Anda di halaman 1dari 21

KARAKTERISTIK KONSELOR DALAM KONSELING LINTAS

BUDAYA

Hartika Utami Fitri ( 05515046)


Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
hartikautamifitri@yahoo.com

Abstrak

Sebagai sebuah profesi yang menyeluruh konseling tidak pernah mengenal perbedaan
Konselor dan klien yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena
itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak
konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif,
maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari
bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki
keterampilan-keterampilan yang responsive secara kultural. Dengan demikian, maka
konseling dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara
konselor dan klien (Dedi Supriadi, 2001:6).
Untuk mencapai efektifitas proses konseling, konselor harus memahami dirinya
sendiri, termasuk bias- bias budaya yang ada pada dirinya.Problem ini tidak terlalu
mengemuka dalm mendeskripsikan objek jika dibandingkan dengan mendeskripsikan
orang.
Dapat diasumsikan bahwa semakin banyak kesesuaian (congruence) antara konselor
dengan klien dalam hal- hal tersebut (baik yang psikologis maupun yangg sosial
budaya) maka akan semakin besar kemungkinan konseling akan berjalan efektif,
demikian juga sebaliknya.
klien tidak hanya dipahami dalam terminologi psikologis murni, tapi juga dipahami sebagai
anggota aktif dari sebuah kultur. Perasaan, pengalaman, dan identitas dari klien dipandang
dibentuk oleh mileu kultural

PENDAHULUAN

Peran konselor dalam proses memandirikan individu merupakan peran yang sangat
penting dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu dalam proses layanan konseling
yang diberikannya, konselor tentu perlu untuk memiliki pemahaman yang mendalam
terhadap konselinya. Pemahaman tersebut mencakup hal-hal yang ada dalam dirinya
sendiri dan juga konselinya. Kesadaran akan perbedaan yang dimiliki
Ujian Akhir Semester
Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
antara keduanya menjadi salah satu cara yang penting untuk menjaga hubungan dan
interaksi dalam proses konseling. Ekspektasi kinerja konselor dalam memberikan
layanan konseling akan selalu digerakkan oleh motif altruistic dalam arti selalu
menggunakan penyikapan yangempatik, menghormati keberagaman, serta
mengedepannya kemashalatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu
mencermati kemungkinan dampak jangkapanjang dari tindak pelayanannya itu
terhadap pengguna pelayanan, sehingga pelayanan professional ini dinamakan “the
reflective practitioner”(Depdiknas, 2008).

Penting bahwa konselor memahami budaya mereka sendiri dalam rangka untuk
bekerja dengan klien tanpa memaksakan nilai-nilai mereka, menyinggung klien, atau
perilaku nonverbal klien yang salah diinterpretasikan. Untuk menghindari terjadinya
kesalahapahaman atau ketidakmengertian maka konselor harus memiliki kesadaran
akan perbedaan yang terjadi tersebut agar klien dapat merasa nyaman. Kesadaran akan
perbedaan budaya yang dimiliki konselor dapat membantu dan mendidik tidak hanya
konselor namun juga klien terkait dengan budaya masing-masing. Sehingga hal
tersebut dapat membantu keduanya untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah klien
atau dalam lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan klien.

Berkaitan dengan hal diatas, penting bagi konselor memiliki kompetensi yang akan
memberikan arah dalam pelaksanan konseling dengan keberagaman budaya
konselinya. Refleksi terhadap praktek konseling tentu akan melibatkan pemahaman
dan kesadaran konselor terhadap budaya yang dimilikinya dan konselinya.

Kesadaran budaya (cultural awareness) merupakan salah satu dimensi yang


penting untuk dimiliki oleh konselor. Dimensi ini perlu dimiliki oleh konselor agar
dapat memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa faktor budaya yang dimilikinyam
(ras, jender, nilai-nilai, kelas sosial, dan lain-lain) akan mempengaruhi perkembangan
diri dan pandangan terhadap dirinya. Oleh karena itu perlu baginya untuk mengetahui
bahwa nilai dan perilaku yang dimilikinya akan berpengaruh kepada orang lain. Hal
tersebut secara substansial akan berdampak pada perkembangan manusia dan proses
konseling(Geilen et al, 2008)
Ujian Akhir Semester
Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
Kesadaran budaya (cultural awareness) sebagai salah satu dimensi penting dalam
memahami keragaman budaya. Hal ini akan membantu dalam memberikan makna
akan pemahaman terhadap perbedaan yang terjadi. Konselor sebagai pendidik
psikologis memiliki peran strategis dalam menghadapi keragaman dan perbedaan
budaya. Oleh karena itu, penting bagi konselor memiliki kompetensi dan menguasai
ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun intra pribadi dan lintas budaya.

tulisan ini membahas konselor dan kesadaran budaya (cultural awareness) yang
menjelaskan tentang kompetensi, kualitas dan pedoman (guidelines) konselor dan
teknik konseling yang digunakan konselor dalam menghadapi konseli yang berbeda
budaya

Kartadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagai pendidik psikologis, konselor harus


memiliki kompetensi dalam hal ini:

a. Memahami kompleksitas interaksi individu-lingkungan dalam ragam kontesk


sosial budaya. Ini berarti seorang konselor haru mempu mengakses,
mengintervensi, dan mengevaluasi keterlibatan dinamis dari keluarga,
lingkungan, sekolah, lembaga sosial dan masyarakat sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap keberfungsian individu di dalam sistem.
b. Menguasai ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun intra pribadi
dan lintas budaya. Kemampuan menguasai teknik-teknik treatmen tradisional
yang terdiri atas konseling individual dan kelompok harus diperluas ke arah
penguasaan teknik-teknik konsultasi, pelatihan dan pengembangan organisasi.
c. Menguasai strategi dan teknik asesmen yang memungkinkan dapat
difahaminya keberfungsian psikologis individu dan interaksinya dengan
lingkungan.
d. Memahami proses perkembangan manusia secara individual maupun secara
sosial. Sebagai seorang professional, konselor harus mampu
mengkonseptualisasikan dan mefasilitasi proses pertumbuhan melalui

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
pengembangan interaksi optimal antara individu dengan lingkungan. Konselor
harus bergerak melintas dari konsep static tentang “kecocokan
individulingkungan” kearah “alur individu-lingkungan” yang menekankan
kepada keterikatan pengayaan pertumbuhan antara individu dengan suatu
lingkunga belajar.
e. Memegang kokoh regulasi profesi yang terinternalisasi ke dalam kekuatan etik
profesi yang mempribadi.
f. Memahami dan menguasai kaidah-kaidah dan praktek pendidikan. Berdasarkan
penjelasan diatas terkait dengan kompetensi yang penting bagi seorang
konselor agar mampu memahami perkembangan manusia, kompleksitas
manusia yang memiliki keragaman baik dari konteks individu maupun sosial
budayanya.

Oleh karena itu, penting bagi konselor secara umum (tidak hanya untuk konselor
multikultural) dapat memiliki kesadaran budaya perlu memperhatikanberbagai hal
yang terkait dengan pemahaman individu dan lingkungan. Kesadaran budaya yang
perlu dimiliki konselor tentu diawali juga dengan pemahamannya terhadap
perbedaan budaya konseli. Patterson (2004) menyebutkan bahwa terdapat 2 jenis
perbedaan konseli yaitu accidential dan essential. Perbedaan budaya, etnik dan ras
merupakan suatu hal yang terjadi dengan tidak sengaja (misalnya tempat
dilahirkan). Namun, konseli juga memiliki kesamaan pada hal-halyang utama atau
hal yang pokok (essential) sebagai manusia. Oleh karena itu, konselor perlu
memiliki kualitas dasar dalam pelaksanaan konseling. Rogers (Patterson, 2004)
menyebutkan 5 kualitas dasar konselor yaitu:

a. Respect. Menghargai klien merupakan hal yang penting bagi konselor. Hal
ini termasuk memiliki kepercayaan kepada klien dan memiliki asumsi
bahwa klien memiliki kemampuan untuk mengambil tanggung jawab untuk
dirinya sendiri (termasuk selama proses konseling berlangsung), klien
memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan dan memutuskan dan
memecahkan masalahnya.

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
b. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata. Konselor perlu
untuk memiliki kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah
sosok yang nyata. Selain itu konselor harus sesuai dengan diri
sesungguhnya (kongruensi) ini berarti konselor betul-betul menjadi dirinya
tanpa kepalsuan.
c. Empathic understanding. Pemahaman yang empati lebih dari sekedar
pengetahuan tentang klien. Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia
dan budaya klien secara mendalam. Ibrahim (Patterson, 2004)
mengemukakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati pada
budaya secara konsisten dan hal-hal yang memiliki makna merupakan
variabel penting untuk melibatkan klien
d. Communication of empathic, respect and genuineness to the client. Kondisi
in penting untuk dipersepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi
tersebut akan mengalami kesulitan jika klien berbeda dengan konselor baik
dari budaya, ras, sosial ekonomi, umur, dan jender. Oleh karena itu penting
bagi konselor untuk memahami perbedaan tersebut. Sue (Patterson, 2004)
menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara
verbal maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling.
e. Structuring. Salah satu elemen penting yang terkadang tidak disadari oleh
konselor adalah struktur atau susunan dalam proses konseling. Vontress
(Patterson, 2004) menyebutkan bahwa hubungan dengan seorang
professional yang menempatkan tanggung jawab utama kepada individu
untuk memecahkan masalahnya sangat sedikit. Pekerjaan konselor dalam
proses konseling sebaiknya memiliki susunan dan mengartikan perannya
pada klien. Konselor sebaiknya menyatakan bahwa apa, bagaimana dan
mengapa dia bermaksud melakukan konseling. Kegagalan untuk
memberikan pemahaman peran konselor di awal proses konseling dapat
menghasilkan ketidakpahaman antara keduanya.

