Anda di halaman 1dari 77

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KADAR KOLESTEROL PADA PENDERITA


DIABETES MELLITUS YANG MENGIKUTI PROLANIS
DI PUSKESMAS MAMAJANG

ANDI FHATIMA KHAIRUNNISA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM DIPLOMA III
2022
GAMBARAN KADAR KOLESTEROL PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS YANG MENGIKUTI PROLANIS
DI PUSKESMAS MAMAJANG

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memperoleh Gelar


Ahli Madya Kesehatan (A.Md.Kes)
Dalam Program Studi Diploma Tiga Teknologi Laboratorium Medis
Pada Jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

Oleh
Andi Fhatima Khairunnisa
PO.71.3.203.19.1.007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH TELAH DIUJI DAN DISETUJUI OLEH PANITIA


PENGUJI PADA PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA JURUSAN
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES MAKASSAR

Pada Tanggal, 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Muh. Nasir, M. Pd, M, Kes Zulfian Armah, S. Si, M. Si


NIP.196212151984021001 NIP.198708012015031004

Penguji

Sitti Hadijah, S. Si, M. Kes


NIP.197501292007012018

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Politeknik Kesehatan Makassar

Kalma, S.Pd., M.Si


NIP.198508101983031001

iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrahim.

Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah hirabbil’alamin, segala rasa syukur yang takterhingga

penulis panjatkan kepada Dzat yang maha agung, Tuhan semesta alam

Allah SWT karena atas izin rahmat, karunia serta hidayah-Nya penulis

dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI)

dengan judul “Gambaran Kadar Kolesterol Pada Penderita Diabetes

Mellitus Yang Mengikuti Prolanis Di Puskesmas Mamajang” yang

dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi serta

memperoleh gelar Ahli Madya Teknologi Laboratorium Medis (A.Md.,Kes)

pada Program Studi Diploma III Teknologi Laboratorium Medis di

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Makassar.

Shalawat serta salam senantiasa penulis panjatkan kepada nabi

Allah nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa umat islam dari

alam ketiadaban, kegelapan menuju alam peradaban yang terang

benderang seperti saat ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan rasa terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. H. Agustian Ipa, M. Kes selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Makassar.

iv
2. Bapak H. Kalma, S.Pd.,M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi

Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Makassar.

3. Bapak Nuradi, S.Si.,M.Kes selaku Ketua Program Studi

Diploma III Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Makassar.

4. Segenap Dosen Pengajar dan Staf Tata Usaha Jurusan

Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Makassar atas didikan, ilmu serta

bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh

pendidikan.

5. Ibu drg. A Nirmaya Armi selaku Kepala Puskesmas Mamajang

yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

6. Ibu Nuraeni Abdullah S. ST selaku Kepala Laboratorium

Puskesmas Mamajang yang telah banyak membantu dan

memberikan saran dalam proses penelitian ini.

7. Bapak Drs. H. Muh. Nasir, M.Pd.,M, Kes selaku pembimbing

pertama sekaligus penguji yang telah banyak membantu,

memberi saran serta memotivasi peneliti dalam penyelesaian

Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Bapak Zulfian Armah, S.Si.,M.Si selaku pembimbing kedua

sekaligus penguji yang telah banyak membantu, memberi saran

v
9. serta memotivasi peneliti dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah

ini.

10. Ibu Sitti Hadijah, S.Si.,M.Kes selaku penguji yang telah

memberi banyak saran dan masukan pada Karya Tulis Ilmiah

ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak H. Kalma,

S.Pd.,M.Si selaku Penasihat Akademik, yang telah memberikan saran,

masukan, dorongan dan motivasi selama hampir 3 tahun ini, dari awal

peneliti menempuh pendidikan sampai akhirnya peneliti dapat

menyelesaikan pendidikan.

Ucapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan dengan segenap

jiwa dan kerendahan hati untuk keempat orang tua penulis yang selalu

membantu dalam jerih payahnya, keringatnya, doa dan harapannya,

ayahanda tercinta Andi Handreng dan Brama Purbaya Khalik, ibunda

tercinta Jumria dan Andi Sari Bulan. Rosmiati Baba yang merupakan

nenek sekaligus orang yang merawat, membesarkan, menasehati dan

mendidik peneliti. Adik terkasih, Andi Mattoriang yang telah bertahan

kuat membersamai peneliti sedari kecil hingga saat ini, Abdul Khalifah

Khalik, Muhammad Alfateh, Muhammad Adzam, serta Almarhum

Muhammad Idham Khalik yang telah berada di Surga, Semoga Allah

SWT menempatkan Almarhum di tempat ternyaman dan penuh dengan

cahaya di dalam kubur.

vi
Terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat seperjuangan D3

Aspergillus yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu persatu

yang telah mengajarkan penulis arti kekeluargaan, tanggung jawab dan

kepedulian. Sahabat #Bismillah&Haleluyah (Andi Salsabilah Putri

Iqsyah, Besse Nurfadillah, Nur Rizka Amelia, Nurul Fatanah, dan

Rolandho Prasetya Adi Utama) yang telah menemani sejak awal masa

perkuliahan, mengisi hari-hari, menghargai kekurangan, memotivasi,

mengobati dikala sakit, dan mesra dikala bahagia, membuat peneliti

merasa memiliki rumah di kota yang asing ini.

Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada Indriani dan Siti

Masita sahabat jarak jauh yang senantiasa menguatkan, memberikan

semangat, mendoakan, selalu mengingatkan kepada Sang Pencipta untuk

selalu bersyukur, berusaha, fokus, dan berserah sehingga peneliti dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Nurul Zahwah

sahabat selayaknya saudara sendiri yang selalu siap sedia berada di sisi

peneliti, selalu menjadi pendengar terbaik di setiap keluhan yang ada,

selalu mengingatkan peneliti atas kewajibannya kepada Tuhan,

memberikan perhatian dan kasih sayang, memberikan dorongan serta

dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Ucapan terima kasih tak terhingga kepada diri sendiri yang sudah

bertahan hingga saat ini, menerima diri sendiri dengan utuh dan berdamai

vii
dengan sisi gelap yang ada, serta selalu berpikir positif ketika keadaan

sempat tidak berpihak. Terima kasih untuk diri sendiri karena sudah

berjuang sampai saat ini mari kita berjuang sedikit lagi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat

mengharap kan kritikan dan saran yang bersifat membangun agar dapat

memperbaiki Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca terkhususnya bagi penulis.

Makassar, Juni 2022

Andi Fhatima Khairunnisa

viii
ABSTRAK

ANDI FHATIMA KHAIRUNNISA : Gambaran kadar kolesterol pada


penderita diabetes mellitus yang mengikuti prolanis di puskesmas
mamajang (Dibimbing oleh Muh. Nasir dan Zulfian)

Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam


darah seseorang tersebut melebihi normal. Diabetes Mellitus yang tidak
terkontrol dengan baik dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya
komplikasi makrovaskular, salah satunya yaitu penyakit jantung koroner
(PJK). Banyak hal yang dapat berperan dalam kejadian Penyakit Jantung
Koroner, salah satunya adalah dislipidemia. Dislipidemia merupakan suatu
kelainan pada metabolisme lipid. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan
kolesterol untuk melakukan pencegahan terjadinya komplikasi. Di
Indonesia salah satu strategi baru yang dikembangkan untuk
meningkatkan pengendalian diabetes dan komplikasinya yaitu disebut
Prolanis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar
kolesterol pada penderita Diabetes Mellitus yang mengikuti prolanis di
Puskesmas Mamajang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
observasi laboratorik bersifat deskriptif yang dilaksanakan pada tanggal
11 juni- 14 juni 2022 di Puskesmas Mamajang. Besar sampel dalam
penelitian ini sebanyak 30 sampel yang diambil dengan teknik purposive
sampling. Hasil penelitian pada penelitian ini diperoleh sebanyak 1 4
orang (46,7%) dengan kategori kadar kolesterol normal, ada 7 orang
(23,3%) dengan kadar HbA1c terkontrol dan 7 orang (23,3%) dengan
kadar HbA1c tidak terkontrol. Untuk kategori kadar kolesterol meningkat
diperoleh total penderita sebanyak 16 orang (53,3%), sebanyak 7 orang
penderita (23,3%) dengan kadar HbA1c terkontrol, dan 9 orang penderita
(30%) dengan kadar HbA1c tidak terkontrol. Maka penelitian ini diperoleh
hasil kadar kolesterol meningkat tertinggi berada pada kategori HbA1c
tidak terkontrol, dimana berdasarkan teori yang ada, pasien yang
menderita DM memiliki kecenderungan mempunyai kadar kolesterol yang
tinggi.

Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Kolesterol, Prolanis

ix
ABSTRACT

ANDI FHATIMA KHAIRUNNISA : Overview of cholesterol levels in


patients with diabetes mellitus who take prolanis at the Mamajang Public
Health Center ( Supervised by Muh. Nasir and Zulfian)

Diabetes Mellitus is a condition where the level of glucose in a person's


blood exceeds normal. Diabetes Mellitus that is not well controlled can
increase the risk factors for macrovascular complications, one of which is
coronary heart disease (CHD) . Many things can play a role in the
incidence of coronary heart disease, one of which is dyslipidemia.
Dyslipidemia is a disorder of lipid metabolism. Therefore, it is necessary to
check cholesterol to prevent complications. In Indonesia, one of the new
strategies developed to improve the control of diabetes and its
complications is called Prolanis. This study aims to determine the
description of cholesterol levels in patients with Diabetes Mellitus who take
prolanis at the Mamajang Health Center. This study uses a descriptive
type of laboratory observation research which was carried out on 11 June-
14 June 2022 at the Mamajang Health Center. The sample size in this
study was 30 samples taken by purposive sampling technique. The results
of this study were obtained as many as 14 people (46.7%) with normal
cholesterol levels, there were 7 people (23.3%) with controlled HbA1c
levels and 7 people (23.3%) with uncontrolled HbA1c levels. For the
increased cholesterol level category, there were 16 patients (53.3%), 7
patients (23.3%) with controlled HbA1c levels, and 9 patients (30%) with
uncontrolled HbA1c levels. So this study obtained the results of the
highest increased cholesterol levels in the uncontrolled HbA1c category,
where based on existing theory, patients suffering from DM have a
tendency to have high cholesterol levels.

Keywords: Diabetes Mellitus, Cholesterol, Prolanis

x
DAFTAR ISI

Judul...........................................................................................................i
Halaman Judul...........................................................................................ii
Lembar Pengesahan.................................................................................iii
Kata Pengantar.........................................................................................iv
Abstrak......................................................................................................ix
Abstract.....................................................................................................x
Daftar Isi....................................................................................................xi
Daftar Gambar.........................................................................................xiii
Daftar Tabel.............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................7
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus......................................7
B. Tinjauan Umum Tentang Kolesterol...............................................15
C. Tinjauan Umum Tentang Prolanis..................................................27
D. Tinjauan Umum Tentang Alat POCT..............................................32
E. Kerangka Pikir.................................................................................34
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................37
A. Jenis Penelitian...............................................................................37
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel......................37
C. Variabel Penelitian..........................................................................38
D. Definisi Operasional........................................................................38
E. Waktu dan Lokasi Penelitian...........................................................39
F. Pengumpulan Data.........................................................................39
G. Prosedur Pemeriksaan...................................................................40

xi
H. Analisis Data...................................................................................41
I. Kerangka Operasional......................................................................41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................42
A. Hasil Penelitian...................................................................................42
B. Pembahsan.........................................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................50
A. Kesimpulan.........................................................................................50
B. Saran...................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................50

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kolesterol .......……………………………… 17

Gambar 2.2 Kerangka Pikir……………………………………………….. 34

Gambar 3.1 Kerangka Operasional…………………………………….… 40

xiii
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Umur.......……………………………...........................................................41

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Kolesterol pada Penderita Diabetes

Mellitus yang Mengikuti Prolanis di Puskesmas Mamajang.......………....42

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa

secara global penyakit Diabetes Mellitus akan terus mengalami

peningkatan. Kejadian ini berdampak pada hampir seluruh negara

di Dunia. Pada tahun 2014 terdapat 422 juta orang dewasa berusia

diatas 18 tahun yang hidup dengan diabetes (WHO,2016).

Di Indonesia angka penyakit Diabetes Mellitus terus

meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2017

jumlah pasien diabetes di Indonesia menempati peringkat ke-6

dengan prevalensi pasien 20 - 79 tahun mencapai 10,3 juta.

Jumlah ini diperkirakan akan meningkat lagi pada tahun 2045

menjadi 16,7 juta orang, setelah Cina, India, Brasil, dan Meksiko

(IDF,2017).

Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013 prevalensi diabetes

di Sulawesi Selatan sebesar 1,6%. Dengan pasien terdiagnosis

atau berdasarkan gejala mencapai 3,4%. Prevalensi diabetes yang

didiagnosis tertinggi terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota

Makassar (2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo

(2,1%). Prevalensi diabetes yang didiagnosis ditambah

berdasarkan gejala, tertinggi di Kabupaten Tana Toraja (6,1%),

1
2

Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu (5,2%) dan Kabupaten

Luwu Utara (4,0%). (Marewa, 2015).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu keadaan dimana

kadar glukosa dalam darah seseorang tersebut melebihi normal.

Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat

meningkatkan faktor risiko terjadinya penyakit komplikasi vaskuler.

Penyakit Komplikasi vaskuler dapat dibedakan menjadi 2 yaitu

komplikasi makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler.

Komplikasi makrovaskuler misalnya penyakit jantung koroner

(PJK), stroke dan penyakit pembuluh darah perifer. Sedangkan

komplikasi mikrovaskuler misalnya retinopati, nefropati dan

neuropati. Banyak hal yang dapat berperan dalam kejadian

Penyakit Jantung Koroner, salah satunya adalah dislipidemia.

Dislipidemia merupakan suatu kelainan pada metabolisme lipid

yang ditandai dengan adanya peningkatan dan penurunan fraksi

lipid dalam plasma, kelainan fraksi lipid yang utama adalah

peningkatan kadar kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL),

trigiserida, dan penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL).

Kadar lipid yang meningkat, dapat menyebabkan penyempitan

pada pembuluh darah atau aterosklerosis (Hanum, 2013).

Kolesterol adalah lipid dengan struktur unik yang terdiri dari

empat cincin hidrokarbon yang membentuk steroid. Kolesterol total

adalah jumlah keseluruhan kolesterol di dalam darah yang memiliki


3

komponen low density lipoproterin (LDL), high density lipoprotein

(HDL), dan 20% trigliserida. Kolesterol bisa berasal dari jenis

makanan seperti kuning telur, seafood, dan jenis jeroan. Konsumsi

berlebihan sumber makanan yang kaya akan kolesterol dapat

menyebabkan peningkatan kolesterol darah yang disebut dengan

hiperkolesterolemia. (Hasni, Vani, and Jelmila 2020)

Untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh

WHO dalam Action Plan For The Global Strategy For The

Prevention And Control Of Non Communicable Diseases,

International Diabetes Federation (IDF) menyusun Global Diabetes

Plan 2011-2021. Dalam diabetes plan tersebut terdapat beberapa

kebijakan yang perlu dilakukan dunia yaitu, meningkatkan status

kesehatan penderita Diabetes Mellitus dan mencegah

perkembangan Diabetes Mellitus tipe 2. Program pencegahan

Diabetes Mellitus di Indonesia disebut PROLANIS (Program

Pengelolaan Penyakit Kronis) khususnya Diabetes Mellitus dan

Hipertensi, yang dikelola oleh BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial). PROLANIS bertujuan untuk menurunkan risiko

komplikasi dan mencapai kualitas hidup yang baik dengan

pemanfaatan biaya yang efektif dan rasional. (Idris, 2014)

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Ervinawati

Sebayang (2019) tentang Kadar Kolesterol Total pada penderita

DM tipe 2 di RS DKT LAHAT tahun 2019 mendapatkan hasil yang


4

menunjukan bahwa rata-rata kadar kolesterol total pada penderita

DM adalah 203,9 mg/dl dan 10% yang memiliki kadar kolesterol

total tinggi serta 46,7% yang memiliki kadar kolesterol total cukup

tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Winardi (2019)

tentang Kadar Kolesterol Total pada penderita DM di RSUD OKUT

tahun 2019 mendapatkan hasil yang menunjukkan bahwa dari 83

sampel pasien Diabetes Melitus (DM) didapatkan bahwa distribusi

frekuensi Kolesterol Total pada penderita DM sebesar 64 orang

(77,10%) dengan kadar kolesterol tinggi. Terjadi peningkatan kadar

kolesterol total pada jenis kelamin wanita sebanyak 45 orang

(77,78%) dan pada laki-laki sebanyak 29 orang (76,32%).

Berdasarkan usia penderita Diabetes Melitus hasil penelitian

menunjukkan usia risiko (>40 tahun) sebanyak 14 orang (18,18%)

dengan kadar kolesterol total normal dan 63 orang (81,82%)

dengan kolesterol total tinggi. Sedangkan untuk usia tidak risiko

sebanyak 5 orang (83,33%) dengan kadar kolesterol total normal

dan sebanyak 1 orang (16,67%) dengan kadar kolesterol total

tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian diatas menunjukan

bahwa adanya hubungan antara diabetes dengan kadar kolesterol

total untuk memenitoring perjalanan penyakit guna mencegah

komplikasi seperti penyakit Jantung Koroner (PJK).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Meenu (2014) bahwa HbA1C menunjukkan korelasi positif dengan


5

total kolesterol, trigliserida, LDL & VLDL dan korelasi negatif

ditemukan antara kadar HbA1C dan HDL. Temuan ini menunjukkan

bahwa tingkat HbA1C dapat digunakan sebagai parameter untuk

memprediksi profil lipid pasien diabetes pria dan wanita. Jadi,

HbA1C dapat digunakan untuk skrining pasien diabetes untuk risiko

kejadian kardiovaskular dan juga untuk intervensi tepat waktu

dengan obat penurun lipid.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui

bagaimanakah gambaran kadar Kolesterol pada penderita Diabetes

Mellitus yang mengikuti PROLANIS di Puskesmas Mamajang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Gambaran Kadar

Kolesterol pada Penderita Diabetes Mellitus yang Mengikuti

Prolanis Di Puskesmas Mamajang?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Gambaran Kadar

Kolesterol pada Penderita Diabetes Mellitus yang Mengikuti

Prolanis Di Puskesmas Mamajang

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan, pengalaman, dan

pengetahuan dalam menerapkan ilmu metode penelitian serta


6

penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama

pendidikan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk memberi informasi dan sebagai bahan masukan

pengujian dan pembelajaran di Kampus Teknologi

Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan

metabolisme yang dikarakterisasi oleh peningkatan gula darah

(hiperglikemia). Hal tersebut erat sekali hubungannya dengan

kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein sehingga

dapat menyebabkan komplikasi kronik seperti mikrovaskular,

makrovaskular, dan gangguan neuropati (Triplitt, 2014)

Diabetes mellitus (DM) juga merupakan penyakit metabolik

kronik akibat sel β pankreas mengalami penurunan produksi insulin

atau tubuh mengalami inefektifitas insulin. Insulin merupakan

hormon yang menurukan kadar glukosa darah, sehingga ketika

produksi ataupun kerjanya terganggu akan terjadi hiperglikemia.

