Anda di halaman 1dari 65

STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Kustini Rahayu

NIM : 21317067

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHTAN (STIKes)

YATSI TANGERANG

2021
A. PENGERTIAN MANAJEMEN
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan
diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen
sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa
seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi.

Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,


pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Haiman, mendefinisikan manajemen yaitu untuk mencapai suatu tujuan ,elalui


kegiatan orang lain, mengawasi usaha-usaha yang dilakukan individu. Georcy R.Terry,
manajemen adalah cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan
melalui kegiatan orang lain. Stoner menjelaskan manajemen yaitu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha para angggota
organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi lainnya, agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.

Harsey dan Bblanchard (1988:9): merupakan suatu proses bagaimana pencapaian


sasaran organisasi melalui kepemimpinan. Sudjana (2000 : 77) : Manajemen
merupakan rangkaian berbagai kegiatan wajar yang dilakukan seseorang berdasarkan
norma-norma yang telah ditetapkan dan dalam pelaksanaannya memiliki hubungan dan
saling keterkaitan dengan lainnya. Hal tersebut dilaksanakan oleh orang atau beberapa
orang yang ada dalam organisasi dan diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan
tersebut.
Jadi, manajemen adalah proses kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
1. Identifikasi Tujuan
a. Visi dan Misi
b. Sasaran jangka Panjang
c. Target jangka menengah
d. Prioritas Jangka pendek
2. Identifikasi kelompok Orang
a. Organisasi
b. Fungsi/tugas
c. Wewenang dan tanggung jawab
d. Jenjang
3. Identifikasi proses kegiatan
a. Penerapan fungsi manajemen
b. Pemanfaatana sumber daya
c. Terarah, terpadu
d. Berkesinambungan
e. Berkelanjutan

B. UNSUR (SUMBER DAYA) MANAJEMEN


1. Man (SDM)
Merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen,
faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan
manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak
ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu,
manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai
tujuan.
2. Money (Uang)
Merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan
alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang
beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting
untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal
ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji
tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan
dicapai dari suatu organisasi.
3. Materialis (Prasarana dan Sarana)
Terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk
mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus
dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan
manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang
dikehendaki.
4. Machines (peralatan, Mesin)
Digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar
serta menciptakan efesiensi kerja.
5. Methods (metode, Sistim)
Suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode
daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan
memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas
yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat
meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau
tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan
demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
6. Market (Pasar)
Tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan
produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku,
maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan
berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi
merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka
kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli
(kemampuan) konsumen.
7. Kerjasama, Informasi, Citra.

C. KLASIFIKASI MANAJEMEN
Ada 6 macam teori manajamen diantaranya:
1. Aliran klasik:
Aliran ini mendefinisikan manajemen sseuai dengan fungsi-fungsi manajemennya.
Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan pada penerapan fungsi-fungsi
tersebut.
2. Aliran perilaku:
Aliran ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan manusia. Aliran ini
memusatkan kajiannya pada aspek manusia dan perlunya manajemen memahami
manusia.
3. Aliran manajemen Ilmiah:
Aliran ini menggunakan matematika dan ilmu statistika untuk mengembangkan
teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat
berguna untuk menjelaskan masalah manajemen.
4. Aliran analisis sistem:
Aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah yang berhubungan dengan bidang lain
untuk mengembangkan teorinya.
5. Aliran manajemen berdasarkan hasil:
Aliran manajemen berdasarkan hasil diperkenalkan pertama kali oleh Peter Drucker
pada awal 1950-an. Aliran ini memfokuskan pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai
bukannya pada interaksi kegiatan karyawan.
6. Aliran manajemen mutu:
Aliran manajemen mutu memfokuskan pemikiran pada usaha-usaha untuk mencapai
kepuasan pelanggan atau konsumen.

D. FUNGSI MANAJEMEN
Banyak pendapat mengenai fungsi manajemen, diantaranya sebagai berikut
1. Henry Fayol, fungsi manajemen yaitu planning, organizing, commanding,
coordinating, dan controlling.
2. George R. Terry, fungsi manajemen adalah planning, organizing, actuating, dan
controlling.
3. Luther Gulllich, fungsi manajemen yaitu planning, organizing, staffing, directing,
coordinating, reporting, dan controlling.
4. Ernest Dale, fungsi manajemen yaitu planning, organizing, staffing, directing,
innovating, representing, dan controlling.
5. Koonts & O’donnol, fungsi manajemen yaitu planning, organizing, staffing,
directing, controlling.
6. Oey Liang Lee, fungsi manajemen yaitu planning, organizing, directing,
coordinating,Controlling
7. James Staner, fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading, dan
controlling.
Dalam pembahasan ini akan diperinci empat fungsi yang paling penting yaitu planning,
organizing, actuating, dan controlling.
1. Perencanaan ( Planning )
Pemilihan dan penentuan tujuan organisasi, dan penyusunan strategi,
kebijaksanaan, program, dan lain-lain.
2. Pengorganisasian ( Organizing )
penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan, menyusun organisasi atau
kelompok kerja, penugasan wewenang dan tanggungjawab serta koordinasi.
3. Pengarahan ( Actuating )
Motivasi, komunikasi kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan
sesuatu yang ditugaskan padanya.
4. Pengawasan ( Controlling )
Penetapan standar, pengukuran pelaksanaan, dan pengambilan tindakan korektif

Gambar.1. Fungsi manajemen: Planning, Actuating, Organizing, dan Controling.

E. PRINSIP MANAJEMEN
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang
berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari
Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:

1. Pembagian kerja (division of work)


2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility)
3. Disiplin (discipline)
4. Kesatuan perintah (unity of command)
5. Kesatuan pengarahan (unity of direction)
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
(subordination of individual interests to the general interests)
7. Pembayaran upah yang adil (renumeration)
8. Pemusatan (centralisation)
9. Hirarki (hierarchy)
10. Tata tertib (order)
11. Keadilan (equity)
12. Stabilitas kondisi karyawan (stability of tenure of personnel)
13. Inisiatif (Inisiative)
14. Semangat kesatuan (esprits de corps)

F. TINGKATAN MANAJEMEN
Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi tingkatan manajer
menjadi 3 tingkatan :
a. Manajer lini garis-pertama (first line) adalah tingkatan manajemen paling rendah
dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional.
Dan mereka tidak membawahi manajer yang lain.
b. Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah dapat meliputi
beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi
dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya kadang-kadang juga
karyawan operasional.
c. Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relative kecil, manager
puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari organisasi.

Gambar.2. Tingkatan Manajemen

G. Pengertian Manajemen Keperawatan.


Manajemen didefenisikan secara umum sebagai upaya-upaya yang dilaksanakan untuk
mencapai suatu tujuan melalui orang lain. Dalam manajemen pertama-tama perlu diketahui
dengan jelas apa tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya bagaimana upaya yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut dengan melibatkan sekelompok orang dalam
suatu organisasi.
Menurut Gillies (1994) manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja
melalui upaya anggota staf keperawatan untuk memberikan pelayanan keperawatan,
pengobatan dan bantuan terhadap para pasien, dan tugas manajer keperawatan adalah
merencanakan, mengorganisir, memimpin serta mengontrol keuangan, material, dan
sumber daya manusia yang ada untuk memberikan pelayanan keperawatan seefektif
mungkin bagi setiap kelompok pasien dan keluarga mereka.

H. Proses Manajemen Keperawatan.


Henry Fayol mengungkapkan ada lima fungsi manajemen yang meliputi: Planning,
Organization, Command, Coordination, dan Control. Konsep Fayol tersebut dimodifikasi oleh
Luther Gullick (Marquis & Huston, 2000) dalam bentuk tujuh aktivitas manajemen yang
meliputi: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting.
Marquis dan Huston merangkum konsep yang dikemukakan oleh Fayol dan Gullick dengan
mengungkapkan bahwa proses manajemen keperawatan terdiri dari planning, organizing,
staffing, directing, dan controlling yang membentuk suatu sklus proses manajemen seperti
yang tersaji dalam skema dibawah ini:

PROSES MANAJEMEN

Planning Organizing Staffing Directing Controlling

Sumber: Gillies, D. A., (1994), Nursing management : A system approach,


Third edition, Philadelphia: WB. Saunders Company.
Proses manajemen keperawatan dapat juga dilihat dari pendekatan sistem, yaitu sebagai
sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling berhubungan dan berinteraksi serta
dipengaruhi oleh lingkungan. Karena merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima
elemen utama yaitu input, process, output, control dan mekanisme umpan balik (Feed back).
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi, personil, peralatan dan
fasilitas. Process dalam manajemen keperawatan adalah kelompok manajer dari tingkat
pengelola keperawatan tertinggi sampai keperawat pelaksana yang mempunyai tugas dan
wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah kualitas dari asuhan pelayanan
keperawatan, pengembangan staf dan riset. Control yang digunakan dalam proses manajemen
keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja perawat,
prosedur standar dan akreditasi. Mekanisme umpan balik (Feed back) berupa laporan finansial,
audit keperawatan, survey kendali mutu dan penampilan kerja perawat.

I. Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan.


Seperti juga pendekatan manajemen umumnya, peran dan fungsi manajemen keperawatan terdiri dari
planning, organizing, staffing, directing, dan controlling.

1. Planning.
Pada proses perencanaan, menentukan misi, visi, tujuan, kebijakan, prosedur, dan
peraturan-peraturan dalam pelayanan keperawatan, kemudian membuat perkiraan
proyeksi jangka pendek dan jangka panjang serta menentukan jumlah biaya dan
mengatur adanya perubahan berencana.

2. Organizing.
Meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah menetapkan struktur organisasi,
menentukan model penugasan keperawatan sesuai dengan keadaan klien dan
ketenagaan, mengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan dari unit,
bekerja dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan memahami serta
menggunakan kekuasaan dan otoritas yang sesuai.

3. Staffing.
Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian diantaranya adalah
rekruitmen, wawancara, mengorientasikan staf, menjadwalkan dan mengsosialisasikan
pegawai baru serta pengembangan staf.

4. Directing.
Meliputi pemberian motivasi, supervisi, mengatasi adanya konflik, pendelegasian, cara
berkomunikasi dan fasilitasi untuk kolaborasi..

5. Controlling.
Meliputi pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggungjawaban keuangan,
pengendalian mutu, pengendalian aspek legal dan etik serta pengendalian
profesionalisme asuhan keperawatan.
J. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan.
Prinsip-prinsip manajemen secara umum menurut Fayol terdiri dari:

1. Division of working (pembagian pekerjaan).


2. Authority and responsibility (kewenangan dan tanggungjawab).
3. Dicipline (disiplin).
4. Unity of command (kesaatuan komando).
5. Unity of direction (Kesatuan arah).
6. Subordination of individual to generate interent (kepentingan individu tunduk pada
kepentingan umum).
7. Renumeration of personal (penghasilan pegawai).
8. Decentralization (desentralisasi).
9. Scala of hierarchy (jenjang hirarki).
10. Order (keterlibatan)
11. Stability of tunnure personal (stabilitas jabatan pegawai).
12. Equity (keadilan).
13. Inisiative (inisiatif)
14. Esprit de corps (Kesetiawakawanan korps).

Seperti juga prinsip-prinsip manajemen secara umum, prinsip-prinsip yang


mendasari manajemen keperawatan adalah:
1. Manajemen keperawatan seyogianya berlandaskan perencanaan, karena melalui
fungsi perencanaan pimpinan/ pengelola keperawatan dapat menurunkan risiko
terhadap pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang tidak efektif dan
tidak efisien.
2. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif.
Manajer/pengelola keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun
perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai
dengan waktu dan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan. Berbagai
situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan
keperawatan memerlukan pengambilan keputusan yang tepat diberbagai tingkat
manajerial.
4. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian
manajer/ pengelola keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang pasien
lihat, pikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan point utama dari tujuan
keperawatan.
5. Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuai
dengan kebutuhan organisasi pelayanan untuk mencapai tujuan.
6. Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputi
proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan
rencana.
7. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan
penampilan kinerja yang baik.
8. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif. Komunikasi
yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan
pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai.
9. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat-
perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi ataupun upaya manajer
keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
10. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi
penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan
menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan
penampilan dengan standar dan memperbaiki kekurangan yang ditemukan.

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para administrator dan manajer keperawatan


seyogianya bekerja bersama-sama dalam perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-
fungsi manajemen lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

K. Lingkup Manajemen Keperawatan.


Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan
berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang paling
mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan
membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan yang
memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat
didalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manejer keperawatan yang efektif
seyogianya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan
perawat pelaksana meliputi:
1. Menetapkan penggunaan proses keperawatan.
2. Melaksakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa.
3. Menerima ankotabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksakan oleh perawat.
4. Menerima ankotabilitas untuk hasil-hasil keperawatan.
5. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.

Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer keperawatan
melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan melibatkan perawat
pelaksana. Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:
1. Manajemen operasional.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang perawatan yang terdiri
dari tiga tingkat manajerial yaitu:

a) Manajemen puncak.
b) Manajemen menengah.
c) Manajemen bawah.
Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam
kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-orang tersebut agar
pelaksanaannya berhasil, antara lain:
a) Kemampuan menerapkan pengetahuan.
b) Ketrampilan kepemimpinan.
c) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin.
d) Kemampuan melaksakan fungsi manajemen.

2. Manajemen asuhan keperawatan.


Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang
menggunakan konsep-konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi. Proses keperawatan
merupakan proses pemecahan masaalah yang menekankan pada pengambilan
keputusan tentang keterlibatan perawat yang dibutuhkan pasien.
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang
mengharuskan perawat menentukan setepat mungkin pengalaman masa lalu pasien,
pengetahuan yang dimiliki, perasaan dan harapan kesehatan dimasa mendatang.
Pengkajian ini meliputi proses pengumpulan data, memvalidasi,
menginterprestasikan informasi tentang pasien sebagai individu yang unik.
Perencanaan intervensi keperawatan dibuat setelah perawat mampu
memformulasikan diagnosa keperawatan. Perawat memilih metoda khusus dari
sekumpulan tindakan alternatif untuk menolong pasien mempertahankan
kesejahteraan seoptimal mungkin. Semua kegiatan keperawatan harus menggunakan
sumber-sumber yang tersedia malalui penetapan tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang.
Implementasi rencana keperawatan merupakan langkah berikut dalam proses
keperawatan, dan yang terakhir adalah evaluasi yang merupakan pertimbangan
sistematis dari tujuan dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dibandingkan
dengan penerapan praktek yang aktual dan tingkat asuhan keperawatan yang
diberikan.

L. Definisi Perencanaan
Perencaan merupakan fungsi organik manajemen yang merupakan dasar atau
titik tolak dan kegiatan pelaksaan kegiatan tertentu dalam usaha mencapai tujuan
organisasi. Perencanaan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
lingicungan (external change), keputusan , organisasi yang dapat berbentuk pensiun,
pemutusan hubungan kerja (PHK), dan kematian. Perencaan ketenagaan merupakan suatu
proses yang kompleks, yang memerlukan ketelitian dalam menerapkan jumlah tenaga yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi.
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara
matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan (Siagian, 1990). Perencanaan dapat juga diartikan sebagai suatu
rencana kegiatan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana kegiatan itu dilaksanakan,
dimana kegiatan itu dilakukan. Sehingga perencanaan yang matang akan memberi petunjuk
dan mempermudah dalam melaksanakan suatu kegiatan. Dalam suatu organisasi
perencanaan merupakan pola pikir yang dapat menentukan keberhasilan suatu kegiatan dan
titik tolak dari kegiatan pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
Kegiatan perencanaan dalam praktek keperawatan profesional merupakan
upaya meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan sehingga mutu
pelayanan bukan saja dapat dipertahankan tapi bisa terus meningkat sampai tercapai derajat
kepuasan tertinggi bagi penerima jasa pelayanan keperawatan dan pelaksana pelayanan itu
sendiri. Dengan demikian sangat dibutuhkan perencanaan yang profesional juga.
Jenis-jenis perencanaan terdiri dari rencana jangka panjang, rencana jangka
menengah dan rencana jangka pendek. Perencanaan jangka panjang disebut juga
perencanaan strategis yang disusun untuk 3 sampai 10 tahun. Perencanaan jangka
menengah dibuat dan berlaku 1 sampai 5 tahun. Sedangkan perencanaan jangka pendek
dibuat satu jam sampai dengan satu tahun. Hirarki dalam perencanaan terdiri dari
perumusan visi, misi, filosofi, peraturan, kebijakan, dan prosedur (Marquis & Houston,
1998).
Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi,
misi, filosofi dan kebijakan. Sedangkan untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah
perencanaan jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan dan tahunan.

M. Prinsip Perencanaan
Menurut siagian (2003), perencaan yang baik harus memiliki prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Mengetahui sifat atau ciri suatu rencana yang baik yaitu: \
• Mempermudah tercapainya tujuan organisasi karena rencana merupakan suatu
keputusan yang menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai
tujuan.
• Dibuat oleh orang-orang yang mengerti organisasi
• Dibuat oleh orang yang sungguh-sungguh mendalami teknik perencaan
• Adanya suatu perencanaan yang teliti,yang berarti rencana harus di ikuti oleh
program kegiatan terinci
• Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan, artinya harus tergambar
bagaimana rencana tersebut dilaksanakan.
• Bersifat sederhana, yang berarti disusun secara sistematis dan prioritasnya jelas
terlihat.
• Bersifat luwes, yang berarti bisa diadakan penyesuaian bila ada perubahan
• Terdapat tempat pengambilan risiko karena tidak ada seorangpun yang
mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang
• Bersifat praktis, yang berarti bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi organisasi
• Merupakan prakiraan atau peramalan atas keadaan yang terjadi.

2 Memandang proses perencanaan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang harus dijawab
dengan memuaskan menggunakan pendekatan (5W1H)
• What : kegiatan apa yang harus dijalankan dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah disepakati?
• Where : dimana kegiatan akan dilakukan?
• When : kapan kegiatan tersebut akan dilakukan?
• Who : siapa yang harus melaksanakan kegiatan tersebut?
• Why : mengapa kegiatan tersebut perlu dilaksanakan?
• How : bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut kearah pencapaian
tujuan?

N. Tipe – Tipe Perencanaan


a. Berdasarkan luasnya
- Strategic; rencana yang berlaku bagi organisasi secara keseluruhan, menjadi
sasaran umum organisasi tersebut, dan berusaha menetapkan organisasi tersebut
kedalam lingkungannya
- Operasional; rencana yang memerinci detail cara mencapai sasaran menyeluruh
b. Berdasarkan karangka waktu
- Jangka panjang
- Jangka pendek
c. Berdasarkan kehususan
- Pengarahan; rencana yang fleksibel dan yang menjadi pedoman umum
- Pemerinci; rencana yang mendefenisikan dengan jelas dan tidak memberuang
untuk penafsiran
d. Berdasarkan frekuensi
- Sekali pakai; rencana yang digunakan satu kali saja yang yang secara kusus
dirancang untuk memenuhi kebutuhan situasi yang unik
- Terus menerus; rencana yang berkesinambungan yang menjadi pedoman bagi
kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang

O. Tujuan Perencanaan
- Standar pengawasan
- Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya
- Mengetahui siapa saja yang terlibat mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk
biaya dan kualitas pekerjaan
- Meminimalkan kehgiatan yang tidak produktif
- Menyerasikan dan memadukan beberapa sub kegiatan
- Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemukan
- Mengarahkan pada pencapaian tujuan

P. Manfaat Perencanaan
- Standar pelaksanaan dan pengawasan
- Pemilihan alternatif terbaik
- Penyusunan skala perioritas
- Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
- Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
- Alat memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait
- Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti

Q. Perencanaan Tenaga Keperawatan


Perencanaan tenaga atau staffing merupakan salah satu fungsi utama seorang pemimpin
organisasi,termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi salah satunya
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan erat dengan
bagaimana seorang pimpinan merencanakan ketenangan di unit kerjanya.
Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Drucicter dan Gillies (1994) meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang diberikan
2. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
pelayanankeperawatan
3. Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan
4. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada
5. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shif
6. Melakukan seleksi calon-calon yang ada
7. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan keperawatan

Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk menggunakan tenaga


keperawatan yang sesuai. Untuk lebih akuratnya dalam perencanaan tenaga keperawatn,
maka pimpinan keperawatan harus mempunyai keyakinan tertentu dalam organisasinya,
seperti :
1. Rasio antara perawat dan klien di dalam perawatan intensif adalah 1:1 atau 1:2;
2. Perbandingan perawat ahli dan terampil di ruang medical bedah, kebidanan, anak dan
psikiatri adalah 2:1 atau 3:1
3. Rasio antara perawat dan klien san shif pagi atau sore adalah 1:5 untuk malam hari di
ruang rawat dan lain-lain 1:10
Jumlah tenaga terapil ditentukan oleh tingkat ketergantungan klien. Menurut Abdullah
& Levine (1965) dalam Gillies (1994), seharusnya dalam suatu unit ada 55% tenaga
ahli dan 45% tenaga terampil.

