Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SURVEILANS EPIDEMOLOGI TB PARU


DI RSUD MERAUKE

OLEH:

1. DWI SUDARYANTI
2. KRISTINA SELSIANA KAMENANCAR
3. MARIA M. GEBSE

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


JURUSAN KEPERAWATAN
2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,
rahmat, dan bimbingan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tugas Epidemologi dengan
judul “Surveilans Epidemologi TB Paru”. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas
akhir surveilans.

Dalam  penyusunan  proposal ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi.
Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, serta bimbingan sehingga kendala – kendala  yang  penulis hadapi
dapat teratasi.

Penyusun sadar bahwa proposal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Maka, penyusun meminta masukannya berupa kritik dan saran dari pembaca
demi  perbaikan  pembuatan  proposal di masa yang akan  datang.

Merauke, Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 21

LAMPIRAN ....................................................................................................... 22
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit
menular merupakan salah satu upaya pembangunan dibidang kesehatan yang
berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
infeksi. Salah satu kegiatan pengendalian penyakit menular terutama TB dapat
berlangsung efektif, efisien dan tepat sasaran maka diperlukan suatu kegiatan
surveilans epidemiologi dimana hasil kegiatan surveilans sangat menentukan tindakan
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan.
Dengan adanya kegiatan surveilans TB ini juga dapat memantau kemampuan program
TB baik dalam hal mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya pengobatan TB dan
kesembuhan pasien TB.
Penyakit Tuberkulosis sebagai salah satu penyakit menular, sampai saat ini
upaya penanggulangan dan pemberantasannya belum begitu menggembirakan.
Menurut data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Tahun 2012 penyakit
Tuberkolosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
Kardiosvaskuler dan penyakit saluran pernapasan, sedangkan menurut laporan WHO
2009, Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar No.3 di Dunia setelah
India dan China, serta diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB, dan
kematian karena TB sekitar 130.000 atau secara kasar diperkirakan setiap 100.000
penduduk di Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru atau BTA Positif.
Di provinsi Papua diketahui bahwa angka BTA positif pada tahun 2007-2012
cenderung berfluktuatif naik turun, sedangkan angka konversi dan kesembuhan
nampak berfluktuatif naik turun. Untuk mencapai target perlu dilakukan berbagai
upaya. Upaya yang dilakukan harus terus diperbaiki dan ditingkatkan karena angka
kesembuhan TB Paru BTA + ini belum mencapai target ≥ 85%. Jumlah TB paru
klinis dibandingkan antara kabupaten/kota, maka Kabupaten Merauke dengan kasus
terbesar dan Kota Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA positifnya terbesar
adalah Kabupaten Merauke dan terkecil adalah Kota Metro, menunjukan bahwa Case
Date Rate (CDR) penemuan penderita baru TBC BTA positif Provinsi Papua selama
tiga tahun persentasenya meningkat tetapi pada tahun 2007 sedikit menurun menjadi
40,5%, persentase ini masih jauh dari yang ditargetkan yaitu sebesar 70%.3
Berdasarkan data yang didapatkan di RSUD Merauke pada bulan Januari 2018
didapatkan 2 kasus baru Tuberkulosis, pada bulan Februari sampai april terdapat
kesamaan yaitu ditemukan 4 kasus baru Tuberkulosis, pada bulan Mei didapatkan 7
kasus baru Tuberkulosis, sedangkan pada bulan Juni didapatkan 11 kasus baru
Tuberkulosis. Dari data yang didapatkan di RSUD Merauke dapat dilihat bahwa
terdapat peningkatan setiap bulannya terutama pada bulan Juni. Sehingga penulis
ingin melakukan survei mengenai kasus Tuberkulosis di RSUD Merauke.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana distribusi data penyakit Tuberkulosis (TB) paru dari tahun 2017
sampai tahun 2020 di RSUD Merauke.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui distribusi dari penyakit TB paru di RSUD Merauke Kabupaten
Merauke.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui trends penyakit TB di RSUD Merauke Kabupaten Merauke dari
tahun 2017-2020.

D. Manfaat
1. Untuk Mahasiswa Keperawatan
2. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
khususnya mengenai surveilans penyakit TB di Puskesmas.
3. Untuk Masyarakat
Hasil kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui penyakit TB
sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit TB dan menurunkan
angka kejadian TB di masyarakat.
4. Untuk Rumah Sakit
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kegiatan surveilans di
Rumah Sakit khususnya mengenai TB.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Surveilans
Beberapa ahli telah mendefenisikan surveilans. Langmuir dari Center of
Disease Control (CDC) dari Atlanta, Amerika Serikat mendefenisikan surveilans
sebagai latihan pengawasan berhati-hati yang terus menerus, berjaga-jaga terhadap
distribusi dan penyebaran infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu,
yang cukup akurat dan sempurna yang relevan untuk penanggulangan yang efektif4.
Sementara menurut Kepmenkes RI Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu, menyebut bahwa surveilans adalah adalah kegiatan
analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efesien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan.
Dari kedua definisi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan bahwa kegiatan-
kegiatan dalam surveilans adalah sebagai berikut:
1. pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus
2. pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk menghasilkan informasi
3. penyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau institusi
yang dianggap berkepentingan, dan
4. menggunakan informasi yang dihasilkan dalam manajemen yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data
secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)
kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya6. Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan
penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan- perubahan biologis
pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi
tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian penyakit4. Kadang digunakan istilah surveilans
epidemiologi.

