Kitab Sakti FoSSEI
Kitab Sakti FoSSEI
ii
Assalamu’alaykumWarahmatullahiWabarokatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah Subhanallahu
Wa Ta’ala karena atas berkat limpahan nikmat, rahmat, dan inayahnya sehingga buku Kitab Sakti FoSSEI
Kumpulan Materi Ekonomi Islam ini dapat dihadirkan kepada para pembaca. Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada seorang manusia yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang menggulung tikar-tikar
kebatilan dan menggelar permadani-permadani kebenaran, serta yang mendirikan tonggak pertama bagi
perkembangan ekonomi Islam, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, juga kepada para
keluarganya, sahabatnya, serta kepada para pengikutnya yang setia mengamalkan sunnah-sunnah beliau
hingga akhir zaman nanti.
Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapernas Keilmuan
“Pirates Family” dan Bapernas Media Data yang menyedekahkan waktunya di awal kepengurusan untuk
terlibat dalam pembuatan buku ini, teman teman KSEI SEF UGM, HIMA EKIS UNAIR, IsEF SEBI,
KSEI FEB UNDIP, dan CIES UB yang mau mewakafkan kekayaan intelektualnya untuk memperkaya
buku ini, serta tidak lupa saudaraku Presnas FoSSEI #BerdayaBersama 2019/2020 yang selalu menemani
dalam keadaan pahit dan manis karena kita tahu pahit dan manis itu bukanlah sebuah lawan kata. Semoga
buku ini menjadi tambahan amal kita bersama dan menjadi nilai tambah kita di sisi Allah SWT.
Buku Kitab Sakti FoSSEI ini merupakan edisi pertama sebagai bentuk ikhtiar kami untuk menekan
ketimpangan keilmuan antar KSEI di Indonesia.
Mengingat pentingnya sistematika dalam mengkaji Ekonomi Islam, diperlukan suatu standar bagi
setiap kader FoSSEI terkait penguasaan ekonomi Islam. Oleh karena itu, buku ini dihadirkan sebagai
media pengenalan ekonomi Islam bagi setiap kader FoSSEI. Buku ini berisikan informasi seputar
pengenalan tentang ekonomi Islam yang dikupas melalui penjelasan yang ringkas tapi padat. Buku ini
terdiri atas 3 bagian (pengantar, pengenalan, dan penjurusan) yang isinya disadur dari berbagai sumber
yang relevant dan reliable. Kegunaan buku ini adalah sebagain buku saku atau instant book bagi teman-
teman FoSSEI yang ingin mengingat materi Ekonomi Islam secara praktis. Tapi buku ini bukanlah buku
yang bisa dijadikan sumber utama atau bahkan satu-satunya sumber belajar ekonomi Islam bagi seluruh
kader FoSSEI, harapanya dapat dijadikan pemantik untuk mempelajari sumber-sumber belajar yang
lainya.
Tiada gading yang tak retak. Tentu kami menyadari bahwa Kitab Sakti FoSSEI ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat menantikan kritik dan saran dari berbagai pihak agar
kedepannya buku ini bisa muncul edisi selanjutnya dan dapat memberikan lebih banyak manfaat sebagai
media pembelajaran ekonomi Islam. Kami juga berharap agar kader FoSSEI juga memahami bahwa buku
bukanlah guru, tetaplah berdiskusi dan menghadiri kajian karena kita bukanlah murid dari buku tetapi kita
adalah murid dari guru guru kita. Selamat membaca dan selamat belajar! Ekonom Rabbani? Bisa!
Presnas FoSSEI 2019/2020
Adam Adhe Nugraha
iii
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Agama Islam merupakan agama yang mengatur seluruh sistem kehidupan (way of life). Aturan
agama Islam diberikan oleh Allah SWT kepada manusia melalui petunjuk rasul-Nya berupa akidah,
akhlak dan Syariah. Satu petunjuk ini di berikan supaya manusia dapat menjalankantugas kekhalifahan
dengan sebaik baiknya, tugas kekhalifahan dalam menjaga segala ciptaan-Nya termasuk di dalamnya
menjaga bumi beserta isinya.
Akidah dan akhlak sebagai sesuatu yang konstan, tidak mengalami perubahan walaupun adanya
perubahan waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi umat pada Rasul masing masing. Syariah Islam sebagai syariah yang terakhir,
yang di sampaikan Rasulullah Muhammad SAW memiliki dua keistimewaan yaitu sebagai syariah yang
komprehensif (meneyeluruh) dan universal (umum).
Worldview Islam
Secara umum, worldview atau pandagan hidup sering diartikan filsafat hidup atau prinsip hidup.
Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang mempunyai worldview
masing-masing. Jika worldview dikaitkan dengan suatu kebudayaan, maka spektrum maknanya dan juga
termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut. Esensi perbedaannya terletak pada faktor-faktor dominan
dalam pandangan hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama,
kepercayaan, tata nilai social, atau lainnya. Faktor-faktor itulah yang menentukan cara pandang dan sikap
manusia yang berangkutan terhadap apa yang terdapat dalam alam semesta, dan juga luas atau sempitnya
spektrum maknanya. Ada yang terbatas pada dunia fisik, ada pula yang menjangkaudunia metafisika atau
alam di luar kehidupan dunia.
Definisi worldview Islam dapat kita peroleh dari beberapa tokoh ulama kontemporer. Sebab dalam
tradisi Islam klasik terma khusus untuk pengertian worldview belum diketahui, meski tidak berarti Islam
tidak memiliki worldview. Para ulama abad 20 menggunakan term khusus untuk pengertian worldview ini
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Menurut al-Mauwdudi, worldview adalah Islâmî Nazariyat
(Islamic Vision) yang berarti pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (syahâdah) yang
berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab syahadah adalah pernyataan
moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh.
Hampir sama dengan al-Mawdudi, Sheykh Atif al-Zayn mengartikan worldview sebagai al-
Mabda’ al-Islâmî (Islamic Principle) yang berarti aqîdah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang
berdasarkan pada akal. Sebab setiap muslim wajib beriman kepada hakikat wujud Allah, kenabian
Muhammad SAW, dan kepada Al-Qur’an dengan akal. Iman kepada hal-hal yang ghaib berdasarkan cara
2
penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai
dîn yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
dengan dirinya dan lainnya. Masih bertumpu pada akidah, Sayyid Qutb mengartikan worldview Islam
dengan istilah al-Tasawwur al-Islâmî (Islamic Vision), yang berarti akumulasi dari keyakinan asasi yang
terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-
apa yang terdapat di balik itu.
Hampir sejalan dengan Sayyid Qutb, Naquib al-Attas mengganti istilah worldview Islam dengan
Ru’yah al-Islâm li al-wujûd yang berarti pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak
oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakikat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah
wujud yang total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud.
Dari definisi worldview Islam menurut ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa meski istilah yang
dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama tersebut sepakat bahwa Islam mempunyai cara
pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu. Selain itu pandangan-pandangan di atas telah cukup baik
menggambarkan karakter Islam sebagai suatu pandangan hidup yang membedakannya dengan pandangan
hidup lain. Namun, jika kita kaji keseluruhan pemikiran di balik definisi para ulama tersebut, kita dapati
beberapa orientasi yang berbeda. Maududi lebih mengarahkan kepada kekuasaan Tuhan yang mewarnai
segala aktivitas kehidupan manusia, yang berimplikasi politik. Sheykh Atif al-Zayn dan Sayyid Qutb
lebih cenderung mamahaminya sebagai seperangkat doktrin kepercayaan yang rasional yang implikasnya
adalah ideologi. Sayyid Qutb agak filosofis mengarahkan pada makna worldview sebagai gambaran
tentang wujud. Sedangkan Naquib al-Attas lebih tegas lagi memaknai worldview secara metafisis dan
epistemologis sehingga menjadi cara pandang.
dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-
teori ekonomi Islam.
Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat muamalah. Kegiatan muamalah merupakan kegiatan-
kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia. Kegiatan ini sama halnya dengan transaksi,
sebagaimana muamalah transaksi juga banyak macamnya salah satunya yaitu sewa menyewa. Kajian
hukum Islam tentang muamalah secara garis besar terkait dengan dua hal. Pertama muamalah yang
berkaitan dengan kebutuhan hidup yang bertalian dengan materi dan inilah yang dinamakan dengan
ekonomi. Sedangkan yang kedua, muamalah yang terkait dengan pergaulan hidup yang dipertalikan oleh
kepentingan moral rasa kemanusiaan dan inilah yang dinamakan sosial.
muslim harus dimaknai dalam rangka ibadah dan sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt.
Kesadaran dan kemampuan memaknai segala aktivitas ekonomi sebagai taqarrub ialllah akan melahirkan
sikap tawakal, ikhlas, sabar, qana’ah dan isti’anah (memohon pertolongan Allah) baik dengan solat
maupun berdoa, sehingga segala usaha yang dilakukannya tidak pernah terputus dangan Allah.
Sedangkan aktivitas ekonomi dalam bingkai syariah (menurut aturan Allah) maksudnya adalah,
dalam melakukan aktivitas ekonomi (Amal al-Iqtishadi) seseorang harus menyesuaikan diri dengan aturan
Al-Quran dan hadis. Memang harus diakui, bahwa Al-Quran tidak menyajikan aturan yang rinci tentang
norma-norma dalam melakukan aktivitas ekonomi. Tetapi hanya mengamanatkan nilai-nilai (prinsip-
prinsip)-nya saja. Sedangkan hadis Nabi saw. pun hanya menjelaskan sebagian rincian
operasionalisasinya, sementara aktivitas ekonomi dengan segala bentuknya senantiasa berkembang
mengikuti perkembangan zaman dan tingkat kemajuan kebudayaan manusia. Sehingga, semakin
berkembang kebudayaan manusia semakin banyak jenis muamalah yang muncul. Meskipun demikian,
tentu tidak berarti bahwa nilai-nilai atau norma Islam luput dari persoalan ekonomi yang berkembang di
zaman kontemporer, sekarang dan yang akan datang.
indera yang lain. Lalu bagaimana dengan fungsi akal untuk memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak?
hal-hal yang bersifat ghaib? Mempertimbangkan bahwa akal dapat berfungsi ketika ada informasi yang
bersifat empirik dari panca indera yang lain, ini berarti akal akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk
hal-hal yang bersifat dapat diraba dan didengar. Adapun untuk hal-hal yang bersifat ghaib atau abstrak
diperlukan petunjuk khusus, yakni wahyu (agama). Dengan begitu, meskipun di dalam al-Qur'an sangat
ditekankan pada penggunaan akal dalam setiap persoalan, namun di sisi lain akal sangat membutuhkan
wahyu (agama) atau lebih tepatnya religiusitas dalam menimbang hal-hal yang bersifat abstrak (ghaib).
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal, sehingga
akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang
kehilangan akal maka hukum-pun tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak
terkena beban apapun. Di dalam Islam, dalam menggunakan akal mestilah mengikuti kaedah-kaedah yang
ditentukan oleh wahyu supaya akal tidak terbabas, supaya akal tidak digiring oleh kepentingan, sehingga
tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, sehingga tidak menjadikan musuh
sebagai kawan dan kawan pula sebagai musuh.
Meskipun demikian, akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki kemampuan dan
kapasitas yang terbatas. Oleh karena itulah, Allah SWT menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing
manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya,
ketika ia melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.
Daftar Pustaka
Amin, Muhammad, “Kedudukan Akal dalam Islam”, Jurnal Tarbawi Jurnal Pendidikan Agama Islam,
(Vol. 3 No. 1, Januari-Juni 2018).
Zarkasyi, Hamid Fahmy, “Worldview Islam dan Kapitalisme Barat”, Jurnal Tsaqafah, (Vol. 9, No. 1,
April 2013).
Mursal dan Suhadi, “Implementasi Prinsip Islam dalam Aktivitas Ekonomi (Alternatif Mewujudkan
Keseimbangan Hidup)”, Jurnal Penelitian, (Vol. 9, No. 1, Februari 2015).
Adinugraha, Hendri Hermawan, “Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam”, Jurnal Media Ekonomi
& Teknologi Informasi, (Vol.21 No. 1 Maret 2013).
Khurshid mendefinisikan bahwa ekonomi Islam berkaitan dengan masalah ekonomi manusia
dari perspektif baru, menguraikan pendekatan untuk memecahkan masalah masyarakat yang
memanfaatkan sumber-sumber agama, budaya dan tradisi Islam, meskipun juga terdapat pembelajaran
dari seluruh pengalaman yang terjadi masa lalu dan saat ini. Keunikan pendekatan Islam terletak pada
integrasi aspek moral dan material, spiritual dan duniawi, etis dan sosial-fisik kehidupan. Islam
menekankan pengembangan kemanusiaan dengan nilai-nilai sosial, bukan hanya perkembangan
materialistis (Bhat, 2016).
Pernyataan Khurshid tentang ekonomi Islam didasarkan pada aksioma konseptual yang
sepenuhnya berbeda dari kapitalisme dan sosialisme, yaitu:
a. Tauhid (persatuan dan kedaulatan Allah).
b. Rububiyyah (bahwa Allah adalah penyedia dan penopang ciptaan).
c. Khilafah (manusia sebagai wakil Allah dan bertanggung jawab di depan Allah).
d. Tazkiyah (pemurnian, pengorbanan, amal, yaitu infak).
Pandangan dunia Islam didasarkan pada aksioma tauhid, yaitu monoteisme absolut adalah inti
dari Islam; keyakinan bahwa Allah adalah Mahakuasa, Tuhan yang Maha Segalanya, pencipta dan
penopang dunia. Aksioma ini berkorelasi dengan aksioma kesetaraan selanjutnya; semua manusia adalah
ciptaan-Nya dan setara secara inheren. Aksioma selanjutnya dari Rububiyyah yang mengacu pada
pengaturan Ilahi untuk makanan, rezeki dan mengarahkan hal-hal menuju kesempurnaan mereka.
Khilafah menjelaskan bahwa manusia adalah khalifah dan wali dari karunia-karunia Allah dalam
penciptaan, dan memegang posisi sentral di bumi ini. Semua manusia sama dalam esensi mereka dan
7
manusia bertanggung jawab untuk membangun perdamaian, keadilan, kemakmuran dan ketenangan di
bumi, ia bertanggung jawab atas perbuatannya di hadapan Tuhan. Khilafah termasuk konsepsi solidaritas
universal, penerapan sumber daya sebaik mungkin dan memiliki kebebasan untuk menjalankan kehidupan
pribadinya. Aksioma tazkiyah berkaitan dengan dan pertumbuhan menuju kesempurnaan melalui
pemurnian, pengorbanan, amal yaitu infak. Aksioma ini mengarahkan individu ke arah pengembangan
diri, yang mengarah pada kemakmuran dalam dimensi ekonomi dan sosial secara harmonis. Hasil
tazkiyah adalah falah, kemakmuran di dunia dan akhirat.
3. Metodologi arus utama ekonomi positif konvensional yang diterapkan dalam kasus-kasus Islam.
dalam ilmu sosial. Metodologi ekonomi Islam, akan berkaitan dengan ketiga sumber pengetahuan
tersebut, yaitu: doktrinal-wahyu, penalaran intelektual dan observasi faktual secara menyeluruh. Objek
penelitiannya akan mencakup spektrum luas (wahyu) dan perilaku aktual manusia dalam membuat pilihan
dan keputusan dalam memecahkan masalah ekonomi. Metodologi ini tidak hanya mencoba untuk
menyelidiki kerangka kerja ideal tentang bagaimana masalah ekonomi harus dipecahkan, tetapi juga
menyelidiki cara terbaik untuk menyelesaikannya. Sementara, dimensi studi empiris ini, tidak benar-
benar dijabarkan dalam ushul fiqh (Furqani & Haneef, 2015).
Dengan keterbatasan dalam lingkup penyelidikan metodologis, maka metodologi ushul al-fiqh
bukanlah metodologi yang tepat dalam memahami realitas praktis dari fenomena ekonomi. Oleh karena
itu, metodologi ini tidak siap disubstitusi untuk mengatasi kekurangan metodologi BaraT. Al-Faruqi
(1987) melihat ketidakcukupan ini berasal dari dua kecenderungan yang bertentangan secara diametris
pada metodologi ushul al-fiqh, yaitu; (1) kecenderungan untuk membatasi bidang ijtihad ke penalaran
legalistik, yaitu memasukkan masalah-masalah modern di bawah kategori-kategori hukum, sehingga
mengurangi mujtahid (yang juga harus mencakup ekonom) menjadi seorang faqih (ahli hukum), dan
mereduksi ilmu pengetahuan menjadi ilmu hukum, dan (2) kecenderungan untuk menghilangkan semua
kriteria dan standar rasional dengan mengadopsi metodologi yang murni intuitif dan esoterik, atau
membatasi metodologi untuk studi teks bahasa, tradisi dan yurisprudensi ortodoks.
Dalam mengembangkan ekonomi Islam, kita harus fokus pada implikasi dari aturan dan regulasi
terhadap sistem ekonomi secara keseluruhan. Hal ini perlu ditekankan dan mendapat perhatian yang
cukup, seperti halnya pada praktik perbankan dan keuangan Islam kontemporer.
(Bennet, 2005).
Perkembangan ekonomi Islam sebagai suatu disiplin tidak akan dimulai dari awal. Sebaliknya ia
akan memanfaatkan perkembangan ekonomi (teori dan metodologi) yang relatif lebih maju dan berupaya
membuatnya kompatibel dengan kerangka atau prinsip-prinsip Islam. Selain itu, terdapat beberapa
kesamaan antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam. Terdapat beberapa teori konvensional yang
dapat diterima, selama teori tersebut tidak bertentangan dengan struktur logis dari pandangan dunia Islam
(Chapra, 1984), atau teori yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, dan harus
dievaluasi dalam kerangka Islam menggunakan kriteria Islam (Haneef, 1997).
Secara konseptual, IOE tampaknya dipahami dengan cara yang sangat dangkal, menjaga
sebagian besar asumsi ekonomi konvensional dan nilai-nilai yang mendasarinya. Kemudian
menggunakan penambahan awalan Islam pada setiap konsep atau teori dilakukan untuk mencerminkan
internalisasi nilai-nilai Islam. Terdapat beberapa respon dari ekonom Islam, diantaranya menyesalkan
sikap tidak kritis yang banyak menggunakan asumsi dasar dari teori konvensional.
Pendekatan sederhana dalam program Islamisasi ekonomi menempatkan ekonomi Islam dalam
jangkauan wacana modernis Barat dalam hal kepedulian dan metodologi teoretis. Oleh karenanya, hal
tersebut tidak dapat dikembangkan sebagai alternatif baru yang lebih baik. Saat ini, pengembangan
ekonomi Islam lebih banyak memasukkan batas-batas teori neoklasik dengan beberapa penyesuaian untuk
memasukkan ajaran atau norma dan nilai yang mencerminkan persyaratan tertentu dari Islam (Haneef:
1997).
Ekonomi Islam yang diharapkan mampu menjadi disiplin ilmu yang berbeda, yang dapat
menganalisis ekonomi menggunakan filosofi, konsep, kerangka kerja dan metode analisis yang berbeda
seperti yang dimaksudkan oleh proyek Islamisasi pengetahuan, malah hampir menjadi sub-disiplin
neoklasik konvensional. Alih-alih menentang paradigma yang ada, ia berusaha untuk membenarkan
praktik ilmiah dan melegitimasi apa yang telah terjadi atas nama Islam (studi kasus). Lawson (2003)
mengatakan bahwa praktik metodologi ekonomi Islam saat ini menerima keilmuan ekonomi yang ada
dengan praktik yang membenarkan dan memperjelas rasionalitas atas apa yang terjadi, bukannya
berusaha menerapkan konsepsi ekonomi Islam yang tepat.
1) Self-centered welfare: kesejahteraan seseorang hanya bergantung pada konsumsinya sendiri (dan
khususnya tidak melibatkan simpati atau antipati terhadap orang lain).
2) Self-welfare goals: tujuan seseorang adalah memaksimalkan kesejahteraannya sendiri (tidak
melibatkan dan mengaitkan kepentingan dengan kesejahteraan orang lain).
3) Self-goal choice: setiap pilihan seseorang diikuti oleh tujuan tertentu (dan khususnya, tidak
dibatasi oleh adanya ketergantungan atau hubungan timbal balik, karena masing-masing mengejar
tujuan mereka).
Ekonomi Islam mengakui adanya kepentingan individu sebagai bagian dari sifat manusia, tetapi
tidak menganggapnya sebagai konsep absolut untuk menjelaskan motif perilaku manusia. Hal ini karena
kepentingan pribadi individu tidak eksklusif dan tentunya semua makhluk (masyarakat, hewan,
tumbuhan, dan makhluk lain) memiliki kepentingan dan haknya masing-masing. Konsep huquq dapat
menjelaskan hubungan manusia dan alam dengan lebih baik dan secara tepat meletakkan landasan etis
dalam hubungan ini dalam kerangka Islam (Furqani, 2015).
Huquq atau dalam bentuk tunggal haqq berarti kebenaran, nyata, kepastian (al-tsubut), benar,
klaim (al-nasib wa al-haz), kewajiban dan tanggung jawab (al-wujub, al-mas'uliyyah) (Sharbasi, 1981).
Makna-makna tersebut menandakan dua dimensi huquq. Pertama, huquq berarti hak dan tanggung jawab
atau kewajiban (sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an 6: 141; 51:19; 70:24-25). Hal ini menyiratkan
bahwa manusia memiliki hak (ikhtisas hajiz) yang berbentuk kekuasaan, namun ia juga memiliki
tanggung jawab atau kewajiban (al-wujub). Kedua, huquq juga menyiratkan bahwa hak harus diarahkan
kepada nilai atau tujuan yang lebih tinggi, seperti keadilan (‘adl), kebenaran (ihsan) dan maslahah
(menguntungkan).
Beberapa perbedaan konseptual dan implikasinya dalam mengembangkan dua konsep tersebut
adalah sebagai berikut: Pertama, konsep kepentingan pribadi didasarkan pada unitary self-view,
sedangkan konsep huquq didasarkan pada holistik dan integrated self-view. Manusia dianggap sebagai
makhluk otonom yang mengukur nilai pada tingkat impuls pribadi, keinginan dan preferensi untuk semua
aktivitasnya (Ryan, 2003). Manusia adalah pusat dari semua makhluk yang terisolasi, bercerai dan
terputus dari sumber Ilahi dan tidak bertanggung jawab kepada siapa pun kecuali dirinya sendiri, terlepas
dari unsur eksternal (masyarakat, lingkungan, dan bahkan Tuhan). Manusia dalam unitary self-view
memiliki satu identitas tunggal, baik identitas individu (seperti dalam kapitalisme) maupun identitas
sosial (seperti dalam sosialisme).
Konsep huquq menjunjung tinggi pandangan individu yang holistik atau terintegrasi (Furqani,
2015). Karena dirinya terdiri dari tubuh fisik (jism), roh (ruh), jiwa (nafs), hati (qalb) dan kecerdasan
('aql), serta memiliki kehendak bebas untuk memilih perilaku positif atau negatif. Seseorang juga
memiliki identitas ganda, yakni sebagai individu dan makhluk sosial. Hal ini menunjukkan bahwa
13
seorang individu, walaupun memiliki kapasitas dan kecenderungan untuk memenuhi minatnya sendiri,
pada saat yang sama juga memiliki kecenderungan dan kapasitas untuk mengejar kepentingan masyarakat
karena ia adalah makhluk sosial. Dengan kata lain, naluri yang melayani kebajikan manusia,
pengorbanan, kedermawanan, dan berbagi adalah sesuai dengan perasaan agresivitas manusia, akuisisi
material, keegoisan, dan egoisme (Azzam, 1993).
Kedua, perilaku manusia dalam konsep self-interest adalah kesatuan dan statis, sedangkan
konsep huquq bermaka timbal balik dan dinamis. Perilaku individu dalam konsep self-interest memiliki
motif satu arah. Artinya, individu yang dimotivasi oleh kepentingannya sendiri akan memaksimalkan
utilitasnya sendiri demi mencapai kepuasannya sendiri, bahkan dengan mengorbankan kepentingan orang
lain. Hal seperti ini tersirat dalam prinsip Optimalitas Pareto, yang dipandang sebagai sesuatu yang
dieksploitasi untuk keinginan atau kepuasan individu.
