Abstrak
Selama ini perencanaan dan perancangan ergonomi ruang masih mengacu kepada SNI 03-1979-1990 tentang
Matra ruang dan standar kebutuhan ruang mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan. SNI tersebut dirasa belum sesuai dengan kondisi di Indonesia dan sudah
saatnya direvisi. Beberapa hal yang perlu ditinjau kembali antara lain data dasar antropometri yang sesuai
dengan kondisi manusia di Indonesia dan metode simulasi kebutuhan minimal ruang gerak. Penelitian ini
bertujuan mendapatkan luas ruang minimum untuk mewadahi aktivitas pokok dalam mendapatkan kenyamanan
ruang gerak dalam hunian sederhana berdasarkan antropometri manusia Indonesia. Metode yang digunakan
adalah penelitian lapangan dan laboratorium. Penelitian lapangan meliputi penggambilan data melalui
pengukuran ruang dan pencatatan aktivitas pokok. Pengolahan data dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan pendekatan statistik dan simulasi komputer berdasarkan data antropometri dan pemetaan
aktivitas. Simulasi skala 1:1 (mock-up) digunakan sebagai validasi atas hasil simulasi komputer. Penelitian
memperlihatkan bahwa luas minimum beberapa ruang berdasarkan aktivitas pokok dalam hunian sederhana
2 2 2 2
adalah: teras 3,1 m , ruang tamu 6,9 m , ruang keluarga dan ruang makan 11,8 m , kamar tidur utama 8,8 m ,
2 2 2 2
kamar tidur anak 3,6 m , dapur 6,6 m , kamar mandi dan WC 2,4 m , serta ruang cuci dan jemur 3,1 m . Luasan
2 2
hunian total yang diperoleh sebesar 46,1 m . Rata-rata kebutuhan ruang untuk hunian per-jiwa adalah 11,5 m
dengan asumsi 4 jiwa/keluarga.
Kata kunci: Antropometri, Ergonomi, Ruang Gerak, Luas Minimum, Hunian sederhana
Abstract
By this time, designing of ergonomics space is refers to Indonesia National Standard (SNI) 03-1979-1990, while
standard for space requirements is considers to SNI 03-1733-2004 . These SNIs are not in accordance with
recent condition in Indonesia and should be revised. Anthropometry data and simulation method for minimum
space requirement are some of matters that need to be revised. In accordance with the Indonesian human being
and the simulation method of minimum movement. This paper aims to obtain minimum space area regarding to
comfort space in residential houses based on Indonesian anthropometry. Field experiments and laboratory study
were employed in this study. Field experiments are including space measurement and basic activity mapping.
Data analysis was performed in laboratory by statistical approach and computer simulation based on real
Indonesian anthropometry data and basic activity mapping. Full scale simulation was carried out to validate the
results of computer simulation. The study shows that minimum space areas required in residential houses are:
2 2 2 2
terrace 3.1 m , living room 6.9 m , family room and dining room 11.8 m , main bedroom 8.8 m , childroom 3.6
2 2 2 2 2
m , kitchen 6.6 m , bathroom 2.4 m , and washing room 3.1 m . Total area of residential house is about 46.1 m .
2
By assumption of four person per-family, the mean of space requirement is about 11.5m .
Keywords: Anthropometry, Ergonomics, Comfortable space, Minimum Space Area, Residential houses
(Hermawan, et al., 2010). Secara fisik memadai sangat diperlukan dalam perencanaan
keruangan, terdapat dua jenis ruang dalam dan perancangan ergonomis (Wignjosoebroto,
bangunan gedung, yaitu ruang dalam (interior) 2000; Wardani, 2003; Liliana, 2007).
dan ruang luar (eksterior). Ruang-ruang tersebut Pengambilan data ukuran yang salah dapat
menjadi wadah bagi aktivitas manusia di mengakibatkan kegagalan desain, gangguan
dalamnya. struktur dan fungsi tubuh manusia, bahkan dapat
Sebagaimana definisi Ching (1987) mengakibatkan terganggunya sistem otak dan
tentang ruang sebagai gambaran abstrak saraf (Wardani, 2003).
