Anda di halaman 1dari 14

RENUNGAN MIDODARENI

Renungan Ibadat/Misa Midodareni


Pasutri Marsel Maring & Lusinta Sianturi
Teks Bacaan: Tob.8,5-10; Yoh.2,1-11
Malang, Jumat 8 Agustus 2014   
Buka
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, pada malam yang kudus, menjelang
pernikahan Bapak Marsel dengan Ibu Lusi, kita diundang ke rumah ini untuk bersama-sama
memohon berkat kepada Tuhan agar semua persiapan yang telah direncanakan dalam
rangka pelaksanaan pernikahan dapat terlaksana dengan baik, lancar dan sesuai dengan
rencana. Pernikahan adalah hal yang sangat kudus, oleh karenanya marilah kita dukung
dengan sepenuh hati ibadat pada malam hari ini dengan terlebih dahulu memohon ampun
atas kesalahan dan dosa kita.
                                    
Renungan
Sebagai catatan awal, saya harus mengatakan bahwa khotbah, renungan yang bernada
nasihat tidak mungkin saya sampaikan kepada pasangan bapak Marsel dan Ibu Lusi.
Alasannya, sederhana keduanyanya sudah mengalami suka duka, pahit manisnya hidup
berkeluarga dan umur saya kurang pas untuk memberi petuah. Saya kira petuah yang tepat
akan didapatkan besok dari imam yang akan meneguhkan pernikahan. Karena itu, yang
saya sampaikan mungkin lebih tepat sebagai cerita saja dan penjelasan tentang latar
belakang peristiwa malam ini.
Harian Kompas Minggu, 2012 memuat sebuah cerita pendek berjudul Pemanggil
Bidadari. Cerita pendek itu mengisahkan kebiasaan seorang nenek yang membangunkan
cucunya yang masih remaja tengah malam dan mengajaknya keluar dari rumah. Pada saat
semua warga terlelap dalam tidur sang nenek mengadakan rutual memanggil bidadari.
Semula sang cucu tidak memahamai apa yang dilakukan sang nenek. Lama-lama ia
mendapat penjelasan dari neneknya bahwa warga kampungnya membutuhkan suasana
hidup yang rukun dan damai. Suasana rukun dan damai untuk warga kampung hanya akan
terjadi kalau semua keluarga di kampung itu diberi damai.
Menurut sang nenek, damai itu hanya bisa diturunkan dari langit melalui bidadari, dan
untuk itu mereka harus dipanggil dalam upacara yang disebut upaca memanggil bidadari.
Sang cucu menjadi sangat percaya karena setelah upcara dibuat tampak ribuan kunang-
kunang terbang dari langit dan tampak turun di setiap rumah di kampung mereka. Sang
nenek, menjelaskan bahwa saat bidadari turun dalam rupa kunang-kunang bidadari
menyiram serbuk kedamian dalam mimpi setiap orang yang tertidur lelap. Terlebih lagi
serbuk kedamaian itu dimasukkan ke dalam semua janin yang tengah dikandung warga di
kampung itu. Sebelum sang nenek meninggal itu berpesan kepada cucunya agar
melanjutkan ritual memanggil bidadari itu biar kehidupan warga terjamin aman dan damai.
Dalam waktu enam bulan setelah nenek meninggal sang cucu merasa putus asa karena
kehilangan neneknya sehingga upacara tidak dibuat. Akibatnya, warga kampung terlibat
dalam berbagai masalah dan saling bermusuhan. Ketika upacara dibuat lagi, serentak
warga kampung rukun kembali.
