Anda di halaman 1dari 120

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERONTIK

DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASCULAR:


HIPERTENSI DI KELURAHAN KARANG INDAH
KABUPATEN MERAUKE

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh:
Risna
NIM. PO7120318052

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
KEPERAWATAN MERAUKE
TAHUN 2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERONTIK


DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASCULAR:
HIPERTENSI DI KELURAHAN KARANG INDAH
KABUPATEN MERAUKE

Yang diajukan oleh:

Risna
NIM. Po7120318052
Telah diterimah dan disetujui untuk dipertahankan pada Ujian Akhir Program
Merauke,………Mei 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Mohammad Saljan,S,Kp,M.Kep Devvyta Ferika Sari,S,Kep


NIP.196501201988031021 NIP.19801092004122001

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
KEPERAWATAN MERAUKE
TAHUN 2021

ii
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO

HIDUPLAH DENGAN BAIK…


BUKAN TENTANG SIAPA YANG TERBAIK
TETAPI BISA BERBUAT BAIK..

iii
PERSEMBAHAN

Alhamdulillah saya haturkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan

Hidayah Nya yang selalu memberikan nikmat,Karunia,Kekuatan,Kesehatan dan

nafas kehidupan yang merupakan anugrah dalam hidup ini.Segala syukur saya

ucapkan KepadaMu Ya Allah saya dapat menyelesaikan tugas akhir Karya Tulis

Ilmiah ini.

1. Kedua orang tua ku tercinta Ibu Ridha dan Almarhum Bapak Lebu, kakak

serta adik tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan, serta do’a

yang tidak ada hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga

selesainya penulis Karya Tulis Ilmiah.

2. Suamiku tercinta suyono dan anakku tersayang Dzakiyya Najwa

Anriyo,Terimakasih atas doa,Pengertian,dukungan,dan kasih sayang yang

telah di berikan selama ini.

3. Bapak Mohammad Saljan,S.kp.M.Kep selaku Dosen pembimbing I yang

sudah banyak membantu dan memberikan bimbingan selama penulis

mengikuti pendidikan di institusi ini.

4. Ibu Devvyta Ferika Sari,S,Kep,Ns selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing saya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam

pembuatan Karya Tulis Ilmiah dan sudah banyak memberikan masukan

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

5. Bapak Emanuel Konda,S.Kep.Ns.M.Kes selaku Dosen penguji I

terimakasih atas waktunya untuk menguji hasil Karya Tulis Ilmiah.

iv
6. Ibu Eunike Adonia Laga,SKM.M.Kes selaku Dosen penguji II

terimakasih atas waktunya untuk menguji hasil Karya Tulis Ilmiah.

7. Seluruh Staf Dosen di Program Studi Diploma III Keperawatan Merauke

yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis

mengikuti pendidikan di institusi ini.

8. Untuk teman-teman seperjuangan Diploma III Keperawatan Merauke

Angkatan XIV semoga apa yang kalian cita-citakan, diimpikan, dan di

harapkan dapat terwujud kelak Amin yarobal alamin.

9. Almamater tercinta Prodi Diploma III Keperawatan Merauke yang penulis


banggakan.

v
RIWAYAT HIDUP
Nama : Risna
Tempat tanggal lahir : Battang,10 oktober 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Semangga,muram sari
Penulis anak kedua dari 6 bersaudara pasangan Bapak Lebu (almarhum) dan
Ibu Ridha. penulis memulai pendidikan dari sekolah dasar SDN 376 Sumarambu
pada tahun 1991 lulus pada tahun 1996, lalu melanjutkan ke SLTP Negri 2
walenrang pada tahun 1996, lulus tahun 2000, kemudian melanjutkan ke SMK
Keperawatan Makassar pada tahun 2000, lulus tahun 2003, pada tahun 2008
penulis di angkat sebgai Calon Pegawai Negri Sipil (CPNS), kemudian tahun
2012 penulis di angkat menjadi Pegawai Negri Sipil (PNS),dan bertugas di
Puskesmas Jair Bovendigoel.pada tahun 2018 penulis melanjutkan pendidikan di
Program Studi Diploma III Keperawatan Merauke sampai saat ini.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah dengan waktu yang di tentukan. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Gerontik Dengan Gangguan Sistem

Cardiovascule: Hipertensi Di Kelurahan Karang Indah”.

Penulis Karya Tulis Ilmiah ini di tujukan untuk memenuhi tugas akhir dalam

menempuh pendidikan Diploma III Keperawatan Merauke.

Dalam Kesempatan ini penulis mendapat banyak petunjuk dan bantuan baik

moril maupun materil,untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Emanuel Konda,S,Kep,Ns,M.Kes Selaku Ketua Program Studi

Diploma III Keperawatan Merauke sekaligus penguji I.

2. Ibu eunike Adonia Laga,SKM,M.Kes selaku dosen penguji II.

3. Bapak Mohammad Saljan,S,Kp,M.Kep selaku pembimbing I yang sudah

bantu dan memberikan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan di

institusi ini.

4. Ibu Devvyta Ferika Sari,S,Kep,Ns selaku dosen pembimbing II yang

sudah banyak membantu dan memberikan banyak masukan dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
5. Seluruh Staf Dosen di Program Studi Diploma III Keperawatan Merauke

yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis

mengikuti pendidikan di institusi ini.

6. Semua rekan-rekan Ankatan XIV seperjuangan di Kampus Program Studi

Diploma III Keperawatan Merauke yang berjuang bersama-sama selama

menempuh pendidikan dari awal hingga akhir pendidikan.

Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah sudah berusaha sebaik mungkin dengan

kemampuan penulis agar Karya Tulis Ilmiah ini menjadi sempurna.kritik dan

saran yang bersifat membangun untuk menjadi Karya Tulis Ilmiah ini jauh lebih

baik lagi.Semoga bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pada dunia

Keperawatan khususnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 3
1. Tujuan Umum 3
2. Tujuan Khusus 3
C. Manfaat Penulisan 4
1. Bagi Rumah Sakit 4
2. Bagi Institusi Pendidikan 5
3. Bagi Penulis 5
D. Metode Penulisan 5
1. Studi Literatur 5
2. Studi Dokumentasi 5
3. Studi Kasus 5
E. Sistematika Penulisan 6
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis 5
1. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler 5
2. Konsep Dasar Hipertensi 9
3. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia) 27
B. Konsep Asuhan Keperawatan 40
4. Pengkajian 40
5. Diagnosa Keperawatan 47
6. Intervensi Keperawatan 47

ix
7. Implementasi Keperawatan 50
8. Evaluasi Keperawatan 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 52
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 52
C. Subjek Waktu Penelitian 53
D. Fokus Studi 54
E. Definisi Operasional 54
F. Sumber Data 55
G. Metode Pengumpulan Data 56
H. Analisis dan Penyajian Data 58
I. Rencana Jalannya Penelitian 59
J. Etika Penelitian 60
BAB IV TINJAUAN KASUS
A. Hasil 62
1. Pengkajian 62
2. Klasifikasi Data 74
3. Analisa Data 75
4. Diagnosa Keperawatan 77
5. Rencana Asuhan Keperawatan 78
6. Catatan perkembangan 87
B. Pembahasan 93
1. Pengkajian 93
2. Diagnosa Keperawatan 95
3. Intervensi Keperawatan 98
4. Implementasi Keperawatan 100
5. Evaluasi Keperawatan 100
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 103
B. Saran 104
DAFTAR PUSTAKA 106

x
DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 Indeks Massa Tubuh 13

TABEL 2.2 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas

tidak sedang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut 11

TABEL 3.1 Defini Operasional 55

TABEL 4.1 Pemeriksaan 12 Saraf Kranial 70

TABEL 4.2 Penilaian status fungsional Indeks Barthel 71

TABEL 4.3 Klasifikasi Data 74

TABEL 4.4 Analisa Data 75

TABEL 4.6 Rencana Asuhan Keperawatan 78

TABEL 4.7 Catatan Perkembangan 77

xi
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Anatomi Jantung 7

GAMBAR 2.2 Fisiologi Jantung 9

GAMBAR 2.3 Pathway Hipertensi 18

GAMBAR 4.1 Genogram Keluarga Ny. S 64

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lanjut usia merupakan proses mengalami penuaan anatomi, fisiologis

dan biokimia pada jaringan organ yang dapa tmempengaruhi keadaan fungsi

dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Pipit,2018). Pada lanjut usia

terjadi kemunduran fungsi tubuh dimana salah satunya adalah kemunduran

fungsi kerja pembuluh darah. Penyakit yang sering dijumpai pada golongan

lansia yang disebabkan karena kemunduran fungsi kerja pembuluh darah yaitu

salah satunya hipertensi atau tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi

merupakan salah satu penyakit degenerative yang mempunyai tingkat

morbiditas dan mortalitas tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan suatu

penyakit akibat meningkatnya tekanan darah arterial sistemik baik sistolik

maupun diastolik (Arlita, 2014).

Data World Health Organization (WHO) 2015 menunjukkan sekitar 1,13

miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di

dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang

minum obat. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap

tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5miliar orang yang terkena

hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat

hipertensi dan komplikasi. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2018,

prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%. Prevalensi hipertensi

1
berdasarkan diagnosisi dokter pada penduduk umur ≥ 18 tahun di Papua

sebesar 4,4 % (Riskesdas) tahun 2018. Jika melihat tren pada grafik

prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran penduduk umur ≥ 18 tahun

di papua, cenderung meningkat. (Riskesdas, 2018). Di Kabupaten Merauke

belum ada hasil penelitian atau survey tentang hipertensi, data yang ada

adalah data yang diperoleh dari kunjungan pada unit– unit pelayanan

seperti puskesmas dan jaringannya. Dari 2.425 orang atau 8% penduduk

dilakukan pengukuran tekanan darah, sebanyak 1.817 orang tua atau

38,60% yang mengalami hipertensi. Berdasarkan jenis kelamin, hipertensi

lebih banyak ditemukan pada laki – laki yaitu sebesar 50.32%, sedangkan

pada perempuan hanya sebesar 34,67% (Dinkes, Merauke, 2021).

Hipertensi juga merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya

penyakit kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik, hipertensi

dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal jantung, demensia, gagal

ginjal, dan gangguan pengelihatan. World Health Organization (WHO)

memperkirakan hipertensi menyebabkan 9,4 juta kematian dan mencakup

7% dari beban penyakit di dunia. Kondisi ini dapat menjadi beban baik dari

segi finansial, karena berkurangnya produktivitas sumber daya manusia

akibat komplikasi penyakit ini, maupun dari segi sistem kesehatan.

Bedasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk

melakukan pengelolaan kasus asuhan keperawatan yang dituangkan dalam

sebuah Studi Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan

2
Ganggusan Sistem Kardiovaskular Hipertensi Di Puskesmas Karang Indah,

Keluarahan Karang Indah, Kabupaten Merauke.”

B. Tujuan Penulisan

Penulis mampu memberikan dan menerapkan asuhan keperawatan

lansia dengan hipertensi secara komprehensif.

1. Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah

mampu memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia dengan hipertensi

secara benar.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian lansia dengan hipertensi di Kelurahan Karang

Indah.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia dengan hipertensi di

Kelurahan Karang Indah.

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi di

Kelurahan Karang Indah.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada lansia dengan hipertensi di

Kelurahan Karang Indah.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada lansia dengan hipertensi

sesuai dengan rencana keperawatan di Kelurahan Karang Indah.

3
C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

a. Menerapkan asuhan keperawatan gerontik dengan hipertensi

b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan

keperawatan gerontik dengan hipertensi

c. Meningkatkan keterampilan dalam pemberian asuhan keperawatan

gerontik dengan hipertensi.

2. Bagi Tempat Penulisan

Dengan penulisan karya tulis ilmiah ini di harapkan dapat dijadikan

acuan dalam memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan mutu

pelayanan yang lebih baik khususnya pada lansia dengan hipertensi.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Profesi Keperawatan

Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan dan wawasan bagi Profesi Keperaawatan

mengenai penyakit Hipertensi, khususnya pada lansia serta dapat dan

memberikan tindakan yang tepat, baik secara promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

a. Anatomi

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran

sebesar kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah

ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang.Jantung

normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan

atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang

berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan

ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Batas-batas jantung:

1) Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior

(VCI)

2) Kiri : ujung ventrikel kiri

3) Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri

4) Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

5) Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang

diafragma sampai apeks jantung

6) Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan

keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan

5
menjaga agar darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat

katup ini adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan

ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan

arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan

ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta.

Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leafletanterior dan

posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet).

