengan dinas malam Fita Diagnosa keperawatan 1
17/07/2018 k/u pasien cukuop, masih sesak saat terlentang, balance S:-
cairan exses 1057 cc. terapi sesuai dr Sartono, Sp PD, O : TTV : TD: 110/80, RR 20 x/menit Fita
anjurkan batasi cairan yang dikonsumsi 600 cc A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1,2 08.00 Memberikan posisi yang nyaman, semi fowler
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu), Fita
2 Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang Diagnosa keperawatan 2
dikonsumsi, S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
tidur sudah sedikit berkurang
1 10.00 Visite dr. Sartono, Sp PD O : intake minum per oral 200 cc
Terapi tetap Fita A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
4 11.00 Cuci tangan dengan handrub sebelum dan sesudah
tindakan Diagnosa keperawatan 3
1,2 Melakukan pemeriksaan TTV S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
TD : 110/80 mmHg Fita selama MRS hanya makan
S : 36,5⁰C / RR : 20 x/menit makanan sesuai pemberian RS
N : 80 x/menit habis ¾ porsi’
1,2 Mengidentifikasi keluhan orthopneu, dipsneu dan Fita O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
edema mg/dl
Mengingatkan batasan konsumsi cairan sehari A : Masalah belum teratasi
Fita P : lanjutkan intervensi
1 12.00 Memberikan diit, makan siang dan terapi oral, kalitake
5gr, ISDN 5 mg Diagnosa keperawatan 4
102
S:-
3 13.00 Memberikan terapi injeksi O : Urine keruh, perawatan kateter
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc sudah dilakukan
D40 25 cc dan novorapid 4 ui A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
14.00 Timbang Terima dengan Dinas pagi Titis Diagnosa keperawatan 1
Terapi dr. Sartono, Sp PD tetap, k/u cukup, masih S:- Titis
sedikit sesak saat terlentang, intake minum dari pagi O : TTV : TD: 110/70, RR 20 x/menit
jam 07.00 200cc. A : Masalah belum teratasi
Titis P : Intervensi dilanjutkan
1,2 15.00 Memberikan posisi yang nyaman, semi fowler Diagnosa keperawatan 2
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu), S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang Titis tidur masih ada, bisa tidur dengan
dikonsumsi, setengah duduk,
O : intake minum per oral 200 cc,
4 17.00 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Titis output urine pagi dan sore 1000cc
1,2 Memberikan injeksi Lasix 2 ampul (IV) A : Masalah belum teratasi
4 Memberikan terapi infus lefofloxacin 750 mg (IV) P : lanjutkan intervensi
4 18.00 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Titis Diagnosa keperawatan 3
3 Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
novomix 4 ui (SC) selama MRS hanya makan
Memberikan diit makan malam dan terapi oral Titis makanan sesuai pemberian RS
amlodipine 5 mg, kalitake 5gr dan ISDN 5 mg habis ½ porsi’
O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
4 19.00 Ajarkan keluarga dan pasien cuci tangan untuk mg/dl
pengendalian infeksi A : Masalah belum teratasi
103
P : lanjutkan intervensi
4 20.00 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
1,2 Mengobservasi tanda-tanda vital Ny. S Titis Diagnosa keperawatan 4
TD : 110/70 mmHg S:-
S/N : 36,5 ˚C / 88x/mnt O : Urine warna keruh 1000 cc,
RR : 20x/menit A : Masalah belum teratasi
1,2 Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine P : Intervensi dilanjutkan
1000 cc
3 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-),
polidpsi (-), kelemahan (+)
104
1 Memberikan injeksi Intake :
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc Minum : 600 cc, makan 100 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui Obat : 343 cc
1,2 Mengobservasi tanda-tanda vital Ny.S Air Metabolisme : 300 cc
TD : 110/70 mmHg Output :
S/N : 36,5 ˚C / 90x/mnt Urine 24 jam : 1600 cc
RR : 20x/menit Feses : 100 cc
2 Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine Ayu IWL : 900 cc
600 cc Balnce cairan : intake – output = 1443