DM dikenal sebagai silent killer karena pada penderita DM sering

kali tidak merasakan gejala tersebut. 90% dari seluruh penderita

DM merupakan DM tipe 2. Resistensi insulin serta kegagalan sel β

pankreas untuk memproduksi insulin merupakan patofisiologi dari

DM tipe 2. (Kemenkes RI, 2014).

7
8

2. Jenis-jenis Diabetes

a) Diabetes Tipe I

DM tipe I atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel

b pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah

mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel

beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa.

Sebagian besar penderita DM tipe I mempunyai antibodi yang

menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak

terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai tipe I

idiopatik. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30

tahun, tetapi usia tidak termaksuk kriteria klarifikasi.

b) Diabetes Tipe II

DM tipe II merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal

sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada

diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di

jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta.

Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup

untuk mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini

menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal

dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang

umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal,
9

rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada

pemberian insulin.

c) DM Dalam Kehamilan, DM dan kehamilan (Gestational Diabetes

Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan

peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan

euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan,

dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus,

misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini

terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar

sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.

Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat

risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.

d) Diabetes Tipe Lain, Subkelas DM di mana individu mengalami

hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel

beta), endokrinopati, penggunaan obat yang mengganggu fungsi

sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin

(b-adrenergik), dan infeksi/ Sindroma genetik Down’s klinefelter’s

(Guyton A.C, 2011).

3. Gejala Klinis

a) Keluhan Klasik DM berupa:

1) poliuria (banyak berkemih)

2) polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)


10

3) polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-

menerus)

4) penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya

b) Keluhan Tambahan DM Berupa :

1) lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal

2) penglihatan kabur

3) penyembuhan luka yang buruk

4) disfungsi ereksi pada pasien pria

5) gatal pada kelamin pasien wanita (Suyono, S. 2007)

4. Patofisiologi

Pankreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar

penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya

terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta,

karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta

yang mengeluarkan hormone insulin yang sangat berperan dalam

mengatur kadar glukosa darah.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan

sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa

ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut

dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka

glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan

akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel
11

dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan

inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus tipe II (American Diabetes

Association, 2015)

Pada keadaan diabetes mellitus tipe II, jumlah insulin bisa

normal, bahkan .lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap)

insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat

diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada

keadaan Diabetes Mellitus tipe II, jumlah lubang kuncinya kurang,

sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena

lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke

dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa)

dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian

keadaan ini sama dengan keadaan Diabetes Mellitus tipe I,

bedanya adalah pada Diabetes Mellitus tipe II disamping kadar

glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada Diabetes

Mellitus tipe II juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih

tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa

masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, Diabetes

Mellitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di

dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk

metabolisme energy (Guyton A.C, 2011).


12

5. Manifestasi Klinis

Gejala khas Diabetes Mellitus terdiri dari: poliuria, polidipsia,

polifagia sedangkan gejala tidak khas Diabetes Mellitus diantaranya

lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita) (Sudoyo, 2009).

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui

membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga

serum plasma meningkat atau hiperosmolaritas menyebabkan

cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan

intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat

dari hiperosmolaritas dan akibatnya akan terjadi diuresis

osmotik.

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam

vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga

efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut

menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

seseorang haus terus dan ingin selalu minum.

c. Polifagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari

menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun,

penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi


13

12 yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan

(Palinmuthu, 2011).

6. Diagnosa Laboratorium

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan melalui tiga

cara yaitu.

a) Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa

plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM.

b) Jika gejala klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa

plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Pemeriksaan

glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah

diterima oleh pasien serta murah.

c) Dengan TTGO (tes toleransi glukosa oral) dimana kadar gula

plasma 2 jam pada TTGO (tes toleransi glukosa oral) ≥ 200

mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan

hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir. Puasa diartikan

pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. TTG

yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air. Pemeriksaan HbA1c (≥6,5 %) oleh

ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria


14

diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang

telah terstandarisasi dengan baik (Grant et al, 2015).

Kadar glukosa darah atau plasma (puasa atau setelah

makan) yang normal disebut euglikemia, bila tinggi disebut

hiperglikemia, dan rendah hipoglikemia. Pemeriksaan terhadap

kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam

sebelum pemeriksaan (GDP/gula darah puasa/ nuchter) atau 2 jam

setelah makan (post prandial)

Nilai normal puasa:

Dewasa : 70-110 mg/dl

Bayi baru lahir : 30-80 mg/dl

Anak : 60-100 mg/dl

Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan :

Dewasa : < 140 mg/dl/2 jam Hasil pemeriksaan berulang di atas

nilai normal kemungkinan menderita Diabetes Melitus.

Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksaan kadar

gula dalam darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral) , 1

jam setelah diberi glukosa dan 2 jam setelah diberi glukosa .

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat toleransi tubuh terutama

insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu

(Damayanti, S. (2015).
15

B. Tinjauan Umum Tentang Kolesterol


1. Definisi Kolesterol

Kolesterol merupakan lipid dengan struktur unik yang terdiri

dari empat cincin hidrokarbon yang membentuk struktur steroid.

Total kolesterol merupakan jumlah keseluruhan kolesterol di dalam

darah yang memiliki komponen low density lipoprotein (LDL), high

density lipoprotein (HDL), dan 20% trigliserida. Kolesterol dapat

bersumber dari makanan seperti kuning telur, seafood dan jeroan.

Konsumsi makanan sumber kolesterol tinggi secara berlebihan

dapat mengakibatkan peningkatan kolesterol darah yang dikenal

dengan hiperkolesterolemia (Yoeantafara and Martini 2017) dalam

(Hasni, Vani, and Jelmila 2020)

Kolesterol adalah salah satu lemak tubuh yang berada

dalam bentuk bebas dan ester dengan asam lemak, serta

merupakan komponen utama selaput sel otak dan saraf. Kolesterol

adalah lipid amfipatik dan merupakan komponen struktural esensial

pada membran dan lapisan luar lipoporotein plasma. Senyawa ini di

sintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA dan merupakan

prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk kortikosteroid,

asam empedu, dan vitamin D. Kolesterol adalah suatu zat berlemak

yang diperlukan di dalam tubuh manusia untuk sintesa berbagai

steroida serta pembentukan jarinagn otak dan sel syaraf. Tubuh

dapat membuat kolesterol sendiri dari biosintesa asetat dalam


16

limpa dan disebut kolesterol endogen. Selain itu, tubuh

memperoleh kolesterol dari dua sumber yaitu dari makanan yang

disebut kolesterol eksogen (Moehji, 2017).

2. Jenis – Jenis Kolesterol

Lemak dalam tubuh diangkut dari satu tempat ke tempat lain

karen lemak bersifat tidak larut dalam air, maka untuk mengangkut

lemak tersebut diperlukan suatu alat pengangkut Apo-Protein yaitu

suatu jenis protein. Apoprotein dengan lemak yang diangkutnya

membentuk suatu ikatan yang disebut lipoprotein.

Ada 4 jenis Lipoprotein :

a) Kilomikron.

Komponen utamanya Trigliserida (90-95%) yang berasal dari

makanan. Plasma yang banyak mengandung kilomikron akan

berwarna seperti susu. Kilomikron mengandung lipid yang

terbentuk dari pencernaan dan penyerapan.

b) Very Low Density Lipoprotein (VLDL).

VLDL terdiri dari trigliserida endogen yang dibentuk oleh sel

hati, elemen ini berfungsi membawa kolesterol yang

dikeluarkan dari hati ke jaringan otot untuk disimpan sebagai

cadangan energi.

c) Low Density Lipoprotein (LDL).

LDL bertugas mengangkut kolesterol dalam plasma darah ke

jaringan perifer untuk keperluan pertukaran zat. LDL


17

mengandung 45% kolesterol. LDL ini sangat mudah menempel

pada dinding pembuluh darah sehingga menimbulkan kerak

kolesterol (plak/ateroma), sehingga LDL sering disebut juga

kolesterol jahat.

d) High Density Lipoprotein (HDL).

Komponen utama terdiri dari protein 50% dan kolesterol 20%.