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf

simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf

vagus melalui preksus jantung. Serabut post ganglion pendek

melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada

ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal

atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak

mempunyai persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat

mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri

koroner kanan berasal dari sinus aorta anterior, melewati diantara

trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke lekukan

A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada

85%pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior

decendens artery(PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri

berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri

6
anteriordesenden kiri/ left anterior descenden(LAD) interventrikuler

dan sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke

atrium kanan. Sinus koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik

pada atrium kanan, secara morfologi berhubungan dengna atrium kiri,

berjalan dalam celah atrioventrikuler.

Gambar 2.1 Anatomi Jantung


Sumber: https://rebanas.com/gambar/images/anatomi-jantung

b. Fisiologi

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang

terpisah terkaitfungsinya sebagai pompa darah.Masing-masing terdiri

dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari

kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk

sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan

7
dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi

yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang

berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen

manusia demi kelangsungan hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan

ke jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan

darah dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru

tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan

melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru

melalui katup pulmonal.

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida,

mengalami oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi

berwarna merah. Darah merah ini kemudian menuju atrium kiri

melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke

ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta.

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri,

dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi

maksimal, ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari

atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan

segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya

dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara

bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

8
Gambar 2.2 Fisiologi Jantung
Sumber: Syaifuddin 2012

2. Konsep Dasar Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami

peningkatan tekanan darah sisitolik dan diastolik dengan konsisten di

atas 140/90 mmHg (Baradero, 2008).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung,

tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar

resikonya (Sylvia A. Price, 2015).

Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan

hipertensi ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam

arteri atau tekanan systole > 140 mmhg dan tekanan diastole

9
sedikitnya 90 mmHg. Secara umum, hipertensi merupakan suatu

keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di

dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,

aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

b. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi

menjadi 2, yaitu :

1) Hipertensi Esensial atau Primer

Menurut Lewis (2000) hipertensi primer adalah suatu kondisi

hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak

ditemukan. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong

hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong hipertensi

sekunder. Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-50 tahun.

Pada hipertensi primer tidak ditemukan penyakit

renovakuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan

penyakit lainnya. Genetik dan ras merupakan bagian yang menjadi

penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain yang

diantaranya adalah faktor stress, intake alkohol moderat,

merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup.

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan

kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal

10
(hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari penderita hipertensi

adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan

lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada :

a) Elastisitas dinding aorta menurun

b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap

tahun sesudah berumur 20 tahun kekmampuan jantung

memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi

dan volumenya.

d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

c. Faktor resiko

Faktor-faktor risiko hipertensi terbagi dalam 2 kelompok yaitu

faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah :

1) Faktor yang dapat diubah

a) Gaya hidup modern

Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya

hidup masa kini menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi

ini memicu berbagai penyakit seperti sakit kepala, sulit tidur,

gastritis, jantung dan hipertensi. Gaya hidup modern cenderung

11
membuat berkurangnya aktivitas fisik (olah raga). Konsumsi

alkohol tinggi, minum kopi, merokok. Semua perilaku tersebut

merupakan memicu naiknya tekanan darah.

b) Pola makan tidak sehat

Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga

keseimbangan cairan dan mengatur tekanan darah. Tetapi bila

asupannya berlebihan, tekanan darah akan meningkat akibat

adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah.

Kelebihan natrium diakibatkan dari kebiasaan menyantap

makanan instan yang telah menggantikan bahan makanan yang

segar. Gaya hidup serba cepat menuntut segala sesuatunya

serba instan, termasuk konsumsi makanan. Padahal makanan

instan cenderung menggunakan zat pengawet seperti natrium

berzoate dan penyedap rasa seperti monosodium glutamate

(MSG). Jenis makanan yang mengandung zat tersebut apabila

dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah karena adanya natrium yang

berlebihan di dalam tubuh.

c) Obesitas

Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya

dapat membuangnya melalui air seni. Tetapi proses ini bisa

terhambat, karena kurang minum airputih, berat badan

berlebihan, kurang gerak atau ada keturunan hipertensi maupun

12
diabetes mellitus. Berat badan yang berlebih akan membuat

aktifitas fisik menjadi berkurang. Akibatnya jantung bekerja

lebih keras untuk memompa darah.Obesitas dapat ditentukan

dari hasil indeks massa tubuh (IMT). IMT merupakan alat

yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang

dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan

pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Supariasa,

2012).

Tabel 2.1
Indeks Massa Tubuh

Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17,0
Kekurangan BB tingkat ringan 17,0 -18,4
Normal 18,5- 25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25,1 – 27,0
Obesita Kelebihan BB tingkat berat >27,0
s
Sumber : Supariyasa et al., 2002

2) Faktor yang tidak dapat diubah

a) Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai resiko menderita

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara Potassiumterhadap

Sodium, individu dengan orang tua yang menderita hipertensi

13
mempunyai resiko dua kali lebih besar dari pada orang

yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi

(Anggraini dkk, 2019).

b) Usia

Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin

bertambah usia seseorang maka resiko terkena hipertensi

semakin meningkat. Penyebab hipertensi pada orang dengan

lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada,

elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan

menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung

memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi

dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini

terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

(Smeltzer, 2009).

c) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama,

akan tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause)

prevalensinya lebih terlindung daripada pria pada usia yang

sama. Wanita yang belum menopause dilindungi oleh oleh

hormone estrogen yang berperan meningkatkan kadar High

Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang

14
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah

terjadinya proses aterosklerosis yang dapat menyebabkan

hipertensi (Price & Wilson, 2006).

d. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah

menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Bloods Preassure (JNC) ke-VIII dalam Smeltzer &

Bare (2010) yaitu <130 mmHg untuk tekanan darah systole dan <85

mmHg untuk tekanan darah diastole.

Tabel 2.2
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas
tidak sedang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Sumber : Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC)
ke VIII

e. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.

Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

15
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh

darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat

sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan

jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal

juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.

Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan

16
gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system

pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah

yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan

dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

17
f. Pathway

Gambar 2.3
Pathway Hipertensi

18
g. Tanda dan Gejala

1) Tidak ada gejala

Tanda dan gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri

oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial

tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2) Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa

pasien yang menderita hipertensi yaitu :

a) Mengeluh sakit kepala, pusing

b) Lemas, kelelahan

c) Sesak nafas

d) Gelisah

e) Mual

f) Muntah

g) Epitaksis

h) Kesadaran menurun

Menurut Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar

gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun

19
berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial. Pada

pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada

diskus optikus). Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita

hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah

dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

h. Komplikasi

1) Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di

otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak

otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak

mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke

daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak

yang mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala

terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang

bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah

satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah,

20
mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas)

serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

2) Infark Miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang

arteroklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah

melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan

hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium

mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia

jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi

ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu

hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia,

hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan

(Corwin, 2000).

3) Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif

akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus.

Dengan rusaknya membrane glomerulus, darah akan mengalir

ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat

berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya

membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga

tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema

yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

21
4) Gagal jantung

Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung

bekerja lebih berat untuk memompa darah yang menyebabkan

pembesaran otot jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal

fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan kerja keras

jantung untuk memompa darah

5) Kerusakan Pada Mata

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

kerusakan pembuluh darah dan saraf pada mata.

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah

morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang

berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di

atas 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan

nonfarmakologi sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi.

Penatalaksanaan nonfarmakologis pada penderita hipertensi

bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara

memodifikasi faktor resiko yaitu :

a) Mempertahankan berat badan ideal

22
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body

Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat

diketahui dengan rumus membagi berat badan dengan tinggi

badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas

yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah

kolesterol kaya protein dan serat. Penurunan berat badan

sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah diastolik

sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).

b) Mengurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan

melakukan diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100

mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau

dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg

setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan

tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah

diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara

mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok

teh/hari(Dalimartha, 2008).

c) Batasi konsumsi alkohol

Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada

pria atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat

meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau

23
menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam

penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).

d) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara

meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan

urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali

dalam sehari dapat membuat asupan potassium menjadi cukup.

Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara

3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.

e) Menghindari merokok

Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada

penderita hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke.

Kandungan utama rokok adalah tembakau, didalam tembakau

terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih keras karena

mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi

denyut jantung serta tekanan darah(Dalimartha, 2008).

f) Penurunan stress

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan

kenaikan tekanan darah sementara. Menghindari stress pada

penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara relaksasi

seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat

24
mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah

yang tinggi (Hartono, 2007).

g) Terapi relaksasi progresif

Di Indonesia Indonesia, penelitian relaksasi progresif

sudah cukup banyak dilakukan. Terapi relakasi progresif

terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi (Erviana, 2009). Teknik relaksasi

menghasilkan respon fisiologis yang terintegrasi dan juga

menganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai

“respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi diperkirakan

menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat serta

meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarekteristikan

dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan

mengganggu fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh

manfaat dari respons relaksasi, ketika melakukan teknik ini

diperlukan lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman.

2) Penatalaksanaan Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)

merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

a) Golongan Diuretik

25
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang

garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di

seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.

b) Penghambat Adrenergik

Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat

yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker

labetalol, yang menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf

simpatis adalah istem saraf yang dengan segera akan

memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan

tekanan darah.

c) ACE-inhibitor

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-

inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara

melebarkan arteri.

d) Angiotensin-II-bloker

Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan

darah dengan suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.

e) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah

dengan mekanisme yang berbeda.

f) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.

26
g) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna)

memerlukan obat yang menurunkan tekanan darah tinggi

dengan cepat dan segera. Beberapa obat bisa menurunkan

tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan

secara intravena : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, labetalol.

3. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia)

a. Definisi lanjut usia (lansia)

Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007 dalam

Azizah 2011), mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial

masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika

menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan

hilangnya gigi.

Glascock dan Feinman (1981); Stanley and Beare (2007

dalam Azizah 2011), menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara

di dunia dan menemukan bahwa kriteria lansia yang paling umum

adalah gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam

peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang.

Proses menua merupakan suatu hal yang fisiologis, yang akan

dialami oleh setiap orang. Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 2 yang berbunyi lanjut usia adalah

seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas

27
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa lansia adalah

gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran

sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang, serta

ditandai ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya

gigi.

b. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi menurut WHO (1999) menjelaskan batasan lansi adalah

sebagai berikut :

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun

2) Usia tua (old) : 75-95 tahun, dan

3) Usia sangat tua (very old) adalah usia >90 tahun

Klasifikasi berikut menurut Depkes RI (2015):

1) Usia lanjut presenilis yaitu abtara usian45-59 tahun

2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas

3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60

tahun ke atas dengan masalah kesehatan.

c. Tujuan pelayanan pada kesehatan Lansia

Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam

memudahkan petugas kesehatan dalam membeikan pelayanan sosial,

kesehatan, perawatan dalam meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.

Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :

28
1) Mempertahankan derajat kesehatan pada lansia pada taraf yang

setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.

2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan

mental

3) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita

suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan

kemandirian yang optimal

4) Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian para

lansia yang berada pada fase terminal sehingga lansia dapat

menghadapi kematian dengan tenang dan bermartabat.

d. Pendekatan Perawatan Lansia

1) Pendekatan fisik

Perawatan pada lansia juga dilakukan dengan pendekatan

fisikmelalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian

yangdialami klien lansia semasa hidupnya,perubahan fisik pada

organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan

dikembangkan,dan penyakit yang dapat dicegah atau progersifitas

penyakitnya.Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia

dapat dibagi dua bagian :

a) Klien yang masiih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih

mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam

kebutuhan sehari-hari ia masih mampu melakukan dengan

sendirinya.

29
b) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami

kelumpuhan atau sakit. Perawata harusmengetahui dasar

perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan

kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatann.

2) Pendekatan psikoogis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan

pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai

pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung

rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya

memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan

waku yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk

keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus memegang

prinsip triple S yaitu sabar, simpatik, danservice. Bila ingin

merubah tingkah laku dan pandagan mereka terhadap kesehatan,

perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.

3) Pendekatan sosial

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah

satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial.

Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama

klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial

ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah

makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam

pelaksanaanya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,

30
baik antara lansia maupun lansia dengan perawat. Perawat

memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk

mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu

dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

e. Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia

Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan

pada lansiaadalah:

1) Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas

dasar pengertian yang dalam” artinya upaya pelayanan pada

lansia harus memandang seorang lansia yang sakit dengan

pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang

dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus

dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak

memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu

semua petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan

patologik dari penderita lansia.

2) Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia

selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik

dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan

(harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat

untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu

dengan derivate morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan

31
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis

untuk dikerjakan.

3) Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai

hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya

sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi

di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah

lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas.

Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau

menjadi semakin rumit?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi

secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita

yang fungsional masih kapabel (sedangkannon-maleficence dan

beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel).

Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai

prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang

lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah

membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).

4. Konsep Dasar Menua

a. Teori–teori biologi

1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies–spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul–molekul / DNA

dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai

32
contoh yang khas adalah mutasi dari sel–sel kelamin (terjadi

penurunan kemampuan fungsional sel)

2) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel–sel tubuh lelah (rusak)

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi

suatu zatkhusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan

terhadap zattersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dansakit.

4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)

Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia

danmasuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan

organtubuh.

5) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres

menyebabkan sel-seltubuh lelah terpakai.

6) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya

radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen

bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal

bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7) Teori rantai silang

33
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan

ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini

menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

8) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang

membelah setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori kejiwaan sosial

1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang

dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang

sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan

sosial.

2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.

Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu

agartetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

3) Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada

lansia. Teoriini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori

ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang

yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

4) Teori pembebasan (disengagement theory)

34
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,

seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial

lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga

sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), seperti kehilangan

peran, Hambatan kontak sosial dan berkurangnya kontak komitmen.

c. FaktorYang Mempengaruhi Ketuaan

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologi. Bila seseorang

mengalami penuaan fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka

dapat tua dalam keadaan sehat. Penuaan ini sesuai dengan

kronologis usia dipengaruhi oleh faktor endogen.

Perubahan ini dimulai dari sel jaringan organ sistem pada

tubuh.Sedangkan faktor lain yang juga berpengaruh pada proses

penuaan adalah faktor eksogen seperti lingkungan, sosial budaya, dan

gaya hidup. Mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul

karena stress yang dialami individu(Pudjiastuti& Utomo, 2003). Yang

termasuk faktor lingkungan antara lain pencemaran lingkungan akibat

kendaraan bermotor, pabrik, bahan kimia, bising, kondisi

lingkungan yang tidak bersih, kebiasaan menggunakan obat dan

jamu tanpa kontrol, radiasi sinar matahari, makanan berbahan kimia,

infeksi virus, bakteri dan mikroorganisme lain. Faktor endogen meliputi

35
genetik, organik dan imunitas. Faktor organik yang dapat ditemui

adalah penurunan hormone pertumbuhan penurunan hormone

testosterone, peningkatan prolaktin, penurunan melatonin,

perubahan folicel stimulating hormon dan luteinizing hormone).

Menurut Wahyudi Nugroho (2008), faktor yang mempengaruhi

penuaan adalah hereditas (keturunan), nutrisi/ makanan, status

kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress.

d. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses

penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-

perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi

juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011,).

1) Perubahan Fisik

a) Sistem Indra

Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada

pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan pendengaran

pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-

nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,sulit dimengerti kata-

kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

b) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak

elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan

36
sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit

disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,

timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver

spot.

c) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan

penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan

sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,

kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi

bentangan yang tidak teratur. Kartilago:jaringan kartilago

pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi,

sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago

untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung

kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan

menjadi rentan

d) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia

adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertropi sehingga pereganganjantung berkurang, kondisi ini

terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan

oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

e) Sistem respirasi

37
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru

bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara

yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago

dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu

dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

f) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan,

seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang

nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa

lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati)

makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan

berkurangnya aliran darah.

g) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang

signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,

contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

h) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi

dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

38
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

i) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada

laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2) Perubahan Kognitif

Memory (Daya ingat, Ingatan), IQ (Intellegent Quotient),

Kemampuann Belajar (Learning), Kemampuan Pemahaman

(Comprehension), Pemecahan Masalah (Problem Solving),

Pengambilan Keputusan (Decision Making), Kebijaksanaan

(Wisdom), Kinerja (Performance), Motivasi

3) Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :Pertama-

tama perubahan fisik, khususnya organ perasa, Kesehatan

umum,Tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan,

gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian,

gangguan konsep diri akibatkehilangan kehilangan jabatan,

rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

39
teman dan famili, hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik,

perubahan terhadap gambaran diri.

4) Perubahan konsep diri.

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam

kehidupannya. Lansiasemakin matang (mature) dalam kehidupan

keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata

Nama klien perlu diketahui untuk mengidentifikasi kebenaran

nama dalam melakukan asuhan keperawatan secara

komprehensif. Alamat perlu dilengkapi secara jelas untuk bisa di

hubungi. Umur perlu diketahui untuk mengetahui berapa umur pasien

sekarang sehingga tidak salah dalam pemberian dosis obat, melakukan

tindakan keperawatan dan melayani terapi guna mempercepat proses

penyembuhan pasien dipelayanan kesehatan. Pekerjaan pasien perlu

dikaji untuk mengetahui kondisi ekonomi dalam proses

administrasi pasien selama dirawat difasilitas kesehatan.

b. Riwayat Keluarga

40
Pasangan ( Apabila pasangan masih hidup): Status kesehatan,

Umur, Pekerjaan. Anak–anak ( Apabila anak-anak masih hidup): Nama

dan alamat.

c. Riwayat Pekerjaan

Status pekerjaan saat ini, Pekerjaan sebelumnya,

Sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.

d. Riwayat lingkungan hidup.

Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Jumlah tingkat, Jumlah

orang yang tinggal serumah, Derajat privasi, Tetangga terdekat.

e. Riwayat Rekreasi.

Hobi/minat, Keanggotaan kelompok, Liburan/perjalanan.

f. Sumber/ sistem pendukung yang digunakan :

1) Dokter rumah sakit

2) Kontrol kesehatan di rumah sakit

3) Klinik

4) Pelayanan kesehatan di rumah.

g. Riwayat kesehatan saat ini.

1) Penyakit yang diderita satu tahun terkahir.

2) Penyakit yang diderita saat ini.

3) Keluhan yang dialami satu tahun terakhir.

4) Keluhan saat ini.

41
5) Pengetahuan atau pemahaman dan penatalaksanaan kesehatan

misalnya diet khusus.

6) Penggunaan obat.

7) Nama obat.

8) Dosis obat.

9) Bagimana atau kapan menggunakan.

10) Dokter yang menginstruksikan.

11) Tanggal resep.

h. Riwayat Alergi (catat agen dan reaksi spesifik) : obat-obatan,

makanan,kontak substansi dan factor lingkungan.

i. Riwayat peningkatan/penurunan berat badan.

Indeks Massa Tubuh, Pola konsumsi makanan (misal

frekuensi,sendiri/dengan orang lain).

j. Pola istirahat tidur, lama tidur, gangguan tidur yang sering dialami.

k. Riwayat kesehatan masa lalu. : penyakit kanak-kanak, penyakit

serius kronik, trauma, pembedahan, dan riwayat obstetric.

l. Riwayat Keluarga

Silsilah keluarga (identifikasi kakek atau nenek, orang tua, paman,

bibi, saudara kandung, pasangan, anak-anak), Riwayat penyakit yang

pernah diderita oleh anggota keluarga .

m. Tinjauan sistem

42
Dalam tinjaun sitem ini penulis melakukan pemeriksaan fisik

dari kepala sampai kaki menggunakan metode auto dan allo

anamnesa serta Inpeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (IPPA) yang

di awali dengan penilaian tingkat kesadaran dengan nilai normal 15

yang terdiri dari membukan mata dengan spontan nilainya 4, mampu

berbicara secara verbal dengan nilai 5 dan klien mampu

menunjukkan tempat yang sakit dengan nilai 6. Dan di ikuti dengan

pengukuran TTV: Tekanan darah, Nadi, Suhu, RR:

1) Kepala,

Untuk daerah kepala, mata, hidung, telinga dan helerpenulis

melakukan pemeriksaan dengan metode Inspeksi dan Palpasi saja;

saat Inspeksi terlihat bentuk kepala, warna rambut, terdapat lesi,

ketombe pada rambut dan kebersihan kepala; pada mata bentuk

mata, kesimetrisan mata kiri dan kanan, konjungtiva; bentuk

telinga kiri dan kanan, kelainan pada telinga. kelainan hidung,

adanya mimisan, kotor atau bersih; adanya kelainan pada leher,

adanya lesi, edema, kemerahan dan palpasi apakah ada

pembersaran kelenjar tiroid, dan JVP; sedangkan saat dilakukan

palpasi untuk mengetahui apakah terdapat nodul; apakah terjadi

edema atau pembengkakan pada mata. apakah ada nyeri tekan dan

adanya kotoran di daerah telinga; di daerah sinus hidung apakah

terjadi nyeri tekan; dan pengukuran vena jugularis pada leher.

2) Dada

43
Untuk dada dilakukan dengan cara Inspeksi, palpasi, perkusi

dan auskultasi (IPPA); saat dilakukan inspeksi terlihat bentuk

dada, kesimetrisan, retraksi dinding dada; saat dilakukan Palpasi

untuk mengetahui batas jantung atas setinggi iga2 dan bjb setinggi iga

ke 6,bjki sejajar dengan gari mid klavikula sedangkan bjka sejajar

dengan garis prosesusspoideus, perkusi untuk mengetahui

batas jantung dengan bunyi ketokan padat menunjukkan

adanya jantung bagian dalam, sedangkan auskultasi untuk

mendengarkan bunyi jantung I terdengar pada S1 dan S2 bunyi

jantung 2 terdengar pada S3 dan S4 bunyi jantung tambahan

terndengar jika ada kelainan pada jantung atau bunyi jantung

murmur.

3) Abdomen:

Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi kelainan, adanya lesi.

Sedangkan palpasi dilakuakan dengan palpasi ringan atau palpasi

dalam tergantung tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan

konsistensi organ-organ dan struktur-struktur dalam perut, palpasi

ringan dilakukan untuk mengetahui area-area nyeri tekan dan

adanya massa, palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan

hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih. Lakukan perkusi di empat

kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat

melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit.

Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi

44
timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa,

pankreas, ginjal. Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan

pemeriksa hangat sebelum menyentuh perut pasien Kemudian

tempatkan tangan kiri dimana hanya jari tengah yang melekat erat

dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan ujung

jari tengah tangan kanan. Lakukanlah perkusi pada keempat

kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup.

Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada

saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan

suara redup. Pada sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara

timpani berubah menjadi redup. Periksalah daerah supra publik

untuk mengetahui adanya kandung kencing yang teregang atau

uterus yang membesar. Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan

arkus costa, Anda akan mendengar suara redup hepar disebelah kanan,

dan suara timpani di sebelah kiri karena gelembung udara pada

lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup pada kedua

sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.

Auskultasi abdomen dengan normal bising usus 15-35x/menit:

Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah

dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan,

minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit

terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan

menentukantidak adanya bising usus.

45
Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak

ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya; Bila bising

usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan

sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen. Dan dilanjutkan

dengan menggunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan

bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas

arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aortatorakal. Pada

orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau

denyutan aorta.

4) Extremitas,

Inspeksi bentuk ekstremitas apakah ada kelainan bentuk,

adanya lesi, edema, dan kemerahan. Palpasi apakah ada nodul dan

nyeri tekan pada daerah ekstremitas atas dan bawah.

Tabel 2.
Tes koordinasi/keseimbangan

No. Aspek Penilaian Keterangan Nilai


1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal
(dengan mata tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan:
Kiri:
4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke
posisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk
6 Berjalan, tempatkan salah satu
tumit didepan jari kaki yang lain.

46
7 Berjalan sepanjang garis lurus
8 Berjalan mengikuti tanda gambar
pada lantai
9 Berjalan mundur
10 Berjalan mengikuti lingkaran
11 Berjalan dengan tumit
12 Berjalan dengan ujung kaki
JUMLAH

Kriteria penilaian:
4 :melakukan aktifitas dg lengkap
3 :sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 :dengan bantuan sedang–maksimal
1 :tidak mampu melakukan aktivitas
Keterangan:
42–54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28–41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14–27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nanda 2015 dalam studi kasus ini ditemukan diagnosa

keperawatan yaitu :

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,

vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuer, iskemia miokard.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral dan iskemia.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan retensi Na.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen.

47
e. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan mekanisme koping

tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.

f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan

dengan gangguan sirkulasi oksigan ke otak.

g. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan fisik.

h. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit dan perawatan diri.

3. Intervensi Keperawatan

a. Penurunan curah jantung (00029)

NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

status kardiovaskuler pasien dalam rentang normal dengan kriteria hasil :

1) Tanda vital dalam batas normal

2) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

3) Tidak ada edema paru, perifer dantidak ada asites

4) Tidak ada penurunan kesadaran

NIC:

1) Evaluasi nyeri dada seperti intesitas, lokasi, radisi, durasi,

danpresipitasi dan factor yang memberatkan.