Dalam konsep huquq, perilaku individu dipandang dalam perspektif terintegrasi yang memiliki
hubungan dua arah (timbal balik). Semua makhluk dalam pandangan dunia Islam memiliki huquq
tertentu. Huquq ini adalah hak diri (alami) bawaan yang harus dihormati oleh makhluk lain dan
merupakan tanggung jawab inheren. Konsep huquq memandang perilaku individu tidak hanya termotivasi
oleh kepentingan pribadi (menuntut dan mendapatkan lebih banyak hak seseorang), tetapi juga oleh
kewajiban diri dan pengorbanan diri kepada masyarakat dan alam dengan memberi, merawat,
mempertahankan dan mengembangkannya. Hak dan kewajiban ini merupakan hal mendasar dalam Islam
yang berkaitan dengan urusan ekonomi dalam alokasi sumber daya, serta dalam membuat pilihan dan
keputusan di tingkat mikro dan makro (Furqani, 2015).
ekonomi konvensional, yang menurut Hodgson (1988), memberikan reduksi mekanistik atas realitas atau
sistem penjelasan teleologis--suatu upaya yang telah banyak dikritik karena ketidakmampuan dan
ambiguitasnya untuk menjelaskan kenyataan. Meskipun sekarang diakui bahwa kenyataan jauh lebih
kompleks, heterogen, beragam, dan canggih, bahasa ekonomi dikembangkan dengan cara yang sederhana,
sempit, dan reduksionis yang akan mencegah interpretasi realitas yang komprehensif (Lawson, 2003).
Oleh karena itu, dalam kasus ekonomi Islam, kita melihat bahwa dalam beberapa aspek
signifikan, tidak memadainya bahasa asing (Inggris) dalam menjelaskan sifat perilaku manusia. Jika
komunitas intelektual tidak mampu memodifikasi atau mengganti istilah-istilah Barat dengan istilah-
istilah Islam, kerangka analisis ekonomi Islam mungkin saja disebut menyesatkan. Dalam jangka panjang,
perlu upaya yang dilakukan dalam mengembangkan bahasa yang lebih komprehensif (yang
menggambarkan sifat, kecenderungan dan kebutuhan manusia) dan universal (dapat diterapkan untuk
semua manusia) dan pada saat yang sama juga dapat membimbing umat manusia ke arah yang benar
sesuai dengan perspektif Islam. Dalam perspektif ini, para sarjana, seperti Al-Faruqi (1986) dan Al-Attas
(1995) merekomendasikan untuk memperkenalkan kembali istilah-istilah dan konsep kunci Arab-Islam
dalam wacana tentang Islam dalam bahasa Inggris. Istilah-istilah ini dapat dengan tepat mencerminkan
pandangan dunia Islam (pandangan filosofis), karakter pengetahuan Islam dan menjelaskan tujuan-tujuan
Islam. Secara umum, ini akan menjadi upaya minimum, untuk mengislamkan ulang dan melawan
gelombang pasang sekularisasi pikiran Muslim.
Ini dapat dilakukan dengan melihat kembali terminologi Al-Qur'an dan dengan menyelidiki
warisan intelektual Islam (turath) untuk melihat istilah-istilah kunci yang digunakan, dan pada saat yang
sama, menampilkan kembali seluruh kearifan Islam saat ini agar bahasanya dapat dipahami (Nasr, 1967).
Istilah Al Quran berpotensi menjadi istilah atau konsep utama ekonomi Islam, tidak hanya karena dapat
dijelaskan secara komprehensif, tetapi juga mewakili identitas berbeda dari ekonomi Islam. Menurut
Izutsu (2002), Al-Quran memiliki sistem kemandirian kata-kata di mana semua kata, apa pun asal
usulnya, telah diintegrasikan dengan interpretasi sistematis. Pendekatan semantik terhadap Al-Qur'an
dapat digunakan untuk mengembangkan istilah-istilah kunci Islam tentang ekonomi. Analisis semantik Al
Quran harus dipahami secara terstruktur agar dapat dipahami bagaimana konsep dalam Al Quran saling
berkaitan.
Referensi
Bhat, N. N. (2016). The Economic Thougt of Khurshid Ahmad. Turkish Journal of Islamic Economics,
3(2), 1–11.
Furqani, H. (2015). Individual and Society in An Islamic Ethical Framework: Exploring Key
Terminologies and The Micro-Foundations of Islamic Economics. Humanomics, 31(1), 74–87.
https://doi.org/10.1108/H-04-2014-0037
15
Pengertian Syari’ah
Secara etimologis (lughawi) kata ‘syariah’ berasal dari kata berbahasa Arab al syarī’at (( ريعةالشyang
berarti ‘jalan ke sumber air’ atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi
kehidupan. Secara harfiah kata kerja syara’a berarti menandai atau menggambar jalan yang jelas menuju
sumber air. Dalam pemakaiannya yang bersifat religius, kata syariah mempunyai arti jalan kehidupan
yang baik, yaitu nilai nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konkret,
yang ditujukan untuk mengarahkan kehidupan manusia.
Pengertian Syariah menurut Ashshiddieqy adalah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah
untuk para hamba-Nya dengan perantara Rasullullah, supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar
iman dan takwa, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun yang mengenai akhlak dan akidah,
kepercayaan yang bersifat batiniah. Menurut Agnides, pengertian Syariah ialah sesuatu yang tidak akan
diketahui adanya, seandainya saja tidak ada wahyu ilahi. Fyzee mengemukakan pengertian Syariah yaitu
sebagai berikut, syariat dalam bahasa Inggris disebut Connon of Law yakni keseluruhan perintah Tuhan.
Dimana Tiap-tiap perintah itu dinamakan hukum. Hukum Allah tidak mudah dipahami dan syariah itu
meliputi semua tingkah laku manusia. Pengertian Syariah menurut Hanafi adalah apa (hukum-hukum)
yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang di bawah oleh salah seorang Nabi-Nya, baik
hukum-hukum itu berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut sebagai "hukum-
hukum cabang dan amalan". Oleh karenanya maka dihimpunlah ilmu Fiqih, ataupun mengenai hal yang
berhubungan dengan kepercayaan yaitu yang disebut sebagai "hukum-hukum Pokok" atau keimanan,
yang terhimpun dalam kajian ilmu kalam. Menurut Rosyada, pengertian Syariah ialah menetapkan
norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun
dengan umat manusia lainnya. Zuhdi mengatakan, pengertian Syariah yaitu sebagai hukum yang
ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya untuk Hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar iman
dan takwa, baik yang berkaitan dengan akidah, amaliyah (Ibadah dan Muamalah) dan yang berkaitan
dengan akhlak. Berdasarkan pengertian Syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Syariah
adalah segala apa yang disyariatkan oleh Allah. Baik dengan Al-qur'an maupun dengan Sunnah Nabi
ataupun yang dapat melengkapi semua dasar-dasar agama, akhlak, hubungan manusia dengan manusia,
bahkan meliputi juga apa yang menjadi tujuan hidup dan kehidupan manusia untuk keselamatan dunia
dan akhirat.
17
Tujuan Syariah
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah
dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam,
yaitu:
18
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas
ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah
mengatur hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-
Baqarah [2]: 221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali
dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agamaAllah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]:
2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan
disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam
mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat
kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong
tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena
lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan
dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan
menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian
Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai
tindak pencurian.
Sumber-sumber Syari’ah
Al-Quran
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Selain sebagai sumber ajaran
Islam, Al Quran disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama syarak.
20
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah
diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah
berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
Al-Hadits
Hadits terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, di antaranya adalah:
• Sahih
• Hasan
• Daif (lemah)
• Maudu' (palsu)
Hadis yang dijadikan acuan hukum hanya hadis dengan derajat sahih dan hasan, kemudian
hadis daif menurut kesepakatan Ulama salaf (generasi terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah
beramal (fadilah amal) masih diperbolehkan untuk digunakan oleh umat Islam. Adapun hadis dengan
derajat maudu dan derajat hadis yang di bawahnya wajib ditinggalkan, namun tetap perlu dipelajari dalam
ranah ilmu pengetahuan.
Perbedaan al-Quran dan al-Hadis adalah al-Quran, merupakan kitab suci yang berisikan kebenaran,
hukum hukum dan firman Allah, yang kemudian dibukukan menjadi satu bundel, untuk seluruh umat
manusia. Sedangkan al-hadis, merupakan kumpulan yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al
Quran berisikan aturan pelaksanaan, tata cara ibadah, Akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad saw. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli fikih dan ahli hadis dalam memahami
makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tetapi semua merupakan upaya dalam mencari kebenaran
demi kemaslahatan ummat , namun hanya para ulama mazhab (ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi
dan dipercaya ummat yang bisa memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.
Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan hukum Islam,
berdasarkan al-Quran dan al-Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat sehingga tidak bisa
langsung menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum maupun perihal peribadatan. Namun, ada pula
hal-hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :
- Ijma', Ijma’ adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Nabi saw. di suatu masa atas
hukum syariat. Oleh karena itu, kesepakatan mereka baik di masa sahabat atau setelahnya tentang
suatu hukum dari hukum-hukum syariat, maka hal itu dinamakan ijma’, dan umat Muslim wajib
melaksanakannya. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu Basrah Al-Ghifari bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “
َ ضاللَ ٍة فَأ َ ْع
.”طانيها َ ع هز َو َج هل أ َ ْن الَ َيجْ َم َع أ ُ همتي
َ على َ سأ َ ْلتُ ه
َ َّللا َ ”
21
Aku minta kepada Allah azza wajalla agar umatku tidak bersepakat tentang kesesatan, lalu Allah
memberikannya kepadaku tentang hal itu. (H.R. Ahmad).
- Qiyas, Qiyas adalah menyamakan suatu hal yang belum ditemukan hukum syariatnya dengan hal lain
yang telah ada penjelasan hukumnya karena adanya suatu alasan yang sama antara keduanya. Qiyas
merupakan alternatif setelah kita tidak menemukan hukum atas suatu masalah di dalam Al-Qur’an,
sunah, maupun ijma’.
- Maslahah Mursalah, maslahah mursalah adalah sesuatu kejadian yang syara’ atau ijma tidak
menetapkan hukumnya dan tidak pula nyata ada illat yang menjadi dasar syara menetapkan satu
hukum,tetapi ada pula sesuatu yang munasabah untuk kemaslahatan dan kebaikan umum.
- 'Urf, segala sesuatu yang sudah dikenal masyarakat dan telah dilakukan secara terus menerus baik
berupa perkataan maupun perbuatan.
Terkait dengan susunan tertib syariat, al Quran dalam Surah Al-Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa
sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan
mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu
perkara yang Allah dan rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan
sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat al Qur'an dalam Surah Al-
Mai'dah yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada
Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk
dalam kategori Asas Syarak (ibadah Mahdah) dan perkara yang masuk dalam kategori Furuk Syarak
(Gairu Mahdah).
diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah
kekuasaannya. Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai
perkara ijtihadiyah.
Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum islam :
• Bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (ilahi)
• Adil, artinya salam hukum islam keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi sifat yang melekat
sejak kaidah-kaidah salam syariah di tetapkan.
• Individualistik dan kemasyarakatan yang di ikat dengan nilai-nilai transendental yaitu wahyu Allah
yang di sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.
Sumber :
• TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.
(http://staffnew.uny.ac.id/upload/132001803/lainlain/Dr.+Marzuki,+M.Ag_.+Tinjauan+Umum+te
ntang+Hukum+Islam.pdf)
• MENGENAL SYARI’AH ISLAM
(http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/BUDHI_PAMUNGKAS_GA
UTAMA/1-MENGENAL_SYARIAH_ISLAM.pdf)
MAQOSYID SYARIAH
Definisi: maqashid syariah yaitu tujuan-tujuan atau hikmah-hikmah yang ditetapkan oleh Syari’ pada
setiap hukum dari hukum-hukum-Nya untuk kemaslahatan manusia.
Pembagian Maqosyid
Menurut Imam Ghazali maqsud al-syar’I dari manusia ada 5 (Maqashid al-khamsah).
Yaitu memelihara: 1. Agama (Din)
2. Jiwa (Nafs)
3. Akal (akl)
4. Keturunan (Nasl)
5. Harta (Mal)
Al-‘Iz ibn Abdul Salam membagi maslahat dunia menjadi 3 kategori, yaitu dharuriyat, hajiyat dan
takmiliyat.
1) dharuriyat adalah tingkatan dimana berbagai maslahat tidak akan tercapai tanpa terpenuhinya
maqashid al-khamsah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali.
2) hajiyat adalah segala sesuatu yang tidak dimaksudkan oleh syariat untuk memelihara maqashid al-
khamsah melainkan maksudnya adalah menghilangkan kesulitan, kesempitan atau kesusahan
dalam pelaksanaan maqashid al-khamsah.
3) Ketiga, tahsiniyat atau kamaliyat adalah segala sesuatu yang tujuan tidak untuk merealisasikan
maqashid al-khamsah dan tahsiniyat melainkan untuk menjaga kehormatan dari maqashid al-
khamsah itu sendiri.
• Imam Juwaeni dan beberapa ulama lainnya lebih memfokuskan kepada pembahasa maqashid
al-khomsah yaitu penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Selain itu konsep
maqashid syariah dihubungkan dengan ‘illah sebuah hukum syariat.
• Sedangkan ulama-ulama setelah Imam Syatibi telah menjelaskannya lebih rinci dan
komprehensif, karena memang pembahasannya lebih difokuskan kepada maqashid syariah
yang merupakan satu pembahasan tersendiri tidak menjadi sub judul dalam ilmu ushul fikih.
Referensi:
Ismail, Nurizal, 2014, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, Smart WR.
didapatkan oleh negara Islam waktu itu. Berikut ini adalah sumber pendapatan primer negara
Islam pada masa Rasulullah saw.:
▪ Zakat : menurut bahasa adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam. Zakat diberikan kepada golongan yang berhak menerima menurut ketentuan
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
▪ Ushr : memiliki dua pengertian, pertama adalah semacam pajak perdagangan yang telah
dikenal sejak masa jahiliyah. Tarif untuk ushr perdagangan ini adalah 2,5% untuk kaum
muslimin, dan 5% untuk orang kafir yang dilindungi. Pengertian ushr yang kedua adalah
pembayaran atas hasil pertanian yang harus dibayarkan oleh umat muslim yang memiliki
tarif 10% apabila sumber air didapat dari hujan, dan 5% apabila sumber air dengan irigasi.
▪ Jizyah : pembayaran yang dibayarkan oleh orang kafir yang tinggal di negara Islam untuk
jaminan perlindungan untuk jiwa, harta, dan kebebasan untuk beribadah.
▪ Kharaj : pembayaran warga Negara Islam atas tanah taklukan yang awalnya dimiliki oleh
orang kafir. Berbeda dengan jizyah yang apabila pembayar jizyah masuk Islam maka akan
hilang kewajibannya dalam membayar jizyah, untuk status tanah kharajiah maka kewajiban
tersebut akan tetap ada walaupun pemilik tanah tersebut masuk Islam.
▪ Ghanimah dan fa’i : ghanimah adalah harta rampasan perang yang ditinggalkan oleh musuh.
Sesuai dengan ketentuan syara’ 1/5 dari ghanimah adalah untuk Allah dan Rasulnya
sedangkan 4/5 adalah milik tentara yang ikut berperang. 1/5 dari ghanimah lebih dikenal
dengan istilah khums. Khums pada masa Rasulullah SAW umumnya dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian pertama untuk Rasulullah SAW dan keluarganya, bagian kedua untuk
kerabatnya, dan bagian ketiga untuk baitul mal. Sedangkan Fa’i adalah harta rampasan yang
didapatkan tanpa melalui peperangan.
▪ Zakat fitrah, zakat yang ditarik di bulan suci Ramadhan, dan dibagi sebelum sholat Ied.
▪ Bentuk dan shodaqoh lainnya seperti kurban dan Kuffarat adalah denda atas kesalahan yang
dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu pada musim haji.
2. Kebijakan dan Sistem Moneter Negara Islam Pada Masa Rasulullah saw
Kebijakan moneter yang ditempuh pada masa Rasulullah saw. adalah menciptakan sistem
keuangan yang bebas dari riba. Riba pada masa pra Islam telah menjadi budaya yang mengakar
pada masyarakat. Dengan diturunkannya ayat-ayat yang membahas tentang pelarangan riba dalam
Al-Quran maka Rasulullah saw. mulai menciptakan suatu sistem keuangan yang bebas riba.
Selain melarang riba dalam sistem moneter yang diciptakan oleh Rasulullah saw. juga
melarang keras adanya penimbunan terhadap uang emas dan perak, sehingga uang hanya
berputar pada kalangan tertentu saja. Pelarangan tersebut juga dilakukan dalam rangka menciptakan
stimulus dalam perekonomian untuk percepatan pembangunan. Kebijakan moneter yang ditempuh
oleh Rasulullah saw. bukan dengan melonggarkan atau mengetatkan kredit berbasis bunga seperti
yang banyak bank sentral pada saat ini. Namun kebijakan moneter yang ditempuh oleh Rasulullah
saw. adalah dengan mempercepat perputaran uang dengan cara peningkatan sektor riil. Walaupun
tanpa menggunakan sistem riba, pembiayaan untuk sektor riil tetap dapat dilakukan dengan cara yang
telah dianjurkan oleh Islam seperti Qardh (pinjaman tanpa kompensasi), sedekah, kerja sama bisnis
dalam bentuk syirkah, maupun berbagai bentuk pembiayaan lainnya. Pada masa Rasulullah saw. juga
digunakan uang dari emas dan perak asli, sehingga nilainya cenderung lebih stabil dibandingkan
dengan sistem uang kertas saat ini.
Dalam perekonomian yang ada di era Rasulullah SAW, sistem ekonomi yang berlaku adalah
sistem ekonomi persaingan sempurna dimana informasi yang ada di pasar diketahui secara jelas
baik oleh pembeli maupun penjual. Pasar monopoli juga diharamkan dalam Islam. Harga produk
29
didalam pasar ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran barang), dan
larangan kontrak pembelian produk di masa mendatang jika kuantitas objeknya tidak diketahui
(larangan gharar).
Peran pemerintah dalam pasar adalah sebagai pengawas pasar untuk merencanakan dan
mengatur sehingga menyediakan lingkungan yang kondusif agar ekonomi berbasis pasar ini
dapat bebas beroperasi (adanya lembaga al hisbah selaku pengawas pasar). Intervensi yang boleh
dilakukan dalam kondisi tertentu hanya intervensi supply dan demand barang, pemerintah tidak
boleh melakukan intervensi harga.
Baitul Maal
Dibuka cabang di setiap provinsi. Pada sebuah riwayat, pada tahun 16 H, Abu Huraira,
Gubernur Bahrain, membawa kharaj 500.000 dirham. Oleh Umar, kharaj tersebut dikelola
30
dengan cara disimpan untuk keperluan darurat, gaji, dll, dan didistribusikan. Untuk
mengalokasikan pendapatan baitul maal, dibentuklah departemen- departemen:
▪ Pelayanan Militer untuk orang yang terlibat perang
▪ Kehakiman dan eksekutif gaji hakim dan eksekutif
▪ Pendidikan dan pengembangan Islam bantuan dana untuk guru dan dai beserta
keluarganya
▪ Jaminan sosial untuk fakir miskin
Pengelolaan Tanah
▪ Di wilayah Iraq tanah taklukan adalah untuk umat muslim dan bila penduduk menyerah
secara damai menjadi milik pemilik sebelumnya.
▪ Tanah bekas pemilik diberi hak kepemilikan selama membayar kharaj dan jizyah.
▪ Tanah mati bisa diolah oleh kaum muslim dan diperlakukan sebagai tanah ushr.
▪ Di Sawad: untuk tanah yang dapat dilalui air dibebani 1 dirham dan 1 rafiz gandum +
barley. Di Mesir, sesuai perjanjian Amar: dibebani 2 dinar + 3 irdab gandum dan 2 qist
untuk minyak, cuka, dan madu. Perjanjian Damaskus: 1 dinar + 1 beban jarib yang
diproduksi per ukuran tanah.
Zakat
Diberlakukan zakat kuda: 1 dirham untuk 40 dirham harga kuda. Ini dilakukan
karena pada waktu itu tak sedikit sahabat yang mempunyai kuda lebih dari 200 ekor. Pada
saat itu kuda mempunyai nilai jual yang tinggi. Diberlakukan pula denda 50% dari kekayaan
bagi pembangkang zakat.
Mata Uang
Digunakan dinar dan dirham untuk transaksi dalam dan luar negeri.
APBN
Pemasukan Pengeluaran
Zakat dan Ushr Prioritas 1 : dana pensiun
Untuk level lokal. Jika surplus akan
disimpan
di baitu maa pusa da didistribusi
l l t n kan
kepada 8 asnaf.
Khums dan Sedekah Prioritas 2 : pertahanan
Untuk fakir miskin, baik muslim
maupun non.
Kharaj, Jizyah, dan Ushr Prioritas 3 : pembangunan
Untuk dana pensiun, oprasional,
militer.
Lain-lain Membayar kewajiban negara :
melunasi utang
Untuk dana sosial orang yang pailit, bayar diyat dan
tebusan,
akomodasi delegasi, serta hadiah
untuk negara
sahabat.
Umar menunjuk petugas pengawas pasar (hisbah): Sayyidah as-Syifa dan Samra’ binti
Nuhaik. Selain itu juga mendirikan lembaga survey Nassab untuk sensus penduduk madinah
pendapatan negara adalah reformasi kepemilikan tanah dan perpajakan tanah. Saat masa Utsman bin
Affan, ada terdapat banyak tanah rampasan perang (swafi land) yang kemudian adminstrasinya diurus
langsung dibawah negara. Namun biaya operasional negara untuk memproduktifkan swafi land ini
tinggi, sehingga Utsman menerapkan kebijakan swastanisasi dimana masyarakat sipil dapat mengelola
tanah tersebut untuk diproduktifkan, namun dengan syarat harus membayar pajak tanah sesuai yang
telah ditentukan. Dengan adanya kebijakan ini, pendapatan negara yang awalnya hanya 4-9 juta dirham
meningkat hingga mencapai 50 juta dirham. Selain itu, tanah menjadi produktif , dan beban negara
untuk mengelola tanah tersebut berkurang drastis. Pada masa Utsman bin Affan juga mulai adanya
standarisasi dan kompilasi Al Quran (mushaf Utsmani).
Pada era Ali bin Abi Thalib, terdapat banyak ketidakstabilan politik mengingat beliau menggantikan
kepemimpinan Utsman bin Affan yang meninggal karena terbunuh. Kebijakan Ali:
1. Kebijakan swastanisasi tanah yang dilakukan oleh Utsman, tanah tersebut kembali lagi menjadi
milik negara
2. Melakukan distribusi pajak dan harta rampasan perang dengan bagian yang sama kepada umat
muslim.
3. Menangani banyak konflik di era ini antara lain konflik antara Sunni dan Syiah, Perang Jamal
(antara Ali dan Aisyah), Perang Shiffin (antara Ali dan Muawiyah).
4. Ali bin Abi Thalib menerapkan kebijakan balanced budget atau anggaran berimbang
5. Pada Era Ali bin Abi Thalib, kebijakan pertanian sangat ditekankan. Kebijakan dilakukan untuk
meningkatkan kepercayaan petani, dan meningkatkan hasil pertanian dengan cara mengawasi
budidaya lahan dengan baik.
6. Dalam bidang perdagangan, terdapat kebijakan untuk mencegah penimbunan aset (ikhtikar) dan
penetapan harga oleh pedagang. Pasar diatur dengan sendirinya dan pemerintah sebagai pengawas
dimana penjualan harus lancar dengan bobot dan harga yang sesuai dan tidak merugikan baik
penjual maupun pembeli.
Pasca kekhalifahan, terdapat 2 dinasti terbesar Islam yang memunculkan masa kejayaan Islam juga pada
masa itu. Yaitu dinasti Umayyah dan Abbasiyah
Sejarah : setelah Ali terbunuh, orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Alinamun Hasan bin Ali
menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan
kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah
Ekspansi wilayah
- Di bawah muawiyah, wilayah diperluas lagi mulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke
sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxusdan Afganistan sampai ke
Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium,
Konstantinopel.
- Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik
bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai
ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.
- Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa
pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup
bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa
- Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan
Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Permasalahan:
- Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu
Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium.
- Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan
setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa
tunduk, kecuali Husain bin Ali yang merupakan khalifah di madinah
- Setelah itu terjadi perang karbala antara yazid dan hausain. Husain pun meninggal dan digantiikan
abdullah bin zubair.
34
- Perang terus terjadi antara yazid dan abdullah bin zubair sampai akhirnya yazid wafat dan abdullah bin
zubair berhasir ditaklukan pada masa Abdul Malik bin Marwan.
Penurunan :
- Setelah Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720-
724 M) yang cenderung mewah dan kurang memerhatikan rakyat.
- masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan dan terjadi kerusuhan
- Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik
(724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat
bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim
- Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan
hanya lemah tetapi juga bermoral buruk.
- Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan
bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah
di damaskus.
- Namun, salah satu penerus bani umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-dakhil dapat meloloskan diri
pada tahun 755 M. ia melarikan diri ke andaluasia ternyata banyak muslim yang setia terhadap umayyah
dan mendirikan umayyah baru di andalus.
- Mencetak mata uang dan mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi
politik
- Gaji untuk tentara dan mengembangkan hakim/qadi sebagai jabatan profesional
Periode II (847-945 M)
Pada masa Khalifah Mutawakkil (847-861 M) orang-orang Turki merebut kekuasaan dengan cepat.
37
Periode IV (1055-1199 M)
Abbasiyah meminta bantuan orang-orang seljuk dalam bidang militer
Pada masa Thugrul Bek, Dinasti Seljuk berhasil memasuki Baghdad dan menggantikan Dinasti Buwaih
Membangun Madrasah Nizamiyah(1067 M) di tiap kota di Irak dan Khurasan oleh perintah Nizam Al
Mulk
Cendekiawan pada masa itu: Al Zamakhsari (penulis tafsir), Al Ghazali (tasawuf), dan Umar Khayyam
(perbintangan)
Kekuasaan ada di Baghdad, namun daerah dibagi menjadi provinsidan memiliki gubernur dan otonomi
Banyak wilayah yang memerdekakan diri dan membuat daulah Abbasiyah menjadi terpecah
Golden Ages
Ibukota Spanyol Muslim, Kordova, adalah kota paling berbudaya di Eropa dan, bersama-sama
Konstantinopel dan Baghdad, menjadi pusat peradaban dunia saat itu. Dengan 130 ribu rumah, 21 daerah
sub-urban, 73 perpustakaan, dan sejumlah besar toko buku, masjid dan istana, Kordova memperoleh
popularitas internasional. Kordova memiliki bermil-mil jalan yang mulus-rata dan di malam hari disinari
lampu-lampu dari rumah-rumah dipinggirnya.
Kaum Arab Spanyol memperkenalkan metode pertanian yang dipraktekkan di Asia Barat.
38
Faktor Internal
a. Pemahaman utuh terhadap semangat keilmuan yang disyaratkan Al-Qur’an
b. Perhatian tinggi terhadap pentingnya Ilmu Pengetahuan
c. Lahirnya berbagai pusat kajian dan pusat penerjemahan
Faktor Eksternal
a. Tradisi keilmuan yang lebih dulu berkembang di Persia
b. Adaptasi terhadap budaya asing terutama filsafat Yunani
39
Faktor Internal
1. Persaingan antara bangsa Persia dan Abbasiyah
2. Kemerosotan Perekonomian
3. Faktor Keagamaan, perpecahan dalam pemahaman fiqh.
Faktor Eksternal
1. Hilangnya kendali atas daerah dan munculnya dinasti2 kecil yang tidak dapat ditangani
2. Invasi Mongol
Dampak Negatif :
1. Kehancuran akibat serangan dari wilayah timur hingga ke barat
2. Pembunuhan terhadap umat Islam yang tidak berdosa
3. Sistem perbudakan dan pajak yang tinggi
4. Hancurnya sumber – sumber ilmu pengetahuan.
Dampak Positif :
1. Berasimilasi dan bergaul dengan umat muslim dengan jangka waktu yang panjang
2. Beberapa pemimpin Mongol masuk Islam dan menjadikan Islam sebagai agama kerajaannya
▪ Negara boleh menerapkan pajak baru atau meminjam jika terjadi defisit anggaran.
▪ Pinjaman hanya untuk membiayai barang dan jasa yang disewa untuk menjalankan fungsi
negara.
▪ Besar kharaj ditentukan oleh kesuburan tanah, jenis tanaman, irigasi, dan jarak dari pasar.
▪ Tarif kharaj berdasarkan ukuran tanah (misahah), ukuran tanah yang ditanami saja, atau
hasil panen (muqasamah).
▪ Harta baitul mal terdiri dari harta yang harus didistribusikan dan harta yang menjadi aset
baitul mal.
▪ Harta yang harus didistribusikan harus didistribusikan sesuai ajaran Islam.
▪ Harta yang menjadi aset baitul mal digunakan untuk gaji pegawai dan kepentingan umum.
▪ Jika aset baitul mal yang digunakan untuk kepentingan umum kurang kurang maka
kekurangannya ditanggung publik (fardhu kifayah).
▪ Hisbah (dewan pengawas) dan muhtasib (pengawas) harus diutamakan negara.
▪ Industri dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Industri dasar: Produksi kebutuhan dasar dan
infrastruktur. (2) Aktivitas penyokong: Tambahan bagi industri dasar. (3) Aktivitas
komplementer: Berkaitan dengan industri dasar.
▪ Emas dan perak hanya digunakan sebagai uang dan uang tidak boleh dipalsukan.
▪ Uang selain emas dan perak diperbolehkan.
▪ Bunga membelokkan fungsi uang, karena uang seperti cermin (dapat memantulkan warna
lain namun tidak dapat memantulkan warnanya sendiri). Uang dapat menghasilkan barang
namun tidak dapat menghasilkan dirinya sendiri.
▪ Lembaga hisbah sangat penting.
▪ Utang publik diizinkan jika dijamin dengan pendapatan masa depan (diadopsi di Amerika
Serikat dalam konsep revenue bond).
▪ Untuk menghilangkan kemiskinan dapat dilakukan pembagian harta secara paksa.
▪ Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.
▪ Tidak boleh ada seignorage (pengambilan keuntungan dari selisih nilai nominal dengan
nilai intrinsik uang).
▪ Mata uang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang berkualitas baik (Gresham
Law).
Referensi:
Muhammad, Banu. 2018. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Islam: Periode Klasik.
Dipresentasikan pada mata kuliah Sejarah Peradaban da Pemikiran Ekonomi Islam semester genap
2017-2018. Universitas Indonesia.
• Konsep Kelangkaan
Kata ekonomi berasal dari bahasa Greek yakni oikonomus, yang berarti pengatur rumah tangga. Rumah
tangga disini diartikan sebagaimana mestinya sebuah masyarakat. Ekonomi mempelajari bagaimana
rumah tangga atau masyarakat bekerja, mengalokasikan waktu dan uangnya untuk kebutuhan.
Arti kata mengatur datang dari konsep kelangkaan (scarcity), yaitu suatu keadaan dimana masyarakat
menghadapi sumber daya terbaas dan oleh karenanya tidak dapat memproduksi seluruh barang dan jasa
yang diinginkan orang-orang. Kelangkaan mencakup kuantitas, kualitas, tempat, dan waktu. Sesuatu tidak
akan langka kalau jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, berkualitas baik, tersedia di
mana saja (di setiap tempat) dan kapan saja (waktu) dibutuhkan.
Sehingga, ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana masyarakat mengatur kelangkaan
sumber daya ini. Secara lengkapnya, ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari pilihan-pilihan
yang dibuat individu, bisnis, pemerintah, dan seluruh masyarakat saat mereka mengatasi kelangkaan dan
insentif yang memengaruhi dan merekonsiliasi pilihan-pilihan itu.
Subjek ilmu ekonomi dibagi menjadi dua yakni mikroekonomi dan makroekonomi. Sesuai dengan
namanya, mikro dapat diartikan sebagai “ilmu ekonomi kecil”. Mikroekonomi merupakan bagian dari
ilmu ekonomi yang mempelajari pilihan-pilihan yang dibuat individu, bisnis, pemerintah, dan seluruh
masyarakat saat mereka mengatasi kelangkaan dan insenstif yang memengaruhi pilihan itu. Adapun
makroekonomi mendang ilmu ekonomi secara agregat. Sehingga, makroekonomi adalah ilmu ekonomi
yang mempelajari performa ekonomi nasional dan global.
untuk siapa barang dan jasa diproduksi berkaitan erat dengan konsep keadilan masyarakat bersangkutan.
Pertanyaan kedua, bisakah pilihan-pilihan yang diambil orang dalam mengerjar kepentingan diri sendiri
juga mempromosikan kepentingan sosial yang lebih luas? Sebuah pilihan bergantung pada kepentingan
pribadi jika kita berpikir bahwa pilihan itu adalah yang terbaik yang tersedia untuk kita. Kita
menggunakan waktu dan sumber daya lain dengan cara yang paling masuk akal bagi kita dan kita tidak
terlalu memikirkan bagaimana pilihan kita memengaruhi orang lain. Sedangkan dalam kepentingan sosial,
suatu pilihan itu mengarah pada hasil yang terbaik bagi masyarakat secara keseluruhan. Kepentingan
sosial memiliki dua dimensi: efisiensi dan kesetaraan (atau keadilan). Apa yang terbaik bagi masyarakat
adalah penggunaan sumber daya yang terbaik efisien dan adil.
10 prinsip ekonomi
1. Orang-orang menghadapi trade-offs
Untuk mendapatkan sesuatu yang kita sukai, kita biasanya harus mengorbankan hal lain yang juga kita
sukai. Membuat keputusan membutuhkan pengorbanan satu tujuan dengan tujuan lainnya. Adapun
dalam masyarakat, trade off terjadi antara efficiency dan equality. Efisiensi berarti masyarakat
mendapatkan manfaat maksimal dari sumber daya yang langka. Kesetaraan (equality) berarti manfaat
itu dapat didistribusikan secara seragam di antara anggota masyarakat. Dengan kata lain, efisiensi
mengacu pada ukuran kue knomi dan kesetaraan mengacu pada bagaimana kue dibagi ke setiap
individu.
2. Biaya sesuatu adalah apa yang Anda korbankan untuk mendapatkan sesuatu
Biasanya kita menyebutnya dengan opportunity cost. Biaya kesempatan dapat diartikan sebagai nilai
alternative tertinggi yang kita korbankan atas pilihan yang kita ambil.
3. Orang yang rasional memikirkan margin
Ekonom biasanya menganggap bahwa orang itu rasional. Orang yang rasional secara sistematis dan
sengaja melakukan yang terbaik untuk mencapai tujuan mereka, mengingat adanya peluang yang
tersedia. Ekonom menggunakan istilah perubahan marjinal untuk menjelaskan kenaikan atas
perubahan kecil sebuah aksi. Orang yang rasional sering membuat keputusan dengan membandingkan
manfaat marjinal dan biaya marjinal.
4. Orang merespons insentif
Insentif adalah sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Karena orang rasional
membuat keputusan dengan membandingkan biaya dan manfaat, berarti mereka merespon insentif.
5. Perdagangan dapat membuat setiap orang better off
Trade dapat membuat suatu negara melakukan spesialisasi dengan memproduksi barang dan jasa
secara efisien dan menikmati barang dan jasa dari negara lain yang tidak bisa mereka produksi secara
efisien.
50
6. Pasar biasanya merupakan cara yang baik untuk mengatur kegiatan ekonomi
Ekonomi pasar adalah ekonomi yang mengalokasikan sumber dayanya melalui keputusan banyak
perusahaan dan rumah tangga sebagaimana mereka berinteraksi di pasar untuk mendapatkan dan
menjual barang dan jasa.
7. Pemerintah terkadang dapat meningkatkan hasil pasar
Invisible hands dari Adam Smith memang powrful, tetapi tidak selalu. Yang paling penting, ekonomi
pasar membutuhkan institusi untuk menegakkan hak-hak property, individu dapat memiliki dan
mengendalikan sumber daya langka.
8. Standard of living suatu negara begantung pada kemampuan negara tersebut memproduksi barang dan
jasa
Hampir semua variasi dalam standar kehidupan disebabkan oleh perbedaan dalam produktivitas negara
– yaitu, jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh setiap unit input tenaga kerja. Demikian pula,
tingkat pertumbuhan produktivitas suatu negara menentukan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-
rata.
9. Harga naik ketika pemerintah mencetak terlalu banyak uang
Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dalam ekonomi. Jika pemerintah terlalu banyak
mencetak uang, maka jumlah uang yang beredar di perekonomian terlalu banyak menyebabkan inflasi.
10. Masyarakat mengahadapi trade off jangka pendek diantara inflasi dan pengangguran
Dalam Philip curve dijelaskan bahwa dalam jangka pendek, kenaikan inflasi akan menyebabkan
penurunan jumlah pengangguran, sebaliknya, ceteris paribus. Namun, dalam jangka panjang tidak ada
hubungan antara inflasi dan pengangguran.
• Konsep Rasionalitas
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Terkadang sangat sulit untuk memahami alasan tindakannya.
Seseorang mendefinisikan rasionalitas sebagai sesuatu yang membuatnya mudah untuk memenuhi
kriterianya. Dalam teori ekonomi tradisional, manusia sering digambarkan sebagai orang yang
sepenuhnya rasional. Beberapa ekonom neoklasik berasumsi bahwa individu harus rasional, karena
mereka percaya individu akan membentuk pilihan dan penilaian sendiri yang pada dasarnya mereka
anggap benar.
Ada beberapa definisi rasionalitas. Dalam arti yang sangat umum, rasionalitas dapat didefinisikan sebagai
bertindak dengan cara yang disengaja. Orang yang membuat pilihan rasional dapat memberikan alasan
untuk membuat pilihan tiu. Dalam perspektif ini, rasionalitas juga dapat didefinisikan sebagai
keterbuakaan terhadap kritik.
Ekonom mengartikan rasionalitas lebih spesifik. Ketika ekonom mengatakan individu itu rasinal, maka
mereka akan mengatakan bahwa individu tersebut selalu memilih alternative yang memberikan kepuasan
51
(utility) yang paling besar. Kemudian, inidividu mampu mengurutkan alternative kepuasan yang tersedia
atau disebut individu memiliki sejumlah himpunan preferensi rasional yang dibentuk oleh transitivity,
completeness, dan continuity. Terakhir seseorang memiliki kepercayaan rasional mengenai kemungkinan
kosekuensi dari kegiatannya.
Transitivitas berarti, jika individu dihadapkan tiga pilihan X, Y, dan Z. Dimana ia lebih menyukai X
dibanding Y dan lebih menyukai Y dibanding Z, maka ia akan lebih menyukai X dibanding Z.
Kelengkapan berarti individu dapat membandingkan seluruh opsi yang ia pilih. Sedangkan, kontinuitas
berarti di suatu titik, nilai marjinal dua alternatif barang yang dikonsumsi adalah sama.
Transitivitas, kelengkapan, dan kontinuitias memunculkan ordinal utility function yakni
merepresentasikan urutan preferensi individu. Kemudian konsep ini memunculkan indiffrerence curve
yakni kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan
tingkat kepuasan yang sama. Sekumpulan kurva indiferensi disebut sebagai indifference map.
Untuk mengkonsumsi suatu barang maka ada kendala yang dihadapi konsumen yakni pendapatan yang
mereka miliki. Hal ini dijelaskan dalam kurva budget line atau garis anggaran yakni kurva yang
menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama
besar.
52
Kondisi keseimbangan adalah kondisi di mana konsumen telah mengalokasikan seluruh pendapatannya
untuk konsumsi. Pendapatan yang ada diapakai untuk mencapai tingkat kepuasan tertinggi (maksimalisasi
kegunaan) atau tingkat kepuasan tertentu dapat dicapai dengan anggaran paling minim (minimalisasi
biaya). Secara grafis kondisi keseimbangan tercapai pada saat kurva garis anggaran (menggambarkan
tingkat kemampuan) bersinggungan dengan kurva indiferens (menggambarkan tingkat kepuasan)
Produsen juga memiliki rasionalitas ketika dihadapkan dalam pengalokasian faktor produksi untuk
memproduksi suatu barang. Dimana rasionallitas seorang produsen adalah mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Seperti konsumen, preferensi produsen untuk menggunakan faktor produksi digambarkan pada
kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi pneggunaan dua macam faktor
produksi variabel yang secara efisien dengan tingkat teknologi tertentu, yang menghasilkan tingkat
produksi yang sama. Sedangkan, kendala dari produsen sama seperti konsumen yakni terkait anggaran.
Isocost atau kurva anggaran produksi adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi
penggunaan dua macam faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Keseimbangan produsen
terjadi ketika kurva isoquant bersinggungan dengan isocost.
53
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi permintaan suatu barang. Faktor ini akan menyebabkan
kurva permintaan bergerak sepanjang kurva (moving) dan bergeser (shifting).
1. Perubahan harga barang itu sendiri akan membuat kurva permintaan moving along the curve. Jika
harga suatu barang semkain murah maka permintaan barang itu bertambah, dan sebaliknya.
2. Perubahan harga barang lain akan membuat kurva permintaan shifting. Harga barang lain
memengaruhi permintaan ketika kedua barang memiliki keterkaitan. Keterkaitan barang bisa bersifat
pengganti (substitusi) dan pelengkap (komplementer). Barang yang bersifat subtitusi memiliki
hubungan positif sedangkan barang komplementer bersifat negatif.
3. Tingkat pendapatan seseorang memengaruhi permintaan. Jika pendapatan seseorang meningkat maka
permintaan akan naik yang ditunjukkan kurva permintaan bergeser ke kanan, dan sebaliknya.
4. Selera konsumen memengaruhi permintaan secara positif.
5. Jumlah penduduk memengaruhi permintaan secara positif. Semakin banyak jumlah penduduk, maka
permintaan suatu barang semakin besar.
6. Perkiraan harga di masa yang akan datang akan memengaruhi keputusan konsumen membeli suatu
barang di masa kini. Jika harga suatu barang diekspektasikan akan naik di masa depan, maka
permintaan barang tersebut di masa sekarang akan meningkat.
54
Penawaran adalah jumlah keseluruhan barang atau jasa yang akan dijual atau ditawarkan oleh produsen
pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Hukum penawaran menjelaskan bahwa
jumlah barang yang ditawarkan akan selalu berbanding lurus dengan harganya. Jika harga barang naik,
maka jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah, dan sebaliknya, ceteris paribus. Oleh karenanya
slope atau kemiringan kurva penawaran bersifat positif atau naik dari kiri bawah ke kanan atas.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penawaran suatu barang. Faktor ini akan menyebabkan
kurva permintaan bergerak sepanjang kurva (moving) dan bergeser (shifting).
1. Perubahan harga barang itu sendiri akan membuat kurva penawaran moving along the curve. Jika
harga suatu barang meningkat maka penawaran barang itu bertambah, dan sebaliknya.
2. Perubahan harga barang lain akan membuat kurva penawaran shifting. Harga barang lain memengaruhi
penawaran ketika kedua barang memiliki keterkaitan. Keterkaitan barang bisa bersifat pengganti
(substitusi) dan pelengkap (komplementer). Barang yang bersifat subtitusi memiliki hubungan positif
sedangkan barang komplementer bersifat negatif.
3. Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga bahan baku yang
meningkat, atau kenaikan tingkat bunga modal, akan menyebabkan perusahaan memproduksi
otuputnya lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang tetap. Sehingga, kenaikan harga faktor produksi
akan membuat penawaran berkurang.
4. Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila
biaya produksi meningkat, maka produsen akan mengurangi hasil produksinya, berarti penawaran
barang itu berkurang.
5. Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, dan menciptakan barang-barang baru.
Sehingga, kemajuan teknologi menyebabkan kenaikan dalam penawaran barang.
6. Apabila jumlah penjual suatu produk tertentu semakin banyak, maka penawaraan barang tersebut akan
bertambah.
Keseimbangan pasar terjadi ketika permintaan dan penawaran berpotongan. Harga keseimbangan
(equilibrium) adalah harga di mana baik konsumen maupun produsen sama-sama tidak ingin menambah
55
atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau dijual. Permintaan sama dengan penawaran. Jika harga di
bawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan permintaan. Sebab permintaan akan meningkat, dan
penawaran menjadi berkurang. Sebaliknya jika harga melebihi harga keseimbangan, terjadi kelebihan
penawaran. Jumlah penawaran meningkat, jumlah penawaran menurun.
Bentuk-bentuk pasar
Secara teoritis ada dua kondisi ekstrim perushaan dalam pasar. Ekstrim pertama adalah pasar persaingan
sempurana dan yang kedua adalah pasar monopoli. Adapun secara umum struktur pasar dibagi menjadi
dua yakni pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Dimana dalam pasar
persaingan tidak sempurna terdiri dari 3 yaitu, monopoli, oligopoly, dan persaingan monopolistic.
1. Pasar persaingan sempurna
Pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak penjual dan banyak pembeli untuk
memperdagangkan barang yang homogen. Ciri-ciri pasar persaingan sempurna:
a. Jumlah penjual dan pembeli sangat banyak
b. Barang yang dijual bersifat homogen (homogeneous product)
c. Terdapat kebebasan keluar masuk pasar, baik bagi pembeli maupun penjual (free entry and exit)
d. Ada mobilitas barang, sehingga pembeli dapat memperoleh barang dalam jumlah berapapun
e. Penjual dan pembeli memahami keadaan pasar yang sebenarnya (perfect knowledge)
f. Penjual menerima harga yang ditentukan pasar (price taker)
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba normal.
h. Pasar diasumsikan sangat efisien
56
2. Pasar Monopoli
Suatu industri dikatakan berstruktur monopolii bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm)
tanpa pesaing langsung atau tidak langsung. Produk yang dihasilkan tidak mempunyai substitusi (closed
substitution)
a. Jumlah penjual hanya satu dan pembeli sangat banyak
b. Barang yang dijual bersifat closed substitution
c. Ada hambatan besar untuk masuk pasar (karena satu-satunya perusahaan)
d. Penjual menentukan harga pasar (price maker)
e. Kurva permintaan pasar sama dengan perushaan (downward sloping)
f. Perusahaan mengontrol penuh supply
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba super normal.
h. Muncul ketidakefisienan pasar
3. Pasar Oligopoli
Struktur pasar atau indsutri oligopoly adalah pasar (industri) yang terdiri dari hanya sedikit perusahaan
(produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan (cukup) besar untuk memengaruhi harga pasar. Produk
57
dapat homogen atau diferensiasi. Perilaku setiap perusahaan akan memengaruhi perilaku perusahaan
lainnya dalam industri. Dari definisi di atas, kondisi pasar oligopoly mendekati kondisi pasar monopoli.
a. Jumlah penjual sedikit (few number of firms)
b. Barang yang dijual bersifat homogen atau terdiferensiasi
c. Ada hambatan besar untuk masuk pasar
d. Pengambilan keputusan yang saling memengaruhi (interdependence decisions)
e. Kompetisi non harga (non pricing competition)
f. Kurva permintaan berebentuk patah (kinked demand curve) menunjukkan keputusan yang saling
memengaruhi antar perusahaan.
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba super normal.
h. Muncul ketidakefisienan pasar
Keputusan yang saling memengaruhi antar perusahaan ditunjukkan oleh kurva permintaan oligopoly yang
patah. Ketika perusahaan menaikan harga di atas P1, maka perushaan menghadapi kurva yang elastis.
Peningkatan harga ini tidak diikuti oleh perusahaan lain, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan
lebih sedikit, yakni kenaikan harga tidak sebanding dengan penurunan permintaan yang dihadapi
perushaan (kuantitas di bawah Q1). Adapun, ketika perusahaan menurunkan harga di bawah P1, maka
kurva permintaan yang dihadapi bersifat inelastis. Penurunan harga akan diikuti oleh perushaan lain,
sehinggga keuntungan perusahaan juga tidak maksimal. Penurunan harga hanya memengaruhi kenaikan
kuantitas yang sangat sedikit (di atas Q1). Oleh karena itu, perusahaan menghadapi kurva yang patah
dimana keseimbangan terletak pada P1 dan Q1.
58
• Sistem Ekonomi
Melihat keragaman masyarakat kontemporer sepanjang sejarah, ternyata masyarakat telah berhasil
menyelesaikan masalah produksi dan distribusinya. Dalam keragaman yang besar ini ada lembaga-lembaa
sosial aktual yang menggerakan dengan mekanisme dan sistem berbeda-beda. Ada tiga jenis sistem yang
memungkinkan masyarakat dapat menyelesaikan tantangan ekonominya, yakni sistem ekonomi
tradisional, komando, dan pasar.
Sistem ekonomi tradisional
Tradisi adalah mode organisasi sosial di mana produksi dan distribusi didasarkan pada prosedur yang
dirancang di masa lalu yang jauh, diratifikasi oleh proses panjang trial and error bersejarah, dan dikelola
oleh adat dan kepercayaan yang kuat. Masyarakat berdasarkan tradisi memecahkan masalah ekonomi
mereka dengan sangat terkelola. Pertama, mereka biasanya menangani masalah produksi. Kemudian,
mereka mengatur masalah distribusi.