– 2800 = -1357 cc
4 05.30 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Ayu A : Masalah belum teratasi
1,2,3 Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi P : lanjutkan intervensi
novomix 4 ui (SC)
06.00 Memberikan diit makan pagi dan terapi oral cpg 75 mg, Diagnosa keperawatan 3
4 kalitake 5gr dan ISDN 5 mg S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
3 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-), selama MRS hanya makan
polidpsi (-), kelemahan (+) makanan sesuai pemberian RS
1,2 habis ¾ porsi’
O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
3 mg/dl
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Diagnosa keperawatan 4
S:-
O : Urin keruh 600 cc
A : Masalah belum teratasi
105
P : Intervensi dilanjutkan,
Kamis 07.00 Timbang terima dengan dinas malam Rism Diagnosa keperawatan 1
18/07/2018 k/u pasien cukuop, masih sesak saat terlentang, balance a S:-
cairan exses 1357 cc. terapi sesuai dr Sartono, Sp PD, O : TTV : TD: 110/80, RR 20 x/menit Fita
anjurkan batasi cairan yang dikonsumsi 600 cc A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1,2 08.00 Memberikan posisi yang nyaman, semi fowler
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu), Rism
2 Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang a Diagnosa keperawatan 2
dikonsumsi, S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
tidur sudah sedikit berkurang
10.00 Visite dr. Sartono, Sp PD O : intake minum per oral 200 cc
Injeksi lasik stop Rism A : Masalah belum teratasi
Injeksi ca glukonas + D5% 10cc, D40 25 cc + a P : lanjutkan intervensi
novorapid 4 ui besok stop
Injeksi levoflovxacin bsk stop Diagnosa keperawatan 3
Kalitake 3x1 S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
Amlodipin 0-0-1 selama MRS hanya makan
ISDN 3x1 makanan sesuai pemberian RS
Cpg 1-0-0 habis ¾ porsi’
Novomix 4-0-4 O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
Besok cek ulang DL, SE mg/dl
Rencana KRS besok A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
4 11.00 Cuci tangan dengan handrub sebelum dan sesudah Rism
tindakan a Diagnosa keperawatan 4
1,2 Melakukan pemeriksaan TTV S:-
TD : 110/80 mmHg O : Urine jernih, perawatan kateter
106
S : 36,5⁰C / RR : 20 x/menit sudah dilakukan
N : 80 x/menit A : Masalah belum teratasi
1,2 Mengidentifikasi keluhan orthopneu, dipsneu dan P : Intervensi dilanjutkan
edema
Mengingatkan batasan konsumsi cairan sehari Rism
a
1 12.00 Memberikan diit, makan siang dan terapi oral, kalitake
5gr, ISDN 5 mg
Rism
3 13.00 Memberikan terapi injeksi a
Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui
14.00 Timbang Terima dengan Dinas pagi Titis Diagnosa keperawatan 1
Terapi dr. Sartono, Sp PD Lasix stop, injeksi lain hari S:- Titis
ini, rencana krs bsk, k/u cukup, masih sedikit sesak saat O : TTV : TD: 110/70, RR 20 x/menit
terlentang, intake minum dari pagi jam 07.00 200cc. A : Masalah belum teratasi
1,2 15.00 Memberikan posisi yang nyaman, semi fowler Titis P : Intervensi dilanjutkan
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu),
Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang Diagnosa keperawatan 2
dikonsumsi, S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
Titis tidur berkurang,edema kaki (-)
4 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan O : intake minum per oral 200 cc,
4 Memberikan terapi infus lefofloxacin 750 mg (IV) output urine pagi dan sore 1000cc
17.00 Titis A : Masalah belum teratasi
4 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan P : lanjutkan intervensi
3 Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi
18.00 novomix 4 ui (SC) Diagnosa keperawatan 3
Memberikan diit makan malam dan terapi oral Titis S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
107
amlodipine 5 mg, kalitake 5gr dan ISDN 5 mg selama MRS hanya makan
makanan sesuai pemberian RS
Titis habis ½ porsi’