Beberapa kualitas konselor di atas, memang memiliki dasar yang utama (essential)
dalam menghadapi klien secara umum, namun ada hal-hal yang secara budaya tidak
Ujian Akhir Semester
Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia. Misalnya, terkait dengan elemen yang
terakhir yaitu structuring, bagi beberapa budaya di Indonesia pentingya seorang
professional dalam memberikan bantuan melalui proses konseling masih sangat
terbatas sehingga untuk melakukan sesuai dengan criteria tersebut perlu lebih
mendalam bagi seorang konselor.

Selanjutnya, kesadaran budaya konselor dalam menghadapi perbedaan


nilainilai menjadi faktor penentu efektifitas proses konseling yang diberikannya.
Bishop (Kertamuda, 2009) menyebutkan pedoman (guidelines) yang perlu dimiliki
konselor terkait dengan perbedaan nilai-nilai yaitu:

 Konselor membantu klien agar merasakan bahwa nilai-nilai yang dimilikinya


dapat diterima selama proses konseling berlangsung. Peran konselor adalah
menyakinkan konseli bahwa perasaan klien terkait dengan nilai-nilai yang
dimilikinya dapat diterima oleh konselor.
 Konselor memberikan pandangan kepada klien bahwa nilai-nilai, dalam hal ini
nilai keagamaan, yang dimiliki sebagai bagian dalam memecahkan masalah
yang dihadapi klien, tidak hanya sebagai bagian dari masalah. Konselor perlu
memiliki pemahaman bahwa nilai-nilai keagamaan dapat memberikan
pengaruh positif terhadap kesehatan mental klien sama dengan dukungan sosial
yang diberikannya.
 Konselor harus meningkatkan diri dan memiliki pendidikan tentang budaya,
nilainilai keagamaan, keyakinan, dan mempraktekkan; berusaha untuk
mengerti bagaimana isu-isu terkait dengan hal tersebut diintegrasikan melalui
teori psikologi dan praktek konseling.
 Konselor mengikuti aktifitas-aktifitas di masyarakat yang dapat meningkatkan
interaksinya dengan orang-orang yang berbeda secara budaya maupun agama.
 Konselor mampu mengeskplor dan mengevaluasi nilai-nilai personal yang
dianutnya. Penilaian diri (self-examination) merupakan hal penting karena (1)
setiap orang memiliki kelemahan-kelemahan (blind spots) yang dapat
menimbulkan bias terkait dengan nilai, (2) kita perlu menyadari terhadap

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
biasbias yang dimiliki saat menghadapi klien, (3) proses klarifikasi terhadap
nilaii. nilai personal dapat membantu konselor mengidentifikasi masalah atau
nilai-nilai yang dimiliki klien, (4) perjuangan konselor untuk memahami nilai-
nilainya dapat memberikan pemahaman yang baik dan menghargai proses
konseling bersama klien.
 Konselor harus hati-hati dengan perlawanan atau penolakan (resistance) yang
dimilikinya terhadap permasalahan klien. Konselor yang tidak bersedia terbuka
untuk berdiskusi dan berintegrasi dengan nilai-nilainya maka proses konseling
dapat beresiko dalam penyampaian pesan kepada klien. Klien akan mulai
mempercayai konselor diawal proses konseling. Oleh karena itu konselor perlu
memberikan kesan bahwa memang dia dapat dipercaya oleh klienya.
 Konselor perlu mengembangkan bahasa yang sederhana dan jelas agar dapat
berkomunikasi dengan klien tentang nilai-nilai keagamaan baik itu yang
dimiliki konselor maupun klien.

Segala kompetensi, kualitas dan guidelines tidak akan efektif dalam proses konseling
jika konselor tidak memiliki metode dan pendekatan yang sesuai dalam menghadapi
klien yang multikultural. Patterson (2004) menyampaikan kritikan bahwa konselor
tidak membutuhkan kompetensi konselor untuk konseli multikultural.

Namun yang dibutuhkan adalah metode dan pendekatan efektif untuk semua
kliendan sifatnya sebagai sistem yang universal dalam konseling. Berdasarkan hal
tersebut, penting bagi konselor untuk memiliki kesadaran budaya dan
menempatkannya secara tepat dalam interaksinya dengan klien adalah hal yang
penting. Untuk mengembangkan kesadaran budaya (cultural awareness), konselor
sebaiknya meningkatkan penghargaan diri terhadap perbedaan budaya. Konselor harus
menyadari stereotipe yang ada dalam dirinya dan mempunyai persepsi yang jelas
bagaimana pandangannya terhadap kelompok-kelompok minoritas. Kesadaran ini
dapat meningkatkan kemampuannya untuk menghargai secara efektif dan pemahaman
yang sesuai untuk tentang perbedaan budaya (Brown & Williams, 2003).