Itu sebuah kisah kerinduan manusia akan rasa damai dan damai itu harus selalu
diusahakan, diperjuangkan. Pembawa damai dalam konteks cerita pendek tadi adalah para
bidadari.
Tema dan ujud perjumpaan kita malam ini adalah midodareni. Sejauh yang dapat saya
pelajari dalam ilmu bahasa dan sastra, kata modidareni adalah kata bahasa Jawa yang
berarti serangkaian upacara bagi calon pengantin perempuan menjelang upacara
pernikahan. Kata midodareni yang dipakai masyarakat Jawa sesungguhnya diambil dari
kata bahasa Sansekerta yaitu kata  Widyadhara yang terbentuk dari tiga unsur yaitu Wid
(yang mengetahui), ya (yang harus) dan dhara (yang membawa). Jadi, Widyadhara berarti
membawa sesuatu yang harus diketahui, membawa pengetahuan. Dalam perkembangan
kata itu widayadhara mengalami perubahan menjadi widodari atau widadari (Jawa). Dari
bentuk widodari/widadari muncul kata bidodari atau bidadari. Pergantian huruf w menjadi b
mengikuti hukum pertukaran bunyi dalam ilmu bahasa (hukum b-m-w) seperti kata
watu/batu; wiwir/bibir; waja/baja. Bidadari berarti putri, dewi dari khayangan, perempuan
jelita.  Dengan demikian upacara midadareni, widadareni, bidadareni malam ini berkaitan
dengan kata bidadari. Lalu bagaimana konsep ini masuk dalam upacara.
 Dalam berbagai kajian tentang sastra yang berbicara tentang dunia mitologi dikenal
kisah-kisah mitis magis dalam bentuk mitos-mitos yang berbicara perihal kehidupan para
dewa dan dewi. Midodareni adalah upacara yang berlatarkan mitos masyakarat Jawa.
Upacara midodareni berkaitan dengan mitos Dewi Nawangwulan dan Joko Tarub. Dalam
mitos itu digambarkan bahwa pernikahan Joko Tarub dengan Dewi Nawangwulan berakhir
dengan perpisahan karena kebohongan Joko Tarub diketahui Dewi Nawangwulan. Sang
dewi yang merasa dibohongi memutuskan untuk kembali ke kahyangan dan berjanji akan
turun ke bumi saat putrinya, Dewi Nawangsih menikah. Dengan demikian, upacara
midodareni sesungguhnya diambil dari cerita tentang turunnya Dewi Nawangwulan dengan
rombongan para dewi untuk menemui putrinya, Dewi Nawangsih yang menikah. Dalam
perkembangannya midodareni dimaknai dan diartikan sebagai upacara menyambut
rombongan bidadari dari khayangan  yang datang memberi kekuatan kepada pengantin
perempuan sekaligus datang merias, mempercantik, dan  menyempurnakan calon
pengantin perempuan.
Dalam bacaan pertama kita mendengarkan kisah perkawinan Tobia putra tunggal
pasangan Tobit dan Hana. Keluarga Tobit adalah salah satu keluarga yang di tawan ke
Babel dan  mendapat banyak cobaan: sakit, matanya buta, dan hidup serba kekurangan.
Dalam perjalanan Tobia didampingi malaikat Rafael yang menampakkan diri sebagai
seorang pemuda bernama Azariya.  Atas nasihat malaikat Rafael yang menyamar sebagai
Azariya  Tobia diminta agar menyimpan empedu dan hati ikan yang ditangkap Tobia saat
menyebrang sungai Tigris. Empedu ikan dapat menjadi obat berbagai penyakit dan hati ikan
bisa digunakan untuk mengusir setan.  
Dalam perjalanan itulah Tobia bertemu dengan Sara putri tunggal Raguel. Tobia  jatuh