• Perkiraan kebutuhan tenaga


Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori yang akan
dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien disetiap unit.
Kategori perawatan klien:
- Perawatan mandiri (self cae), yaitu klien memerlukan bantuan minimal dalam
melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan.
- Perawat sebagai (partial care), yaitu klien memerlukan bantuan sebagai dalam
tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu
- Perawatan total (total care), yaitu klien memerlukan bantuan secara penuh dalam
perawatan diri dan memerlukan observasi secara ketat
- Perawatan intensif (intensive care), yaitu klien memerlukan observasi dan tindakan
keperawatan yang terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham. 2014. Manajemen Strategis, Teori dan Aplikasi, Cetakan Kedua.
Bandung: Alfabeta.

Gillies, D. A., (1994), Nursing management : A system approach, Third edition,


Philadelphia: WB. Saunders Company.

Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.

Kron & Gray, (1987), The management of patiEnt care putting leadershipskill to work,
Philadelphia: WB. Saunders Company.

Marguis & Huston, (2000), Leadership role and management in nursing: theory and
application, Philadelphia: Lippincott.

Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice
Hall.

Sedarmayanti. 2014. Manajemen Strategi, Cetakan Kesatu.Bandung: Refika Aditama.

Sullivan, (1989), Effective management in nursing, California: Addison-Wesley


Publishing Company.

Swamburg, (1999), Management and leadership for nurse manager, Boston: Jones and
Barlett Publishers.

Tappen & Ruth, (1998), Essentials of nursing leadership and management,


Philadelphia: FA. Davis Company.

Udaya, Jusuf dkk. 2013. Manajemen Strategik, Cetakan Pertama. Jakarta: Graha
ilmu.
HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT
DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD KABUPATEN SEMARANG

Haryanti*, Faridah Aini**, Puji Purwaningsih***


*Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran, Indonesia
**Dosen STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran, Indonesia
***Dosen STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran, Indonesia

ABSTRAK
Kondisi dan beban kerja di instalasi gawat darurat (IGD) perlu diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan
kuantitas dan kualitas tenaga perawat yang diperlukan dalam ruang IGD sehingga tidak terjadi beban kerja yang
tidak sesuai yang akhirnya menyebabkan stres kerja. Bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan
baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stres. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis hubungan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat di IGD RSUD
Kabupaten Semarang.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Populasi pada penelitian ini adalah perawat
di IGD RSUD Kabupaten Semarang. Sampel digunakan tehnik total populasi sebanyak 29 responden. Alat ukur
menggunakan daily log study untuk beban kerja dan alat ukur stres kerja. Analisis data dilakukan dengan uji
Kendall Tau.
Hasil penelitian didapatkan beban kerja perawat sebagian besar adalah tinggi yaitu sebanyak 27
responden (93,1%). Stres kerja perawat sebagian besar adalah stres sedang sebanyak 24 responden (82,8%).
Terdapat hubungan antara beban kerja dengan stres kerja perawat di RSUD Kabupaten Semarang, p value 0,000
(α: 0,05).
Saran bagi perawat perlunya manajemen diri yang efektif dan konstruktif sehinga adanya beban kerja
yang tinggi dan stres kerja perawat dapat di kendalikan secara efektif sehingga tidak mengganggu kinerja dan
tidak memunculkan masalah kesehatan bagi perawat di IGD.

Kata kunci: beban kerja, stres kerja perawat, instalasi gawat darurat

48 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 48-56


PENDAHULUAN perawat yang ada tidak sebanding dengan
Kualitas pelayanan keperawatan jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan.
tidak terlepas dari peran klasifikasi pasien Kondisi ini dapat memicu munculnya stres
diruang rawat inap, karena dengan kerja, karena semua pasien yang
klasifikasi tersebut pasien merasa lebih berkunjung secara tidak langsung
dihargai sesuai haknya dan dapat diketahui menuntut mendapatkan pelayanan yang
bagaimana kondisi dan beban kerja efektif dan efisien sehingga permasalahan
perawat di masing-masing ruang rawatan. yang dihadapi pasien segera terselesaikan
Kondisi dan beban kerja di instalasi gawat (Munandar, 2008).
darurat (IGD) perlu diketahui agar dapat Hasil penelitian Syabana (2011) di
ditentukan kebutuhan kuantitas dan RSUD Ambarawa didapatkan terdapat
kualitas tenaga perawat yang diperlukan hubungan antara beban kerja pada perawat
dalam ruang IGD sehingga tidak terjadi terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual
beban kerja yang tidak sesuai yang pada pasien preoperasi dimana hasil beban
akhirnya menyebabkan stres kerja. Kondisi kerja ringan sebanyak 33,3% dan beban
kerja berupa situasi kerja yang mencakup kerja berat sebanyak 66,7%. Hasil
fasilitas, peraturan yang diterapkan, penelitian tersebut menunjukkan bahwa
hubungan sosial kerjasama antar petugas beban kerja perawat di RSUD Ambarawa
yang dapat mengakibatkan ketidak termasuk tinggi.
nyamanan bagi pekerja. Demikian juga Hasil pendataan yang di lakukan
dengan beban kerja baik secara kuantitas bagian catatan medik RSUD Ambarawa
dimana tugas-tugas yang harus dikerjakan selama bulan Agustus tahun 2012
terlalu banyak/sedikit maupun secara didapatkan hasil jumlah pasien masuk 950
kualitas dimana tugas yang harus pasien. Dan di RSUD Ungaran, selama
dikerjakan membutuhkan keahliahan. Bila bulan Agustus terdapat 865 pasien.
banyaknya tugas tidak sebanding dengan Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
kemampuan baik fisik maupun keahlian RSUD Ambarawa dalam sehari rata-rata
dan waktu yang tersedia maka akan menangani 45 pasien dengan jumlah
menjadi sumber stres (Ilyas, 2000). tenaga perawat yang bertugas pada shift
Faktor yang mempengaruhi beban pagi sebanyak 4 perawat yang menangani
kerja perawat adalah kondisi pasien yang pasien rata-rata 20 pasien, dan 3 perawat
selalu berubah, jumlah rata-rata jam pada shift siang dan malam rata-rata
perawatan yang di butuhkan untuk menangani 12-15 pasien pada shift sore
memberikan pelayanan langsung pada dan malam. Jumlah kunjungan tersebut
pasien melebihi dari kemampuan tidak sebanding dengan jumlah perawat
seseorang, keinginan untuk berprestasi yang bertugas, dimana perawat di IGD
kerja, tuntutan pekerjaan tinggi serta RSUD Ambarawa sejumlah 19 tenaga
dokumentasi asuhan keperawatan kesehatan yaitu 14 perawat dan 5 bidan.
(Munandar, 2008). Hasil penelitian yang Hal yang sama juga didapatkan di IGD
dilakukan oleh Supardi (2007) didapatkan RSUD Ungaran rata – rata kunjungan
bahwa kondisi kerja memperlihatkan perhari 40 pasien, dimana terdapat 15
kontribusi paling besar terhadap terjadinya perawat yang memiliki tugas yang sama
stres kerja kemudian tipe kepribadian dan dengan perawat di IGD RSUD Ambarawa
beban kerja. (Data Rekam Medis RSUD Ambarawa dan
Akibat negatif dari meningkatnya RSUD Ungaran, Agustus, 2012).
beban kerja adalah kemungkinan timbul Stres merupakan respon tubuh
emosi perawat yang tidak sesuai yang yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap
diharapkan pasien. Beban kerja yang tuntutan atau beban atasnya. Stres dapat
berlebihan ini sangat berpengaruh terhadap muncul apabila seseorang mengalami
produktifitas tenaga kesehatan dan tentu beban atau tugas berat dan orang tersbut
saja berpengaruh terhadap produktifitas tida dapat mengatasi tugas yang
perawat. Perawat merasakan bahwa jumlah dibebankan itu, maka tubuh akan berespon

Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat 49
RSUD Kabupaten Semarang
Haryanti, Faridah Aini, Puji Purwaningsih
dengan tidak mampu terhadap tugas
tersebut, sehingga orang tersebut dapat HASIL
mengalami stres (Selye, 1950 dalam 1. Gambaran beban kerja perawat di
Hidayat, 2011). Stres kerja perawat dapat RSUD Kabupaten Semarang
terjadi apabila perawat dalam bertugas Diagram1: Distribusi frekuensi beban
mendapatkan beban kerja yang lemebihi kerja perawat di RSUD Kabupaten
kemampuannya sehingga perawat tersebut Semarang
tidak mampu memenuhi atau
Beban Kerja
menyelesaikan tugasnya, maka perawat 2
tersebut dikatakan mengalami stres kerja.
Manifestasi dari stres kerja perawat antara 27
lain akibat karakterisasi pasien, pengkajian
terhadap pasien, dan aspek lingkungan
kerja yang mengganggu merupakan Rendah Tinggi
langkah awal dalam menangani masalah-
masalah yang datang mengenai tingkat
kepadatan ruangan emergency, efisiensi
pelaksanaan tugas, serta adanya tuntutan Berdasarkan diagram 1 diketahui
untuk menyelamatkan pasien (Levin et al, bahwa beban kerja perawat
2004). sebagian besar adalah tinggi yaitu
Apabila stres mencapai titik sebanyak 27 responden (93,1%),
puncak yang kira-kira sesuai dengan dan yang rendah pada 2 responden
kemampuan maksimum kinerja karyawan (6,0%).
maka pada titik ini stres tambahan 2. Gambaran stres kerja perawat di
cenderung tidak menghasilkan perbaikan RSUD Kabupaten Semarang
kinerja selanjutnya bila stres yang dialami Diagram 2: Distribusi frekuensi
karyawan terlalu besar, maka kinerja akan stres kerja perawat di RSUD
mulai menurun, karena stres tersebut Kabupaten Semarang
mengganggu pelaksanaan kerja karyawan
dan akan kehilangan kemampuan untuk Stres Kerja
mengendalikannya atau menjadi tidak
mampu untuk mengambil keputusan dan Ringan
perilakunya menjadi tidak menentu. Akibat
yang paling ekstrim adalah kinerja menjadi Sedang
nol, karyawan mengalami gangguan,
menjadi sakit, dan tidak kuat lagi untuk
bekerja, menjadi putus asa, keluar atau
menolak bekerja (Munandar, 2008). Berdasarkan diagram 2 diketahui
bahwa sebagian besar stres kerja
METODE perawat adalah stres sedang
Penelitian ini menggunakan desain sebanyak 24 responden (82,8%),
deskriptif korelasi. Populasi penelitian stres ringan pada 5 responden
adalah perawat di UGD RSUD Kabupaten (17,2%).
Semarang sejumlah 29 perawat.
Pengukuran beban kerja menggunakan 3. Analisis hubungan antara beban
instrumen daily log study dan pengukuran kerja dengan stres kerja perawat di
stres kerja menggunakan kuesioner stres RSUD Kabupaten Semarang.
kerja berdasarkan teori Robbins (1990) Tabel 3: Analisis hubungan
dalam Nursalam (2008) yang terdiri dari antara beban kerja dengan stres kerja
35 pertanyaan. Analisis data menggunakan perawat di RSUD Kabupaten
uji Kendall Tau. Semarang.

50 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 48-56


Stres kerja
Total
Beban kerja Ringan Sedang r P
f % f % f %
Rendah 1 50,0 1 50,0 2 100,0 0,751 0,000
Tinggi 4 14,8 23 85,2 27 100,0
Jumlah 5 17,2 24 82,8 29 100,0
Beban kerja tinggi pada perawat
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa di RSUD Kabupaten Semarang terjadi
responden yang mengalami beban kerja karena belum ada tenaga khusus yang
rendah, masing-masing mengalami stres melakukan tindakan non keperawatan
kerja ringan dan sedang sebanyak 1 seperti membersihkan ruangan seperti
responden (50%). Responden yang membereskan sampah habis pakai,
mengalami beban kerja tinggi yang membersihkan instrumen medis,
mengalami stres sedang sebanyak 23 jumlah tenaga non medis yang bertugas
responden (85,2%) dan yang mengalami mengantarkan pasien ke ruangan juga
stres ringan sebanyak 4 responden masih terbatas jumlahnya. Selain itu
(14,8%). Hasil analisis statistik dengan jumlah tenaga perawat di IGD masih
menggunakan uji Kendall Tau’s belum seimbang dengan jumlah
didapatkan nilai p 0,000, artinya terdapat kunjungan pasien yang ada.
hubungan antara beban kerja dengan stres Penelitian ini sejalan dengan
kerja perawat di RSUD Kabupaten penelitian Martini (2007) bahwa beban
Semarang. Nilai r sebesar 0,751 pada hasil kerja perawat di rumah sakit rata-rata
uji memiliki arti 1) hubungan antara beban sebanyak 66,89% dengan beban kerja
kerja dengan stres kerja memiliki maksimal 91,66% dan beban kerja
hubungan dalam kategori kuat, 2) Arah minimal 21,33%. Beban kerja perawat
hubungan adalah positif, artinya semakin IGD adalah keadaan dimana perawat
meningkat beban kerja akan semakin dihadapkan pada tugas atau pekerjaan
menyebabkan stres. yang harus diselesaikan selama
bertugas. Hal ini sesuai dengan
PEMBAHASAN pernyataan Wijono (2003) bahwa
1. Gambaran beban kerja perawat di beban kerja perawat adalah
RSUD Kabupaten Semarang menyelamatkan kehidupan dan
Hasil analisis univariat mencegah kecacatan sehingga pasien
menunjukkan bahwa berdasarkan dapat hidup. Sesuai penelitian Hal ini
presentasi beban kerja didapatkan didukung oleh penelitian Jauhari
beban kerja perawat di ruang IGD (2005) bahwa standar beban kerja
sebagian besar adalah tinggi yaitu perawat senantiasa harus sesuai dengan
sebanyak 27 responden (93,1%), dan asuhan keperawatan yang berorientasi
beban kerja perawat yang rendah pada kebutuhan pasien. Untuk
didapatkan pada 2 responden (6,0%). menghasilkan pelayanan yang efektif
Beban kerja tinggi pada perawat di dan efisien harus diupayakan
RSUD Kabupaten Semarang pada kesesuaian antara ketersediaan tenaga
beberapa kegiatan antara lain perawat dengan beban kerja yang ada.
mengantar pasien ke ruangan, Hasil penelitian ini sama dengan
pemasangan kateter intravena, yang disampaikan oleh Hay dan Oken
melakukan heating pada luka, (1972) dalam Lloyd (2007) yang
melakukan ganti balut serta melakukan menyampaikan bahwa beban kerja
dokumentasi asuhan keperawatan perawat di ruang IGD tergolong berat.
gawat darurat. Beban kerja yang tergolong berat
karena parawat di IGD dalam

Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat 51
RSUD Kabupaten Semarang
Haryanti, Faridah Aini, Puji Purwaningsih
melakukan kegiatannya harus secara harinya indikator tersebut dirasakan
cermat, cepat dan tepat melakukan kurang dari 3 kali.
identifikasi setiap pasien yang datang Menurut Highley dalam Cox
karena dituntut dengan keberhasilan (1996) perawat, secara alamiah
penyelamatan jiwa tergantung dari merupakan profesi yang penuh dengan
pelayanan yang diberikan di IGD. stres, berdasarkan hasil observasinya
Dalam waktu yang bersamaan perawat didapatkan bahwa setiap hari perawat
harus selalu waspada terhadap berhadapan dengan penderita yang
kedatangan pasien gawat maupun kaku, duka cita dan kematian, banyak
darurat yang harus diselamatkan tugas-tugas perawat tidak diberi
jiwanya. penghargaan, tidak menyenangkan dan
Hasil penelitian juga didapatkan penuh tekanan, sering diremehkan,
terdapat sebagian kecil perawat yang menakutkan. Stres kerja perawat dapat
memiliki beban kerja rendah. Hal ini terjadi karena jumlah tindakan yang
dapat terjadi karena pada saat dinas harus diselesaikan tidak sebanding
selama 6 hari tidak banyak terdapat dengan jumlah tenaga perawat yang
kunjungan pasien ke IGD, penanganan ada. Belum adanya kegiatan untuk
pasien juga dilakukan secara bersama- mengurangi stres kerja pada perawat
sama sehingga secara singkat waktu dan sistem mutasi perawat di RSUD
penyelesaian tindakan yang Kabupaten Semarang terlalu lama yaitu
dibutuhkan. antara 2-3 tahun.
2. Gambaran stres kerja perawat di RSUD Sesuai dengan definisinya
Kabupaten Semarang memang ruang IGD merupakan ruang
Analisis univariat menunjukkan yang penuh dengan stres karena pasien
hasil bahwa stres kerja perawat pada yang datang dalam kondisi yang
perawat IGD di RSUD Kabupaten bervariasi. Karakteristik pasien yang
Semarang mayoritas adalah stres datang ke IGD antara lain pasien
tingkat sedang sebanyak 82,8%. Hasil gawat, pasien darurat, maupun pasien
penelitian menunjukkan stres kerja yang sebenarnya tidak memenuhi
perawat pada tingkat sedang kriteria gawat dan darurat tetapi karena
berdasarkan hasil terbanyak pada tidak ada pelayanan kesehatan lain
kuesioner yaitu perawat menghindari yang dapat mengatasi, maka tetap
masalah, berpikir terhadap hal-hal datang ke IGD, contohnya adalah
kecil, merasa kehilangan konsentrasi, padawaktu sore atau malam hari.
merasa tidak cocok dengan pekerjaan Pengambilan keputusan pada
dan merasa tidak cukup waktu untuk perawat d IGD harus secara cepat dan
menyelesaikan pekerjaan. Stres kerja tepat dalam memberikan tindakan
perawat tergolong dalam stres kerja kepada pasien. Setiap perawat berharap
sedang karena pada instrumen agar selalu bisa melakukan sesuatu
penilaian stres didapatkan skala 36-70 untuk menyelamatkan pasien yang
dari rentang skor 35-140. Stres yang dirawatnya. Hal tersebut menjadikan
didapatkan pada penelitian ini adalah stresor tersendiri bagi perawat yang
stres ringan dan stres tingkat sedang. bertugas. Hal ini juga didukung oleh
Stres ringan diatrikan sebagai stres penelitian yang dilakukan oleh Izzati
yang tidak muncul setiap saat dan (2011) bahwa semua perawat IGD di
tanda-tanda yang muncul tidak selalu RSI Jemur Sari Surabaya juga
ditemukan pada setiap hari. stres mengalami stres.
sedang secara umum diartikan bahwa Stres dapat terjadi pada hampir
pada masing-masing kuesioner semua pekerja, baik tingkat pimpinan
penilaian stres kerja, dalam setiap maupun pelaksana. Kondisi kerja yang
lingkungannya tidak baik sangat