2) Dokumentasi adanya disritmia janutng

3) Monitor status respirasi untuk gejala gagal jantung

4) Instruksikan kepada pasien tentang pentingnya menginformasikan

jika terdapat ketidaknyamanan pada dada

48
5) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas terhadap perubahan ; napas

pendek, nyeri, palpitasi dan pusing.

b. Nyeri akut kode (00132)

NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

pasien akan bebas dari dengan kriteria hasil:

1) Mengenali kapan nyeri terjadi nyeri

2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri

3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri

4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik

NIC :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif.

2) observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

3) Monitor tanda-tanda vital

4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi dengan tarik napas

dalam).

c. Intoleransi aktivitas kode (00092)

NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

pasienbertoleransi terhadap aktivitaas dengan kriteria hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah nadi dan RR.

2) Mampu melakukan aktivitas secara mandiri sehari-hari.

3) Keseimbangan aktivitas dan istirahat.

NIC :

49
1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aaktivitas.

2) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan.

3) Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat

4) Monitor tidur dan lamanya pasien

5) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik.

6) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.

d. Kurang pengetahuan kode (00126)

NOC: setelah dilakukan tindakan selama dalam perawatan 3x24 jam

pasien menunjukan pengetahuan tentang proses penyakit dengan

criteria hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan telah memahami penyakit

yangdiderita.

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur penetalaksaan

yang telah dijelaskan oleh tenaga kesehatan.

3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah

dijelaskan oleh tenaga kesehatan.

NIC :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses

penyakityang spesifik

2) Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya.

3) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit

sesuaikebutuhan.

50
4) Jelaskan alasan dibalik manajemen terapi/penanganan yang

direkomendasi.

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolahan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Menurut Wahyuni

(2016) implementasi tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan

kewenangan dan tanggung jawab perawat secara professional antara lain

adalah:

a. Independent yaitu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa

petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

b. Interdependen yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama

dengan tenaga kesehatan lainya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi,

fisioterapi dan dokter.

c. Dependent yaitu pelaksanaan rencana tindakan medis.

5. Evaluasi

Tahap penilaiaan atau evaluasi merupakan perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan

dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan

evaluasi yaitu untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan yang

disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan (Wahyuni,2016).

Perumusan evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal

dengan istilah SOAP yaitu :

51
a. S (Subjektif): perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada apa

yang di rasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan oleh klien.

b. O (Objektif): perkembanganklienyang dapat diamati dan diukur oleh

perawat atau tim kesehatan lain.

c. A (Analisis): penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun

objektif) apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran.

d. P (Perencanaan): rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil

analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila

keadaan atau masalah belum teratasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan penulisan yang mencakup

pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien,

keluarga, kelompok,komunitas, atau institusi (Nursalam, 2008).

Studi kasus dilaksanakan dengan cara meneliti suatu permasalahan

melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. unit yang menjadi masalah

52
tersebut secara mendalam dianalisa baik dari segi yang berhubungan dengan

kasusnya sendiri, faktor resiko, yang mempengaruhi, kejadian yang

berhubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap

suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus

tersebut hanya berbentuk tunggal, namun dianalisis secara mendalam (Setiadi,

2013).

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah

asuhan keperawatan pada lansia hipertensi di Puskemas Karang Indah,

Kabupaten Merauke.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian sebagai tempat melakukan kegiatan penelitian

guna memperoleh data yang berasal dari responden. Lokasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Puskemas Karang Indah, Kelurahan

Karang Indah, Distrik Merauke, Kabupaten Merauke. Penelitian dilaksanakan

pada tanggal 8 Januari 2021 – 10 Januari 2021.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2008) dalam (Tyas, 2013), populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan teori di atas

dapat disimpulkan bahwa populasi adalah karakteristik dari seluruh unit

yang akan diteliti.

53
Dalam penelitian ini, populasi dalam penelitian adalah semua

lansia yang mengidap penyakit hipertensi. Populasi dalam penelitian

ini adalah semua lansia dengan penyakit hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Karang Indah yang berjumlah 70 orang.

2. Sampel

Pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling. Disebut

juga judgment sampling. Teknik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai yang dikendaki peneliti. Pada cara ini

peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektifnya,

bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai

untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Sampel dalam penelitian berjumlah 1 orang yang memenuhi kriteri inklusi:

a. Klien bersedia menjadi subjek dari penelitian

b. Klien dengan diagnosa medis Hipertensi.

c. Klien dengan kesadaran komposmentis

d. Klien yang berumur 60 tahun ke atas

Dan dengan kriteria eksklusi :

a. Klien pulang atau meninggal sebelum 6 hari dari pengambilan

data atau 5 hari pengambilan data

b. Klien dirujuk ke Rumah Sakit.

D. Fokus Studi

54
Fokus studi dalam penelitian ini adalah memberikan asuhan

keperawatan gerontik secara komprehensif pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskular Hipertensi.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skor


. Operasional
1 Lansia Lansia manusia yang  Usia diatas 60 Akta Dalam
sudah tua dan tahun kelahiran/ Tahun
menunjukkan ciri KTP
fisik seperti rambut
beruban, kerutan kulit
dan hilangnya gigi,
yang berada di
wilayah kerja
Puskesmas Karang
Indah, Kabupaten
Merauke
2 Hipertensi Keadaan dimana  Ringan, sistolik Tensimeter mmHg

55
terjadi peningkatan (140-159 Stetoskop
tekanan darah di mmHg),
dalam arteri atau daistolik (90-99
tekanan systole > 140 mmHg)
mmhg dan tekanan  Sedang, sistolik
diastole sedikitnya 90 (160-179
mmHg. mmHg),
daistolik (100-
109 mmHg)
 Berat,sistolik
(180-209
mmHg), diastolic
(110-120)

F. Sumber Data

Sumber data yang digunakan peneliti adalah:

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan. Yang

termasuk data primer adalah transkip hasil wawancara, pengaruh sistem

penyimpanan arsip Koran suara merdeka terhadap kemudahan proses temu

kembali informasinya. Dan hasil temuan-temuan saat proses pelaksanaan

penelitian.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data

yang menunjang data primer yang bersumber dari buku, jurnal laporan

tahunan, literature dan dokumen lain yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

G. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

56
penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada

rancangan penelitian dan teknik instrument yang digunakan. Selama proses

pengumpulan data, peneliti memfokuskan pada penyediaan subjek,

melatih tenaga pengumpulan data (jika perlu), memperhatikan prinsip-

prinsip validitas dan reliabilitas, serta menyelesaikan masalah-masalah

yang terjadi agar dapat terkumpul sesuai dengan rencana yang ditetapkan

(Nursalam, 2018)

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang

direncanakan dan meliputi tanya jawab antar perawat dengan klien

yang berhubungan dengan masalah kesehatan lain. Untuk itu

kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan oleh perawat agar dapat

memperoleh data yang diperlukan (Nursalam, 2008). Wawancara

adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data,

dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan

dariresponden, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang

tersebut. Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui

suatu pertemuan atau percakapan.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Metode observasi adalah metode penelitian yang menggunakan

cara pengamatan terhadap objek yang menjadi pusat perhatian

penelitian. Metode observasi umumnya ditujukan untuk jenis penelitian

57
yang berusaha memberikan gambaran mengenai peristiwa yang

terjadi di lapangan (Muliawan, 2014).

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk

mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat,2008).

Pemeriksaan fisik dengan pedoman IPPA: Inpeksi, Plapasi, Perkusi.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi hasil dari pemeriksaan diagnostik saat dirawat di

rumahsakit dan data lain yang relevan. Pada penelitian ini, pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian keperawatan

(terlampir).

H. Analisis dan Penyajian Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lahan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan

cara mengemukakan fakta, selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban

yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang

dilakukanuntuk menjawab rumusan masalah. Tehnik analisis digunakan

dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan

data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada

58
sebagai bahanuntuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam analisis data adalah :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan selama pengkajian keperawatan dari hasil WOD

(wawancara, observasi, dokumentasi), Hasil pengkajian ditulis dalam

bentuk catatan lapangan, kemudian di salin dalam bentuk transkip (catatan

terstruktur).

2. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi

data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasilpemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.setelah itu menyusun

intervensi berdasarkan NANDA NIC NOC 2018 dan melakukan

implementasi sesuai intervensi yang ditetapkan sesuai dengan keadaan Klien

serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

3. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dengan tabel, gambar, bagan, maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan kemudian dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

59
I. Rencana Jalannya Penelitian

Langkah–langkah penelitian berguna untuk mempermudah

dalam menyelesaikan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Menentukan masalah, rumusan masalah, studi kepustakaan, studi

pendahuluan, penyusunan proposal penelitian dan instrumen,

mengajukan proposal pada dosen pembimbing, serta permohonan

izin penelitian kepada pihak-pihak yang terkait dan izin pengambilan data

kepada kepala puskesmas Karang Indah, Kelurahan Karang Indah, Distrik

Merauke, Kabupaten Merauke.

2. Tahap Pelaksanaan

Kontrak waktu dengan para responden, menjelaskan maksud dan

tujuan diadakannya penelitian, izin persetujuan penelitian dari para

responden, pembagian kuesioner, pengumpulan kuesioner, pegecekan

kelengkapan lembar jawaban responden, pengolahan data, analisa data dan

menarik kesimpulan dari hasil pene litian

3. Tahap Penyelesaian

a. Pengolahan data hasil tes.

b. Menganalisis data.

c. Membuat kesimpulan

J. Etika Penelitian

Etika mengambarkan aspek-aspek etik yang dipergunakan menjadi

pertimbangan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi Klien sampai

60
dengan proses dokumentasi yang dilakukan. Etika penelitian adalah suatu

bentuk sopan santun, tata susila dan budi pekerti dalam pelaksanaan

penelitian. Etika penelitian merupakan hal penting karena menggunakan

subjek manusia. Pada penelitian keperawatan hampir 90% subjek yang

dipergunakan adalah manusia (Nursalam,2016). Beberapa prinsip etika yang

dipergunakan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah voluntary

(keiklasan), dan confidentially (kerahasiaan), anonymity, informed consent.

1. Keiklasan (voluntary)

Klien mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia

menjadi subjek atau tidak, peneliti tidak berhak memaksa untuk

menjadi subjek penelitian yang bertentangan dengan keinginannya

(Nursalam,2016).

2. Kerahasiaan (confidentially)

Peneliti harus menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan

subjek, menggunakan informasi tersebut hanya untuk kegiatan

penelitian. Peneliti harus meyakinkan subjek penelitian bahwa semua

hasil tidak akan dihubungkan dengan mereka serta informasi yang telah

diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat

merugikan subjek (Nursalam, 2016).

3. Anonymity

Klien mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama, data cukup

61
dengan menggunakan inisial atau kode sehingga karakteristik pribadi

menjadi tidak dikenali (Nursalam, 2016).

4. Informed consent

Klien harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada

informedconsent juga dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2016).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 18 Januari 2021

Jam : 09.30 WIB

a. Biodata

1) Identitas Klien

a) Nama Klien : Ny. S

62
b) Tempat/Tanggal lahir : Tual, 8 Agustus 1956

c) Umur : 65 Tahun

d) Jenis Kelamin : Perempuan

e) Agama : Katolik

f) Pendidikan : SD

g) Suku/Bangsa : Kei /Indonesia

h) Bahasa Yang Dimengerti : Indonesia

i) Golongan Darah :B

j) Status Perkawinan : Kawin

k) TB/BB : 150cm/ 50 kg

l) Penampilan : Bersih, rapi

m) Alamat : Jalan Natuna RT 7/ RW 2

Kelurahan

Karang Indah, Kec. Merauke,

Merauke

b. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengeluh kepala sering pusing dan sakit daerah tengkuk

leher, nyeri bertambah saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat,

nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian kepala, skala nyeri 5, nyeri

hilang timbul.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan 3 tahun terakhir dan saat ini hipertensi,

keluhan saat ini kepala pusing, tengkuk terasa tegang dan nyeri

63
(skala 5 : nyeri sedang). Penggunaan obat amlodiphine basilate

dengan dosis 10mg di minum pada malam hari.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Orang tua klien (ibu) memiliki penyakit hipertensi dan (ayah)

klien klien memiliki panyakit asma. Klien tidak memiliki riwayat

penyakit. Klien mengatajan dalam keluarganya tidak ada riwayat penyakit

menular.

e. Riwayat keluarga/ susunan keluarga

KETERANGAN :

64
= GARIS PERNIKAHAN

= LAKI - LAKI

= PEREMPUAN

= SUDAH MENINGGAL

= KETURUNAN

= TINGGAL DALAM SATU RUMAH

Gambar 4.1
Genogram Keluarga Ny. S

f. Penyakit Yang diderita

Klien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak 3 tahun yang

lalu. Klien juga mengatakan belum pernah menjalani operasi ataupun

dirawat di rumah sakit.

g. Keluhan lain saat dikaji

Klien mengatakan ia tak pernah diberi pendidikan kesehatan

mengenai tekanan darah tinggi hanya diberikan obat saja. Klien

mengatakan susah berjalan karena kedua lututnya kaku sejak 3 tahun lalu.