wilayah gerak suatu kegiatan manusia beserta Selain antropometri yang memadai,
peralatan atau perabotnya, maka dalam Wignjosoebroto (2000) menyatakan bahwa
melakukan aktivitas yang melibatkan peralatan faktor penting lain dalam perencanaan
dan perabot di dalam hunian, manusia ergonomis adalah kondisi/sifat pekerjaan yang
membutuhkan ruang gerak yang optimum. harus diselesaikan dan pola perilaku. Interaksi
Kebutuhan ruang gerak tersebut dapat didekati antara manusia dengan peralatan atau perabot
dengan pendekatan ergonomi. Tata ruang yang yang digunakan di dalam hunian sederhana
ergonomis sangat berpengaruh terhadap memegang peranan penting dalam perencanaan
kesehatan dan kenyamanan penghuninya. Studi dan perancangan ruang yang ergonomis. Karena
yang dilakukan Dewi, et al. (2008) menunjukkan itu, dalam perencanaan ruang yang ergonomis,
bahwa tata ruang yang tidak ergonomis secara kegiatan-kegiatan yang harus diwadahi dalam
langsung dapat mengakibatkan Sick Building rumah, serta ruang dan perabot yang diperlukan
Syndrom, yang pada akhirnya mengakibatkan harus diidentifikasi (Puslitbang Permukiman,
penghuni merasakan keluhan kesehatan. Kajian 2010).
Zuhriyah (2007) menyatakan bahwa terdapat Kajian tentang ergonomi di Indonesia
korelasi yang positif antara kesesakan dan sudah banyak dilakukan, tetapi sebagian besar
kelelahan kerja. Meskipun kajian tersebut fokus pada ergonomi ruang kerja (workstation)
dilakukan pada bangunan industri, tetapi kajian dan sistem kerja di bangunan industri. Hal ini
tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa dapat dipahami karena berkaitan dengan
ruang yang tidak ergonomis dapat menyebabkan peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja dalam
kelelahan kerja. sistem produksi. Kajian ergonomi pada rumah
Pendekatan ergonomi perlu dilakukan sederhana masih terbatas pada fungsi ruang
karena manusia dan semua aktivitasnya dalam tertentu seperti dapur, seperti kajian yang
hunian merupakan faktor utama dan terpenting dilakukan oleh Suwarno (2009); Dewi, et al.
dalam penentuan kebutuhan ruang gerak yang (2008); dan Tavip (2007). Kajian yang mencakup
nyaman (human centered design) keseluruhan fungsi ruang dalam hunian
(Wignjosoebroto, 2007). Sebagaimana sederhana masih belum banyak dilakukan.
dinyatakan oleh Sanders dan McCormick (1992), Kalaupun ada, kajian ergonomi lebih
fokus utama ergonomi adalah manusia, menitikberatkan pada desain mebeler/furnitur.
sehingga dalam perancangan ergonomis perlu Beberapa kajian ergonomi yang ada belum
memperhatikan hubungan manusia, pekerjaan merujuk pada data antropometri yang mencukupi
dan fasilitas pendukungnya, dengan harapan dalam arti sampel masih terbatas dan
dapat sedini mungkin mencegah kelelahan yang pengukuran dimensi tubuh tertentu), sehingga
terjadi akibat sikap atau posisi kerja yang keliru. sulit untuk dilakukan standardisasi ruang yang
Salah satu aspek penting dalam ergonomis.