cinta pada Sara tetapi takut mati karena Sara memang sudah pernah diperistri oleh 7 laki-
laki, tetapi semua mati sebelum menghampiri Sara karena Sara dikuasai Asmodeus, setan
pembunuh. Atas nasihat malaikat Rafael Tobia menjadikan Sara  sebagi istrinya. Tobia
diminta agar  membakar hati ikan biar selamat dari serangan setan Asmodeus. Doa Tobia
dan Sara tidak lain memhonkan ketenangan dan kedamaian hidup sebagai suami istri
seperti yang kita dengarkan tadi. Di sini kita melihat bahwa pasangan Tobia dan Sara
diselamatkan karena Tuhan yang hadir dalam diri malaikat Rfael senantiasa memberikana
pertolongan pada waktunya. Berjalan bersama Tuhan selalu menguatkan dan
membebaskan.
Kisah kehadiran Tuhan dalam kehidupan yang membebaskan dalam bahasa yang lain
disampikan penginjil Yohanes dalam episode pernikahan di Kana. Kemelut yang
membayangi tuan pesta nikah di kota Kana teratasi karena Yesus hadir di sana. Persediaan
anggur sebagai menu utama perjamuan nikah menipis, kecemasan mendera tuan pesta.
Tidak ada orang yang mencari jalan keluar. Untung ada dan hadir seorang Ibu yaitu Maria.
Tidak bisa dibanyangkan kisah akhir pesta seandainya Maria tidak hadir di sana. Tidak bisa
dibanyangkan bagaimana malunya tuan pesta di hadapan para tamu yang datang. Sekali
lagi untung ada seorang Ibu, Maria. Kata-kata Maria, singkat sederhana, tetapi ksta-katanya
merupakan rumusan inti masalah saat itu. ”Mereka kehabisan Anggur”. Kata-kata Maria ini
tanpa penjelasan panjang lebar. Yesus menangkap signal dan pesan hati seorang ibu.
Alhasil mukjizat pertama ditunjukkan dalam konteks kekurangan dalam perjamuan nikah. Di
sinilah kita harus dan mesti peran pengantara Maria antara manusia dengan Tuhan, melalui
Maria kepada Yesus (per Mariam ad Jesum). Bahwa kita bisa meminta langsung kepada
Yesus itu tidak perlu dipersoalkan tetapi kisah di kota Kana jelas mematahkan setiap
argumentasi yang menolak kehadiran Maria. Menolak Maria, ibarat orang mengakui dan
menerima beras tetapi menolak padi sebagai asal beras. Karena itu, kehadiran Maria dalam
hidup berkeluarga dengan segala persoalannya menjadi sangat penting.
Dua tahun lalu ketika saya memimpin perayaan Ekaristi di gereja Kana bersama
rombongan peziarah ada hal istimewa yang saya rasakan. Pertama, bahagia karena
berkesempatan merayakan Misa di tempat Yesus melakukan Mukjizat yang pertama.
Kedua, saat pasutri membaharui janji pernikahan mereka di gereja Kana suasana haru dan
tangis skacita terjadi di sana. Ketika suami-istri saling menyerahkan bunga kepada
pasangannya tampak wajah yang ceria seakan memancarkan tekad untuk terus
mengabadikan cinta mereka dan saksinya adalah Altar gereja Kana. Semuanya tampak
enggan meninggalkan gereja Kana yang menjadi tempat Tuhan menyatakan kemuliaan-
Nya.
Kita semua berharap bahwa pasangan Marsel dan Lusi mengalami sukacita dan
kegembiraan karena senantiasa ditemani rombongan bidadari, malaikat Rafael, dan Maria,
dan Yesus sendiri. Semoga.
Tobit .8,5-10