Klien mengatakan untuk aktifitas terkadang dibantu oleh orang lain

h. Riwayat Pekerjaan

Klien mengatakan saat ini tidak bekerja. Klien merupakan seorang

ibu rumah tangga. Klien mengatakan sumber pendapatannya diperoleh

dari uang pensiunan suami.

i. Riwayat Lingkungan Hidup (tempat tinggal)

65
Klien saat ini tinggal bersama 2 anaknya di jalan Natuna. Rumah

yang saat ini ditinggali merupakan rumah pribadi yang dibeli bersama

suaminya. Lingkungan rumah tampak bersih dan pencahayaan cukup.

j. Riwayat rekreasi

Klien mempunyai hobbi memasak dan jalan-jalan. Setiap hari senin

dan kamis Ny.S selalu mengikuti kegiatan di gereja. Hari sabtu biasanya

Ny.S dan keluarganya pergi bersama untuk rekreasi.

k. Sistem Pendukung

Klien mengatakan sistem pendukung bagi kesehatanya adalah

Puskesmas Karang Indah yang hanya berjarak 1 km dari rumahnya.

Rumah sakit Umum Daerah Merauke berjarak 2km dari rumah klien.

1. Aktifitas Hidup Sehari-hari

Berdasarkan hasil pengkajian status fungsional Indeks Kemandirian

Katz, klien termasuk dalam katerogi B. Yang artinya klien mandiri dalam

hal mandi, berpakaian, ke kamar kecil, kontinen, dan makan. Klien

mengatakan masih memerlukan bantuan ketika naik atau turun tempat

tidur.

2. Pengkajian pola kesehatan Klien saat ini

a. Pola kegiatan sehari-hari

1) Nutrisi: Klien makan 3x sehari dengan porsi sedang, klien

makan secara teratur. Klien menyukai makan ikan, klien sangat

66
suka mengkonsumsi biskuit. Klien mengira boleh memakan

makanan asin.

2) Pola eliminasi: klien dalam sehari BAB 1 kali saja dan BAK 5-8

kali dalam sehari, tidak ada kesulitan saat eliminasi.

3) Pola istirahat dan tidur: Klien melakukan aktivitas secara

mandiri namun secara perlahan, klien menggunakan alat bantu

tongkat. Pola tidur klien 8 jam selama sehari.

4) Personal higiene: Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore,

membersihkan rambut 2 hari sekali menggunakan shampoo,

kuku bersih tidak kotor dan tidak panjang, mulut bersih tidak

ada sariawan, klien terlihat cukup bersih menggunakan baju

daster.

b. Pola hubungan dan interaksi sosial: Pola hubungan dan interaksi sosial

baik.

3. Pemeriksaan-pemeriksaan

a. Tanda-tanda vital:

1) Keadaan Umum : Baik

2) Kesadaran : Compos mentis

3) Suhu : 36 oC

4) Nadi : 87x/menit

5) Tekanan Darah : 160/100 mmHg

6) Pernafasan : 20x/menit

7) Tinggi Badan : 160cm

67
8) Berat Badan : 50kg

b. Pemeriksaan fisik

1) Kulit: Tidak terdapat perubahan pada kulit, keadaan kulit normal,

dan tidak terdapat kelainan, keadaan kuku bersih, warna kulit sawo

matang. Suhu kulit 37,3oC, turgor kulit elastis.

2) Kepala: Bentuk kepala oval, warna rambut hitam sedikit beruban

dan bersih, tidak kusut dan tidak berminyak. Tidak terdapat massa,

nyeri tekan dan tekstur rambut lembut.

3) Mata: Struktur luar bola mata normal dan antara mata kiri dan

kanan simetris, bentuk bola mata normal, pergerakan bola mata

normal, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak tampak ikterik,

pupil isokor, diameter pupil 2 mm, refleks cahaya +/+, ketajaman

penglihatan baik.

4) Telinga: Struktur luar normal, bagian dalam tampak bersih, tidak

terdapat perdarahan maupun sekret, fungsi pendengaran normal.

Tidak terdapat nyeri tekan

5) Hidung: Struktur luar normal, tidak terdapat deviasi, bagian dalam

bersih tidak tampak sekret, dan tidak terdapat perdarahan, fungsi

penciuman normal.

6) Mulut dan faring: Keadaan bibir normal dan simetris, keadaan gigi

dan gusi bersih, tidak tampak tanda-tanda peradangan, keadaan

mukosa mulut dan lidah bersih, tidak terdapat stomatitis. Fungsi

menelan baik tidak terdapat dysfagia.

68
7) Leher: Keadaan leher normal dan antara sisi kanan dan kiri

simetris, tidak terdapat kaku kuduk, tidak terdapat pembesaran

kelenjar limfe dan peningkatan vena jugularis, pergerakan leher

normal. Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat massa.

8) Dada: Bentuk simetris, pergerakan dada tidak menggunakan otot

bantu pernapasan, respirasi 20x/ menit, tidak terdapat luka, cacat

ataupun kelainan. Dari hasil pengkajian tidak terdapat kelainan.

9) Payudara: Kedua payudara simetris. Tak tampak adanya kelainan.

10) Paru-Paru: Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pada jalan nafas

Pada pengkajian tidak ditemukan sesak nafas, irama nafas teratur,

jenis pernafasan spontan pada palpasi dada tidak di temukan

adanya nyeri tekan, pada pemeriksaan perkusi dada bunyi sonor,

suara nafas vesikuler, dan tidak ada penggunaan otot bantu

pernapasan. Dari hasil pengkajian tidak ditemukan adanya

gangguan pada sistem pernafasan.

11) Jantung: Pada saat dipalpasi nadi perifer 87 x/menit dengan irama

yang teratur dan pada saat diauskultasi bunyi jantung terdengar

“LUP-DUP”. Berdasarkan hasil pengkajian tidak terdapat

kelainan pada sistem kardiovaskuler.

12) Abdomen: Tampak simetris antara sisi kanan dan sisi kiri, bising

usus 10x/menit.

13) Genetalia: Tidak ada luka pada genitalia, tidak terdapat nyeri dan

infeksi.

69
14) Anus dan rektum: Tak tampak adanya kelainan pada anus dan

rektum.

15) Musculoskeletal: Klien mengatakan susah berjalan karena kedua

lututnya kaku sejak 3 tahun lalu dan untuk aktifitas terkadang

dibantu oleh orang lain. Klien terkadang menggunakan tongkat

untuk berjalan. Tonus otot: 5 5

5 4

16) Neurologi

Tabel 4.1
Pemeriksaan 12 saraf kranial

No. Nervus Fungsi Hasil


Pemeriksaan
1 Olfaktorius Menerima ransangan dari hidung tidak ada kelainan,
dan mghantarkan ke otak untuk pasien dapat
diproses sebagai sensasi bau. membedakan bau
dengan baik.
2 Optikus Menerima ransangan dari mata tidak ada ganggua
dan mghantarkan ke otak untuk pada penglihatan
diproses sebagai sensasi visual pasien.
(penglihatan).
3 Oculomotorius Menggerakkan sebagian besar tidak ada gangguan
otot bola mata pada otot mata.
4 Trochlearis Menggerakkan beberapa otot Pergerakan bola mata
mata tidak terganggu
5 Abducen Melakukan gerakan abduksi Pergerakan mata tidak

70
mata terganggu
6 Trigeminus Sensori : menerima ransangan pasien dapat
dari wajah lalu diproses diotak merasakan nyeri tekan
sebagai ransangan yang sama
sentuhanMotorik :
menggerakkan rahang
7 Fasialis Sensori: menerima ransangan pasien dapat
dari bagian anterior lidah untuk merasakan dan
diproses di otak sebagai persepsi membedakan rasa
rasa. asam, manis, pahit dan
Motorik: mengendalikan otot asin.
wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah.
8 Vestibulotrochle Mengendalikan keseimbangan Pasien dapat
aris tubuhMenerima ransangan dari mendengar dengan
telinga untuk dip roses di otak baik, tidak
sebagai suara mengalami gangguan
keseimbangan.
9 Glassofaringeus Sensori: menerima ransangan tidak ada ganggun
dari bagian posterior lidah
sebagai sensi rasaMotoris :
mengendalikan organ-organ
dalam
10 Vagus Sensori: menerima ransangan tidak ada ganggun
dari organ-organ dalamMotoris :
mengendalikan organ-organ
dalam
11 Assesorius Mengendalikan pergerakan Tidak ada gangguan
kepala pada pergerakan
kepala
12 Hipoglasus Mengendalikan pergerakan lidah pasien mampu
menggerakkan lidah
dari kiri ke kanan dan
sebaliknya.

4. Status Kognitif/Afektif, sosial dan emosional

a. Status fungsional

Tabel 4.2

71
Penilain status fungsional Indeks Barthel

No Jenis Aktifitas Nilai Penilaian


Bantuan Mandir
i
1 Makan/minum 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke 10 10
tempat tidur/ sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, 5 5
menyisir, dll
4 Keluar/masuk kamar mandi 10 10
5 Mandi 5 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 10
7 Naik turun tangga 5
8 Berpakaian/ bersepatu 10 10
9 Mengontrol defekasi 10 10
10 Mengontrol Berkemih 10 10
Jumlah 90

Pasien mampu melakukan semua aktivitas makan/minum,

kebersihan diri, keluar masuk kamar mandi, berjalan, naik turun

tangga, berpakaian/ bersepatu, mengontrol BAB/BAK. Nilai indeks

barthel: 90. Kesimpulannya : dependen ringan.

b. Status kognitif (status portable mental statusquestsionare/SPMSQ)

Klien mampu mengetahui nama tempat tinggal, alamat

tempat tinggal, tempat tanggal lahir dan ingat nama ibunya, pasien

lupa umurnya klien. Klien mengetahui presiden sekarang dan

sebelumnya. Nilai status kognitif: 9. Kesimpulanya : Ny. S

memiliki kemampuan fungi intelektual utuh.

c. Mini Mental Status Exam (MMSE)

72
Pada fase orientasi pasien hanya mengetahui tahun, musim,

negara, provinsi untuk bulan tanggal dan hari pasien tidak

mengetahui. Pada fase registrasi, pasien mampu menyebutkan 3 dari

3 objek yang disebutkan petugas. Pada fase atensi dan kalkulasi.

Pasien mampu mengurangi angka 100 dengan 7,6,5,4,3

tetapi membutuhkan waktu untuk bisa menjawabnya dan pasien

nampak binggung mengeja kata dunia secara terbalik. Pada fase

mengingat kembali, pasien mampu menyebutkan 3 dari 3 benda yang

ditunjuk petugas. Pada fase pengertian verbal, pasien mampu

mengulang kata-kata yang diucapkan petugas. Pada fase pengertian

verbal, pasien mampu melakukan perintah yang ditulis petugas. Pada

fase perintah tertulis, pasien mampu melakukan perintah yang

ditulis petugas. Pada fase menulis kalimat, pasien mampu menulis

satu kalimat yang bermakna. Pada fase menggambar kontruksi,

pasien bisa menirukan gambar yang diberikan petugas. Nilai MMSE :

25. Kesimpulanya : Klien tidak mengalami gangguan kognitif.

d. Status fungsi sosial (APGAR Keluarga)

Klien mengatakan dapat kembali ke keluarganya. Klien

mengatakan puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung

keinginan dalam melakukan aktivitas. Pasien mengatakan

kadang-kadang teman-temannya mengekspresikan afek dan

berespon terhadap emosi seperti marah, sedih, atau mencintai.

Nilai : 7. Kesimpulanya : Klien memiliki fungsi keluarga baik.

73
5. Identifikasi masalah emosional

Klien mengatakan tidak mengalami sukar tidur, dan tidak

mengalami rasa was-was dan khawatir. Kesimpulanya klien tidak

memiliki masalah emosionl.

