Anda di halaman 1dari 8

1. Setiap negara pasti memiliki suatu identitas yang membedekan dengan negara lainnya.

Identitas tersebut dikenal sebagai identitas nasional. Dilansir dari buku Pendidikan
Kewargenagaraan (2020) karya Damri dan Fauzi Eka Putra, identitas nasional merupakan
suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofi membedakan bangsa
tersebut dengan bangsa lain. Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat
buatan karena identitas nasional dibuat, dibentuk, dan disepakati oleh suatu warga bangsa
sebagai idetitasnya. Sementara bersifat sekunder karena identitas nasional lahir
belakangan jika dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang telah memiliki
identitas primer yang berbeda-beda. Identitas nasional erat kaitannya dengan bagaimana
suatu bangsa terbentuk secara historis. Bentuk identitas nasional bangsa Indonesia
Identitas nasional bangsa Indonesia tercipta dari berbagai nilai-nilai kultural suku bangsa
yang ada di setiap daerah. Nilai-nilai kultural tersebut kemudian dihimpun menjadi satu
kesatuan yang akhirnya membentuk identitas nasional bangsa Indonesia.

Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2020) karya Rosmawati dan Hasanal


Mulkan, dijelaskan bentuk-bentuk identitas nasional bangsa Indonesia, yaitu:
Bahasa nasional atau bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia. Bendera negara, yaitu
Sang Merah Putih. Lagu Kebangsaan, yaitu Indonesia Raya. Lambang negara, yaitu
Garuda Pancasila. Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Dasar falsafah negara,
yaitu Pancasila. Konstitusi negara, yaitu UUD 1945. Bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Konsepsi Wawasan Nusantara. Kebudayaan daerah
yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional. Bagi bangsa Indonesia, identitas
nasional merupakan hal yang sangat penting karena telah memiliki dasar yang sangat
kuat, berupa pancasila dan UUD 1945. Lebih lanjut, Muhammad Ridha Iswardhana
dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2020),
menjelaskan pentingnya identitas nasional bagi bangsa Indonesia, yaitu:

Menunjukkan keberadaan dan eksistensi bangsa Indonesia. Menjadi penciri yang mudah
dikenali dan membedakan dalam pergaulan antar bangsa (hubungan internasional).
Melindungi jadi diri bangsa dan negara Indonesia seiring dengan adanya tantangan
globalisasi. Menjaga eksistensi negara dalam hubungan internasional. Maksudnya adalah
identitas nasional yang terwakili oleh negara maupun masyarakat Indonesia dalam
interaksi berbagai bidang mampu menunjukkan bahwa negara Indonesia benar-benar
terwujud.
2. Prof. Notonagoro untuk mencari asal mula Pancasila menggunakan teori causalitas (sebab
akibat). Berdasarkan teori causalitas tersebut, causa materialis Pancasila berasal dari adat
kebiasaan, kebudayaan dan agama yang ada di Indonesia (Notonagoro, 1975: 32). Dengan
demikian, tidak dapat diragukan bahwa dasar negara yang kita miliki digali dari nilai yang
terdapat dalam masyarakat. Nilai tersebut tersebar pada masyarakat, digunakan untuk
mengatur kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak, diragukan lagi bahwa Pancasila
sebenarnya merupakan budaya dan pembudayaan bangsa Indonesia yang perlu dipahami secara
ilmiah oleh bangsa Indonesia. 1. Adat-istiadat Sebelum melihat sejauh mana implementasi adat-
istiadat dalam Pancasila, dan bagaimana bentuk konkretnya dalam sila-sila Pancasila terlebih
dahulu diuraikan karakteristik adat-istiadat tersebut. Pada pokoknya adat-istiadat merupakan
urusan kelompok; tidak ada adat-istiadat orang seorang. Seseorang mengikuti adat-istiadat
bersama dengan orang lain; adat-istiadat sekaligus merupakan urusan masyarakat. Masyarakat
ini kadang-kadang mempunyai pembatasan yang agak cermat, misalnya, sebuah suku atau satu
persekutuan pedesaan yang masih tertutup di dalam masyarakat yang bersifat sangat agraris.
Sebuah persekutuan merupakan objek maupun subjek adatistiadat tidak ada pemisah di antara
kedua hal ini, bahkan keduanya tepat bersamaan. Artinya, persekutuan tunduk kepada adat-
istiadat, namun juga merupakan pendukungnya serta mempertahankannya (de Vos, 1987: 42).
Dengan diambilnya adat-istiadat sebagai unsur sila Pancasila, memang sangat tepat, sebab para
pemimpin kita yang merumuskan sila-sila Pancasila mengharap negara yang berdasarkan
Pancasila merupakan negara kekeluargaan, bukan negara yang bersifat orang perorangan.
Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang ditanamkan dari atas, melainkan merupakan
manifestasi moralitas publik. Artinya, dimensi otoritas dan tradisi seharusnya melenturkan diri
sefleksibel mungkin, sehingga publik pun berpartisipasi dalam diskursus tentang nilai-nilai dasar
Pancasila itu (Lanur, 1995: 11). Karakteristik lain dari adat-istiadat. Orang tidak lagi
mempertanyakan tentang asal-usul serta apa yang hendak dicapai oleh adat-istiadat, melainkan
orang mematuhi secara diam-diam dan tanpa mempersoalkannya. la diterima dan dipatuhi
sebagai sesuatu yang wajar. la tidak memerlukan dasar pembenaran; palingpaling kehendak
Tuhan merupakan dasar pembenarannya (de Vos, 1987: 43). Dari kedua karakteristik adat-
istiadat di atas, sudah sangat jelas maksud dan tujuannya. Di samping itu, tampaknya
adatistiadat memiliki karakteristik yang universal, artinya berlaku untuk adat istiadat dimana
pun dengan tidak melihat di mana tempat keberadaannya. Dengan demikian, adat-istiadat
bangsa kita memiliki karakteristik tersebut. Koentjaraningrat (1974) setelah membedakan
antara kebudayaan dengan adat menyatakan. Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan. Secara
lengkap wujud itu dapat kita sebut adat tata kelakuan, karena adat itu berfungsi sebagai
pengatur kelakuan. Adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkat, ialah
(i) tingkat nilai budaya,