52 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 48-56


potensial untuk menimbulkan stres dari tubuh baik fisik maupun mental
bagi pekerjanya. Stres dilingkungan terhadap setiap tuntutan ataupun
kerja memang tidak dapat dihindarkan, perubahan yang mengganggu,
yang dapat dilakukan adalah mengancam rasa aman dan harga diri
bagaimana mengelola, mengatasi atau individu. Pengalaman stres adalah
mencegah terjadinya stres tersebut, pengalaman pribadi dan bersifat
sehingga tidak menganggu pekerjaan subjektif. Stres terjadi apabila individu
(Notoatmodjo, 2002). menilai situasi yang ada pada dirinya
adalah situasi yang mengancam
3. Analisis hubungan antara beban kerja Hasil analisis statistik dengan
dengan stres kerja perawat di RSUD menggunakan uji Kendall Tau’s
Kabupaten Semarang. didapatkan nilai p 0,000, artinya
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara beban kerja
didapatkan bahwa responden yang dengan stres kerja perawat di RSUD
mengalami beban kerja rendah, Kabupaten Semarang. Nilai r sebesar
masing-masing mengalami stres kerja 0,751 pada hasil uji memiliki arti 1)
ringan dan sedang sebanyak 1 hubungan antara beban kerja dengan
responden (50%). Responden yang stres kerja memiliki hubungan dalam
mengalami beban kerja tinggi yang kategori kuat, 2) Arah hubungan adalah
mengalami stres sedang sebanyak 23 positif, artinya semakin meningkat
responden (85,2%) dan yang beban kerja akan semakin
mengalami stres ringan sebanyak 4 menyebabkan stres. Hasil penelitian ini
responden (14,8%). Presentasi sesuai dengan hasil penelitian yang
terbanyak perawat yang stres berjenis dilakukan oleh Mahwidhi (2010)
kelamin perempuan. Besarnya tentang pengaruh beban kerja terhadap
presentasi perempuan yang menjadi stres kerja pada perawat di RSU Dr.
responden dikarenakan jumlah perawat Soeroto Ngawi didapatkan hasil bahwa
IGD di RSUD Kabupaten Semarang terdapat pengaruh beban kerja fisik
memang mayoritas berjenis kelamin (subyektif) dan beban kerja mental
perempuan. (subyektif) terhadap stres kerja dengan
Setiap orang memiliki nilai probabilitas masing-masing
kemampuan yang berbeda-beda dalam sebesar 0,000 dan 0,043. Penelitian ini
nenghadapi stres yang dihadapi. sejalan juga dengan penelitian Hay dan
Menurut Siagian (2002) secara sosial Oken (1972) dalam Lloyd (2007) juga
budaya, pegawai wanita yang bermoral menyampaikan bahwa beban kerja
tinggi akan memiliki tugas tambahan. perawat di ruang IGD tergolong berat
Berdasarkan pemikiran bahwa perawat karena harus melakukan penanganan
perempuan akan lebih teliti, lebih pada pasien yang datang dengan cepat
sabar, lebih menghargai, lebih dan tepat.
bertanggung jawab dalam Bekerja di ruang IGD dalam
menyelesaikan tugas, sehingga tidak setiap kesempatan akan menemui
jarang pimpinan akan memberikan pasien yang memiliki karakteristik
tugas tambahan karena merasa yakin yang bervariasi yang berdampak pada
pasti akan diselesaikan dengan baik. kondisi dan beban kerja yang berbeda.
Setiap orang pernah stres dan Untuk itu perawat harus peran sebagai
akan mengalaminya, akan tetapi tenaga serba bisa, memiliki inisiatif,
kadarnya berbeda-beda serta dalam berperilaku kreatif serta memiliki
jangka waktu yang tidak sama wawasan yang luas dengan motivasi
(Hardjana, 2004). Selye (1956 dalam kerja keras, cerdas, iklas dan kerja
Suliswati, 2005) menyatakan bahwa berkualitas. Jenis pasien yang dirawat
stres merupakan tanggapan menyeluruh di ruangan rawat inap rumah sakit

Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat 53
RSUD Kabupaten Semarang
Haryanti, Faridah Aini, Puji Purwaningsih
dapat dipandang sebagai tuntutan dengan kelelahan kerja yang
terhadap pelayanan kesehatan jika merupakan gejala fisik stress kerja,
tidak dikelola dengan baik maka akan artinya semakin berat beban kerja di
berakibat terjadinya stress kerja tempat kerja maka semakin tinggi
(Boenisch dkk, 2004). tingkat stress kerja. Lebih lanjut
Menurut Roy (1991) bahwa dijelaskan bahwa variabel yang
faktor beban kerja termasuk di dalam berhubungan dengan beban kerja
stimulus fokal dimana secara langsung adalah tempat bekerja, jenis pekerjaan,
berhadapan dengan seseorang dan serta beban mental.
responnya segera. Perawat IGD yang Banyaknya pekerjaan yang
merasa beban kerjanya tinggi akan melebihi kapasitas menyebabkan
langsung berespon untuk beradaptasi kondisi fisik perawat di IGD mudah
dengan kondisi yang ada. Berbagai lelah dan mudah tegang. Pelayanan
keluhan fisik yang dirasakan keperawatan di ruang IGD juga sangat
merupakan respon kelelahan dari kompleks, dimana membutuhkan
beratnya beban kerja di ruang IGD. kemampuan secara teknis dan
Berdasarkan penelitian dari Rodrigues pengetahuan yang lebih. Beban
(2010) bahwa ada hubungan antara pekerjaan yang begitu banyak
beban kerja dan tingkat stres perawat pemenuhan kebutuhan, penanganan
IGD, semakin tinggi beban kerja maka masalah dan pada akhirnya sangat
semakin tinggi juga tingkat stres menguras energi baik fisik ataupun
perawat. kemampuan kognitif. Kondisi perawat
Menurut Manuaba (2000), akibat IGD yang stres dengan adanya beban
beban kerja yang terlalu berat dapat pekerjaan yang sudah berat hendaknya
mengakibatkan seorang pekerja tidak ditambah lagi dengan beban-
menderita gangguan atau penyakit beban lain di luar tugas sebagai
akibat kerja. Beban kerja yang terlalu perawat IGD. Sebagai contoh adalah
berlebihan akan menimbulkan beban bimbingan mahasiswa praktek,
kelelahan baik fisik atau mental dan beban pengurus organisasi, atau beban
reaksi–reaksi emosional seperti sakit lain yang pada akhirnya semakin
kepala, gangguan pencernaan dan memperberat, sehingga tingkat stres
mudah marah. Sedangkan pada beban perawat semakin meningkat.
kerja yang terlalu sedikit dimana Beban kerja berlebih dapat
pekerjaan yang terjadi karena menyebabkan stres. Penelitian tentang
pengulangan gerak akan menimbulkan stres perawat IGD yang dilakukan di
kebosanan, rasa monoton. Kebosanan Malaysia oleh Lexshimi (2007), yang
dalam kerja rutin sehari-hari karena hasilnya menunjukkan bahwa 100%
tugas atau pekerjaan yang terlalu perawat yang menjadi responden
sedikit mengakibatkan kurangnya mengatakan pernah mengalami stres
perhatian pada pekerjaan sehingga selama bertugas di ruang IGD. Mereka
secara potensial membahayakan mengalami keluhan sakit kepala, nyeri
pekerja. Beban kerja yang berlebihan dada, nyeri perut, bahkan ada yang
atau rendah dapat menimbulkan stress menyampaikan kehilangan libido. Dari
kerja. responden didapatkan bahwa yang
Secara umum stres kerja menyebabkan mereka stres diantaranya
dipengaruhi oleh banyak faktor selain adalah: beban bekerja dengan alat
beban kerja, seperti yang disebutkan canggih yang sangat menegangkan,
dalam penelitian Restiaty, et al (2006) adanya ketidaknyamanan bekerjasama
tentang beban kerja dan perasaan dengan staf lain dan kurangnya
kelelahan menyimpulkan adanya pengalaman bekerja di ruang IGD.
hubungan beban kerja di tempat kerja

54 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 48-56


Hasil penelitian ini sesuai Keadaan stres menimbulkan
dengan penelitian Iswanto (2001) respon fisiologis, reaksi fisiologis stres
tentang hubungan stress kerja, dimulai dengan persepsi stres yang
kepribadian dan kinerja yang menghasilkan aktivasi simpatetik pada
menyimpulkan bahwa adanya sistem saraf otonom, yang
hubungan yang kuat antara stress kerja mengarahkan tubuh untuk bereaksi
dengan kinerja. Analisis lebih lanjut terhadap emosi, stressfull, dan keadaan
menunjukkan bahwa kepribadian darurat. Pengarahan ini terjadi dalam
memberikan kontribusi terhadap dua jalur, yang pertama melalui
hubungan stress kerja dengan kinerja. aktivasi simpatetik terhadap ANS
Tingkat stress paling tinggi akan (autonomic nervus system) dari sistem
mempengaruhi kondisi fisik dan medula adrenal, mengaktifkan medula
psikologis seseorang dan pada adrenal untuk menyekresi epinefrin dan
gilirannya akan mempengaruhi kinerja norepinefrin yang mempengaruhi
yang semakin menurun. sistem kardiovaskular, pencernaan dan
Beban kerja yang ditanggung respirasi. Rute kedua yaitu
oleh perawat IGD berbeda dengan di hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA)
ruang rawat yang lain. Perawat sangat aksis, yang meliputi semua struktur ini.
merasa terbeban karena harus Tindakan ini mulai dengan persepsi
memberikan pelayanan keperawatan terhadap situasi yang mengnacam, aksi
ekstra ketat dan cepat untuk yang cepat pada hipotalamus.
menyelamatkan nyawa pasien. Selain Hipotalamus merespon pelepasan
itu dengan pemantauan dan pencatatan corticotrophin releasing hormone
kondisi pasien secara rutin dan (CRH), yang akan merangsang
kontinyu juga merupakan beban hipofisis anterior untuk menyekresikan
tersendiri. Secara psikologis ada beban adrenocorticotropic hormone (ACTH).
untuk dapat mempertahankan kondisi Hormon ini merangsang korteks
pasien supaya tidak tambah memburuk. adrenal untuk menyekresi
Terhadap keluarga pasien perawat juga glukokortikoid, termasuk kortisol.
merasa terbeban untuk selalu Sekresi kortisol mengarahkan sumber
menyampaikan segala kondisi pasien energi tubuh, meningkatkan kadar gula
secara jujur. Beban yang dirasakan darah yang berguna untuk energi sel.
perawat IGD akhirnya menyebabkan Kortisol juga sebagai antiinflamasi
adanya suatu tekanan secara terus- yang memberikan perlawanan alami
menerus yang memicu terjadinya stres selama respon fight or flight (Alloy
kerja. dkk, 2005; Carlson, 2005; Pinel, 2009).
Seyle (1976) menjelaskan
konsep mengenai reaksi tubuh terhadap KESIMPULAN
stress yang disebut dengan respon Terdapat hubungan antara beban kerja
adaptasi umum terhadap stress. Konsep dengan stres kerja perawat di RSUD
ini menggambarkan respon tubuh Kabupaten Semarang (p value 0,000
terhadap stress menjadi tiga tahapan dengan α= 0,05).
dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya DAFTAR PUSTAKA
(alarm reaction), tanggapan fisik atau
tahap perlawanan (stage of resistance) Alloy, Lauren B., Acocella, Joan, &
dan tahap kelelahan (stage of Bootzin, Richard. (1996). Abnormal
exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak psychology: Current perspectives
selalu terjadi pada setiap manusia yang (7th ed.). International Edition:
mengalami stress karena tergantung McGraw-Hill Inc.
pada daya tahan mental setiap individu Boenisch, dkk (2004), The stres owner’s
(Suyono, 2002). manual, meaning, balance & health

Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat 55
RSUD Kabupaten Semarang
Haryanti, Faridah Aini, Puji Purwaningsih
in your life, menggapai Martini, (2007), Hubungan karakteristik
keseimbangan hidup, Gramedia, perawat, sikap, beban kerja,
Jakarta ketersediaan fasilitas dengan
Carlson, (2005), Foundation of pendokumentasian asuhan
psychological psycolog, Ed 6 keperawatan di rawat inap BPRSUD
Permision Department, MA. Kota Salatiga, Tesis Magister Ilmu
Cox, Tom, (1996), Stress. London: The Kesehatan Masyarakat Konsentrasi
Macmillan Press Ltd Administrasi Kebijakan Kesehatan
Hardjana, (2004), Mekanisme koping Munandar, AS. (2001). Psikologi industri
terhadap stres, PT Andi Offset, dan organisasi, edisi 1, UI Press,
Yogyakarta. Jakarta.
Hidayat, AAA., (2011), Pengantar konsep Notoadmodjo,S. (2002). Ilmu kesehatan
dasar keperawatan, Salemba masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta.
Medika, Jakarta. Nursalam, (2008). Konsep & Penerapan
Ilyas,Yaslis. (2002), Perencanaan Sumber Metodologi Penelitian Ilmu
Daya manusia Rumah Sakit. UGM Keperawatan: pedoman Skripsi,
Iswanto, S., (2001), Hubungan stress kerja Tesis dan Instrumen Penelitian
dengan perilaku medikasi di ruang Keperawatan, Jakarta: Salemba
al-qomar dan asy-syam Rumah Sakit medika.
Islam Surakarta. Restiaty, et al (2006), Hubungan tentang
Izzati, Z., ( 2011). Gambaran tingkat stres beban kerja dengan kelelahan kerja
perawat ditinjau dari jenis kelamin, di RS Surabaya. Skripsi. Tidak
usia, dan kerja di ruang ICU/ICCU dipublikasikan
RSI Jemursari Surabaya. Skripsi. Rodrigues, (2010), Association between
Tidak dipublikasikan serum ferritin and measures of
Levin, S., (2004), Tracking Workload in inflammation. Am J Crit Care 2005
the Emergency Department, Human ;14: 513-521.
Factors; Fall 2006; 48, 3; ProQuest, Siagian, S. P, (2002). Kiat meningkatkan
diunduh dari: produktivitas kerja. Jakarta: Rineka
http://search.proquest.com/docview/2 Cipta.
16465972/fulltextPDF/13BEDECEC Suliswati, dkk.(2005).Konsep dasar
CB2DDE256A/11?accountid=17242 keperawatan Kesehatan jiwa.
tanggal 29 Januari 2013. Jakarta: EGC.
Lexshimi, R., Tahir. S., Santhna, L.P., Supardi (2007), Analisa Stres Kerja Pada
Nizam, M. D., (2007). Prevalence of Kondisi Dan Beban Kerja Perawat
Stress and Coping Mechanism Dalam Klasifikasi Pasien Di Ruang
among Staff Nurses in the Intensive Rawat Inap Rumkit TK II Putri Hijau
Care Unit., 2 (2): 146-153 Kesdam I/BB Medan,
Lloyd L., & Rue, Leslie W. (2007). Human Suyono B. (2002), Stress sebagai Salah
resource management. (9th ed.). satu Sebab. Bag/SMF Syaraf-FK
New York: McGraw-Hill Irwin UNDIP/RSUP Dr. Kariadi
Mahwidhi (2010), Hubungan antara stres Syabana, LA. (2011). Hubungan beban
kerja dengan gangguan kesehatan kerja perawat dengan pemenuhan
perawat di IRD RSVP DR. Soeradji kebutuhan spiritual pada pasien pre
Tirtonegoro Klaten. di akses 1 operasi di RSUD Ambarawa,
Februari 2013; http://www.perpustakaan.web.id/kar
http://skripsistikes.wordpress.com/20 ya ilmiah/shared/
09/04/27/hubungan-antara-stres-
kerjadengan-ganggLian-kesehatan-
perawat-di-ird-rsup-drsoeradji-
tirtonegoroklaten/.

56 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 48-56


HUBUNGAN ANTARA SUPERVISI KEPALA RUANG
DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

Emanuel Agung Wirawan*, Dwi Novitasari**, Fiki Wijayanti***


1. Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran, Indonesia
2. PSIK STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran, Indonesia
3. PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Ungaran, Indonesia

Email: agungwirawanemanuel@yahoo.com

ABSTRAK

Pengawasan pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka
mencapai hasil yang optimal. Pengawasan diperlukan sebagai sarana pembelajaran bagi orang yang diawasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara supervisi kepala ruang dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan di RSUD Ambarawa.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelatif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
Populasi pada penelitian ini sejumlah 81 responden perawat. Sampel perawat dengan menggunakan total
populasi terhadap 81 responden. Analisis data dengan uji chi square.
Hasil penelitian didapatkan supervisi kepala ruang paling banyak adalah kurang baik yaitu 37 responden
(45,7%). Pendokumentasian asuhan keperawatan diketahui paling banyak adalah baik sebanyak 56 responden
(69,1%). Terdapat hubungan antara supervisi kepala ruang dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa (p value 0,000).
Saran bagi rumah sakit perlunya supervisi secara periodik terhadap pendokumentasian asuhan
keperawatan karena dokumentasi merupakan aspek legal yang penting untuk mengetahui tindakan terhadap
pasien dan perkembangan pada pasien yang dirawat.