Pada malam perkawinannya, Tobia berkata kepada Sara: “Kita ini keturunan orang suci.
Kita tidak boleh kawin seperti orang yang tak mengenal Allah”. Maka mereka berdoa, agar
tetap sehat walafiat. Kata Tobia: “Terpujilah Engkau, Allah leluhur kami. Hendaknya langit
dan bumi memuji Engkau: mata air, sungai dan laut beserta segala makhluk yang hidup di
dalamnya. Engkau telah membentuk Adam dari tanah dan memberikan Hawa kepadanya
sebagai teman hidup. Engkau tahu, ya Tuhan, bahwa aku tidak mengawini Sara ini karena
dorongan hawa nafsu. Aku mengawini dia untuk memperoleh keturunan, agar nama-Mu
terpuji untuk selama-lamanya.” Lalu Sara juga berdoa: “Kasihanilah kami, ya Tuhan,
kasihanilah kami. Semoga kami tetap sehat walafiat dan bersama-sama mencapai umur
panjang.” Demikianlah sabda Tuhan.
U: Syukur kepada Allah.

 Injil Yohanes 2,1-11

Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus
dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur,
ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur." Kata Yesus kepadanya: "Mau
apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba." Tetapi Iibu Yesus berkata kepada
pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" Di situ ada enam tempayan
yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua
tiga buyung. Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: "Isilah tempayan-tempayan itu
penuh dengan air." Dan mereka pun mengisinya sampai penuh. Lalu kata Yesus kepada
mereka: "Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta." Lalu mereka pun
membawanya. Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu --
dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu,
mengetahuinya -- ia memanggil mempelai laki-laki, dan berkata kepadanya: "Setiap orang
menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang
kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang." Hal itu
dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan
dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya.
Bacaan Pertama: Tobit 8:4b-9
Kemudian Tobia bangkit dari tempat tidur dan berkata kepada
Sara: "Bangunlah, adinda, mari kita berdoa dan mohon kepada
Tuhan kita, semoga dianugerahkan-Nya belas kasihan serta
perlindungan." Maka bangunlah Sara dan mereka berdua mulai
berdoa dan mohon, supaya mereka mendapat perlindungan.
Mereka angkat doa sebagai berikut: "Terpujilah Engkau, ya Allah
nenek moyang kami, dan terpujilah nama-Mu sepanjang sekalian
abad. Hendaknya sekalian langit memuji Engkau dan juga
segenap ciptaan-Mu untuk selama-lamanya. Engkaulah yang telah
menjadikan Adam dan baginya telah Kaubuat Hawa isterinya
sebagai pembantu serta penopang; dari mereka berdua lahirlah
umat manusia seluruhnya. Engkaupun bersabda pula: Tidak baik,
kalau manusia itu seorang diri saja, mari Kita menjadikan
penolong baginya, yang sepadan dengan dia. Bukan karena nafsu
berahi sekarang kuambil saudariku ini, melainkan dengan hati
benar. Sudilah kiranya mengasihani aku ini dan dia dan membuat
kami menjadi tua bersama." Serentak berkatalah mereka: "Amin!
Amin!" Kemudian mereka tidur semalam-malaman.

Bacaan Injil: Yohanes 15:9-13


Yesus berkata: ”Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah
juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah dalam kasih-Ku itu.
Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam
kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di
dalam kasih-Nya. Semuanya itu Ku-katakan kepadamu, supaya
sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya
kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak
ada kasih yang lebih besar dari kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”

RENUNGAN
Sebelum saya menyampaikan renungan kali ini, saya ingin sharing
sedikit. Sebagai seorang frater yang sedang menjalani masa TOP atau
Tahun Orientasi Pastoral di paroki Kare, secara jujur perlu saya katakan
bahwa ada 2 jenis ibadat yang sering membuat saya tidak percaya diri,
khususnya dalam hal memberi renungan. Kedua jenis ibadat itu, yang
pertama adalah ibadat arwah dan yang kedua adalah ibadat pre-wedding
atau ibadat midodareni seperti ini. Dan menurut saya, alasan saya pribadi
sangat masuk akal, yaitu karena saya belum pernah merasakan
bagaimana menjadi orang mati atau menjadi orang yang akan menikah.
Jadi bisa dikatakan, saya tidak punya dasar pengalaman mengenai hal
itu. Apalagi, kembali lagi ke asal budaya Jawa saya, dalam hal ibadat
midodareni, biasanya orang tua dan orang-orang yang dituakan akan
memberikan nasehat, wejangan atau petuah kepada kedua calon
mempelai. Dan lagi-lagi, bisa saudara-saudari lihat, saya juga bukan
orang tua. Tapi, syukur kepada Allah, inilah enaknya menjadi orang
Katolik, karena dalam setiap ibadat pasti ada bacaan Kitab Suci, dan di
sinilah posisi saya hendak mengajak bapak, ibu, saudara-saudari,
khususnya kedua calon mempelai untuk bersama menimba nasehat dan
inspirasi dari Kitab Suci, Sabda Tuhan yang baru saja kita dengarkan.
Saya yakin dan percaya bahwa pesan dari Sabda Tuhan tidak kalah
bermaknanya dibandingkan nasehat-nasehat dari orang-orang terdekat
kita. Ok, itu tadi sekedar sharing saya.

Saya ingin mengawali renungan ini dengan menceritakan sebuah cerita


yang mungkin sudah pernah anda dengar sebelumnya. 