Merupakan Apo-A, yang memiliki efek anti aterogenik, sehingga

disebut lemak baik. Fungsi utamanya adalah membawa

kolesterol bebas dari endotel dan mengirimnya ke pembuluh

darah perifer, lalu ke liver lewat empedu. Dengan demikian

penimbunan kolesterol berkurang. Jumlah kadar HDL dalam

tubuh diharapkan banyak, tetapi pada orang gemuk, perokok

berat, penderita DM yang tidak terkontrol, pada pemakai alat

kontrasepsi, dan orang yang kurang gerak kadar HDL

kolesterol ini jumlahnya sangat sedikit. (Murray, 2003)

3. Struktur Kimia Kolesterol

Kolesterol merupakan senyawa yang memliki inti empat

cincin siklopentano-fenantren. Kolesterol termasuk senyawa

steroida dengan rumus C27H45OH

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kolesterol


(Sumber : http://info-kolesterol.blogspot.com)
18

4. Peran Kolesterol

Secara umum, kolesterol berfungsi untuk membangun

dinding didalam sel (membran sel) dalam tubuh. Bukan hanya itu

saja, kolesterol juga berperan penting dalam memproduksi hormon

seks, vitamin D, serta berperan penting dalam menjalankan fungsi

saraf dan otak. Sekitar dua pertiga bagian kolesterol dibentuk oleh

tubuh di hati. Selain itu kolesterol mempunyai peran yang berguna

untuk mempertahankan kesehatan fungsi tubuh, diantaranya:

a) Menyediakan komponen esensial membran di setiap sel

tubuh kita.

b) Merupakan bahan pokok untuk pembentukan garam

empedu yang sangat diperlukan untuk pencernaan

makanan.

c) Membantu melapisi saraf kita dan menyediakan suatu zat

anti air pada permukaan arteri.

d) Merupakan salah satu bahan yang diperlukan oleh tubuh

untuk membuat vitamin D.

e) Membentuk penghambat produksi hormon yang utama

dalam kehidupan. (Mumpuni & Wulandari, 2011)

5. Metabolisme Kolesterol

Kolesterol diserap dari usus dan di gabung ke dalam

kilomikron yang di bentuk di dalam mukosa. Setelah kilomikron

melepaskan Trigliserida nya di dalam jaringan adiposus, maka sisa


19

kilomikron membawa kolesterol ke dalam hati. Hati dan jaringan

lain juga mensintesis kolesterol. Sejumlah kolesterol di dalam hati

di eksresikan di dalam empedu, keduanya dalam bentuk bebas dan

sebagai asam empedu. Sejumlah kolesterol empedu diserap

koroner dari usus. Kebanyakan kolesterol di dalam hati di gabung

ke dalam VLDL dan semuanya bersirkulasi di dalam komplek

lipoprotein. Umpan balik kolesterol menghambat sintesisnya sendiri

dan menghambat hidroksi – metilglutaril-KoA, enzim yang

mengubah ß-hidroksi-ß-metilglutarilKoA ke asam melavorat

sehingga bila masukkan kolesterol diet tinggi, maka sintesis

kolesterol hati menurun serta sebaliknya tapi kompensasi umpan

balik tidak lengkap. Karena diet yan rendah kolesterol dan lemak

jenuh menyebabkan penurunan dalam kolesterol darah yang

bersirkulasi (Soeharto, 2004).

6. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Kolesterol

Menurut Suiraokah (2012) kadar kolesterol merupakan salah

satu indikasi bagi kesehatan tubuh. Nilai normal kadar kolesterol

total di dalam darah adalah < 200 mg/dL. Kadar kolesterol yang

melampaui batas normal disebut sebagai hiperkolesterolemia.

Hiperkolesterolemia biasanya terdapat pada penderita obesitas,

diabetes melitus, hipertensi, perokok dan orang yang sering

minum-minuman beralkohol.Kelebihan kolesterol juga dapat

menyebabkan menyempitnya pembuluh darah dan meningkatkan


20

faktor resiko penyakit jantung. Beberapa faktor yang

mempengaruhi kadar kolesterol adalah :

1) Kebiasaan merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko atau penyebab

terjadinya penurunan kadar kolesterol HDL, Diabetes melitus

tipe 2, tekanan darah tinggi. Bahan dasar rokok mengandung

zat-zat kimia berbahaya bagi kesehatan. Menurut Mamat

(2018) dalam satu batang rokok terdapat lebih dari 4000 jenis

bahan kimia, 40 % diantaranya beracun. Bahan kimia yang

berbahaya terutama nikotin, tar, hidrokarbon, karbon

monoksida dan logam berat dalam asap rokok. Nikotin dalam

rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah koroner yang bertugas

membawa oksigen ke jantung. Selain memperburuk profil

lemak atau kolesterol darah, rokok juga dapat meningkatkan

tekanan darah pada nadi. Merokok juga dapat merusak lapisan

dalam pembuluh darah, memekatkan darah sehingga mudah

menggumpal, mengganggu irama jantung dan kekurangan

oksigen karena CO (Karbon monoksida) Setiap kali kita

menyalakan rokok, maka denyut jantung bertambah,

kemampuan jantung pembawa oksigen berkurang, HDL turun,

dan menyebabkan pengaktifan platelet yaitu sel-sel

penggumpal darah. peningkatan HDL harus dilakukan secara


21

tepat sehingga dapat menekan risiko munculnya penyakit

jantung koroner. Gaya hidup yang dapat menurunkan HDL

adalah kebiasaan merokok. Orang seringkali tidak mau berhenti

merokok karena beralasan takut gemuk. Jadi alternatif mereka

adalah ngemil sebagai pengganti rokok, dan akhirnya berat

badan bertambah. Merokok dapat menyebabkan gangguan

metabolisme lemak.

Menurut Sianturi (2013) pada orang-orang yang

merokok, ditemukan level kolesterol HDL atau kolesterol

baiknya rendah. Itu artinya, pembentukan kolesterol HDL, yang

bertugas membawa lemak dari jaringan ke hati menjadi

terganggu. Kondisi pertama ini sudah sangat tidak sehat.

Sementara kebalikannya, pada orang yang merokok ditemukan

level kolesterol LDL atau kolesterol jahatnya tinggi. Artinya,

lemak dari hati justru dibawa kembali ke jaringan tubuh. Kondisi

kedua ini juga memperburuk kesehatan. Intinya, transportasi

lemak menuju ke hati menjadi terganggu meski sering

ditemukan level kolesterol HDL rendah pada seorang perokok.

Penelitian lain di Nashvilles Vanderblt University menyatakan

bahwa setelah seminggu berhenti merokok, maka terjadi

peningkatan 15 persen atau sekitar 7 point kadar HDL

(Wulandari, 2012)
22

2) Jenis Kelamin

Menurut Irvan (2007) bahwa kekurangan estrogen pada

wanita menopause akan menurunkan kolesterol HDL, Oleh

karena itu upaya-upaya tanpa menjadi perokok pun wanita

sudah bersiko untuk menderita penyakit jantung yaitu ketika

berhenti menstruasi. Adanya hormon estrogen pada wanita

yang masih aktif menstruasi akan menekan Lp(a) atau

lipoprotein(a). Kadar Lp(a) rata-rata adalah 2 mg/dl, dan apabila

Lp(a) meningkat sampai 20-30 mg/dl maka akan muncul risiko

penyakit jantung koroner. Lp(a) ini berperan sebagai

penggumpal yang kemudian bersama-sama plak yang ada

dalam pembuluh arteri akan menyumbat aliran darah sehingga

muncul serangan jantung. Peranan estrogen sebagai

antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL sehingga

kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang.

Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh

darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar dan jantung

memperoleh suplai oksigen secara cukup.

3) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur sangat

penting, selain untuk menghindari kegemukan, juga dapat

menolong mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup

seperti diabetes, serangan jantung dan stroke (Johnson, 2004).


23

Pada waktu melakukan aktivitas fisik otot-otot akan banyak

memakai lebih banyak glukosa dari pada waktu tidak

melakukan aktivitas fisik. WHO merekomendasikan untuk

melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 30

menit perhari dalam satu minggu atau 20 menit perhari selama

5 hari dalam satu minggu dengan intensitas berat untuk

mendapatkan hasil yang optiman dari aktivitas fisik/olah raga

(Rumiyati, 2008 dalam Dayuni, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raul

(2009) bahwa tingkat aktivitas memiliki hubungan yang

bermakna terhadap penurunan kadar kolesterol total dan

kolesterol HDL. Orang-orang yang melakukan olah raga secara

teratur ditemukan peningkatan kadar HDL, penurunan LDL dan

trigliserida. Peningkatan HDL ini disebabkan berkurangnya

aktivitas lipase hati yaitu enzim yang berfungsi untuk

katabolisme HDL, sedangkan penurunan trigliserida

disebabkan meningkatnya aktivitas lipoprotein lipase. Olah raga

yang dilakukan secara teratur juga memberi efek yang

menguntungkan terhadap peningkatan sensitivitas insulin dan

hal tersebut akan berpengaruh metabolisme lipid dan KH

(Kraus dalam Manurung, 2013). Telah diketahui bahwa untuk

meningkatkan HDL diperlukan latihan olahraga yang teratur.