Kata kunci: Supervisi, pendokumentasian asuhan keperawatan

Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruang Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan 1


Di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Emanuel Agung Wirawan, Dwi Novitasari, Fiki Wijayanti
PENDAHULUAN keperawatan dapat dilakukan supaya
Setiap pelaksanaan proses seluruh anggota ruangan memiliki
keperawatan, perawat akan selalu kesempatan yang sama memperoleh
melakukan pencatatan atau sering disebut pendampingan.
pendokumentasian, mulai dari pengkajian, Menurut Keliat (2012) supervisi
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan adalah proses pengawasan terhadap
evaluasi. Dokumentasi merupakan aspek pelaksanaan kegiatan untuk memastikan
penting dari praktik keperawatan karena apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai
berisi catatan-catatan yang berguna untuk tujuan organisasi dan standar yang telah
komunikasi, tagihan finansial, edukasi, ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh orang
pengkajian, riset, audit dan dokemenatasi yang memiliki kemampuan yang cakap
legal, Dokumentasi didifinisikan sebagai dalam bidang yang disupervisi. Supervisi
segala sesuatu yang tertulis atau tercetak biasanya dilakukan oleh atasan terhadap
yang dapat diandalkan sebagai catatan bawahan atau konsultan terhadap
tentang bukti bagi individu yang pelaksana. Menurut Keliat (2012) manajer
berwenang, dokumentasi yang baik keperawatan atau kepala ruang memiliki
mencerminkan tidak hanya kualitas tanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan
perawatan tetapi juga membuktikan keperawatan yang efektif serta aman
pertanggunggugatan setiap anggota tim kepada sejumlah pasien dan memberikan
perawat dalam memberikan perawatan kesejahteraan fisik, emosional dan
(Potter & Perry, 2005). kedudukan bagi perawat.
Dokumentasi yang akurat adalah
salah satu pertahanan diri yang terbaik METODE PENELITIAN
terhadap tuntutan yang berkaitan dengan Jenis penelitian ini adalah korelasi
asuhan keperawatan. Catatan dokumentasi dengan metode kuantitatif, dengan
berfungsi sebagai bukti tertulis terhadap menggunakan rancangan cross-sectional.
segala sesuatu yang terjadi dan dilakukan Populasi adalah seluruh perawat pelaksana
kepada klien. Asuhan keperawatan dapat dan ketua tim ruang rawat inap di RSUD
saja berjalan dengan sangat baik, namun Ambarawa sejumlah 81 perawat.
asuhan keperawatan yang tidak Penelitian dilakukan pada bulan Februari
didokumetasikan berarti asuhan yang tidak 2013 di RSUD Ambarawa. Instrumen yang
dilakukan dalam peradilan hukum (Perry digunakan dalam penelitian ini adalah
& Potter, 2005). kuesioner dan lembar observasi tentang
Penelitian yang berhubungan pelaksanaan dokumentasi asuhan
dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Analisi data yang digunakan
keperawatan dilakukan oleh Pribadi (2009) adalah analisis chi square.
yang didapatkan hasil bahwa pelaksanaan
dokumentasi asuhan keperawatan di RSUD HASIL PENELITIAN
Kelet Jepara dalam kategori baik 58,1% Hasil penelitian didapatkan
dan kategori tidak baik 41,9%. Perawat gambaran supervisi kepala ruangan paling
dalam melaksanakan tugas sehari-hari banyak adalah kurang baik yaitu sebanyak
dipimpin oleh seorang kepala ruang. 37 responden (45,7%). Gambaran
Kaitannya dengan pendokumentasian pendokumentasian asuhan keperawatan
asuhan keperawatan tersebut, kepala oleh perawat pelaksana paling banyak
ruangan memiliki tugas untuk memberikan adalah baik sebanyak 56 responden
pendampingan/supervisi terhadap anggota (69,1%). Terdapat hubungan yang
ruangannya karena sebagian besar hasil signifikan antara supervisi kepala ruang
dari audit dokumentasi masih kurang dari dengan pendokumentasian asuhan
nilai 75 (Keliat, 2012). keperawatan di Rumah Sakit Umum
Pendampingan/supervisi dalam Daerah Ambarawa (p value 0,000).
pelaksanaan dokumentasi asuhan

2 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 1-6


PEMBAHASAN Rumah Sakit Umum Daerah
1. Gambaran supervisi kepala ruangan di Ambarawa
Rumah Sakit Umum Daerah Hasil penelitian menunjukkan
Ambarawa pendokumentasi belum dapat mencapai
Supervisi kepala ruang kurang baik angka yang optimal, karena belum adanya
didapatkan karena berdasarkan isian upaya evaluasi kinerja dalam
kuesioner oleh perawat, kepala ruang pendokumentasian yang dilakukan oleh
belum secara maksimal menjadi role perawat, sehingga faktor tingkat
model bagi perawat, penjelasan tindak pendidikan dan masa kerja juga tidak
lanjut dan pemberian umpan balik positif memiliki dampak yang signifikan terhadap
belum dilakukan secara optimal oleh kelengkapan dokumetasi asuhan. Faktor
kepala ruang. Hasil penelitian yang pendidikan belum tentu menjadi faktor
menunjukkan bahwa sebagian besar penentu kelengkapan dalam dokumentasi
supervisi dalam kategori tidak baik, asuhan keperawatan. Pengalaman dalam
sehingga kepala ruang memerlukan bekerja serta faktor sosial yang telah
bantuan dalam mengambil keputusan menjadi kebiasaan akan menjadikan hasil
melalui pengamalan dalam tugas. Manajer dari suatu kinerja menjadi kurang
kemudian menemukan metoda yang lebih maksimal. Melainkan terdapat berbagai
baik guna melaksanakan pendelegasian faktor antara lain kebiasaan/budaya,
tugas dalam kelompok kerja, yang tentu banyaknya pekerjaan perawat dan evaluasi
memerlukan dukungan dari anggota dari atasan lebih menentukan kelengkapan
kelompok. Tingkat pendidikan kepala dokumentasi asuhan keperawatan.
ruang di RSUD Ambarawa yang bervariasi Hal ini sejalan dengan penelitian
antara D3 Keperawatan dan S1 Sugiharti (2012) bahwa kelengkapan hasil
Keperawatan dimungkinkan menjadi dokumentasi asuhan keperawatan di rumah
kategori supervisi menjadi tidak baik. sakit belum dapat mencapai 80%. Hasil
Selain faktor pendidikan, peralatan penelitian pada pendokumentasian yang
keperawatan dan lingkungan keperawatan belum mencapai 80%, hal ini disebabkan
sangat mempengaruhi keberhasilan asuhan karena kelengkapan dokumentasi bukan
keperawatan yang dapat menunjang kinerja hanya dipengaruhi oleh faktor pengetahuan
perawat (Hidayati, 2009). Tujuan utama perawat, tetapi beban kerja perawat dan
supervisi adalah orientasi, latihan dan ketersediaan waktu juga dapat
bimbingan individu, berdasarkan mempengaruhi kelengkapan dokumentasi.
kebutuhan individu dan mengarah pada Hal ini sesuai dengan pendapat Fiscbach
pemanfaatan kemampuan dan (2011), bahwa banyak faktor yang
pengembangan keterampilan yang baru. merupakan hambatan dalam melaksanakan
Perawat pelaksana setelah kegiatan dokumentasi keperawatan, meskipun pada
supervisi akan mampu menyesuaikan dasarnya proses keperawatan telah
tugasnya dengan melakukan tindakan diterapkan.
asuhan yang diajarkan (Suyanto, 2009). Beberapa hambatan yang
Pelaksana supervisi, membuat suatu berhubungan dengan pendokumentasian
keputusan tentang suatu pekerjaan yang asuhan keperawatan menurut Depkes RI
akan dilaksanakan. Pembagi tugas (2008) yaitu kurangnya pemahaman dasar-
pelaksanaan supervisi kemudian mengatur dasar dokumentasi keperawatan. hal ini
siapa yang akan melaksanakan supervisi. bisa terjadi karena latar belakang
Pelaksana supervisi perlu memberikan pendidikan yang berbeda-beda, sehingga
penjelasan dalam bentuk arahan kepada tidak adanya keseragaman pelaksanaan
para pelaksana (Suarli, 2009). dokumentasi keperawatan. Kurangnya
kesadaran akan pentingnya dokumentasi
2. Gambaran pendokumentasian asuhan keperawatan. Penulisan dokumentasi
keperawatan oleh perawat pelaksana di keperawatan tidak mengacu pada standar
yang sudah ditetapkan, sehingga terkadang

Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruang Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan 3


Di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Emanuel Agung Wirawan, Dwi Novitasari, Fiki Wijayanti
tidak lengkap dan akurat. Dokumentasi positifnya terhadap pekerjaannya. Sikap-
keperawatan dianggap beban. Banyaknya sikap positif perawat terhadap
lembar format yang harus diisi untuk pekerjaannya akan tercapai apabila
mencatat data dan intervensi keperawatan diberikan motivasi, bimbingan dan
pada pasien membuat perawat terbebani. penghargaan terhadap hasil kerjanya yang
Keterbatasan tenaga. Kurangnya tenaga akan menciptakan kepuasan kerja perawat.
perawat yang ada dalam suatu tatanan Kepuasan kerja perawat pada praktik
pelayanan kesehatan memungkinkan keperawatan tercapai apabila perawat
perawat bekerja hanya berorientasi pada merasa telah memberikan kontribusi,
tindakan saja. Tidak cukup waktu untuk dianggap penting, mendapat dukungan dari
menuliskan setiap tindakan yang telah sumber-sumber yang ada, dan out-come
diberikan pada lembar format dokumentasi keperawatan banyak tercapai (Huber,
keperawatan. Ketiadaan pengadaan lembar 2006).
format dokumentasi keperawatan oleh Supervisi merupakan bagian yang
institusi. Tidak semua tindakan penting dalam manajemen keperawatan.
keperawatan yang diberikan kepada pasien Pengelolaan asuhan keperawatan
dapat didokumentasikan dengan baik. membutuhkan kemampuan manajer
Karena lembar format yang ada tidak keperawatan dalam melakukan supervisi.
menyediakan tempat (kolom untuk Kepala ruangan merupakan manajer garda
menuliskannya). depan dan penanggung jawab ruangan
harus mampu menjadi supervisor yang
3. Analisis hubungan antara supervisi baik terhadap perawat pelaksana, sehingga
kepala ruang dengan dapat meningkatkan kualitas asuhan
pendokumentasian asuhan keperawatan keperawatan yang diberikan dan pada
di RSUD Ambarawa. akhirnya dapat meningkatkan kinerja
Berbagai upaya telah dilakukan perawat pelaksana. Hal ini didukung oleh
untuk menuju kearah pelayanan penelitian Izzah (2002) tentang hubungan
keperawatan yang profesional melalui teknik dan frekuensi kegiatan supervisi
peningkatan ilmu pengetahuan, kepala ruangan dengan kinerja perawat
ketrampilan, hubungan interpersonal yang pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit
dikemas dalam berbagai bentuk pelatihan, umum daerah Batang Jawa Tengah juga
seminar, lokakarya dan workshop. mendapatkan bahwa proporsi perawat
Penerapan pendekatan manajemen yang pelaksana yang mendapatkan supervisi
ditujukan untuk memantau satu kali dalam satu harinya akan memiliki
pendokumentasian asuhan keperawatan peluang kinerja lebih baik dibandingkan
adalah kegiatan supervisi yang dapat perawat pelaksana yang mendapatkan
dilakukan oleh kepala ruang. Adanya supervisi dua kali atau lebih dalam satu
supervisi diharapkan akan berpengaruh hari.
pada pendokumentasian yang benar pada Banyak beberapa hal yang
proses keperawatan, maka bukti secara mempengaruhi perawat dalam
profesional dan legal dapat dipertanggung penatalaksaan ketrampilan yang berkaitan
jawabkan, oleh karena itu pelaksanaan prosedur tetap yang tidak semata hanya
pendokumentasian merupakan aspek yang karena adanya faktor pengetahuan.
harus diperhatikan sehingga apa yang telah Didukung dengan penjelasan Soekanto
dilaksanakan telah tercatat dengan baik (2003), menyatakan bahwa tidak semua
dan benar (Setyowaty & Kemala Rita, pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya
2008). pengetahuan yang tersusun secara
Supervisi terhadap sistematis saja yang merupakan ilmu
pendokumentasian asuhan keperawatan pengetahuan. Pengetahuan yang lebih
merupakan kegiatan yang perlu dilakukan menekankan pengamatan dan pengalaman
terhadap perawat pelaksana. Perawat perlu inderawi dikenal sebagai pengetahuan
dijaga, dibina, dan ditingkatkan sikap empiris atau pengetahuan aposteriori.

4 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 1-6


Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan asuhan keperawtan berjalan sesuai dengan
melakukan pengamatan dan observasi yang prinsip-prinsip utaa pendokumentasian.
dilakukan secara empiris dan rasional.
Pengetahuan empiris tersebut juga dapat DAFTAR PUSTAKA
berkembang menjadi pengetahuan
deskriptif bila seseorang dapat melukiskan Departemen Kesehatan Republik
dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan Indonesia. (2008). Standar
gejala yang ada pada objek empiris pelayanan minimal rumah sakit.
tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa Jakarta: Direktorat Jendral Bina
didapatkan melalui pengalaman pribadi Pelayanan Medik, Depkes RI.
manusia yang terjadi berulangkali (Suarli.
2009). Fiscbach, T. F., (2011), Documentating
Perilaku pendokumentasian asuhan care: the communication, the nursing
keperawatan dipengaruhi oleh faktor process and documentation
internal dari perawat itu sendiri. Faktor standards. F.A, Davis Comp.
internal tersebut dapat diakibatkan dengan Philadelphia.
sikap perawat, kebiasaan atau perilaku
yang ada selama bekerja, adapun faktor Hidayati, S. (2009), Pengaruh gaya
eksternal yang ada dapat diakibatkan oleh kepemimpinan kepala ruangan
jumlah peralatan/sarana, perbandingan terhadap kinerja perawat dalam
tenaga perawat pelaksana dan pasien, melaksanakan asuhan keperawatan
sehingga dalam pelaksanaan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
pendokumentasian asuhan keperawatan Diunduh dari http://www.unair.ac.id,
diperlukan pengawasan dan bimbingan tanggal 23 Februari 2013.
dalam bentuk supervisi.
Supervisi yang kurang baik tetapi Huber., D.L. (2006). Leadership & nursing
pendokumentasian asuhan keperawatan care management. Third Edition.
yang baik didapatkan pada 16 responden USA: Saunders, Elsevier Inc.
(28,6%), dan supervisi yang baik
menghasilkan pendokumentasian asuhan Izzah, N., (2002), Hubungan teknik dan
keperawatan kurang baik sebanyak 2 frekuensi kegiatan supervisi kepala
responden (8,0%). ruangan dengan kinerja perawat
Menurut penjelasan Suarli (2009) pelaksana di ruang rawat inap
bahwa perbedaan antara pengetahuan, rumah sakit umum daerah Batang
ketrampilan dan sikap yang oleh pekerja Jawa Tengah. Diunduh dari
dengan pengetahuan, ketrampilan dan http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libr
sikap yang telah dimiliki inilah yang i2/detail.jsp?id=71407&lokasi=lokal
merupakan arti kebutuhan. tanggal 23 Februari 2013.
Pendokumentasian asuhan keperawatan
dipengaruhi oleh pengalaman seseorang Keliat, BA., Akemat, (2012), Model
tersebut. Proses supervisiyang kurang baik, praktik keperawatan profesional
dalam hal ini tidak akan mempengaruhi jiwa, EGC, Jakarta.
pendokumentasian, adanya pengalaman
nyata dan rutin dilakukan dapat Potter P.A., & Perry, A.G., (2005), Buku
membentuk perawat mampu melaksanakan saku: ketrampilan & prosedur dasar.
kegiatan pendokumentasian secara baik. Edisi 5. Jakarta: EGC

KESIMPULAN Pribadi, A., (2009), Analisis faktor


Supervisi kepala ruangan pengetahuan, motivasi dan
diperlukan terhadap pelaksanaan pengetahuan persepsi perawat
pendokumentasian asuhan keperawatan tentang supervisi kepala ruang
untuk menjamin bahwa pendokumentasian terhadap pelaksanaan dokumentasi

Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruang Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan 5


Di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Emanuel Agung Wirawan, Dwi Novitasari, Fiki Wijayanti
asuhan keperawat di ruang rawat Suarli, S., & Bachtiar, (2009), Manajemen
inap RSUD Kelet Provinsi Jawa Keperawatan dengan Pendekatan
Tengah di Jepara, Tesis Magister Praktik. Jakarta: Erlangga
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentras Administrasi Rumah Suyanto, (2008), Mengenal kepemimpinan
Sakit. dan manajemen keperawatan di
rumah sakit. Jokjakarta:Mitra
Setyowati Dan Kemala Rita, (2008). Suatu Cendikia Press
alternatif pemecahan masalah dalam
pendokumentasian keperawatan Sugiharti, (2012), Persepsi perawat
telaahan penelitian optimalisasi terhadap sistem penilaian kinerja
pendokumentasian keperawatan di dan hubungannya dengan
Rumah Sakit. JKI. II. 5. Jakarta: kelengkapan dokumentasi asuhan
FIKUI. keperawatan di rumah sakit
krakatau medika cilegon. Tesis
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Master Tidak Diterbitkan.
(2003), Suatu Tinjauan Singkat Universitas Indonesia, Jakarta :
Kepatuhan, Rajawali Press, Jakarta, Indonesia

6 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 1-6


HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG
DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SWASTA DI
DEMAK

Maryanto*), Tri Ismu Pujiyanto**), Singgih Setyono***)

*) Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang


**) Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang
***) Dinas Kesehatan Kabupaten Demak

ABSTRAK

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja
perawat merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia. Kepuasan kerja karyawan
banyak dipengaruhi sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Hasil survey awal tahun 2010 terdapat 6
tenaga keperawatan keluar dari Rumah Sakit Swasta di di Demak dan BOR turun 25 % dari tahun
sebelumnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang
dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Swasta di di Demak. Metode penelitian adalah jenis
penelitian ini adalah analitik korelasional dengan desain cross sectional, teknik sampling yang digunakan
pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 43 responden. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan taraf signifikan 5%. Hasil
penelitian adalah menunjukkan ada hubungan yang signifikan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan
kepuasan kerja perawat dengan p – value 0,005. Kesimpulan adalah penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi kepala ruang dalam menampilkan gaya kepemimpinannya sehingga terwujud kepuasan
kerja para anggotanya.

Kata kunci : gaya kepemimpinan, kepuasan kerja perawat.

146 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 146-153


PENDAHULUAN bahwa hubungan antara kelompok manajer
Kepemimpinan atau proses dan pegawai merupakan unsur yang penting
mempengaruhi orang lain menuju pada dalam menilai sebagai manajer yang baik.
pencapaian sasaran, sudah sejak lama, Menurut Kuswadi (2004) bahwa gaya
diakui sebagai aspek vital dari manajemen. menajemen atau gaya kepemimpinan yang
Kepemimpinan adalah hubungan yang kurang pas atau kurang cocok dilaksanakan
tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki yang diberikan pimpinan kepada
seseorang terhadap orang lain sehingga karyawannya, dapat menurunkan motivasi,
orang lain tersebut secara sukarela mau dan kinerja dan akhirnya kepuasan kerja.
bersedia bekerja sama untuk mencapai Kepuasan kerja adalah sikap emosional
tujuan yang diinginkan (Georgy R. Terry). yang menyenangkan dan mencintai
Di dalam keperawatan kepemimpinan pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh
merupakan penggunaan ketrampilan moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja.
seorang pemimpin (perawat) dalam Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan,
mempengaruhi perawat–perawat lain yang luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan
berada di bawah pengawasannya untuk luar pekerjaan. Kepuasan kerja perawat
pembagian tugas dan tanggung jawab merupakan sasaran penting dalam
dalam memberikan pelayanan asuhan manajemen sumber daya manusia, karena
keperawatan sehingga tujuan keperawatan secara langsung atau tidak langsung dapat
tercapai (Latif, 2008). mempengaruhi produktivitas kerja yang
Perilaku kepemimpinan akan tercermin pada akhirnya akan meningkatkan mutu
dari gaya kepemimpinannya yang muncul pelayanan asuhan keperawatan kepada
pada saat memimpin bawahannya. Dalam klien. (Fathoni Abdurrahmat, 2006).
mempengaruhi kinerja bawahannya Kepuasan kerja karyawan banyak
diperlukan gaya kepemimpinan yang dipengaruhi sikap pimpinan dalam
efektif. kepemimpinannya. Kepemimpinan
K. Lewin, R. Lippitt dan R. White partisipatif memberikan kepuasan kerja
mengidentifikasikan tiga gaya dasar bagi karyawan karena karyawan ikut aktif
kepemimpinan : Otoriter (dimana pemimpin dalam memberikan pendapatnya untuk
memegang semua kekuasaan dan pengaruh menentukan kebijaksanaan perusahaan.
dalam mengambil keputusan); Demokratis Kepemimpinan otoriter mengakibatkan
(dimana pemimpin membagi bersama kepuasan kerja karyawan rendah.
dengan kelompok kekuasaan dan pengaruh Pelayanan keperawatan merupakan
dalam mengambil keputusan); dan kendali bagian integral pelayanan kesehatan di
bebas (dimana semua kekuasaan dan Rumah Sakit. Rumah Sakit Swasta di di
pengaruh dalam membuat keputusan Demak merupakan Rumah Sakit Tipe D di
diberikan kepada kelompok). Menurut riset Kabupaten Demak yang mempunyai
mereka, dalam pengertian produktivitas dan kapasitas tempat tidur 78 tempat tidur. Pada
kepuasan kelompok maka gaya tahun 2007 - 2009 BOR Rumah Sakit
kepemimpinan terbaik adalah gaya Swasta di di Demak adalah 70% - 75% dan
demokratis. Penelitian menggarisbawahi pada tahun 2010 - 2011 BOR Rumah Sakit
gaya kepemimpinan demokratis di atas Swasta di di Demak adalah 40% - 50%.
gaya otoriter, yang pernah dipercaya secara Dan tenaga perawat sejumlah 61 perawat.
luas sebagai gaya kepemimpinan paling Menurut hasil survey awal, ditemukan
efektif. beberapa perawat terindikasi mengalami
Sementara Tannenbaum & Schmid kekurangpuasan mereka saat bekerja di
(1983) menekankan bahwa kombinasi Rumah Sakit. Pada tahun 2010 terdapat 6
antara gaya kepemimpinan otoriter dan tenaga keperawatan yang keluar dari
demokratis diperlukan oleh manajer dimana Rumah Sakit Swasta di di Demak. Menurut
unsur utama manajer adalah tergantung dari Ashar Sunyoto Munandar dengan adanya
situasi suatu organisasi. Yaitu kemampuan sejumlah tenaga yakni perawat yang keluar
manajer, penghargaan kepada kelompok. dari suatu tempat kerja dapat
Fielder (1967) menegaskan bahwa gaya mengindikasikan terjadinya ketidakpuasan
kepemimpinan yang paling tepat adalah perawat tersebut terhadap tempat kerjanya.
ideal dengan situasi. Dia menekankan

