Kelompok 1 B
Dosen Pengampu:
PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia dan
Psikologi” untuk memenuhi tugas mata kuliah Kode Etik. Shalawat serta salam tidak lupa
kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari jalan
kegelapan menuju jalan yang terang.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber sehingga dapat mempermudah kami dalam membuat dan menyusun
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
pembaca. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Kelompok 1
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 2
BAB II 3
2.1. Memahami Manusia Melalui Pendekatan Psikologi Fenomenologi dan
Eksistensialisme 3
2.1.1. Pendekatan Fenomenologi 4
2.1.2. Pendekatan Eksistensialisme 4
2.2. Pendekatan Fenomenologi dan Eksistensialisme dalam Psikologi 5
2.3. Manusia: Verstehen dan Erklaren 6
2.4. Psikologi sebagai Ilmu 7
2.5. Psikologi sebagai Seni 8
2.6. Psikologi adalah Ilmu dan Seni 9
BAB III 11
3.1. Kesimpulan 11
DAFTAR PUSTAKA 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap individu memiliki ciri khas masing-masing sehingga hal inilah yang dapat
membedakannya dengan individu lainnya atau disebut juga dengan individual
differences. Sebagai manusia, individu juga memiliki peran di kehidupan sosial sehingga
sering disebut dengan makhluk sosial. Lingkungan sosial sangat berperan bagi manusia
untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu, faktor sosial maupun biologis juga
berpengaruh pada pola tingkah laku manusia.
Seorang psikolog memahami kliennya tidak dilihat hanya dari satu sisi saja,
melainkan secara keseluruhan. Pemahaman psikolog terhadap kliennya dapat dilihat
dari segi budaya atau pengalaman yang dimiliki oleh klien tersebut. Hal inilah yang
membuat psikologi dapat dikatakan sebagai seni sehingga sebagai psikolog dibutuhkan
kemampuan untuk menyeimbangkan perannya sebagai ilmuwan dan sebagai praktisi.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang manusia dalam sudut
pandang psikologi serta bagaimana psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu dan seni.
Selain itu, makalah ini juga akan membahas tentang kemampuan yang dibutuhkan bagi
psikolog untuk memahami kliennya.
1
3. Bagaimana konsep manusia dalam psikologi?
4. Bagaimana pemahaman te ntang psikologi sebagai ilmu, seni, maupun sebagai ilmu
dan seni?
1.3. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bidang psikologi, upaya untuk memahami manusia tidak dapat dilepaskan dari
bagaimana cara pandang yang diterapkan untuk mengakui eksistensi manusia itu sendiri.
Terutama ketika manusia dilihat sisi hubungan interpersonal antara psikolog (baik praktisi
maupun ilmuwan) melalui interaksi dengan kliennya.
Salah seorang Guru Besar Psikologi di Indonesia yang mendalami terkait Psikologi
Sosial dan Filsafat, Fuad Hasan (1929-2007) juga memberikan gambaran bahwa filsafat
merupakan bentuk ikhtiar manusia untuk memahami berbagai manifestasi kenyataan
melalui upaya berpikir sistematis, kritis dan radikal. Intinya, filsafat mengajarkan kita untuk
dapat berpikir secara teratur sembari menilai suatu hal secara mendasar.
Melalui proses berpikir seperti inilah kita dapat mencapai wawasan (insight) yang
jelas terkait berbagai gejala baik yang tampak sebagai fakta, maupun yang berlangsung
sebagai suatu bentuk rangkaian peristiwa (process). Jadi seorang psikolog harus memiliki
kedua capaian ini untuk bisa membantu kliennya yaitu mempunyai wawasan tentang klien
ataupun permasalahan yang dihadapi serta pemahaman terhadap proses yang dialami klien.
3
Tanpa memahami kedua poin penting ini, seorang psikolog tidak dapat memberikan
bantuan yang sesuai kepada klien.
Pada awal abad ke-20 muncul dua gerakan dalam bidang filsafat, yaitu pendekatan
fenomenologi dan eksistensialisme. Kedua pendekatan ini ikut memberi pengaruh ke dalam
bidang psikologi melalui jalur psikologi humanistik yang merupakan kekuatan ketiga dalam
bidang psikologi setelah psikoanalisis dan behaviorisme.
