Anda di halaman 1dari 15

Bernapas dalam

Kemelut
Sejumlah kebijakan pemerintah meminggirkan

tentara. Pak Dirman tersungkur sakit dalam


tekanan batin.

MATAHARI belum di atas ubun-ubun ketika tentara


Komando Pertempuran Panembahan Senopati berbaris
keluar dari barak dengan senjata lengkap. Sedianya,
pasukan yang bermarkas di Solo itü hanya akan unjuk
kekuatan memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20

Mei 1948. Namun Laskar Pemuda Sosialis Indonesia


(Pesindo), Tentara Laut RI, dan TNl-masyarakat
menyusup, Parade pun berubah menjadi aksi penolakan
kebijakan Reorganisasi dan Rasionaliasi (ReRa) tentara.
ReRa akan memangkas personel dan kesatuan. Pasukan
dari elemen rakyat khawatir tergusur. Beredar kabar,
hanya perwira berpendidikan di ataş sekolah menengah
yang akan lolos. Demonstrasi besar-besaran merebak,
melibatkan puluhan ribu tentara di Madiun dan Malang,
Jawa Timur.
Soedirman saat
upacara

pahlawan yang
gugur dalam
pertempuran
S
pemberontakan
PKI, 1948.
Sebab, 1948. Inisiatifnya datang dari Amir Sjarifoeddin
"Tentara ketika menjabat perdana menteri. Niatnya
paling banyak mengefektifkan pasukan melawan Belanda.
hanya sekolah Pelaksanaannya dilakukan oleh Kabinet
ongko loro. Mohammad Hatta, melalui Mayor Jenderal A.H.
Tentu akan Nasution. Pemerintah berdalih tak mampu lagi
tersingkir," menggaji tentara. Jumlahnya mencapai 350 ribu
tulis orang, dan anggota laskar sebanyak 470 ribu
Soemarsono, orang.
bekas petinggi Tentara kian meradang dengan adanya
Pesindo, dalam penurunan pangkat. ReRa dianggap diskriminatif
bukunya, dan menguntungkan para bekas anggota KNIL,
Revolusi tentara Kerajaan Belanda. Eks KNIL mendapat
Agustus. prioritas direkrut menjadi perwira dan mendapat
Presiden kenaikan pangkat. Divisi Siliwangi mayoritas
Sukarno diisi mantan
mengeluarkan
Penetapan
Nomor 14
Tahun 1948
tentang
pelaksanaan
ReRa, 2 Januari
personel KNIL. Para bekas anggota Pembela Tanah Air
(Peta, tentara bentukan Jepang), yang hanya rnengenyam
pendidikan lokal, pun turun pangkat,
Pangkat Oerip Soemohardjo, misalnya, dari rnayor
jenderal naik jadi letnan jenderal, Sebaliknya, pangkat
Jenderal Soedirman turun jadi letnan jenderal. "Dia tak
pernah sekolah Belanda seperti halnya Sukarno," kata
sejarawan Rushdy Hoesein, September 2012. Tak kurang
dari 60 jenderal dan laksamana turun pangkat. Salah satu
perwira, Kolonel Bambang Supeno, mengundurkan diri
dari jabatan Panglima Divisi I sebagai protes.
Soedirman khawatir. kebijakan ini menimbulkan
perpecahan. Akhirnya, pemerintah mengalah. Nasution
kembali berpangkat kolonel, perwira sayap kiri pun tetap
diberi tempat. "Pak Dirman mempertahankan semua
divisi lama, dan posisi komando pertempuran
diteruskan," tulis Nasution dalam bukunya, Jenderal
tanpa Pasukan, Politisi tanpa Partai.
Sebelum ReRa, sudah ada konflik internal akibat hasil
Perjanjian Renville. Benih perpecahan muncul sejak awal
perjanjian diteken. Masjumi dan PNI menarik menterinya
dari kabinet Amir Sjarifoeddin. Perjanjian itu dianggap
merugikan Indonesia. Akhirnya, kabinet Amir jatuh,
digantikan kabinet
Hatta. Tentangan juga datang dari kalangan militer.
Jenderal Soedirman dan Letnan Jenderal Oerip
Soemohardjo dikabarkan sakit karena menolak perjanjian
itu. Salah satu hasilnya yang menyakitkan: wilayah
Indonesia tinggal sepertiga, Jawa Tengah. Selebihnya,
tentara Indonesia harus angkat kaki dari wilayah jajahan
Belanda.
Divisi Siliwangi melakukan long march ke Jawa
Tengah. Soedirman sebenarnya tak setuju poin ini. "Pak
Dirman menginginkan pasukan Siliwangi tak usah keluar
dari WilaYah teritorialnya," ujar Rushdy.
Kota-kota besar di Jawa, Yogya, Magelang, Solo, dan
Madiun, pun sesak. Sekitar 30 ribu tentara berikut keluarga
hijrah. Rumah-rumah padat penghuni, asrama sesak pen
datang, gedung sekolah dan gudang dijadikan hunian
darurat. "Malahan ada yang harus menginap di gerbong-
gerbong tua," tutur Soeharto dalam otobiografinya, Pikiran,
Ucapan dan Tindakan Saya.