pendekatan ergonomi adalah antropometri tubuh SNI 03-1979-1990 dan SNI 03-1733-2004
manusia. Indonesia selama ini belum sebagai acuan dalam perencanaan ruang dirasa
mempunyai data antropometri yang baik. belum sesuai dengan kondisi nyata di Indonesia
Standar kebutuhan ruang gerak yang biasa dan belum memenuhi kebutuhan standar ruang
digunakan dalam perencanaan dan gerak. Beberapa hal yang perlu ditinjau antara
perancangan arsitektur bangunan gedung lain data antropometri (human dimension)
adalah standar Internasional, seperti misalnya manusia Indonesia yang sebenarnya dan
Architect’s Data, Human Dimension and Interior metode perhitungan simulasi kebutuhan minimal
Standard, Anatomy of Interior Design, dan lain- ruang gerak dan pemetaan aktivitas pokok
lain. Kajian Hermawan et al. (2010) menyatakan hunian. Penentuan luas ruang minimum dalam
bahwa data antropometri dari standar rumah sederhana menurut SNI 03-1733-2004
Internasional kurang sesuai untuk digunakan berdasarkan kebutuhan udara segar minimum
pada perancangan yang diperuntukkan bagi per-orang per-jam. Standar tersebut diperoleh
masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan dari kebutuhan untuk orang dewasa sebesar 16
3 3
penyesuaian untuk mencapai optimalisasi gerak – 24 m dan untuk anak-anak sebesar 8 – 12 m .
di dalam hunian. Data antropometri yang Dengan asumsi tinggi plafon 2,5 m, maka luasan
37
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 1, Maret 2013: Hal 36 - 46
2
lantai untuk dewasa adalah 9,6 m dan untuk merasakan keluhan kesehatan. Kajian Zuhriyah
2
anak-anak 4,8 m . Kebutuhan ruang tersebut (2007) menyatakan bahwa terdapat korelasi
belum termasuk kebutuhan luas untuk lantai yang positif antara kesesakan dan kelelahan
pelayanan yang ditentukan sebesar 50% dari kerja. Meskipun kajian tersebut dilakukan pada
total luas lantai dari perhitungan kebutuhan bangunan industri, tetapi kajian tersebut secara
udara segar (BSN, 2004). Sementara itu, dasar eksplisit menyatakan bahwa ruang yang tidak
penentuan kebutuhan luas ruang minimum per- ergonomis dapat menyebabkan kelelahan kerja.
orang menurut Kepmen Kimpraswil No. Intervensi ergonomi pada rumah tinggal dapat
403/KPTS/2002 diperoleh dari pembulatan meningkatkan ketelitian, kecepatan, kestabilan
angka kebutuhan lantai orang dewasa, yaitu 9 dan hasil kerja mahasiswa secara signifikan
2
m per-jiwa dan menetapkan ambang batas yang (Pungus & Tirtayasa, 2011).
2
lebih kecil yaitu 7,2 m . Kebutuhan ruang Salah satu aspek penting dalam
tersebut belum termasuk luas lantai pelayanan pendekatan ergonomi adalah antropometri tubuh
(BSN, 2004). UU No. 1 Tahun 2011 tentang manusia. Standar kebutuhan ruang gerak yang
Perumahan dan Kawasan Permukiman biasa digunakan dalam perencanaan dan
menetapkan standar minimal luas lantai rumah perancangan arsitektur bangunan gedung di
2
tinggal sebesar 36 m , walaupun belum Indonesia adalah standar Internasional, seperti
termasuk luas lantai pelayanan. misalnya Architect’s Data, Human Dimension
and Interior Standard, Anatomy of Interior
1.2 Tujuan Design, dan lain-lain. Kajian Hermawan et al.
(2011) menyatakan bahwa data antropometri
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan
dari standar Internasional kurang sesuai untuk
kebutuhan luas ruang pada hunian sederhana
digunakan pada perancangan yang
dengan pendekatan studi ergonomi berdasarkan
diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia,
antropometri manusia Indonesia. Studi ergonomi
sehingga diperlukan penyesuaian untuk
ini bertujuan untuk memeperoleh kebutuhan
mencapai optimalisasi gerak di dalam hunian.
ruang berdasarkan kenyamanan gerak pada
Data antropometri yang memadai sangat
aktivitas pokok di dalam rumah tinggal, setelah
diperlukan dalam perencanaan dan perancangan
sebelumnya dilakukan pengukuran atas
ergonomis (Wignjosoebroto, 2000; Wardani,
antropometri orang Indonesia oleh Puslitbang
2003; Liliana, 2007). Pengambilan data ukuran
Permukiman (2010). Hasil penelitian ini
yang salah dapat mengakibatkan kegagalan
diharapkan menjadi alternatif dalam
desain, gangguan struktur dan fungsi tubuh
perencanaan ruang pada hunian sederhana
manusia, bahkan dapat mengakibatkan
dengan mengacu pada antropometri orang
terganggunya sistem otak dan saraf (Wardani,
Indonesia, serta menjadi bahan masukan bagi
2003).