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
Mengobservasi tanda-tanda vital Ny. S mg/dl
4 20.00 TD : 110/70 mmHg A : Masalah belum teratasi
1,2 S/N : 36,5 ˚C / 88x/mnt P : lanjutkan intervensi
RR : 20x/menit
Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine Diagnosa keperawatan 4
1000 cc Titis S:-
1,2 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-), O : Urine warna keruh 1000 cc,
polidpsi (-), kelemahan (+) A : Masalah belum teratasi
3 P : Intervensi dilanjutkan
108
S : Ny. S mengatakan sesak nafas saat
tidur tidak ada, tidur terlentang
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Fita tidak sesak
4 05.00 Memberikan injeksi levofloxacin 750mg O : intake minum per oral 200 cc,
4 Memberikan injeksi lasik 2 ampul output urine malam 200 cc
2 Memberikan injeksi Intake :
1 Ca glukonas 1gr dan D5% 10 cc Minum : 600 cc, makan 100 cc
D40 25 cc dan novorapid 4 ui Obat : 335 cc
Mengobservasi tanda-tanda vital Ny.S Air Metabolisme : 300 cc
1,2 TD : 110/70 mmHg Output :
S/N : 36,5 ˚C / 90x/mnt Urine 24 jam : 1200 cc
RR : 20x/menit Feses : 100 cc
Mengobservasi intake cairan oral 200 cc, output urine Fita IWL : 900 cc
2 600 cc Balnce cairan : intake – output = 1335
– 2400 = -1065 cc
4 05.30 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan A : Masalah belum teratasi
1,2,3 Memberikan hasil kolaborasi pemberian OAD : injeksi P : lanjutkan intervensi
novomix 4 ui (SC) Fita
1,2,3 Mengambil darah untuk DL dan SE Diagnosa keperawatan 3
S : Keluarga pasien mengatakan ibunya
1,2 06.00 Memberikan diit makan pagi dan terapi oral cpg 75 mg, selama MRS hanya makan
kalitake 5gr dan ISDN 5 mg makanan sesuai pemberian RS
3 Mengidentifikasi tanda-tanda hiperglikemi (polifagi (-), habis ¾ porsi’
polidpsi (-), kelemahan (-) O : hasil GDP tgl 16 juli 2019 = 159
Melepas kateter (+) mg/dl
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
109
Diagnosa keperawatan 4
S:-
O : Urin jernih 600 cc
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan,
Jum’at 07.00 Timbang terima dengan dinas malam, cek darah sudah Titis Diagnosa keperawatan 1 Titis
19/7/19 diambil tunggu hasil. Rencana KRS hari ini, discarge S:-
planning belum. Obat injeksi stop semua, obat oral O : TTV : TD: 130/70, RR 18 x/menit
dilanjutkan Hasil kalium 4,87 mmol/L
A : Masalah teratasi
1,2 08.00 Memberikan posisi yang nyaman, semi fowler Titis P : intervensi dihentikan
1,2 Memonitor tanda-tanda kelebihan cairan (orthopneu),
2 Anjurkan pasien tetap membatasi cairan yang Diagnosa keperawatan 2
dikonsumsi S : Ny. S mengatakan sesak nafas
3 Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia Titis berkurang, bisa tidur terlentang
1,2 Mengukur TTV O : RR : 18 x/menit, edema kaki (-)
TD : 110/70 mmHg Titis A : Masalah teratasi
S/N : 36,5 ˚C / 90x/mnt P : Intervensi dihentikan
RR : 16x/menit
Diagnosa keperawatan 3
1,2,3,4 09.00 Memberikan eduksi discharge planning, S : Keluarga pasien mengatakan nanti
akan memberikan diit DM untuk
10.00 Mengambil hasil laboratorim ibunya, rendah gula dan rendah
WBC : 6,35 10^3/ul (4-10) garam. hasil GDP tgl 19 juli 2019 =
RBC : 3,29 10^6/ul (3,5-5,5) 114 mg/dl
HGB : 9,7 gr/dl (11-16) A : Teratasi sebagian
HCT : 30,4 % (37-54) Titis P : lanjutkan intervensi dengan obat
110
PLT : 351 10^3/ul (100-400) oral dan kontrol rutin ke poli
GDP : 114 mg/dl (74-106) penyakit dalam
Natrium : 141 mmol/L (135 – 147) Titis
Kalium : 4,87 mmol/L (3 – 5) Diagnosa keperawatan 4
Clorida : 104,4 mmol/L (95 – 105) S:-
O : k/u baik, mobilisasi sesuai
11.00 Lapor dr. Sartono, Sp PD / telepon kemampuan, pasien dan keluarga
Hasil : pasien boleh krs. Obat oral dilanjutkan dirumah, mampu melakukan pencegahan infeksi
control poli penyakit dalam 24/7/19 A : Masalaha teratasi
P : Intervensi dihentikan
11.30 Pasien KRS
111
BAB 4
PEMBAHASAN
tanggal 15 Juli 2019 sampai dengan 19 Juli 2019. Melalui pendekatan studi kasus
evaluasi.