Pada suatu hari, ada suami istri pejabat senior yang mengadakan
perayaan syukuran pesta emas perkawinan di sebuah hotel mewah.
Banyak pejabat, artis, serta tokoh-tokoh masyarakat yang hadir, dan
mereka semua terkagum-kagum melihat kemesraan di antara pasangan
suami istri yang sudah lanjut usia itu. Akhirnya jamuan makan malam
yang ditunggu-tunggu tiba. Koki dan para pelayan masuk membawa
hidangan utama, yaitu sup ikan emas. Melihat hal itu, si suami segera
bangkit berdiri dan memberikan sambutan, “Para hadirin sekalian, ikan
emas bukanlah ikan mahal. Namun inilah kesukaan kami selama 50
tahun menikah, sejak kami masih miskin sampai dengan saat ini. Ikan
emas adalah symbol kedekatan, kemesraan dan cinta di antara kami.”
Semua tamu pun bertepuk tangan. Lalu si suami segera memotong ikan
emas itu, dan memberikan bagian kepala dan ekor kepada istrinya
dengan mesra. Semua tamu terdiam dalam kekaguman. Tiba-tiba
terdengar suara isak tangis yang semakin lama semakin keras. Ternyata
sang istri yang menangis, sehingga si suami menjadi bingung. “Mengapa
kau menangis, istriku?” tanyanya. Sang istri pun berdiri dan angkat
bicara, “Suamiku, sudah 50 tahun kita menikah. Aku pun telah
melayanimu dalam suka dan duka tanpa pernah mengeluh. Demi cintaku
padamu, aku telah rela makan kepala dan ekor ikan emas selama 50
tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, dalam perayaan pesta emas ini,
kau masih memintaku menyantap kepala dan ekor ikan emas lagi.
Ketahuilah, suamiku, kedua bagian itu adalah yang paling tidak kusukai.”
Pejabat senior itu terdiam sejenak, lalu ia berkata, “Istriku yang kucinta,
50 tahun lalu ketika kau bersedia menikah denganku, aku sungguh
sangat bahagia. Aku sungguh sangat mencintaimu. Oleh sebab itu, aku
bersumpah pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja
keras demi membahagiakanmu. Dan demi Tuhan, setiap kali makan ikan
emas, bagian yang paling kusukai sebenarnya adalah kepala dan ekor.
Namun sejak kita menikah, aku tidak pernah lagi makan kedua bagian
itu, karena aku ingin memenuhi sumpahku untuk memberikan yang
paling baik dan berharga bagimu. Walaupun kita telah hidup bersama
selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita tidak cukup
saling memahami. Maafkan aku, karena hingga detik ini aku belum tahu
bagaimana caranya membuatmu bahagia.” Judul cerita tersebut
adalah “50 Tahun Salah Paham”.

Pandangan kita mengenai cerita tadi mungkin bermacam-macam: ada


yang tersentuh, ada yang tertawa, ada juga yang menganggap tidak
masuk akal. Namun yang ingin saya garis bawahi di sini adalah tentang
kesalahpahaman, yang mungkin terjadi ketika menjalani hidup
perkawinan dan berumah tangga. Bahkan kebersamaan hidup pun tidak
menjamin bahwa kesalahpahaman tidak akan terjadi. Dalam hal inilah,
kita bisa merefleksikan bacaan I pertama dari kitab Tobit tadi. Kalau kita
hanya membaca atau mendengar perikop tadi, kita akan memperoleh
kesan biasa-biasa saja, sekedar perbuatan saleh bahwa suami istri Tobia
dan Sara berdoa menjelang hari pernikahannya. Namun kalau kita baca
seluruh kitab Tobit sungguh-sungguh, kita akan temukan sebuah kisah
yang mendebarkan dan mencengangkan. Sara dikuasai oleh iblis yang
menghancurkan hidupnya. Sudah tujuh kali ia menikah, tetapi setiap kali
suaminya meninggal, sebelum pagi hari tiba. Semua prihatin dengan
keadaan ini namun tak bisa berbuat apa-apa. Sara yang cantik itu
ternyata gagal melaksanakan tugasnya sebagai isteri dengan baik,
malahan ia membawa sengsara bagi suaminya.