penyempurnaan pedoman atau standar
perencanaan ruang yang ada saat ini. Saat ini, data karakteristik antropometri
orang Indonesia masih belum tersedia dengan
baik (Wignjosobroto, 2007b). Walaupun
2. TINJAUAN PUSTAKA demikian, upaya untuk menyusun data
antropometri di Indonesia sudah dilakukan meski
Sebagaimana definisi Ching (1987) tentang masih terbatas. Pada umumnya pengumpulan
ruang sebagai gambaran abstrak wilayah gerak data antropometri dilakukan untuk tujuan tertentu
suatu kegiatan manusia beserta peralatan atau seperti misalnya perancangan meja dan kursi
perabotnya, maka dalam melakukan aktivitas kerja yang ergonomis untuk ruang kantor (Amali,
yang melibatkan peralatan dan perabot di dalam 2008; Sundari, 2010), stasiun kerja (Pawennari,
hunian, manusia membutuhkan ruang gerak 2007), fasilitas kerja (Haslindah, 2007; Nazlina &
yang optimum. Kebutuhan ruang gerak tersebut Sukatendel, 2005), peralatan kerja seperti leaf
perlu didekati dengan pendekatan ergonomi, trolys pada pabrik teh (Sari, 2011), forklift
karena manusia dan semua aktivitasnya dalam (Ulfah&Wahyuni, 2009), dan sebagainya.
hunian merupakan faktor utama dan terpenting Penelitian-penelitian tersebut hanya fokus pada
dalam penentuan kebutuhan ruang gerak yang dimensi tubuh tertentu untuk kebutuhan dan
nyaman (Wignjosoebroto, 2007a). Tata ruang tujuan tertentu, sehingga data antropometri yang
yang ergonomis sangat berpengaruh terhadap ada relatif terbatas dan tidak lengkap. Data
kesehatan dan kenyamanan penghuninya. Studi antropometri orang Indonesia yang lebih lengkap
yang dilakukan Dewi, Larasati, & Adhitama, dilakukan oleh Chuan, Hartono & Kumar (2010),
(2008) menunjukkan bahwa tata ruang yang walau masih masih terbatas pada mahasiswa
tidak ergonomis secara langsung dapat Indonesia yang sedang studi di Singapura.
mengakibatkan Sick Building Syndrom, yang Terdapat pula data antropometri orang Indonesia
pada akhirnya mengakibatkan penghuni yang diperoleh dari interpolasi data antropometri
38
Simulasi Ruang Gerak dalam Hunian Sederhana Berdasarkan Antropometri (Rani W, M. Alfata dan Yuri H.)
orang Inggris dan orang Hongkong (Nurmianto, Penelitian lapangan dilakukan dengan
1996), seperti yang digunakan dalam penelitian pengukuran objek penelitian berupa hunian
Ulfah&Wahyuni (2009). sederhana tipe 36 ke bawah, dan kuesioner
Selain antropometri yang memadai, terhadap penghuni rumah sederhana. Penelitian
Wignjosoebroto (2000) menyatakan bahwa laboratorium dilakukan dengan simulasi
faktor penting lain dalam perencanaan komputer terhadap unit terkecil ruang dan
ergonomis adalah kondisi/sifat pekerjaan yang divalidasi dengan simulasi fisik skala 1:1 (mock-
harus diselesaikan dan pola perilaku. up).