Solusi tradisional untuk masalah ekonomi produksi dan distribusi paling sering ditemui di masyarakat
agraris atau nom-industri primitive. Karena masih dalam tahap sangat sederhana, kegiatan ekonomi
sangat terbatas, kekeluargaan sangat kuat. Pada tahap ini tujuan produksi bukan karena keuntungan tapi
karena memenuhi kebutuhan mereka. Kelebihan produksi ditukan dengan sistem barter. Spesialisasi
biasanya berdasarkan keturunan. Misal jika ayah seorang petani, maka kemungkinan besar anaknya juga
petani. Keadaan masyarakat yang masih statis, tradisional, dan miskin. Tidak mengherankan, dalam
sistem ekonomi tradisional, masalah yang terbesar yang dihadapi adalah rendahnya inovasi dan
produktivitas, serta begitu buruknya distribusi pendapatan.
Sistem ekonomi komando
Dikatakan sistem komando karena mekanisme koordinasinya memang berdasarkan komando pusat
kekuasaan (centrai authority). Semua kegiatan ekonomi yang penting: produksi, konsumsi, dan distribusi,
60
ditentukan oleh lembaga kekuasaan. Lembaga yang diberikan hak koordinasi ekonomi disebut perencaan
terpusat (central planning). Sistem komando sangat mengandalkan perencanaan.
Sistem ekonomi pasar
Ekonomi pasar memungkinkan masyarakat untuk memegang kendali sendiri dan kecilnya peranan tradisi
dan pemerintah. Dalam ekonomi pasar, masalah produksi dan distribusi yang paling sederhana maupun
kompleks akan diserahkan pada mekanisme pasar atau interaksi bebas individu. Oleh karenanya, ekonomi
pasar mengandalkan interaksi kekuatan perminataan-penawaran sebagai alat alokasi yang efisien.
Indikator yang digunakan para pelaku ekonomi untuk bertindak adalah tingkat harga dan perubahannya.
Referensi:
Manurung, M., & Prathama, R. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro Ekonomi dan Makro Ekonomi)
Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Mankiw, N. G. (2014). Principles of Economics. Cengange Learning.
Parkin, M. 92006). Economics. Pearson Education.
Graafland, J. J. (2006). Economics, Ethics and The Market: Introduction and Application. Routledge.
Heilbroner, R.L., & Milberg, W. (2012). The Making of Economic Society. Pearson Education Company.
FIKIH MUAMALAH
1) MUAMALAH
A. Pengertian Fikih Muamalah
Etimologis: Fiqh -> Al-fahmu (paham), Muamalah -> Mufa’alah (saling berbuat)
Definisi fikih: Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali
Definisi muamalah: Suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.
Definisi fikih muamalah : Hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari
dalil-dalil yang terperinci yang mengatur keperdataan seseorang dengan orang lain dalam hal
persoalan ekonomi, diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa- menyewa, penemuan, dll.
harga akan naik. Misalnya, membeli barang melebihi kebutuhan dengan tujuan
menimbunnya, menguasai pasar dan dijual dengan harga tinggi sekehendaknya pada saat
khalayak ramai membutuhkan.
➢ Terhindar ihtinaz
Penimbunan harta seperti uang, perak, dan emas.
berlipat ganda.
• Al-Baqarah/2: 278-279 Allah SWT dengan jelas dan tegas apapun jenis tambahan yang
diambil dari pinjaman adalah riba.
Pengelompokan riba
• Riba utang piutang
Riba qardh : Pihak yang meminjamkan menuntut pengembalian lebih kepada pihak
yang dipinjami yang dituangkan dalam akad. Contoh : Seseorang mengutangi orang lain
dengan syarat dikembalikan lebih banyak dan memperoleh keuntungan, seperti menempati
rumah pengutang.
Riba jahiliyah : utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si
peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan.
Contoh : pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh
tagihannya.
• Riba jual beli
Riba Fadhl : Terjadi akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria
secara: (1) Kualitas (mitslan bi mitslin), (2) Kuantitas (sawaan bi sawain), (3) Penyerahan
yang tidak dilakukan secara tunai (yadan bi yadin). Contoh: Transaksi jual beli valuta
asing yang tidak dilakukan secara tunai (spot).
Riba Nasi’ah : Disebut juga riba duyun. Riba yang timbul akibat utang piutang yang
tidak memenuhi kriteria: (1)Untung muncul bersama risiko (al- ghunmu bil ghurmi), (2)
Hasil usaha yang muncul bersama biaya (al-kharaj bi dhaman). Riba Nasi’ah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari
ini dan barang yang diserahkan kemudian. Contoh : Pembayaran bunga kredit,
pembayaran bunga deposito, dan tabungan.
➢ Terhindar dari maysir : Sesuatu yang mengandung unsur perjudian yaitu suatu permainan
yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat
permainan tersebut (zero sum game). (QS. Al-Maidah/5: 90).
➢ Terhindar dari gharar/ taghriir / ketidakpastian (uncertainty) : sesuatu dimana terjadi
incomplete information karena adanya uncertainty to both parties (ketidakpastian dari kedua
belah pihak yang bertransaksi). Gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu : (1) Kuantitas,
contoh : ijon, dimana penjual menyertakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon
dengan harga X, (2) Kualitas, contoh : seorang peternak yang menjual anak sapi yang masih
dalam kandungan induknya, (3) Harga, contoh : Bank syariah menyatakan akan memberikan
pembiayaan murabahah rumah 1 tahun dengan margin 20% atau 2 tahun dengan margin
40%, (4) Waktu penyerahan, contoh : Seseorang menjual barang yang hilang.
65
❖ Ba’i Munabazah, jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan
tidak pasti.
❖ Ba’i Hablul Hablah, menjual janin yang ada di perut unta yang sedang hamil. Atau
menjual suatu barang dengan cara tidak tunai dengan jangka waktu hingga janin dari janin
yang ada du perut unta yang hamil itu lahir.
❖ Ba’i al-mukhadarah, menjual buah yang belum masak, karena buah yang masih muda
sebelum dipetik sangat rentang terkena hama, tetapi bila warna buahnya telah berubah
menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dibolehkan.
❖ Ba’i Madhamin wa Malaqih
❖ Ba’i Madhamin : menjual sperma yang berada dalam sulbi unta jantan
❖ Ba’i Malaqih : menjual janin unta yang masih berada dalam perut induknya.
❖ Ba’i Muhaqalah, Menjual yang tanaman yang masih ada di lading atau di sawah.
66
❖ Ba’i Muzabanah, Menjual buah-buahan secara barteratau menjual kurma kering dengan
kurma basah dengan ukuran yang sama.
❖ Bai’aiataini fil bai’ah, jual beli dimana dalam satu aka dada dua harga yang dalam
praktiknya tidak ada kejelasan akad (jahalah) atau harga mana yang akan diputuskan,
juga berlaku jika dalam tranaksi ada dua akad, yang bercampur tanpa adanya pemisahan
terlebih dahulu.
❖ Akad Mu’allaq, transaksi dimana jadi tidaknya transaksi tergantung pada transaksi
lainnya.
❖ Dharbah al Ghawash, melakukan akad jual beli untuk barang temuan yang akan
ditemukan di kedalaman laut, sedangkan barang belum diketahui dapat atau tidaknya
barang diserahkan kepada pembeli.
➢ Terhindar dari syubhat : sesuatu perkara yang tercampur (antara halal dan haram), akan tetapi
tidak diketahui secara pasti apakah sesuatu yang halal atau haram, dan apakah ia hak atau
batil.
➢ Terhindar dari tadlis : unsur penipuan (unknown to one party atau asymmetric information),
menyampaikan sesuatu dalam transaksi bisnis dengan informasi yang diberikan tidak sesuai
dengan fakta yang ada. Dapat terjadi dalam 4 hal : (1) Kuantitas, contoh : tahfif (curang
dalam timbangan), (2) Kualitas, contoh : pedagang yang menyembunyikan cacat barang, (3)
Harga, contoh : ghaban fa hisy (menaikkan tarif 10x lipat karena pembeli tidak mengetahui
harga sebenarnya), (4) Waktu penyerahan, contoh : petani buah yang menjual buah di luar
musimnya, padahal petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang
dijanjikannya pada waktunya.
➢ Terhindar dari risywah : suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat unsur suap- menyuap
➢ Terhindar dari batil : batil artinya tidak bermanfaat atau bisa dikatakan segala sesuatu yang
meninggalkan kemudaratan.
➢ Terhindar dari menjual barang digunakan untuk maksiat, contoh :menjual anggur kepada
pabrik minuman keras, menjual senjata kepada penjahat.
➢ Terhindar dari larangan jual beli dalam bentuk lainnya: Misalnya, larangan jual beli dengan
paksaan (Ba’i al-Ikrah), larangan jual beli barang yang belum dimilikinya (Ba’i al-Ma’dum),
larangan dua akad jual beli dalam satu akad, larangan jual beli kontan dengan kredit,
larangan jual beli utang dengan kredit, larangan jual beli di masjid, larangan menjual atau
membeli barang yang sedang ditawar orang lain,ba’i al-kaali bi al-kaali, jual beli yang
menjauhkan diri dari ibadah, bay’ al-Hasat, bay’ al-Juzaf, ba’i al-muawamah..
67
➢ Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik dan
tidak berlebihan. (Al-imran : 14)
➢ Harta sebagai ujian keimanan. (Al-anfaal : 28)
➢ Harta sebagai bekal ibadah (Al-imran :134)
B. Hak
Pengertian hak
Secara etimologis ketetapan dan kepastian. Secara terminologis suatu hukum yang telah
ditetapkan oleh Syara’.
Pembagian Hak
Dalam pengertian umum hak dapat dibagi menjadi dua :
▪ Hak mal ialah sesuatu yang berkaitan dengan harta.
▪ Hak ghair mal, dalam hak ini terbagi dua :
❖ Hak syakshi ialah suatu tuntunan yang dapat ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap
orang lain.
❖ Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua, hak
‘aini ada dua :
➢ Hak ‘aini ashli ilah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al haq.
➢ Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang untuk
mengutangkan uangnya atas yang berutang.
Macam-macam Hak
▪ Dari segi Subyek, hak dibagi menjadi hak Allah, hak manusia, dan hak berserikat.
▪ Dari segi Obyek, hak dibagi menjadi:
Sumber Hak
Syariat dan aturan hukum islam merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus
merupakan sumber utama iltizam, sedangkan sumber yang lain adalah sebagai berikut:
70
▪ Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al'aqidaini) untuk melakukan suatu
kesepakatan (perikatan), seperti akad jual beli, sewa-menyewa dan lainnya.
▪ Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, one side), seperti ketika seseorang
mengucapkan sebuah janji atau nadzar.
▪ Al-fi'lun nafi' (perbuatan yang bermanfaat), misalnya ketika seseorang melihat orang lain
dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka ia wajib berbuat
sesuatu sebatas kemampuannya.
▪ Al-fi'lu al-dlar (perbuatan yang merugikan), seperti ketika seseorang merusak, melanggar
hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani iltizam atau kewajiban tertentu.
C. Kepemilikan
Pengertian kepemilikan
Secara etimologis penguasaan terhadap sesuatu. Secara terminologis kekhususan terhadap
pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaat
selama tidak penghalang syar’i.
Sebab-sebab Kepemilikan
▪ Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia :
➢ Ikraj al mubahat, untuk harta yang mubah. Untuk memiliki benda-benda mubahat ada dua
syarat, yang pertama benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain, yang kedua adanya
niat untuk memiliki.
➢ Khalafiyah, ialah bertempanya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang
lama, yang telah hilang berbagai macam haknya. Khalafiyah ada dua macam: (1) khalafiyah
syaksyi ‘an syaksyi ialah siwaris menempati si muwaris dalam memiliki harta yang
ditinggalkan, (2) khalafiyah syai’an syai’in ialah apabila seseorang merugikan milik orang
lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang.
➢ Tawallud min mamluk yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki, menjadi hak
yang memiliki benda tersebut.
➢ Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun.
▪ Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan islam, antara lain:
➢ Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum.
➢ Melalui transaksi.
➢ Melalui peninggalan seseorang.
➢ Hasil harta yang telah dimiliki seseorang tersebut.
▪ Menurut pasal 18 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, juga bisa diperoleh dengan cara:
71
➢ Pertukaran
➢ Pewarisan
➢ Hibah
➢ Pertambahan alamiah
➢ Jual beli
➢ Luqathah
➢ Waqaf
➢ Cara-cara lain yang dibenarkan menurut syariah
Macam-macam Kepemilikan
▪ Ilmu Fiqh membagi kepemilikan menjadi dua bagian, yaitu:
➢ Milk al-tam (milik yang sempurna) : apabila materi atau manfaat harta itu dimiliki
sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu di bawah
penguasaannya.
➢ Al-milk al-naqis (milik yang tidak sempurna) : apabila seseorang hanya menguasai materi
harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain.
▪ Dilihat dari segi mahal (tempat) dibagi menjadi tiga bagian :
➢ Milk al ‘ain memiliki semua benda, baik benda tetap maupun benda-benda yang dapat
dipindahkan.
➢ Milk al manfaah, ialah seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda.
➢ Milk al dayn ialah pemilikan adanya utang.
▪ Dari segi shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki), milik dibagi menjadi dua :
➢ Milk al mumtamayyiz, ialah suatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan
yang dapat memisahkannya dari yang lain.
➢ Milk al syai’i ialah milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu
betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu.
Rukun akad
▪ Al-aqid, pihak-pihak yang berakad.
▪ Sighat, perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab (ucapan yang diucapkan oleh
penjual) dan qabul (ucapan setuju dan rela yang berasal dari pembeli). Hal-hal yang harus
diperhatiakan dalam sighat :
➢ Sighat al aqd harus jelas pengertiannya.
➢ Harus bersesuaian dengan ijab dan qabul.
➢ Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang berkaitan.
▪ Al-ma’qud alaih, objek akad.
▪ Tujuan pokok akad.
Jenis-jenis akad
▪ Akad menurut tujuannya
➢ Akad Tabarru : akad yang dimaksudkan untuk menolong dan murni semata-mata kaena
mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsure mencari
“return”. Contoh : Hibah, Waqaf, Wasiat, Wakalah, Kafalah, Hafalah, Rahn, Qiradh.
➢ Akad Tijari : akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana
rukun dan syarat telah dipenuhi semuanya. Contoh : Murabahah, Salam, Istishna’,
Musyarakah.
▪ Akad menurut keabsahannya
➢ Akad Shahih : akad yang memenuhi semua rukun dan syaratnya.
➢ Akad Fasid : akad yang memenuhi semua rukun, tetapi syarat tidak dipenuhi.
➢ Akad Bathal :akad yang rukun nya tidak terpenuhi, sehingga syarat juga tidak terpenuhi.
Macam-macam akad
▪ Akad munjiz ialah akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad.
▪ Akad mualaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam akad.
▪ Akad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksanaan akad
Ilzam dan Iltizam
▪ Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad.
▪ Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan
orang lain.
Bentuk-bentuk akad finansial
Akad Jual Beli Akad Akad Akad Akad
73
Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah jual beli antara benda
dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.
Rukun jual beli : (1) Pelaku transaksi : penjual dan pembeli, (2) Objek transaksi : harga dan
barang, (3) Akad (transaksi) : baik perbuatan (mu’athah) maupun berbentuk kata- kata (ijab dan
qabul).
Hukum jual beli : (1) QS. Al-Baqarah : 275 “Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba”, (2) QS. An-Nisaa : 29 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
sekarang memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Saksi dalam jual beli QS. Al-Baqarah : 282 “Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli”
➢ Salam : uang dibayar dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati.
➢ Ba’i ajal : barang diterima di muka dan uang menyusul (kredit).
➢ Ba’I dain bi dain : barang dan uang tidak tunai (jual beli utang dengan utang).
▪ Ditinjau dari cara menetapkan harga
➢ Ba’i musawamah : jual beli dengan cara tawar-menawar penjual tidak menyebutkan harga
pokok barang, akan tetapi tetap menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk
ditawar.
➢ Ba’i amanah : (1) ba’i murabahah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan
laba, (2) ba’i al-wadh’iyyah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual
barang tersebut di bawah harga pokok, (3) ba’i tauliyah : penjual menyebutkan harga pokok
dan menjualnya dengan harga tersebut.
▪ Rukun salam : (1) sighat yaitu ijab dan qabul, (2) ‘aqidani : 2 orang yang melakukan transaksi
yaitu orang yang memesan dan menerima pesanan, (3) objek transaksi, yaitu harga dan barang
yang dipesan.
▪ Dasar hukum salam QS. Al-Baqarah : 282
▪ Perbedaan ba’i as-salam dengan ijon dalam ba’i as-salam mengharuskan adanya dua hal
sebagai berikut : (1) pengukuran dan spesifikasi yang jelas, (2) adanya keridhoan yang utuh
antara kedua belah pihak.
▪ Penerapan dalam perbankan pembelian komoditas pertanian oleh bank untuk kemudian dijual
kembali secara tunai atau kredit.
(mustashna’) untuk membuat barang dengan spesifikasi yang telah disepakati kedua belah pihak
yang bersepakat atas harga dan system pembayaran, yaitu di muka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.
▪ Penerapan dalam perbankan pemesanan barang investasi dan renovasi.
Murabahah
▪ Pengertian Murabahah : Ribhu (keuntungan) sama dengan ba’i bitsmanil ajil pembiayaan
saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan
melalui transaksi jual beli denga penjelasan bahwa harga pengadaan baragn dan harga jual
terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan
pengembaliannya dilakukan secara tunai (naqdan) atau angsur (muajjal).
▪ Rukun murabahah : (1) penjual dan pembeli, (2) objek yang diakadkan, (3) shigat.
▪ Dasar hukum murabahah : QS.Al-Baqarah : 275
▪ Perbedaan antara murabahah, istishna’, dan salam murabahah, barangnya sudah ada,
sedangkan istishna’ dan salam melalui pemesanan terlebih dahulu.
▪ Penerapan dalam perbankan pembiayaan barang-barang investasi seperti melalui
letter of credit (L/C) dan pembiayaan persediaan sebagai modal kerja.
Musyarakah (Syirkah)
▪ Pengertian musyarakah (syirkah) pencampuran kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah.
▪ Rukun musyarakah : (1) orang yang melakukan transaksi, (2) shighat, (3) objek yang
ditransaksikan
▪ Dasar hukum musyarakah QS. Shad : 24 dan QS. An-Nisa : 12
▪ Perbedaan musyarakah dan mudharabah mudharabah, modal berasal dari salah satu pihak,
sedangkan musyarakah, modalnya berasal dari dua pihak atau lebih.
▪ Macam-macam musyarakah :
➢ Syirkah amlak (kepemilikan) : persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan
satu barang dengan sebab kepemilikan, bisa melalui hibah, warisan, wasiat, atau kondisi
lainnya yang berakibat pemilikan.
➢ Syirkah akad : tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk bekerja
sama dalam member modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Macam-
macamnya:
❖ Syirkah inan yaitu perserikatan harta dalam sebuah perdagangan.
a) Modal yang digabung oleh masing-masing pihak tidak harus sama.
b) Dalam soal tanggung jawab dan kerja juga tidak harus sama.
79
Muzara’ah
▪ Secara bahasa berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar sebagian darinya
▪ Secara istilah memberikan tanah kepada petani agar dia mendapatkan bagian dari hasil
tanamannya.
▪ Dilihat dari sah tidaknya, muzara'ah ada empat macam (Abu Yusuf) :
➢ Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi
obyek muzara'ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah.
➢ Apabila pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan petani menyediakan bibit, alat,
dan kerja, sehingga yang menjadi obyek muzara'ah adalah manfaat lahan, maka muzara'ah
juga sah
➢ Apabila lahan, alat dan bibit dari pemilik lahan dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi
obyek muzara'ah adalah jasa petani maka akad sah.
➢ Apabila lahan pertanian dan alat disediakan pemilik lahan sedangkan bibit dan kerja dari
petani, maka akad ini tidak sah. Menurutnya manfaat lahan tidak sejenis dengan manfaat
alat, lahan untuk menghasilkan buah dan alat sekedar mengolah. Alat pertanian harus
80
D. Akad Sewa
Ijarah
▪ Secara bahasa, ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan Ijarah adalah transaksi yang
memperjual-belikan manfaat suatu harta benda, sedangkan kepemilikian pokok benda itu tetap
pada pemiliknya.
▪ Dasar hukum ijarah QS. Al-Baqarah : 233 dan QS. Az-Zukhruf : 32 serta hadits “Dari Ibn
Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW melakukan hijamah (berbekam) dan memberikan
orang yang melakukannya upahatas kerjanya”. (HR. Bukhari).
▪ Rukun ijarah antara lain : (1) al-'aqidani (dua belah pihak), (2) shighat, (3) pembayaran, dan
(4) manfaat.
▪ Objek ijarah ada 2, yaitu (1) ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim
disebut dengan persewaan, (2) ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM yang lazim disebut
dengan perburuhan.
▪ Akadi ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat.
▪ Akad ijarah tidak berlaku bagi sesuatu (barang) yang menghasilkan sesuatu (barang), seperti
pohonan yang menghasilkan buah, sebab buah itu sendiri berujud materi, sedangkan dalam akad
ijarah harus berujud manfaat.
▪ Akad ijarah juga tidak boleh terhadap nilai tukar uang, sebab penyewaan terhadap uang akan
menghabiskan materinya, sedangkan dalam akad ijarah yang dituju hanyalah manfaat dari suatu
benda.
▪ Ibn Taimiyah tidak sepakat dengan batasan poin 2 di atas; menurutnya, manfaat sama dengan
materi. Ia menyamakan dengan bolehnya orang mewakafkan manfaat suatu barang.
▪ Dilihat dari segi obyek ijarah di bagi menjadi 2 yaitu:
➢ Ijarah manfaat (al-ijarah ala al-manfaah), contoh sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian
dll.
➢ Ijarah yang bersifat pekerjaan (al-ijarah ala al-a’mal); dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan sesuatu.
▪ Bentuk Realisasi dalam kontemporer IMBT: al-ijarah al-mumtahiyah bi al-tamlik. Sewa
dengan pemindahan kepemilikkan di akhir periode. Contoh lain : sukuk global.
E. Akad Jasa
Rahn
▪ Rahn atau gadai (ats-tsubutu) yang berarti tetap dan (ad-dawamu) yang berarti terus menerus.
81
▪ Menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan
oleh berpiutang (yang meminjamkan).
▪ Dasar hukum rahn QS Al-Baqarah: 283, dan hadits “Dari Aisyah ra. berkata bahwa
Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan cara menggadaikan baju
besinya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Rahn dibolehkan, asalkan tidak terdapat praktek yang
dilarang, seperti riba atau penipuan.
▪ Unsur rahn : (1) ar-rahin : penggadai barang/ peminjam uang, (2) al-murtahin : penerima
barang/pemberi uang, (3) al-marhun bihi (barang yang digadaikan), (4) al- marhun / ar-rahn
(uang yang diberikan), dan (5) kesepakatan.
▪ Rukun Rahn (1) adanya lafaz, (2) adanya pemberi dan penerima gadai, (3) adanya barang
yang digadaikan, dan (4) adanya utang/ hutang.
Luqathah
▪ Secara bahasa adalah sesuatu yang ditemukan.
▪ Luqathah adalah harta yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain.
▪ Bila menemukan barang hilang, apa yang harus dilakukan? Islam mewajibkan bagi orang yang
menemukan barang hilang untuk mengumumkannya kepada khalayak ramai. Dan masa
pengumuman itu berlaku selama satu tahun.
▪ Bila tidak ada yang mengakui, maka boleh bagi penemu untuk memiliki harta itu bila memang
telah berusaha mengumumkan barang temua itu selama setahun lamanya dan tidak ada
seorangpun yang mengakuinya. Bila suatu saat pemiliknya datang dan telah cocok bukti-bukti
kepemilikannya, maka barang itu harus dikembalikan kepada pemilik aslinya. Bila harta temuan
itu telah habis, maka dia wajib menggantinya. Bila barang barang yang tidak bernilai (peniti,
jarum, sikat gigi) maka tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya.
Hawalah
▪ Secara bahasa hawalah atau hiwalah bermakna berpindah atau berubah.
▪ Secara istilah pemindahan atau pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada
orang yang menanggung hutang tersebut. A hutang ke B, B punya piutang dengan C, A bisa
menagih utangnya B ke C.
▪ Dasar hukum hawalah Al-Qur'an : 5: 2
▪ Rukun Hawalah :
➢ Muhil ( orang yang memindahkan penagihan yaitu orang yang berhutang).
➢ Muhal ( orang yang dipindahkan hak penagihannya kepada orang lain yaitu orang yang
mempunyai piutang).
➢ Muhal alaih ( orang yang dipindahkan kepadanya objek penagihan).
82
Wadiah
▪ Secara terminologis berarti pemberian kuasa oleh penitip kepada orang yang menjaga hartanya
tanpa kompensasi (ganti).