Apabila dalam seminggu mampu membakar energi 800- 1000


24

kalori melalui olah raga atau aktivitas fisik lainnya maka HDL

akan meningkat 4,4 mg/dl. Ada indikasi bahwa wanita tidak

memberikan respon secepat seperti pada pria dalam

peningkatan HDL melalui olahraga. Oleh karena itu kontinuitas

dan kesabaran kaum wanita benar-benar diuji ketika mereka

mulai melaksanakan program latihan untuk meningkatkan HDL.

(Natural dalam Manarung, 2013).

4) Konsumsi Serat

Makanan serat adalah makanan yang secara struktur

kimia tidak berubah atau bertahan sampai di usus besar.

Walaupun makanan berserat alami tidak mengandung zat gizi,

namun keberadaannya sangat diperlukan dalam proses

pencernaan di tubuh manusia. Serat makanan ada dalam

bentuk larut (soluble) dan tidak larut (insoluble). Fungsi

makanan berserat adalah mencegah sembelit (susah buang air

besar), mencegah timbulnya penyakit pada usus besar,

mencegah kanker usus, mengontrol kadar gula dalam darah,

mencegah wasir, dan menurunkan berat badan, serta dapat

menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Konsumsi makanan

miskin serat, khususnya serat larut, dikaitkan dengan

rendahnya kadar serum HDL-kolesterol dan HDL diperlukan

untuk mencegah aterosklerosis. Kebutuhan serat makanan

adalah 25 sampai 35 gram per hari.


25

Mekanisme penurunan kadar kolesterol berhubungan

dengan kemampuan serat makanan mengikat asam-asam

empedu di intestin dan menunda pengosongan gastrin dan

memperlambat absorpsi glukosa. Serat juga meningkatkan

viskositas dari isi pencernaan, peningkatan ekskresi feses dan

asam empedu serta kolesterol. Peningkatan ekskresi asam

empedu dapat mencegah reabsorpsi (sintesis kolesterol dari

asam empedu) sehingga terjadi pemblokan sintesa balik

(menghambat enzim hidroksi metil glutaril sintetase). Keadaan

tersebut akan menurunkan kolesterol dalam darah. Konsumsi

serat makanan yang cukup dapat menurunkan kolesterol darah

10-15 persen (Supriyono, 2010).

5) Usia

Telah diketahui bahwa proses degeneratif pada penuaan

dapat mengurangi efektivitas metabolisme lemak, yang

menyebabkan kadar kolesterol meningkat seiring dengan

bertambahnya usia (Jaagus et al, 2010).

7. Metode Pemeriksaan Kolesterol

1) Metode CHOD-PAP

Metode kolorimetik enzimatik (Cholesterol Oxidase

Methone/CHOD PAP) adalah metode yang disyaratkan sesuai

WHO/IFCC. Prinsip pemeriksaan kadar kolesterol total metode

kolorimetrik enzimatik adalah kolesterol ester diurai menjadi


26

kolesterol dan asam lemak menggunakan enzim kolesterol

esterase. Kolesterol yang terbentuk kemudian diubah menjadi

Cholesterol-3- one dan hydrogen peroksida oleh enzim

kolesterol oksidase. Hidrogen peroksida yang terbentuk beserta

fenol dan 4- aminophenazone oleh peroksidase diubah menjadi

zat berwarna merah. Intensitas warna yang terbentuk

sebanding dengan konsentrasi kolesterol total dan dibaca pada

λ 500 nm (Permenkes RI, 2011).

2) Metode CHOD-lodide

lodide Metode ini merupakan tes UV enzimatik yang

spesifik dan sensitif yang sangat baik untuk penentuan rutin

maupun khusus. Metode ini tidak terganggu oleh antikoagulan

pada konsentrasi normal. Perangkat reagen ini cocok untuk

penentuan kadar kolesterol yang bebas. Prinsip metode ini

adalah kolesterol dan ester-esternya dibebaskan dari

lipoprotein oleh deterjen. Kolesterol-esterase menghidrolisa

ester-ester tersebut dan H2O» dibentuk dari kolesterol dalam

proses oksidasi enzimatik oleh kolesterol oksidase. H:O:

mengubah iodide menjadi iodine yang kemudian dapat

ditentukan secara fotometri (Maulina, 2013).

3) Reaksi Liberman-Burchard

Tes kolorimetri untuk pengukuran pada daerah sinar

yang dapat dilihat oleh mata. Reaksi ini sensitive terhadap


27

kelembaban, pipet-pipet dan alat gelas yang digunakan harus

bersih serta kering. Serum yang mengandung bilirubin

memberikan nilai yang lebih tinggi. Prinsip metode ini adalah

kolesterol akan membentuk senyawa- senyawa berwarna hijau

kecoklatan yang sensitif bila dicampur dengan asam acetat

anhidrat dan asam sulfat pekat pada suhu ruangan (Maulina,

2013)

4) Metode Strip

Hydrogen Peroksida dalam darah terbentuk bereaksi

dengan phenol dan 4-Amino phenazon dalam stip mengubah

enzim peroksida menjadi quinonimin. Reaksi ini menciptakan

arus listrik yang besarnya setara dengan kadar bahan kimia

yang ada didalam darah. Ketika darah yang diteteskan pada

test strip, akan terjadi reaksi antara bahan kimia yang ada

didalam darah dengan reagen yang ada di dalam strip. (Luhur,

Anggunmeka : 2013)

Interpretasi Klinis :

Kolesterol: ˂ 200 mg/dl

(Sumber: Analyticon Fluitest® Cholesterol, 2017).

C. Tinjauan Umum Tentang Prolanis


1. Definisi Prolanis

Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) adalah suatu

sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang


28

dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas

Kesehatan (Faskes) dan BPJS Kesehatan dalam rangka

pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang

menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien

(Masturoh & Anggita T, 2018)

2. Tujuan Prolanis

Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai

kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang

berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada

pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi

sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya

komplikasi penyakit (Masturoh & Anggita T, 2018).

3. Kegiatan Prolanis

a) Konsultasi Medis Peserta Prolanis

Konsultasi medis antara peserta prolanis dan tim medis,

dengan membuat jadwal konsultasi yang disepakati bersama

antara peserta dengan Faskes Pengelola.

b) Edukasi Kelompok Peserta Prolanis

Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk

meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya

memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali

penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta


29

prolanis. Sasaran dari kegiatan edukasi klub Prolanis ini adalah

terbentuknya Klub Prolanis minimal 1 fasilitas kesehatan

pengelola 1 klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan

kondisi kesehatan peserta dan kebutuhan edukasi. Adapun

langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan edukasi

kelompok peserta Prolanis adalah (a) mendorong fasilitas

kesehatan pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar

sesuai tingkat severitas penyakit DM tipe 2 dan hipertensi yang

disandang; (b) memfasilitasi koordinasi antara fasilitas

kesehatan pengelola dengan organisasi profesi/dokter spesialis

diwilayahnya; (c) memfasilitasi penyusunan kepengurusan

dalam klub; (d) memfasilitasi penyusunan kriteria duta prolanis

yang berasal dari peserta, duta Prolanis bertindak sebagai

motivator dalam kelompok Prolanis (membantu fasilitas

kesehatan pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota

klub); (e) memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana

aktifitas klub minimal 3 bulan pertama; (f) melakukan monitoring

aktifitas edukasi pada masing-masing faskes pengelola yaitu

menerima laporan aktifitas fasilitas kesehatan Prolanis; (h)

membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

dengan tembusan kepada Organisasi Profesi terkait

diwilayahnya.
30

c) Reminder melalui SMS Gateway

Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk

melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui

pengingatan jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut.

Adapun sasaran dari kegiatan reminder SMS gateway adalah

tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke

masing-masing fasilitas kesehata pengelola. Langkah-langkah

yang dilakukan dalam kegiatan remider ini adalah (a)

melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta

Prolanis/Keluarga peserta per masing-masing fasilitas

kesehatan pengelola; (b) entri data nomor handphone kedalam

aplikasi SMS Gateway; (c) melakukan rekapitulasi data

kunjungan per peserta per fasilitas kesehatan pengelola; (d)

entri data jadwal kunjungan per peserta per fasilitas kesehatan

pengelola; (e) melakukan monitoring aktifitas reminder

(melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat

reminder); (f) melakukan analisa data berdasarkan jumlah

peserta yang mendapat reminder dengan jumlah kunjungan; (g)

membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat.

d) Home Visit

Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah

Peserta prolanis untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan

diri dan lingkungan bagi peserta prolanis dan keluarga. Adapun


31

sasaran dari kegiatan Home Visit adalah peserta prolanis

dengan kriteria peserta baru terdaftar, peserta tidak hadir terapi

di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan

berturut-turut, peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3

bulan berturut-turut, peserta dengan Tekanan Darah tidak

terkontrol 3 bulan berturut-turut, dan peserta pasca opname.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan Home Visit

adalah (a) melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu

dilakukan Home Visit; (b) memfasilitasi fasilitas kesehatan

pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan; (c) bila

diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home Visit;

(d) melakukan administrasi Home Visit kepada fasilitas

kesehatan pengelola dengan berkas formulir Home Visit yang

mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta yang

dikunjungi dan lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar

anjuran fasilitas kesehatan pengelola; (e) melakukan monitoring

aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah peserta

yang telah mendapat Home Visit); (f) melakukan analisa data

berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit dengan

jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan

peserta; (g) membuat laporan kepada Kantor Divisi

Regional/Kantor Pusat.
32

e) Aktivitas Klub

Aktivitas klub di masing-masing FKTP memiliki aktivitas yang

berbeda namun tetap mengacu pada tujuan program. Aktivitas

klub dilakukan sesuai dengan inovasi dari masing-masing

Faskes. Salah satu aktivitas klub yang dilaksanakan adalah

senam. (BPJS, 2017).