(ii) tingkat norma-norma,

(iii) tingkat hukum,

(iv) tingkat aturan khusus (Koentjaraningrat, 1974: 20). Dari deskripsi singkat tentang seluk-
beluk adat-istiadat kita dapat mencoba melihat transfonnasi nilai adat-istiadat yang terdapat di
seluruh Nusantara ini ke dalam sila-sila Pancasila. Perlu ditegaskan adat-istiadat yang dimaksud
di sini berhubungan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan ketatanegaraan. Sebab, tidak
semua bentuk adat-istiadat tersebut ditransformasikan ke dalam sila-sila Pancasila. 2.
Kebudayaan Causa materialis kedua Pancasila adalah budaya atau kebudayaan bangsa. Dari segi
etimologisnya; kata "Kebudayaan" berasal dari kata Sanskerta budhayah, ialah bentuk jamak
dari budhi yang berarti "budi" atau "akal". Demikian, kebudayaan itu dapat diartikan "hal-hal
yang bersangkutan dengan budi dan akal" (Koentjaraningrat, 1974: 19). Mengikuti arti
etimologis kebudayaan, ternyata kebudayaan sangat luas aspeknya. Kebudayaan merupakan
hasil dari akal budi, dengan demikian keseluruhan hasil akal manusia, seperti ilmu, teknologi,
ekonomi dan lain-lain termasuk kebudayaan. Seiring dengan itu, JWM Bakker dalam mencari
definisi kebudayaan menyatakan sekurang-kurangnya terdapat tujuh kategori arti kebudayaan,
masing-masing sebagai berikut.
a) Ahli sosiologi mengerti kebudayaan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan
lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat.
b) Ahli Sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai warisan
sosial atau tradisi.
c) Ahli Filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan terutama pembinaan nilai
dan realisasi cita-cita.
d) Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, kelakuan.
e) Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian (adjustment) manusia kepada alam
sekelilingnya, kepada syarat hidup (Bakker, 1984: 27-28). Dari berbagai pengertian di atas, dapat
disimpulkan. Pertama, kebudayaan merupakan hasil olahan akal manusia tentang alam ini.
Dalam arti ini, maka setiap produk akal manusia disebut kebudayaan seperti ilmu, teknologi,
ekonomi, seni, dan lain-lainnya. Kedua, pengertian kebudayaan dapat ditinjau dari berbagai
disiplin ilmu, tergantung dari segi mana kebudayaan tersebut dilihat. Dengan demikian,
pengertian tersebut belum dapat memberikan gambaran kepada kita tentang kebudayaan
daerah yang diangkat menjadi sila-sila Pancasila. Untuk itu perlu dilihat aspek lain dari
kebudayaan, yang merupakan unsur kebudayaan. Mengutip pendapat B. Malinowski,
kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal, yaitu:
(1) Bahasa,
(2) Sistem teknologi,
(3) Sistem mata pencaharian,
(4) Organisasi sosial,
(5) Sistem pengetahuan,
(6) Religi,
(7). Kesenian