Situasi makin sulit ketika bahan makanan menipis.
Daerah penghasil bahan kebutuhan pokok, seperti
Malang, Besuki, dan Jawa Barat, telah dikuasai Belanda.
Nilai rupiah anjlok. Di Solo, kondisi makin runyam ketika
Panglima KPPS Kolonel Soetarto ditembak orang tak
dikenal di depan rumahnya pada 2 Juli 1948. Sebelum
dibunuh, ia ditelepon, diminta pulang karena ibunya sakit.
Mayor Omom Abdoerachman menemukan peci dengan
lencana Siliwangi di samping korban.
Tuduhan mengarah pada Brigade Siliwangi. Muwardi,
tokoh Barisan Benteng Republik Indonesia, hilang.
Perwiraperwira bekas kesatuan laskar yang mendukung
kelompok kiri diculik. Mereka ditahan di Markas Siliwangi,
Srambatan. "Itu teror putih untuk menyingkirkan kelompok
kiri," tulis Soemarsono.
Saling curiga dan bentrokan antarpasukan meluas.
Panembahan Senopati mendesak semua pasukan Siliwangi
agar angkat kaki. Soedirman menengahinya dengan
mengeluarkan perintah: Siliwangi wajib meninggalkan
Solo-Semarang. Namun Brigade II Siliwangi menolaknya.
Dokumen Front Demokrasi Rakyat (FDR)—gabungan
kelompok kiri—menyebutkan Solo ditargetkan menjadi wild
west. FDR adalah bentukan Amir Sjarifoeddin, yang kecewa.
Tokoh komunis Indonesia, Musso, pulang dari Moskow pada 3
Agustus 1948 dan bergabung dengan FDR. "Daerah Solo oleh
PKI sengaja dibuat sebagai pelebaran kekuasaan dengan
kamuflase kekacauan dan keonaran,ö kata Letnari
Jendcral liokropranolo dalam buku Jenderat
Soedirman; Pernimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan
di Indonesia.
Pada 18 September 1948 malam, Sukarno
mengurnumkan Solo dalam kondisi bahaya melalui RRI
Yogyakarta. la meminta rakyat Solo mendukung pcmerintah
yang sah. Musso membalas dengan menyiarkan Proklamasi
Republik Demokrasi Rakyat Indonesia lewat Radio Gelora
Pernuda Madiun.
Partai Komunis Indonesia mengklaim apa yang
dilakukan di Madiun merupakan bagian dari bela diri.
Soemarsono menyebutkan pemerintah berencana
menghabisi kaum kiri sesuai dengan Red Devil Proposal.
Pemerintahan Hatta membuat kesepakatan itu dengan
Amerika Serikat. Jaminannya: Indonesia akan didukung di
forum Perserikatan BangsaBangsa. Alip Suhartojo, seorang
intel, mengatakan Hatta sedang melakukan pembersihan.
Korbannya, Sekretaris FDR Solo Slamet'dan Pardio,
dijemput truk dan tak pernah kembali. Banyak pemimpin
buruh diculik. "Kalau kami dinyatakan pemberontak, harus
dibasmi, ya bela diri," ujar Soemarsono.
Soedirman tak suka langkah PKI. la mengutus Letnan
Kolonel Soeharto membujuk Musso. "Apakah tidak baik
kalau kita tinggalkan permusuhan dan bersatu menghadapi
Belanda," kata Soeharto dalam buku Pikiran, Ucapan dan
Tindakan Saya. Musso menjawab, "Kalau saya
dihancurkan, saya pasti melawan."
Sebelum pulang, Soeharto diajak berkeliling Madiun
untuk menunjukkan kondisinya tak seperti gambaran di
media. Tak ada kibaran bendera palu-arit menggantikan
Merah
Putih. Soeharto kembali ke Yogyakarta, melapor kepada
Soedirman, yang meneruskan laporan itu kepada Sukarno
dan Hatta. Namun perintah menumpas PKI lebih dulu
turun.
Soedirman menilai peristiwa Madiun hanya keributan
tentara, alias hanya butuh dilerai. "Tapi, karena perintah
Hatta menyerang Madiun, maka dia menyerang," ujar pakar
politik dan pengamat militer, Profesor Salim Said,
Soedirman mengunjungi lokasi pembantaian PKI pada
November 1948. Pada pengujung November, ia pulang.
Setiba di rumah, ia mengeluh kepada istrinya tak bisa tidur
selama berada di Madiun. Soedirman syok menyaksikan
genangan darah sedalam 5 sentimeter dan kondisi korban
yang mengenaskan. "Pulang dari Madiun, Bapak tak hanya
kelelahan, tapi juga mengalami tekanan batin," kata
Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun pada 2012,
anaknya.
Setelah bercerita, Soedirman langsung mandi, tapi tak
mau menggunakan air hangat. Sehabis mandi, ia merasa
lemas, hingga sehari berikutnya tergolek saja. Atas diagnosis
tuberkulosis, Soedirman sempat menjalani perawatan di
Rumah Sakit Panti Rapih.

Anda mungkin juga menyukai