Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
VENTILATOR MEKANIK

OLEH:
DWI SUDARYANTI
NIM: PO7120120089

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah, karena
atas berkah limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah ini yang berjudul tentang, “VENTILATOR MEKANIK.”

Kami memohon maaf jika terdapat diksi yang salah, penempatan huruf yang
salah, penempatan tanda baca yang salah dll. Oleh karena itu, kami mengharapkan
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang konstruktif untuk penugasan-
penugasan kami selanjutnya sehingga dapat menjadi lebih baik lagi.

Demikianlah makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita
semua.

Merauke, MEI 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Deskripsi tentang ventilasi tekanan positif pertama kali dikemukakan oleh
Vesalius sejak 400 tahun yang lalu, namun penerapan konsep tersebut dalam
penatalaksanaan pasien dimulai pada tahun 1955, saat epidemi polio terjadi
hampir di seluruh dunia. Pada saat itu dibutuhkan suatu bentuk bantuan
ventilasi yang dapat bertindak sebagai tangki ventilator bertekanan negatif yang
dikenal dengan istilah iron lung. Di Swedia, seluruh pusat pendidikan kedokteran
tutup, dan seluruh mahasiswanya bekerja selama 8 jam sehari sebagai human
ventilator, yang memompa paru pada pasien-pasien dengan gangguan ventilasi.
Demikian pula di Boston, Amerika Serikat, Emerson Company berhasil
membuat suatu prototipe alat inflasi paru bertekanan positif yang kemudian
digunakan di Massachusetts General Hospital dan memberikan hasil yang
memuaskan dalam waktu singkat. Sejak saat itu, dimulailah era baru penggunaan
ventilasi mekanik bertekanan positif serta ilmu kedokteran dan perawatan intensif.
Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang
mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan ventilasi mekanik dilakukan antara lain pada unit perawatan
kritis,medikal bedah umum, bahkan di rumah.
Menurut Cleophas Martin Rumende (2007) seorang doker spesialis
penyakit dalam di FKUI,bahwaseorang pasien yang dirawat di ICU, yang tidak
bisa bernafas secara normal harus menggunakan ventilator sebagai alat
bantu pernafasan.Resiko pemasangan ventilator mekanik pada klien yang
mengalami gangguan sistem pernapasan merupakan hal yang harus
dihadapi dalam upaya menyelamatkan hidup seseorang. Peranan ventilator
mekanik sebagai salah satu alat terapi gawat napas sudah tidak diragukan lagi,
sehingga ventilator merupakan salah satu alat yang relatif sering digunakan di
Intensive care unit/ICU. (Hudak & Gallo, 2010).
Agar ventilator dapat terpasang dengan baik dan terhindar dari segala resiko
komplikasinya, diperlukan pengetahuan perawat yang adekuat. Berdasarkan latar
belakang tersebut, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul Ventilator
Mekanik.

B. TujuanPenulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas
Keperawatan Kritis.
2. Tujuan Khusus
Menjelaskan gambaran tentang konsep ventilator mekanik.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca tentang ventilator mekanik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi perawat yaitu
perawat dapat memahami tentang ventilator mekanik.
b. Bagi Instansi Akademik
Manfaat praktis bagi instansi akademik yaitu dapat digunakan
sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan
ilmu tentang asuhan keperawatan dengan ventilator mekanik
c. Bagi Pembaca
Manfaat penulisan karya ilmiah bagi pembaca yaitu menjadi
sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca
makalah ini supaya mengetahui dan lebih mendalami bagaimana
cara merawat pasien memakai ventilator mekanik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ventilasi Mekanik Konvensional


Ventilator tekanan positif yang pertama kali ditemukan, bertujuan untuk
mengembangkan paru-paru hingga mencapai tekanan yang diinginkan (preset
pressure). Ventilasi dengan jenis pressure-cycle ini kurang disukai karena volume
inflasi bervariasi sesuai dengan perubahan pada properti mekanik di paru-paru.
Sebaliknya, ventilasi volume-cycled yang dapat mengembangkan paru-paru
sampai volume yang ditentukan awal serta menyalurkan volume alveolar yang
konstan meskipun terjadi perubahan properti mekanik paru-paru, sehingga
ventilasi volume-cycled dijadikan sebagai metode standar pada ventilasi mekanik
tekanan positif.