3. 1. Penerapan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Bintang emas merupakan simbol sila pertama dalam pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha
Esa". Sila pertama sangat mengutamakan aspek ketuhanan dalam setiap segi kehidupan kita.
Berikut ini contoh penerapan Pancasila, khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa, dalam
kehidupan sehari-hari:
1. Memiliki satu agama dan menjalankan peribadatan dari agama tersebut. Kepemilikan terhadap
agama tersebut harus diikuti dengan ketakwaan pada Tuhan.
2. Menjalankan agama dengan tetap memperhatikan kondisi di sekitar dan tidak mengganggu
ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat.
3. Menjaga toleransi atau saling hormat menghormati di antara umat beragama agar tercapai
kedamaian dan kenyamanan bersama.
4. Saling bekerja sama antarumat beragama dalam hal yang bersifat memajukan kepentingan
umum, misalnya kerja bakti atau gotong royong di desa.
5. Tidak memaksa seseorang untuk menganut agama tertentu karena sesuai UUD 1945, setiap
orang berhak untuk memilih dan memeluk agama sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
2. Penerapan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Rantai emas menjadi lambang dari sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan
beradab". Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mewakili keinginan Bangsa Indonesia untuk
berada di posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Di bawah ini beberapa contoh penerapan Pancasila sila kemanusiaan yang adil dan beradab:
1. Menghargai perbedaan di tengah masyarakat yang terdiri dari banyak suku, agama, ras, dan
adat istiadat.
2. Senantiasa menjaga adab atau kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti kita dalam
berbagai kondisi.
3. Tidak melakukan diskriminasi pada siapa pun. Diskriminasi yang dimaksud ialah membeda-
bedakan sesama warga negara, baik perbedaan karena tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, dan
lain sebagainya.
4. Berani untuk menyampaikan kebenaran dan menegur kesalahan seseorang sesuai dengan adab
yang berlaku di tengah masyarakat.
5. Menjaga keseimbangan dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban. Jangan sampai hak dan
kewajiban kita mencederai hak dan kewajiban orang lain.

3. Penerapan Sila Persatuan Indonesia

Pohon beringin menjadi simbol sila ketiga yang berbunyi "Persatuan Indonesia". Persatuan di
antara rakyat Indonesia merupakan kekuatan dasar dalam mempertahankan keamanan dan
pertahanan Indonesia dari ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri.
Berikut ini beberapa contoh penerapan Pancasila sila Persatuan Indonesia:
1. Cinta terhadap Tanah Air demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Mencintai dan mengonsumsi produk dalam negeri agar perekonomian menjadi lebih maju.
3. Mengutamakan segala kepentingan negara yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan
pembangunan nasional Indonesia.
4. Berusaha untuk menghasilkan prestasi yang dapat membanggakan bangsa Indonesia, baik di
tingkat nasional maupun internasional.
5. Meningkatkan kreativitas dan inovasi dari diri sendiri untuk memajukan bangsa Indonesia.
Memperluas pergaulan dengan orang-orang baru dari berbagai daerah.
4. Penerapan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat/Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan

Kepala banteng merupakan simbol sila keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Kepala banteng
menjadi perumpamaan manusia dalam mengambil keputusan, yakni yang harus dilakukan secara
tegas.

Sila keempat juga bisa dikatakan mewakili semangat demokrasi yang menjadi bentuk
pemerintahan Indonesia. Berikut ini contoh penerapan sila keempat:

1. Mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan


setiap permasalahan dalam kehidupan kita, apabila hal tersebut berkenaan dengan kepentingan
dua orang atau lebih.

2. Ikut serta dalam pemilihan umum dengan menggunakan hak pilih serta mengajak orang lain
untuk menggunakan hak pilihnya.

3. Mencalonkan diri atau mengajukan seseorang untuk menjabat suatu jabatan tertentu sebagai
salah satu perwujudan demokrasi.

4. Tidak melakukan paksaan pada orang lain agar menyetujui apa yang kita katakan atau
lakukan. Begitu pula sebaliknya, tidak ada yang dapat memaksakan kehendaknya pada kita.

5. Menghormati hasil musyawarah sekalipun bertentangan dengan pendapat kita dan


melaksanakannya dengan sepenuh hati.

6. Mengawasi dan memberikan saran terhadap jalannya penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang
dilakukan oleh pemerintah.

5. Penerapan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Padi dan kapas menjadi simbol sila kelima atau terakhir, yang berbunyi "Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia". Adanya sila tersebut diharapkan bisa mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat.