2. Klasifikasi Data

Tabel 4.3
Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
1. Klien mengeluh sering sakit kepala 1. Klien tampak menahan nyeri dan
dan terasa berat dibagian memegangi kepala bagian belakang.
belakang. 2. Pengkajian nyeri:
2. Klien mengatakan nyeri bertambah
P : nyeri bertambah saat
saat beraktivitas dan berkurang
beraktivitas dan berkurang saat
saat istirahat istirahat
3. Klien mengatakan nyeri seperti Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
ditusuk-tusuk,

74
4. Klien mengatakan nyeri dirasakan R : nyeri dibagian kepala,
dibagian kepala, dengan skala nyeri 5 S : skala nyeri 5,
5. Klien mengatakan nyeri hilang T : nyeri hilang timbul.
timbul. 3. Tanda – Tanda Vital :
6. Klien mengatakan ia tak pernah
diberi pendidikan kesehatan TD : 160/100 mmHg
mengenai tekanan darah tinggi hanya N : 87 x/menit
diberikan obat saja 4. Klien mengira boleh memakan
7. Klien mengatakan susah berjalan makanan asin
karena kedua lututnya kaku sejak 3 5. Pengkajian Status Fungsional
tahun lalu Barthel Indeks menunjukkan angka 90
8. Klien mengatakan untuk aktifitas ketergantungan sebagian
terkadang dibantu oleh orang lain 6. Klien terkadang menggunakan
tongkat untuk berjalan
7. Klien tampak binggung dan tidak bisa
menjawab ketika ditanya tentang
penyakitnya.
8. Tonus otot: 5 5
5 4

3. Analisa Data

Tabel 4.4
Analisa Data
NO Hari/Tanggal Data Etiologi Masalah

1. Jumat DS : Peningkatan Nyeri


8 Januari 2021 1. Klien mengeluh tekanan vaskuler
sering sakit kepala selebral
dan terasa berat
dibagian belakang.
2. Klien mengatakan

75
nyeri bertambah
saat beraktivitas dan
berkurang saat
istirahat
3. Klien mengatakan
nyeri seperti
ditusuk-tusuk,
4. Klien mengatakan
nyeri dirasakan
dibagian kepala,
dengan skala nyeri 5
5. Klien mengatakan
nyeri hilang timbul.
DO :
1. Klien tampak
menahan nyeri dan
memegangi kepala
bagian belakang.
2. Pengkajian nyeri:
P : nyeri
bertambah saat
beraktivitas dan
berkurang saat
istirahat
Q : nyeri seperti
ditusuk-tusuk,
R : nyeri dibagian
kepala,
S : skala nyeri 5,
T : nyeri hilang
timbul.
3. Tanda – Tanda Vital :
TD : 160/100 mmHg
N : 87 x/menit
2 Jumat DS: Kekakuan sendi Gangguan
8 Januari 2021 1. Klien mengatakan Mobilitas
susah berjalan karena Fisik
kedua lututnya kaku
sejak 3 tahun lalu
2. Klien mengatakan
untuk aktifitas
terkadang dibantu
oleh orang lain
DO:
1. Pengkajian Status
Fungsional Barthel

76
Indeks menunjukkan
angka 110
ketergantungan
sebagian
2. Klien terkadang
menggunakan
tongkat untuk
berjalan
3. Tonus otot
5 5
5 4
3 Jumat DS: Kurang terpapar Defisit
8 Januari 2021 1. Klien mengatakan ia informasi pengetahuan
tak pernah diberi
pendidikan kesehatan
mengenai tekanan
darah tinggi hanya
diberikan obat saja
DO:
1. Klien mengira boleh
memakan makanan
asin
2. Klien tampak
binggung dan tidak
bisa menjawab ketika
ditanya tentang
penyakitnya.

4. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.5
Diagnosa Keperawatan
No Tanggal Ditemukan Diagnosa Keperwatan

1. 8 Januari 2021 Nyeri berhubungan dengan Peningkatan


tekanan vaskuler selebral.
2. 8 Januari 2021 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan
dengan kekakuan sendi.

77
3. 8 Januari 2021 Defisit pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi

78
5. Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 4.6
Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Setelah dilakukan NIC : 8 Jan 2021 8 Jan 2021
berhubungan tidakan kepeawatan Pain Managemen 10.00 WIT 14.00 WIT
dengan selama 3 hari, 1. Kaji tanda-tanda vital 1. Mengetahui 1. Mengkaji tanda – S:
Peningkatan diharapkan pasien : kondisi umum tanda vital.  Klien
tekanan vaskuler NOC : pasien Hasil : -TD : mengatakan
selebral. Pain Level, Pain 160/100 mmHg sakit kepala
control, Comfort -Nadi : 87x/mnt dan daerah
DS : level Kriteria Hasil: -RR : 20x/mnt. tengkuk
1. Klien  Mampu leher.
mengeluh mengontrol 10.15 WIT  P : nyeri
sering sakit nyeri (tahu 2. Lakukan pengkajian 2. Memantau skala 2. Melakukan bertambah
kepala dan penyebab nyeri, nyeri secara nyeri yang pengkajian nyeri saat
terasa mampu komprehensif termasuk dirasakan secara berkala beraktivitas
berat menggunakan lokasi, karakteristik, Hasil : Ny.S dan
dibagian tehnik durasi, frekuensi, mengatakan sakit berkurang
belakang. nonfarmakologi kualitas dan faktor kepala dan daerah saatistirahat
2. Klien untuk mengurangi presipitasi tengkuk leher  Q : nyeri
mengatakan nyeri, mencari dengan skala seperti
nyeri bantuan nyeri 5 ditusuk-
bertambah

79
saat  Melaporkan 10.30 WIT tusuk
beraktivitas bahwa nyeri 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui 3. Mengobservasi  R : nyeri
dan berkurang dengan nonverbal dari respon pasien reaksi nonverbal dibagian
berkurang menggunakan ketidaknyamanan dari kepala
saat istirahat manajemen nyeri. ketidaknyamanan  S : skala
3. Klien  Mampu mengenali Hasil : pasien nyeri 5
mengatakan nyeri (skala, mengatakan  T : nyeri
nyeri seperti intensitas, kepanasan pada hilang
ditusuk-tusuk, frekuensi dan siang hari timbul
4. Klien tanda nyeri). O:
mengatakan  Menyatakan rasa 10.45 WIT  Ny.W
nyeri nyaman setelah 4. Gunakan teknik 4. Untuk 4. Menggunakan tampak
dirasakan nyeri berkurang komunikasi terapeutik mendapatkan teknik menahan
dibagian  Tanda vital dalam untuk mengetahui informasi yang komunikasi nyeri dan
kepala, rentang normal. pengalaman nyeri jelas. terapeutik untuk memegangi
dengan skala pasien. mengetahui kepala
nyeri 5 pengalaman nyeri bagian
5. Klien pasien. belakang,
mengatakan Hasil :Ny.S  TD :
nyeri hilang mengatakan sakit 160/100
timbul. kepala dan daerah mmHg
DO : tengkuk leher  Nadi :
1. Klien 87x/menit
tampak 11.00 WIT
 Pernapasan
menahan 5. Kontrol lingkungan 5. Mengetahui hal- 5. Mengontrol
: 20x/menit.
nyeri dan yang dapat hal yang dapat lingkungan yang
A :
memegangi mempengaruhi nyeri meningkatkan dapat
Masalah belum
kepala seperti suhu ruangan, rasa nyeri mempengaruhi
teratasi.

80
bagian pencahayaan dan nyeri seperti suhu P :
belakang. kebisingan. ruangan, Intervensi
2. Pengkajian pencahayaan dan 1,2 , 5 , 6 d a
nyeri: kebisingan. n 7 lanjutkan.
P : nyeri Hasil :
bertambah lingkungan
saat tampak tenang
beraktivitas dan mendapatkan
dan cahaya yang
berkurang cukup.
saat istirahat
Q : nyeri 11.10 WIT
seperti 6. Lakukan tindakan non 6. Merupakan 6. Melakukan
ditusuk- farmakologi berupa tindakan untuk kompres hangat
tusuk, kompres hangat dan mencegah nyeri dan pijatan pada
R : nyeri pijatan pada kepala kambuh daerah kepala.
dibagian Hasil : klien
kepala, mengatakan
S : skala merasa nyaman
nyeri 5, saat di pijat
T : nyeri
hilang 11.30 WIT
timbul. 7. Anjurkan pasien 7. Merupakan 7. Menganjurkan
3. Tanda – istirahat yang cukup. tindakan untuk pasien istirahat
Tanda Vital : mengurangi yang cukup. Hasil
TD : 160/100 nyeri yang : pasien mau
mmHg dirasakan. beristirahat.
N : 87 x/menit

81
11.40 WIT
8. ajarkan pada klien 8. Untuk 8. Mengajarkan
tentang pola hidup mengetahui pada klien
sehat seperti rajin pengaruh dari tentang pola
olahraga, makan yang tindakan yang hidup sehat
bergizi dan istirahat diberikan. seperti rajin
yang cukup olahraga, makan
yang bergizi dan
istirahat yang
cukup.
Hasil : pasien
menyimak dan
bersedia
melakukannya.

2. Gangguan Setelah dilakukan NIC: 8 Jan 2021


Mobilitas Fisik tidakan kepeawatan Exercise therapy : 8 Jan 2021 14.00 WIT
berhubungan selama 3 hari, ambulation 11.45 WIT S:
dengan diharapkan pasien : 1. Kaji kemampuan klien 1. Untuk 1. Mengkaji  Klien
kekakuan sendi. NOC dalam mobilisasi. mengetahui kemampuan klien mengatakan
DS:  Joint Movement : sejauh mana dalam mobilisasi. mampu
1. Klien Active mobilisasi yang Hasil: menggerakan
mengatakan  Mobility Level dapat dilakukan. Klien mengatakan kaki kanan .
susah  Self care : ADLs kesulitan untuk  Klien
berjalan  Transfer berjalan dan kaki mengatakan
karena Performance kanan lemah sulit melatih
kedua Hasil: gerak dan

82
lututnya  Klien meningkat 11.50 WIT jarang
kaku sejak dalam aktivita 2. Kaji luasnya kerusakan 2. Untuk 2. Mengkaji luasnya melakukan
3 tahun lalu  Mengerti tujuan secara teratur. mengetahui kerusakan secara ROM.
2. Klien dari peningkatan luasnya teratur.  Klien
mengatakan mobilita kerusakan dan Hasil: mengatakan
untuk  Bantu untuk hambatan Klien mengatakan dapat
aktifitas mobilisasi (walker) mobilisasi. bagian atau merubah
terkadang anggota tubuh posisi.
dibantu oleh yang tidak bisa  Klien
orang lain digunakan dan mengatakan
DO: digerakkan pada mampu
1. Pengkajian ekstremitas mengangkat
Status bawah bagian kaki kanan
Fungsional kanan. yang lemah
Barthel secara
Indeks 11.55 WIT mandiri
menunjukkan 3. Lakukan latihan 3. Meningkatkan 3. Melakukan dengan
angka 110 tentang gerak aktif sirkulasi, latihan tentang perlahan.
ketergantung pada ekstremitas membantu gerak aktif pada O:
an sebagian (ROM). mencegah ekstremitas  Klien tampak
2. Klien kontraktur. (ROM). mampu
terkadang Hasil: menggerakan
menggunaka Klien mengatakan ekstremitas
n tongkat kaki kananbila bawah bagian
untuk digerakkan sakit kanan,
berjalan Kaki kanan klien adanya
tampak lemah peningkatan
pergerakan

83
3. Tonus otot 12.10 WIT mobilisasi.
5 5 4. Anjurkan klien 4. Pergerakan agar 4. Menganjurkan A:
5 4 bagaimana merubah mengurangi klien bagaimana Masalah
posisi dan berikan hambatan merubah posisi teratasi
bantuan jika diperlukan mobilisasi dan berikan sebagian
bantuan jika P:
diperlukan Lanjutkan
Hasil: intervensi
Klien mengatakan 1,2,3,4 dan 5
bila ingin
merubah posisi
secara perlahan.
Klien tampak
menunjukkan
adanya
peningkatan
aktivitas

12.15 WIT
5. Anjurkan klien untuk 5. Untuk latihan 5. Menganjurkan
membantu pergerakan aktif danrespon klien untuk
dan latihan dengan baik ekstremitas membantu
menggunakan yang tidak sakit. pergerakan dan
ekstremitas yang tidak latihan dengan
sakit untuk menyokong menggunakan
yang lemah. ekstremitas yang
tidak sakit untuk
menyokong yang

84
lemah.
Hasil:
Klien mengatakan
bila menggerakan
kaki kanan harus
dibantu

3. Defisit Setelah dilakukan NIC 8 Jan 2021 8 Jan 2021


pengetahuan tidakan kepeawatan Teaching : disease process 12.30 WIT 14.00 WIT
berhubungan selama 3 hari, 1. Jelaskan patofisiologi 1. Dengan 1. Menjelaskan S:
dengan kurang diharapkan pasien : dari penyakit dan menjelaskan patofisiologi dari • Klien
terpapar NOC bagaimana hal ini patofisiologi penyakit dan mengatakan
informasi  Knowledge : berhubungan dengan penyakit bagaimana hal ini masih
DS: disease process anatomi dan fisiologi diharapkan berhubungan binggung
1. Klien  Knowledge : klien lebih dengan anatomi dengan
mengatakan health behaviour memahami dan fisiologi penjelasan
ia tak pernah Hasil: penyakitnya. Hasil: yang diberikan.
diberi Pasien O:
 Pasien
pendidikan mengatakan • Klien tampak
menyatakan
kesehatan masih agak mendengarkan
pemahaman
mengenai binggung dengan penjelasan
tentang penyakit, yang diberikan.
tekanan paragnosis dan penjelasan yang
• Klien tampak
darah tinggi program pengobata diberikan.
tidak bisa
hanya  Pasien mampu mengulangi
diberikan menjelaskan 12.45 WIT
penjelasan
obat saja kembali apa yang 2. Gambarkan tanda dan 2. Menginformasi 2. Menggambarkan
yang diberikan.
DO: telah dijelaskan gejala yang biasa kan tanda dan tanda dan gejala
A:
1. Klien perawat muncul pada penyakit gejala, membuat yang biasa Masalah belum

85
mengira tingkat muncul pada teratasi.
boleh kesadaran klien penyakit P:
memakan meningkat. Hasil: Lanjukan
makanan Pasien intervensi
asin mengatakan 1,2,3,4,dan 5
2. Klien tampak masih agak
binggung binggung dengan
dan tidak penjelasan yang
bisa diberikan.
menjawab
ketika 12.50 WIT
ditanya 3. Identifikasi 3. Mengetahui 3. Identifikasi
tentang kemungkinan penyebab penyebab kemungkinan
penyakitnya. sakitnya penyebab
membantu klien Hasil:
untuk patuh Pasien
terhadap mengatakan
pengobatan. mungkin
penyebab
sakitnya karena
penyakit
keturunan.