D. Tinjauan Umum Tentang Alat POCT


1. Pengertian Point Of Care Testing (POCT)

Point Of Care Testing (POCT) merupakan suatu alat yang

digunakan dalam laboratorium namun diagnostik alat ini yaitu dekat

dari pasien, karena adanya perkembangan teknik modern

perangkat POCT ini sangat mudah digunakan sehingga tidak perlu

adanya pelatihan khusus dalam (non-laboratorium). Transportasi

sampel ke laboratorium tidak lagi diperlukan persiapan khusus pun

untuk pasien sudah tidak ada lagi. Proses antara indikasi dan

ketersediaan hasil (waktu putar balik) jauh lebih singkat. Sehingga

hasil tes yang tersedia lebih cepat dapat meningkat mengarah pada

keputusan lebih awal tentang langkah tindakan selanjutnya (John

2020)

Daya tarik lebih lanjut dari POCT adalah mempermudah dan

mempercepat pemeriksaan laboratorium pasien sehingga hasil

yang didapat akan memberikan pengambilan keputusan klinis

secara cepat oleh dokter. Instrumen POCT didesain portable


33

(mudah di bawa kemana-mana) serta mudah dioperasikan.

Tujuannya adalah untuk mempermudah pengambilan sampel

karena hanya membutuhkan sampel yang sedikit dan memperoleh

hasil pada periode waktu yang sangat cepat atau dekat dengan

lokasi sehingga perencanaan pengobatan dapat dilakukan sesuai

kebutuhan sebelum pasien pergi. Lebih murah, lebih cepat, lebih

kecil dan lebih pintar itulah sifat yang ditempelkan pada alat POCT

sehingga penggunaannya meningkat dan menyebabkan cost

effective(hemat biaya) (Julie 2016)

1. Prinsip Kerja POCT

Pemeriksaan POCT menggunakan teknologi biosensor yang

menghasilkan muatan listrik dari interaksi kimia antara zat tertentu

dalam darah dan elektroda strip. Perubahan potensial listrik yang

terjadi akibat reaksi kedua zat tersebut akan diukur dan dikonversi

menjadi angka yang sesuai dengan jumlah muatan listrik yang

dihasilkan. Angka yang dihasilkan dalam pemeriksaan dianggap

setara dengan kadar zat yang diukur dalam darah.

2. Prosedur Kerja POCT

a) Pra Analitik

Dipersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu : autoklik, alat pengukur kadar kolesterol

POCT, strip kolesterol, kapas alkohol 70%, dan lanset.


34

b) Analitik

Pasang lanset pada autoklik. Atur sesuai kedalaman

yang diinginkan, pasang strip kolesterol pada alat. Maka akan

on, check nomor kode kalibrasi. Bandingkan nomor kode

kalibrasi yang muncul di layar dengan yang tertera pada

kemasan botol strip harus sama, usap ujung jari pasien

menggunakan alkohol 70% dan tunggu hingga kering, tusuk

ujung jari pasien dengan menggunakan autoklik, masukkan

darah tersebut ke dalam bantalan strip kolesterol hingga terisi

penuh, tunggu proses pemeriksaan lalu hasilnya akan tertera

pada layar.

c) Pasca Analitik

Setelah dilakukan pemeriksaan kemudian lakukan

pencatatan hasil kadar kolesterol, interpretasi hasil

pemeriksaan kadar kolesterol dalam darah yaitu ˂ 200 mg/dl

E. Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian disusun untuk mengetahui

gambaran kadar Kolesterol pada penderita Diabetes Mellitus yang

mengikuti Prolanis. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis

yaitu keadaan dimana terjadi gangguan metabolisme tubuh dalam

waktu lama ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah.

Penderita diabetes mellitus juga mengalami komplikasi

kronik akibat penyakit tersebut adalah gangguan metabolisme


35

lemak. Adanya gangguan metabolisme lemak membuat kadar

kolesterol menjadi tinggi, yang berarti terlalu banyak lemak di

dalam darah dapat menghambat aliran darah sehingga

menghalangi darah kaya akan oksigen mencapai tubuh tertentu.

Penyakit diabetes mellitus cenderung menurunkan kadar kolesterol

baik, meningkatkan trigliserida dan kadar kolesterol jahat (low

density lipoprotein).

Sejak tahun 2014 BPJS Kesehatan telah menerapkan

Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) untuk

meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan

penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta

meningkatkan status kesehatan bagi pasien penyakit kronis salah

satunya adalah Diabetes Mellitus.


36

Diabetes Mellitus Hipertensi

Prolanis

Pemeriksaan Kadar
Tekanan
Kadar HbA1C
Darah
Kolesterol setiap 6
bulan sekali

Gambar 2. 2 Kerangka Konseptual

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi

observasional, dimana metode penelitian yang dilakukan bertujuan

untuk melihat gambaran kadar Kolesterol pada pasien Diabetes

Mellitus yang mengikuti prolanis di Puskesmas Mamajang Kota

Makassar.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi

Populasi penelitian ini yaitu semua penderita Diabetes

Mellitus yang melakukan pengobatan di Puskesmas Mamajang

Kota Makassar.

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

penderita Diabetes Mellitus yang mengikuti program prolanis di

Puskesmas Mamajang Kota Makassar.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel penelitian ini yaitu

menggunakan metode purposive sampling dimana keseluruhan

populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

37
38

a. Kriteria Inklusi

1) Penderita Diabetes Militus yang mengikuti prolanis dan

telah melakukan pemeriksaan HbA1c

b. Kriteria Eksklusi

1) Penderita Diabetes Mellitus yang tidak melakukan

pemeriksaan HbA1c

2) Penderita Diabetes Millitus yang juga menderita

Hipertensi

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas

Yang termasuk variabel bebas pada penelitian ini yaitu

penderita Diabetes Mellitus yang mengikuti prolanis di

Puskesmas Mamajang.

2. Variabel Terikat

Yang termasuk variabel terikat pada penelitian ini yaitu kadar

Kolesterol.

D. Definisi Operasional
1. Penderita DM adalah penderita yang sudah di diagnosa oleh

dokter dan hasil laboratorium dinyatakan positif menderita DM

Serta, terdaftar sebagai peserta Prolanis di Puskesmas

Mamajang Kota Makassar.


39

2. Kolesterol adalah kadar lipid dalam darah yang diperiksa pada

pasien DM yang menjalani Prolanis di Puskesmas Mamajang

Kota Makassar.

3. Prolanis adalah salah satu program yang dilaksanakan di

Puskesmas Mamajang untuk mengelola penyakit kronis yaitu

salah satunya adalah penyakit DM.

4. Point Of Care Testing (POCT) adalah metode sederhana yang

digunakan untuk pemeriksaan kadar kolesterol pada penderita

DM di Puskesmas Mamajang Kota Makassar dengan

menggunakan sampel darah kapiler dan hasilnya dapat

diketahui dengan cepat.

E. Waktu dan Lokasi Penelitian


1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Juni – 14 Juni

Tahun 2022.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Mamajang Kota

Makassar.

F. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang akan diperoleh

dari pemeriksaan kolesterol secara langsung dan dari rekam medis

pasien penderita Diabetes Mellitus yang mengikuti Prolanis di

Puskesmas Mamajang yang telah melakukan pemeriksaan HbA1c.


40

G. Prosedur Pemeriksaan
Untuk pemeriksaan kadar kolesterol dilakukan oleh peneliti,

adapun prosedur pemeriksaan pra anlitik, analitik dan pasca

analitik sebagai berikut.

1. Pra Analitik

Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu : autoklik, alat p engukur kadar kolesterol POCT,

strip kolesterol, kapas alkohol 70%, dan lanset. Serta bahan yang

digunakan adalah darah kapiler.

2. Analitik

Pasang lanset pada autoklik. Atur sesuai kedalaman yang

diinginkan, pasang strip kolesterol pada alat. Maka akan on, check

nomor kode kalibrasi. Bandingkan nomor kode kalibrasi yang

muncul di layar dengan yang tertera pada kemasan botol strip

harus sama, usap ujung jari pasien menggunakan alkohol 70% dan

tunggu hingga kering, tusuk ujung jari pasien dengan menggunakan

autoklik, masukkan darah tersebut ke dalam bantalan strip

kolesterol hingga terisi penuh, tunggu proses pemeriksaan lalu

hasilnya akan tertera pada layar.

3. Pasca Analitik

Interpretasi Hasil : ˂ 200 mg/dl


41

H. Analisis Data
Hasil yang diperoleh dari penelitian akan disajikan dalam

bentuk deskriptif dan tabel untuk selanjutnya akan dibahas dan

disajikan dalam bentuk narasi.