4.1 Pengkajian
pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, dan mendapatkan data dari
4.1.1 Identitas
berusia 68 tahun dan pendidikan terakhir SD. Menurut Hill et al (2016) prevalensi
global PGK sebesar 13,4% dengan 48% di antaranya mengalami penurunan fungsi
ginjal dan tidak menjalani dialisis dan sebanyak 96% orang dengan kerusakan ginjal
atau fungsi ginjal yang berkurang tidak sadarbahwa mereka memiliki PGK. Hasil
riset kesehatan dasar (Kemenkes) 2013, populasi umur >= 15 tahun di Indonesia yang
112
terdiagnosis PGK stadium V sebesar 0,2% dan prevalensi PGK di Jawa Timur
sebesar 0,3%. Jumlah pasien yang menderita PGK diperkirakan akan terus
peningkatan populasi usia lanjut, dan peningkatan jumlah pasien dengan hipertensi
Keluhan utama masuk rumah sakit adalah Ny. S mengeluh sesak nafas saat
tidur dan sudah 3 hari sebelum MRS tidak bisa tidur. Hasil foto rotgen thorax saat di
IGD RSAL dr Ramelan CTR 64,36%, Hasil laboratorium HB 9,9% dr/dl, GDA
219mg/dl, BUN 38 mg/dl, Kreatinin 4,5 mg dl, kalium 6,24 mmol/L dan clorida
110,2 mmol/L. dilakukan pe masangan infus plug, injeksi lasik 40 mg, ca glukonas
ruang B1, pada tgl 14 Juli 2019 jam 12.00, pada jam 16.00 pasien dipasang kateter.
penyakit Diabetes dan Hipertensi sejak tahun 1998, pada tahun yang sama
yang manis dan asin, keterangan anaknya yang tinggal 1 rumah dengan
pasien mengatakan jika masakan tidak berasa pasien kadang tidak mau
makan dan memilih makanan yang enak (yang berasa manis dan asin).
Bila dilihat dari riwayat Diabetes Melitus yang sudah lama di derita
113
komplikasi jangka panjang Hal ini dibuktikan dalam penelitian Mahendra
(Rahmawati, 2016).
pasien juga memiliki sakit diabetes mellitus dan penyakit stroke. Arisman
dari keluarga yang juga mengidap Diabetes Mellitus. Hal ini dikarenakan
yang dialami oleh pasien saat ini, dimana Ny.S terlahir dari keluarga yang
kali lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat penyakit faktor
114
mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 3,2 kali lebih besar
sebagai data dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang aktual maupun resiko.
sebagai berikut:
diseluruh lapang paru. Secara teori gejala utama dari gagal jantung adalah
dianggap berasal dari output jantung yang rendah pada gagal jantung,
terhadap gejala ini. Pada tahap awal gagal jantung, dyspnea diamati hanya
dengan aktivitas kurang berat, dan akhirnya dapat terjadi bahkan pada saat
115
interstitial atau intra-alveolar. Faktor-faktor lain yang berkontribusi
yang terjadi pada posisi berbaring. Gejala ini hasil dari redistribusi cairan
malam hari adalah manifestasi sering proses ini dan gejala yang sering
atau tidur dengan bantal tambahan. Meskipun ortopnea adalah gejala yang
relatif spesifik gagal jantung, gejala ini juga bisa terjadi pada pasien
dengan obesitas abdominal atau asites dan pada pasien dengan penyakit
paru
pucat, sclera putih, mata bersih tidak ada secret, palpebral normal.
Pemeriksaan CRT < 2 detik, akral dingin, ictus cordis teraba di dada
kanan ICS 6, Nadi 84x/menit kuat irama regular dan auskultasi : Irama
pada umumnya bersifat progresif. Hal ini berarti bahwa pada saat tertentu
fungsi ginjal akan terus menurun sampai pada tahap akhir (the point of no
return). Progresivitas penyakit ini akan terus berlanjut meskipun lesi yang
116
mengawali proses terjadinya kerusakan ginjal tersebut dihilangkan. PGK
compos mentis, GCS 4-5-6, pupil reflek cahaya (+) dan isokor. Penyakit
uremia terutama stadium lanjut CKD, tetapi juga dapat terjadi dengan
gagal ginjal akut (AKI) jika hilangnya fungsi ginjal dengan cepat. Belum
(Alper, 2015). Disebut Uremia bila kadar ureum didalam darah di atas 50
dengan penurunan LFG < 10-15 ml/menit (L, Tao & K, Kendall, 2014)
tgl 14 juli 2019 jam 16.00 pasien terpasang kateter warna urine kuning,
117
dan pada palpasi tidak ada nyeri tekan di suprapubis, kandung kemih tidak
sebelum MRS pasien sudah dibatasi intake cairan yang dikonsumsi sehari
ada gangguan dalam berkemih pada Ny.S karena tidak ditemukan tanda
bacteri diatas normal. Hal ini bisa dikarenakan pembatasan cairan dan
supel, tidak acites, tidak mual, tidak muntah, tidak kembung, tidak ada
dengan anak pasien mengatakan nafsu makan selama ini baik jika rasanya
cocok, pasien suka makanan manis dan asin. Biasa nya makan nasi 4-5
118
makanan tidak lekas turun, kadang timbul rasa sakit di ulu hati karena
tidak adanya keluhan mual muntah dan porsi makan selalu habis
kerja dua sensor, baik kadar natrium yang rendah atau tekanan perfusi
aldosteron sehingga terjadi retensi natrium dan air oleh ductus collingens.