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
Perspektif konseling multikultural diarahkan kepada usaha untuk memahami
perspektif keragaman budaya dan antar budaya. Konselor diajak untuk memahami dan
mengkritisi budaya-budaya klien sehingga jalannya proses konseling berada dalam
konteks latar budaya klien. Okun (2002) menyebutkan bahwa model multikultural
memiliki dasar-dasar pola berpikir ilmiah yang ditunjukkan dengan asumsi, (1)
Kondisi sosio kultural ikut bertanggun jawab terhadap permasalahan yang dihadapi
individu. Statement ini bermakna bahwa kultural memiliki pengaruh yang kuat dalam
membentuk perilaku dan akan dapat membantu dalam proses penyelesaian masalah.
(2) Setiap budaya memiliki ciri-ciri khusus dalam upaya problem solving. Pada
dasarnya setiap kultur memiliki model dan karakteristik yang berlainan dalam strategi
penyelesaian masalah, terutama pada faktor pendekatan yang akan dipakai. (3)
Konseling selama ini produk dari barat, budaya barat sebagai sebuah kultur yang
membangun epistemologi pengetahuan, barangkali akan lebih cocok dengan latar
belakang budaya tempat ilmu pengetahuan berkembang.

Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya


berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa
perilaku budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Bagi helper perspektif
multikultural menjadi bagian wajib dalam proses konseling. Tidak dapat dipungkiri
bahwa keragaman budaya, etnis dan warna kulit membawa perbedaan belief sistem
dan sistem nilai. Perbedaan ini akan terbawa ke mana saja individu berada tidak
ketinggalan dalam konseling sehingga komunikasi yang terbangun akan lebih efektif
manakala konselor memiliki sensitivitas terhadap keragaman dan perbedaan budaya.
Oleh karena itu, konselor harus peka terhadap hal-hal seperti ini, dan sebelum
memahami budaya klien, konselor harus memahami budaya nya sendiri.

Johannes & Erwin (Akhmadi, 20043) menyampaikan dalam masyarakat multikultural,


konselor diharapkan menjadi fasilitator, ahli perbantuan, advokat dan terampil
membuat kebijakan, aktif merefleksi atas pertanyaan-pertanyaan, melakukan
konsultasi diri secara berkelanjutan kepada pihak-pihak yang mengetahui budaya
konseli dan memantau perkembangan untuk meningkatkan kompetensi dalam

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
melayani konseli. Oleh karena itu Geldard & Geldard (2001) menyatakan bahwa
konseling yang efektif adalah bergantung pada kualitas hubungan antara klien dengan
konselor. Pentingnya kualitas hubungan konselor dengan klien ditunjukkan melalui
kemampuan konselor dalam kongruensi (congruence), empati (empathy), perhatian
secara positif tanpa syarat (unconditional positive regard), dan menghargai (respect)
kepada klien. Hal ini mengakui bahwa akan ada perbedaan model dalam praktek
konseling dan secara alami dipengaruhi pada pemilihan model yang dilakukan oleh
sebagian konselor.

Page |

Menurut McLEOD (2006) h. 274-276

Remirez (1991) berpendapat bahwa tema umum yang terdapat dalam semua konseling
multikultural adalah tantangan untuk hidup dalam masyarakat multikultural. Dia
menyatakan bahwa tujuan utama dalam menghadapi klien dari berbagai kelompok
etnis adalah mengembangkan

―fleksibilitas kultur‖ (

culture flexibility

). Remirez (1991) menekankan bahwa bahkan anggota kelompok kultur yang dominan
atau mayoritas merasakan ketidaksesuaian antara siapa diri kita dan apa yang dominan
atau mayoritas merasakan ketidaksesuaian antara siapa diri kita dan apa yang
diharapkan orang lain dari kita. Pendekatan yang diambil oleh Ramirez (1991)
menggunakan penyesuaian gaya dan pemahaman kultural klien oleh konselor
dipertemuan awal, kemudian mendorong untuk mencoba berbagai bentuk perilaku
kultural. Jelas pendekatan ini menuntut fleksibilitas kultural dan kesadaran tingkat
tinggi dalam diri terapis. Pendekatan penting lainnya dalam konseling multikultural
Ujian Akhir Semester
Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
adalah fokus pada hubungan antara persoalan personal dan realitas politik/sosial.
Disini klien tidak hanya dipahami dalam terminologi psikologis murni, tapi juga
dipahami sebagai anggota aktif dari sebuah kultur. Perasaan, pengalaman, dan
identitas dari klien dipandang dibentuk oleh mileu kultural.