Sebagaimana dinyatakan oleh Sanders &
McCormick (1992), fokus utama ergonomi 3.2 Populasi dan Sampel
adalah manusia, sehingga dalam perancangan
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah
ergonomis perlu memperhatikan hubungan
sederhana dan orang yang tinggal di dalam
manusia, pekerjaan dan fasilitas pendukungnya,
rumah sederhana tersebut. Kategori rumah
dengan harapan dapat sedini mungkin
sederhana menggunakan acuan dari Kepmen
mencegah kelelahan yang terjadi akibat sikap
No. 403/KPTS/2002, yaitu rumah dengan luas
atau posisi kerja yang keliru. Interaksi antara 2
sampai dengan 36 m . Karena itu, sampel rumah
manusia dengan peralatan atau perabot yang
sederhana dalam penelitian ini adalah rumah
digunakan di dalam hunian sederhana 2
dengan luas sampai dengan 36 m . Penelitian ini
memegang peranan penting dalam perencanaan
mengambil sampel 82 unit rumah yang diambil
dan perancangan ruang yang ergonomis. Karena
secara acak (random sampling) dari lima
itu, dalam perencanaan ruang yang ergonomis,
kawasan perkotaan di Indonesia yaitu: Jakarta,
kegiatan-kegiatan yang harus diwadahi dalam
Malang, Ambon, Balikpapan dan Pontianak.
rumah, serta ruang dan perabot yang diperlukan
Sampel penghuni diambil sebanyak 3 responden
harus diidentifikasi (Puslitbang Permukiman,
dari setiap Kepala Keluarga (KK), yaitu Bapak,
2010).
Ibu dan Anak.
Kajian tentang ergonomi di Indonesia
sudah banyak dilakukan, tetapi sebagian besar
fokus pada ergonomi ruang kerja (workstation) 3.3 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
dan sistem kerja di bangunan industri. Hal ini Pengambilan data dilakukan melalui survei
dapat dipahami karena berkaitan dengan upaya lapangan dengan melakukan identifikasi fungsi
peningkatan produktifitas, efektifitas dan efisiensi ruang dalam hunian sederhana, identifikasi
tenaga kerja serta kualitas produk industri perabot dan aktivitas yang terjadi di dalamnya.
(Wignjosoebroto, 2006; 2007b) serta Metode yang digunakan adalah mencatat pola
pencegahan problem kerja (Oesman & dan fungsi ruang, pengukuran ruang dan
Adiatmika, 2008; Susetyo, 2008). Kajian penggambaran tata ruang dalam (layout).
ergonomi pada rumah sederhana masih terbatas Pengukuran dimensi ruang menggunakan Laser
pada fungsi ruang tertentu seperti dapur, seperti Distance Meter. Data yang diperoleh disusun
kajian yang dilakukan oleh Suwarno (2009); dalam bentuk matrik tabulasi. Pertimbangan
Dewi, et al. (2008); dan Tavip (2007). Kajian dalam menentukan aktivitas adalah kebiasaan
yang mencakup keseluruhan fungsi ruang dalam yang dilakukan sehari-hari dan frekuensi
hunian sederhana masih belum banyak aktivitas secara kualitatif. Data aktivitas pokok
dilakukan. Kalaupun ada, kajian ergonomi lebih didapat dari hasil kuesioner dan identifikasi
menitikberatkan pada desain mebeler/furnitur. melalui jenis perabot yang digunakan.
Beberapa kajian ergonomi yang ada belum
merujuk pada data antropometri yang mencukupi
(dalam arti sampel masih terbatas dan 3.4 Kuesioner
pengukuran dimensi tubuh tertentu), sehingga Tujuan kuesioner adalah untuk mendapatkan
sulit untuk dilakukan standardisasi ruang yang data aktivitas dalam hunian. Kuesioner ini
ergonomis memuat pertanyaan tentang data pribadi
responden, aktivitas yang dilakukan dan ruang-
ruang yang ditambahkan dan digunakan untuk
3. METODE PENELITIAN mewadahi aktivitas tersebut.
40
Simulasi Ruang Gerak dalam Hunian Sederhana Berdasarkan Antropometri (Rani W, M. Alfata dan Yuri H.)
