Anda di halaman 1dari 16

INTEGRASI ILMU-ILMU KEISLAMAN MENURUT PERSPEKTIF M.

AMIN
ABDULLAH
Mata Kuliah: Filsafat Islam
Dosen Pengampu :
Ridhatullah Assya’bani, M. Ag
Di susun oleh:
Farid Cahya Imanullah (190103030251)

Lokal AFI 19 B

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
BANJARMASIN
2021
Abstrak: kritik kepada cara pengembangan ilmu-ilmu keislaman terutama pada tingkat
perguruan tinggi belakangan ini menuai banyak perhatian di Indonesia. Tulisan ini
adalah deskripsi-analitis terhadap pemikiran M. Amin Abdullah mengenai integrasi
ilmu-ilmu keislaman. Tulisan ini menyatakan bahwa ilmu-ilmu keislaman yang
mengalami perkembangan selama ini bersifat fragmentaris dan hampir sama sekali
tidak menyentuh isu-isu kekinian. Oleh sebab itu, perlu pembangunan epistemologi
keilmuan integratif-interkonektif. Penulis menyatakan bahwa epistemologi keilmuan
teo-antropo-sentrik-integralistik Amin Abdullah di susun dari pengelompokan
keilmuan. Teorinya dimulai dari Al-Qur’an dan Sunnah. Lemudian, Ulum al-Din, al-Fikr
al-Islamy, dan Dirasah al-Islamiyyah.

Kata Kunci: filsafat ilmu, integrasi ilmu, kajian keislaman, M. Amin Abdullah
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Beberapa tahun belakangan ini, kritik terhadap cara pengempangan ilmu-
ilmu keislaman terutaman di perguruan tinggi menuai banyak perhatian di
Indonesia. M. Amin Abdullah adalah salah satu tokoh yang juga ikut mengkritik.
Dalam beberapa tulisannya, ia sering mengkritisi nalar keagamaan yang
berkembang di Indonesia, sembari menyuguhkan konsep Studi Agama untuk
sebuah gaya bau dalam mendekati Islam. Dengan cara ini, Amin Abdullah ingin
menganti tradisi penganjian agama bercorak normatif-doktriner ke pendekatan
studi agama yang bercorak sosio-historis yang dilanjutkan dengan rasional-
filosofis.
Amin Abdullah adalah seorang sarjana Muslim Indonesia yang dikenal
banyak menulis tentang Islam. Tema-yema yang ia pilih juga beragam, mulai dari
filsafat, ilmu kalam, ushul fiqh, metode tafsir Al-Qur’an, sampai masalah
pendidikan. Terlintas dipikiran, tradisi ini dianggap tidak sejalan di era modern,
dimana para ahli disiplin menekuni ilmu tertentu. Oleh sebab itu, tulisan yang
beragam ini menarik pertanyaan, “apa sesungguhnya yang menjadi fokus Amin
Abdullah? Berdasarkan telaah sementara, sepertinya Amin Abdullah tidak
bermaksud untuk menjelajahi semua bidang ilmu, tetapi ia ingin menjalinnya
kedalam satu rangkaian epistemologi yang di petakannya menjadi semacam
“jaring laba-laba”.
Teori jaring laba-laba Amin Abdullah berkaitan dengan horizon keilmuan
Islam, tidak hanya berkeinginan mengembangkan kerangka ilmu-ilmu dasar
keislaman yang bersifat normatif, akan tetapi mau mengintegrasikan-nya dengan
ilmu skkular yang bersifat empiris-rasional. Pada titik inilah daya tarik
prmikiran Amin Abdullah, ia mampu merumuskan epistemologi keilmuan yang
dapat meramu bermacam-macam ilmu sehingga jelas apa esensi masing-masing
disiplin ilmu dan bagaimana cara dan strategi untuk mengembangkannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Biografi M. Amin Abdullah?
2. Apa saja Karya-karya M. Amin Abdullah?
3. Bagaimana Integrasi ilmu-ilmu keislaman M. Amin Abdullah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui Biografi M. Amin Abdullah.
2. Mengetahui karya-karya dari M. Amin Abdullah.
3. Mengetahui cara Integrasi ilmu-ilmu keislaman M. Amin Abdullah.
PEMBAHASAN