B. Indikasi Ventilasi Mekanik


Tindakan intubasi dan memulai ventilasi mekanik merupakan hal yang rumit
untuk diputuskan. Sebelum melakukan hal tersebut, ada beberapa aturan yang
harus dipahami dengan baik, antara lain:
1. Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik harus dipertimbangkan dengan baik.
Ada kecenderungan untuk menunda intubasi dan ventilasi mekanik sebisa
mungkin dengan harapan hal tersebut tidak perlu dilakukan. Namun,
intubasi yang terencana lebih kurang bahayanya dibandingkan intubasi
emergensi, di samping itu penundaan intubasi dapat menyebabkan bahaya
bagi pasien yang sebenarnya dapat dihindari. Bila kondisi pasien dinilai
cukup parah dan membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik dengan
segera, maka jangan menunda untuk melakukan tindakan tersebut.
2. Intubasi bukan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
tidak kompeten untuk melakukannya. Para perawat cenderung meminta
maaf karena mereka telah melakukan intubasi pada saat mereka
bertugas jaga malam, seolah-olah tindakan tersebut merupakan hal yang tidak
mampu mereka lakukan. Justru sebaliknya, intubasi harus dilakukan
dengan pendirian yang kuat dan tak seorang pun yang disalahkan karena
melakukan tindakan penguasaan jalan napas pada pasien yang tidak stabil.
3. Tindakan untuk memulai ventilasi mekanik bukan merupakan suatu
“gerbang kematian.” Anggapan bahwa sekali kita menggunakan ventilator
maka selamanya akan tergantung pada ventilator merupakan hal yang tidak
benar, yang seharusnya tidak sampai mempengaruhi keputusan kita untuk
memulai ventilasi mekanik. Penggunaan ventilator tidak menyebabkan
seseorang mengalami ketergantungan, kecuali pada pasien dengan
penyakit kardiopulmonal berat dan gangguan neuromuskular.