▪ Landasan Hukum QS. An-Nisa : 58 dan hadits “Sampaikanlah amanat kepada orang yang
memberi amanat kepadaMu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu."
(HR. Abu Dawud dan at-Turmudzi).
▪ Rukun & Syarat : (1) barang yang disimpan/ dititipkan, (2) al-muta'aqidain (dua pihak yang
melakukan transaksi), (3) shighat.
▪ Jenis-jenis (1) wadiah yad amanah : pihak penerima titipan tidak diperkenankan
menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima, (2)
wadiah yad dhamanah : pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat
memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut
menjadi hak penerima titipan.
Kafalah
▪ Secara bahasa berarti mengumpulkan, menanggung dan menjamin.
▪ Secara istilah mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung jawab orang yang
dijamin dalam masalah hak atau hutang, sehingga hak atau hutang tersebut menjadi
tanggungjawab keduanya.
▪ Landasan hukum QS.Yusuf: 72
▪ Rukun Kafalah :
➢ Dhamin, kafil, atau zaim, yaitu orang yang menjamin baligh, berakal, tidak dicegah
membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan sekehendak sendiri.
➢ Madmun lah disebut juga makful lah yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa
yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin.
➢ Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang.
➢ Madmun bih atau makful bih adalah utang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan
tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
➢ Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu
83
➢ Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh dhamin atau
kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.
▪ Dari kedua golongan besar diatas pada prakteknya dapat dibagi menjadi beberapa jenis :
➢ Kafalah bil mal : jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Contohnya dimana
seseorang menjamin hutang seorang sahabat/temannya.
➢ Kafalah bit taslim : jaminan yang diberikan dalam rangka menjamin penyerahan atas barang
yang disewa pada saat berakhirnya masa sewa
➢ Kafalah munjazah : Jaminan yang diberikan secara mutlak tanpa adanya pembatasan waktu
tertentu.
➢ Kafalah muqayyadah/muallaqah, yaitu kafalah yang dibatasi waktunya, sebulan, setahun,
dsb.
Wakalah
▪ Secara etimologis (al-tafwidh) berarti pendelegasian yang diartikan juga dengan memberikan
kuasa atau mewakilkan.
▪ Secara istilah Wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yangdiwakilkan, pihak kedua hanya
melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama.
Apabila kuasa itu telahdilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung
jawabatas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya kembali menjadi pihak pertamaatau
pemberi kuasa.
▪ Landasan hukum QS. Al-Kahfi (18:19), QS. Al-Baqarah (2:283), QS. An-Nisaa (4:35), QS.
Yusuf (12:55).
▪ Rukun wakalah (1) al-muwakkil : pihak yang mewakilkan, (2) al-wakil : pihak yang
mewakili, (3) obyek / kegiatan yang diwakilkan, dan (4) shighat.
▪ Contohnya seperti letter of credit.
Khiyar
▪ Khiyar secara bahasa artinya pilihan.
▪ Secara istilah adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
transasksi jual beli untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati,
84
disebabkan hal-hal tertentu yang mebuat masing-masing atau salah satu pihak melakukan
pilihan tersebut.
▪ Khiyar dibagi menjadi 5 yaitu:
➢ Syarat : selama tenggat waktu yang ditentukan.
➢ Ta’yin : perbedaan kualitas.
➢ ‘Aib : Ada cacat.
➢ Ru’yah : hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batalnya jual beli yang
dilakukannya terhadap suatu obyek yang belum dilihatnya ketika akad berlangsung.
➢ Majlis : hak pilih bagi kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama
keduanya masih berada dalam satu majlis dan belum pisah badan/tempat.
Jualah
▪ Isu kontemporer : Penggunaan dalam Surat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS)
▪ Ju’alah artinya janji hadiah atau upah.
▪ Jualah berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut
mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Bahasa resminya ju'alah adalah suatu
kontrak di mana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas
pelaksanaan suatu tugas/ pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak
pertama.
▪ Landasan hukum Q.S. Yusuf ayat 72.
▪ Rukun Ju’alah yaitu:
➢ Sighat
➢ Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil
pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
➢ Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah.
➢ Maj’ul ‘alaih adalah pekerjaan yang ditugaskan.
➢ Upah / hadiah/ fee.
▪ Syarat-syarat:
➢ Baligh, berakal dan cerdas.
➢ Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang dan jelas juga jumlahnya.
➢ Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa
ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
➢ Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh
dimanfaatkan menurut hukum syara’.
▪ Sifat akad ju’alah bersifat sukarela, sehingga apa-apa yang dijanjikan boleh saja dibatalkan oleh
85
F. Akad Sosial
Wakaf
▪ Secara bahas (arab: waqaf) itu artinya tetap atau diam.
▪ Secara istilah adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya
namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.
▪ Harta yang sudah diwakafkan itu tidak boleh diwariskan.
▪ Pemberi sudah tidak lagi punya hak atas apapun atas harta itu. Namun hal itu tergantung
akadnya. Bisa saja akad sebuah wakaf itu hanya pada manfaatnya.
▪ Wakaf itu bisa dikhususkan kepada orang tertentu saja tetapi bisa saja umum.
• Dibolehkan menjual harta wakaf yang memang sudah tidak bermanfaat lagi untuk dibelikan
barang yang sama di tempat lain (masjid digusur, maka boleh dijual).
Pinjaman (‘ariyah )
• Menurut ulama Maliki dan Hanafi ‘ariyah didefinisikan pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti
rugi. Sedangkan menurut Ulama Syafi’i dan Hambali ‘ariyah didefinisikan dengan kebolehan
manfaat barang orang lain tanpa ganti rugi. Kedua definisi ini membawa akibat hukum yang
berbeda. Definisi pertama memperbolehkan peminjam meminjamkan barang yang ia pinjam
kepada pihak ketiga, sedangkan definisi kedua tidak memperbolehkannya.
• Landasan hukum QS Al Maidah: 2
• Rukun ‘ariyah ada empat yaitu (1) terjadi akad pinjam – meminjam (ijab kabul), (2) mu’ir
yaitu orang yang mengutangkan, (3) orang diutangkan, dan (4) benda yang diutangkan.
• Berakhirnya akad ‘ariyah : (1) salah satu pihak tidak cakap hukum untuk melakukan akad, (2)
Diketahui bahwa salah satu pihak atau dua pihak tidak tasharruf, (3) Adanya penipuan
terhadap keadaan barang, dan (4) barang dikendalikan oleh yang meminjam.
• Setiap utang wajib dibayar dan melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan,
asal kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Jika penambahan itu
dikehendaki oleh orang yang berutang dan telah menjadi perjanjian dalam akad berutang
maka tambahan itu haram bagi yang berpitang untuk mengambilnya karena termasuk dari
riba.
• Mengenai meminjam pnjaman dan menyewakannya, Abu Hanifah dan Malik berpendapat
bahwa peminjam boleh meminjamkan benda – benda pinjaman kepada orang lain. Sedangkan
menurut Hambali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang
menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang tersebut
86
Sumber:
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta : Kencana
Tarmidzi, Erwandi. 2013. Harta Haram Muamalat Kontemporer . Yogyakarta : Berkat Mulia Insani
Publishing.
1) PENDAHULUAN
A. Sekilas Tentang Perbedaan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang
perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata aturan
syariah sebagai variabel independen. Segala ilmu ekonomi kontemporer yang telah ada bukan berarti
tidak sesuai dengan ilmu ekonomi Islam dan juga tidak semuanya sesuai dengan ilmu ekonomi Islam.
Menurut Muhammad Baqir as-Sadr, perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional
terletak pada filosofi ekonomi, bukan ilmu ekonominya. Filosofi berisi ruh pemikirian dengan nilai-nilai
dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Konvensional : membedakan antara positif (sebenarnya) dan normatif (seharusnya)
Islam : membedakan antara ilmu ekonomi (science of economics) dan doktrin ilmu ekonomi (
doctrine of economics )
Dalam ekonomi Islam, ekuilibrium dapat tercipta apabila antara pembeli dan penjual tidak ada yang
dizalimi atau tidak adanya pencapaian harga yang disebabkan atau dipengaruhi karena adanya distorsi
pasar (tindakan perekonomian yang dilarang dalam Islam seperti : Ba’i Najasy , Ihtikar , Tadlis , Taghrir ,
dan Riba). Tingkat ekuilibrium yang terbebas dari distorsi pasar akan cenderung menjamin tingkat
keadilan.
“Iqtishad (ekonomi Islam) membedakan antara ilmu dengan doktrin/ ajaran, sebab ia bertujuan
memberikan sebuah solusi hidup yang paling baik, sedangkan ilmu ekonomi hanya akan mengantarkan
kita kepada pemahaman bagaimana kegiatan ekonomi berjalan. Dengan demikian, ekonomi Islam tidak
hanya sekedar ilmu, melainkan juga sebagai sistem”. (Iqtishaduna, Baqr as-Sadr)
Perbedaan dalam Permasalahan Dasar :
Konvensional : mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang terbatas, sedangkan
keinginan manusia tidak terbatas, sehingga menimbulkan pilihan, what-how-for whom. Islam (Baqr)
: sumber daya tidak terbatas, keinginan manusia terbatas, permasalahan distribusi.
Islam (Mainstream) : sumber daya terbatas, keinginan manusia tidak terbatas, sumber daya belum
optimal (karena manusia sebagai khalifah di bumi, maka manusia bertanggung jawab untuk
mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang telah diberikan oleh Allah).
Ibnu al Nadim mencatat beberapa nama ulama dengan sejumlah karya ilmiah yang khusus
membahas ekonomi dan keuangan. Sebagian karya itu ada yang masih bertahan sampai sekarang ,
sebagian telah hilang. Karya yang hilang antara lain :
Kitab yang masih ada dan sampai ke tangan kita antara lain :
▪ Abdullah bin Muqaffa’ – Risalatul Shahabah (ditulis untuk Khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far al
Mansur, berisi kebijakan dan administrasi keuangan negara)
▪ Abu Yusuf – al Kharaj (jawaban atas 26 pertanyaan Harun al Rasyid)
▪ Yahya bin Adam – al Kharaj (kumpulan hadits-hadits tentang Fiqhul Amwal)
▪ Abu Ubayd – al Amwal (kebijakan keuangan negara, paling komprehensif dan lengkap)
▪ Abu Hamid – al Amwal
Selain kitab kitab yang telah berhasil dicatat oleh Ibn Nadim hingga tahun 1047M , masih banyak
kitab lain yang telah disumbangkan oleh pemikir Muslim seperti Abu Hamid al Ghazali , Ibn Taimiyah ,
dan Ibn Khaldun.
C. Pasar
Mekanisme pasar → terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan
tingkat harga tertentu. Transaksi pertukaran (perdagangan) menjadi syarat utama berjalannya
mekanisme pasar.
Ekonomi Pasar → sistem alokasi produksi, distribusi, dan konsumsi yang menggunakan mekanisme
pasar dalam menentukan tingkat harga.
dikenal dengan masa dark age (masa kegelapan barat, yang merupakan masa kegemilangan umat
Muslim).
Robert L Heilbroner, The Making of Economic Society : banyak faktor yang mendorong terjadinya
perubahan-perubahan di Eropa sehingga timbul masyarakat pasar, diantaranya yang paling berpengaruh :
▪ Pedagang keliling (kafilah dagang yang datang dari Arab dan India)
▪ Urbanisasi (pedagang yang menetap membentuk pusat kota-kota kecil)
▪ Perang salib (menemukan bangsa Byzantium)
▪ Perubahan suasana kehidupan beragama (Protestan oleh John Calvin, orientasi keuntungan)
Permintaan dan Penawaran (al Kharaj - Abu Yusuf; catatan permintaan penawaran paling awal
ditemukan). Abu Yusuf mengkritik pemahaman pada zaman beliau yang mengatakan bahwa ‘jika barang
langka maka harga naik, jika barang melimpah maka harga turun’. Hal ini karena pada kenyataannya
tidak selalu terjadi bahwa bila persediaan barang sedikit, harga akan mahal, dan bila persediaan barang
melimpah, harga akan murah.
“Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang
mengatur. Prinsipnya tak diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga
mahal bukan disebabkan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah”
(Abu Yusuf)
Kurva penawaran : naik dari kiri bawah ke kanan atas.
“jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih
murah”
Kurva permintaan : turun dari kiri atas ke kanan bawah.
“harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”
Elastisitas permintaan :
“mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan
volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”
Produk makanan bersifat inelastis :
“keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan
besar seyogyanya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok”
Keuntungan :
“kompensasi dari kepayahan perjalan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri si pedagang”
Mazhab Mainstream
Permasalahan Dasar :
❖ Sumber daya terbatas :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
91
“Manusia tidak akan pernah puas, bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah,
bila diberikan dua lembah,
ia akan meminta tiga lembah, dan seterusnya sampai ia masuk kubur” (al Hadits)
❖ Memberikan penekanan terhadapp optimalisasi sumber daya: sebab manusia itu khalifah, jadi harus
bertanggungjawab melalui usaha optimalisasi, tidak dengan kehendak sendiri, melainkan
memperhatikan landasan syariah.
Pandangannya hampir sama dengan konvensional, sebab mengambil hal-hal baik dan bermanfaat
yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non-Islam tidak diharamkan. Sehingga, tidak membuang
begitu saja ilmu ekonomi konvensional, sesuai kaidah fikih : “laa tukadzibuhu jamii’a wa laa
tushahihuhu jamii’a” (jangan menolak semuanya, dan jangan pula menerima semuanya).
“Perbedaannya, di konvensional muncul pilihan-pilihan yang memiliki prioritas tersendiri
berdasarkan selera pribadi, sehingga boleh dilaksanakan atau diabaikan. Sedangkan di pandangan
mainstream, tidak bisa dilakukan semaunya, melainkan dipandu al Qur’an dan as Sunnah”. (Islamic
Economics – Mannan)
Tokoh : Umer Chapra, M. A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, mayoritas ekonom Muslim yang aktif
di IDB, AAOIFI, dll.
Alternatif-Kritis
Mengkritik kedua mazhab sebelumnya :
▪ Baqr dikritik berusaha menghancurkan teori lama, dan menemukan sesuatu yang baru, padahal
sebenarnya sudah ditemukan.
▪ Mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi klasik, hanya saja menghilangkan variabel riba
dan memasukkan variabel zakat dan niat.
▪ Tidak hanya sosialisme dan kapitalisme yang dikritis, ekonomi Islam juga harus dikritisi. Islam pasti
benar, ekonomi Islam belum tentu benar.
Tokoh : Timur Kuran, Jomo, M. Arif, dll.
Dalil Quran dan “al ashlu fil asyiaa’ al “antum a’lamu bi ‘umuri
Hadits ibahah dunyakum”
ma lam yamna’ha
syara’un”
Penegakan pada salah satu level saja tidak akan menghasilkan tegaknya syariah Islam dalam
bidang ekonomi. Teori ekonomi Islam yang kuat tanpa diterapkan menjadi sistem, hanya menjadikan
ekonomi Islam sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi.
Teori-teori tersebut harus diterjemahkan ke dalam bentuk peraturan-peraturan, baik bentuk
regulatory rule maupun constitution rule. Regulatory rule berkaitan dengan peraturan yang mengatur apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh (what do’s and what don’ts), contohnya adalah seperti dalam
permainan sepak bola ada hal-hal yang tidak dibolehkan seperti off-side, hands ball, dan lain-lain.
Namun, ini saja tidak cukup, karena definisi institusi ekonomi dan definisi transaksi ekonomi yang ada
saat ini belum tentu sesuai dengan kerangka Islam.
Oleh karena itu, perjuangan yang lebih berat adalah mengubah definisi (yang juga berarti
mengubah paradigma berpikir). Ini disebut sebagai constitution rule (bukan berarti Undang-Undang
Dasar). Constitution rule memberikan definisi (who you are and who you are not), contohnya adalah
dalam permainan catur, langkah kuda adalah huruf L, langkah menteri adalah menyerong, dan lain-lain.
Banyak institusi ekonomi dan transaksi ekonomi yang dapat disesuaikan dengan kerangka Islam
sehingga akad-akad muamalah Islam tidak terkesan dipaksakan sesuai dengan definisi yang telah ada.
Contoh jelasnya adalah definisi bank sedikit banyaknya telah menyulitkan penerapan akad-akad fikih
muamalat dalam bank syariah. Dengan definisi yang ada sekarang ini maka al murabahah akan selalu
berarti al murabih yurabih, al isthisna akan selalu berarti al mustashni’ yastashni’, al ijarah akan selalu
berarti al mu’ajjir yu’ajjir, al mudharabah akan selalu berarti al mudharib yudharib.
Teori yang unggul dan sistem ekonomi yang sesuai syariah, belum menjamin bahwa
perekonomian umat Islam akan juga maju. Sistem ekonomi Islam hanya memastikan bahwa tidak ada
transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah, namun siapa pelaku ekonominya? Dapat saja
pelaku ekonominya adalah umat selain umat Islam. Oleh karena itu, perekonomian umat Islam baru dapat
maju apabila pola laku muslimin dan muslimat secara itqan (professional) mengembangkan bisnis
mereka. Bukankah Imam Ghazali berkesimpulan bahwa motivasi para pedagang adalah mencari
keuntungan, baik keuntungan di dunia maupun keuntungan di akhirat.
Kaidah fikih : “adh dharuratu tubihul mahzhuraat” (sesuatu yang darurat membolehkan yang
dilarang)
Fungsi Utility
Tingkat kepuasan (utility function) dalam ilmu ekonomi digambarkan dengan kurva indiferen
(indifference curve). Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional,
yaitu:
▪ Completeness : setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukainya di
antara dua keadaan. Contoh: A lebih disukai daripada B atau B lebih disukai daripada A.
▪ Transitivity : untuk memastikan adanya konsistensi internal dalam diri individu dalam mengambil
keputusan. Contoh: A lebih disukai daripada B, B lebih disukai daripada C, maka seharusnya A
lebih disukai daripada C.
▪ Continuity : bila A lebih disukai daripada B, maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih
disukai daripada B.
Ketiga aksioma inilah yang kemudian diterjemahkan ke dalam kurva indiferen.
Teori Permintaan Islami : permintaan untuk basic needs masyarakat miskin meningkat karena:
▪ Kewajiban zakat.
▪ Anjuran infaq dan shadaqah.
▪ Kewajiban penyediaan kebutuhan dasar oleh negara.
Sistem Bunga
Karakteristiknya adalah adanya biaya yang harus selalu dibayarkaan oleh produsen. Biaya bunga
tersebut bagian dari fixed cost sehingga adanya bunga akan meningkatkan total cost. Sementara, biaya
bunga tidak mempengaruhi kurva penerimaan (total revenue).
Kritik atas anggapan masyarakat bahwa peningkatan harga semata-mata akibat tindakan penjual yang
tidak adil, dan manipulasi pasar :
▪ Harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
▪ Indikator penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan. Kelangkaan dan melimpahnya barang
bisa disebabkan oleh tindakan yang adil (tekanan pasar otomatis, normal) maupun tidak adil
(penimbunan). Penawaran bisa datang dari domestik (inefisiensi produksi) atau dari luar (penurunan
jumlah impor).
▪ Indikator permintaan adalah jumlah banyaknya permintaan. Permintaan sangat ditentukan oleh
raghbah fi al-syai-in (selera) , al mu’awid (kualitas pembeli/ pendapatan), Tullab (jumlah peminat),
kondisi kepercayaan, serta cara, besaran, dan diskonto dari pembayaran juga turut mempengaruhi.
Yang dilarang adalah segala bentuk yang dapat menimbulkan ketidakadilan antara lain :
▪ Transaksi riba
▪ Talaqqi rukban : mencegah pedagang desa masuk ke kota agar mendapatkan keuntungan karena
ketidaktahuan pedagang desa akan harga yang berlaku di kota
▪ Mengurangi timbangan : harga sama, jumlah lebih sedikit
▪ Menyembunyikan kecacatan barang : harga baik, kualitas buruk
▪ Menukar kurma kering dengan kurma basah:takaran kurma basah saat kering berbeda
▪ Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang – setiap kualitas
kurma memiliki harga pasarnya
▪ Ba’i Najasy : rekayasa permintaan, missal meyuruh orang untuk memuji barang dagangannya dan
menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik
▪ Ikhtikar : dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi
▪ Ghaban faa-hisy (Ghaban besar) : menjual jauh diatas harga pasar
Intervensi Pasar
▪ Usaha pemerintah menambah jumlah ketersediaan barang, dan menjamin kelancaran perdagangan
antar kota.
▪ Pada masa khalifah Umar r.a, harga gandum di Madinah naik, maka pemerintah melakukan impor
gandum dari Mesir. Karena daya beli kaum Muslimin saat itu melemah, memaksa Umar r.a.
mengeluarkan sejenis cek yang dibagikan kepada mereka yang berhak.
▪ Pemerintah bisa memaksa pedagang yang menahan barangnya untuk menjual barangnya ke pasar.
▪ Pemerintah bisa membeli barang kebutuhan pokok tersebut dengan uang Baitul Maal. Kemudian
menjualnya dengan tangguh bayar. Ini dilaksanakan jika daya beli masyarakat masih rendah.
Pemerintah bisa meminta si kaya untuk menambah kontribusinya. Bila harta yang ada di Baitul Mal
tidak mencukupi
▪ Intervensi Harga
❖ Ceiling Price : penetapan harga maksimum, ceiling price akan menyebabkan konsumen
102
mendapatkan tambahan consumer surplus dan bagi produsen akan menurunkan producer surplus.
❖ Floor price : penetapan harga terendah, floor price akan menyebabkan produsen mendapat
tambahan producer surplus dan bagi konsumen akan menurunkan consumer surplus.
▪ Islam menentang intervensi harga, akan tetapi bila kenaikan harga akibat adanya distorsi terhadap
permintaan dan penawaran, maka pemerintah boleh melakukannya (al Ghazali) bahkan wajib (Ibnu
Taimiyyah), dengan syarat keadaannya :
❖ Penjual tidak mau menjual barangnya kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga pasar,
padahal masyarakat membutuhkannya.
❖ Penjual menawarkan harga terlalu tinggi menurut masyarakat, dan masyarakat meminta pada harga
yang terlalu rendah menurut penjual.
❖ Pemilik jasa menolak bekerja kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga pasar, padahal
masyarakat membutuhkannya.
▪ Hatib bin Abi Balta’ah menjual anggur kering pada harga dibawah harga pasar. Umar
r.a. langsung menegurnya: “Naikkan hargamu pada harga pasar atau tinggalkan pasar kami”. Price
Intervertion dibolehkan, sebab : melindungi penjual (dalam hal profit margin) dan melindungi pembeli
(dalam hal purchasing power), mencegah penjual menaikkan harga dengan cara ikhtikar atau ghaban
faa hisy, dan melindungi kepentingan masyarakat luas. (Ibnu Qudamah al Maqdisi).
▪ Islamic price intervention yang diusulkan oleh Ibn Taimiyah malah melindungi kepentingan penjual
dan pembeli. Islamic market intervension tidak akan menimbulkan excess supply atau excess demand
serta dead weight loss seperti pada market intervention konvensional.
▪ Fungsi (Mannan) :
❖ Fungsi ekonomi: berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan
masyarakat miskin melalui alokasi dan relokasi sumber daya ekonomi.
❖ Fungsi sosial: mempersempit kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
❖ Fungsi moral : upaya menegakkan nilai-nilai islami dalam aktivitas perekonomian.
▪ Hisbah dan Pengawasan Pasar
Merupakan sistem untuk memerintahkan yang baik dan adil jika kebaikan dan keadilan secara nyata
dilanggar atau tidak dihormati, selain itu lembaga ini juga melarang kemungkaran dan ketidakadilan
ketika hal tersebut secara nyata sedang dilakukan terkait dengan mencegah terjadinya kemungkaran ini
salah satu wewenang lembaga hisbah adalah pencegahan penipuan di pasar, seperti masalah
kecurangan dalam timbangan, ukuran maupun pencegahan penjualan barang yang rusak serta
tindakan-tindakan yang merusak moral (Imam Mawardi dan Abu Ya’la).
Landasan Hisbah
103
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, ...” (Ali Imron : 104)
Pembentukan Hisbah
Cikal Bakal Hisbah telah ada sejak zaman Rasulullah saw., ditandai dengan ditunjuknya muhtasib, di
berbagai tempat. Mulai dilembagakan secara resmi pada masa pemerintahan Umar r.a. dengan cara
“menunjuk seorang perempuan untuk mengawasi pasar dari tindakan-tindakan penipuan”
rugi, sebab modalnya yang belum kuat, hingga akhirnya pemain baru keluar dari pasar.