1. KARAKTERISTIK KONSELOR MULTICULTURAL YANG EFEKTIF


Sue et.al ( 1992 dalam Lago , 2006 : 123 ) menuliskan Kompetensi Konseling
Multicultural di Amerika serikat dalam sebuah tabel 8.1 Rekomendasi Kunci untuk
Karakteristik Multicultural konselor yang efektif yaitu :
Dimensi Kesadaran Konselor Memahami Mengembangkan
terhadap asumsi diri dan Pandangan Dunia Strategi Intervensi
nilai – nilai bias tentang perbedaan dan Tekhnik yang
budaya klien sesuai
Sikap dan Konselor Budaya yang Konselor Budaya Konselor Budaya
Keyakinan efektif adalah : yang efektif adalah : yang efektif adalah :
 Memiliki kesadaran  Menyadari reaksi  Menghormati
dan sensitif untuk emosional mereka keyakinan
menilai warisan terhadap ras dan spiritual dan nilai
budaya dan kelompok etnis – nilai klien
menghormati lainnya  Menghormati adat
perbedaan  Menyadari akan membantu
 Menyadari tentang Stereotip dan praktek
betapa latar belakang gagasan  Menghargai nilai
budaya mereka sendiri prasangka bilingualisme
mempengaruhi proses
psikologis
 Mampu mengenali
batas mereka
 Merasa nyaan dengan
adanya perbedaan
antara diri mereka
Ujian Akhir Semester
Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
dengan klien

Pengetahuan Konselor Budaya yang Konselor Budaya Konselor Budaya


efektif adalah : yang efektif adalah : yang efektif adalah :
 Memiliki pengetahuan  Memiliki  Memiliki
tentang ras/warisan spesifikasi pengetahuan yang
budaya mereka dan pengetahuan dan jelas tentang batas
bagaimana hal tersebut informasi tentang konseling dan
mempengaruhi definisi kelompok tertentu bagaimana hal
normalitas dan proses yang bekerja tersebut dapat
konseling dengan mereka bentrokan dengan
 Memiliki pengetahuan ( mengacu pada nilai – nilai
dan pemahaman perkembangan minoritas
tentang cara model identitas  Menyadari
penindasan/rasisme/dis minoritas ) hambatan institusi
kriminasi ( mengacu  Memahami dalam mencegah
pada model bagaimana akses minoritas
perkembangan ras/budaya/etnis terhadap
identitas kulit putih ) dapat pelayanan
 Memiliki pengetahuan mempengaruhi kesehatan mental
tentang dampak sosial pembentukan  Memahami batas
mereka pada orang kepribadian/ – batas prosedur
lain Pemilihan assasment
Keahlian/Ganggua  Memiliki
n pengetahuan
Psikologis/Prilaku tentang struktur
Help seeking keluarga minoritas
 Memahami dan dan masyarakat
memiliki hirarki
pengetahuan

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
pengaruh sosial
politik yang
melanggar atas
ras/etnis minoritas
Ketrampilan Konselor Budaya yang Konselor Budaya Konselor Budaya
efektif adalah : yang efektif adalah : yang efektif adalah :
 Mencari pendidikan  Harus  Memiliki berbagai
konsultatif dan membiasakan diri gaya dalam
pengalaman pelatihan dengan penelitian memberikan
untuk memperkaya yang relevan bantuan
pemahaman mereka mengenai berbagai  Mampu melatih
 Terus berusaha untuk kelompok dan ketrampilan
memahami diri mereka mencari peluang intervensi
sendiri sebagai pendidikan yang  Bersedia untuk
ras/makhluk budaya memperkaya berkonsultasi
dan aktif mencari pengetahuan , dengan berbagai
identitas non rasis pemahaman dan pihak lain yang
ketrampilan membantu
mereka  Bertanggung
 Terlibat dengan jawab untuk
individu minoritas perhatian dalam
di aturan luar bahasa yang
konseling dibutuhkan oleh
sehingga klien
perspektif
informasi mereka
luas

Memahami klien tentu saja merupakan langkah pertama yang penting dalam
bekerja dengan klien, dan memungkinkan kita untuk melihat klien dari perspektif yang
mungkin tidak kita memiliki sebelumnya. Namun, setelah memahami klien sangat
Ujian Akhir Semester
Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
penting bahwa kita memiliki beberapa cara untuk menerapkan pemahaman ini.
Konselor yang efektif perlu menjadi orang yang kompeten secara budaya jika ia akan
terhubung dengan kliennya (Anderson, Lunnen, & Ogles, 2010 dalam Neukrug, 2012 :
22 ).
Dua cara dalam bekerja dengan klien multicultural diantaranya menggunakan
akronim RESPECFUL ( D’Andrea & Daniels, 2005 ) dan menerapkan Kompetensi
Konseling Multikultural.
a. Menggunakan akronim RESPECTFUL
Model konseling RESPECTFUL ini menyoroti 10 faktor yang harus
dipertimbangkan konselor dalam menangani klien multicultural, yaitu :
R – Religious/spiritual identity ( Religius )
E – Economic class background ( Latar Belakang kelas ekonomi )
S – Sexual identity ( Jenis Kelamin )
P – Psychological development ( Perkembangan Psikologis )
E – Ethnic/racial identity ( Etnis / Identitas Rasial )
C – Chronological disposition ( Disposisi Kronologis )
T –Trauma and other threats to their personal well-being (Trauma dan
ancaman lain
terhadap kesejahteraan pribadi mereka )
F – Family history ( Sejarah Keluarga )
U – Unique physical characteristics ( Keunikan Karakteristik Psikis )
L – Language and location of residence, which may affect the helping process
(Bahasa dan Lokasi tempat tinggal , yang dapat berdampak dalam proses
layanan)