C. Pengaturan Ventilasi Mekanik ( Setting)


Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode
ventilasi yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:
1. Laju pernapasan (respiratory rate)
Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatori cukup
luas. Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute
ventilation) yang berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis
tertentu. Secara umum, rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai 20
kali tiap menit dan pada sebagian besar pasien-pasien yang stabil,
berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap menit. Pada pasien dewasa dengan
sindroma distres pernapasan akut, penggunaan volume tidal yang
rendah harus diimbangi dengan peningkatan laju pernapasan sampai 35
kali tiap menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat.
2. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada
sindroma distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada
mode tertentu, perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg
berat badan ideal. Pada pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi
karena alasan tertentu, volume tidal yang digunakan sampai 12 ml/kg
berat badan ideal. Volume tidal harus disesuaikan sehingga dapat
mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan plato
ditentukan dengan manuver menahan napas selama inspirasi yang
disebut dengan istlah tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien
yang direlaksasi.
Peningkatan tekanan plato tidak selalu meningkatkan risiko
barotrauma. Risiko tersebut ditentukan oleh tekanan transalveolar yang
merupakan hasil pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan
pleura. Pada pasien-pasien dengan edema dinding dada, distensi abdomen
atau asites, komplians dinding dada menurun. Hal ini menyebabkan tekanan
pleura meningkat selama pengembangan paru. Peningkatan tekanan
transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki komplians paru yang
normal.
3. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressure-support,
tekanan inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan plato kurang
atau sama dengan 35 cm H2O. Volume tidal juga harus
dipertahankan pada rentang yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)
Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien
diintubasi dan dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika
penempatan pipa endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi,
FiO2 harus diturunkan sampai konsentrasi terendah yang masih dapat
mempertahankan saturasi oksigen hemoglobin , karena konsentrasi
oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal. Tujuan utama
ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi 90 % atau lebih. Kadang-
kadang nilai tersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-keadaan yang
membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari volume tidal, tekanan
dan konsentrasi oksigen yang terlalu besar. Pada keadaan ini, target
saturasi oksigen dapat diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang
berperan pada penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.
5. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP)
Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankan
tekanan positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi.
PEEP dibedakan dari tekanan positif jalan napas kontinyu (continuous
positive airway pressure/ CPAP) berdasarkan saat digunakannya. PEEP
hanya digunakan pada fase ekspirasi, sementara CPAP berlangsung
selama siklus respirasi.
Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaaat yang
potensial. Pada gagal napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan
tekanan alveolar rata-rata, meningkatkan area reekspansi atelektasis
dan dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju interstisial
sehingga memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup atau terendam
cairan, untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada edema
kardiopulmonal, PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel
kiri sehingga memperbaiki kinerja jantung.
Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh obstruksi jalan
napas, pasien sering mengalami kekurangan waktu untuk ekspirasi sehingga
menimbulkan hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya auto-
PEEP yaitu tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-PEEP, maka dibutuhkan pemicu
ventilator (trigger) berupa tekanan negatif jalan napas yang lebih
tinggi dari sensitivitas pemicu maupun auto-PEEP. Jika pasien tidak
mampu mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia dan dapat
meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing). Pemberian PEEP dapat
mengatasi hal ini karena dapat mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif
total yang dibutuhkan untuk memicu ventilator. Secara umum, PEEP
ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas pasien dapat memicu
ventilator secara konstan hingga mencapai 85% dari auto-PEEP yang
diperkirakan.
6. Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity)
Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien
untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus
cukup rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus
cukup tinggi untuk menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha
napas pasien. Tekanan ini berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O.
Pemivu ventilator ini timbul bila aliran napas pasien menurun 1 sampai 3
l/menit.
7. Laju aliran (flow rate)
Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju aliran
ini penting terutama untuk kenyamanan pasien karena mempengaruhi kerja
pernapasan, hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP. Pada sebagian besar
ventilator, laju aliran diatur secara langsung. Pada ventilator lainnya,
misalnya Siemen 900 cc, laju aliran ditentukan secara tidak langsung
dari laju pernapasan dan I:E ratio.
Contohnya adalah sebagai berikut:
Laju pernapasan = 10
Waktu siklus respirasi = 6 detik
I:E ratio = 1:2
Waktu inspirasi = 2 detik
Waktu ekspirasi = 4 detik
Volume tidal = 500 ml
Laju aliran = volume/ waktu inspirasi
= 500 ml tiap 2 detik
8. Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi
Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:E
ratio tanpa permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untuk
mengerti tentang perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem
respirasi dan kenyamanan pasien. I:E ratio yang umum digunakan adalah
1:2. Pada gagal napas hipoksemia akut, perbandingan ini dapat
meningkat dengan adanya pemanjangan waktu inspirasi, tekanan jalan
napas rata-rata atau alveoli yang terisi cairan yang dapat memperbaiki
oksigenasi. Pada hipoksemia berat, I:E ratio kadang-kadang terbalik
menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi
akibat yang merugikan terhadap hemodinamik dan integritas paru-paru.
9. Komplikasi Ventilasi Mekanik
Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain:
a. Risiko yang berhubungan dengan intubasi endotrakea, termasuk
kesulitan intubasi, sumbatan pipa endotrakea oleh sekret.
b. Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan laring terutama pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14
hari dilakukan trakeostomi, namun beberapa institusi saat ini
melakukan trakeostomi perkutaneus lebih awal.
c. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas
dan retensi sekret dan mengganggu proses batuk sehingga dapat
menimbulkan infeksi paru-paru.
d. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan
anestesi yang memiliki efek depresi jantung, gangguan
pengosongan lambung, penurunan mobilitas dan memperlama
proses pemulihan.
e. Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan IPPV dan PEEP
yang dapat mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah
sehingga mengurangi aliran darah ke saluran pencernaan
dan ginjal.
f. Barotrauma dan volutrauma.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian  :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :
b) Pengumpulan Data
Identitas:
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat                        :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing,
circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan
nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
 Alert (A)   : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap
kejadian yang dialaminya
 Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
 Paintfull (P)          : berespon terhadap rangsangan nyeri
 Unrespon (U)        : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
 Observasi kondisi klien saat datang
 Tanyakan nama klien
 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
 Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
c) Airway (Jalan Napas)
 Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
 Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada
korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
 Suctioning bila perlu
d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas,
keteraturan nafas atau tidak
e) Circulation (Pendarahan)
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tan       da-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill
time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal

2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat
dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala
sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer
dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer
ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui
perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga,
atau korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat ditemukan, Tingkat
kesadaran, Sikap umum, keluhan, Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
 Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain
 Ekspresi  muka : tampak sesak, gelisah, kesakitan
 Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi, untuk memeriksa
nervus V, VII.
b. Bibir
 Biru ( sianosis )
 Pucat ( anemia )
c. Mata
 Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan bawah kulit/
selaput lendir) pada endokarditis bacterial
 Skela: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung kanan, penyakit hati,
dan lain-lain
 Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-abu di tepi
kornea ) berhubungan dengan peningkatan kolesterol/ penyakit
jantung koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak,
denyut nadi, warna luka
Pengkajian Peralatan:
 Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi
dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat
tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada
ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung
jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan
karenanya harus mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien
secara keseluruhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi  perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada trakea
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan utama.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
b.d ketidakseimbangan  Respiratory status: gas Airway management
exchange (1-5)  Posisikan pasien untuk
ventilasi  perfusi  Respiratory status: memaksimalkan Ventilasi
ventilation (1-5)  Pasang mayo bila perlu
 Vital sign status (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
Kriteria Hasil: perlu
 Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret dengan batuk
peningkatan ventilasi dan atauSuction
oksigenasi yang adekuat  Auskultasi suara nafas, catat
 Memelihara kebersihan paru adanyasuara tambahan
paru dan bebas dari tanda-  Berikan bronkodilator ;
tanda distress pernafasan  Berikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan batuk  Atur intake untuk cairan
efektif dan suara nafas  mengoptimalkankeseimbangan.
yang bersih, tidak ada  Monitor respirasi dan status O2
sianosis dan dyspneu  Catat pergerakan dada,amati
(mampu mengeluarkan kesimetrisan, penggunaan otot
sputum, mampu bernafas tambahan,retraksi otot
dengan mudah, tidak ada supraclavicular dan Intercostals
pursed lips)
Respiratory monitoring
 Tanda tanda vital dalam
 Monitor suara nafas, seperti
rentang normal
dengkur
 AGD dalam batas normal
 Monitor pola nafas : bradipena,
 Status neurologis dalam batas
takipenia,kussmaul,
normal
hiperventilasi, cheyne stokes,biot
 Auskultasi suara nafas, catat
areapenurunan / tidak adanya
ventilasi dansuara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus Mental
 Observasi sianosis khususnya
membrane Mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluargatentang persiapan
tindakan dan tujuanpenggunaan
alat tambahan (O2,
Suction,Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
iramadan denyut jantung
2. Pola nafas tidak efektif b.d NOC: NIC:
depresi pusat pernafasan   Respiratory status: Airway management:
Ventilation  (1-5)  Posisikan pasien untuk
  Respiratory status :Airway memaksimalkan ventilasi
patency  (1-5)  Pasang mayo bila perlu
   Vital sign Status  (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
 Kriteria hasil: perlu
Mendemonstrasikan batuk  Keluarkan sekret dengan batuk
efektif dan suara nafas atau suction
yang bersih, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu adanya suara tambahan
(mampu mengeluarkan  Berikan bronkodilator
sputum, mampu bernafas  Berikan pelembab udara Kassa
dengan mudah, tidak ada basah NaCl Lembab
pursed lips)  Atur intake untuk cairan
 Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan.
yang paten (klien tidak
Oxygen therapy:
merasa tercekik, irama
 Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi pernafasan
 Bersihkan mulut, hidung dan
dalam rentang normal,
secret Trakea
tidakada suara nafas
 Pertahankan jalan nafas yang
abnormal)
paten
 Tanda Tanda vital dalam
 Observasi adanya tanda
rentang normal (tekanan
tandaHipoventilasi
darah, nadi, pernafasan)
 Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan padapasien dan
keluarga entang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkanbagaimana batuk efekti
 Monitor pola nafas