12.55 WIT
4. Sediakan informasi 4. Membantu 4. Sediakan
pada pasien tentang peningkatan informasi pada
kondisi pemahaman pasien tentang
klien kondisi

86
Hasil:
Pasien
mengatakan
binggung kenapa
tidak boleh
makan asin.

13.00 WIT
5. Diskusikan pilihan 5. Dengan 5. Diskusikan
terapi atau penanganan berdiskusi pilihan terapi atau
diharapkan penanganan
klien ikut Hasil:
berpartisipasi Klien mengatakan
dengan rutin meminum
pengobatannya. obat yang
diberikan oleh
dokter.

87
5. Catatan Perkembangan

a. Hari I

Tabel 4.7
Catatan Perkembangan Hari I
No Tanggal DX Jam Implementasi Evaluasi
.
1 9 Jan 1 09.00 1. Mengkaji tanda – S:
2021 WIT tanda vital.  Ny.S
Hasil : -TD : mengatakan
150/100 mmHg masih sakit
-Nadi : 80x/mnt kepala,
-RR : 20x/mnt.  P : nyeri
bertambah
09.15 2. Melakukan saat
WIT pengkajian nyeri beraktivitas
secara berkala dan
Hasil : Ny.S tampak berkurang
menahan nyeri. saatistirahat
.
09.30 3. Mengontrol  Q : nyeri
WIT lingkungan yang seperti
dapat mempengaruhi ditusuk-
nyeri seperti suhu tusuk.
ruangan,  R : nyeri
pencahayaan dan dibagian
kebisingan. kepala
Hasil : lingkungan  S : skala
tampak tenang dan nyeri 4
mendapatkan cahaya  T : nyeri
yang cukup. hilang
timbul.
4. Melakukan kompres O :
09.45 hangat dan pijatan
 Ny.S
WIT pada daerah kepala.
tampak
Hasil : Ny.S
menahan
mengatakan merasa
nyeri dan
nyaman saat di pijat
memegangi
kepala
5. Menganjurkan Klien
bagian
10.00 istirahat yang cukup.
belakang
WIT Hasil : Ny.S mau
 TD :
beristirahat.
150/100
mmH

88
 Nadi :
80x/menit.-
 Pernapasan
: 20x/menit.
A :
masalah
belum teratasi.
P : lanjutkan
intervensi
1,2,6 dan 7

2 9 Jan 2 10.15 1. Mengkaji S:


2021 WIT kemampuan klien  Klien
dalam mobilisasi. mengatakan
Hasil: mampu
Klien mengatakan menggeraka
kesulitan untuk n kaki
berjalan dan kaki kanan .
kanan lemah  Klien
mengatakan
10.30 2. Mengkaji luasnya sulit
WIT kerusakan secara melatih
teratur. gerak dan
Hasil: jarang
Klien mengatakan melakukan
bagian atau anggota ROM.
tubuh yang tidak bisa  Klien
digunakan dan mengatakan
digerakkan pada dapat
ekstremitas bawah merubah
bagian kanan. posisi.
 Klien
10.40 3. Melakukan latihan mengatakan
WIT tentang gerak aktif mampu
pada ekstremitas mengangkat
(ROM). kaki kanan
Hasil: yang lemah
Klien mengatakan secara
kaki kananbila mandiri
digerakkan sakit dengan
Kaki kanan klien perlahan.
tampak lemah O:
Klien tampak
10.55 4. Menganjurkan klien mampu
WIT bagaimana merubah menggerakan
posisi dan berikan ekstremitas

89
bantuan jika bawah bagian
diperlukan kanan, adanya
Hasil: peningkatan
Klien mengatakan pergerakan
bila ingin merubah mobilisasi.
posisi secara A:
perlahan. Masalah
Klien tampak teratasi
menunjukkan adanya sebagian
peningkatan aktivitas P:
11.00 5. Menganjurkan klien Lanjutkan
WIT untuk membantu intervensi
pergerakan dan 1,2,3,4 dan 5
latihan dengan
menggunakan
ekstremitas yang
tidak sakit untuk
menyokong yang
lemah.
Hasil:
Klien mengatakan
bila menggerakan
kaki kanan harus
dibantu

3 9 Jan 3 11.15 1. Menjelaskan S:


2021 WIT patofisiologi dari Klien
penyakit dan mengatakan
bagaimana hal ini mengerti
berhubungan dengan dengan
anatomi dan fisiologi penjelasan
Hasil: yang
Klien mengatakan diberikan.
mengerti dengan O:
penjelasan yang Klien tampak
diberikan. mendengarkan
penjelasan
11.30 2. Menggambarkan yang
WIT tanda dan gejala yang diberikan.
biasa muncul pada Klien tampak
penyakit bisa
Hasil: mengulangi
Klien mengatakan penjelasan
mengerti dengan yang
penjelasan yang diberikan.
diberikan. A:

90
Masalah
11.45 3. Identifikasi teratasi.
WIT kemungkinan P:
penyebab Hentikan
Hasil: intervensi
Klien mengatakan
mungkin penyebab
sakitnya karena
penyakit keturunan.

12.00 4. Sediakan informasi


WIT pada Klien tentang
kondisi
Hasil:
Klien mengatakan
mengerti dengan
penjelasan yang
diberikan.

12.15 5. Diskusikan pilihan


WIT terapi atau
penanganan
Hasil:
Klien mengatakan
rutin meminum obat
yang diberikan oleh
dokter.

91
b. Hari II
Tabel 4.8
Catatan Perkembangan Hari II
No Tangg DX Jam Implementasi Evaluasi
. al
1 10 Jan 1 09.00 1. Mengkaji tanda – S:
2021 WIT tanda vital.  Ny.S
Hasil : -TD : mengatakan
140/100 mmHg merasa
-Nadi : 90x/mnt nyaman dan
-RR : 22x/mnt. enakan.
O :
09.15 2. Melakukan  Ny.S tampak
WIT pengkajian nyeri nyaman
secara berkala  TD : 140/100
Hasil : Ny.S mmHg
mengatakan tidak  Nadi :
merasa nyeri. 80x/menit.
 Pernapasan :
09.30 3. Melakukan kompres 20x/menit.
WIT hangat dan pijatan  A :
pada daerah kepala. Masalah
Hasil : Ny. S teratasi.
mengatakan merasa
 P :
nyaman saat di pijat
Intervensi
dipertahankan
09.45 4. Menganjurkan Klien
.
WIT istirahat yang cukup
Hasil : Ny.S mau
beristirahat.

2 10 Jan 2 10.00 1. Mengkaji kemampuan S :


2021 WIT klien dalam mobilisasi.  Klien
Hasil: mengatakan
Klien mengatakan mampu
kesulitan untuk menggerakan
berjalan dan kaki kaki kanan .
kanan lemah  Klien
mengatakan
10.15 2. Mengkaji luasnya sulit melatih
WIT kerusakan secara gerak dan
teratur. jarang
Hasil: melakukan
Klien mengatakan ROM.
bagian atau anggota  Klien

92
tubuh yang tidak bisa mengatakan
digunakan dan dapat
digerakkan pada merubah
ekstremitas bawah posisi.
bagian kanan.  Klien
mengatakan
10.30 3. Melakukan latihan mampu
WIT tentang gerak aktif mengangkat
pada ekstremitas kaki kanan
(ROM). yang lemah
Hasil: secara
Klien mengatakan kaki mandiri
kananbila digerakkan dengan
sakit perlahan.
Kaki kanan klien O:
tampak lemah Klien tampak
mampu
10.45 4. Menganjurkan klien menggerakan
WIT bagaimana merubah ekstremitas
posisi dan berikan bawah bagian
bantuan jika kanan, adanya
diperlukan peningkatan
Hasil: pergerakan
Klien mengatakan bila mobilisasi.
ingin merubah posisi A:
secara perlahan. Masalah teratasi
Klien tampak P:
menunjukkan adanya Hentikan
peningkatan aktivitas intervensi

11.00 5. Menganjurkan klien


WIT untuk membantu
pergerakan dan latihan
dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak
sakit untuk
menyokong yang
lemah.
Hasil:
Klien mengatakan bila
menggerakan kaki
kanan harus dibantu

93
B. Pembahasan

Penulis akan menguraikan pembahasan antara tinjauan teoritis dengan

laporan kasus penelitian. Dalam pembahasan ini penulis mencoba

membandingkan antara tinjauan teoritis dan laporan kasus Asuhan

Keperawatan Gerontik Pada Ny. S dengan Hipertensi di Puskesmas Karang

Indah Kabupaten Merauke dengan mengikuti tahap-tahap proses

keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian Keperawatan

Pada pengkajian keperawatan secara teori yang ada pada BAB II

halaman 41 hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan hipertensi adalah

penyakit yang diderita satu tahun terakhir. Pada tahap ini penulis mengarah

pada format pengkajian yang telah disediakan dari institusi, mengacu

pada proses pengkajian yang terdapat pada tinjauan teoritis, dan konsep

pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Untuk tehnik mengumpulkan data

dengan cara melakukan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi klien, dan

melihat status. Terdapat beberapa kendala karena kurang lengkapnya

catatan keperawatan, alat pengukur tekanan darah yang tidak valid

(rusak), hasil penunjang yang tidak memadai karena belum tersedianya

laboratorium, sertakurang lengkapnya buku-buku edisi terbaru tentang

pemenuhan kebutuhan pada lansia dengan hipertensi.

Pada tinjauan teori, penyebab dan tanda gejala dari hipertensi yaitu

genetik, usia, stress fisik dan psikis obesitas, pola makan tidak sehat, kurang

94
aktivitas fisik, dengan tanda gejala sakit kepala, biasanya di tengkuk dan

leher, dapat muncul saat terbangun, dan berkurang saat siang hari.

Tanda gejala lain terjadi akibat kerusakan organ target dan dapat

mencakup nokturia, bingung, mual dan muntah, dan gangguan penglihatan.

Pada tinjauan teoritis menurut Abraham Maslow terdapat

kebutuhan dasar manusia yaitu, fisiologis (oksigen), cairan (minum),

nutrisi (makan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, istirahat tidur, serta

kebutuhan seksual, rasa aman nyaman, kebutuhan rasa dicintai, harga diri,

kebutuhan aktualisasi diri. Namun, pada penderita hipertensi kebutuhan

dasar yang terganggu menurut teori maslow yang ada pada kasus Ny.S

adalah kebutuhan rasa aman dan keselamatan, hal ini terjadi klien

mengatakan sering merasakan sakit kepala jika darahnya tinggi kepala

terasa berat, sering pusing, pandangan sering menjadi kabur.

Pada landasan teori hipertensi seharusnya klien mendapatkan

pemeriksaan penunjang dan laboratorium yang spesifik mengenai

hipertensi, seperti pemeriksaan EKG, CT scan, IUP serta data

laboratorium yang meliputi : kolestrol total serum, kolestrol LDL dan HDL

serum, Trigliserida serum, hemoglobin, hematokrit. Sedangkan data yang

didapatkan oleh penulis hanya pemeriksaan tekanan darah dan

mendokumentasikan selama 3 hari perawatan pada tanggal 8-10 Januari

2021.