Wiliam,2010).
6. Sistem Integumen
119
Pengkajian sistem integumen pada Ny.S diperoleh data kulit tampak
perifer sehingga menghambat sirkulasi darah. Pada kondisi ini juga terjadi
pada kaki diabetic cenderung ujung kaki berwaran hitam, selain itu
penyakit diabetes melitus pasien sudah sejak 20 tahun yang lalu dan faktor
7. Sistem Penginderaan
tetapi pasien tidak mau dioperasi. Ada kaitan yang kuat antara
parut retina dan dapat mengakibatkan kebutaan (Price & Wilson, 2005).
telinga bersih. Dan pada sistem penciuman, tidak ada keluhan penciuman,
120
hidung normal, tidak ada benjolan (polip), mukosa hidung normal tidak
ada secret.
8. Endokrin
tidak ada nyeri tekan pada tiroid. Kadar gula darak acak 219 mg/dl, napas
sering terjadi pada penderita DM yang berusia lebih dari 30 tahun dan
peningkatan gula darah sering berkurang. Selain itu reseptor insulin pada
121
target sel di seluruh tubuh termasuk otot berkurang jumlah dan
terjadi pada tubuh Ny. S bukan akibat dari obesitas tetapi karena pola
makan yang tidak baik dan tidak rutin mengkonsumsi obat diabetes
Diagnosis keperawatan pada kasus Tn.S menurut SDKI (2016) adalah sebagai
berikut :
adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq /
122
berlaku secara berurutan dari simetris memuncak gelombang T (sering
regulasi yang ditandai dengan keluhan pasien yang mengatakan sesak saat
gejala yang umum pada kelebihan volume cairan. Edema merujuk kepada
hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah seperti GGK (Thomas &
Tanya, 2012).
123
gula darah acak 219 mg/dl dan hasil wawancara dengan anak pasien yang
mengatakan pasien suka makan makanan yang manis dan asin. Obat yang
dapat menaikkan kadar gula darah antara lain adalah hormon steroid
hormon tirod, obat asma salbutamol dan terbutain serta beberapa obat
pengobatan utama, tetapi bila hal ini bersama latihan jasmani ternyata
2009).
4. Resiko infeksi dengan faktor resiko pasien menderita penyakit kronis yaitu
saluran kencing adalah tipe infeksi paling sering mempengaruhi klien DM,
124
pengosongan tidak lengkap dan retensi urine, mungkin juga berkontribusi
4.3 Perencanaan
selama 5x24 jam, dengan kriteria hasil : Kadar elektrolit serum dalam
regulasi
125
Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Ny. S adalah
glukosa darah
mengontrol glukosa darah secara mandiri, kadar gula darah pasien dalam
rentang normal : gula darah acak = 100-199 mg/dl, gula darah puasa = 80-
kelemahan, lakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar gula
126
pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa oleh sel hati.
Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu
4. Resiko Infeksi
hemoglobin normal
memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local (pemeriksaan darah,
urine), mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
4.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan yang telah disusun.