I. Kerangka Operasional

Penderita Diabetes Mellitus Yang


mengikuti Prolanis

Pemeriksaan Kolesterol Metode


Point Of Care Testing (POCT)

Hasil

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka Operasional Konseptual


42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu

Gambaran Kadar Kolesterol Pada Penderita Diabetes Mellitus

Yang Mengikuti Prolanis di Puskesmas Mamajang dengan jumlah

sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang berdasarkan kriteria

sampel yang telah ditetapkan, maka diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis


Kelamin dan Umur.
Karakteristik Subjek Penelitian Jumlah Presentase
Jenis Kelamin Laki – laki 9 30,0
Perempuan 21 70,0
Jumlah 30 100
Umur 50 – 53 3 10,0
54 – 57 5 16,7
58 – 61 8 26,7
62 – 65 13 43,3
66 – 69 1 3,3
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer Tahun 2022

Pada tabel 4.1 Diperoleh jumlah penderita laki-laki sebanyak

9 orang (30,0%) dan pada perempuan sebanyak 21 orang (70%).

Sedangkan untuk klasifikasi umur, subjek penderita dengan

Diabetes Mellitus terbanyak adalah umur 62 – 65 tahun yaitu

sebanyak 13 orang (43,3%) dan yang paling sedikit terdapat pada

seorang penderita berumur 66 tahun (3,3%)

42
43

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Kolesterol pada Penderita


Diabetes Mellitus yang Mengikuti Prolanis di Puskesmas
Mamajang.
Kolesterol Jumlah
Normal Meningkat
N % N % n %
HbA1c Terkontrol 7 23,3 7 23,3 14 46,7
Tidak 7 23,3 9 30 16 53,3
Terkontrol
Jumlah 14 46,7 16 53,3 30 100
Sumber :
Kadar Kolesterol : Data Primer Tahun 2022
Kadar HbA1c : Data Sekunder periode 6 bulan terakhir

Pada tabel 4.2 diperoleh sebanyak 14 orang (46,7%) dengan

kategori kadar kolesterol normal, ada 7 orang (23,3%) dengan

kadar HbA1c terkontrol dan 7 orang (23,3%) dengan kadar HbA1c

tidak terkontrol. Untuk kategori kadar kolesterol meningkat

diperoleh total penderita sebanyak 16 orang (53,3%), sebanyak 7

orang penderita (23,3%) dengan kadar HbA1c terkontrol, dan 9

orang penderita (30%) dengan kadar HbA1c tidak terkontrol.

B. Pembahasan

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang termasuk dalam

kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

yang terjadi karena gangguan sekresi insulin dan kerja insulin yang

tidak normal atau keduanya. Penegakan diagnosa DM dapat

dilakukan dengan beberapa marker pemeriksaan menurut

American Diabetes Association yaitu pemeriksaan gula darah

sewaktu dengan hasil lebih dari 200 mg/dl, pemeriksaan gula darah

puasa dengan hasil lebih dari 140 mg/dl, test toleransi glukosa oral
44

sebesar lebih dari 200 mg/dl, serta pemeriksaan Hemoglobin A1c

sebesar lebih dari 6.5%. Kadar HbA1c adalah biomarker untuk

menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh

peningkatan kadar glukosa darah, marker pemeriksaan ini dapat

mengkontrol kadar glikemik seseorang dalam jangka waktu 3 bulan

terakhir. Terjadinya peningkatan kadar HbA1c pada pasien DM

karena dipengaruhi oleh kadar glukosa darah dan umur eritrosit

(Utomo et al, 2015). Peningkatan insiden penyakit DM sejalan

dengan peningkatan komplikasi lainnya, dimana komplikasi yang

ada diakibatkan oleh kontrol glikemik yang buruk. Komplikasi DM

menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas paling banyak di

dunia, dengan data mencapai 5 juta orang meninggal setiap

tahunnya (IDF 2017). Salah satu komplikasi DM yaitu komplikasi

makrovaskular seperti penyakit jantung koroner (PJK), stroke, dan

penyakit pembuluh darah perifer.

Penelitian yang telah dilaksanakan untuk melihat gambaran

kadar kolesterol pada penderita diabetes mellitus yang mengikuti

prolanis di puskesmas mamajang merupakan jenis penelitian

deskriptif dengan studi observasional, menggunakan teknik

pengambilan sampel purposive sampling dengan melihat kriteria

pada subjek yang diteliti, yaitu penderita DM yang mengikuti

prolanis dan telah melakukan pemeriksaan HbA1c.


45

Berdasarkan karakteristik subjek dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa 30 sampel penderita DM, diperoleh pasien

laki-laki sebanyak 9 orang (30,0%) dan perempuan sebanyak 21

orang (70,0%) hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Eko Sudarmo dkk di Kota Ternate pada tahun 2021 terdapat lebih

banyak pasien perempuan yang menderita DM dari 273 pasien,

terdapat sebanyak 156 pasien perempuan (57,1%) dan sebanyak

117 pasien laki-laki (42,9%). Namun, pada penelitian yang

dilakukan oleh Emy di RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2020,

menunjukkan jumlah pasien laki-laki yang mengalami DM lebih

banyak dari pasien perempuan, diperoleh pasien DM berjumlah 83,

terdapat 45 pasien laki-laki (54,2%) dan 38 pasien perempuan

(45,8%).

Dalam permasalahan DM, jenis kelamin bukan menjadi

penyebab utama seseorang mengalami penyakit tersebut,

dikarenakan DM dapat dialami laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian DM,

prevalensi kejadian DM pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki.

Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita

memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.

Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-

menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah


46

terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita

berisiko menderita diabetes melitus (Sri Guswarni, 2020)

Pada Tabel 4.1 karakteristik subjek penelitian, dapat dilihat

untuk klasifikasi umur 62 – 65 tahun terdapat 13 pasien DM (43,3).

Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Padma dkk di RSUP

Denpasar pada tahun 2017 sebanyak 20 pasien (66%) pada rentan

usia 51 - 60 tahun ke atas. Berdasarkan analisis anatara umur

dengan kejadian DM yaitu usia lebih dari 40 tahun itu lebih besar

peluangnya mengalami diabetes dibandingkan dengan umur

kurang dari 40 tahun hal ini dikarenakan semakin tua seseorang

maka akan semakin berkurang pula kerja dari organ tubuhnya

mengakibatkan resiko terkena penyakit meningkat. (CANRISK

2017).

D’adamo & Peter (2016) menambahkan bahwa faktor risiko

diabetes melitus muncul setelah usia 45 tahun. Hal ini karena orang

pada usia ini kurang aktif, berat badan bertambah, massa otot

berkurang, dan akibat proses menua yang mengakibatkan

penyusutan sel-sel β yang progresif. Selain itu, peningkatan

kejadian diabetes seiring dengan bertambahnya usia, terutama

pada usia lebih dari 40 tahun karena pada usia tersebut mulai

terjadi peningkatan intoleransi glukosa.

Selanjutnya hubungan hasil pemeriksaan kolesterol dengan

data HbA1c, pada tabel 4.2 diperoleh sebanyak 7 orang penderita


47

(23,3%) dengan kategori HbA1c terkontrol dengan kadar

kolesterolnya normal dan 7 orang penderita (23,3%) dengan kadar

kolesterol meningkat. Sementara itu, kategori HbA1c tidak

terkontrol diperoleh sebanyak 7 orang penderita dengan kadar

kolesterol normal dan diperoleh sebanyak 9 orang dengan kadar

kolesterol meningkat. Maka pada penelitian ini diperoleh hasil kadar

kolesterol meningkat tertinggi berada pada kategori HbA1c tidak

terkontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Maharani tentang Hubungan niai HbA1c dengan

kadar kolesterol pada pasien DM Tipe 2 di RSI Sultan Agung

Semarang tahun 2014, hasil yang didapatkan bahwa nilai HbA1c

yang tinggi mempengaruhi kadar kolesterol pada penderita DM

Tipe 2 sebesar 77% pasien dengan kadar HbA1c >6,5% memiliki

rata-rata kolesterol lebih tinggi dari pada pasien dengan kadar

HbA1c <6,5% memiliki rata – rata kolesterol lebih rendah.

Pada tabel 4.2 dari 30 penderita DM didapatkan 16 orang

penderita (53,3%) mempunyai kadar kolesterol tinggi, sedangkan

14 penderita (46,7%) memiliki kadar kolesterol normal. Penelitian

lainnya yang dilakukan oleh di RSUD OKU Timur tahun 2019

menunjukkan jumlah pasien dari 83 yang menderita DM sebanyak

64 orang (77,10%) kadar kolesterolnya tinggi sedangkan 19 orang

(22,90%) kadar kolesterolnya normal. Hal ini membuktikan bahwa

pasien yang menderita DM memiliki kecenderungan mempunyai


48

kadar kolesterol yang tinggi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian Adriani Astuti (2015) yaitu kadar gula darah puasa pada

pasien DM berhubungan dengan kadar kolesterol dengan nilai (r =

0,33; p=0,04). Kadar kolesterol tinggi pada penderita DM

disebabkan kadar insulin yang rendah dimana hormon tersebut

menghambat kerja enzim lipase (sebagai lipolisis), sehingga terjadi

percepatan metabolisme lemak yaitu terbentuknya asam lemak

bebas dalam plasma menjadi 2 kali lipat lebih banyak.