Apa yang menyebabkan Sara selalu gagal membangun hidup bahagia


bersama suaminya? Sebab Sara memelihara iblis dan tidak pernah berdoa
kepada Tuhan. Dan setiapkali menikah, iblis mengambil nyawa suaminya.
Tujuh kali hal ini berlangsung. Sarapun menjadi sedih. Barulah dalam
perkawinannya yang ke delapan, perkawinan dengan Tobia, cengkeraman
setan dapat diatasi. Sebabnya, Sara dan Tobia mengikuti bisikan
malaekat Rafael untuk berdoa pada hari perkawinan mereka dan
menghancurkan insang ikan untuk mengusir si iblis tadi. Dan memang,
setannya lalu meninggalkan Sara. Sara bahagia, suaminya bahagia,
keluarganya juga bahagia, maka terbangunlah keluarga yang sejahtera.

Bacaan I tadi menjadi semacam gambaran bahwa hidup perkawinan itu


seringkali mengandung tantangan yang berat. Lebih dari itu, setiap calon
mempelai membawa egoisme, perbedaan-perbedaan serta kekurangan-
kekurangan yang bila tidak dibuka, dibicarakan dan diatasi bersama,
maka hal-hal tersebut bisa menjadi iblis yang merusak kebahagiaan hidup
rumah tangga. Perlu diperhatikan bahwa masa perkawinan yang panjang
yang sudah dilalui tidak bisa menjamin bahwa kesalahpahaman tidak
akan terjadi dan bahwa iblis perusak tadi sudah benar-benar diusir pergi.
Maka dari bacaan I tadi kita bisa belajar tentang 2 hal: Pertama, Tobia
dan Sara menghadapi persoalannya secara bersama dalam keterbukaan.
Hal itu bisa kita lihat dari inisiatif Tobia untuk mengajak Sara berdoa
bersama. Dan hal yang kedua adalah, mereka berdua memohon campur
tangan Tuhan untuk menolong mereka mengatasi segala tantangan
dalam perkawinan. Sebab Allah sungguh menjawab doa mereka dan
menolong mereka.

Maka kalau boleh saya rangkum menjadi 1 kata, pesan dari renungan
malam ini hanyalah 1 kata: komunikasi. Ini berlaku baik komunikasi
dengan Allah maupun dengan pasangan. Dan komunikasi ini bisa jadi
akan menyangkut berbagai hal. Mulai dari soal mengurus anak, siapa
mencari nafkah, pembagian tugas mengurus rumah, bahkan termasuk
juga rekening bank, pin kartu kredit, slip gaji dan pesan-pesan yang
tersimpan dalam handphone. Ini bukan berarti kebebasan atau privasi
anda pribadi hilang, tapi ini merupakan konsekuensi dari hidup
berkeluarga yang telah kalian pilih. Dan perlu kalian tanamkan juga,
bahwa jika suami atau istri anda bertanya mengenai hal-hal itu, bukan
karena ia curiga, melainkan karena ia mencintai anda. Sebab
sebagaimana cinta tumbuh lewat komunikasi; keluarga pun hanya bisa
bertahan dengan komunikasi. Jadi, selamat berkomunikasi dengan Tuhan,
pasangan, dan anak-anak kita masing-masing. 

Semoga Allah yang mahakuasa selalu memberkati kita semua. Amin.


Ibadat Midodareni
( Malam sebelum Pernikahan )
Lagu Pembukaan :                                                                 ( ......................... )
P          : Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus
U          : Amin
Pengantar dan Salam :
P          : Saudara-saudara terkasih dalam Tuhan Yesus, pada malam ini kita berkumpul di
tempat ini bersama keluarga Bapak/Ibu Markus   dan kedua calon
mempelai .........................dan ........................, untuk berdoa bersama memohon rahmat
Tuhan bagi keselamatan kedua calon mempelai dan keluarga. Hanya kepada Tuhan kita
boleh berserah diri. Harapan dan permohonan hanya kepada Dia kita hunjukkan. Maka, agar
kita pantas dan layak menerima kehadiran Tuhan, marilah kita hening sejenak untuk
meneliti dan mempersiapkan batin kita serta mengakui segala kekurangan dan dosa-dosa
kita.
P          : ( Saya mengaku ........................................................... )