A. Biografi M. Amin Abdullah


Prof. Dr. M. Amin Abdullah kelahiran Margomulyo, Tayu, Pati, Jawa
Tengah, 28 Juli 1953. Di tahun 1972, ia lulus dari pendidikan menengah di
Kulliyyat al-Mu’allimin al-Ialamiyyah (KMII), Pesantren Gontor, Ponorogo,
kemudian melanjutkan ke Program Sarjana Muda (Bakaluerat) pada Institut
Pendidikan Darussalam (IPD) 1977 di pesantren yang sama.
Ia menyelesaikan Program Sarjana pada tahun 1981 di Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ia
mendapatkan sponsor Departemen Agama dan Pemerintah Republik Turki, dari
tahun 1985 sampai dengan 1990 menngambil Program Ph.D. (doktoral) bidang
Filsafat Islam, di Departemen of Philosophy, the Fakulty of Art and Sciences,
Middle East Technical University (METU), Ankara, Turki. Setelah itu disambung
dengan Program Post-Doctoral di McGill University, Montreal, Kanada pada
bulan Oktober 1997 sampai dengan bulan Februari 1998.
Penddikan dan Karir
Prof. Dr. M Amin Abdullah sangat antusias untuk mengikuti berbagai
seminar baik di dalam maupun di luar negeri. Seminar yang pernah beliau ikuti
diantaranya: “Kependudukan dalam Dunia Islam” (Badan Kependudukan
Universitas Al-Azhar, Kairo, Juli 1992), “Da’wah Islamiyah” (Pemerintah Republic
Turki, Oktober, 1993), “Relegiousss Plurality and Nationalism in Indonesia”
kerjasama ICMI Orsat, Laiden, Belanda, dengan INIS, Laiden, Belanda, 26-7
November 1997 dengan paper: The New Order, Religious Community and the
Idea of Social Justice”, dll.
Sambil memanfaatkan liburan musim panas, mantan ketua perhimpunan
mahasiswa Indonesia di Turki 1987-1988, ini sempat bekerja secara part-time di
konsulat jendral Republik Indonesia, Sekertaris Badan Urusan Haji, di Jedah,
Mekah, dan Madinah, Arab Saudi. Sedangkan di Indonesia dia pernah mengajar
di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Sunan Ampel Surabaya, IAIN Wali Songo
Semarang, UMS Surakarta, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas
Shanata Darma Yogyakarta, Universitas Islam Bandung, dan Universitas Gajah
Mada (UGM) Yogyakarta.
Beliau pernah menjadi wakil Kepala Pengkajian dan Pengamalan Islam
(LPPI) (UMY), juga pernah menjadi Ketua Program Studi Agama dan Filsafat
Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan kini menjadi Rektor
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adapun dalam lingkungan keorganisasian
diantaranya, pernah menjadi ketua Divisi Ummat ICMI, Anggota Majelis Tarjih,
Anggota Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Anggota Dewan
Konsultatif Konferensi Indonesia untuk Agama dan perdamaian. 1

B. Karya-karya Ilmiah
Karya-karya Ilmiah dalam bentuk buku diantaranya:
1. Falsafah Kalam di Era Postmoderenisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995).
2. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
1996).
3. Dinamika Islam Kultural: Pemetaan atas Wacana Keislaman Kontemporer
(Bandung: Mizan, 2000).
4. Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius (Jakarta: PSAP
Muhammadiyah, 2005).
5. Antara Al-Gazali dan Kant: Filsafat Etika Islam (Bandung: Mizan, 2002). 2

Karya terjemahan yang diterbitkan antara lain:

1. Dr. Francisco Jose Moreno, Betwen Faith and Reason: Basic Fear and Human
Condition (agama dan akal pikiran: naluri rasa takut dan keadaan jiwa
manusia (Jakarta: CV. Rajawali, 1985).
2. Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy (pengantar
Filsafat Islam Abad Pertengahan (Jakarta: Rajawali, 1989).