Dengan memahami 10 faktor diatas konselor dapat mengembangkan


dirinya dalam memahami kliennya yang multicultural dan konselor
multikultural yang efektif akan merasa nyaman bertanya serta berkomunikasi
dengan klien mereka tentang hal berikut: Agama / identitas spiritual, latar
belakang kelas Ekonomi, jenis Kelamin , Perkembangan psikologis, identitas

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
etnis / ras, disposisi kronologis, Trauma dan ancaman lainnya untuk
keberadaan mereka pribadi dengan baik, Riwayat keluarga, karakteristik fisik
yang unik, Bahasa dan lokasi tempat tinggal.
b. Menggunakan Kompetensi Konseling Multicultural
Kompetensi ini fokus terhadap ketrampilan penting yang dimiliki oleh
konselor : (1) Sikap dan keyakinan yang tepat dalam arti bahwa mereka
menyadari asumsi, nilai – nilai dan bias, (2) Pengetahuan yang dibutuhkan
tentang budaya klien mereka sehingga mereka dapat lebih memahami kliennya,
(3) repertoar ketrampilan atau alat yang dapat secara efektif diterapkan pada
klien dari berbagai latar belakang (Arredondo, 1999; Sue & Sue, 2008 dalam
Neukrug, 2012 : 487 )
Sikap dan Keyakinan
Konselor lintas budaya yang efektif memiliki kesadaran latar belakang
budaya sendiri dan telah secara aktif mendapatkan kesadaran lebih lanjut
tentang bias sendiri, stereotip, dan nilai-nilai. Meskipun konselor lintas budaya
yang efektif tidak dapat memegang sistem kepercayaan yang sama dengan
kliennya, ia dapat menerima berbeda pandangan dunia yang disajikan oleh
penolong tersebut. Dengan kata lain, "Perbedaan tidak dilihat sebagai
penyimpangan" (Sue & Sue, 2008, hal. 48). Menjadi peka terhadap perbedaan
dan menyiarkan bias budaya sendiri memungkinkan konselor lintas budaya
yang efektif untuk merujuk klien dari kelompok nondominant kepada konselor
budaya klien sendiri ketika rujukan akan menguntungkan penolong tersebut.
Sayangnya, contoh profesional kesehatan mental yang telah gagal secara
budaya berbeda dari diri mereka sendiri sebagai akibat dari bias dan prasangka
mereka sendiri yang umum (Sue & Sue, 2008)
Pengetahuan
Konselor lintas budaya yang efektif memiliki pengetahuan tentang
kelompok dari mana klien datang dan tidak melompat ke kesimpulan tentang
cara-cara klien . Selain itu, ia menunjukkan kesediaan untuk mendapatkan
pengetahuan lebih mendalam tentang berbagai kelompok budaya. Konselor ini

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
juga menyadari masalah tentang sosial politik seperti rasisme, seksisme, dan
heterosexism negatif yang dapat mempengaruhi klien. Selain itu, konselor ini
tahu teori betapa berbedanya nilai konseling yang mungkin merugikan bagi
beberapa klien dalam hubungan konseling. Konselor ini mengerti bagaimana
hambatan institusional dapat mempengaruhi kesediaan klien dari kelompok
nondominant untuk menggunakan layanan kesehatan mental. Sayangnya,
kurangnya pengetahuan dari kelompok budaya dapat menyebabkan konselor
dan lain-lain untuk melompat ke kesimpulan yang salah.
Keterampilan
Konselor lintas budaya yang efektif mampu menerapkan,
menyesuaikan, generik wawancara dan keterampilan konseling dan juga
memiliki pengetahuan serta mampu mempekerjakan keterampilan khusus dan
intervensi yang mungkin efektif dengan klien dari beragam kelompok budaya.
Konselor ini juga memiliki pengetahuan dan memahami bahasa verbal dan
nonverbal klien dan dapat berkomunikasi secara efektif.
Selain itu, konselor budaya terampil menghargai pentingnya memiliki
perspektif sistemik, seperti pemahaman tentang dampak keluarga dan
masyarakat pada klien; mampu bekerja sama dengan tokoh masyarakat,
penyembuh rakyat, dan profesional lainnya; dan advokasi untuk klien bila
diperlukan. Apa yang terjadi ketika konselor tidak memiliki keterampilan yang
sesuai ketika bekerja dengan klien beragam budaya? Kemungkinan besar, klien
akan putus konseling awal, merasa putus asa dan tidak puas konseling, dan /
atau memiliki sedikit keberhasilan dalam konseling.
Karakteristik konselor multicultural yang efektif
Source: Arredondo, P., Toporek, M. S., Brown, S., Jones, J., Locke, D. C., Sanchez, J.
& Stadler, H. (1996). Operationalization of the multicultural counseling
competencies. Alexandria, VA: Association of Multicultural Counseling and
Development. Retrieved from http://www.amcdaca.org/amcd/competencies.pdf
( Neukrug, 2012 : 650 ).
I. Penasihat Kesadaran Nilai Budaya Sendiri dan Bias