Menurut Anna Schaefer (2015) menyatakan bahwa orang

yang memiliki gula darah yang tinggi akan memiliki kolesterol HDL

(kolesterol baik) yang lebih rendah, dan kadar kolesterol LDL

(kolesterol jahat) dan trigliserida yang lebih tinggi. Kolesterol LDL

adalah kolesterol yang akan diedarkan dari hati ke berbagai organ

tubuh yang memerlukan kadar kolesterol. Jika kadar kolesterol LDL

ini terlalu banyak dalam aliran darah, kondisi ini bisa meningkatkan

risiko aterosklerosis alias penumpukan plak pada pembuluh darah.

Kolesterol HDL adalah kolesterol yang bekerja untuk

mengembalikan kelebihan kolesterol LDL di dalam aliran darah

kembali ke organ hati, agar tidak terjadi penyumbatan di aliran

darah karena LDL menumpuk. Oleh karena itu, kadar HDL sangat

penting untuk menjaga keseimbangan kolesterol di dalam darah.

Turunnya HDL dan meningkatnya LDL berarti risiko penyakit

jantung koroner dan pembuluh darah pun naik. Peningkatan kadar


49

LDL dan trigliserida dapat diketahui dengan salah satu cara yakni

dengan mengukur kadar kolesterol pada penderita diabetes.

Semiardji, et al. (2017) menambahkan bahwa dengan penurunan

kadar kolesterol sebesar 1% akan menurunkan faktor resiko PJK

sebesar 2%.

Pencegahan komplikasi kronis tidak hanya dengan

mengontrol kadar glukosa darah itu sendiri tetapi diperlukan kontrol

diabetes yang baik. Pengendalian diabetes harus dilakukan secara

menyeluruh, termasuk HbA1c, lipid (kolesterol Low Density

Lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL), dan trigliserida.

Oleh karena itu, pengembangan strategi baru untuk meningkatkan

pengendalian diabetes dan komplikasinya akan sangat membantu.

Di Indonesia, salah satu strategi baru yang dikembangkan adalah

program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS). PROLANIS

dikembangkan oleh BPJS yang bertujuan untuk mengurangi risiko

komplikasi dan mencapai kualitas hidup yang lebih baik dengan

penggunaan biaya yang efektif dan rasional. Program PROLANIS

merupakan sistem tata kelola pelayanan kesehatan dan pendidikan

kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Sosial yang menderita

hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 untuk mencapai kualitas

hidup mandiri yang optimal (Idris 2016).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan pada tanggal 11 juni – 14 juni

2022 dari 30 sampel diperoleh hasil 16 orang penderita (53,3%)

mempunyai kadar kolesterol meningkat, sedangkan 14 penderita

(46,7%) memiliki kadar kolesterol normal.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa pemeriksaan

lainnya selain pemeriksaan kolesterol pada penderita DM yang

mengikuti prolanis untuk melihat adanya resiko komplikasi lainnya

terhadap penderita DM.

50
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA) (2015). Diagnosis and classification


of diabetes mellitus. American Diabetes Care, Vol.38, pp: 8-16.

BPJS. (2017). Panduan praktis Prolanis (Proglam pengelolaan penyakit


kronis). In F. Idris (Ed), BPJS Kesehatan

C. I. Wulandari, and A. Santoso, "Pengalaman Menghentikan Kebiasaan


Merokok Pada Mantan Perokok," Jurnal Keperawatan Diponegoro,
vol. 1, no. 1, pp. 36-42, Oct. 2012.

Damayanti, S, 2015. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan


Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Dayuni., Rahmi., & Yeni. 2019. Hubungan Obesitas Sentral Dengan


Kejadian Kolesterol Tinggi Pada Wanita Menopause Di Indonesia
(Analisis Data Sekunder Ifls 2007 Dan 2014). Diss. Sriwijaya
University. Palembang.

Eko Sudarmono Dahad Prihanto, Andri W Johan Imbar, Fitriani Giringan.


2021. ‘Pengendalian Diabetes Mellitus Dan Hubungannya Dengan
Kejadian Mikroalbuminuria. Universitas Khairun, Maluku Utara,
Indonesia

Emy Oktaviani, Lusi Indriani, Emma Nillafita Putri Kusuma, Futriani. 2020.
‘ Kontrol Glikemik Dan Profil Serum Kreatinin Pada Pasien DM Tipe 2
Dengan Gagal Ginjal Kronik. Program Studi Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan

Gough S, Manley S, Stratton I, 2010. HbA1C in diabetes: case studies


using IFCC units. Blackwell Publishing

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022

Hasni, Dita, Ade Teti Vani, and Sri Nani Jelmila. 2020. “Gambaran Kadar
Total Kolesterol Pada Pasien Prolanis Yang Mendapat Terapi
Simvastatin Di Puskesmas Air Dingin 2018 Overview Of Total
Cholesterol Levels In Prolanis Patients Receiving Therapy
Simvastatin In Puskesmas Air Dingin 2018 Fahreza Pendahuluan
Kol.” 19(2): 53–62.
IDF. (2017). New IDF Figures Show Continued Increase in Diabetes
Across The Globe, Reiterating The Need For Urgent Action.
International Diabetes Federation, 1–4.

Idris, F., 2014. Pengintegrasian Program PreventifPenyakit Diabetes


mellitusTipe 2 PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan. J Indon Med
Assoc, 64(3), pp.115–121.

Idris, F. (2016). Panduan Praktis PROLANIS (Program Pengelolaan


Penyakit Kronis). Jakarta : BPJS.

Irvan, A. 2007. Resiko Jantung Koroner dapat meningkat akibat


menopouse. Diakses 11 Mei 2020. http://www.pjnhk.go.id/content/vie
w/221/31/

Jaagus, Jaak, et al. 2010. Precipitation pattern in the Baltic countries


under the influence of large‐scale atmospheric circulation and local
landscape factors. International Journal of Climatology: A Journal of
the Royal Meteorological Society. Vol. 30, No.5: 705-720.

John. 2020. J. POCT di EMS...rescue 2020; 9:10-14 Pedoman Asosiasi


Medis Jerman

Julie. 2016. Laboratorium Kedokteran Praktis Patologi dan Kedokteran


Laboratorium, Universitas Ottawa, Ottawa, Ontario, Kanada

KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2014, Situasi


dan analisis diabetes, Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, Diakses pada 17 Maret 2022,
http://www.depkes.go.id/

Manurung, Elvi. 2013. Hubungan antara Asupan lemak tak jenuh tunggal
dengan kadar kolesterol igh Density Lipoprotein plasma penderita
penyakit jantung koroner. Tesis. Program Pendidikan Pasca Sarjana.
UI. Jakarta.

Marewa Lukman Haris. 2015. Kencing Manis (Diabtes Melitus) di Sulawesi


Selatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Masturoh, Imas dan Anggita, Nauri. 2018. Metodelogi Penelitian


Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Mumpuni, Y & Wulandari, A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Kolestrol .
Yogyakarta : ANDI

Murray, R.K. dkk. 2003. Biokimia Klinik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Moehji, S. (2017). Dasar Dasar Ilmu Gizi 1. Depok Timur. Pustaka


Kemang

Nitin, S. HbA1c and Factors Other Than Diabetes Melitus Affecting It.
Singapore Med J. 2010;51(8): 616-22.

Raul. 2009. Low and High Density Lipoprotein Cholesterol Goald


Attainment in Dyslipidemic Women. American Heart Journal. Vol. 158,
No.5:860-6.

Sherwani, Shariq I. et al. 2016. “Significance of HbA1c Test in Diagnosis


and Prognosis of Diabetic Patients.” Biomarker Insights 11.

Soeharto, 2004, Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan


Lemak dan Kolesterol, Edisi Ketiga, hal 387, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Supriyono, Mamat. 2008. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap


kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok usia< 45 tahun
(studi kasus di RSUP dr. Kariadi dan RS Telogorejo Semarang). Diss.
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang

Suyono, S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu edisi kedua.


Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Triplitt et al., 2014. Diabetes Mellitus, In : Pharmacotherapy A


Pathophysiologic Approach 9th edition . USA : McGraw Hill. pp 643-
647

Widijanti, A. and Ratulangi, B. T. 2011. Jenis Pemeriksaan Yang Harus


Dilakukan Penderita Diabetes. Malang: Laboratorium Patologi Klinik
RSUD Dr. Saiful Anwar/FK Unibraw

World health organization. 2016. global report on diabetes.


http://apps.who.int./iris/bitstream/10665/204871/1/9789241565254
nng.pdf7ua =1. diakses 12 Maret 2022.
Wulandari, Cicilia, Ika., & Agus, Santoso. 2012. Pengalaman
menghentikan kebiasaan merokok pada mantan perokok. Jurnal
Keperawatan Diponegoro. Vol. 1, No.1: 36-42. www.depkes.go.id

Yerizel E, Zubir N, Aldamelia Y, 2010. Gambaran hbA1c (hemoglobin


glikosilat) pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kelainan
pembuluh darah perifer.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8

Gambar 1. Pemeriksaan Kadar Kolesterol

Gambar 2. Strip Kolesterol


Gambar 3. Autoklik

Gambar 4. Alat POCT

Gambar 5. Lancet

Anda mungkin juga menyukai