1
Ahmad Saiful Hamam, Konsep Pendidikan Islam Multikultural Menurut Amin Abdullah, Konsep
Pendidikan Islam Multikultural (On-line), tersedia di http://etheses.uin-malang.acid/4458/ (17 Mei
2021)

2
Amin Nasir, SINTESIS PEMIKIRAN M. AMIN ABDULLAH DAN ADIAN HUSAINI, dalam jurnal
Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014, h 144.
C. Integrasi Ilmu-ilmu keislaman
a. Bagunan Keimuan Teoantroposentris-Integralistik
Pemikiran/gagasan besar Amin Abdullah tertuju pada bagunan keilmuan
yang bersifat teoantroposentris-integralistik. Bagunan keilmuan seperti ini
berkaitan dengan paradigma filosofis. Menurut Amin Abdullah, ilmu apapun
yang disusun pasti mempunyai paradigma kefilsafatan. Asumsi dasar seorang
ilmuan merupakan hal pokok yang terkait dengan struktur fundamental yang
melekat pada bangunan sebuah bagunan keilmuan, tanpa terkecuali, baik
ilmu-ilmu kealaman, ilmu-ilmu sosial, humaniora, ilmu-ilmu agama, studi
agama, maupun ilmu-ilmu keislaman. Oleh karena itu, tidak ada sebuah ilmu
pun lebih-lebih yang telah tersistimatisasikan sedemikian rupa yang tidak
memiliki struktur fundamental yang bisa mengarahkan dan menggerakkan
kerangka kerja teoritik maupun praksis keilmuan serta membimbing arah
penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Struktur fundamental yang
mendasari, melatarbelakangi dan mendorong, kegiatan praksis keilmuan
adalah yang dimaksud dengan filsafat ilmu.3
Filsafat ilmu memiliki kedudukan begitu urgen dalam pemikiran Amin
Abdullah, sampai ia menjadikannya sebagai objek kajian dan pembahasannya
selama tujuh tahun. Hasilnya ia menerbitkan buku Islamic Studies di
Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif. Buku ini menyajikan
paradigma interkoneksitas ilmu, suatu pemikiran yang lebih modest (mampu
mengukur kemampuan diri sendiri), humbility (manusiawi). Paradigma
interkoneksitas berpendapat bahwa untuk memahami kompleksitas
kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, setiap bangunan keilmuan
apapun, tidak bisa berdiri sendiri.4
Mengalir dengan kritk Amin Abdullah terhada ilmu-ilmu skuler dan ilmu-
ilmu agama yang disebutnya dengan terjangkit krisis relevansi, sekarang ini

3
Aimn Abdullah, “Profil Kompetensi Akademik Lulusan Program Pascasarjana Perguruan Tinggi
Agama Islam Dalam Era Masyarakat Berubah” , Makalah disampaikan dalam pertemuan dan Konsultasi
Direktur Program Pasca Sarjana Perguruan Tinggi Agama Islam, Hotel Setiabudi, Jakarta, 24-25
November 2002, h 6-7.