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat 147
Di Rumah Sakit Swasta Di Demak
0DU\DQWR 7UL ,VPX 3XML\DQWR 6LQJJLK 6HW\RQR
TINJAUAN PUSTAKA c. Pengukuran Kepuasan Kerja
1. Kepuasan Kerja 1) Pengukuran Kepuasan Kerja dengan
a. Definisi Skala Indeks Deskripsi Jabatan
Kepuasan kerja menurut Stephen Skala pengukuran ini dikembangkan
(2008) dapat didefinisikan sebagai suatu oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun
perasaan positif tentang pekerjaan 1969. Dalam penggunaannya, pegawai
seseorang yang merupakan hasil dari ditanya mengenai pekerjaan maupun
sebuah evaluasi karakteristiknya. jabatannya yang dirasakan sangat baik dan
Howell dan Dipboye (1986) sangat buruk, dalam skala mengukur sikap
memandang kepuasan kerja sebagai hasil dari lima area, yaitu kerja, pengawasan,
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak upah, promosi, dan co-worker. Setiap
sukanya tenaga kerja terhadap berbagai pertanyan yang diajukan, harus dijawab
aspek dari pekerjaannya. oleh pegawai dengan cara menandai
jawaban ya, tidak, atau tidak ada jawaban.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 2) Pengukuran Kepuasan Kerja dengan
Kepuasan Kerja Berdasarkan Expresi Wajah
Ghiselli dan Brown (2000) Mengukur kepuasan kerja ini
mengemukakan bahwa ada lima faktor yang dikembangkan oleh Kunin pada tahun
menimbulkan kepuasan kerja yaitu : 1955. Skala ini terdiri dari segi gambar
a) Kedudukan (posisi) wajah-wajah orang mulai dari sangat
Umumnya manusia beranggapan gembira, gembira, netral, cemberut, dan
bahwa seseorang yang bekerja pada sangat cemberut. Pegawai diminta untuk
pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan
puas daripada yang pekerjaannya lebih kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat
rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak itu.
selalu benar, tetapi justru perubahan dalam 3) Pengukuran Kepuasan Kerja dengan
tingkat pekerjaannyalah yang Kuesioner Minnesota
mempengaruhi kepuasan kerja. Pengukuran kepuasan kerja ini
b) Golongan dikembangkan oleh Weiss, Dawis, dan
Seseorang yang memiliki golongan England pada tahun 1967. Skala ini terdiri
yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji, dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak
wewenang, dan kedudukan yang lebih puas, tidak puas, netral, memuaskan, dan
dibandingkan yang lain, sehingga sangat memuaskan. Pegawai diminta
menimbulkan perilaku dan perasaan yang memilih salah satu alternatif jawaban yang
puas terhadap pekarjaannya. sesuai dengan kondisi pekerjaannya.
c) Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan 2. Gaya Kepemimpinan
antara umur dengan kepuasan kerja, dimana a. Definisi
umur antara 25 – 34 tahun dan umur 40 – Gaya kepemimpinan adalah pola
45 tahun adalah merupakan umur yang bisa tingkah laku yang dirancang untuk
menimbulkan perasaan kurang puas mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
terhadap pekerjaan. tujuan individu, untuk mencapai suatu
d) Jaminan finansial dan jaminan sosial tujuan. (S. Suarli & Yanyan Bahtiar).
Jaminan finansial dan jaminan sosial b. Gaya Kepemimpinan menurut
umumnya berpengaruh terhadap kepuasan Ronald Lippits & Rapiph K. White
kerja. Menurut Ronald Lippith dan Rapiph
e) Mutu Pengawasan K. White, terdapat tiga gaya kepemimpinan
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan yaitu :
melalui perhatian dan hubungan yang baik 1) Otoriter
dari pimpinan dengan bawahan, sehingga Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-
karyawan akan merasa bahwa dirinya ciri sebagai berikut :
merupakan bagian yang penting dari a) Wewenang mutlak berada pada
organisasi kerja (Moh. As’ad, 2005:113). pimpinan
b) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan

148 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 146-153


c) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh k) Pimpinan meminta kesetiaan bawahan
pimpinan secara wajar
d) Komunikasi berlangsung satu arah dari l) Pimpinan memperhatikan perasaan
pimpinan kepada bawahan dalam bersikap dan bertindak
e) Pengawasan terhadap sikap, tingkah m) Terdapat suasana saling percaya,
laku, perbuatan atau kegiatan para saling hormat menghormati dan saling
bawahan dilakukan secara ketat menghargai
f) Prakarsa harus selalu berasal dari n) Tanggung jawab keberhasilan
pimpinan organisasi ditanggung secara bersama-
g) Tidak ada kesempatan bagi bawahan sama
untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat 3) Liberal atau Laissez Faire
h) Tugas-tugas bawahan diberikan secara Kepemimpin gaya liberal atau Laissez
instruktif Faire adalah kemampuan mempengaruhi
i) Lebih banyak kritik daripada pujian orang lain agar bersedia bekerjasama untuk
j) Pimpinan menuntut prestasi sempurna mencapai tujuan dengan cara berbagai
dari bawahan tanpa syarat kegiatan dan pelaksanaannya dilakukan
k) Pemimpin menuntut kesetiaan tanpa lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
syarat Gaya kepemimpinan ini bercirikan
l) Cenderung adanya paksaan, ancaman sebagai berikut:
dan hukuman a) Pemimpin melimpahkan wewenang
m) Kasar dalam bersikap sepenuhnya kepada bawahan.
n) Tanggung jawab keberhasilan b) Keputusan lebih banyak dibuat oleh
organisasi hanya dipikul oleh bawahan
pimpinan. c) Kebijakan lebih banyak dibuat oleh
bawahan
2) Demokratis d) Pimpinan hanya berkomunikasi
Kepemimpinan gaya demokratis apabila diperlukan oleh bawahan
adalah kemampuan dalam mempengaruhi e) Hampir tidak ada pengawasan terhadap
orang lain agar bersedia bekerjasama untuk tingkah laku bawahan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, f) Prakarsa selalu berasal dari bawahan
berbagai kegiatan yang akan dilakukan g) Hampir tidak ada pengarahan dari
ditentukan bersama antara pimpinan dan pimpinan
bawahan. h) Peranan pemimpin sangat sedikit
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri- dalam kegiatan kelompok
ciri sebagai berikut : i) Kepentingan pribadi lebih penting dari
a) Wewenang pimpinan tidak mutlak kepentingan kelompok
b) Pimpinan bersedia melimpahkan j) Tanggung jawab keberhasilan
sebagian wewenang kepada bawahan organisasi dipikul oleh perorangan.
c) Keputusan dibuat bersama antara
pimpinan dan bawahan METODE PENELITIAN
d) Komunikasi berlangsung timbal balik Jenis penelitian yang digunakan adalah
e) Pengawasan dilakukan secara wajar analitik korelasional dengan desain cross
f) Prakarsa dapat datang dari bawahan sectional. Penelitian ini dilakukan pada
g) Banyak kesempatan dari bawahan tanggal sampai dengan 4 April 2012.
untuk menyampaikan saran dan Populasi pada penelitian ini sebanyak 48
pertimbangan responden sedangkan sampelnya sebanyak
h) Tugas-tugas kepada bawahan 43 responden dengan teknik purposive
diberikan dengan lebih bersifat sampling. Instrumen penelitian yang
permintaan daripada instruktif digunakan adalah kuesioner. Analisa data
i) Pujian dan kritik seimbang yang digunakan pada penelitian ini adalah
j) Pimpinan mendorong prestasi analisa univariat dan analisa bivariat.
sempurna para bawahan dalam batas Analisa univariat dilakukan untuk
masing-masing mengetahui distribusi frekuensi dan
prosentase gaya kepemimpinan dan

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat 149
Di Rumah Sakit Swasta Di Demak
0DU\DQWR 7UL ,VPX 3XML\DQWR 6LQJJLK 6HW\RQR
kepuasan kerja perawat. Analisa bivariat sebesar 39,5 %, otokratis sebesar 30,2 %,
dilakukan untuk mengetahui hubungan dan liberal atau laissez faire sebesar 30,2
antar variabel independent dan variabel %.
dependent. Uji statistik yang digunakan
pada penelitian ini adalah uji chi square. b. Kepuasan Kerja Perawat
Tabel 2 Tanggapan Responden Terhadap
HASIL PENELITIAN Kepuasan Kerja
1. Analisa Univariat Kepuasan Jumlah Persentase (%)
a. Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Kerja

Tabel 1. Tanggapan Responden Terhadap Gaya Puas 26 60,5


Kepemimpinan Kepala Ruang Tidak Puas 17 39,5
Jumlah Persentase
(%) Total 43 100

Demokratis 17 39,5
Otokratis 13 30,2 Tabel 2 di atas menjelaskan bahwa
Liberal 13 30,2 perawat yang menyatakan puas bekerja
sebesar 60,5%, sedangkan perawat yang
Total 43 100 menyatakan tidak puas bekerja sebesar
39,5%.
Tabel 1 di atas menjelaskan bahwa
responden yang mempersepsikan kepala
ruang bergaya kepemimpinan demokratis

2. Analisa Bivariat
Tabel 3. Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah
Sakit Swasta di di Demak
Kepuasan Kerja Total p value
Gaya kepemimpinan Tidak Puas Puas
n % n % n %
Demokratis 2 11,8 15 88,2 17 39,5 0,005
Otokratis 6 46,2 7 53,8 13 30,2
Liberal atau laissez faire 9 69,2 4 30,8 13 30,2
Total 17 39,5 26 60,5 43 100

Tabel 3 di atas menjelaskan bahwa 17 PEMBAHASAN


responden yang mempersepsikan kepala 1. Analisa Univariat
ruang bergaya kepemimpinan demokratis, a. Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang
15 responden (88,2%) menyatakan puas Berdasarkan tanggapan responden
bekerja, dan 2 responden (11,8%) dalam hal gaya kepemimpinan kepala ruang
menyatakan tidak puas bekerja. Sedangkan dari 43 responden, 17 (39,5%) responden
13 responden yang mempersepsikan kepala mempersepsikan kepala ruang bergaya
ruang bergaya kepemimpinan otokratis 7 kepemimpinan demokratis, 13 (30,2%)
responden (53,8%) menyatakan puas responden mempersepsikan kepala ruang
bekerja, dan 6 responden (46,2%) bergaya kepemimpinan otokratis, dan 13
menyatakan tidak puas bekerja. Sementara (30,2%) responden mempersepsikan kepala
13 responden yang mempersepsikan kepala ruang bergaya kepemimpinan liberal atau
ruang bergaya kepemimpinan liberal atau laissez faire
laissez faire, 4 responden (30,8%) Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
menyatakan puas bekerja, dan 9 responden kepala ruang di Rumah Sakit Swasta di di
(69,2%) menyatakan tidak puas bekerja. Demak menggunakan ketiga gaya
Nilai X2 hitung adalah sebesar 10.518 dan kepemimpinan yaitu demokratis, otokratis
nilai p-value adalah sebesar 0.005. dan liberal atau laissez faire. Sedangkan

150 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 146-153


gaya kepemimpinan demokratis merupakan b. Kepuasan Kerja Perawat
gaya kepemimpinan dengan tingkat Herzberg (1966) mengemukakan
persentase yang paling tinggi (39,5 %). Hal bahwa sumber kepuasan kerja terdiri dari
ini mengindikasikan bahwa gaya tanggung jawab, prestasi, penghargaan,
kepemimpinan demokratis adalah gaya promosi, dan pekerjaan itu sendiri.
yang paling dominan digunakan oleh kepala Sedangkan sumber ketidakpuasan kerja
ruang di Rumah Sakit Swasta di di Demak terdiri dari kondisi kerja, gaji, teman kerja,
Berdasarkan teori gaya kepemimpinan kebijakan admininistrasi, keamanan dan
yang paling baik adalah gaya kualitas pengawasan.
kepemimpinan demokratis, gaya yang Perawat di Rumah Sakit Swasta di di
demokratis merupakan kepemimpinan yang Demak merasakan ketidakpuasan kerja
bersedia memberikan bimbingan yang karena kondisi kerja yang tidak
efisien kepada bawahannya, bersedia mendukung, teman kerja yang tidak
mendengarkan pendapat, ide, saran dan mendukung dan kualitas mutu pengawasan
kritikan dari bawahan (kelompok), sangat yang kurang baik. Kondisi ini sesuai teori
memperhatikan kepentingan dan yang dikemukakan oleh (Herzbeg, 1966)
kesejahteraan bawahan, menindak bawahan tersebut di atas.
yang melanggar disiplin dengan pendekatan Berdasarakan hal tersebut bahwa
yang bersifat korektif dan edukatif. perawat di Rumah Sakit Swasta di di
Mengkoordinasikan pekerjaan dari semua Demak menginginkan pekerjan yang
bawahan yang ada dalam sistem bervariasi, kondisi kerja yang mendukung,
pelaksanaan kerja dengan penekanan rasa rekan kerja yang mendukung diberi
tanggung jawab dan kerja sama yang baik. kebebasan yang seluas-luasnya untuk
Kepemimpinan yang demokratis ini menggunakan keterampilan dan
memiliki kekuatan pada partisipasi aktif kemampuan ketika melaksanakan kerja
pada anggota kelompok. serta umpan balik terhadap hasil kerja yang
Gaya otokratis kurang efektif dinilai baik. Selanjutnya perawat sangat
digunakan seorang pemimpin dalam hal mendambakan sitem promosi yang jelas
kepuasan kerja anggotanya, karena kegiatan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
dan pelaksanaannya tergantung dari memenuhi rasa keadilan.
pimpinan.
Gaya kepemimpinan liberal atau 2. Analisa Bivariat
laissez faire tidak baik digunakan pada Hubungan gaya kepemimpinan kepala
suatu organisasi. Karakteristik dari gaya ruang dengan kepuasan kerja perawat
kepemimpinan liberal diantaranya adalah Hipotesis penelitian ini adalah ada
pimpinan menyerahkan tanggung jawab hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang
atas pelaksanaan pekerjaan pada bawahan, dengan kepuasan kerja perawat di Rumah
pimpinan jarang melakukan kontak dengan Sakit Swasta di di Demak dengan p – value
para bawahan, dan pimpinan jarang 0,005 dan contingency coefficient 0,443.
membuat aturan tentang pelaksaan Hasil penelitian ini sesuai dengan
pekerjaan. penelitian yang dilakukan oleh Rosyana &
Merujuk kepada teori gaya Maria (2004), berjudul pengaruh gaya
kepemimpinan yang diajukan oleh K. kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
Lewin, R. Lippitt dan R. White (2004) yaitu karyawan Bibliografi, hasil penelitian
gaya otokratis, demokratis dan liberal, menjelaskan ada hubungan gaya
menurut riset mereka dalam pengertian kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
produktivitas dan kepuasan kelompok maka karyawan.
gaya kepemimpinan terbaik adalah gaya Hasil penelitian yang dilakukan oleh
demokratis. Smat (2004) menjelaskan bahwa secara
Berdasarkan teori tersubut di atas simultan (serempak) gaya kepemimpinan
maka gaya kepemimpinan kepala ruang di otokratis, gaya kepemimpinan demokratis
Rumah Sakit Swasta di di Demak belum dan gaya kepemimpinan liberal
sesuai harapan karena hanya 39,5 % berpengaruh positif terhadap motivasi kerja
responden yang mempersepsikan kepala karyawan di Kantor Regional VI Badan
ruang bergaya demokratis. Kepegawaian Negara (BKN) Medan. Besar

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat 151
Di Rumah Sakit Swasta Di Demak
0DU\DQWR 7UL ,VPX 3XML\DQWR 6LQJJLK 6HW\RQR
pengaruh dalam penelitian ini sebesar Monica. (2000). Pengantar Kepemimpinan
43,5%. Manajemen Keperawatan untuk
Perawat Klinis. Edisi I. Jakarta : EGC.
SIMPULAN Munandar Ashar Sunyoto, (2001).
1. Kepala ruang di Rumah Sakit Swasta di Psikologi Industri dan Organisasi.
di Demak cenderung bergaya Jakarta : Universitas Indonesia.
demokratis, prosentasenya sebesar Muslim Khoirul. (2006). Pengaruh Gaya
39,5%. Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja
2. Perawat di Rumah Sakit Swasta di di terhadap Kinerja Karyawan Politeknik
Demak merasakan kepuasan dalam Negeri Lhokseumawe. Medan :
bekerja sebesar 60,5%. Universitas Sumatera Utara.
3. Ada hubungan gaya kepemimpinan Notoatmojo S. (2002). Metodologi
kepala ruang dengan kepuasan kerja Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
perawat di Rumah Sakit Swasta di di Cipta.
Demak dengan p – value = 0,005. Nursalam. (2002). Manajemen
Keperawatan Aplikasi dalam Praktik
DAFTAR PUSTAKA Keperawatan Profesional. Edisi I.
Jakarta : Salemba Medika.
Depkes RI. (1999). Pedoman Uraian Tugas __________, (2008). Konsep dan
Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit. Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Cetakan Kedua. Direktorat Jenderal Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis
Pelayanan Medik. dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Jakarta : Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Purwandari Istiningtyas. (2011). Hubungan
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Karakteristik Perawat Pelaksana dan
Rumah Sakit. Jakarta. Lingkungan Kerja dengan Kepuasan
Fadli, Ahmad. (2004). Pengaruh Gaya Kerja Perawat di RS Pantiwilasa
Kepemimpinan terhadap Kinerja Citarum Semarang. Semarang : Sekolah
Karyawan pada PT. Industri Medan Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada.
(KIM). Medan : Universitas Sumatera Rosyana & Maria. (2004). Gaya
Utara. Kepemimpinan dan Pengaruhnya
Fathoni Abdurrahmat. (2006). Manajemen terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Bibliografi. Medan : Universitas
Cipta. Sumatera Utara.
Hanafi Mamduh M. (2003). Manajemen. Sabarguna S.B. (2005). Prosedur
Edisi Revisi. Yogyakarta : Unit Penerbit Manajemen Rumah Sakit dan Tehnik
dan Percetakan Akademi Manajemen Efisiensi. Cetakan I. Yogyakarta :
Perusahaan YKPN. Konsorium Rumah Sakit Swasta di
Hanafi Niken & Daniel P. Purba. (2010). Jateng – DIY.
Leadhership untuk Profesional dan Sabarguna S.B. (2007). Knowledge
Mahasiswa. Jakarta : Erlangga. Manajemen untuk Rumah Sakit. Jakarta :
Ivancevich John M., Konopaske Robert & Sagung Seto.
Matteson Michael T. (2007). Perilaku Setiadi. (2007). Konsep dan Penelitian
dan Manajemen Organisasi. Edisi Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ketujuh. Jakarta : Erlangga. Ilmu.
Karyuni EP & Ester Monica. (2008). Smat. (2004). Pengaruh Gaya
Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja
Perawat. Cetakan I. Jakarta : EGC. Karyawan di Kantor Regional VI Badan
Kuntoro, A. (2010). Buku Ajar Manajemen Kepegawaian Negara (BKN). Medan :
Keperawatan. Cetakan Pertama. Universitas Sumatera Utara.
Yogyakarta : Nuha Medika. Suarli S. & Bahtiar Y. (2002). Manajemen
Mangkunegara Anwar Prabu. (2005). Keperawatan dengan Pendekatan
Manajemen Sumber Daya Manusia Praktis. Jakarta : Erlangga.
Perusahaan. Cetakan Keenam. Bandung Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan
: PT. Remaja Rosdakarya. dan Manajemen Keperawatan di Rumah

152 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 146-153


Sakit. Cetakan Ketiga. Yogyakarta : Uttoyo, D.Y. (2009). Pengaruh Gaya
Mitra Cendikia Press. Kepemimpinan terhadap Kinerja
Swanburg Russel C. (2000). Pengantar Perawat dan Bidan UPT Puskesmas
Kepemimpinan & Manajemen Glagah Kabupaten Lamongan. Medan :
Keperawatan. Jakarta : EGC. Universitas Sumatera Utara.