4.2 Ruang dalam Hunian Sederhana macam-macam ruang dalam rumah antara lain:
Ruang yang harus ada dalam rumah menurut ruang tamu ruang keluarga, ruang makan, ruang
Chiara dan Callender (1973) antara lain: ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan WC, gudang
duduk, ruang keluarga, ruang makan, ruang dan garasi. Sahid (2001) menyatakan bahwa
tidur, ruang dapur, cuci dan gudang, ruang jenis ruang dalam rumah terdiri atas enam
mandi, WC, ruang ganti pakaian, dan garasi. kelompok ruang, yaitu; 1) ruang tamu, ruang
Tidak berbeda dengan Chiara dan Callender, keluarga, ruang makan; 2) ruang tidur; 3) dapur;
Panero dan Zelnik (1979) menyatakan bahwa 4) kamar mandi dan toilet; 5) gudang; 6) garasi.
41
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 1, Maret 2013: Hal 36 - 46
Sementara itu, kebutuhan ruang menurut SNI yaitu persentil 5 perempuan, supaya mayoritas
03-1979-1990 terdiri dari ruang duduk, ruang pemakai dapat menjangkaunya. Sedangkan
makan, ruang tidur, dapur, kamar mandi, kakus, kelonggaran menggunakan jarak siku ke siku
kamar mandi dan kakus, ruang setrika dan persentil 95 laki-laki supaya pada saat
gudang. beraktivitas antara siku tidak saling bersentuhan.
Aktivitas yang dilakukan di dalam hunian Pada hunian sederhana, perabotan yang umum
perlu diwadahi oleh ruang yang dapat digunakan ruang makan adalah kombinasi meja
mengakomodasi gerak dan perabot didalamnya. makan untuk kapasitas 2 orang dan 4 orang
Tidak semua ruang sebagaimana disebutkan di dengan bentuk meja makan persegi.
atas dapat dipenuhi dalam hunian sederhana. Berdasarkan studi literatur dan pengamatan
Berdasarkan aktivitas pokok penghuni serta lapangan, pola peletakan furnitur umumnya
peralatan/perabot yang ada dalam hunian berhadapan dan berseberangan. Pola perletakan
sederhana, kebutuhan ruang dalam hunian yang paling efisien terhadap ruangan adalah
sederhana dapat dikelompokkkan menjadi posisi meja makan dihimpitkan ke dinding
beberapa kelompok ruang utama, yaitu: teras, dengan perletakan kursi di sekeliling meja
ruang tamu, ruang keluarga dan ruang makan, sehingga sirkulasi akan lebih luas.
dapur, ruang tidur, kamar mandi, dan ruang cuci Pengelompokan ruang pada hunian
dan jemur (Tabel 2). Pengelompokan ruang sederhana umumnya adalah menggabungkan
tersebut dilakukan berdasarkan pola perilaku ruang makan dan ruang keluarga. Ruang ini
penghuni dalam pemanfaatan ruang. Karena sekaligus menjadi ruang serbaguna bagi
keterbatasan luas pada hunian sederhana, penghuninya. Gambar 4 menunjukkan simulasi
pemanfaatan ruang-ruang padahunian yang menggabungkan ruang makan dan ruang
sederhana umumnya dilakukan dengan keluarga. Pergerakan penghuni didalamnya
menggabungkan beberapa ruang yang memiliki digambarkan dengan simulasi animasi (Gambar
kedekatan fungsi (adjacency), seperti misalnya 4.c).Validasi atas model ruang yang telah
menggabungkan fungsi ruang makan dan ruang disimulasikan dilakukan dengan simulasi fisik
keluarga, ruang makan dan dapur, ruang cuci skala 1:1 menggunakan mock up dan model
bersama ruang jemur, atau ruang tamu dan peraga (Gambar 4.d). Simulasi skala 1:1 diawali
ruang keluarga. Selain itu, penghuni cenderung dengan pemetaan aktivitas pada ruang yang
menambahkan teras, yang dapat difungsikan akan disimulasikan (Gambar 5). Simulasi
sebagai ruang tamu atau tempat menyimpan dilakukan berdasarkan gerakan-gerakan yang
sepeda motor. mungkin pada aktivitas dalam ruang tersebut.