4
Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h 8.
menjadi keniscayaan untuk melakukan gerakan rapproachment (kesediaan
untuk saling menerima keberadaan yang lain dengan lapang dada) antara
dua kubu keilmuan. Gerakan integrasi epistemologi keilmuan adalah sesuatu
yang mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan
yang serba kompleks dan tak terduga.5 Lebih jauh, Amin menyatakan, bahwa
dalam diskurus keagamaan kontemporer agama mempunyai banyak wajah,
bukan lagi berwajah tunggal. Agama tidak lagi dipahami sebagai hal yang
semata-mata terkait dengan persoalan ketuhanan, kepercayaan, credo,
pandangan hidup, dan ultimate concern. Selain sifat konvensionalnya,
ternyata agama juga terkait erat dengan persoalan-persoalan historis-
kultural.6
Ide integrasi ilmu muncul pada diri Amin Abdullah setelah menelaah
pikiran Richard C. Martin, seorang ahli studi keislaman dari Arizona
University, di bukunya Approaches to Islam in Religious Studies dan Nasr
Hamid Abu Zaid dari Mesir dalam bukunya Naqd al-Khitab al-Diniy.
Keduanya dengan tegas hendak membuka kemungkinan kontak dan
pertemuan langsung antara tradisi berpikir keilmuan dalam Islamic Studies
secara konvensional atau apa yang disebut oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali
sebagai Ulum ad-Din pada abad ke-10-11 dan tradisi berpikir keilmuan dalam
Religius Studies kontemporer memanfaatkan dari kerangka teori dan
metodologi yang digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humanities yang sudah
ada sekitar abad ke 18 dan 19. Dialog dan pertemuan antara keduanya telah
mulai dirintis oleh ilmuan-ilmuan muslim kontemporer.
Pastinya, memadukan dua tradisi pola pikir keilmuan akan berdampak
pada filosofinya. Di sini, kerangka teori, metode dan epistemologinya yang
digunakan pun perlu berubah. Syarat utama yang harus di penuhi untuk
membangun keilmuan yang integratif adalah filsafat ilmu yang spesifik, yang
tidak lagi murni mengacu pada epistemologi Ulum ad-Din dan tidak pula
epistemologi ilmu sekular. Implikasi langsung dari perubahan ini yaitu

5
Parluhutan siregar, Integrasi Ilmu-ilmu keislaman, dalam jurnal MIQOT, Vol. XXXVIII No. 2 Juli-
Desember 2014, h 342.

6
Amin Abdullah, “Relevansi Studi Agama-agama dalam Milenium Ketiga”, dalam Amin Abdullah
(et al), Mencari Islam: Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan (Yogyakarta: Tiarawancana, 2000), H2.
peniscayaan adanya paradigma baru sebagai hal yang sangat pokok dan
mempunyai pangkat yang vital dalam wilayah kerja keilmuan. Jika Islamic
Studies adalah bagunan keilmuan biasa, disebabkan ia disusun dan
dirumuskan oleh ilmuan agama (ulama, fuqaha, mutakallimun,
mutasawwifun, mufassirun, muhadditsun) pada era terdahulu sesuai tuntutan
zamannya, maka tidak ada alasan untuk menghindari diri dari pertemuan,
percakapan, dan pergumulannya dengan telaah filsafat ilmu, sesuai dengan
tuntutan zaman ini. Dari pemikiran diatas, Amin Abdullah merumuskan
bangunan keilmuan yang berwatak teoantroposentris-integralistik,
kemudian timbullah horison keilmuan dalam bentuk skema jaring laba-laba.
Pokok/inti dari pemikiran ini yaitu, bahwa; (1) Srtuktur keilmuan
membedakan tingkat abstraksi ilmu, mulai dari pure science sampai applied
sceince, di mana satu sama lain saling terkait erat, dan (2) tidak ada
pemisahan antara ilmu-ilmu Islam dengan ilmu-ilmu sekuler, sebab
keduanya telah menyatu. 7
Pada awalnya, spider web adalah suatu strategi pembelajaran yang
sengaja disusun agar memudahkan ttransfer pengetahuan dan pengalaman
kepada anak didik. Pada umumnya strategi ini diajarkan dalam sekolah atau
pembelajaran outbound. Pada konteks ini metode spider web menyuguhkan
strategi pembelajaran yang mengintegrasikan suatu tema ke dalam semua
mataa pelajaran. Pada kegiatan belajar outbound (sekolah alam), semua
objek pembelajaran di alam dapat dikaitkan dalam satu tema yang nantinya
akan dijelaskan lebih luas dalam mata pelajaran yang akan digunakan,
sedangkan dalam pembelajaran konseptual, metode ini menghasilkan suatu
peta konsep. Ciri inti dari peta konsep spider web itu adalah tidak menurut
hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori dan kategorinya tidak paralel. 8
Mencermati pengertian diatas, horison spider web yang di suguhkan
Amin Abdullah adalah bersifat peta konsep. Sebagai sebuah peta konsep