4
Pendekatan eksistensialisme mencoba menjelaskan cara untuk memahami manusia
sebagai makhluk yang eksis di dunia dengan menekankan pada kebebasan dan tanggung
jawab individu. Jadi gagasan ini meyakini bahwa manusia bukan esensi melainkan eksistensi,
manusia bukan hanya meng-ada (being) melainkan suatu peristiwa (becoming) yang terus
menerus. Oleh sebab itu, dalam memahami manusia perlu untuk melihat individu tersebut
secara keseluruhan, bukan hanya sepenggal dari apa yang ia tampilkan saat ini. Ketika
mengkaji mengapa individu menyatakan atau melakukan sesuatu, maka perlu dipahami dari
sejarah panjang kehidupan yang dilaluinya, serta berbagai kejadian yang melatarbelakangi
perilaku tersebut.
Terdapat delapan poin yang perlu dipahami terkait cara pandang pendekatan
fenomenologis dan eksistensialisme terhadap manusia, yaitu:
5
1) Prinsip dasar eksistensialisme adalah eksistensi mendahului esensi. Maksudnya apa
dan bagaimana yang dilakukan manusia itu lebih penting daripada siapa atau apakah
dirinya.
2) Manusia adalah objek sekaligus subjek dari dan bagi dirinya. Manusia adalah
makhluk yang sekaligus berfikir dan bertindak (thinking as well as acting beings).
3) Manusia termotivasi untuk mencari jawaban akan pertanyaan-pertanyaan penting
yang berhubungan dengan makna hidupnya.
4) Manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pada derajat yang sama.
5) Kebebasan eksistensial adalah kebebasan untuk bertindak, kebebasan untuk
bergerak secara bebas untuk mencapai tujuan konkretnya.
6) Kebebasan esensial adalah kebebasan untuk menjadi “ada”, meliputi berfikir,
membuat rencana, dan memiliki harapan.
7) “Mengada-dalam-dunia” (das sein) adalah keseluruhan eksistensi manusia yang di
pahami melalui penyelidikan terhadap “fenomena mengalami” seseorang secara
langsung.
8) Modus/cara “mengada-dalam-dunia” diungkapkan melalui tiga ranah-dunia:
Berdasarkan delapan poin diatas, maka seorang psikolog diharapkan untuk mampu
menerima klien sebagai pribadi yang utuh, karena sebagai manusia, klien memiliki
kebebasan dan latar belakang sejarah kehidupan yang tidak bisa diubah.
Kata person mencakup beberapa ciri dari manusia yaitu dimana dihubungkan dengan
keunikan individu atau lebih dikenal dengan individual differences, manusia adalah makhluk
yang utuh, mencakup unsur rohani yang memperkaya dan membuat kehidupan menjadi
person unik dan manusia sebagai person yang dinamis. Sebagai person manusia mempunyai
6
harga diri yang disebut sebagai martabat, dimana martabat manusia tidak mengalami
perubahan selama individu merupakan manusia (Kusmaryanto, 2015). Ini berbeda dengan
harkat dimana mengandung pengertian dari derajat, taraf, mutu, dan ditinggikan
(Kusmaryanto, 2015).
Psikologi sebagai ilmu empiris mencakup dua pendekatan yaitu pendekatan induktif
dan deduktif. Pendekatan induktif mencakup keterlibatan pengalaman yang khusus dialami
subjek sedangkan pendekatan deduktif mencakup proses penalaran yang menyimpulkan
dimana suatu yang lebih umum secara implisit terkandung pengetahuan yang lebih khusus.
Kedua pendekatan ini selalu berdampingan dan membentuk siklus empiris yang bermula
dari teori yang dianggap sebagai jawaban dari suatu permasalahan. Jawaban ini akan
melalui pengujian verifikasi yang dilakukan melalui uji hipotesis. Pada uji hipotesis
diperlukan pendekatan dan proses eksplanasi (erklaren).
Manusia memiliki dunia dalam (inner world) yang tak teraba (intangible),yang
menjadi faktor untuk berekspresi dan motivasi. Oleh karena itu, pendekatan pemahaman
(verstehen) berguna untuk menelusuri kehidupan dunia yang bersifat subjektif bersamaan
dengan pendekatan eksplanasi (erklaren).