B. Tujuan Surveilans
`Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah
kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat
dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan Surveilans:
1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit
pada suatu wilayah
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan prioritas masalah kesehatan.
Minimal ada tiga persyaratan untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan
untuk ditanggulangi yaitu besarnya masalah, adanya metode untuk mengatasi
masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi masalah. Dengan data
surveilans yang layak dapat diketahui besaran masalah dari setiap masalah
kesehatan yang ada dan keefektifan dari sebuah metode yang digunakan.
3. Untuk Mengetahui cakupan pelayanan. Atas dasar data kunjungan ke
puskesmas, dapat diperkirakan cakupan pelayanan puskesmas itu terhadap
karakteristik tertentu dari penderita, dengan membandingkan proporsi
penderita menurut karakteristik tertentu yang berkunjung ke puskesmas, dan
proporsi penderita menurut karakteristik yang sama di populasi dasar atas
dasar data statistic dari daerah yang bersangkutan.
4. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Bisaa (KLB).
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian/kematian yang bermakna
secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu1. Setiap
kasus gizi buruk juga diperlakukan sebagai KLB.Salah satu penyakit yang
dapat diimunisasi yang dapat menimbulkan KLB adalah campak, yang harus
dilaporkan oleh puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota (DKK). Bila puskesmas
melakukan pengolahan dan analisa setiap minggu, maka ini merupakan
kewaspadaan dini untuk mengetahui minggu keberapa frekuensi kasus campak
lebih meningkat dari bisaanya.
5. Untuk memantau dan menilai program. Setelah keputusan dirumuskan dan
intervensi dilakukan, kita dapat menilai berhasil atau tidaknya intervensi
tersebut dari data surveilans di rentang waktu berikutnya, apakah sudah terjadi
penurunan insiden atau prevalensi penyakit tersebut.

Tujuan khusus surveilans:

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit


2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini
outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
burden) pada populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset

C. Manfaat Surveilans
1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat
4. Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya
5. Deteksi perubahan layanan kesehatan yang terjadi
6. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
7. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan
kesehatan di masa datang.

D. Pendekatan Surveilans
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:
1. Surveilans pasif
2. Surveilans aktif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data
penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan
analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah
kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan
cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya
rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung jawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala


ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru
penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan
tanggung jawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada
surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut
community surveilance.

Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas


oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader
kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan
mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus
lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans
mengurangi kemungkinan negatif palsu.
E. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari kuman
Mycobacterium tuberculosis.

F. Gejala Klinis Tuberkulosis


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB seperti
bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
G. Faktor Risiko

Gambar 2.1 Faktor Risiko


H. Alur Diagnosis

Gambar 2.2 Alur Diagnosis TB


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Data ini diperoleh dari surveilans pasif dimana data dikumpulkan dari hasil rekam
medis yaitu pada saat pasien berkunjung ke puskesmas dan terdiagnosa TB paru BTA
(+). Data yang dikumpulkan dari tahun 2017 sampai tahun 2020 untuk melihat trends
penyakit TB di RSUD Merauke dari Tahun 2017 sampai tahun 2020.
1. Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Puskesmas Tahun 2017-2020
Berdasarkan data menunjukkan distribusi frekuensi penyakit TB di RSUD
Merauke jumlah kasus TB dari tahun 2017 sampai 2020 di RSUD Merauke
didapatkan 252 kasus TB paru BTA (+) dengan angka tertinggi kejadian TB
adalah pada tahun 2011 dan angka terendah kejadian TB adalah pada tahun
2012.
2. Distribusi Penyakit TB Tahun 2017 Berdasarkan Waktu (Bulan)
Berdasarkan data menunjukkan distribusi penyakit TB di RSUD Merauke
pada tahun 2017, dari gambar tersebut didapatkan angka terendah kejadian TB
yaitu pada bulan Februari, Mei dan Juni yaitu 1 kasus, sedangkan angka
tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Agustus yaitu 9 kasus.
3. Distribusi Penyakit TB Tahun 2018
Berdasarkan data menunjukkan distribusi penyakit TB di RSUD Merauke
pada tahun 2011, dari gambar tersebut didapatkan angka terendah kejadian TB
yaitu pada bulan Oktober dan November yaitu 1 kasus, sedangkan angka
tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Januari yaitu 11 kasus.
4. Distribusi Penyakit TB Tahun 2019
Berdasarkan data menunjukkan distribusi penyakit TB di RSUD Merauke
pada tahun 2012, dari gambar tersebut didapatkan angka tertinggi kejadian TB
yaitu pada bulan Maret yaitu 10 kasus.
.
5. Distribusi Penyakit TB Tahun 2020
Berdasarkan data menunjukkan distribusi penyakit TB di RSUD Merauke
pada tahun 2013, dari gambar tersebut didapatkan angka terendah kejadian TB
yaitu pada bulan Juli dan Agustus yaitu 2 kasus, sedangkan angka tertinggi
kejadian TB yaitu pada bulan Februari yaitu 9 kasus.