7
Parluhutan siregar, Integrasi Ilmu-ilmu keislaman, h 343.

8
Anwar Kholil, “peta konsep untuk mempermudah konsep sulit dalam pembela-jar-an”
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/peta-konsep-untuk-mempermudah-konsep.html, diakses 18
Mei 2021.
spider web, tentu saja peta ini dapat dimaknai sebagai berikut: (1) bahwa
setiap item yang terdapat dalam peta spider web memiliki hubungan-
hubungan, walau hanya sebagian, antara yang satu dengan yang lain, inilah
yang dimaksud Amin Abdullah dengan keilmuan integratif, (2) keilmuan itu
berpusat pada Al-Qur’an dan Sunnah dan secara hirarkis berkaitan dengan
sejumlah pengetahuan sesuai dengan tingkat abstraksi dan applied-nya, (3)
item-item yang ada dalam satu lapis lingkar menunjukkan kesetaraan dilihat
dari tingkat abstraksi atau teoritisnya, (4) garis-garis yang memisah anttara
satu item dengan item lain dalam satu lapis lingkar tidak dapat dipahami
sebagai garis pemisah.
Menurut Amin Abdullah, gambar jaring laba-laba keilmuan,
mengilustrasikan hubungan yang bercorak teoantroposentris-integralistik. Di
situ dipahami bahwa jarak pandang dan horizon keilmuan integralistik
begitu luas sekaligus terampil dalam perikehidupan sektor tradisional
maupun modern lantaran dikuasainya salah satu ilmu dasar dan
keterampilan yang dapat menopang kehidupan era informasi-globalisasi. Di
atas segalanya, dalam setiap perjalanannya, selalu diiringi landasan etika
moral keagamaan yang objektif dan kokoh, sebab keberadaan Al-Qur’an dan
Sunnah yang dimaknai secara baru selalu menjadi landasan pijak
panndangan hidup keagamaan manusia yang menyatu dalam satu tarikan
nafas keilmuan dan keagamaan. Semuanya diabdikan untuk kesejahteraan
manusia tanpa memandang latar belakang etnisitas, golongan, ras dan
agama.9
Dalam pemahaman Amin Abdullah, Dirasat Islamiyyah atau Islamic
Studies sebenarnya berbeda dengan definisi Ulum ad-Din yang diketahui
selama ini. Ketika disebut Ulum ad-Din, umumnya melahirkan pemahaman
yang langsung merujuk kepada ilmu-ilmu agama (Islam) seperti aqidah dan
syari’ah dengan menggunakan ilmu bantu bahasa dan logika deduktif yang
merujuk dan menderivasi hukum-hukum agama dari kitab suci. Dari sana lalu
muncul kluster ilmu-ilmu agama (Islam) seperti kalam, Fikih, Tafsir, Hadis,
Qur’an, Faraid, Aqidah, Akhlaq, dan seterusnya dengan bantuan ilmu bahasa