Simulasi fisik skala 1:1 memberikan hasil yang
tidak berbeda secara signifikan terhadap
4.3 Studi Ruang dalam Hunian Sederhana
simulasi komputer. Perbedaan ruang tersebut
Studi ruang dilakukan dengan menggambarkan hanya sekitar 2 – 3 cm. Berdasarkan simulasi
beberapa kemungkinan peletakan perabot dalam tersebut, besaran ruang yang optimum pada
suatu ruang sesuai dengan perletakan yang ruang makan dan ruang keluarga adalah
biasa ditemukan dilapangan. Kemungkinan 2
sebesar 11,8 m dengan toleransi yang optimum
gerakan dan jangkauan yang dilakukan sebesar 15%. Toleransi 10% hanya dapat
disesuaikan dengan antropometri pengguna. mengakomodasi orang dengan persentil 5.
Untuk mengetahui besaran ruang sirkulasi, Metode yang sama digunakan pada studi
digunakan prinsip kelonggaran dengan nilai ruang yang lain, seperti teras, ruang tamu,
toleransi 10-15% (Panero dan Zelnik, 1979; kamar tidur, dapur, ruang cuci-jemur, dan kamar
Neufert, 1989). Gambar 2 merupakan salah satu mandi. Metode yang sama juga menunjukkan
contoh studi ruang pada ruang makan dan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
alternatif perletakannya. antara simulasi komputer (animasi) dengan
Gerakan-gerakan pada aktivitas makan simulasi fisik skala 1:1. Hasil simulasi luas ruang
dan minum memerlukan ukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 4.
jangkauan tangan kedepan dengan ukuran kecil
42
Simulasi Ruang Gerak dalam Hunian Sederhana Berdasarkan Antropometri (Rani W, M. Alfata dan Yuri H.)
Jarak dari
83
kursi ke dinding
sirkulasi orang
membawa barang
80 286
246
70
246
120
347
80 83 134 50
286
356
70
(a)
(b) (c)
Gambar 4 (a) Studi ruang makan-ruang keluarga, (b) Simulasi komputer (animasi), dan (c) Simulasi
fisik skala 1:1
Mengambil
masakan/makanan Menikmati
Membereskan
di tempat Penyajian Duduk makanan
dan merapikan
penyimpanan dan
meja
(dapur) minuman
2
5. KESIMPULAN adalah sebesar 11,6 m . Dengan demikian,
2
standar kebutuhan luas lantai sebesar 9 m /jiwa
yang selama ini diacu belum memenuhi
Ruang dalam hunian sederhana dengan tipe 36
kenyamanan ruang gerak. Hai ini masih relevan
belum memenuhi standar dari kenyamanan
dengan SNI 03-1733-2004 yang menyatakan
ruang gerak. Penelitian ini menghasilkan luas 2
2 bahwa kebutuhan luas per-jiwa 9.6 m
total rumah tinggal adalah sebesar 46,1 m 2
(dibulatkan 9 m ) belum termasuk luas lantai
dengan asumsi jumlah orang dewasa dalam
pelayanan
rumah sebanyak empat jiwa. Sehingga,
kebutuhan luas minimum ruang untuk satu orang Rumah tinggal atau hunian sederhana
direncanakan dan dirancang untuk
44
Simulasi Ruang Gerak dalam Hunian Sederhana Berdasarkan Antropometri (Rani W, M. Alfata dan Yuri H.)
di Rumah Kos Daerah Dingin Tilley, A. R. (2002). The Measure of Man and
Meningkatkan Kinerja Mahasiswa. Jurnal Woman. New York: John Wilay & Sons.
Bumi Lestari Vol 11(1), hal. 30-39 Ulfah, M., dan Wahyuni, N. (2009). Analisis
Puslitbang Permukiman. (2010). Penelitian dan Kenyamanan Bekerja Driver Forklift
Pengembangan Kriteria Perencanaan dan dengan Pendekatan Ergonomic Function
Perancangan Arsitektur, Struktur dan Deployment (EFD). Proceeding Seminar
Utilitas. Unpublished Final Report. Nasional Industrial Services 2009. Banten:
Bandung: Puslitbang Permukiman Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Puslitbang Permukiman. (2011). Penyusunan Wardani, L. K. (2003). Evaluasi Ergonomi Dalam
Konsep Pedoman Perencanaan dan Perancangan Desain. Dimensi Interior
Perancangan Kenyamanan Gerak dan 1(1).