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
A. Sikap dan Keyakinan
1. Konselor yang handal percaya bahwa kesadaran diri budaya dan
sensitivitas
warisan budaya sendiri sangat penting.
2. Konselor yang handal sadar bagaimana latar belakang budaya mereka
sendiri
dan pengalaman mempengaruhi sikap, nilai, dan bias tentang proses
psikologis.
3. Konselor yang handal mampu mengenali batas-batas kompetensi dan
keahlian multikultural mereka.
4. Konselor yang handal mengenali sumber-sumber ketidaknyamanan dengan
perbedaan yang ada antara dirinya dan klien dalam hal ras, etnis, dan
budaya
B. Pengetahuan
1. Konselor yang handal memiliki pengetahuan khusus tentang ras mereka
sendiri
dan warisan budaya dan bagaimana hal itu secara pribadi dan profesional
mempengaruhi mereka. Definisi dan bias normalitas / kelainan dan proses
konseling.
2. Konselor yang handal memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
bagaimana penindasan, rasisme, diskriminasi, dan stereotipe
mempengaruhi mereka secara pribadi dan dalam pekerjaan mereka. Hal ini
memungkinkan individu untuk mengakui sikap rasis mereka
sendiri,keyakinan, dan perasaan. Meskipun standar ini berlaku untuk semua
kelompok, untuk Konselor putih mungkin berarti bahwa mereka
memahami bagaimana mereka mungkin memiliki secara langsung atau
tidak langsung manfaat dari rasisme individu, kelembagaan, dan budaya
yang dituangkan dalam model pengembangan identitas Putih.
3. Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang dampak sosial mereka
pada lain. Mereka memiliki pengetahuan tentang perbedaan gaya

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
komunikasi, bagaimana gaya mereka mungkin bertentangan dengan atau
mendorong proses konseling dengan orang berwarna atau orang lain yang
berbeda dari diri mereka sendiri didasarkan pada A, B, dan C Dimensi, dan
bagaimana mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkannya terhadap
orang lain.

C. Keterampilan
1. Konselor yang handal mencari pendidikan, konsultasi, dan pelatihan
pengalaman untuk meningkatkan pemahaman dan efektivitas mereka dalam
bekerja dengan populasi budaya yang berbeda. Mampu mengenali batas-
batas mereka kompetensi, mereka (a) mencari konsultasi, (b) mencari
pelatihan lebih lanjut atau pendidikan, (c) merujuk ke kualitas individu
lainnya atau sumber daya, atau (d) terlibat dalam kombinasi ini.
2. Konselor yang handal terus mencari untuk memahami diri sendiri
sebagai ras dan kebudayaan dan secara aktif mencari identitas non rasis.
II. Kesadaran Konselor terhadap Pandangan Klien
A. Sikap dan Keyakinan
1. Konselor yang handal sadar mereka positif dan negatif emosional Reaksi
terhadap kelompok-kelompok ras dan etnis lainnya yang dapat
membuktikan merugikan
hubungan konseling. Mereka bersedia untuk kontras keyakinan dan sikap
mereka sendiri dengan orang-orang dari klien mereka secara budaya
berbeda dengan cara yang tidak menghakimi.
2. Konselor yang handal sadar stereotip dan praduga bahwa mereka simpan
terhadap kelompok minoritas ras dan etnis lainnya.
B. Pengetahuan
1. Konselor yang handal memiliki pengetahuan yang spesifik dan informasi
tentang
kelompok tertentu dengan bagaimana mereka bekerja. Mereka sadar tentang
kehidupan pengalaman, warisan budaya, dan latar belakang sejarah yang

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
berbeda budaya klien. Kompetensi khusus ini sangat terkait dengan
"minoritas model-model pembangunan identitas "yang tersedia dalam
literatur.
2. Konselor yang handal memahami bagaimana ras, budaya, etnis, dan
sebagainya
dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian, pilihan kejuruan,
manifestasi
perilaku gangguan psikologis, membantu pencarian, dan kesesuaian atau
ketidaksesuaian konseling pendekatan.
3. Konselor yang handal memahami dan memiliki pengetahuan tentang
pengaruh sosial politik yang melanggar atas kehidupan ras dan etnis
minoritas. imigrasi
masalah, kemiskinan, rasisme, stereotyping, dan ketidakberdayaan dapat
mempengaruhi harga diri dan konsep diri dalam proses konseling.