P          : Semoga Allah yang Mahakuasa senantiasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita
dan mengantar kita ke hidup yang kekal.
U         : Amin.
Doa Pembukaan :
P          : Tuhan, Allah yang maha kasih, malam ini Engkau telah melimpahi anugerah dan
rahmat bagi keluarga Bapak / Ibu Markus  , sehingga mereka siap lahir dan batin untuk
menghantar kedua calon mempelai menuju altar Mu esok pagi. Malam ini adalah malam
yang suci, detik-detik penuh penantian bagi kedua calon mempelai untuk Engkau
persatukan dalam ikatan perkawinanyang suci esok pagi. Dalam perjamuan pengantin di
Kana Galilea, PuteraMu terkasih Tuhan Yesus telah memulai karya Nya dengan
menyelamatkan nama keluarga dan calon mempelai karena kekurangan anggur. Maka kami
mohon, selamatkan juga nama  keluarga Bp/ Ibu Markus   dan kedua calon mempelai dari
halangan, kelalaian, dan kekhilafan yang disengaja maupun tidak disengaja. Sebab Engkau
Maha Pemurah, pengasih, dan penyayang, yang bersama Putera-Mu terkasih Tuhan Yesus
dan bersama Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.
U         : Amin.
Bacaan Pertama :                  “Cinta Kuat seperti Maut”
(Kidung Agung 8:5-7)
            Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya? Di
bawah pohon apel kubangunkan engkau, di sanalah ibumu telah mengandung engkau, di
sanalah ia mengandung dan melahirkan engkau.
            Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena
Cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti duni orang mati, nyalanya adalah nyala api,
seperti nyala api Tuhan.
            Air yang banyak tak dapat menghanyutkannya, sekalipun orang memberi segala harta
benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.
            Demikianlah Sabda Tuhan.
U          : Syukur kepada Allah.
Lagu Antar Bacaan :                                                  ( ........................... )
Bacaan Injil
P          : Semoga Tuhan beserta kita
U         : Sekarang dan selama-lamanya.
P          : Inilah Injil Yesus Kristus menurut Santo  Yohanes (15:9-13)
U         : Terpujilah Kristus.
“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikian juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di
dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-
Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-
Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada
kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya.”
            Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan, dan tekun
melaksanakannya.
U         : Tanamkanlah sabda-Mu ya Tuhan, dalam hati kami
Homili : Pokok-pokok homili ( Tidak Mutlak )
Ø  Malam ini mohon rahmat Tuhan bagi kedua calon mempelai.
Ø  Dengan pendampingan Roh Kudus, kedua calon mempelai semakin mantap menuju altar
esok hari.
Ø  Dengan dukungan seluruh keluarga dan umat, mohon agar Tuhan memberi kekuatan dan
rahmat pada kedua orangtua mempelai.
Ø  Malam ini menjadi suci karena restu para kudus.
Mohon restu para Kudus
P          : Saudara-saudara, kini tiba saatnya kita semua mohon kepada Tuhan agar Dia
memperkenankan kita mohon restu pada para kudus yang telah mendahului kita, dan kini
telah hidup kekal bersama-Nya di surga. Restu para kudus ini secara khusus kita mohon agar
dilimpahkan kepada kedua calon mempelai yang berbahagia.
Litani Orang Kudus (dipersingkat)
Tuhan kasihanilah kami,                                           Tuhan kasihanilah kami
Kristus kasihanilah kami,                                          Kristus kasihanilah kami
Tuhan kasihanilah kami,                                           Tuhan kasihanilah kami
Santa Maria Bunda Allah,                                         Doakanlah kami
Santo Mikael,
Para Malaikat Allah yang Kudus,
Santo Yusuf,
Santo Yohanes Pembaptis,
Santo Petrus dan Paulus,
Santo Andreas,
Santo Yohanes,
Santa Maria Magdalena,
Santo Stefanus,
Santo Laurentius,
Santo Ignatius dari Antiokia,
Santa Agnes,
Santa Perpetua dan Felisitas,                                              
Santo Gregorius,
Santo Agustinus,                                                                   doakanlah kami
Santo Atanasius,
Santo Bassilius,
Santo Martinus,
Santo Benediktus,
Santo Fransiskus Xaverius,
Santa Theresia,
Santa Katarina dari Siena,
Santo ............................... ( Pelindung Calon mempelai )
Semua orang kudus,
Kristus, dengarkanlah kami,                                                 Kristus dengarkanlah
kami
Kristus, kabulkanlah doa kami,                    Kristus kabulkanlah doa kami.
Doa Penutup
P          : Allah Bapa di surga, di malam yang suci ini, dengan restu para kudus, kami serahkan
ke dalam tangan-Mu keluarga Bapak / Ibu Markus   dan kedua calon mempelai. Dampingilah
mereka, berilah kekuatan dan kesehatan, agar esok lusa kedua calon mempelai dengan
langkah mantap menuju ke altar-Mu untuk mengikat janji setia mereka dalam ikatan
perkawinan suci di GKJ Banyumanik. Sedang bagi kedua orangtua masing-masing mempelai,
dengan kekuatan dan kesehatan yang Engkau berikan, mampu menyelenggarakan hajatan
dengan hati gembira dan penuh rasa syukur kepada-Mu. Permohonan ini kami hunjukkan
dengan perantaraan Putera-Mu, Tuhan kami Yesus Kristus.
U         : Amin
P          : Allah Bapa di surga, semua doa dan permohonan yang kami panjatkan tadi akan
kami persatukan dengan doa yang diajarkan oleh tuhan Yesus sendiri: Bapa kami yang ada
di surga ............
 Salam Maria .......................
            Kemuliaan .........................................................................
            Terpujilah ........................................................................
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus
U         : Amin
P          : Ibadat telah selesai, marilah kita pulang dalam damai Tuhan.
U         : Syukur kepada Allah.                                     Lagu Penutup : ............
Katekese Midodareni
Midodareni merupakan tradisi Jawa yang juga mengakar kuat dalam umat Katolik,
khususnya di Jawa. Oleh kaena itu, upacara adat ini sering dirayakan secara
meriah, bahkan dalam sebuah perayaan Ekaristi. Apakah harus demikian?