3. Tidak efektif bersihan jalan NOC NIC:


napas b.d benda asing pada  Respiratory status:  Pastikankebutuhan oral / tracheal
Ventilation  (1-5) suctioning.
trakea   Respiratory status : Airway  Berikan O2, l/mnt,
patency  (1-5)  Anjurkan pasien untuk istirahat
  Aspiration Control  (1-5) dan napas dalam
Kriteria hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasikan batuk untukmemaksimalkanventilasi
efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi dada jika
yang bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu  Keluarkan sekretdengan batuk
(mampu mengeluarkan atau suction
sputum, bernafas dengan  Auskultasi suaranafas, catat
mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
lips)  Berikanbronkodilator :
 Menunjukkan jalan nafas  Monitor status hemodinamik
yang paten (klien tidak  Berikan pelembab
merasa tercekik, irama udara Kassa basah NaClLembab
nafas, frekuensi pernafasan  Berikan antibiotik :
dalam rentang normal,  Atur intake untuk cairan
tidak ada suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal)  Monitor respirasi dan status O2
 Mampu  Pertahankanhidrasi yang adekuat
mengidentifikasikan dan untukmengencerkan secret
mencegah faktor yang  Jelaskan pada pasien dan keluarga
penyebab. tentangpenggunaanperalatan : O2,
 Saturasi O2 dalam batas Suction, inhalasi
normal
 Foto thorak dalam batas
normal

4. Kerusakan komunikasi NOC NIC


verbal b.d kelemahan   Anxiety self control  (1-5) Comunication enhancement :
neuromuskuler   Coping  (1-5) speech deficit:
  Sensory function :  Gunakan penerjemah:jika
hearing & vision  (1-5) diperlukan
  Fear  self control  (1-5)  Beri kalimat simple setiap kali
Kriteria hasil : bertemu, jika diperlukan
 Komunikasi: penerimaan,  Konsultasikan dengan dokter
interpretasi, dan ekspresi kebutuhan terapi wicara
pesan lisan tulisan, dan non  Dorong pasien untuk komunikasi
verbal meningkat secara perlahan dan untuk
 Komunikasi ekspresif mengulangi permintaan
(kesulitan berbicara):  Dengarkan dengan penuh
ekspresi pesan verbal atau perhatian
atau non verbal yang  Berdiri didepan pasien ketika
bermakna berbicara
 Komunikasi resertif  Ajarkan pasien bicara esophagus
(kesulitan mendengar): jika diberlukan
penerimaan komunikasi  Beri anjuran kepada pasien dan
verbal dan non verbal yang keluarga tentang menggunakan
bermakna alat bantu bicara
 Perolehan informasi: klien  Berikan pujian prositive, jika
mampu memperoleh diperlukan
informasi dan mengatur  Anjurkan pada pertemuan
serta menggunakan kelompok
informasi  Anjurkan kunjungan keluarga
 Mampu mengontrol respon secara teratur untuk memberi
ketakutan dan kecemasan stimulus komunikasi
terhadap ketidakmampuan  Anjurkan ekspresi diri dengan
berbicara cara lain dalam menyampaikan
 Mampu memanajemen informasi
kemampuan fisik yang
dimiliki
 Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial
5. Ansietas b.d ancaman NOC : NIC
kematian   Kontrol kecemasan  (1-5) Anxiety Reduction (penurunan
  Koping  (1-5) kecemasan)
kriteria hasil:  Gunakan pendekatan yang
 Klien mampu menenangkan
mengidentifikasi dan  Nyatakan dengan jelas harapan
mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa
 Mengidentifikasi, yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan
menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
mengontrol cemas  Berikan informasi faktual
 Vital sign dalam batas mengenai diagnosis, tindakan
normal prognosis
 Postur tubuh,  Libatkan keluarga untuk
ekspresiwajah, bahasa mendampingi klien
tubuh dan tingkat aktivitas  Instruksikan pada pasien untuk
menunjukkan menggunakan tehnik relaksasi
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti
cemas.
6. Ketidakseimbangan  nutrisi NOC NIC:
kurang dari kebutuhan   Nutrional status (1-5) Nutrition Management
tubuh b.d peningkatan   Nutrional status: food  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan metabolic and fluid intake (1-5)  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
  Nutrional status: menentukan jumlah kalori dan
nutrient intake (1-5) nutrisi yang dibutuhkan
  Weight control (1-5)  Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil: meningkatkan intake Fe
 Adanya peningkatan berat  Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan vitamin
 Berat badan ideal sesuai C
dengan tinggi badan  Berikan substansi gula
 Mampu mengidentifikasi  Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi dimakanmengandung tinggi
 Tidak ada tanda-tanda serat untukmencegah konstipasi
malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
 Tidak terjadi penurunan (sudah dikonsulkandengan ahli
berat badan gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan mutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
  Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe danjumlah aktivitas
yang biasa digunakan
 Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwal pengobatan
dan tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, dan Hb
 Monitor makanankesukaan
 Monitor kalori danintake nutrisi
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
7. Resiko tinggi infeksi b.d NOC NIC
tidak adekuatan pertahanan   Immune Status  (1-5) Infection control (kontrol infeksi)
utama   Knowledge : Infection  Pertahankan teknik aseptif
control (1-5)  Batasi pengunjung bila perlu
  Risk control (1-5)  Cuci tangan setiap sebelum dan
Kriteria hasil: sesudahtindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda dan  Gunakan baju, sarung tangan
gejala infeksi sebagaialat pelindung
 Menunjukkan kemampuan  Ganti letak IV perifer dan
untuk mencegah timbulnya dressing sesuaidengan petunjuk
infeksi umum
 Jumlah leukosit dalam  Gunakan kateter intermiten
batas normal untukmenurunkan infeksi
 Menunjukkan perilaku kandung kencing
hidup sehat  Tingkatkan intake nutrisi
 Status imun,  Berikan terapiantibiotik:
gastrointestinal,  Monitor tanda dan gejala infeksi
genitourinaria dalam batas sistemikdan local
normal  Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran
mukosaterhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dangejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropeniase tiap 4 jam