✓ Excess Capacity (Kapastias berlebihan) : Komitmen nyata yang kredibel dari pemain lama,
sehingga pemain baru akan melihatnya sebagai suatu kekuatan nyata untuk menghambatnya
masuk ke pasar. Hal ini dikarenakan pemain lama mampu menetapkan harga yang rendah, sebab
biaya rata-rata pemain lama yang telah rendah, akibat telah tercapainya skala ekonomi tertentu.
B. Hambatan Keluar
▪ Dalam hal hambatan untuk keluar dari pasar , ada dua kategori yaitu : Internal => adanya biaya-biaya
tetap
Ekstenal => adanya aturan dari pemerintah
▪ Jika harga pasar > ATC, maka ia akan masuk pasar (entry price)
▪ Jika harga pasar < AVC, maka ia akan keluar pasar (exit price)
▪ Jika AVC < harga pasar < ATC, maka ia akan tetap beroperasi, sebab ini adalah hambatannya (exit
barriers), jika memaksakan keluar akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak.
5) DISTORSI PASAR
A. Perbandingan Konsep Adil
Kapitalisme : you get what you deserved (anda dapat apa yang anda upayakan) Sosialisme : no one
has a privilege to get more than others (tidak ada seorangpun memiliki keistimewaan untuk mendapat
lebih dari pada yang lainnya)
Islam : laa tazhlimuuna wa laa tuzhlamuun (tidak menzalimi tidak pula dizalimi)
B. Distorsi Pasar Dalam Islam
▪ Distorsi pasar adalah hal yang menyebabkan kondisi pasar menjadi tidak efisien serta menggangu
para agen ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial, ataupun pengertian lain yang
menyebutkan distorsi pasar adalah fakta lapangan yang menyimpang dari teori-teori mekanisme
pasar yang seharusnya dilakukan.
▪ Segala gangguan pada mekanisme pasar, sehingga pasar tidak memenuhi konsep keadilan dalam
Islam.
▪ Bai’ Najasy => tindakan menciptakan false demand (permintaan palsu), dengan membuat seakan-
akan ada banyak permintaan terhadap suatu produk miliknya, sehingga harga jual barang yang
diinginkan akan naik harganya. Upaya ini diantaranya:
(1) Menyebar isu yang dapat menarik orang lain untuk membeli barang, (2) Melakukan order
pembelian semu untuk memunculkan efek psikologis orang lain untuk membeli dan bersaing dalam
harga, (3) Melakukan pembelian pancingan sehingga tercipta sentiment pasar, bila harga sudah naik
sampai level yang dinginkan, maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan
105
Sumber:
Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Mikro Islami Edisi Keempat. Cet ke-4. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Arif, M. L. F. 2015. Distorsi Pasar Menurut Analisis Teori Pasar Islami. Semarang : Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam IAIN Walisongo. Dipetik 10 Juli 2015, dari academia.edu.
1) SISTEM EKONOMI
A. Macam Macam Sistem Ekonomi
Sistem berasal dari kata “systēma” (dalam Bahasa Yunani) yang mengandung arti “keseluruhan
dari bermacam-macam bagian “. Sehingga Sistem ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses
penerapan yang saling behubungan dan berinteraksi yang dikembangkan oleh masyarakat dengan ciri
dan identitas tersendiri.
“Ekonomi merupakan kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan
sumber - sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang- barang dan jasa-jasa serta
mendistribusikannya untuk dikonsumsi. Ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia yang
didasarkan pada landasan dan prinsip- prinsip yang menjadi dasar acuan”. (The Economics -
Samuelson)
Terdapat berbagai macam sistem ekonomi di dunia ini. Dalam pengertian umum, Sistem
Ekonomi dibagi menjadi tiga yaitu Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis, dan Sistem
Ekonomi Campuran. Namun, di sini hanya akan dibahas mengenai tiga sistem ekonomi yaitu Sistem
Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis , dan Sistem Ekonomi Islam.
Dewasa ini, sistem ekonomi konvensional banyak dipengaruhi cara pandang dari kapitalisme dan
juga sosialisame. Dalam sistem ekonomi konvensional yang kapitalis, terdapat cara pandang bahwa sifat
individualisme perseorangan sangat ditonjolkan sehingga yang mempunyai modal akan mampu
menguasai perekonomian. Sementara sosialis menganut paham kolektivitas dengan pengertian semua
manusia mempunyai porsi yang sama dalam kekayaan.
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang hanya menekankan pada satu sifat, dalam Ekonomi
Islam ditekankan empat sifat yaitu : 1. Kesatuan/ unity, (2) Keseimbangan/ equilibrium, (3) Kebebasan/
free will, (4) Tanggungjawab/ responsibility.
Umar Chapra menjelaskan terdapat 5 prinsip dalam paradigma ekonomi islam, yaitu:
▪ Rational Economic Man
Mainstream pemikiran ekonomi Islam sangat konkret dan gamblang dalam mencirikan tingkah
laku rasional yang bertujuan agar dapat memberdayakan karunia Allah, dengan cara yang dapat
menjamin kesejahteraan duniawi individu. Menurut Islam, kekayaan yang dimiliki oleh seseorang
110
akan berpotensi melakukan kesalahan atau membuka peluang pemborosan, keangkuhan dan
ketidakadilan. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal yang tidak disukai karena
menimbulkan kekafiran, keputusasaan dan nestapa.
▪ Positivisme
Dalam konvensional positivisme adalah kenetralan mutlak antar seluruh tujuan atau bebas dari
posisi etika tertentu atau pertimbangan-pertimbangan normative. Sejak seluruh sumberdaya yang dapat
dikonsumsi disadari adalah milik tuhan, sedangakn manusia hanyalah pemegang amanah saja, manusia
akan bertanggungjawab kepada- Nya atas penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat dan kondisi
pemberian amanah.
▪ Keadilan
Sumberdaya alam yang merupakan amanah dari Allah kepada Manusia, yang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Persaudaraan (Broterhood) sebagai tujuan utama dari syariah hanyalah akan menjadi sebuah jargon
yang tidak berarti jika saja tidak didukung oleh keadilan dalam pengalokasian dan distribusi
sumberdaya yang diberikan oleh Allah.
▪ Pareto Optimum
Dalam Islam penggunaan sumberdaya yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setiap
perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh
potensi sumberdaya manusia dan materi yang terbatas untuk mencapai kesejahteraan
▪ Peranan Negara
Pentingnya peranan negara ternyata didukung oleh pernyataan para ulama, misalnya Al
Mawardi, ia telah menyatakan bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat
dibutuhkan untuk mencegah kedzaliman dan pelanggaran. Ibnu Taimiyah juga menganggap bahwa
Islam dan negara mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, satu pihak menjalankan perannya
tanpa dukungan yang lain. Proses implementasi syariah tidak akan mungkin tanpa adanya Negara yang
memerankan peran penting, dan Negara mungkin akan terpuruk kedalam pemerintahan yang tidak adil
dan tirani tanpa pengaruh syariah. Karenanya ia menganggap bahwa Negara merupakan sebuah
amanah kepentingan public dan sebagai instrument pokok untuk menciptakan keadilan.
Konsep Kapitalis Sosialis Islam
Sumber kekayaan sangat Sumber kekayaan sangat
Sumber Sumber Kekayaan alam
kekayaan langka (scarcity of langka (scarcity of semesta dari Allah SWT
resources) resources)
111
Setiap pribadi di
Sumber kekayaan di dapat
bebaskan untuk Sumber kekayayan yang kita
dari pemberdayaan tenaga
Kepemilikan memiliki semua miliki adalah titipan dari
kerja (buruh)
kekayaan yang di Allah SWT
peroleh nya
Tujuan Gaya Untuk mencapai ke
Ke setaraan penghasilan di
hidup Kepuasan pribadi makmuran (Al-Falah), di
antara kaum buruh
perorangan dunia dan akhirat
Konsep dari ekonomi kapitalis adalah sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh
dengan cara bekerja keras serta setiap pribadi boleh memiliki kekayaan yang tiada batas, untuk mencapai
tujuan hidupnya. Dalam sistem ekonomi kapitalis perusahaan di miliki oleh perorangan. Terjadinya pasar
(market) dan terjadinya demand- supply adalah ciri khas dari ekonomi kapitalis.
Disisi lain, konsep ekonomi sosialis beryakinan bahwa sumber kekayaan itu sangat langka dan
harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang, seperti pertambangan,
pertanian, dan lainnya. Dalam sistem Sosialis, semua bidang usaha dimiliki dan diproduksi oleh Negara.
Tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadinya supply-demand, karena Negara yang menyediakan
semua kebutuhan rakyatnya secara merata. Perumusan masalah dan keputusan ditangani langsung oleh
negara.
Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan. Semua kekayaan di dunia ini
adalah milik Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan yang kita miliki harus diperoleh
dengan cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur dan sukses) dan Sa’ada Haqiqiyah
(kebahagian yang abadi baik di dunia dan akhirat). Dalam Islam, mereka yang ingin memiliki properti
atau perusahaan harus mendapatkannya dengan usaha yang keras sehingga Islamic Legal Maxim dapat
tercapai, yaitu mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah. Perlu diperhatikan bahwa dalam transaksi Ekonomi Islam, tidak dikenal adanya unsur Riba
(interest), Maisir (judi), dan Gharar (ketidakpastian).
Fondasi : merupakan bagian dasar dari sebuah bangunan yang mampu menopang bangunan tersebut.
112
Dikatakan bahwa kuatnya sebuah bangunan dapat dilihat dari fondasinya. Fondasi dari Ekonomi Islam
memiliki lima prinsip yaitu tauhid (keimanan), 'adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
(pemerintahan), dan ma'ad (hasil).
Tiang : merupakan turunan (derivative) dari fondasinya memiliki tiga prinsip yaitu multitype ownership,
freedom to act, dan social justice.
▪ Multitype ownership (Kepemilikan Multi Jenis) : Dalam islam, berlakulah prinsip kepemilikan multi
jenis yaitu mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik swasta, negara maupun campuran.
Prinsip ini merupakan terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer Allah SWT, sedangkan manusia
sebagai pemilik sekunder.
▪ Freedom to Act (Kebebasan Bertindak atau Berusaha) : Penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-
pribadi yang profesional dan prestatif dalam segala bidang, termasuk dalam bidang ekonomi dan
bisnis. Meneladani sifat-sifat rasul dalam aktivitasnya (siddiq, amanah, tabligh dan fathanah) dan
digabungkan dengan nilai keadilan dan khilafah (good governance) akan melahirkan prinsip freedom
to act pada setiap muslim (umumnya) dan para ekonom islam (khususnya) sehingga mekanisme pasar
dalam perekonomian akan tercipta. Kebebasan dalam konteks freedom to act, dilandasi dengan prinsip
syariah (nilai keadilan) agar tidak tercipta distorsi dan transaksi yang dilarang (riba, gharar
(ketidakpastian), tadlis (penipuan).
▪ Social Justice (Keadilan Sosial) : Prinsip keadilan sosial merupakan gabungan antara nilai khilafah dan
nilai ma'ad. Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok dan menciptakan
keseimbangan sosial. Dalam islam, keadilan diartikan suka sama suka dan satu pihak tidak terdzalimi,
maka islam membolehkan adanya intervensi pasar (al-hisbah) serta intervensi harga jika terjadi distorsi
pasar.
Atap : merupakan bagian yang melindungi sebuah bangunan dari kondisi luar yang berpotensi manjadi
ancaman bagi bangunan tersebut. Dalam bangunan Ekonomi Islam, akhlak mempunyai peran sebagai
atap. Hal ini dimaksudkan bahwa akhlak merupakan sikap manusia untuk bertindak sesuai dengan teori
dan sistem yang telah digali dari sumber-sumber Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Pendapatan nasional : jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di
suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pada gambar tersebut terlihat peran pemerintah yaitu melakukan konsumsi dan juga mendapatkan
pendapatan. Konsumsi pemerintah dilakukan kepada perusahaan untuk membeli barang atau jasa
sementara kepada rumah tangga untuk membayar gaji, bunga, atupun transfer payment. Pendapatan
pemerintah diperoleh dari pajak yang dibayarkan oleh Perusahaan dan juga rumah tangga.
Inflasi : Meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan
harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Mengukur tingkat inflasi: Indeks Harga
Konsumen (IHK/CPI) atau dengan GDP Deflator.
✓ Jenis Inflasi berdasarkan penyebabnya:
❖ Demand Pull Inflation → karena tarikan permintaan (permintaan naik, harga naik)
❖ Cost Push Inflation → karena dorongan penawaran (penawaran turun, harga naik)
❖ Spiralling inflation → karena inflasi yang terjadi sebelumnya
❖ Imported inflation dan domestic inflation
✓ Akibat inflasi dalam perspektif syariah:
❖ Menimbulkan gangguan pada fungsi uang, suatu fenomena inflasi akan mengakibatkan inflasi
berikutnya secara simultan (self feeding inflation).
❖ Turunnya marginal propensity to save (MPS) .
❖ Meningkatkan konsumsi non-primer (marginal propensity to consume).
❖ Mengarahkan investasi non-produktif, yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) dengan
mengorbankan investasi produktif, seperti pertanian, manufaktur, perdagangan, dll.
✓ Taqiyuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364-1441 M), mengklasifikasikan dua sebab inflasi:
❖ Natural Inflation : Inflasi ini disebabkan oleh sebab-sebab alamiah yang tiada seorangpun memiliki
kendali atasnya untuk mencegah. Dalam hal ini, disebabkan turunnya penawaran agregatif (AS)
atau naiknya permintaan agregatif (AD).
❖ Human Error Inflation, inflasi yang disebabkan hal-hal berikut: Korupsi dan Administrasi yang
buruk (corruption and red tape), pajak yang berlebihan (excessive tax), Pencetakan uang dengan
maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage).
Pengangguran atau tuna karya : istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari
116
kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Jumlah pengangguran didalam perkonomian diukur dengan angka pengangguran, yaitu persentase
pekerja-pekerja tanpa pekerjaan yang ada didalam angkatan kerja. Angkatan kerja hanya memasukan
pekerja yang aktif mencari kerja. Orang-orang pensiunan, mengejar pendidikan atau yang tidak mendapat
dukungan mencari kerja karena ketiadaan prospek kerja, tidaklah termasuk didalam angkatan kerja.
Pengangguran sendiri bisa dibagi menjadi beberapa jenis:
✓ Pengangguran klasikal terjadi ketika gaji karyawan terlalu tinggi sehingga pengusaha tidak berani
memperkerjakan karyawan lebih dari yang sudah ada. Gaji bisa menjadi terlalu tinggi karena peraturan
upah minimum atau adanya aktivitas serikat pekerja.
✓ Pngangguran friksional terjadi apabila ada lowongan pekerjaan untuk pekerja tetapi waktu untuk
mencarinya menyebabkan adanya periode dimana si pekerja tersebut menjadi pengangguran.
✓ Pengangguran struktural meliputi beberapa jenis penyebab pengangguran termasuk ketidakcocokan
antara kemampuan pekerja dan kemampuan yang dicari oleh pekerjaan yang ada. Pengangguran besar-
besaran bisa terjadi ketika sebuah ekonomi mengalami masa transisi industri dan kemampuan para
pekerja menjadi tak terpakai. Pengangguran struktural itu juga cukup mirip dengan pengangguran
friksional karena dua-duanya berkutat pada permasalahan ketidakcocokan kemampuan pekerja dengan
lowongan pekerjaan, tetapi pengangguran struktural berbeda karena meliputi juga kebutuhan untuk
menambah kemampuan diri, tidak hanya proses pencarian jangka pendek.
✓ Pengangguran siklikal terjadi ketika pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan. Hukum Okun
menunjukan hubungan empiris antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Versi asli dari
Hukum Okun menyatakan bahwa 3% kenaikan keluaran ekonomi akan mengakibatkan 1%
penurunan angka pengangguran.
Kebijakan moneter : kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian
agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian yang
117
diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang
tersedia.
✓ Jenis Kebijakan Moneter:
❖ Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy/ easy money policy) merupakan suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk
mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
❖ Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy/ tight money policy) merupakan
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan
pada saat perekonomian mengalami inflasi.
❖ Instrumen Kebijakan Moneter :
• Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) : cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Apabila
ingin meningkatkan jumlah uang yang beredar, maka Bank sentral akan membeli surat
berharga di masyarakat. Begitu pula, sebaliknya.
• Kebijakan Diskonto (Discount Rate) : pengaturan jumlah uang yang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.
• Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) : pengaturan jumlah uang beredar
dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
• Imbauan Moral (Moral Persuasion) : imbauan pemerintah kepada masyarakat dalam
mengambil sikap terhadap suatu kebijakan moneter.
Qiradh berarti harta yang diberikan pemiliknya kepada seseorang sebagai modal usaha dan supaya
dikembalikan kepadanya pada saat dia telah mampu mengembalikannya. Institusi negara tersebut
bertujuan mewujudkan misi negara dalam mensejahterakan warga melalui kebijakan sektor riil dan
keuangan dengan menggunakan instrumen-instrumen publik yang menjadi wewenangnya, seperti zakat,
kharaj-jizyah (pajak), investasi negara (al mustaglat), uang beredar, infak-shadaqah, wakaf, dll.
Dalam siklus ini, posisi Qirodh diperankan oleh Baitul Qirodh ataupun BMT sebagai lembaga
keuangan berbadan hukum koperasi yang berfungsi sebagai sarana untuk memudahkan dan
memperlancar aktivitas kehidupan perekonomian dengan mengumpulkan dana masyarakat yang tidak
produktif dan menyalurkannya kedalam kegiatan produktif yang sistem operasinya dilaksanakan menurut
syariat Islam. Mekanisme selanjutnya adalah zakat, infaq, sodaqoh, wakaf, dan pajak akan disalurkan
kepada Baitul Al Maal. Kemudian Baitul Al Maal melakukan pengeluaran dalam bentuk zakat, infaq,
sodaqoh, dan wakaf kepada golongan yang membutuhkan dari pihak rumah tangga. Kemudian Rumah
tangga akan menanamkan investasinya pada Baitul Qiradh. Selanjutnya giliran baitul qiradh yang
menginvestasikan modalnya kepada Perusahaan.
Baitul maal menurut Ibnu Taimiyah memiliki peran sebagai:
✓ Diwan al Rawatib : mengadministrasikan gaji dan honor bagi pegawai negeri dan tentara.
✓ Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah : mengelola poll taxes (jizyah) dan harta tanpa ahli waris.
✓ Diwan al Kharaj : memungut kharaj (pajak dalam agrikultur).
✓ Diwan al Hilali : mengkoleksi pajak bulanan
Menurut Konsep ekonomi islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu
masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama. (Mannan, 1993)
Penerimaan dan pengeluaran fiskal (APBN) zaman Rasulullah saw. :
PENERIMAAN PENGELUARAN
Jenis Regulasi
119
Jenis Sukarela
Pajak(Nawaib)
Lain-lain
Kebijakan Moneter
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan
kebijakan discount rate.
120
Muhammad Anwar melihat bank sentral sebagai konsep yang tidak islami karena pengeluaran fiat
money secara langsung menimbulkan seignorage (pendapatan yang diterima karena mencetak uang).
Dalam konteks pemerintahan islam yang ideal, peran bank sentral digantikan oleh baitul maal (national
treasury) dan hisbah (market regulator).
Zakat : ketentuan wajib dalam sistem ekonomi (obligatory zakat system), sehingga
pelaksanaannya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dan wakaf
memiliki peran yang penting dalam kebijakan fiskal menurut konsep islam.
Pengaruh zakat dalam perekonomian : Dengan asumsi bahwa para muzakki adalah golongan
yang umumnya bekerja sebagai produsen, maka manfaat zakat oleh produsen akan dirasakan melalui
tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan dibelanjakan oleh para mustahik
untuk mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi, semakin tinggi jumlah zakat semakin tinggi
pula konsumsi yang dapat mendorong perekonomian.
121
ZAKAT PAJAK
Arti Nama bersih, bertambah dan berkembang Utang, pajak, upeti
Dasar hukum Al Qur’an & As-sunnah UU Suatu negara
Ditentukan oleh negara dan yang
Ditentukan Allah dan bersifat mutlak
Nishab & bersifat relatif (pajak berubah-ubah
(Nishab zakat memiliki ukuran tetap )
Tarif sesuai dengan neraca anggaran negara)
Kewajiban yang bersifat tetap dan terus Kewajiban yg sesuai dengan kebutuhan
Sifat
menerus dan dapat dihapuskan
Subyek Muslim Semua warga negara
Obyek Untuk dana pembangunan dan anggaran
Tetap 8 Golongan
Alokasi rutin
Penerima
Harta yang
Harta produktif Semua Harta
Dikenakan
Syarat Ijab
Disyaratkan Tidak Disyaratkan
Kabul
Pahala dari Allah dan janji keberkahan
Imbalan Tersedianya barang dan jasa publik
harta
Sanksi Dari Allah dan Negara Dari Negara
- Keimanan dan ketakwaan kepada
Ada pembayaran pajak dimungkinkan
Motivasi Allah adanya manipulasi besarnya jumlah harta
Pembayaran - Ketaatan dan ketakutan pada negara wajib pajak
dan sanksinya
Dipercayakan kepada Muzaki dan
Perhitungan Selalu menggunakan jasa akuntan pajak
dapat
juga dengan bantuan ‘amil zakat
3) UANG
A. Teori Uang
Uang diartikan sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang sah.
Jenis Uang:
Uang Barang (Commodity Money), yaitu alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa
diperjualbelikan. Ada 3 syarat utama barang bisa dijadikan uang : kelangkaan yaitu persediaan
122
barang itu harus terbatas, daya tahan yaitu barang tersebut harus tahan lama, nilai tinggi yaitu
barang yg dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak
dalam melakukan transaksi.
Uang kertas (Token Money) – fiat money
Uang Giral adalah uang yg dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran Cek dan alat
pembayaran giro lainnya.
Teori konvensional memasukkan alat penyimpan nilai (store of value) sebagai salah satu fungsi
uang, termasuk motif money demand for speculation. Akan tetapi, hal ini tidak diperbolehkan dalam
Islam, karena Islam hanya memperbolehkan uang untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Sama sekali
menolak untuk spekulasi. Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep ekonomi
konvensional. Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital. Sementara itu, dalam konsep
ekonomi konvensional, konsep uang tidak jelas. Misalnya, dalam buku Money, Interest, and Capital
(1989) oleh Colin Rogers, uang diartikan bertukaran (interchangeability), sebagai uang atau sebagai
capital. Ketidak jelasan dalam konsep ini bisa menimbulkan kekacauan.
Perbedaan lainnya, menurut konsep ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow
concept, sedangkan kapital bersifat stock concept. Menurut konsep ekonomi Islam, capital is private
goods, sedangkan money is public goods. Uang yang mengalir adalah public goods (flow concept),
sedangkan yang mengendap sebagai milik seseorang (stock concept) adalah milik pribadi (private
123
goods). Dengan demikian, jika dan hanya jika uang diinvestasikan dalam proses produksi, kita akan
memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam konsep ekonomi konvensional, mereka tetap
menginginkan keuntungan tanpa mempedulikan apakah uang itu diinvestasikan pada proses produksi
atau tidak.
Uang Kertas
Ketika telah menjadi alat pembayaran yang sah, meskipun tidak dilatarbelakangi lagi oleh emas,
maka kedudukannya dalam hukum sama dengan emas dan perak, maka riba pun berlaku pada uang
kertas.
Thomas Gresham (1519-1579) menyatakan teori “bad money drives out good money”, yang
mana telah disampaikan oleh Ibnu Taimiyah 300an tahun sebelumnya, bahwa: uang dengan kualitas
buruk (fulus/ uang dari tembaga) akan menendang keluar uang kualitas baik (dinar dirham). Fulus
digunakan secara luas sehingga dirham hilang dari peredaran dan inflasi membumbung.
responsible for any risk) dan al-kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for any
expenses). Keadaan yang juga ditolak oleh teori ilmu keuangan berdasarkan prinsip return goes along
with risk.
Sumber:
Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Makro Islami Edisi Keempat. Cet ke-5. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Madya, Salman. Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Kementerian Agama Provinsi Sumatera
Selatan.
1
Achwan, Harry Tjahjono dan Totok Subjakto 1993:1-2, dikutip dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di
Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 21.
2
Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 111, dikutip dalam Neni Sri Imaniyati, Pengantar
Hukum Perbankan Indonesia, Refika Ditama, Bandung, 2010, hlm. 2.
3
Lihat SK Menteri Keuangan RI No.792 Tahun 1990.
4
Neni Sri Imaniyati, Op Cit, hlm. 3.
5
Achwan, Harry Tjahjono dan Totok Subjakto 1993:1-2, dikutip dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di
Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 21.