C. Keterampilan
1. Konselor yang handal harus membiasakan diri dengan penelitian yang
relevan
dan temuan terbaru mengenai kesehatan mental dan gangguan mental yang
mempengaruhi berbagai kelompok. Konselor etnis dan ras harus secara aktif
mencari pengalaman pendidikan yang memperkaya pengetahuan mereka,
pemahaman, dan keterampilan lintas budaya untuk perilaku konseling lebih
efektif.
2. Konselor yang handal menjadi aktif terlibat dengan individu minoritas
luar pengaturan konseling (misalnya, acara komunitas, sosial dan politik
fungsi, perayaan, pertemanan, bertetangga, dan sebagainya) sehingga
perspektif mereka minoritas lebih dari latihan akademis atau membantu.
III. Strategi Intervensi budaya Tepat
A. Keyakinan dan Sikap

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
1. Konselor yang handal menghargai keyakinan agama dan / atau spiritual
klien dan nilai-nilai, termasuk atribusi dan tabu, karena mereka
mempengaruhi pandangan dunia,fungsi psikososial, dan eksresi terhadap
stress.
2. Konselor yang handal menghargai praktek membantu adat dan hormat
membantu jaringan antara komunitas warna.
3. yang handal nilai konselor bilingualisme dan tidak memandang bahasa lain
sebagai penghambat konseling (monolingualism mungkin pelakunya).
B. Pengetahuan
1. Konselor yang handal memiliki pengetahuan dan pemahaman yang jelas dan
eksplisit karakteristik generik konseling dan terapi (budaya terikat, kelas
terikat, dan satu bahasa) dan bagaimana mereka dapat berbenturan dengan
budaya nilai-nilai berbagai kelompok budaya.
2. Konselor yang handal sadar hambatan kelembagaan yang mencegah
minoritas
menggunakan layanan kesehatan mental.
3. Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang potensi bias dalam
penilaian
instrumen dan prosedur penggunaan dan menafsirkan fi temuan mengingat
karakteristik budaya dan bahasa dari klien.
4. Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang struktur keluarga,
hirarki,
nilai-nilai, dan keyakinan dari berbagai perspektif budaya. Mereka memiliki
pengetahuan tentang masyarakat di mana kelompok budaya tertentu
mungkin berada dan sumber daya di masyarakat.
5. Konselor yang handal harus menyadari praktik diskriminasi yang relevan di
tingkat sosial dan masyarakat yang mungkin mempengaruhi psikologis
kesejahteraan penduduk yang dilayani.
C. Keterampilan

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
1. Konselor yang handal mampu terlibat dalam berbagai verbal dan nonverbal
membantu tanggapan. Mereka mampu mengirim dan menerima baik lisan
dan
pesan nonverbal secara akurat dan tepat. Mereka tidak terikat pada
hanya satu metode atau pendekatan untuk membantu, tetapi mengakui
bahwa membantu gaya dan pendekatan mungkin budaya terikat. Ketika
mereka merasakan bahwa gaya seporsi mereka terbatas dan berpotensi tidak
pantas, mereka dapat mengantisipasi dan memodifikasinya.
2. Konselor yang handal mempunyai intervensi kelembagaan
keterampilan atas nama klien mereka. Mereka dapat membantu klien
menentukan apakah "Masalah" berasal dari rasisme atau bias dalam orang
lain (konsep paranoia yang sehat) sehingga klien tidak tidak tepat
personalisasi masalah.
3. Konselor yang handal tidak menolak untuk mencari konsultasi dengan
dukun atau pemimpin agama dan spiritual dan praktisi di
pengobatan klien budaya yang berbeda jika diperlukan.
4. Konselor yang handal bertanggung jawab untuk berinteraksi dalam bahasa
diminta oleh klien dan, jika tidak layak, membuat rujukan yang tepat.
Masalah serius muncul ketika keterampilan linguistik konselor tidak cocok
bahasa
dari klien. Menjadi kasus ini, konselor harus (a) mencari penerjemah
dengan pengetahuan budaya dan latar belakang profesional yang sesuai atau
(b) merujuk kepada konselor bilingual berpengetahuan dan kompeten.
5. Konselor yang handal memiliki pelatihan dan keahlian dalam penggunaan
instrumen penilaian dan pengujian tradisional. Mereka tidak hanya
memahami
aspek teknis dari instrumen tetapi juga menyadari keterbatasan kebudayaan.
Hal ini memungkinkan mereka untuk menggunakan instrumen tes untuk
kesejahteraan budaya klien yang berbeda.

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)
6. Konselor yang handal harus memperhatikan serta bekerja untuk
menghilangkan
bias, prasangka, dan konteks diskriminatif dalam melakukan evaluasi dan
menyediakan intervensi, dan harus mengembangkan kepekaan terhadap isu-
isu penindasan, seksisme, heterosexism, elitisme dan rasisme.
7. Konselor yang handal bertanggung jawab dalam mendidik klien mereka
pada
proses intervensi psikologis, seperti tujuan, harapan, hukum hak, dan
orientasi konselor

Ujian Akhir Semester


Pengembangan Pribadi Konselor
HARTIKA UTAMI FITRI
(0105515046)

Anda mungkin juga menyukai