127
laboratorium Kalium = 6,24 mmol/L, foto Rotgen thorax tampak adanya
hiperkalemia
regulasi
hasil pemeriksaan fisik adanya oedema grade 1 pada kedua kaki dan pada
hematocrit 30%
128
hiponatremia), memberikan posisi semifowler, fowler, memberikan dan
glukosa darah
pemeriksaan laboratorium gula darah acak 219 mg/dl dan hasil wawancara
dengan anak pasien yang mengatakan pasien suka makan makanan yang
4. Resiko Infeksi
tindakan yaitu: memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
129
dengan pasien dan lingkungan pasien, mengajarkan cara cuci tangan
4.5 Evaluasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2006). Pada evaluasi belum dapat
evaluasi pada pasien dilakukan karena dapat d iketahui secara langsung keadaan
berikut:
pada Ny.S adalah sebagai berikut sesak nafas saat tidur belum berkurang,
Ny.S adalah sebagai berikut sesak nafas saat tidur belum berkurang, hasil
130
Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi tindakan keperawatan pada
Ny.S adalah sebagai berikut sesak nafas saat tidur belum berkurang, hasil
pada Ny.S adalah sebagai berikut sesak nafas saat tidur sudah sangat
Ny.S adalah sebagai berikut sudah tidak sesak nafas saat terlentang,
kalium terkoreksi dalam batas normal 4,87 mmol/L, tekanan darah dan
regulasi
pada Ny.S adalah sebagai berikut orhopneu masih ada, edema perifer kaki
Ny.S adalah sebagai berikut orhopneu masih ada, edema perifer kaki
131
Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi tindakan keperawatan
pada Ny.S adalah sebagai berikut orhopneu berkurang, edema perifer (-),
glukosa darah
pada Ny.S adalah sebagai berikut kadar gula darah 2JPP 189 mg/dl
Ny.S adalah sebagai berikut kadar gula darah puasa 159 mg/dl
Ny.S adalah sebagai berikut kadar gula darah puasa tgl 16/7/19 159 mg/dl
pada Ny.S adalah sebagai berikut kadar gula darah puasa tgl 16/7/19 159
mg/dl
Ny.S adalah sebagai berikut kadar gula darah puasa 114 mg/dl
4. Resiko Infeksi
132
Pada hari kedua didapatkan hasil evaluasi tindakan keperawatan pada
Ny.S adalah sebagai berikut hasil leukosit dan bacteri dalam urin diatas
normal
133
BAB 5
PENUTUP
dapat menarik simpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan
5.1 Simpulan
Mengacu pada hasil urian tinjauan kasus dan pembahasan pada asuhan
karena adanya hyperkalemia, adanya edema pada kaki, sesak nafas saat
134
jantung, keseimbangan cairan dan elektrolit, kestabilan kadar gula darah,
5.2 Saran
pasien dengan gagal ginjal kronis, diabetes mellitus dan kompiliasi decom
135
perkemihan dan endokrin sehingga dapat meningkatkan pelayanan asuhan
elektrolit
136
DAFTAR PUSTAKA
Debora, Oda. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika
LeMone, Priscilla. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 5 Vol 1.
Jakarta:EGC
Mansjoer, A., dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
137
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
______ (2012). Konsep dan Penulisan Asuhan Keperawatan. Jogjakarta: Graha Ilmu
Wijaya, Andra S dan Yessie Mariza. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikasl Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika
138
Lampiran 1
CURRICULUM VITTE
Email : tsuzenik@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan :
139
Lampiran 2
140
Lampiran 3
141
Lampiran 4
142
Lampiran 5
143
Lampiran 6
144
dengan mendidih kapas pada lokasitusukan jarum tadi.
13. Membuka klem cairan infuse dan mengobservasi
kelancaran tetesan aliran infuse.
14. Membuang disposable spuit ke bengkok .
15. Menghitung tetesan infuse sesuai dengan ketentuan
program pemberian cairan.
16. Membereskan pasien.
17. Membereskan alat-alat.
18. Melepas sarung tangan.
19. Mencuci tangan
Daftar Pustaka Kusmiati, Yuni. (2010). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
Lampiran 7
145
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
HAND HYGINE
Pengertian Hand Hygiene adalah istilah umum yang meliputi semua
tindakan untuk mengurangi resiko infeksi akibat perawatan
kesehatan dimana seluruh petugas kesehatan harus
melakukan cuci tangan sebelum / sesudah bersentuhan
(kontak) dengan pasien dan benda-benda di sekililingnya.
Tujuan Untuk mengurangi resiko infeksi akibat perawatan
kesehatan.
Persiapan Alat 1. Hand wash
2. Hand rub
3. Kran air
Prosedur Dengan hand wash
Pelaksanaan 1. Kran air dinyalakan
2. Tangan diberi hand wash
3. Bersihkan telapak tangan
4. Bersihkan punggung jari
5. Bersihkan sela-sela jari
6. Empat jari saling mengunci
7. Bersihkan ibu jari
8. Bersihkan kuku-jari
9. Bilas dengan air
10. Waktu pelaksanaan cuci tangan selama 40-60 detik
146