B. Pembahasan
Kegiatan surveilans yang dilakukan di Puskesmas meliputi kegiatan surveilans
pasif maupun surveilans aktif. Namun yang penulis lakukan pada laporan kegiatan ini
adalah surveilans pasif yaitu data diambil dari rekam medis untuk melihat angka
kejadian TB paru BTA positif pada tahun 2017 sampai tahun 2020.
Dari data yang didapatkan di RSUD Merauke didapatkan jumlah kasus TB
paru BTA positif pada tahun 2017-2020 adalah 252 kasus, dimana angka kejadian
kasus TB paru BTA positif pada tahun 2017 didapatkan 42 kasus dengan angka
tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Agustus dan terendah pada
bulan Februari, Mei dan Juni. Pada tahun 2011 didapatkan 75 kasus dengan angka
tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Januari dan terendah pada
bulan Oktober dan November. Pada tahun 2012 didapatkan 39 kasus dengan angka
tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Maret dan terendah pada
bulan Oktober, November dan Desember. Pada tahun 2013 didapatkan 41 kasus
dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Agustus dan
terendah pada bulan November. Dan pada tahun 2020 didapatkan 55 kasus dengan
angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Februari dan
terendah pada bulan Juli dan Agustus. Dari data yang di dapatkan di RSUD Merauke
diketahui bahwa angka TB paru BTA positif pada tahun 2017-2020 cenderung
berfluktuatif naik turun setiap tahunnya.
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Distribusi frekuensi penyakit TB pada bulan 2017-2020 di RSUD Merauke
yaitu 32 kasus.
2. Distribusi penyakit TB didapatkan distribusi terendah kejadian TB yaitu pada
bulan Januari yaitu 2 pasien, sedangkan kejadian TB tertinggi yaitu pada bulan
2017 yaitu 11 kasus.
3. Distribusi usia pasien TB didapatkan usia yang lebih banyak mengalami TB
adalah usia antara 15-55 tahun yaitu berjumlah 25 pasien dibandingkan
dengan pasien usia >50 tahun yaitu berjumlah 7 pasien.
4. Distribusi jenis kelamin pasien TB didapatkan jenis kelamin yang lebih
banyak mengalami TB adalah laki-laki yaitu berjumlah 18 pasien
dibandingkan dengan pasien perempuan yaitu berjumlah 14 pasien.
5. Distribusi tempat tinggal pasien TB didapatkan yang bertempat tinggal di
Kelurahan Gudang Arang lebih banyak yang menderita TB yaitu berjumlah 24
pasien dibandingkan dengan pasien yang menderita TB yang bertempat
tinggal di Kelurahan Maro yaitu berjumlah 3 pasien.
6. Distribusi faktor risiko pasien TB didapatkan pasien yang memiliki risiko
tertinggi terjadinya penyakit TB adalah pasien yang tinggal dalam rumah yang
pencahayaan sinar mataharinya kurang yaitu 4 pasien dibandingkan dengan
pasien yang bertempat tinggal di rumah yang padat penghuni dan berlantai
tanah yaitu 1 pasien.

B. Saran
Disarankan pada puskesmas agar dapat mengoptimalkan tenaga kerja yang ada
untuk diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai surveilans terutama
mengenai surveilans TB agar kegiatan surveilans ini lebih aktif karena kegiatan
surveilans TB ini sangat membantu untuk mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya
pengobatan TB dan kesembuhan pasien TB. Hal ini bertujuan untuk menurunkan
angka kejadian TB, tingkat penularan, kekambuhan pada pasien dan kematian akibat
TB.
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Merauke. 2013. Rencana Pengembangan Manajemen Terpadu Pengendalian TB


Resisten Obat. Merauke

Kemenkes. 2011. StopTerobosan Menuju Akses Universal Strategi Nasional Pengendalian


TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta

Kemenkes. 2011. Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011- 2014.Diakses


melalui http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/inc/buka.php

Anda mungkin juga menyukai