127
bahwa sistem keuangan Indonesia aman, stabil, dan dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa
keuangan.6 Adapun fungsi dan peran lembaga keuangan lebih lanjut adalah sebagai berikut: 7
a. Melancarkan pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan jasa keuangan.
b. Menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan.
c. Memberikan pengetahuan/informasi kepada pengguna jasa keuangan sehingga membuka
peluang keuntungan.
d. Lembaga keuangan memberikan jaminan hukum mengenai keamanan dana masyarakat yang
dipercayakan.
e. Menciptakan likuiditas sehingga dana yang disimpan dapat dipergunakan ketika dibutuhkan.
Dalam suatu perekonomian, peran yang sangat penting dari lembaga keuangan adalah:
a. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mekanisme pembayaran antara pelaku-
pelaku ekonomi sebagai akibat transaksi yang mereka lakukan (transmission role).
b. Berkaitan dengan pemberian fasilitas mengenai aliran modal dari pihak yang kelebihan dana ke
pihak yang membutuhkan dana (intermediation role).
c. Lembaga keuangan berperan dalam mengurangi kemungkinan adanya resiko yang
ditanggung oleh pihak pemilik dana atau penabung.
Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu sistem
perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan yang masuk dalam sistem
perbankan, yaitu lembaga keuangan yang berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Karena lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut
depository financial institutions, yang terdiri atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Adapun
lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan
usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
simpanan. Lembaga keuangan bukan bank disebut non depository financial institutions. Lembaga-
lembaga keuangan bank merupakan bagian dari sistem moneter, sedangkan lembaga-lembaga
keuangan lainnya berada di luar sistem moneter.
6
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 41.
7
Lihat: Rudy Bahrudin, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, cet ke-1, (Jogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 1997), hlm.
4-5, dikutip dalam Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 109.
128
Namun Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa lembaga keuangan terdiri dari 3 kelompok
besar, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan
Lembaga Pembiayaan.8
a. Lembaga Keuangan Bank (LKB)
Salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam dunia bisnis adalah lembaga
keuangan perbankan. Institusi perbankan merupakan subsistem dari keberadaan lembaga keuangan
(financial instutiton). Menurut hukum perbankan yang berlaku saat ini, Indonesia adalah negara
yang menganut konsep perbankan nasional dengan system ganda (dual banking system). Artinya
bahwa selain ada perbankan konvensional yang beroperasi berdasarkan sistem “bunga”, juga ada
perbankan lain yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Meskipun
keduanya sama-sama lembaga perbankan, namun baik secara konsep maupun implementasinya
tetap berbeda antara satu dengan lainnya. Dalam hukum bisnis syariah, penegasan adanya
perbedaan diantara keduannya sangat diperlukan, terutama dimaksudkan untuk mengetahui sebab
halal-haramnya, serta akibat maslahat-mudharatnya.9
Lembaga keuangan bank terdiri atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
1) Bank
Apabila ditelusuri sejarah terminology bank, kata “bank” berasal dari bahasa Italia
“banca”, yang berarti bence, yaitu bangku tempat duduk. Pada zaman pertengahan, para banker
Italia, yang memberikan pinjaman-pinjaman, melakukan usaha mereka dengan duduk di bangku-
bangku di halaman pasar.10
Dalam perkembangannya, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial
yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi
pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan.11
2) Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.12 Sedangkan definisi Bank Umum Menurut UU No. 7 Tahun 1992 Tentang
8
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, hlm. 8, dikutip dalam
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 4
9
Sumber hukum yang digunakan untuk menentukan halal-haram adalah hanya Al-Quran dan Sunnah, dikutip dalam
Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 110.
10
Th. Anita Christiani, Hukum Perbankan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hlm.18.
11
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op Cit, hlm. 135.
12
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm. 63.
129
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah13 “Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”
Dengan sendirinya Bank Umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang
lebih besar kepada kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan
kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi,
pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non
migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.14
3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Negara Indonesia, sudah sejak lama ada sejenis bank yang khusus melayani masyarakat
kecil, yaitu BPR. Tugasnya memberikan bantuan kepada masyarakat kecil yang membutuhkan
bantuan dana di pasar-pasar dan di desa-desa. Selain itu, tugasnya menghimpun dana tabungan
masyarakat berupa deposito berjangka.
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah bukan bank
pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Dari pengertian di atas, diketahui bahwa perbedaan bank umum dengan BPR adalah
bank umum memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR tidak. Dengan
demikian dapat disimpulkan, bahwa bank umum maupun BPR sama-sama memberikan jasa
dalam penghimpunan dana dan sama-sama memberikan jasa dalam penyaluran dana kepada
masyarakat, tetapi BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
13
Lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998
14
Rachmadi Usman, Loc Cit.
15
Anita Christiani, Hukum Perbankan Analisis Independensi Bank Indonesia, Badan Supervisi, LPJK, Bank Syariah, dan Prinsip
Mengenal Nasabah, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hlm. 1.
130
2) Lembaga Asuransi
Asuransi beradasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian
menyatakan bahwa: “Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertangung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan”.
Sedangkan pengertian asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD, yaitu: “Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan meminta suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.”
3) Pasar Modal
Dasar hukum pasar modal di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Pengertian pasar modal terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 yang berbunyi: “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
Dari pengertian ini, secara sederhana pasar modal adalah tempat bertemunya penjual dan
pembeli, yang di dalamnya efek menjadi objek perjanjian jual beli tersebut. Kemudian, yang
dimaksud dengan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivative dari efek.
132
Daftar Pustaka
ER. PERMANA
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2087/05.2%20bab%202.pdf?sequence=8&isAllo
wed=y
Collected by M. Al Faridho A
082159049079
133
Definisi Akuntansi
• Akuntansi adalah pengidentifikasian, pencatatan, penglasifikasian, penginterpretasian, serta
pengomunikasian kegiatan-kegiatan ekonomi sehingga penggunanya dapat membuat keputusan
berdasarkan informasi yang diterima (AAA - American Accounting Association, 1966).
www.aaahq.org
• Akuntansi konvensional membiarkan penggunanya untuk mengambil keputusan berdasarkan
informasi yang diterima secara efisien sesuai dengan tujuan untuk mengalokasikan sumber daya
yang langka demi kegunaan yang sangat menguntungkan (FASB - Financial Accounting Standard
Board, 1978). www.fasb.org
• http://www.iaiglobal.or.id Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan), Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dibantu oleh Komite
Akuntansi Syariah (KAS)
• Akuntansi Islami merupakan proses akuntansi yang memaparkan informasi bukan hanya sebatas
finansial melainkan berbagai informasi yang dibutuhkan para pemangku kepentingan sehingga
mereka teryakinkan bahwa yang bersangkutan masih beroperasi dalam kerangka syariah Islam.
• PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah), PSAK 102
(murabahah), PSAK 103 (salam), PSAK 104 (istishna’), PSAK 105 (mudharabah), dan PSAK 106
(musyarakah)
• Kebutuhan akan pencatatan atas transaksi yang dilakukan sesuai dengan rujukan bahwa setiap
manusia akan diminta pertanggungjawabannya atas apa yang dilakukan selama hidup di dunia.
• Seperti yang terdapat dalam al-Quran surat al-Isra (17) ayat 36
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya"
• "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (al-Quran
surat al-Hujurat (49) ayat 6.
Akuntansi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam al-Quran, sabda dan
perbuatan Rasulullah saw (hadis) serta pemikiran para ulama yang dapat dijadikan dasar hukum
bermuamalah sehingga tercapai falah melalui cara yang maslahah
Komponen Akuntansi Syariah
• Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat dan Infaq (Statement of Sources and Uses of Funds
in Zakat and Charity Fund)
• Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qard (Statement of Sources and Uses of Funds in Qard
Fund)
• Laporan analisis keuangan terhadap pendapatan dan pengeluaran non halal
• Laporan social responsibility
• Laporan Perkembangan SDM
Laporan Keuangan BI
• Laporan Keuangan Bulanan:
1. Neraca;
2. Laporan Laba Rugi dan
3. informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi.
• Laporan Keuangan Triwulanan:
1. Neraca;
2. Laporan Laba Rugi;
3. Laporan Perubahan Ekuitas dan
4. Informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi.
• Laporan Keuangan Tahunan:
1. Neraca;
2. Laporan Laba Rugi;
3. Laporan Perubahan Ekuitas;
4. Laporan Arus Kas;
5. Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi
Daftar Pustaka
Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati dan Wasilah, 2008
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin. 2012
Fundamentals of Corporate Finance. Ross, Westerfield, dan Jordan. 2003
Tujuan mendasar ibadah zakat adalah untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial, seperti
pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persoalan-
persoalan tersebut dengan memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit,
etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya (Qardhawi, 1995). Zakat adalah salah satu sektor penting
dalam filantropi Islam. Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim yang
139
memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara menyalurkan zakatnya kepada
mustahik (penerima zakat). Zakat ini tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian mustahik,
tetapi juga dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam sektor ekonomi nasional (BAZNAS, 2017).
Dalam jangka panjang, tujuan utama zakat adalah mentransformasi para mustahik menjadi muzakki. Hal
ini menunjukkan bahwa zakat sangat berpotensi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan
di suatu negara.
Adapun pengertian zakat di atas dapat diperjelas dan dipertegas bahwa pemaknaan formula zakat
dari sisi manapun, dapat dibuktikan kebenarannya, baik secara fisik material-nominal maupun secara
psikis-kerohanian. Hal tersebut dapat diuji secara empiris-matematis dan lebih dari itu dapat dirasakan
dan dinikmati secara psikis. Artinya, zakat berarti tambah, tumbuh dan berkembang secara nominal dan
bisa dibuktikan dengan mudah. Demikian pula dengan makna maknawi-hissi-nya yang bisa dirasakan
dalam menjalani proses hidup dan kehidupan para muzakki. Begitu luas memang ruang lingkup makna
zakat ini, sampai-sampai kata zakat bisa juga digunakan untuk maksud sedekah wajibah maupun
mandubah, di samping untuk makna nafkah, pemaafan (al-‘afw), dan kebenaran (al-haqq) (Suma, 2013).
Suma (2013) menjelaskan bahwa dari sekian banyak kata yang searah dengan maksud zakat, kata
infak dan shadaqah-lah yang paling erat. al-Mawardi (w. 450 H/1070 M) menyamakan keduanya dalam
ungkapan “sedekah adalah zakat dan zakat adalah shadaqah” (al-shadaqah zakah wa al-zakah sha-
daqah). Menurut al-Mawardi, keduanya hanya berbeda dalam nama atau sebutan, tetapi sama dalam arti
dan tujuannya. Perangkaian kata infak dan shadaqah pada lembaga-lembaga zakat—dalam hal ini,
misalnya ZIS (zakat, infak dan sedekah) yang ada di Indonesia—semakin memperkuat jalinan tritunggal
kata zakat, infak, dan sedekah. Terutama dalam penyematan nama-nama lembaga filontropi Islam,
seperti: BAZIS (badan amil zakat, infak dan sedekah), LAZIS (lembaga amil zakat, infak dan sedekah),
panitia penerima zakat, infak dan shadaqah, meskipun pada saat yang sama, tetap juga ada lembaga yang
seakan-akan hanya fokus pada pengurusan zakat tanpa menyebut infak dan shadaqah.
Meskipun sama-sama terdapat dalam bahasa Arab atau bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, kata
shadaqah tidak lagi digunakan dalam pengertian zakat. Shadaqah biasanya diartikan sebagai pemberian
secara sukarela kepada para pihak lain dengan tujuan untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Dengan
kata lain, zakat diartikan sebagai pemberian wajib, sementara sedekah diartikan sebagai pemberian
sunnah (Khairina, 2019).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011, infak adalah harta yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan
shadaqh adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
Kata shadaqah itu berasal dari kata al-shidq, yang berarti benar atau kebenaran. Kata shadaqah
menunjukkan atas kebenaran dan/atau pembenaran keimanan seseorang, baik dari sudut pandang lahiriah
140
(pengakuan keimanan) maupun ekspresi batiniah (wujud pengorbanannya) melalui harta-benda. Melalui
shadaqah, muzakki atau mutashaddiq membuktikan bahwa dirinya bukan seorang yang munafik yang
suka bermain mata dengan mengelabuhi orang-orang Mukmin dalam urusan shadaqah (Suma, 2013). Hal
tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang membimbing keterpaduan antara pengakuan
keislaman yang simbolik dalam pengucapan dua kalimat syahadat dan pelakasanaan salat lima waktu.
Sementara dalam pengorbanan material ekonomi dan keuangan dapat diwujudkan melalui adanya
pembayaran zakat, infak, dan shadaqah.
Orang yang suka ber-shadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi
syariat, pengertian shadaqah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-
ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, shadaqah memiliki arti lebih luas,
menyangkut hal yang bersifat non materiil. Adapun anjuran tentang ber- shadaqah seperti dalam Al-
Quran Surah Al- Baqarah:254:
ٌآم نخوا أَنْ ِف خق وا ِِمَّا َر َزقْ نَا خك ْم ِم ْن قَ ْب ِل أَ ْن ََيِِْتَ يَ ْو ٌم ََّل بَ ْي ٌع فِ ِيه َوََّل خخ لَّ ة
َ َين ِ ََّي أَيُّ ه ا ا ل
ذ َ َ
اع ةٌ ۗ َوا لْ َك افِ خرو َن خه خم ال ظَّالِ خم و َن
َ َوََّل َش َف
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah
Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada
lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”
Dalam ayat ini Allah SWT menyuruh kita untuk sering bersedekah sebelum terjadinya hari kiamat
yang tidak ada jual beli. Sedekah bisa memberikan dan mendatangkan syafaat ketika di akhir kelak bagi
orang sering bersedekah. Baik sedekah fisik maupun materi keduanya akan mendapat pahala yang sama.
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang artinya keluar, yang berarti mengeluarkan sesuatu harta
untuk kepentingan sesuatu yang tujuannya untuk mendapatkan ridho Allah. Sedangkan menurut
terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan atau penghasilan untuk
sesuatu yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nishab-nya, infak tidak mengenal nishab. Infak
juga sebahagian kecil dari harta yang digunakan untuk kebutuhan orang banyak sebagai kewajiban yang
dikeluarkan karena atas dasar keputusan diri sendiri (Khairina, 2019).
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan diluar zakat untuk
kemaslahatan umum. Hal ini tercantum dalam ayat Al-Quran Surah Ali Imran:134:
141
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa infak tidak ditetapkan waktunya seperti zakat. Infak
dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah. Jika zakat
harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada siapa pun juga,
misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya.
Sebagai pilar ketiga dalam perekonomian zakat, infak, dan shadaqah memiliki fungsi yang sangat
penting dalam pertumbuhan ekonomi. Ini tercermin pada dua konsep utama, yaitu pertumbuhan ekonomi
berkeadilan dan mekanisme sharing dalam perekonomian. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan kaum dhuafa. Pada jangka pendek, kebutuhan mustahik dapat terpenuhi, sementara pada
jangka panjang, daya tahan ekonomi mereka akan meningkat. Zakat adalah salah satu institusi terpenting
dalam kerangka sosial- ekonomi Islam. Dalam Al-Qur’an, perintah shalat juga sering kali diikuti dengan
perintah zakat. Hal ini secara jelas menyiratkan betapa pentingnya zakat yang berdimensi
(habluminannas) yang disetarakan dengan shalat yang berdimensi (habluminallah).
Dampak zakat atas kemaslahatan masyarakat dan perekonomian Islam sangatlah jelas. Karena
dalam zakat itu sendiri terdapat unsur pemberian bantuan kepada orang-orang fakir, di samping
mewujudkan kepentingan yang bersifat umum. Ini dapat dilihat secara jelas dari pos-pos pendistribusian
zakat. Dengan zakat berarti kekayaan itu didistribusikan dari kalangan orang-orang kaya kepada orang-
orang fakir. Dengan cara seperti ini, maka terdapat unsur pemerataan kekayaan, sehingga kekayaan tidak
menggelembung di pihak tertentu, sementara masih adanya kemelaratan di pihak lain.
zakat telah bertransformasi dari ranah sosial ke ranah pembangunan ekonomi. Dalam perkembangan
terkini, tarik-menarik pengelolaan zakat antara negara dan masyarakat sipil, berpotensi menghambat
kinerja dunia zakat nasional dan sekaligus melemahkan gerakan masyarakat sipil yang independen (Indra,
2017).
Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) dengan cara menerima atau mengambil harta zakat dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki. Badan Amil Zakat (BAZ) juga dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta
muzakki yang berada di Bank atas permintaan muzakki (BAZNAS, 2018b).
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Undang-undang No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarkat Islam dan
Urusan haji No. D / 291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Meskipun harus diakui
bahwa dalam peraturan-peraturan tersebut masih banyak kekurangan yang mendasar, misalnya tidak
dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya (tidak mau berzakat), tetapi undang-
undang tersebut mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat, dan
dipercaya oleh masyarakat (BAZNAS, 2017).
BAZNAS sebagai Badan Amil Zakat, kegiatan pokoknya adalah menghimpun ZIS dari muzakki dan
menyalurkan ZIS kepada Mustahik yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan agama. Adapun ruang
lingkup dari BAZNAS yang meliputi skala nasional adalah unit pengumpulan zakat di departemen,
BUMN, konsulat Jenderal, dan dengan lembaga amil zakat lain. Beda halnya dengan BAZIS (Badan Amil
Zakat dan Infak atau Shadaqah) didirikan berdasarkan surat keputusan gubernur yang mempunyai ruang
lingkup kerja di wilayah propinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan tersebut (Indra, 2017).
Salah satu LAZ yang menerapkan prinsip-prinsip modern dalam pengelolaan ZIS adalah Dompet
Dhuafa (Indra, 2017). Lembaga tersebut dapat mengurangi tingkat kemiskinan dengan menunjukkan
bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga miskin dari 84% menjadi 74%. Adapun aspek
kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu mengurangi kesenjangan kemiskinan dan kesenjangan
pendapatan (Beik, 2009).
Amil Zakat Lembaga (OPZ) yang merupakan salah satu organisasi non-profit atau nirlaba yang
menerima dana dari muzakki. Adapun tugas mereka seperti mengelola dan mendistribusikan dan muzakki
ke mustahiq, selain itu OPZ harus memberikan laporan keuangan secara teratur sebagai bentuk tanggung
jawab mereka untuk masyarkat, terutama untuk muzakki. Untuk OPZ daerah Yogyakarta khususnya ada 8
lembaga amil zakat bahwasanya pengelolaan keuangan berbeda-beda sesuai karakteristik lembaga, tidak
semua lembaga sistem akuntansi baik dan pengendalian internal (Muhammad, 2006).
Dalam konteks pengelolaan dan pengalokasian zakat secara profesional dan produktif, maka
pemerintah harus mampu mengangkat amil (pengelolaan zakat) memahami tentang manajemen
143
profesional dan produktif. Oleh karena itu, model manajerial zakat yang profesional dan produktif dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Pengelolaan dan Pengalokasian Zakat, Menurut Muhammad dan Ridwan
Mas’ud (2005)
Muzakki
Laporan
Amil
Pelatihan
Muzakki menyerahkan zakatnya kepada amil (BAZ, LAZ, atau Bank Syariah). Amilin melakukan
studi kelayakan mustahiq tentang kelayakan mendapatkan zakat, pengembangan usaha yang sudah ada
atau yang mau mengembangkannya, dan permasalahan yang dihadapi mustahiq.
Jika data tentang mustahiq didapatkan oleh amil, maka selanjutnya disusunlah program pelatihan
kepada mustahiq. Mustahiq yang menerima dana zakat diharapkan dapat mengembangkan dana zakat
sebagai modal usaha, bukan untuk konsumsi. Setelah realisasi penyerahan dana zakat dan aktivitas telah
berjalan, maka pada periode waktu yang ditetapkan misalnya setiap bulan, tiga bulan atau semester,
dilakukan evaluasi, pengawasan dan pembinaan. Tujuan aktivitas ini adalah agar mustahiq benar-benar
mampu mandiri. Dengan kemandiriannya, maka diharapkan para mustahiq pada waktu yang ditentukan
dapat menjadi muzakki.
Tugas amil adalah memberikan informasi atau laporan yang utuh, benar, transparan kepada
masyarakat pada umumnya. Isi laporan minimal memuat tentang sumber dana zakat dan pengalokasian
dana zakat kepada yang berhak menerima. Masyarakat muzakki akan senang bila amilin memberikan
informasi yang utuh tentang program-program yang akan dan telah dilaksanakan, berkaitan dengan dana
zakat yang telah dibayarkan oleh muzakki.
Menurut Indri (2017), di Indonesia terdapat sistem pengelolaan dengan model surplus zakat budget,
in kind, dan resolving fund. Surplus Zakat Budget merupakan pengumpulan dana zakat yang kemudian
dibagikan sebagian dan sisanya digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek produktif. Sistem ini
144
dilengkapi dengan sistem zakat certificate. Tujuan penerapan sistem ini adalah: dana zakat yang
dibagikan dan dalam bentuk sertifikat maka uang yang cash akan digunakan atau dialokasikan untuk
usaha atau proyek-proyek produktif sehingga mengalami perluasan usaha. Jika usaha mengalami
perluasan maka dapat menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja akan diambilkan dari golongan ekonomi
lemah. Dengan demikian, terjadi pembukaan lapangan pekerjaan dan akhirnya dapat mengurangi
pengangguran di masyarakat. Keuntungan sistem ini adalah dibukanya lapangan kerja baru. Dan dana
zakat tidak semuanya diterima dalam bentuk cash money namun bisa berupa sertikat yang sewaktu-waktu
dapat dicairkan.
Adapun sistem In Kind diterapkan dengan mekanisme dana zakat yang tidak dibagikan dalam
bentuk uang apalagi dalam bentuk sertifikat. Namun dana zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi
yang dibutuhkan oleh kaum ekonomi yang lemah yang ingin berusaha atau produksi, baik mereka yang
baru akan mulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk pembangunan usaha yang telah ada.
Sistem revolving fund merupakan sistem pengelolaan zakat dimana amil memberikan pinjaman
dana zakat kepada para mustahiq dalam bentuk pembiayaan qardhul hasan. Tugas mustahiq adalah
mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada amil sebagian maupun sepenuhnya, tergantung pada
kesepakatan awal. Model ini dana yang dikumpulkan amil akan dikelola secara bergulir dari mustahiq
satu ke mustahiq lainnya, jika mustahiq yang dipinjam tersebut telah mengembalikan sebagian atau
sepenuhnya dana pinjaman.
Selanjutnya terkait strategi dalam pengumpulan zakat menurut Muin (2011), yaitu:
1. Pembentukan unit pengumpulan zakat, baik kemudahan bagi lembaga pengelola zakat, baik
kemudahan bagi lembaga pengelola zakat dalam menjangkau para muzakki maupun kemudahan bagi
para muzakki untuk membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat dapat membuka Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) di berbagai tempat sesuai tingkatannya, baik nasional, propinsi, dan daerah.
2. Pembukaan kounter penerimaan zakat. Selain membuka unit pengumpul zakat di berbagai tempat,
lembaga pengelola zakat dapat membuka kounter atau loket tempat pembayaran zakat atau
sekretariat lembaga yang bersangkutan. Kounter atau loket tersebut harus dibuat yang refresentatif,
seperti layaknya loket lembaga keuangan profesional yang dilengkappi dengan ruang tunggu bagi
muzakki yang akan membayar zakat, disediakan alat tulis dan penghitung seperlunya, disediakan
tempat penyimpanan uang atau brangkas sebagai tempat pengamanan sementara sebelum disetor ke
bank, ditunggu dan dilayani oleh tenaga-tenaga penerima zakat yang siap setiap saat sesuai jam
pelayanan yang sudah ditentukan.
3. Pembukaan rekening di bank. Perlu diperhatikan di sini adalah bahwa dalam rekening hendaklah
dipisahkan antara masing-masing rekening sehingga dengan demikian akan memudahkan para
muzakki.
Untuk mengembangkan pengelolaan ZIS, BAZNAS pada tahun 2012 membuat sistem IT SIMBA
145
untuk memfasilitasi sistem pelaporan badan amil zakat, baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional
(BAZNAS, 2018b). Pada tahun 2016 juga telah ditandatangani nota kesepahaman antara BAZNAS
dengan UNDP terkait kerjasama membangun Laboratorium Finansial dan Pendanaan Inovatif Islam untuk
pelaksanaan tujuan SDGs atau Islamic Innovative Funding and Financing Lab for SDGs. Adanya
kerjasama yang strategis dengan lembaga atau institusi luar negeri serta keberadaan dokumen- dokumen
tersebut diharapkan menjadi sumber referensi pengelolaan zakat dunia sekaligus sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas tata kelola sistem perzakatan dunia. Sehingga dalam hal partisipasi ini peran
Indonesia melalui BAZNAS, tidak diragukan lagi, sangat penting dan krusial.