9
Amin Abdullah, Profil Kompetensi, h 14.
Arab. Dalam pertumbuhannya, ketika bahan dasar agama Islam ini terkumpul
dan di susun secara sistematis dan terstruktur secara akademis dengan
melibatkan pendekatan sejarah pemikiran, maka secara akademik Ulum ad-
Din berkembang menjadi subjek yang secara luas dikenal di lingkungan PTAI
sebagai al-Fikr Islamiy (pemikiran Islam).10
Ada hal yang menarik dari teori spider web keilmuan ini adalah
penempatan al-Qur’an di tengah kompleksitas perkembanngan keilmuan. Ini
suatu hal yang amat penting bagi setiap muslim, sebab al-Qur’an itu diyakini
sebagai sumber kebenaran, etika, hukum, kebijaksanaan, dan pengetahuan.
Walaupun demikian, Amin Abdullah menegaskan, Islam tidak pernah
menjadikan wahyu Tuhan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan
meluppakan Tuhan. Menurut pendapat ini, sumber pengetahuan itu dua
macam, yaitu yang berasal dari Tuhan dan yang bberasal dari manusia.
Perpaduan anntara keduanya inilah yang disebut teoantroposentrisme.
Perpaduann ini sekaligus merefleksikan semangat dedifernsiasi. Dengan
meerujuk Kuntowijoyo, Amin Abdullah mengatakan bahwa modernisme yang
menekankan diferensiasi dengan berbagai bidang kehidupan sudah tidak
sesuai lagi dengan semangat zaman.
Paradigma keilmuan baru yang digagas Amin Abdullah ini bersifat
menyatukan, bukan sekedar menggabungkan, whyu Tuhan dan temuan
pikiran manusia. Penyatuan semacam ini tidak akan berdampak mengecilkan
peran Tuhan atau mengucilkan manusia sehingga teralienasi dari dirinya
sendiri, dari masyarakat sekitar, danlingkungan hidup sekitarnya. Oleh
karena itu, konsep integralisme dan reintegrasi epistemologi keilmuan ini
sekaligus akan dapat menyelesaikan konflik antar sekularisme ekstrim dan
fundamentalisme negatif agama-agama yang kaku dan radikal dalam banyak
hal. 11
Teori spider web Amin Abdullah dapat pula dijadikan rujukan akademis
bagi upaya pengembangan sains di masa depan yang juga mendapatkan
dukungan teologis dari agama. Sehubungan dengan lingkar lapis tiga spider

10
Parluhutan siregar, Integrasi Ilmu-ilmu keislaman, h 346.

11
Amin Abdullah, Profil Kompetensi, h 13.
web keilmuan, Amin Abdullah mencoba menjawab keraguan beberapa pihak
tentang kemungkinan membangun disiplin ilmiah, seperti Antropologi,
Sosiologi, dan Psikologi, yang dapat menghasilkan teori-teori. Pertenyaan-
nya adalah, apakah Islam dapat ditelaah secara ilmiah? Jika yang
dimaksudkan Islam disini adalah “prilaku” individu, “tradisi masyarakat baik
dalam ruang politik, falsafah, ekonomi, sosial-budaya yang terinspirasikan
oleh ajaran Islam , mengapa tidak? Jika yang ditelaah dan diteliti adalah aspek
historisitas-kekhalifahan manusia muslim, mengapa tidak bisa dibenarkan 12
berkaitan dengan ini, Amin Abdullah menambahkan, bahwa agama tidak lagi
terbatas hanya sekedar menerangkan hubungan antara manusia dengan
Tuhan, tetapi juga melibatkan kesadaran berkelompok, kesadaran
pencariann asal-usul agama, membentuk diri yang kuat dan ketenangann
jiwa.13
Lebih jauh, Amin Abdullah menerangkan beberapa fungsi pengetahuan
yang ada di pemikirannnya. Mennurut Amin Abdullah filsafat bisa diartikan
sebagai: pertama, sebagai aliran atau hasil pemikiran, yakni berupa sistem
pemikiran yang konsisten dan dalam taraf tertentu sebagai sistem tertutup.
Kedua, sebagai metode berpikir, yang dapat dicirikan mencari ide dasar
yanng bersifat fundamental, membikin cara berpikir kritis, dan menjunjung
tinggi kebebasan serta keterbukaan intelektual. Kesimpulannya filsafat
adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentanng seluruh
kenyataan. Status pendekatan yang terdapat pada lingkar lapis spider web di
atas, kata Amin Abdullah, tidak lepas dari kemampuan manusia sebagai
penciptanya untuk menerapkannya.
b. Relevansi Pemikiran Bangunan Keilmuan Amin Abdullah
Sehabis Harun Nasution, Amin Abdullah adalah seorang pemikir yang
serius yang banyak berbaur tentang pembaruan kurikulum pendidikan di
Perguruan Tinggi Agama Islam yang di ajarkan di (PTAI). Sebelumnya Harun
Nasution telah ,erubah kerangka keilmuan Islam yang diajarkan di PTAI dari

12
Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h
23.