Rini dan Tedi mendatangi pastoran, tempat mantan Rama Paroki mereka sekarang
bertugas. Sewaktu Rama itu bertugas di paroki mereka, mereka sudah dekat dan
akrab dengan Rama itu. Setelah omong sana-sini, Rini dan Tedi memohon
kesediaan Rama untuk memimpin Misa Midodareni. Sedangkan yang memimpin
Misa Perkawinan mereka adalah Rama Paroki yang sekarang. Rama itu
menjelaskan dengan tenang, lembut tetapi tegas yang intinya ialah bahwa
midodareni itu tidak perlu dilaksanakan dengan Misa Kudus. Rini dan Tedi dapat
mengerti penjelasan ini dan mereka pulang kembali setelah dirasa cukup.

Acara midodareni diadakan pada malam hari menjelang hari perkawinan. Orang
Jawa mempunyai keyakinan bahwa pada malam menjelang perkawinan itu, para
bidadari turun dari kahyangan untuk bertandang di rumah calon mempelai
perempuan itu dan akan mempercantik calon pengantin itu. Biasanya pada malam
midodareni itu diadakan pula rangkaian acara adat di rumah pengantin putri,
sepertiacara seserahan, pemberian petuah, doa-doa dan berbagai simbol yang
semuanya secara adat memiliki makna.

Dalam tradisi Katolik, puncak perayaan perkawinan baru terjadi pada keesokan
harinya yakni saat pengucapan janji perkawinan. Itulah sebabnya, midodareni
sebaiknya tidak dilangsungkan dalam Misa Kudus. Mengapa? Agar berbagai
upacara adat di seputar perkawinan itu tetap mengalami sebuah proses yang
puncaknya adalah pengucapan janji perkawinan. Dan pada saat itulah perayaan
perkawinan Katolik semestinya dilangsungkan dalam Misa Kudus (bdk. SC 78).
Jangan sampai misalnya karena pengantin atau keluarga memiliki relasi dekat
dengan beberapa Rama, lalu para Rama itu dijadwal untuk setiap tahap upacara di
seputar perkawinan ini, termasuk midodareni. Kalau seperti itu yang terjadi, Misa
perkawinan sudah tidak menjadi istimewa, karena tidak menjadi puncak lagi.
Sebaliknya midodareni dengan ibadat dapat dipusatkan pada doa permohonan akan
karunia Roh Kudus agar memberi kekuatan dan kesucian hati untuk menyambut
puncak perayaan perkawinan dalam Misa keesokan harinya.

Anda mungkin juga menyukai