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan
untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip
dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta
penjelasan setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara
independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independent yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Tindakan dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis
atau dengan perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependent ialah
tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti
ahli gizi, radiologi,fisioterapi dan lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan
ialah penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, Kerusakan pertukaran
gas, Resiko tinggi kekurangan volume cairan, Ansietas/ketakutan, dan Kurangnya
pengetahuan mengenai kondisi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan
sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna
untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam
mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan
rencana atau perubahan dalam membantu asuhan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri  pulmonal, dan
tanda-tanda vital adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi
lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantumekanik yang berfungsi memberikan
bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian
atau seluruh prosesventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2ke jaringan adekuat
Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik
1. Pasien dengan gagal nafas
2. Insufisiensi jantung.
3. Disfungsi neurologist
4. Tindakan operasi
Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi
mekanik (ventilator) bila :
1. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
4. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
5. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga pengetahuan masyarakat
khususnya mahasiswa tentang materi Ventilator Mekanik dapat meningkat. Dari
yang belum tahu menjadi tahu, dan dari yang sudah tahu menjadi semakin mengerti.
Dan demi kesempurnaan makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book. 3rd
ed. New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc.; 2007, 457-511.

Lanken PN. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit
Manual. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc.; 2007, 13-30.

Pilbeam SP. History of resuscitation, intubation and early mechanical ventilation.


In: Pilbeam SP ed. Mechanical Ventilation; Physiological and Clinical Applications. 3rd
ed. St.Louis Missouri: Mosby Inc.; 2004, 4-17.

Vines D. Non invasive positive pressure ventilation. In: Wilkins R, ed. Egan’s Fundamentals
of Respiratory Care. 8th ed. St. Louis Missouri: Mosby Inc; 2003, 407-15.

Manno MS. Managing mechanical ventilation. Nursing 2005; 35: 36-41. 6.Whiteley SM.
Complications of artificial ventilation. In: Whiteley SM, ed. Intensive Care. 2nd ed.
Philadelphia: Churchill Livingstone; 2006, 107-10.

Pietropaoli AP. Approach to mechanical ventilation. In:Apostolakos MJ, Papadakos PJ,


eds. The Intensive Care Manual . Singapore: Mc Graw-Hill; 2001, 81-6.

Anda mungkin juga menyukai