13
Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas? (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), h 10.
pendekatan normatif-doktrinal ke multi pendekatan (Islam ditinjau dari
berbagai aspeknya), sedangkan Amin Abdullah berusaha melanjutkannya
dengan pendekatan studi agama yang lebih luas lagi. Pendekatan ini tidak
hanya mengkaji Islam dari berbagai disiplin ilmu, tetapi juga mengkaji Islam
untuk melahirkan berbagai disiplin ilmu yang bercorak filosofis, teoritis, dan
praksis.
Sebenarnya pemikiran Amin Abdullah ini termasuk dalam arus besar
pemikiran Islamisasi Sains, tetapi kerangka berpikir yang berbeda. Hal ini
berarti bahwa ide dan gagasan integrasi ilmu yang di suguhkan Amin
Abdullah, bukan hanya relevan tetapi juga aktual, karena sejak 30 tahun
terakhir ini tema “Islamisasi Ilmu” menjadi wacana yang banyak dibicarakan
di seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia. Walaupun sudah banyak yang
mencetuskan pemikiran Islamisasi Ilmu, namun pemikiran Amin Abdullah
memiliki ciri tersendiri sebagai pembeda dari pemikiran lainnya.
Berkaitan dengan ciri pemikiran Amin Abdullah tersebut, Moh. Dahlan,
dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, melihat bahwa pemikiran “Islamisasi”
yang dibungkus–nya dalam gagasan rekontruksi pendekatan kajian agama,
pada dasarnya mengacu pada dua dari empat pendekatan Ian G. Barbour,
yaitu pendekatan dialog dan pendekatan integrasi. Amin Abdullah banyak
menggunakan pendekatan dialog sebagai upaya membangun sikap
sensitifkritis di antara domain agama dan sains, sedangkan pendekatan
integrasi banyak digunakan Amin Abdullah saat upaya rekontruksi
pendekatan kajian agama telah sampai pada tahap pengolahan dan
pencetusan model baru didalam pendekatan akjian agama. Suatu hal yang
sangat penting juga adalah dari segi pendekatan yang digunakan. Pemikiran
rekontruksi pendekatan kajian agama memiliki titik kemajuan dengan
adanya pendekatan interdisipliner dan sekaligus pendekatan multireligius.
Pemikiran terkait bangunan keilmuan yang teoantriposentris-integralisti,
seperti yang dirumuskan Amin Abdullah, tentu sudah banyak didiskusikan
dalam perumusan kurikulum di PTAI. Sebagai seorang Rektor di IAIN/UIN
lokomotif di Indonesia, gagasan-gagasan dari Amin Abdullah pasti banyak
diadopsi dalam merumuskan kurikulum PTAI. Itu pasti, sejak 10 tahun
terakhir, PTAI sudah menerapkan kurikulum yang mengintegrasikan antara
ajaran normatif agama dengan aspek filosofis, historis, teoritis dan praksis.
Gagasan tentang bangunan keilmuan teoantroposentris-integralistik, tentu
saja, bukan semata-mata milik Amin Abdullah, tetapi dia lah yang paling
banyak bersuara agar bangunan keilmuan semacam ini diterapkan dalam
sistem pendidikan dan pengajaran di PTAI, terlebih lagi setelah adanya
konversi bebrapa IAIN menjadi UIN.14
Pemikiran integralisasi keilmuan dari Amin Abdullah diperkirakan akan
terus berjalan ke dua arah, pertama, pada pengembangan dan perbaikan
kurikulum dan pendekatan dalam pengkajian Studi Agama di PTAI, yangg
kedua, tumbuhnya disiplin-disiplin baru yang digali dan dikembangkan dari
sumber ajaran Islam dan tradisi masyarakat muslim. perkiraan di landasi
dengan kegigihan dari Amin Abdullah dan bebrapa mahasiswanya di PPS UIN
Yogyakarta untuk mengembangkan pemikiran ini di Indonesia.15