Di bawah ini beberapa contoh penerapan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:

1. Senantiasa berusaha sebaik mungkin untuk membantu orang-orang yang sedang dilanda
kesulitan.
2. Meningkatkan kesadaran sosial dengan mengadakan kegiatan yang membantu sesama, seperti
bakti sosial, donor darah, konser amal, dan lain sebagainya.

3. Berusaha untuk adil dalam aktivitas apa pun yang kita lakukan dan seperti apa saja orang yang
kita hadapi. Jangan sampai kita memberikan perlakuan yang tidak adil pada siapapun.

4. Tidak mengganggu orang lain, apa pun yang sedang kita lakukan. Menegur siapa saja yang
mengganggu ketertiban umum dan keamanan di tengah masyarakat.

5. Menghargai karya atau hasil ciptaaan orang lain. Hargai pula karya yang kita hasilkan sendiri.

6. Berani memperjuangkan keadilan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dan
membantu orang lain untuk memperjuangkan keadilan.

4. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap warga Negara. Baik itu
pendidikan formal melalui lembaga resmi seperti sekolah, ataupun pendidikan diluar sekolah
atau masyarakat. Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk generasi penerus
bangsa yang cerdas dan handal dalam pelaksanaan pembangunan kehidupan bangsa. Sesuai
dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pada pasal 3 menyatakan
bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada tuhan
yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memperhatikan isi UU Nomor 20 tahun 2003
tersebut maka dapat dipastikan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan
pendidikan bangsa suatu. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menyiapkan manusia
agar mampu mandiri, mengembangkan potensi diri, dan dapat menjadi angggota masyarakat
yang berdaya guna dalam pembangunan bangsa. Salah satu tuntutan mendasar yang dihadapi
dunia pendidikan saat ini adalah peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian, sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dalam memenuhi tuntutan tersebut untuk
selalu meningkatkan mutu pendidikan. Mutu pendidikan sebagian besar ditentukan oleh mutu
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang efektif dapat membuat siswa lebih tanggap
terhadap materi yang disampaikan di depan kelas, serta apabila dalam proses pembelajaran setiap
elemen, berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa tenang, puas dengan hasil pembelajaran,
membawa kesan, sarana dan prasarana yang memadai serta materi, metode dan media yang
sesuai. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran efektif adalah
pembelajaran yang berorientasi pada program pembelajaran berkenaan dengan usaha
mempengaruhi, memberi efek yang dapat membawa hasil sesuai dengan tujuan maupun proses
yang ada di dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran disekolah guru adalah sumber yang
menempati possisi utama dan memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Guru juga
penentu dalam keberhasilan proses belajar dan hasil belajar. Untuk mendapatkan hasil yang baik,
kualitas seorang guru merupakan hal utama yang perlu diperhatikan. Kualitas seorang guru dapat
terlihat dari beberapa aspek, salah satunya pada keterampilan mengelola kelas dan memasukkan
nilai-nilai yang dapat menunjang hasil belajar dari siswa tersebut. Ketepatan penguasaan kelas
yang dimiliki oleh seorang guru dapat menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih nyaman
dan menarik sehingga dapat meningkatkan motivasi, kerjasama, serta keaktifan belajar siswa.
Proses pembelajaran yang diberikan guru di kelas inilah yang nantinya dapat diterapkan siswa
dalam pergaulan sehari-hari dengan teman, lingkungan, maupun keluarga. Proses pembelajaran
di kelas yang dilakukan oleh seorang guru, harus mampu memberikan nilai-nilai positif yang
dapat diterapkan oleh siswa, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam tiap butir pada
siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga
tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik
kewarganegaraan mempunyai peranan yang penting untuk menjadikan siswa sebagai warga
Negara yang baik dan mengerti cara bertingkah laku dan bergaul dengan lingkungan sekitar.
Nilai moral merupakan nilai yang penting bagi kehidupan manusia, baik sebagai makhluk
pribadi, makhluk Tuhan, maupun makhluk sosial. Nilai moral merupakan nilai yang digunakan
sebagai dasar, tuntunan, dan tujuan manusia dalam kehidupannya. Nilai moral yang terkandung
didalam pendidikan kewarganegaraan dapat mendukung siswa untuk dapat bergaul dengan
teman sebaya dan lingkungan. Agar pendidikan moral dapat diimplementasikan dan tercapai