Termal Bangunan Hunian. Unpublished Wignjosoebroto, Sritomo. (2000). Prinsip-prinsip
Final Report. Bandung: Puslitbang Perancangan Berbasiskan Dimensi Tubuh
Permukiman. (Antropometri) dan Perancangan Stasiun
Sahid, S. (2001). Penataan Interior Ruang- Kerja. Makalah disampaikan dalam
Ruang Dalam Rumah Tinggal Sangat Lokakarya IV Methods Engineering:
Kecil.Media Teknik No.2 - XXIII. Adaptasi ISO/TC 159 (Ergonomics) dalam
Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Standar Nasional Indonesia (SNI). 17 – 19
Gadjah Mada. Oktober 2000. Bandung: Institut Teknologi
Sanders, M and Mc Cormick, E. J. (1992). Bandung
Human Factors in Engineering and Wignjosoebroto, S. (2006). Aplikasi Ergonomi
Design. New York: Mc. Graw-Hill Book Co. dalam Peningkatan Produktifitas dan
Sari, E. 2011. Analisis dan Perancangan Ulang Kualitas Kerja di Industri. Makalah
Leaf Trolys yang Memenuhi Kaidah- disampaikan dalam Seminar Nasional
kaidah Ergonomi, Studi Kasus di PTP Ergonomi dan K3 “Peranan Ergonomi dan
Nusantara VI Pabrik Teh Danau Kembar). K3 dalam Peningkatan Produktifitas dan
Jurnal Teknik Industri Vol 1(1) hal 82-101 Mutu Kerja”. Surabaya: Institut Sepuluh
November
Soewarno, A. (2009). Dapur Rumah Tinggal
Yang Ergonomis Bangi Penghuninya. Wignjosoebroto, S. (2007a). Peran dan
th
Retrieved February 26 , 2012 from Kontribusi Perguruan Tinggi dalam
ejournal.unud.ac.id /abstrak/artikel- Pembentukan SDM Ergonomi–K3 yang
soewarno-4.pdf. Siap Bersaing di Pasar Kerja Nasional dan
Internasional. Makalah disampaikan dalam
Sundari, K.N. 2010. Tinjauan Ergonomi
Seminar Nasional K3: Revitalisasi SDM-
Terhadap Meja dan Kursi Kerja pada
K3 di Perusahaan dalam Menghadapi Era
Operator Komputer di UPT – PSTKP Bali.
Globalisasi dan Pasar Bebas. 9 – 10 Mei
Metris Vol. 11(1).
2007. Jakarta
Susetyo, J., et al. (2008). Prevalensi Keluhan
Wignjosoebroto, S. (2007b). Indonesia
Subyektif atau Kelelahan Karena Sikap
Ergonomics Roadmap: Where we are
Kerja yang Tidak Ergonomis pada
going?. Journal of Human Ergology
Pengrajin Perak. Jurnal Teknologi Vol 1(2)
36(2007) hal 91-98
hal 141-149.
Zuhriyah, F. 2007. Hubungan Antara Kesesakan
Tavip, B., Zulaikha, E., dan Nurmianto, E.
dan Kelelahan Akibat Kerja Pada
2007.Studi Desain Dapur Ergonomis
Karyawan Bagian Penjahitan Perusahaan
Untuk Hunian Kecil Menggunakan Konsep
Konveksi PT. Mondrian Klaten Jawa
Interaksi Keluarga. Retrieved February
th Tengah. Unpublished Theses. Semarang:
26 , 2012 from Sumber:
Prgram Studi Psikologi Fakultas
http://www.its.ac.id/
Kedokteran Universitas Diponegoro
personal/files/pub/2007-ellya.despro-
5%20-20ARTIKEL%20ILMIAH%20- .
%20DAPUR. pdf.
46