Menurut kesan Hastjarjo yang merupakan seorang guru besar di Fakultas Psikologi
UGM, psikologi adalah disiplin ilmu di masa lalu yang terkotak-kotak, terpecah, tersekat-
sekat, dan terfragmentasi. Kesan ini terbentuk karena beberapa alasan, yaitu (Sutojo &
Hidajat, 2018):
7
4. Paradigma yang mempunyai asumsi dasar kontradiktif saling bersaing
memperebutkan pengaruh dan terdapat banyak perbedaan filsafat yang belum
terpecahkan. Konsep psikologi juga banyak yang mengalami tumpang tindih.
Selain itu, Alex Berezow sebagai seseorang yang bergerak dalam bidang mikrobiologi
mempertanyakan psikologi sebagai ilmu dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Why
Psychology Isn’t Science”. Menurut Berezow (dalam Sutojo & Hidajat, 2018), terdapat lima
syarat suatu ilmu pengetahuan, yaitu:
2. Reproducibility, yaitu bisa diulang dan hasil yang didapatkan tetap sama.
3. Predictability and testability, yaitu ada pola tertentu untuk memprediksi suatu
kejadian serta adanya hipotesis untuk diuji.
4. Clearly defined terminology, yaitu perlu adanya definisi istilah yang berlaku
umum di seluruh belahan dunia.
8
bahwa pendekatan filsafat fenomenologi diperlukan sebagai dasar metodologi dan cara
pandang dalam psikologi dengan lebih tepat.
9
2.6. Psikologi adalah Ilmu dan Seni
Psikologi tidak dapat dilepaskan dari dua sisi, baik ilmu maupun seni. Seorang
psikolog akan dituntut agar memiliki keseimbangan antara rasio dan intuisi dalam
memandang kliennya. Psikologi menyediakan pengetahuan, teori, konsep, dan falsafah
untuk memahami manusia. Di sisi lain, dibutuhkan keterampilan, kepekaan dalam observasi
dan wawancara, kemampuan diagnostic dan interpretasi yang memadai.
Tidak selalu klien menyetujui apa yang disarankan oleh psikolog, dan belum tentu
klien mau segera terbuka terhadap konselornya. Banyak yang memiliki pertahanan diri
untuk sampai bersedia menceritakan semua peristiwa dan masa lalu yang mungkin tidak
menyenangkan. Di sini, dibutuhkan sisi seni dari psikolog, yaitu kemampuan untuk
merasakan jarak yang diciptakan klien dan mengatasinya dengan rapport yang membuat
klien merasa nyaman. Jika di sisi psikologi sebagai ilmu sangat penting untuk memahami
mengapa suatu hal terjadi, maka di sisi psikologi sebagai seni perlu dilatih kepekaan untuk
mengenal dan memahami bagaimana suatu perilaku tertentu terbentuk secara nyata hingga
terlihat.
10
Nilai yang diyakini seorang psikolog bisa berbeda dengan nilai yang diyakini kliennya.
Untuk itu, seorang psikolog perlu memahami shared human values. Psikolog harus peka
mana nilai yang berlaku umum dan mana hanya berlaku untuk suatu masyarakat atau
kelompok tertentu. Berkaitan dengan perbedaan nilai maupun norma antara psikologi dan
kliennya atau dengan sesama rekan psikolog lainnya, maka yang dianggap mampu
mencegah terjadinya pelanggaran adalah Kode Etik Profesi. Dalam psikologi, Kode Etik
Profesi berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara psikologi sebagai ilmu dan sebagai
seni.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam bidang psikologi, upaya untuk memahami manusia tidak dapat dilepaskan dari
bagaimana cara pandang yang diterapkan untuk mengakui eksistensi manusia itu sendiri.
Jadi, sebagai seorang psikolog harus memiliki dua capaian yaitu insight dan process untuk
bisa membantu kliennya karena tanpa memahami kedua poin penting ini, seorang psikolog
tidak dapat memberikan bantuan yang tepat kepada klien. Selain itu, pendekatan
fenomenologis dan eksistensialisme memberikan implikasi dalam cara pandang terhadap
manusia. Seorang psikolog harus memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan perannya
sebagai ilmuwan maupun sebagai praktisi. Selain itu seorang psikolog juga perlu memahami
shared human values untuk memahami suatu perbedaan nilai dengan kliennya. Untuk
mencegah adanya pelanggaran karena perbedaan ini, maka dibutuhkannya Kode Etik Profesi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Sutojo, N. N., & Hidajat, L. L. (2018). Etika psikologi; Menilik nurani psikolog indonesia.
Kompas Media Nusantara: Jakarta.
12