KESIMPULAN

Bangunan keilmuan berbentuk jaring laba-lana adalah sebuah peta konsep yang
dirancang oleh Amin Abdullah yang menggambarkan bangunan keilmuan. Peta konsep

14
Parluhutan siregar, Integrasi Ilmu-ilmu keislaman, h 351.

15
Parluhutan siregar, Integrasi Ilmu-ilmu keislaman, h 352.
ini merupakan kesimpulan dari gagasan epistemologi keilmuan teoantropo-sentrik-
integralistik yang mencoba memadukan antara wahyu, pemikiran, teori dan isu-isu
kontemporer. Pemikiran ini tidak hanya dari Amin Abdullah melainkan di ambil dari
berbagai pemikiran sarjana sebelumnya, baik dari kalangan Islam maupun Barat.

Pemikirann teoantroposentrik-integralistik dari Amin Abdullah diawali dari


kritik internal terhadap pola pemikiran umat Islam Indonesia, khususnya di kalanngan
PTAI. Amin Abdullah menyimpulkan bahwa ilmu-ilmu keislaman yang berkembang di
PTAI masih bersifat fragmentaris, yang mana beberapa ilmu berdiri sendiri tanpa ada
keterkaitan dengan ilmu lain, lebih-lebih lagi dengan isu-isu kontemporer. Terbatasnya
pendekatan yang digunakan dengan epistemologi indikasi serta eksplikasi menjadi
salah satu kelemahannya. Keadaan ini sangat tidak relevan dengan kebutuhann umat
Islam di era posmodernisme, disebabkan perlunya upaya membangun epistemologi
yang bersifat integratif-interkonektif.

Epistemologi keilmuan teoantropo-sentrik-integralistik yang di cetuskan oleh


Amin Abdullah di mulai dari pengelompokan keilmuan yang di mulai dari Al-Qur’an dan
Sunnah, kemudian Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islamy, dan Dirasah alIslamiyyah. Keempat
kategori keilmuan Islam ini dipetakan Amin Abdullah ke dalam empat lingkar lapis
petaa konsep sider web.

DAFFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. 2002. “Profil Kompetensi Akademik Lulusan Program Pascasarjana
Perguruan Tinggi Agama Islam Dalam Era Masyarakat Berubah”. Makalah
disampaikan dalam pertemuan dan Konsultasi Direktur Program Pasca Sarjana
Perguruan Tinggi Agama Islam, Hotel Setiabudi. Jakarta.

Abdullah, Amin. 2006. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-


Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abdullah, Amin. 1995. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Abdullah, Amin. 1996. Studi Agama; Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Abdullah, Amin. 2000. “Relevansi Studi Agama-agama dalam Milenium Ketiga”. dalam
Amin Abdullah (et al). Mencari Islam: Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan.
Yogyakarta: Tiarawancana.

Hamam, Ahmad Saiful. 2021. Konsep Pendidikan Islam Multikultural Menurut Amin
Abdullah. Konsep Pendidikan Islam Multikultural (On-line), tersedia di
http://etheses.uin-malang.acid/4458/.

Kholil, Anwar. 2021. “peta konsep untuk mempermudah konsep sulit dalam pembela-
jar-an”. http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/peta-konsep-untuk-
mempermudah-konsep.html.

Nasir, Amin. 2014. SINTESIS PEMIKIRAN M. AMIN ABDULLAH DAN ADIAN HUSAINI.
dalam jurnal Fikrah. Vol. 2, No 1.

Siregar, Parluhutan. 2014. Integrasi Ilmu-ilmu keislaman. dalam jurnal MIQOT. Vol.
XXXVIII No. 2 Juli-Desember.

Anda mungkin juga menyukai