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat 153
Di Rumah Sakit Swasta Di Demak
0DU\DQWR 7UL ,VPX 3XML\DQWR 6LQJJLK 6HW\RQR
HUBUNGAN PEMBERIAN REWARD UCAPAN TERIMA KASIH DENGAN
KEDISIPLINAN WAKTU SAAT MENGIKUTI TIMBANG TERIMA PERAWAT
RUANG BEDAH PADA RS NEGERI DI SEMARANG

Deni Kristianto*, Agus Santoso**

*) Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro


**) Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Kampus Komplek
FK UNDIP Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang - Semarang, 50275. Telp. (024) 76486849

ABSTRAK

Peningkatan motivasi karyawan harus dilakukan, maka seringkali perusahaan atau instansi memberikan
reward atau penghargaan atas kinerja yang telah dicapai oleh individu. Reward adalah sesuatu yang
diberikan atau diterima oleh seseorang setelah dirinya melaksanakan suatu pekerjaan. Reward tersebut
dapat bersifat financial (pemberian uang, hadiah) dan nonfinansial (ucapan terima kasih, pujian, isi kerja
dan lingkungan kerja). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian reward
ucapan terima kasih dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang terima perawat ruang bedah di RS
Negeri di Semarang. Penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dilakukan terhadap
35 perawat pelaksana di ruang bedah RS Negeri di Semarang, dengan menggunakan instrumen penelitian
berupa lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kepala ruang atau kepala tim
memberikan ucapan terima kasih setiap timbang terima yaitu (100%) dan perawat pelaksana sebagian
besar juga datang tepat waktu saat timbang terima di dapatkan (100%) Hasil statistik menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pemberian reward ucapan terima kasih dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti
timbang terima perawat di ruang bedah RS Negeri di Semarang.

Kata kunci : reward ucapan terima kasih, kedisiplinan waktu dan timbang terima

Hubungan Pemberian Reward Ucapan Terima Kasih Dengan Kedisiplinan Waktu 95


Saat Mengikuti Timbang Terima Perawat Ruang Bedah Pada Rs Negeri Di Semarang
'HQL .ULVWLDQWR $JXV 6DQWRVR
LATAR BELAKANG Tujuan penelitian ini adalah untuk
Dalam rangka meningkatkan motivasi mengetahui hubungan pemberian reward
karyawan, maka seringkali perusahaan atau ucapan terima kasih dengan kedisiplinan
instansi memberikan reward atau waktu saat mengikuti timbang terima
penghargaan atas kinerja yang telah dicapai perawat ruang bedah di RS Negeri di
oleh individu. Reward tersebut dapat Semarang
bersifat finansial (pemberian uang, hadiah)
dan nonfinansial (ucapan terima kasih, METODOLOGI
pujian, isi kerja dan lingkungan kerja). Jenis penelitian yang digunakan
Reward dalam bentuk finansial saat ini dalam penelitian ini adalah deskriptif
masih menduduki peringkat teratas korelasi. Metode penelitian yang digunakan
dibandingkan dengan nonfinansial. Menurut adalah cross sectional. Penelitian ini
pendapat yang berbeda mengatakan bahwa populasinya adalah 35 perawat pelaksana di
reward nonfinansial tidak kalah pentingnya Ruang Bedah.
dengan reward finansial. Sebuah ucapan
terima kasih dapat dijadikan sebuah reward. HASIL PENELITIAN
Kekuatan ucapan terima kasih ini A. Pemberian reward Ucapan terima
memberikan arti dan manfaat yang sangat kasih
luar biasa. Pekerjaan yang dimotivasi
dengan ucapan terima kasih oleh seorang Tabel 1 Distribusi frekwensi pemberian
atasan kepada bawahan, dapat menjadi reward ucapan terima kasih oleh KARU atau
sumber inspirasi kedisiplinan waktu untuk KATIM secara verbal kepada perawat
menyelesaikan pekerjaan tersebut. pelaksana di ruang bedah RS Negeri di
Semarang, (N=35)
Kedisiplinan waktu saat timbang
terima perawat sangat penting. Dalam
No Perawat Reward Persentase
kenyataannya, 7 ruangan dari 10 ruangan
Ruangan Pelaksana terima (%)
yang menjadi objek pengamatan tidak kasih
menerapkan kedisiplinan waktu. Hal 1 5 5 100%
tersebut tentunya akan menurunkan kinerja 2 10 10 100%
perawat dan dapat merugikan para pengguna 3 14 14 100%
jasa layanan keperawatan yang dalam hal ini 4 6 6 100%
adalah pasien. Untuk itu perlu pemberian Jumlah 35 35
reward ucapan terima kasih untuk
meningkatkan motivasi perawat mengikuti Tabel 1 diatas menggambarkan
timbang terima. bahwa semua responden mendapatkan
reward ucapan terima kasih yaitu sebanyak
Beberapa pendapat dari responden 35 orang (100%). Masing-masing perawat
mengatakan bahwa, alasan ketidaktepatan pelaksana di setiap ruangan bedah RS
waktu saat mengikuti timbang terima Negeri di Semarang semua mendapatkan
dikarenakan berbagai alasan diantaranya ucapan terima kasih dari KARU (kepala
yaitu: banyaknya pekerjaan yang belum ruang) atau KATIM (ketua tim). Ucapan
terselesaikan, kesibukan lain di rumah, terima kasih secara verbal diberikan setiap
faktor kebiasaan, kelelahan, jalanan macet, sebelum dan sesudah melaksanakan
menganggap tidak terlambat apabila proses timbang terima.
timbang terima belum dimulai, tidak ada
sanksi tegas bila terlambat datang, B. Kedisiplinan waktu saat mengikuti
mengikuti teman yang terlambat, dan timbang terima
sebagainya. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk meneliti tentang hubungan pemberian Tabel 2. Distribusi frekwensi
reward ucapan terima kasih dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang
kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang terima oleh perawat pelaksana di ruang
terima perawat ruang bedah di RS Negeri bedah RS Negeri di Semarang (N=35)
Semarang.

96 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 95-99


No Jumlah Disiplin waktu % PEMBAHASAN
Ruangan perawat saat timbang A. Pemberian reward ucapan terima
Pelaksana terima kasih
1 5 5 100% Hasil penelitian yang didapatkan
2 10 10 100% mengenai pemberian reward ucapan terima
3 14 14 100%
kasih secara verbal pada perawat pelaksana
4 6 6 100%
Jumlah 100%
oleh perawat KARU (kepala ruang) atau
KATIM (kepala tim) saat mengikuti
timbang terima di ruang bedah RS Negeri di
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa
semua responden disiplin waktu saat Semarang sebanyak 35 responden (100%)
mendapatkan reward. Hal ini terbukti dari
timbang terima yaitu sebanyak 35 orang
hasil observasi terhadap 35 perawat
(100%). Kehadiran responden saat timbang
pelaksana di ruang bedah, didapatkan hasil
terima sebelum jam timbang terima dimulai.
semua responden mendapatkan reward.
Pemberian reward ucapan terima
C. Hubungan pemberian reward ucapan
kasih dapat memberikan perasaan senang
terima kasih dengan kedisiplinan
bagi yang mendapatkannya. Dalam hal ini
waktu saat mengikuti timbang
diberikan kepada perawat di ruang bedah
terima
yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi
Berikut adalah tabel Cross tabulasi antara dapat mengurangi angka kejenuhan bagi
perawat. Pekerjaan yang dimotivasi dengan
pemberian reward ucapan terima kasih
ucapan terima kasih oleh seorang atasan
dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti
kepada bawahan, dapat menjadi sumber
timbang terima perawat di ruang bedah RS
Negeri di Semarang inspirasi kedisiplinan waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Tabel 3. Cross tabulasi antara
pemberian reward ucapan terima kasih B. Kedisiplinan waktu saat mengikuti
dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang terima
timbang terima perawat di ruang bedah RS Hasil observasi terhadap perawat
Negeri di Semarang pelaksana di ruang bedah didapatkan 35
perawat pelaksana (100%), datang tepat
Pemberian reward ucapan N (%) P waktu atau disiplin waktu saat mengikuti
terima kasih Value timbang terima. Kehadiran responden saat
Ya N Tidak timbang terima sebelum jam timbang terima
(%) N (%) dimulai. Hal ini menunjukkan tingkat
Tepat 35 0 (0%) 35 0,000 kedisiplinan yang tinggi perawat-perawat di
waktu (100%) (100%)
ruang bedah. Kedisiplinan dapat diartikan
Tidak 0 0 0
tepat (0%) (0%) (0%)
bilamana karyawan datang dan pulang tepat
waktu waktunya, mengerjakan semua
Total 35 pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua
peraturan perusahaan dan norma-norma
Tabel 3 di atas menerangkan bahwa sosial yang berlaku.
ada hubungan antara reward ucapan terima Kedisiplinan waktu saat timbang
kasih dengan kedisiplinan waktu saat terima dapat mempengaruhi kerja perawat
mengikuti timbang terima yaitu 35 item. pelaksana, sehingga lebih siap bekerja
Hasil perhitungan didapatkan bahwa P karena telah mengenali kondisi pasiennya.
Value = 0,000 < 0,005 ; Ho diterima artinya Disiplin sendiri diartikan sebagai kepatuhan
ada hubungan antara reward ucapan terima terhadap peraturan atau tunduk pada
kasih dengan kedisiplinan waktu saat pengawasan yang bertujuan
mengikuti timbang terima mengembangkan diri agar dapat berperilaku
tertib. Disiplin dalam menggunakan waktu
maksudnya, bisa menggunakan dan
membagi waktu dengan baik karena waktu

Hubungan Pemberian Reward Ucapan Terima Kasih Dengan Kedisiplinan Waktu 97


Saat Mengikuti Timbang Terima Perawat Ruang Bedah Pada Rs Negeri Di Semarang
'HQL .ULVWLDQWR $JXV 6DQWRVR
sangat berharga dan salah satu kunci KESIMPULAN
kesuksesan adalah dapat menggunakan Kesimpulan penelitian adalah
waktu dengan baik. pemberian reward ucapan terima kasih
adalah (100%). Kedisiplinan waktu saat
D. Hubungan pemberian reward ucapan mengikuti timbang terima perawat ruang
terima kasih dengan kedisiplinan bedah sebagian besar disiplin (100%).
waktu saat mengikuti timbang Perawat pelaksana selalu datang tepat waktu
terima saat timbang terima Hasil perhitungan
Hasil observasi didapatkan data didapatkan bahwa P Value = 0,000 (p<
bahawa 35 perawat pelaksana mendapatkan 0,005); Ho diterima artinya ada hubungan
reward ucapan terima kasih dari kepala antara reward ucapan terima kasih dengan
ruang dan 35 perawat pelaksana (100%) kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang
selalu datang tepat waktu saat timbang terima perawat ruang bedah.
terima. Pekerjaan yang dimotivasi dengan
ucapan terima kasih oleh seorang atasan DAFTAR PUSTAKA
kepada bawahan, dapat menjadi sumber Abdurrahmat Fathoni. Organisasi dan
inspirasi kedisiplinan waktu untuk Manajemen Sumber Daya Manusia.
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jakarta. Rieneka Cipta. 2006
Pemberian nonfinancial reward Bunda Mytha. Ucapan Terima Kasih
melalui sebuah ucapan terima kasih yang Pengaruhi Kesehatan. Mei 2007.
diberikan setiap hari kepada seseorang diakses 25 Juni 2009. URL :
setelah dirinya melaksanakan sesuatu hal http://www.anakku.net
yang baik diyakini dapat mempengaruhi Hasibuan. Manajemen Sumber Daya
kerjanya. Kekuatan ucapan terima kasih ini Manusia. November 2003. diakses 4
memberikan arti dan manfaat yang sangat Juli 2009. URL :
luar biasa. Kebanyakan orang tidak http://www.dispace.widyatama.ac.id
menyadari arti dan manfaat dari ucapan Herlambang. Panduan Komunikasi
terima kasih. Ucapan terima kasih dianggap Perawat. September 2006. diakses 25
sesuatu yang biasa oleh seseorang dan Juni 2009. URL :
terkadang lupa untuk diucapkan, tetapi akan http://www.RSA.com
menjadi luar biasa apabila diberikan pada Jarambah. Rewards Skenario Harapan.
waktu yang tepat. Ucapan terima kasih yang Februari 2008. diakses 24 Juni 2009.
diberikan kepada seseorang, walaupun URL:
hanya dengan senyum kecil, ternyata tanpa http://www.jarambah.multiply.com
disadari telah memberikan kebahagian dan Jiunkpe. Finansial dan Nonfinansial
memotivasi diri sendiri maupun orang lain. Rewards. Oktober 2002. diakses 25
Hasil analisa lebih lanjut yang Juni 2009. URL :
peneliti lakukan pada hubungan variabel http://www.digilib.petra.ac.id
pemberian reward ucapan terima kasih Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor
dengan kedisiplinan waktu saat timbang Publik. Yogyakarta. UPP STIM
terima didapatkan P value =0,000 YKPN. 2007
(p<0,005). Hal ini berarti ada hubungan Masofa. Manajemen Sumber Daya
antara pemberian reward ucapan terima Manusia. Januari 2008. diakses 4 Juli
kasih dengan kedisiplinan waktu saat 2009. URL :
mengikuti timbang terima perawat. http://www.masofa.wordpress.com
Hasil analisa diperoleh seluruh kepala Nining. Manajemen Keperawatan Timbang
ruang di ruang bedah selalu memberikan Terima. April 2008. diakses 25 Juni
ucapan terima kasih dan 35 perawat 2009. URL : http://www.as-
pelaksana selalu datang tepat waktu saat kep.blogspot.com
timbang terima. Panji. Manajemen SDM. Juni 2009. diakses
4 Juli 2009. URL :
http://www.msdm.com Arkandas.
Kompensasi Gaji Perusahaan.

98 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 95-99


Oktober 2008. diakses 4 Juli 2009. http://www.visijobs.com
URL : Teguh S. Reward. Februari 2005. diakses 4
http://www.arkanda.wordpress.com Juli 2009. URL:
Paulus Bambang. Bonus Uang Tunai http://www.swa.ac.id Yudihardis.
Reward Favorit Karyawan. Oktober Terima Kasih. Januari 2008. diakses
2007. Diakses 24 Juni 2009. URL : 25 Juni 2009. URL:
http://www.poltalhr.com http://www.blog.yudihardis.com
Starawaji. Pengertian Kedisiplinan. April Triantoro Safaria. Kepemimpinan.
2009. diakses 25 Juni 2009. URL: Yogyakarta. Graha Ilmu. 2004
http://www.starawaji.wordpress.com Winathing. Sumber Daya Manusia. Marer
Swansburg R. Pengembangan Staf 2005. diakses 4Juli 2009. URL:
Keperawatan. Jakarta. EGC. 2001 14. http://www.damandiri.or.id
Rinel a Putri. Aspek Penghargaan Zie. Peran Perawat. April 2005. diakses 24
yang Positif. Oktober 2007. diakses Juni 2009. URL:
24 Juni 2009. URL: http://www.stupidman.multiply.com

Hubungan Pemberian Reward Ucapan Terima Kasih Dengan Kedisiplinan Waktu 99


Saat Mengikuti Timbang Terima Perawat Ruang Bedah Pada Rs Negeri Di Semarang
'HQL .ULVWLDQWR $JXV 6DQWRVR
PENINGKATAN SOFTSKILL PERAWAT MELALUI KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG PADA RS SWASTA DI
SEMARANG

Tri Hartiti*

*) Staf Dosen di Universitas Muhammadiyah Semarang Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan

ABSTRAK

Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang dapat diterapkan dengan karakteristik


kharismatik, pengaruh idealis, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, serta konsiderasi individu.
Softskill adalah keterampilan kecakapan hidup baik untuk diri sendiri, berkelompok atau bermasyarakat
yaitu berupa keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) maupun
keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra personal skill) agar mampu mengembangkan
produktifitas kerja secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepemimpinan
transformasional kepala ruang dan kemampuan softskill dari perawat pelaksana serta hubungan keduanya.
Penelitian ini dilakukan pada Rumah Sakit Swasta di Semarang, terhadap 18orang perawat sebagai kepala
ruang, dan 80 orang perawat pelaksana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif
korelasi dengan pendekatan crossectional. Hasil dari penelitian ini didapatkan 4 orang (22%) kepala
ruang yang telah memiliki kemampuan kepemimpinan transformasional baik , sedangkan 14 orang (78%)
belum baik, didapatkan 20 orang (25%) perawat pelaksana yang telah memiliki softskill yang baik,
sedangkan 60 orang (75%) memiliki softskill yang kurang baik. Terdapat hubungan antara kepemimpinan
transformasional kepala ruang dengan softskill perawat pelaksana dengan p=0,018
Kata kunci : kepemimpinan Transformasional, softskill

Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang 115


Pada RS Swasta Di Semarang
7UL +DUWLWL
PENDAHULUAN kepuasan atas kualitas kehidupan kerja
Kepemimpinan transformasional sebagai mediator “penguat” terhadap
sudah banyak dilaporkan sebagai salah satu perilaku ekstra peran para Guru Sekolah
kepemimpinan yang dapat memperbaiki atau dapat disimpulkan bahwa semakin baik
sumber daya manusia. Seperti hasil penerapan kepemimpinan transformasional
penelitian yang dilakukan oleh Sumadi oleh kepala sekolah akan semakin baik pula
(2005), dengan metode sampel sensus yaitu kepuasan kerja guru sebagai bawahannya
seluruh populasi dijadikan sampel dengan sehingga kualitas kehidupan kerjanya juga
jumlah 55 orang perawat di Rumah Sakit semakin baik.
Umum Nirmala Suri Sukoharjo Hartiti, 2010 dalam studi diskriptif
memperoleh hasil perilaku kepemimpinan terhadap kemampuan kepemimpinan
transformasional mempunyai pengaruh Transformasional kepala ruang di RS
yang positif dan signifikan terhadap kinerja Roemani didapatkan kesimpulan hasil
perawatnya, dan kepercayaan terhadap bahwa kepala ruang yang memiliki
pemimpin memperkuat pengaruh perilaku kemampuan kepemimpinan
kepemimpinan transformasional terhadap transformasional yang baik memiliki
kinerja perawatnya. persepsi softskill yang baik pula terhadap
Menurut Nurrachmat (2004), perawat pelaksana sebagai bawahannya.
dengan hasil penelitiannya Peran Soft skill mempunyai porsi besar
Kepemimpinan Transformasional, dalam mendukung kesuksesan seseorang
Kepemimpinan Transaksional, Komunikasi dalam memasuki dunia kerja. Mempunyai
Internal, Dan Pengembangan Karir kemampuan hard skill yang baik, namun
Terhadap Kepuasan Kerja di PT Sumber tidak didukung dengan kepribadian atau
Bengawan Plasindo Karanganyar kemampuan soft skill yang baikpun akan
didapatkan hasil bahwa variable sia-sia saja (Ismail, 2007). Pengkajian
independen yang terdiri dari kepemimpinan masalah Sumber Daya Manusia (SDM)
transformasional, kepemimpinan pada dekade terakhir dilakukan oleh sebuah
transaksional, komunikasi internal, dan lembaga Emotional Quality Inventory
pengembangan karir berpengaruh positif (EQI) menyatakan bahwa para professional
dan signifikan terhadap kepuasan kerja, hal dari berbagai penjuru dunia yang dijadikan
ini ditunjukkan dengan nilai hosmer and sample menunjukkan bahwa IQ hanya
lemeshow test menunjukkan besarnya sig memberikan kontribusi maksimal 20%
0,816 yang berarti lebih besar dari 0,05, bahkan rata-ratanya hanya berkisar 6% saja
dengan kata lain semakin baik penerapan bagi sukses seseorang, dibanding EQ.
kepemimpinan transformasional akan Bahkan Institut Teknologi Carnegie
semakin baik pula kepuasan kerja menemukan bukti lain lagi yaitu dari
bawahannya. 10.000 orang yang sukses 15%
Demikian juga hasil Studi pada keberhasilan mereka ditentukan oleh
Guru-Guru SMU di Kota Surabaya tahun keterampilan teknis, sedangkan 85%
2007 yang dilaporkan oleh Thomas didominasi oleh faktor kepribadian atau soft
Stefanus Kaihatu dan Wahju Astjarjo Rini skill. Edward Wiggam menemukan 400
dengan sampel sebanyak 190 orang, orang atau 10% dari 4000 orang yang
diperoleh bahwa Kepemimpinan kehilangan pekerjaan adalah akibat ketidak
transformasional mempunyai pengaruh mampuan teknis, artinya 90% mereka
yang signifikan terhadap perilaku ekstra menganggur karena memiliki masalah
peran, dengan kata lain kepemimpinan kepribadian (Christian 2008)
transformasional melalui kepuasan atas Keperawatan sebagai profesi tidak
kualitas kehidupan kerja dengan koefisien terlepas dari kebutuhan sumber daya
jalur pengaruh total sebesar 0,241. yang manusia keperawatan yang berkualitas.
mengandung arti bahwa kepemimpinan Manajemen sumber daya manusia
transformasional secara signifikan keperawatan yang berkualitas identik
mempunyai pengaruh langsung maupun dengan kecerdasan emosional atau
tidak langsung dan bersifat positif melalui kecerdasan sosial yaitu kemampuan

116 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 115-123


mengelola emosionalitas dalam merespon pelaksana yang berjumlah 242 orang yang
stimulasi sosial secara akurat, oleh karena diambil secara Proportional Random
kesuksesan seseorang 70% dipengaruhi Sampling dikarenakan jumlah perawat di
oleh kecerdasan emosionalnya dari pada masing-masing ruangan tidak merata.
kecerdasan intelegensinya. Adapun Sampel dihitung dengan
Pelaksanaan pengelolaan manajemen menggunakan Rumus sepertiga dari jumlah
perawat pelaksana di unit pelayanan populasi (Nursalam, 2008).
perawatan agar dapat mencapai kompetensi Sampel penelitian ini adalah 18
inti yang dominan seperti soft skill menurut orang perawat sebagai kepala Ruang dan 80
Balke 2006, merupakan peran dan tanggung orang perawat pelaksana yang ada di unit
jawab kepala ruang Agar dapat memberikan perawatan RS Islam Sultan Agung, yang
pelayanan keperawatan yang berkualitas diambil secara proportional random
sehingga dapat mewujudkan kepuasan sampling.
kepada penerima pelayanan, maka Alat ukur yang digunakan dalam
diperlukan proses manajerial yang baik. penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri
Kepala ruang sebagai manajer tingkat dari Kuesioner untuk mengukur
bawah yang bertanggung jawab terhadap Kepemimpinan Transformasional Kepala
pelaksanaan manajemen di unit pelayanan Ruang (Transformational Leadership
perawatan diharapkan mempunyai Quetionnaire TLQ) dari kepala ruang,
kompetensi sebagai pemimpin. kuesioner untuk mengukur softskill perawat
pelaksana ( Nurse Softskill Quetionnaire
METODE PENELITIAN NSQ), yang semua diuji validitas maupun
Populasi dan sampel Penelitian reliabilitasnya baik content validity dengan
Populasi pada penelitian ini adalah ekspert maupun construc validity dengan
seluruh perawat kepala ruang yang ada pilot study pada 20 orang perawat yang ada
pada Rumah Sakit Swasta di Semarang di Rumah sakit Roemani PKU
yang berjumlah 18 orang dan perawat Muhammadiyah.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik kepala dan perawat pelaksana pada RS
swasta di Semarang tahun 2012

No Variabel Kepala Ruang Perawat pelaksana p


(x±SD) f (%) (x±SD) f (%)
1 Umur 34,61 ± 24,49 ± 2,19
4,340 0,000
2 Masa kerja 4,17 ± 3,01 ± 1,33
2,065 0,035
3 Jenis Kelamin :
Laki-laki 3 (48) 19(23,8) 0,058
Perempuan 15 (52) 61(76,2)
4 Pendidikan :
D3 9 (50) 80(100) 0,003
S1 7 (39)
Ners 2 (11)

Rerata umur kepala ruang 34,61 tahun, dengan masa kerja rata-rata 3,01
tahun, dengan masa kerja rata-rata 4,17 tahun, dan mayoritas berjenis kelamin
tahun,dan mayoritas berjenis kelamin perempuan 76,2%, dengan tingkat
perempuan 52%, dengan tingkat pendidikan pendidikan semua 100% D3 keperawatan.
tertinggi Ners 11 %, pendidkan terendah D3 Terdapat perbedaan karakteristik pada
50%. Rerata umur perawat pelaksana 24,49 umur, masa kerja dan tingkat pendidikan

Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang 117


Pada RS Swasta Di Semarang
7UL +DUWLWL
antara kepala ruang dengan perawat oleh masa kerja/pengabdian yang relative
pelaksana dengan masing-masing p=0,000, panjang, senioritas, pengalaman dalam
p=0,035 dan p=0,003, dan tidak ada karier jabatan dan potensi individual
perbedaan jenis kelamin antara kepala (charisma), sehingga penulis tepat memilih
ruang dengan perawat pelaksana. responden kepala ruang sebagai kelompok
Menurut Soegito (2010) orang yang perlakuan, dikarenakan model
umurnya masih relative muda maka kepemimpinan transformasional berbasis
pengalaman hidupnya juga demikian softskill ini dapat diterapkan, bahkan
sehingga untuk mencapai kepemimpinan memberikan dampak yang baik terhadap
transformasional masih sangat jauh dari peningkatan softskill perawat pelaksana,
memungkinkan untuk dapat dimiliki. sebagai obyek penerapan kepemimpinan
Kepemimpinan transformasional sangat transformasional kepala ruang berbasis
tepat dengan gender perempuan, dengan softskill tersebut
alasan perempuan lebih dapat memotivasi Pendapat tersebut tidak sejalan
dengan kesabaran dan sifat emosional yang dengan yang dikemukakan oleh Sidiq
lebih baik dibanding laki-laki, Andre (2008), bahwa kepemimpinan akan berjalan
(2008) lebih baik jika dipimpin oleh seseorang
Menurut Marquis (2000) dan Gibson yang usianya masih produktif (relative
(1994) sejak masa pendidikan keperawatan muda), sehingga ada pembatasan umur
baik perempuan maupun laki-laki untuk menjadi seorang pemimpin agar tidak
mempunyai pengalaman belajar yang sama memasuki usia tua, mengingat usia muda
dalam mencapai kompetensi dan tujuan lebih energik dan kreatif,meskipun
kurikulum pendidikan keperawatan. Dalam pengalaman kerjanya belum banyak.
menjalankan tugasnya perawat perempuan
dan laki-laki mempunyai tanggung jawab Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik
dan akontabilitas yang sama, sehingga kepemimpinan Transformasional kepala
dalam pelaksanaan kepemimpinan ini tidak ruang pada RS Swasta di Semarang Tahun
ada perbedaan antara kepala ruang 2011 (n=18)
perempuan dengan kepala ruang laki-laki.
Tingkat pendidikan mempunyai No Kepemimpinan Memiliki Tidak
Transformasional memiliki
hubungan yang bermakna terhadap kinerja
F % f %
pemimpin seperti dikemukakan oleh 1 Kharismatik 6 34 12 66
beberapa pakar Marquis (2000) dan Gibson 2 Pengaruh idealis 9 50 9 50
(1994), kepala ruang sebagai pemimpin 3 Motivasi inspirasional 6 34 12 66
bagi pelaksana keperawatan dalam 4 Stimulasi intelektual 5 28 13 72
melakukan pemberian asuhan keperawatan 5 Konsiderasi individual 14 78 4 22
yang holistic kepada pasien dan Overall 4 22 14 78
keluarganya maka, perawat pelaksana harus
bertanggung jawab, mampu memecahkan Pada tabel 2 diatas didapatkan 4
masalah, sesuai perkembangan jaman, orang (22%) kepala ruang yang telah
untuk itu kepala ruang dituntut untuk memiliki kemampuan kepemimpinan
memiliki ilmu pengetahuan, sikap, dan transformasional, sedangkan 14 orang
keterampilan memimpin yang professional (78%) kepala ruang tidak memiliki
dan etis. kemampuan kepemimpinan
Menurut Soegito (2011), pola transformasional.
kepemimpinan transformasional ditentukan

118 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 115-123


Tabel 3. Distribusi frekuensi softskill perawat pelaksana di rumah Sakit Swasta di Semarag tahun
2012 (n=80)

No Softskill perawat pelaksana Baik Kurang


Baik
F % F %
1 Kemampuan Beradaptasi 24 30,0 56 70,0
2 Kemampuan berkomunikasi 18 22,5 62 77,5
3 Kerjasama tim 40 50,0 40 50,0
4 Memecahkan masalah 10 12,5 70 87,5
5 Percaya diri 36 45,0 44 55,0
6 Kedisiplinan 44 55,0 36 45,0
7 Ketelitian 16 20,0 64 80,0
overall 20 25,0 60 75,0

Pada tabel 3 diatas didapatkan 24 baik. Terdapat 36 orang (45%) perawat


orang (30%) perawat pelaksna memiliki pelaksana memiliki kemampuan percaya
kemampuan beradaptasi baik, sedangkan 56 diri baik, sedangkan 44 orang (55%)
orang (70%) perawat pelaksna memiliki perawat pelaksana memiliki kemampuan
kemampuan beradaptas kurang baik. percaya diri kurang baik. Terdapat 44 orang
Didapatkan 18 orang (22,5%) perawat (55%) perawat pelaksna memiliki
pelaksana memiliki kemampuan kedisiplinan baik, sedangkan 36 orang
berkomunikasi baik, sedangkan 62 orang (45%) perawat pelaksana memiliki
(77,5%) memiliki kemampuan kemampuan kedisiplin kurang baik.
berkomunikasi kurang baik. Untuk Terdapat 16 orang (20%) perawat pelaksana
kemampuan bekerjasama tim didapatkan memiliki ketelitian baik, sedangkan 74
masing-masing 40 orang (50%) perawat orang (83%) perawat pelaksana memiliki
pelaksana memiliki kemampuan ketelitian kurang baik. Secara keseluruhan
bekerjasama tim baik, dan 40 orang (50%) perawat pelaksana yang memiliki
perawat pelaksana memiliki kemampuan kemampuan softskill yang baik adalah 20
bekerjasama tim kurang baik. orang (25%), sedangkan yang memiliki
Terdapat 10 orang (12,5%) perawat softskull yang kurang baik 60 orang (75%)
pelaksana memiliki kemampuan Hasil analisis hubungan antara
memecahkan masalah baik, sedangkan 70 kepemimpinan transformasional kepala
orang (87,5%) perawat pelaksana memiliki ruang terhadap softskill perawat dapat
kemampuan memecahkan masalah kurang dilihat pada tabel 3 berikut ini

Tabel 4. Tabel hubungan kepemimpinan transformasional kepala ruang Dengan softskill perawat
pelaksana di RS Swasta di Semarang tahun 2012

Kepemimpinan Softskill perawat pelaksana Total p-value


transformasional Baik Tidak baik
f % f %
Baik 6 33 3 17 9 (50%) 0,018
Tidak baik 1 6 8 44 9(50%)
Total 7 39 11 61

Dari tabel.4 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara kepemimpinan


transformasional dengan softskill perawat pelaksana dengan p=0,018.

Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang 119


Pada RS Swasta Di Semarang
7UL +DUWLWL
Tabel 5. Tabel hubungan kepemimpinan transformasional kepala ruang dengan masing-masing
variabel softskill perawat pelaksana pada rumah Sakit Swasta di Semarang tahun 2012

No Kepemimpinan p-value Keterangan


Transformasional

Softskill perawat
1 Kemampuan beradaptasi 0,000 Ada hubungan antara kepemimpinan transformasional
kepala ruang dengan kemampuan beradaptasi
2 Kemampuan berkomunikasi 0,000 Ada hubungan antara kepemimpinan transformasional
kepala ruang dengan kemampuan berkomunikasi
3 Kemampuan bekerjasama 0,000 Ada hubungan antara kepemimpinan transformasional
kepala ruang dengan kemampuan bekerjasama tim
4 Kemampuan memecahkan 1.000 Tidak ada hubungan antara kepemimpinan
masalah transformasional kepala ruang dengan kemampuan
memecahkan masalah
5 Percaya diri 0,371 Tidak ada hubungan antara kepemimpinan
transformasional kepala ruang dgn percaya diri
6 Disiplin 0,371 Tidak ada hubungan antara kepemimpinan
transformasional kepala ruang dgn disiplin
7 Teliti 0,000 ada hubungan antara kepemimpinan transformasional
kepala dgn ketelitian

Silvi (2007) bahwa kepemimpinan Kepemimpinan transformasional


merupakan salah satu cara untuk mencapai yang diterapkan oleh kepala ruang mampu
softskill perawat, hal ini dipengaruhi pula membuat perawat pelaksana meningkat
oleh kejelasan tugas yang diberikan oleh kemampuan berkomunikasinya, menurut
kepala ruang. Kepala ruang yang Soegito (2010) kepala ruang dapat
kharismatik yaitu yang memiliki dan memberikan pengaruh idealis kepada
menerapkan visi misi yang sarat dengan perawat pelaksana sebagai bawahan.
pesan moral bagi perawat, kepala ruang Menurut penulis Penerapan pengaruh
yang memiliki pengaruh idealis dengan idealis pada penelitian ini dengan
kemampuan menggerakkan perawat memberikan suri tauladan dan menjadi role
pelaksana dalam menerapkan SOP, dan model pada kegiatan sehari-hari perawat
kemampuan memotivasi serta jadwal tugas pelaksana, pada kepala ruang sudah
kegiatan perawat yang jelas merupakan dijalankan, masih banyak contoh suri
kemampuan motivasi insirasional bagi tauladan yang diberikan oleh para
kepala ruang. pemimpin perawat ini yang baik seperti
Hal tersebut sesuai dengan hasil ketepatan waktu kerja, evaluasi atau
penelitian Burt dan Nanus, (1992) telah memberikan feedback pencapaian kerja
memberikan suatu kejelasan tentang cara perawat pelaksana, melalui komunikasi
pemimpin transformasional mengubah langsung.
budaya dan strategi sebuah organisasi. Pada Kepala ruang sebagai pemimpin di
umumnya, para pemimpin transformasional unit keperawatan merupakan seseorang
memformulasikan sebuah visi, perawat yang mampu mengupayakan agar
mengembangkan sebuah komitmen segala pekerjaan asuhan keperawatan
terhadapnya, melaksanakan strategi untuk terselesaikan dengan memanfaatkan orang
mencapai visi tersebut, dan menanamkan lain dalam hal ini adalah perawat pelaksana,
nilai baru. serta membuat pesan mingguan sehingga kepala ruang perlu mengetahui
yang ditempelkan di ruang perawat dan dengan pasti kondisi dan tingkat
dilaksanakan , yang berisi pesan untuk perkembangan tim kerja yang ada di unit
meningkatkan softskill perawat, menurut keperawatan. Untuk itu tergantung pada
Silvi (2007) salah satu cara untuk dapat kerjasama dan komitmen dari perawat
mempercepat proses adaptasi. sebagai anggota tim serta harus mampu

120 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 115-123


menjalin hubungan kerjasama dengan ketelitian, melalui pendokumentasian yang
orang-orang tersebut, baik sebagai individu tertib.
maupun sebagai tim.
Pemecahan masalah (problem SIMPULAN
solving) adalah upaya individu atau Kepemimpinan transformasional
kelompok untuk menemukan jawaban secara umum mempunyai korelasi terhadap
berdasarkan pemahaman yang telah softskill perawat pelaksana, kepemimpinan
dimiliki sebelumnya dalam rangka transformasional mempunyai korelasi
memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah terhadap softskill perawat pelaksana dalam
(Krulik & Rudnick, 1996 dalam Santyasa hal kemampuan beradaptasi, kemampuan
2005). berkomunikasi, kemampuan bekerjasama
Percaya diri merupakan salah satu tim, dan ketelitian, kepemimpinan
softskill yang diharapkan sebagai perawat transformasional tidak mempunyai korelasi
ideal, sesuai hasil penelitian Ivan MA terhadap softskill perawat pelaksana dalam
(2008), bahwa salah satu criteria dari hal kemampuan memecahkan masalah,
perawat ideal yang diharapkan adalah percaya diri, dan kedisiplinan
percaya diri. Hasil penelitian Sumbada
(2003), menunjukkan bahwa percaya diri SARAN
dapat meningkatkan prestasi kerja pada Kepemimpinan Transformasional
perawat di RSUD Yogyakarta. Dalam perlu dikembangkan dan ditanamkan
penelitian ini peneliti memberikan stimulus kepada pemimpin keperawatan diunit
kepada perawat untuk selalu berinteraksi perawatan untuk meningkatkan softskill
sehingga dapat mencapai satu keterampilan perawat pelaksana, diperlukan
dari softskill tersebut, melalui Komunikasi, pengembangan Model Kepemimpinan
informasi dan edukasi yang dilakukan Transformasional Kepala Ruang berupa
secara terus menerus dan aktivitas sehari-hari
berkesinambungan.
Tanggung jawab tersebut UCAPAN TERIMAKASIH
membutuhkan suatu etos kerja dan Ucapan terimaksih ditujukan kepada
kedisiplinan pada diri perawat, sehingga Direktur dan kabid diklat serta seluruh
diperlukan suatu pemantauan kedisiplinan perawat yang ada di RS Swasta di
dari pimpinan rumah sakit. Pimpinan Semarang, kepala ruang dan perawat
bertanggung jawab terhadap pengelolaan pelaksana yang ada di RS Swasta di
ukuran kedisiplinan (peraturan, sanksi dan Semarang khusus sebagai responden,
penghargaan) yang diberlakukan secara berbagai pihak yang tidak dapat peneliti
seragam, pantas, konsisten, dan tidak sebutkan satu persatu
diskriminatif untuk mencapai sasaran-
sasaran Gillies (1996). KEPUSTAKAAN
Monitoring merupakan bentuk Ahmad Fauzi Dodi 2007, Kepemimpinan
perhatian individual yang ditunjukkan Efektif, Restu Agung Jakarta
melalui tindakan konsultasi, nasehat dan Ambarwati Sri DA 2003, Mengelola
tuntutan yang diberikan oleh senior kepada Perubahan Organisasional: Isu
yunior yang belum berpengalaman bila Peran Kepemimpinan
dibandingkan dengan seniornya. Pengaruh Transformasional Dan Organisasi
terhadap bawahan antara lain, merasa Pembelajaran Dalam Konteks
diperhatikan dan diperlakukan manusiawi Perubahan Jurnal Siasat Bisnis No.
dari atasannya, serta sebagai monitoring 8 Vol. 2 Desember 2003
adanya kesalahan sebagai akibai dari Balke M.Janet 2006, Nurse Executives: A
ketidak telitian (Burn dalam Sumabi 2008). Grounded Theory Study Of
Penerapan aspek role modeling Dynamic Competencies Disertasi
dalam setiap kegiatan keperawatan Nursing University of Capela
merupakan salah satu upaya menciptakan Bass B.M. & Avolio B.J. (2002).
Multifactor Leadership Quesionare

Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang 121


Pada RS Swasta Di Semarang
7UL +DUWLWL
Sampler Set (2nd.ed).Redwood Style.Drake University Does
City, California : Mind Garden Inc Moines IA
Bass B.M.,& Avolio B.J.,Berson Jatmiko Wisnu Eng 2007 Seminar robotika
Y.,Jung.D.I, (2003) Predicting Unit tidak dapat menggantikan soft skill
performance by Assesing Gunadarma free magazine Nov
Transformational and 2007
Transactional Leadership. Journal Junaidi Wawan 2010 Model
of Applied Psycology, 88(2) 207- Kepemimpinan Transformasional
218 (Model of Transformational
Bowles & Bowles 2000 A Comparative Leadership) Jurnal manajemen dan
Study Of Transformational Kewirausahaan
Leadership In Nursing Kandani Haryanto 2009, Pengembangan
Development Units And Kepemimpinan http://www.gsn-
Conventional Clinical Settings soeki.com/wouw/
Journal Of Nursing Management 8, Nazarko Linda 2007, Developing
69–76 Leadership skill : Managing and
Budiman Rasyid 2004, Pengaruh Leading Nursing & Residential
kepemimpinan transformasional Care January 2007 Vol 9 No 1
pada organisasi citizenship dengan No name 2009 Soft Skills: The Competitive
kecerdasan emosional karyawan Edge http://www.ncwd-
PT Widia Duta Grafika youth.info/resources_&_Publicatio
Burn J.M.(1978) Leadership ns/411.html
Oxford.England Harper & Row NoName 2008 Training karyawan Softskill
Casida, Jessie PhD, RN, CCRNCSC, atau Hardskill lebih penting?
Leadership-Organizational Culture Indonesian Human Capital
Relationship in Nursing Units of Resource management edisi 48
Acute Care Hospitals Nursing Maret 2008
Economic/January- Omer Tagwa Yousif 2005, Leadership Style
February2008/Vol. 26/No. 1 of Nurse Manager at the Saudi
Elfindri 2009, Softskill Panduan bagi Bidan National Hospitals Disertasi
dan Perawat, Badous Media Nursing Science University Of
Elqorni Ahmad 2008 Kepemimpinan Abad George Mason Fairfax Virginia
21, www.Ahmad Elqorni.co.id Palan 2008, Competency Management,PPM
Fauzi Ahmad Dodi 2007, Kepemimpinan Phillips J (2005) Knowledge is power:
Efektif, Restu Agung Jakarta using nursing information
Hartiti, 2009, studi fenomenologi softskill management and leadership
perawat pelaksana di RS Roemani interventions to improve services
(belum dipublikasikan) to patients, clients and users
Hartiti, 2010, studi deskriptif Journal of Nursing Management
kepemimpinan transformasional 13, 524–536
Kepala Ruang dan persepsinya Sastroasmoro Sudigdo 2008, Dasar-Dasar
terhadap softskill perawat Metodologi Klinis Sagung Seto
pelaksana, di RS Semarang Jakarta
proseding hasil penelitian pada Sharon Kaye Rose 2009, Assessing
seminar internasional, Bandung Emotional Intelligence Among
Ismail G 2007 Soft Skill Untuk menjual diri Information Technology and Non-
di Dunia Kerja, Berita Universitas Information Technology
muhammadiyah yogyakarta 26 Professionals Disertasi Nursing
desember 2007 University of Prescott Valley,
Jannsen L.T.(2004) Leadership Arizona
Caracteristic of Hospital CEOS : Silaban Okto,dkk 2008 IPK vs Soft skill
Factor that Influence Leadership www.iatt.web.id

122 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 115-123


Silvi 2007 Cara Mengembangkan Soft transaksional terhadap kinerja
Skills Berita Fakultas Psikologi karyawan lini depan perusahaan
UGM jasa
Subroto Budiarto dan Andira 2005, Sumadi 2004, Pengaruh kepemimpinan
Pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
transformasional dan Perawat

Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang 123


Pada RS Swasta Di Semarang
7UL +DUWLWL
Tabel Literature Review

No Penulis Judul Desain Responden Prosedur Hasil


. Penilaian
1. Haryanti, Hubungan Deskriptif 29 Perawat. Pengukuran Hasil penelitian
Faridah Antara korelasi beban kerja didapatkan
Aini, Beban menggunakan beban kerja
Puji Kerja instrumen perawat
Purwanin Dengan daily log study sebagian besar
gsih Stres dan adalah tinggi
(2013) Kerja pengukuran yaitu sebanyak
Perawat stres kerja 27 responden
Di menggunakan (93,1%). Stres
Instalasi kuesioner stres kerja perawat
Gawat kerja. Analisis sebagian besar
Darurat data adalah stres
RSUD menggunakan sedang sebanyak
Kabupaten uji Kendall 24 responden
Semarang Tau. (82,8%).
Terdapat
hubungan antara
beban kerja
dengan stres
kerja perawat di
RSUD
Kabupaten
Semarang, p
value 0,000 (α:
0,05).
2. Emanuel Hubungan Korelasi 81 Perawat Kuesioner dan Hasil penelitian
Agung Antara dengan Lembar didapatkan
Wirawan Supervisi metode observasi gambaran
, Dwi Kepala kuantitatif, tentang supervisi kepala
Novitasa Ruang dengan pelaksanaan ruangan paling
ri, Fiki Dengan mengguna dokumentasi banyak adalah
Wijayant Pendokum kan asuhan kurang baik
i (2013) entasian rancangan keperawatan. yaitu sebanyak
Asuhan cross- Analisi data 37 responden
Keperawat sectional. yang (45,7%).
an Di digunakan Gambaran
Rumah adalah analisis pendokumentasi
Sakit chi square. an asuhan
Umum keperawatan
Daerah oleh perawat
Ambarawa pelaksana paling
banyak adalah
baik sebanyak
56 responden
(69,1%).
Terdapat
hubungan yang
signifikan antara
supervisi kepala
ruang dengan
pendokumentasi
an asuhan
keperawatan di
Rumah Sakit
Umum Daerah
Ambarawa (p
value 0,000).
3. Maryant Hubungan Analitik 43 Instrumen Pada tabel gaya
o, Tri Gaya korelasion Responden penelitian yang kepemimpinan
Ismu Kepemim al dengan digunakan kepala ruangan
Pujiyanto pinan desain adalah menjelaskan
, Singgih Kepala cross kuesioner. bahwa
Setyono Ruang sectional. Analisa data responden yang
(2013) Dengan yang mempersepsikan
Kepuasan digunakan kepala ruang
Kerja pada penelitian bergaya
Perawat ini adalah kepemimpinan
Di Rumah analisa demokratis
Sakit univariat dan sebesar 39,5 %,
Swasta Di analisa otokratis sebesar
Demak bivariat. 30,2 %, dan
Analisa liberal atau
univariat laissez faire
dilakukan sebesar 30,2 %.
untuk Dan pada tabel
mengetahui kepuasan kerja
distribusi perawat
frekuensi dan menjelaskan
prosentase bahwa perawat
gaya yang
kepemimpinan menyatakan
dan kepuasan puas bekerja
kerja perawat. sebesar 60,5%,
Analisa sedangkan
bivariat perawat yang
dilakukan menyatakan
untuk tidak puas
mengetahui bekerja sebesar
hubungan 39,5%.
antar variabel Sedangkan pada
independent tabel Hubungan
dan variabel Gaya
dependent. Uji Kepemimpinan
statistik yang Kepala Ruang
digunakan Dengan
pada penelitian Kepuasan Kerja
ini adalah uji Perawat Di
chi square. Rumah Sakit
Swasta di di
Demak
menjelaskan
bahwa 17
responden yang
mempersepsikan
kepala ruang
bergaya
kepemimpinan
demokratis, 15
responden
(88,2%)
menyatakan
puas bekerja,
dan 2 responden
(11,8%)
menyatakan
tidak puas
bekerja.
Sedangkan 13
responden yang
mempersepsikan
kepala ruang
bergaya
kepemimpinan
otokratis 7
responden
(53,8%)
menyatakan
puas bekerja,
dan 6 responden
(46,2%)
menyatakan
tidak puas
bekerja.
Sementara 13
responden yang
mempersepsikan
kepala ruang
bergaya
kepemimpinan
liberal atau
laissez faire, 4
responden
(30,8%)
menyatakan
puas bekerja,
dan 9 responden
(69,2%)
menyatakan
tidak puas
bekerja. Nilai
X2 hitung
adalah sebesar
10.518 dan nilai
p-value adalah
sebesar 0.005.
4. Deni Hubungan Deskriptif 35 Perawat Lembar Pada tabel
Kristiant Pemberian korelasi pelaksana di Observasi. pemberian
o, Agus Reward dengan Ruang reward ucapan
Santoso Ucapan metode Bedah. terimakasih
(2013) Terima cross menggambarkan
Kasih sectional. bahwa semua
Dengan responden
Kedisiplin mendapatkan
an Waktu reward ucapan
Saat terima kasih
Mengikuti yaitu sebanyak
Timbang 35 orang
Terima (100%).
Perawat Masing-masing
Ruang perawat
Bedah pelaksana di
Pada Rs setiap ruangan
Negeri Di bedah RS
Semarang Negeri di
Semarang
semua
mendapatkan
ucapan terima
kasih dari
KARU (kepala
ruang) atau
KATIM (ketua
tim). Ucapan
terima kasih
secara verbal
diberikan setiap
sebelum dan
sesudah
melaksanakan
timbang terima.
Dan pada tabel
edisiplinan
waktu saat
mengikuti
timbang terima
menunjukkan
bahwa semua
responden
disiplin waktu
saat timbang
terima yaitu
sebanyak 35
orang (100%).
Kehadiran
responden saat
timbang terima
sebelum jam
timbang terima
dimulai.
Kesimpulan nya
terdapat pada
tabel Hubungan
pemberian
reward ucapan
terima kasih
dengan
kedisiplinan
waktu saat
mengikuti
timbang terima
menerangkan
bahwa ada
hubungan antara
reward ucapan
terima kasih
dengan
kedisiplinan
waktu saat
mengikuti
timbang terima
yaitu 35 item.
Hasil
perhitungan
didapatkan
bahwa P Value
= 0,000 < 0,005
; Ho diterima
artinya ada
hubungan antara
reward ucapan
terima kasih
dengan
kedisiplinan
waktu saat
mengikuti
timbang terima.
5. Tri Peningkat Proportion Seluruh Kuesioner Kepemimpinan
Hartiti an al Random perawat transformasional
Softskill Sampling kepala secara umum
Perawat ruang yang mempunyai
Melalui ada pada korelasi
Kepemim Rumah terhadap
pinan Sakit softskill perawat
Transform Swasta di pelaksana,
asional Semarang kepemimpinan
Kepala yang transformasional
Ruang berjumlah mempunyai
Pada RS 18 orang korelasi
Swasta Di dan perawat terhadap
Semarang pelaksana softskill perawat
yang pelaksana dalam
berjumlah hal kemampuan
242 orang beradaptasi,
kemampuan
berkomunikasi,
kemampuan
bekerjasama
tim, dan
ketelitian,
kepemimpinan
transformasional
tidak
mempunyai
korelasi
terhadap
softskill perawat
pelaksana dalam
hal kemampuan
memecahkan
masalah,
percaya diri, dan
kedisiplinan.
Kesimpulan

Dari 5 penelitian yang dipaparkan didapatkan bahwa beban kerja yang meningkat dapat
memicu tingkat stress perawat sehingga mempengaruhi kinerja perawat itu sendiri, Supervisi
kepala ruangan yang kurang dapat menjadi pemicu kurangnya pendokumentasian asuhan
keperawatan oleh perawat pelaksana, Gaya kepemimpinan kepala ruangan yang demokratis
dapat menjadi pemicu kepuasan perawat saat bekerja, Jika perawat pelaksana di berikan reward
berupa ucapan terimakasih maka akan berpengaruh pada kedisiplinan waktu saat mengikuti
timbang terima, Gaya kepemimpinan yang transformasional mempunyai pengaruh terhadap
softskill perawat pelaksana dalam hal kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan bekerjasama tim, dan ketelitian.
Dari hasil Literature review merekomendasikan perlunya menggelola stress baik itu
dengan mekanisme koping maupun respon yang berorientasi pada tugas baik itu secara pribadi,
perorangan maupun kelompok sehingga nantinya perawat dapat melakukan pelayanan kepada
pasien di ruang gawat darurat dengan cepat, tepat dan bermutu. Dan juga pentingnya bagi
kepala ruangan untuk dapat bersikap demokratis dan transformasional agar dapat membuat
perawat pelaksana bekerja dengan optimal dan juga nyaman.
Daftar Pustaka

Deni Kristianto, Agus Santoso. (2013). Hubungan Pemberian Reward Ucapan Terima Kasih
Dengan Kedisiplinan Waktu Saat Mengikuti Timbang Terima Perawat Ruang Bedah Pada Rs
Negeri Di Semarang. Semarang : Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2,
November 2013; 95-99
Hubungan Pemberian Reward Ucapan Terima Kasih Dengan Kedisiplinan Waktu Saat
Mengikuti Timbang Terima Perawat Ruang Bedah Pada RS Negeri Di Semarang - Neliti

Emanuel Agung Wirawan, Dwi Novitasari, Fiki Wijayanti. (2013). Hubungan Antara Supervisi
Kepala Ruang Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum
Daerah Ambarawa. Semarang : Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013;
1-6
Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruang Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa - Neliti

Haryanti, Faridah Aini, Puji Purwaningsih. (2013). Hubungan Antara Beban Kerja Dengan
Stres Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Kabupaten Semarang. Semarang : Jurnal
Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 48-56
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/J MK/article/view/949

Maryanto, Tri Ismu Pujiyanto, Singgih Setyono. (2013). Hubungan Gaya Kepemimpinan
Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Swasta Di Demak. Demak :
Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 146-153
Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah
Sakit Swasta Di Demak - Neliti

Tri Hartiti. (2013). Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional


Kepala Ruang Pada RS Swasta Di Semarang. Semarang : Jurnal Managemen Keperawatan .
Volume 1, No. 2, November 2013; 115-123
Peningkatan Softskill Perawat Melalui Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Pada
RS Swasta Di Semarang - Neliti
TUGAS STASE MANAJEMEN (ADL)
No. Hari/Tanggal Jam Kegiatan
1. Senin/15 Nov 06.00 -Masuk Sif Pagi
2021
06.30- -Mengetik Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
17.00 yang akan terbang dan sudah rapid
- Mengeprint Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
yang akan terbang dan sudah rapid
-Melakukan pemeriksaan TTV ( Blood Presure )
-Menulis DCR
-Menginput data rapid per sif
-Menginput data BPAT dan POI
-Menghitung jumlah pemakaian alat rapid beserta alat
penunjangnya per sif

(note:tidak ada jam istirahat, istirahat dilakukan saat jam


kosong ( menyesuaikan flight ) )

17.30 -Pulang ( menyesuaikan flight )


2. Selasa/16 06.00 -Masuk Sif Pagi
Nov 2021
06.30- -Melakukan pemeriksaan rapid antigen kepada crew
18.00 sebelum terbang
-Memberitahukan hasilnya (Negatif/Positif)
-Mengarahkan Crew untuk melakukan BPAT dan
mengambil HC
-Menghitung jumlah pemakaian alat rapid beserta alat
penunjangnya per sif

(note:tidak ada jam istirahat, istirahat dilakukan saat jam


kosong ( menyesuaikan flight ) )

18.10 -Pulang ( menyesuaikan flight )


3. Rabu/17 Nov 06.00 -Masuk Sif Pagi
2021
06.30- -Mengetik Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
17.45 yang akan terbang dan sudah rapid
- Mengeprint Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
yang akan terbang dan sudah rapid
-Melakukan pemeriksaan TTV ( Blood Presure )
-Menulis DCR
-Menginput data rapid per sif
-Menginput data BPAT dan POI
-Menghitung jumlah pemakaian alat rapid beserta alat
penunjangnya per sif

(note:tidak ada jam istirahat, istirahat dilakukan saat jam


kosong ( menyesuaikan flight ) )
18.00 -Pulang ( menyesuaikan flight )
4. Kamis/18 22.00 -Masuk Sif Malam
Nov 2021
22.15- -Mengetik Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
06.00 yang akan terbang dan sudah rapid
- Mengeprint Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
yang akan terbang dan sudah rapid
-Melakukan pemeriksaan TTV ( Blood Presure )
-Menulis DCR
-Menginput data rapid per sif
-Menginput data BPAT dan POI
-Menghitung jumlah pemakaian alat rapid beserta alat
penunjangnya per sif

(note:tidak ada jam istirahat, istirahat dilakukan saat jam


kosong ( menyesuaikan flight ) )

06.45 -Pulang (menunggu sif pagi datang)


5. Jumat/19 Nov 21.00 -Masuk Sif Malam
2021
21.05- --Melakukan pemeriksaan rapid antigen kepada crew
06.00 sebelum terbang
-Memberitahukan hasilnya (Negatif/Positif)
-Mengarahkan Crew untuk melakukan BPAT dan
mengambil HC
-Menghitung jumlah pemakaian alat rapid beserta alat
penunjangnya per sif
(note:tidak ada jam istirahat, istirahat dilakukan saat jam
kosong ( menyesuaikan flight ) )

07.00 -Pulang (menunggu sif pagi dating)


6. Sabtu/20 Nov 22.00 -Masuk Sif Malam
2021
22.15- -Mengetik Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
06.00 yang akan terbang dan sudah rapid
- Mengeprint Health Certificate Rapid Antigen untuk crew
yang akan terbang dan sudah rapid
-Melakukan pemeriksaan TTV ( Blood Presure )
-Menulis DCR
-Menginput data rapid per sif
-Menginput data BPAT dan POI
-Menghitung jumlah pemakaian alat rapid beserta alat
penunjangnya per sif

(note:tidak ada jam istirahat, istirahat dilakukan saat jam


kosong ( menyesuaikan flight ) )

06.45 -Pulang (menunggu sif pagi datang)

Anda mungkin juga menyukai