sesuai harapan bangsa diperlukan rasa memiliki (sense of belonging) dasar konsep pendidikan
moral,diperlukan rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama (sense of solidarity) , dan
diperlukan rasa bertanggung jawab (sense of responsibility ) terhadap dasar konsep pendidikan
moral itu sebagai bahan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk mengamalkan nilai ±
nilai luhur Pancasila. mengenali nilai ± nilai dan menempatkannya secara integral dalam konteks
keseluruhan hidupnya. Pendidikan semacam ini semakin penting dan menempati posisi sentral
karna tingkat kadar persatuan dan kesatuan terutama yang berkaitan dengan kesadaran akan nilai
± nilai dalam masyrakat akhir ± akhir ini cenderung terjadi seperti, tawuran antar pelajar, asusila,
hilangnya rasa gotong royong ditengah masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan nilai moral
berkaitan erat dengan kebaikan, yang ada dalam suatu sikap dan tingkah laku. Suatu sikap dan
tingkah laku itu bisa dianggap baik tetapi tidak bernilai bagi seseorang dalam suatu konteks
peristwa tertentu. Ada gejala bahwa pendidikan dalam pengajaran ditekankan segera untuk
memperoleh keterampilan. Keterampilan memang bermanfaat untuk jangka pendek, tetapi
melupakan pembinaan sikap sebagai manifestasi pendidikan moral yang justru diperlukan bagi
pembinaan hidupnya. Akibatnya peserta didik berlomba ±lomba berlatih dalam bidang tertentu
demi sukses pribadi tanpa memikirkan efek samping dan akibat yang ditimbullkannya.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan secara observasi oleh peneliti pada hari
senin tanggal 10 februari 2014, pukul 09.00 kondisi SMP Negeri 2 Way Kenanga yang menjadi
fokus penelitian memiliki permasalahan yang sama. Latar belakang pengetahuan, lingkungan
keluarga, tempat tinggal, dan kebiasaan siswa yang beragam menjadikan SMP ini memiliki
permasalahan terhadap siswa yang melakukan kenakalan dilingkungan sekolah, seperti tidak
mematuhi tata tertib, mengganggu, dan menjahili teman saat proses belajar mengajar
berlangsung sehingga kegiatan belajar mengajar dikelas menjadi kurang efektif. Materi pelajaran
pendidikan kewarganegaraan kelas VIII tentang nilai-nilai Pancasila telah dipelajari di semester
ganjil. Materi pelajaran nilai-nilai Pancasila ini menekankan pada aplikasinya dalam berbagai
kehidupan siswa, tujuannya adalah siswa dapat menerapkan dalam kehidupan, khususnya
dilingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga. Siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Way
Kenanga masih banyak yang melakukan perilaku yang bertentangan dengan nilainilai Pancasila
meskipun telah mempelajari tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Masih banyak
perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang dilakukan oleh siswa-siswi di SMP
Negeri 2 Way Kenanga. Mulai dari mengejek teman, apakah dikarenakan kesalahan yang kecil
ataupun karena tingkah laku mereka dikelas sehingga menimbulkan kekacauan yang membuat
suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif. Tidak menghargai pendapat teman di kelas, baik
pada saat diskusi maupun Tanya jawab di kelas. Banyak dari siswa-siswi di SMP Negeri 2 Way
Kenangaini yang kurang menghargai keberadaan guru dikelas, banyak alasan yang disampaikan
oleh siswa-siswi tersebut, mulai dari kelincahan guru dalam menyampaikan pembelajaran di
kelas sampai suara guru dikelas yang dianggap kurang jelas, kebanyakan dari mereka hanya
takut kepada guru apabila guru tersebut galak. Di SMP Negeri 2 Way Kenanga sendiri terdapat
bermacam-macam agama, yaitu, islam, hindu, Kristen, dan tidak sedikit dari mereka yang
membeda-bedakan itu semua, sehingga terjadi pengelompokan yang membuat agama minoritas
sering merasa tersinggung dengan agama mayoritas, bahkan sampai menjahili teman yang
berbeda agama pada saat pembelajaran berlangsung. Keadaan atau kondisi tersebut, masih
terdapat masalah atau hambatan dalam internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui pembelajaran
PKn di sekolah. Seyogyanya pembelajaran PKn di sekolah mampu menginternalisasikan nilai-
nilai Pancasila melalui tahap-tahap sebagai berikut; tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai
dan tahap trans internalisasi. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di SMP Negeri 2 Way
Kenanga, Maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul mengenai: Analisis Internalisasi
NilaiNilai Pancasila Dalam Pembelajaran PKn Di Kelas VIII Semester Genap Di SMP N 2 Way
Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2013/2014

Anda mungkin juga menyukai