Pada aspek sosial secara teori lansia akan mengalami gangguan

dalam bersosialisasi, karena lansia cenderung memusatkan diri pada

95
persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematian, sedangkan

pada kasus Ny.S tidak ditemukan, karena Ny.S masih bisa bersosialisasi

dengan biak dan berinteraksi dengan lansia lainnya, serta masih aktif dalam

kegiatan-kegiatanyang diadakan di lingkungan tempat tinggalnya.

Pada aspek psikologis secara teoritis lansia akan mengalami gejala

psikologis berupa rasa takut, tegang, depresi, mudah sedih, mudah

marah, mudah tersinggung dan curiga karena seorang lansia tidak

dibutuhkan lagi, sedangkan pada kasus Ny.S tidak ditemukan gangguan

psikologis, Ny.S saat di wawancara menunjukan ekspresi wajah senang,

klien juga terbuka dengan masalah-masalah yang dihadapi.

Pada aspek spiritual secara teoritis bahwa lansia akan matur dalam

kehidupan keagamaannya, sementara pada kasus Ny.S cukup baik

dalam melakukan ibadah klien yang ditunjukan dengan klien mengatakan

rajin beribah 1 minggu sekali di gereja, hal ini sesuai dengan tinjauan

teoritis bahwa lansia akan matur dalam kehidupan keagamaannya.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah melakukan proses pengkajian dan data yang

terkumpul dikelompokkan sesuai dengan masalahnya, maka penulis

merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data-data tersebut.

Berdasarkan teori diagnosa yang terdapat pada pasien hipertensi,

yaitu:

a. Penurunan curah jantung berhubungan denganpeningkatan afterload,

vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuer, iskemia miokard.

96
b. Nyeri akut berhubungan denganpeningkatan tekanan vaskuler

serebral dan iskemia.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan retensi Na.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen.

e. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan mekanisme koping

tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.

f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan

dengan gangguan sirkulasi oksigan ke otak.

g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit dan perawatan diri.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus adalah:

a. Nyeri berhubungan dengan Peningkatan tekanan vaskuler selebral.

Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 8 Januari 2021 didapatkan

data: klien mengeluh sering sakit kepala dan terasa berat dibagian

belakang, nyeri bertambah saat beraktivitas dan berkurang saat

istirahat, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian kepala, skala nyeri

5, nyeri hilang timbul dan klien tampak menahan nyeri dan memegangi

kepala bagian belakang. Berdasarkan data tersebut penulis mengangkat

diagnosa nyeri.

b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

Diagnosa keperawatan ini penulis angkat karena berdasarkan hasil

pengkajian keperawatan pada tanggal 8 Januari 2021 yang didapatkan

97
data klien mengatakan susah berjalan karena kedua lututnya kaku

sejak 3 tahun lalu dan, klien mengatakan untuk aktifitas terkadang

dibantu oleh orang lain dan berdasarkan pengkajian status fungsional

barthel indeks menunjukkan angka 90 yang berarti ketergantungan

sebagian, klien terlihat menggunakan tongkat untuk berjalan, kaki kiri

klien mengalami kelemahan dengan tonus otot 4.

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Diagnosa keperawatan ini penulis angkat karena berdasarkan hasil

pengkajian keperawatan pada tanggal 8 Januari 2021 yang didapatkan

data mengatakan ia tak pernah diberi pendidikan kesehatan mengenai

tekanan darah tinggi hanya diberikan obat saja, klien mengira boleh

memakan makanan asin dan klien tampak binggung dan tidak bisa

menjawab ketika ditanya tentang penyakitnya.

Diagnosa Keperwatan yang tidak muncul pada kasus adalah:

a. Penurunan curah jantung berhubungan denganpeningkatan afterload,

vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuer, iskemia miokard.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan retensi Na.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen.

d. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan mekanisme koping

tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.

e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan

dengan gangguan sirkulasi oksigan ke otak.

98
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus namun tidak muncul

pada teori adalah gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan

sendi.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan

yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan dari intervensi

keperawatan yaang dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter &

Perry, 2005).

Diagnosa keperawatan yang diangkat selanjutnya dibuat

rencana asuhan keperawatan sebagai tindakan pemecah masalah

keperawatan dimana penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan

diagnosa keperawatan kemudian menetapkan tujuan dan kriteria hasil,

selanjutnya menetapkan tindakan yang tepat.

Adapun perencanaan yang penulis buat pada setiap diagnosa

keperawatan adalah sebagai berikut:

a. Nyeri berhubungan dengan Peningkatan tekanan vaskuler selebral.

Intervensi yang direncanakan:

1) Kaji tanda-tanda vital

2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

3) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

4) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.

99
5) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

6) Lakukan tindakan non farmakologi berupa kompres hangat dan pijatan

pada kepala

7) Anjurkan pasien istirahat yang cukup.

8) Ajarkan pada klien tentang pola hidup sehat seperti rajin olahraga,

makan yang bergizi dan istirahat yang cukup

b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

Intervensi yang direncanakan:

1) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.

2) Kaji luasnya kerusakan secara teratur.

3) Lakukan latihan tentang gerak aktif pada ekstremitas (ROM).

4) Anjurkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan

5) Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong yang

lemah.

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Intervensi yang direncanakan:

1) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi dan fisiologi

2) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

3) Identifikasi kemungkinan penyebab

100
4) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi

5) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu tindakan yang diberikan kepada pasien

bertujuan agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal.

Implementasi dilakukan dimana penulis dibantu oleh keluarga pasien dan

tim kesehatan dalam melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan klien.

Implementasi dilakukan mengacu pada diagnosa keperawatan dan intervensi

yang penulis buat dengan memperhatikan respon dari pasien. Dalam

melakukan implementasi penulis tidak terlalu banyak mengalami kesulitan

karena implementasi yang dilakukan sesuai dengan respon keluhan pasien.

Dalam kasus ini implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang

direncanakan sebelumnya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap langkah akhir dalam keperawatan yang

merupakan suatu hasil dari semua perencanaan dan pelaksanaan yang telah

dilakukan. Evaluasi menentukan apakah tujuan tercapai atau tidak.

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan selama 3 hari dari

hari tanggal 8-10 Januari 2021. Adapun evaluasi yang penulis peroleh:

a. Nyeri berhubungan dengan Peningkatan tekanan vaskuler selebral.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, masalah

keperawatan nyeri dapat teratasi yang ditandai dengan klien mengatakan

101
merasa nyaman dan enakan, klien tampak nyaman, TD : 140/100

mmHg, Nadi : 80x/menit dan pernapasan : 20x/menit.

b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, masalah

keperawatan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi yang ditandai

dengan klien mengatakan mampu menggerakan kaki kanan lien

mengatakan sulit melatih gerak dan jarang melakukan ROM, klien

mengatakan dapat merubah posisi, klien mengatakan mampu

mengangkat kaki kanan yang lemah secara mandiri dengan perlahan.

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 hari, masalah

keperawatan defisit pengetahuan dapat teratasi yang ditandai dengan

klien mengatakan mengerti dengan penjelasan yang diberikan. klien

tampak mendengarkan penjelasan yang diberikan dan klien tampak bisa

mengulangi penjelasan yang diberikan.

6. Faktor Pendukung dan Penghambat

a. Faktor Pendukung

1) Motivasi dan dukungan dari keluarga Ny. S dalam membantu proses

keperawatan.

2) Klien dapat menerima dan bekerja sama dengan perawat dalam

melakukan tindakan keperawatan yang menunjang proses

kesembuhan.

102
b. Faktor Penghambat

Karena keterbatasan waktu dalam memantau kondisi pasien,

selama 3 hari penulis berada di Puskesmas Karang Indah dan kemudian

penulis harus pindah ke tempat praktek yang lain, waktu yang

memungkinkan untuk mengetahui keadaan klien hanya pada waktu pagi

hingga siang hari saja.

103
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus asuhan keperawatan pada klien lansia

dengan hipertensi di Pusekesmas Karang Indah, Distrik Merauke, Kabupaten

Merauke tahun 2021. Penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil pengkajian yang didapatkan dari kasus menunjukkan adanya

tanda dan gejala yang sama seperti pada tinjauan teori. Keluhan yang

dirasakan yaitu nyeri pada tengkuk. Kemudian tanda dan gejala yang

muncul terdapat nyeri di sekitar leher, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk/

tegang, dengan skala 5 pada klien 1 dan skala 6 pada klien 6 dengan durasi

10-15 menit. Klien mengatakan tidak pernah diberikan pendidikan

kesehatan mengenai hipertensi sebelumnya.

2. Diagnosa yang keperawatan yang muncul pada klien tersebut ialah nyeri

berhubungan dengan ketidakseimbangan neurotransmitter, gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, dan defisit pengetahuan

berhubungan dengan terpapar informasi.

3. Hasil yang diperoleh dari intervensi yang dilakukan oleh penulis pada

diagnosa 1 yaitu pengukuran tanda-tanda vital, pengkajian nyeri secara

komprenhensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi kualitas,

intensitas/bertanya nyeri, ajarkan teknik relaksasi otot progresif. Pada

diagnose 2 pada klien 1 yaitu mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi,

104
pada diagnose 3 pada klien dapat menjelaskan mengenai penyakit yang ia

derita, pada diagnose 5 pada klien 1 tidak terjadi risiko jatuh.

4. Implementasi disesuaikan dengan rencana keperawatan tindakan

keperawatan yang telah penulis susun. Dalam proses implementasi penulis

tidak menemukan adanya perbedaan anatara intervensi yang dibuat dengan

implementasi.

5. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada kasus diatas

dilakukan selama 3 hari perawatan. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh

penulis pada klien menunjukkan skala nyeri berkurang setelah

dilakukan teknik relaksasi otot progresif dan selama 3 hari

perawatan, klien mengalami perkembangan baik yaitu nyeri yang ia

rasakan semakin hari semakin berkurang. Diagnosa dua pada klien

dengan gangguan mobilitas fisik selama 3 hari perawatan klien dapat

melakukan aktifitas harian seperti biasanya secara mandiri namun

terkadang klien masih membutuhkan bantuan. Pada diagnosa 4 klien

menunjukkan peningkatan pengetahuan selama 3 hari perawatan.

B. Saran

1. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan untuk memfasilitasi terapi komplementer untuk

membantu proses penyembuhan dan mengurangi rasa nyeri terutama

pada klien Hipertensi.

105
2. Bagi Perawat

a. Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik harus

menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif

dengan melibatkan peran serta aktif pasien sebagai asuhan keperawatan

guna mencapai tujuan.

b. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat

memberikan tindakan terapi komplementer dalam intervensi keperawatan

sehinggan dapat membantu memaksimalkan pengobatan pasien

Hipertensi.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Hasil studi kasus ini dapat dijadikan landasan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dan dapat dijadikan bahan pembanding dalam

melakukan studi kasus selanjutnya mengenai asuhan keperawatan pada klien

Hipertensi.

106
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini AD, dkk. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat Di Poliklinik Dewasa
Puskesmas Bangkinang. Riau: Fakultas Kedokteran, Universitas Riau.
Arlita, T. 2014. Hubungan Asupan Natrium, Kalium, magnesium dan Status Gizi
dengan Tekanan darah Pada Lansia Di kelurahan Makam
HajiKecamatan Kartasura. Skripsi Thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Armilawati, Amalia H., Amiruddin. 2007. Hipertensi dan Faktor Resikonya
Dalam Kejadian Epidemiologi. Ujung Pandang: FKM UNHAS
Azizah, L. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha. Ilmu.
Baradero, Marry., Dayrit, Marry Wilfrid., & Siswadi, Yakobus. 2008. Klien
Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Care your self, hipertensi.Jakarta: Penebar Plus+
Kuswardhani, T. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lansia. Jurnal Penyakit
Dalam, 7(2),135-150
Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi penelitian kesehatan(Edisi 3). Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam. 2011. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian
keperawatan(Edisi II). Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A.,& Perry, A.G. 2005. Buku ajar fundamental keperawatankonsep,
proses, dan praktik(Edisi 4) (Yasmin Asih, Made Sumarwati, Dian
Evriyani, Laily Mahmudah, Ellen Panggabean, Kusrini, Sari
Kurnianingsih & EnieNovieastari, Penerjemah). Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002. Buku ajar keperawatan medikal
bedah(Brunner &Suddarth) (Edisi 8) (Volume 2) (Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2011. Statistik untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Sumadi. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Lansia tentang Hipertensi
dengan Upaya Mengendalikan Hipertensi di Posyandu Lansia
Puskesmas Semin 1 Gunungkidul Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
‘Aisyiyah Yogyakarta

107
Sunaryo. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Wahyudi, N. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta :
EGC.

108

Anda mungkin juga menyukai