Agar perjalanan pembangunan zakat nasional dan internasional berjalan selaras setidaknya terdapat
tiga hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh BAZNAS sebagai penanggung jawab pengelolaan
zakat nasional, diantaranya:
1. Konsolidasi kelembagaan yang tengah berjalan harus dapat dituntaskan dengan baik. Konsolidasi ini
meliputi penyesuaian terhadap aturan perUndang-undangan yang baru, seperti penyesuaian
persyaratan LAZ, pengisian pos-pos pimpinan BAZNAS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
hingga penyamaan frekuensi visi misi perzakatan nasional agar terinternalisasikan dengan baik oleh
seluruh pegiat zakat nasional. Ini sangat penting agar BAZNAS daerah dan LAZ memahami dengan
baik seluruh agenda dan kebijakan zakat nasional.
2. Perlunya penguatan strategi penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional agar kesenjangan
antara potensi zakat dengan penghimpunan aktual zakat bisa direduksi. Dalam konteks ini, maka
sosialisasi dan edukasi publik (zakah awareness) harus terus diperkuat dan dikembangkan secara
masif, sistematis dan efektif. Termasuk memperkuat kerja sama dengan otoritas lain yang terkait,
seperti OJK, Bank Indonesia, BAPPENAS dan Kementerian Sosial.
3. Rencana untuk mendirikan IIFSB (Islamic Inclusive Financial Services Board) pada tahun 2018
harus dikawal dengan baik. BAZNAS perlu berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan terkait dengan upaya pendirian tersebut sehingga IIFSB dapat diluncurkan sesuai rencana
awal. IIFSB ini diharapkan menjadi lembaga internasional yang dapat mengeluarkan output berupa
standarisasi sehingga nantinya akan menjadi media penguatan dan peningkatan kualitas pengelolaan
ZISWAF secara global.
Adapun tantangan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga zakat diantaranya kesadaran masyarakat
untuk berzakat masih relatif rendah. Kondisi ini ditambah dengan kewajiban zakat masih bersifat sukarela
dalam tata peraturan perUndang- undangan di Indonesia. Selanjutnya terdapat fenomena umum bahwa
masyarakat cenderung menunaikan zakat secara langsung kepada mustahik yang mereka kenal, tanpa
melalui lembaga zakat resmi Dan yang terakhir adalah kepercayaan masyarakat kepada lembaga
pengelola zakat masih rendah. Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap rendahnya angka
pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota,
146
Berdasarkan dua hal tersebut, maka Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melalui Pusat Kajian
Strategis (PUSKAS) membuat sebuh alat ukur untuk melihat dampak zakat terhadap para mustahik. Alat
ukur yang diberi nama Indeks Kesejahteraan BAZNAS (IKB) ini memiliki tiga indeks di dalamnya yaitu
Indeks Kesejahteraan CIBEST, Modifikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Kemandirian. Hasil tersebut akan dianalisis untuk agar dapat meningkatkan dampak zakat yang lebih baik
di tahun mendatang. Jika angka IKB semakin mendekat 1, maka semakin baik dampak dari zakat
produktif yang disalurkan. Penjelasan dari masing-masing Indeks tersebut adalah sebagai Berikut:
Tabel 1. Kategori Penilaian Indeks Kesejahteraan BAZNAS
Score Range Keterangan
0.00 – 0.20 Tidak baik
0.21 – 0.40 Kurang baik
0.41 – 0.60 Cukup baik
0.61 – 0.80 Baik
0.81 – 1.00 Sangat Baik
Melalui adanya IKB, dampak distribusi zakat kepada mustahik dapat dilihat dan diukur secara
ilmiah. Adanya alat ukur ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendistribusian dan pemanfaatan
zakat bagi mustahik agar dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik. Selain itu, adanya IKB dapat
meningkatkan kepercayaan muzakki dalam membayarkan zakatnya. Jika hasil IKB meningkat, berarti
zakat telah memberikan manfaat bagi kehidupan mustahiq, sehingga muzakki akan termotivasi untuk
membayar zakatnya secara rutin.
Selain IKB yang disusun oleh Puskas BAZNAS, beberapa lembaga amil zakat juga memiliki
kriteria dalam pengelolaan dan pendistribusian dana ZIS, salah satunya adalah Rumah Zakat Indonesia.
Dalam pengelolaan dan pendistribusian ZIS, RZI memberikan pengukuran atas keberhasilan program
yang dilaksanakan (Andriyanto, 2014). Program yang dimiliki oleh RZI antara lain: (1) Pendampingan
Masyarakat; (2) Integrated Community Development (ICD); (3) Pengembangan Kapasitas Pemuda; (4)
Siaga Bencana. Keberhasilan RZI dalam pengelolaan dan pendistribusian zakat dapat dilihat ketika
program-program tersebut dapat memberdayakan dan memberikan manfaat bagi mustahiq.
Pendampingan sosial memiliki peran yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat (Anwariyah, 2016). Sesuai dengan prinsip pemberdayaan, bahwa pemberdayaan masyarakat
sangat perlu memperhatikan pentingnya parsitipasi publik yang kuat. Dalam konteks ini, peranan seorang
pekerja sosial atau pendamping masyarakat seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai
pendamping, bukan sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problem
solver) secara langsung. Mereka biasanya terlibat dalam penguatan parsitipasi rakyat dalam proses
perencanaan, implementasi, maupun monitoring serta evaluasi program kegiatannya. Dalam proses
distribusi zakat, mustahiq tidak hanya memerlukan zakat yang disalurkan, tetapi untuk memproduktifkan
148
zakat, mustahiq juga adanya pendampingan dari pihak amil ataupun stakeholder lainnya.
Adapun beberapa LAZ menyatakan bahwa indikator keberhasilan dari program yang disalurkan
melalui zakat adalah adanya peningkatan penghasilan ekonomi rumah tangga, adanya produktivitas
ekonomi, dan adanya peningkatan akumulasi tabungan mustahiq, perubahan paradigma dan cara berfikir
mustahiq (Anwariyah, 2016).
Ilmu Faraidh
Pengertian Faraidh
Faraidh adalah bentuk jamak dari al-faridhah: kewajiban, atau pembagian yang telah ditentukan
sesuai kadarnya masing-masing. Jadi ilmu faraid adalah ilmu yang mempelajari perhitungan dan tata cara
pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam, yang terdapat dalam QS. An-
Nisa:11-12 dan 176 dan QS. Al-Anfal:75.
Sebelum harta warisan dibagikan, ahli waris harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
1. Membiayai penyelenggaraan jenazah dari harta yang ditinggalkan oleh jenazah nya
2. Membayar utang si jenazah (jika punya utang).
3. Melaksanakan wasiat si jenazah (jika berwasiat) dengan ketentuan wasiat tidak boleh dari 1/3 total
harta yang ditinggalkan nya. Jika lebih dari 1/3, maka harus dikurangi menjadi 1/3.
4. Membayar zakat (jika memenuhi syarat).
Rukun Waris
1) Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak
mewarisinya.
2) Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari
beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi.
3) Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.
Syarat-Syarat Waris
149
“Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si
penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat” [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]
Selanjutnya beliau berkata: “Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab
bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya.”
َ ع ْن
ع ْم ِرو ب ِْن َ ،سي ٍْن َ ع ِلي ِ ب ِْن ُحَ ع ْن
َ ،ب ٍ ع ِن اب ِْن ِش َها َ ،ْج ٍ ع ِن اب ِْن ُج َريَ ،اص ٍم ِ ع َ َحدهثَنَا أَبُو
ُ «الَ يَ ِر:سله َم قَا َل
ث َ ُصلهى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ي أ َ هن النه ِب ه:ع ْن ُه َما ي ه
َ َُّللا َ ض َ ُ ع ْن أ
ِ سا َمةَ ب ِْن زَ ْي ٍد َر َ ، َعثْ َمان
ُ
»ال ُم ْس ِل ُم ال َكافِ َر َوالَ ال َكافِ ُر ال ُم ْس ِل َم
(Orang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim).
151
152
Fardh KPK=6
No. Ahli Waris
(bagian) Asal masalah = 6 Bagian/ Perolehan
1 Suami ½ 3/6 3
2 2 orang saudara perempuan kandung 2/3 4/6 4
Jumlah 7/6
Terlihat dari perhitungan diatas bahwa seharusnya harta waris yang harus dibagikan
sebesar 21 juta, tetapi setelah dihitung sesuai hak masing-masing ahli waris muncul ketimpangan
yaitu hartanya kurang jika dibagi sesuai dengan ketentuan hak waris yang telah ditentukan oleh
nash Al-qur’an yaitu kurang sebesar 3.500.000,00 kekurangan harta waris ini tidak bisa
diambilkan dari tempat lain karena harta yang diwariskan sebesar 21 juta. Untuk menyelesaikan
masalah ini diperlukan perhitungan khusus yaitu:
Asal masalah dari bagian waris diatas dari 6 diganti menjadi 7 agar harta yang dibagi
habis. Total bilangan 7/6 akan menyisakan hak ahli waris yang belum terpenuhi yaitu sebesar 1/6,
agar adil pembagian harus diganti menjadi 7/7(menggunakan total bagian yaitu 7 sebagai
pengganti asal masalah, sehingga pembagian waris akan utuh yaitu 7/7=1). Efek dari penggantian
bilangan ini akan memperkecil bagian harta yang dibagikan. Perhitungannya yaitu:
154
Perhitungan khusus diatas akan menjadikan pembagian waris menjadi pas dan tidak timbul
kurangnya harta yang harus dibagikan. Tetapi efek dari perhitungan ini akan mengurangi jumlah
bagian tiap ahli waris dikarenakan untuk memenuhi kemaslahatan dalam pembagian waris.
b) Radd
Secara bahasa, kata al-radd berarti mengembalikan. Sedangkan menurut pengertian syara',
al-radd adalah membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing-
masing, setelah menerima bagiannya. Radd dilakukan karena setelah harta diperhitungkan untuk
ahli waris, ternyata masih ada sisa harta. Sedangkan ahli waris tidak ada 'ashabah. Maka sisa
harta tersebut dibagikan kepada ahli waris yang ada, kecuali suami/ istri. Contoh penyelesaian
kasus Radd yaitu:
Ahli waris terdiri seorang anak perempuan dan ibu, dan harta yang ditinggalkan sebesar
Rp60.000.000. Hitunglah bagian masing-masing ahli waris!
KPK=6 Total bagian=4
Fardh
No. Ahli Waris Bagian (tiap
(bagian) Asal masalah = 6
Individu)
1 Seorang anak perempuan ½ 3/6 3
2 Ibu 2/3 1/6 1
Jumlah 4/6 4
Terlihat dari perhitungan diatas bahwa akan ada sisa harta warisan yaitu sebesar 20 juta
sedangkan keluarga tersebut tidak memiliki ashabah sehingga sisa tersebut tidak dapat dibagikan
langsung agar habis. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan perhitungan khusus yaitu:
KPK=6 Total bagian=4
Fardh
No. Ahli Waris Bagian (tiap
(bagian) Asal masalah = 6
Individu)
155
Asal masalah dari bagian waris diatas dari 6 diganti menjadi 4 agar harta yang dibagi
habis. Total bilangan 4/6 akan menyisakan harta warisan yaitu sebesar 2/6, agar pembagian
warisan menjadi habis maka harus diganti menjadi 4/4(menggunakan total bagian yaitu 4 sebagai
pengganti asal masalah, sehingga pembagian waris akan utuh yaitu 4/4=1). Efek dari penggantian
bilangan ini akan memperbesar bagian harta yang dibagikan. Perhitungannya yaitu:
Seorang anak perempuan: 3/4 x 60.000.000 = 45.000.000
Ibu: 1/4 x 60.000.000 = 15.000.000
Jumlah: 60.000.000.
Perhitungan khusus diatas akan menjadikan pembagian waris menjadi pas dan tidak timbul
sisa harta yang harus dibagikan.
Referensi
Abbas, A. (2012). Sistem Ekonomi Islam: Suatu Pendekatan Filsafat, Nilai-nilai Dasar, dan Instrumental.
Al Iqtishad, IV(1), 111–124.
Al-Bajuri. 2006. Hasyiyah al Syaikh Ibrahim ‘ala Syarh al Syansyury fi ‘Ilmi al Faraidh. Sinqafurat-
Jaddah, Indonesia: Al-Haramain.
Al Maky, Hasan Muhammad al Musyath, Is’aful Khaidh fi ‘Ilmi al Faraidh, terjemahan. Muhammad
Syukri Unus al Banjary, Tuhfat al Saniyah fi Ahwal al waritsat al ‘Arba’iniyyah, Banjarmasin.
Andriyanto, I. (2014). Pemberdayaan Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat. Jurnal Zakat Dan
Wakaf, 1(2), 227–248.
Anwariyah, K. (2016). Peran Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LAZIS) Baiturrahman Semarang
dalam Peningkatan Ekonomi Mustahik di Kelurahan Tambak Rejo Kaligawe, Semarang.
Ash Shabuny, Muhammad Ali. 1979. Al Mawaarits fi al Syariat’ al Islamiyyah ‘ala Dhauil Kitab wa al
Sunnah. Bandung: CV. Diponegoro.
Atabik, A. (2015). Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer. Jurnal Zakat Dan
Wakaf, 2(1), 40–62.
BAZNAS. (2017). Outlook Zakat Indonesia 2017.
BAZNAS. (2018a). Dampak Zakat terhadap Kesejahteraan Mustahik: Evaluasi Program Zakat Produktif
2018.
BAZNAS. (2018b). Outlook Zakat Indonesia 2018.
BAZNAS. (2019). Outlook Zakat Indonesia 2019.
156
Beik, I. S. (2009). Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa.
Zakat & Empowering: Jurnal Pemikiran Dan Gagasan, 2(January 2009).
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Indra, F. S. (2017). Management of Zakat Infaq and Sadaqah in Indonesia. Journal Economic and
Business of Islam, 2(1), 24–40.
Jalil, A., & Muda, M. (n.d.). Pengurusan Dana Sedekah Secara Sistematik: Analisa Peranan Institusi
Kerajaan dan Swasta.
Kemenag. (2012). Pedoman Pengawasan Lembaga Pengelola Zakat.
Khairina, N. (2019). Analisis Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) untuk Meningkatkan Ekonomi
Duafa (Studi Kasus di Lembaga Amil Zakat Nurul Hayat Cabang Medan). At Tawassuth, IV(1),
160–184.
Khasan, M. (2011). Zakat dan Sistem Sosial-Ekonomi dalam Islam. E-Dimas (Educations-Pengabdian
Kepada Masyarakat), 11(2), 151–172.
Mas'ud, M. R. (2005). Zakat dan Kemiskinan, Intrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII
Press.
Muhammad, R. (2006). Akuntabilitas Keuangan pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 7(1).
Muin, R. (2011). Manajemen Zakat,Makassar. Alauddin University Press.
Nasrullah, M. (2010). Peran Zakat sebagai Pendorong Multiplier Ekonomi. Jurnal Hukum Islam (JHI),
8(1), 108–119.
Pratama, Y. C. (2015). Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus: Program Zakat
Produktif pada Badan Amil Zakat Nasional). The Journal of Tauhidinomics, 1(1), 93–104.
Purwana, A. E. (2014). Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam. Justitia Islamica, 11(1), 21–42.
Qardhawi, Y. (1995). Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan (Terjemahan). Jakarta: Gema Insani Press.
Rozalinda. (2014). Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Suma, M. A. (2013). Zakat, Infak, dan Sedekah: Modal dan Model Ideal Pembangunan Ekonomi dan
Keuangan Modern. Al Iqtishad, V(2), 253–274.
Definisi
Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan
bisnis. Begitupun dalam dunia islam, bahwa etika bisnis adalah akhlak baik yang sesuai dengan tuntutan
syariat yang dihadirkan pada kegiatan ekonomi dan bisnis.
Prinsip-prinsip
Akhlak atau etika dalam islam merupakan representasi dari seperangkat aksioma yang mencangkup
empat (4) elemen, yaitu:
1. Ketuhanan/Tauhid Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua
manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat
La‟ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). 40
2. Keseimbangan Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi‟za‟n (keseimbangan/
moderasi).Kata keadilan dalam al-Qur‟an kadang diekuifalensikan dengan al-qist.Al-mizan yang
berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura : 17 dan Al-Hadid : 25.
3. Kebebasan Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan
tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang
menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik
kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan
prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah :256 dan Al-Kafirun : 5).
4. Tanggung Jawab Banyak ayat terdapat dalam al-Quran yang menerangkan tentang sebuah
pertanggungjawaban. Diantaranya ialah yang tercantum dalam surat an-Nissa ayat 85, yang
menyatakan bahwa setiap manusia pasti bertanggungjawab atas apa yang ia lakukannya.
Gagasan imam Al-Ghazâlî tentang etika yang harus disertakan dalam aktivitas bisnis:
1. Al-Dunya’ Mazrâtul Akhirah Salah satu gagasan Al-Ghazâlî yang paling penting mengenai urusan
ekonomi dan bisnis ialah bahwasannya segala kerja keras yang dilakukan di dunia ini bukan hanya
untuk kehidupan sesaat, namun lebih dari itu, yaitu kehidupan hakiki di akhirat kelak. Kegiatan
ekonomi seorang muslim meliputi waktu yang lebih luas, dunya dan akhirat
2. Kemashlahatan (Kesejahteraan Sosial) Pandangan Al-Ghazâlî tentang sosial-ekonominya didasarkan
pada konsep yang disebut dengan fungsi kesejahteraan social(Mashlahah). Nilai-nilai Kebaikan Dalam
praktek ekonomi dan bisnis Al-Ghazâlî memberikan rekomendasi agar para ekonom atau
pembisnisislam memperhatikan masalah moral dalam berbisnis.
3. Jauh dari perbuatan riba. Riba secara etimologi artinya berkembang atau bertambah secara
muthlak.Sedangkan secara terminologis syar‟iyyah, riba berarti tambahan yang diambil oleh pihak
yang meminjamkan dari si peminjam sebagai ganti pembayaran yang di tangguhkan.
158
Ada beberapa ciri khas etos kerja Islami seperti sebagai berikut :
1. Menghargai waktu,
159
2. Ikhlas,
3. Jujur,
4. Komitmen kuat,
5. Istiqamah,
6. Disiplin dalam kerja,
7. Konsekwen dan berani tantangan,
8. Kreatif,
9. Percaya diri dan ulet,
10. Bertanggung jawab, dll
Referensi
- ETIKA BISNIS AL-GHAZALÎ, Fahadil Amin Al Hasan, Jurnal E-Sya Vol. 1, No. 1, April 2014,
- ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM Oleh : Drs. H. Aris Baidowi, M.Ag JHI, Volume 9, Nomor 2,
Desember 2011
- Etika Bisnis Dalam Islam Penulis : Faisal Badroen Drs. M.BA dan Suhendra. S.Ag. MM Penerbit :
UIN Jakarta Press Terbit : 2006 Cetakan : Pertama, Juli 2006
- Globethics.net Focus 16, Yahya Wijaya/Nina Mariani Noor (eds.): Etika Ekonomi dan Bisnis.
Perspektif Agama-Agama di Indonesia, Economic and Business Ethics. Religious Perspectives in
Indonesia Geneva: Globethics.net, 2014 ISBN 978-2-940428-66-3 (online version), penulis : Hamam
Burhanuddin.
Maka, dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi berupa kelangkaan tersebut, dibentuk sistem
ekonomi. Terdapat beberapa jenis sistem ekonomi yang ada di dunia, yaitu terpusat atau komando, pasar,
campuran, dan Islam.
16
Baqr As Sadr merupakan ulama berpaham Syiah. MUI telah menyampaikan bahwa terjadi berbagai penyimpangan pada
paham Syiah. Meskipun demikian, dalam hal muamalah (termasuk ekonomi), kita masih dapat meninjau mazhab ini dan
mengambil manfaatnya. Alhasil, perlu kehatian-hatian dalam mempelajari mazhab ini
162
Sistem Ekonomi
Secara umum, ekonomi oleh Samuelson dalam bukunya “ The Economics “didefinisikan sebagai
kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber -sumber
produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya
untuk dikonsumsi. Ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia yang didasarkan pada landasan
dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar acuan.
Sistem berasal dari kata “systēma” (dalam Bahasa Yunani) yang mengandung arti “keseluruhan dari
bermacam-macam bagian “. Pengertian Sistem ekonomi adalah suatu proses penerapan yang saling
behubungan dan berinteraksi yang dikembangkan oleh masyarakat dengan ciri dan identitas tersendiri.
Terdapat berbagai macam sistem ekonomi di dunia ini. Dalam pengertian umum Sistem Ekonomi
dibagi menjadi tiga yaitu Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis, dan Sistem Ekonomi
Campuran. Namun dalam penyampaian materi ini penulis akan mebahas tentang tiga sistem ekonomoi
yaitu Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis , dan Sistem Ekonomi Islam.
• Sistem Ekonomi Islam
Ekonomi islam adalah usaha-usaha yang bertujuan mnciiptakan kesejahteraan manusia melalui
alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka sesuai dengan maqhasid, tanpa mengekang
kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan makro ekonomi dan
ekologi, atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat.
Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari
Al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan atas landasan dasar-
dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Ciri-ciri Ekonomi Islam:
1. Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi
2. Syari’ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi
163
kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya.
Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai
cara.
Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis :
1. Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
2. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
3. Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann
(keuntungan) sendiri
4. Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut
hedonisme).
• Perbandingan Sistem Ekonomi Islam dan Konvensional
Gambar 1 memaparkan tentang paradigma atau cara pandang tiga sistem ekonomi yaitu sosialis,
kapitalis, dan syariah.
Sebagai mana yang telah diketahui bahwa Sistem Ekonomi konvensional dewasa ini banyak
dipengaruhi cara pandang dari kapitalisme dan juga sosialisame. Dalam Sistem Ekonomi
Konvensional yang kapitalis, terdapat cara pandang bahwa sifat individualisme perseorangan
sangat ditonjolkan sehingga yang mempunyai modal akan mampu menguasai perekonomian.
Sementara sosialis menganut paham kolektivitas dengan pengertian semua manusia mempunyai
porsi yang sama dalam kekayaan.
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang hanya menekankan pada satu sifat, dalam
Ekonomi Islam ditekankan empat sifat yaitu :
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
165
4. Tanggungjawab (responsibility)
Umar Chapra menjelaskan terdapat 5 prinsip dalam paradigma ekonomi islam, yaitu:
1. Rational Economic Man
Mainstream pemikiran ekonomi Islam sangat konkret dan gamblang dalam mencirikan tingkah
laku rational yang bertujuan agar dapat memberdayakan karunia Allah, dengan cara yang
dapat menjamin kesejahteraan duniawi individu. Menurut Islam, kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang akan berpotensi melakukan kesalahan atau membuka peluang pemborosan,
keangkuhan dan ketidakadilan. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal yang tidak
disukai karena menimbulkan kekafiran, keputusasaan dan nestapa.
2. Positivisme
Dalam konvensional positivisme adalah kenetralan mutlak antar seluruh tujuan atau bebas dari
posisi etika tertentu atau pertimbangan-pertimbangan normative. Sejak seluruh sumberdaya
yang dapat dikonsumsi disadari adalh milik tuhan, sedangakn manusia hanyalah pemegang
amanah saja, manusia akan bertanggungjawab kepada_Nya atas penggunaan yang sesuai
dengan syarat-syarat dan kondisi pemberian amanah.
3. Keadilan
Sumberdaya alam yang merupakan amanah dari Allah kepada Manusia, yang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya. Persaudaraan (Broterhood) sebagai tujuan utama dari syariah hanyalah akan menjadi
sebuah jargon yang tidak berarti jika saja tidak didukung oleh keadilan dalam pengalokasian
dan distribusi sumberdaya yang diberikan oleh Allah.
4. Pareto Optimum
Dalam Islam penggunaan sumberdaya yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setiap
perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan
seluruh potensi sumberdaya manusia dan materi yang terbatas untuk mencapai kesejahteraan
5. Peranan Negara
Pentingnya peranan Negara ternyata didukung oleh pernyataan para ulama, misalnya
Almawardi, ia telah menyatakan bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat
dibutuhkan untuk mencegah kedzaliman dan pelanggaran. Ibnu Taimiyah juga menganggap
bahwa Islam dan Negara mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, satu pihak
menjalankan perannya tanpa dukungan yang lain. Proses implementasi syariah tidak akan
mungkin tanpa adanya Negara yang memerankan peran penting, dan Negara mungkin akan
terpuruk kedalam pemerintahan yang tidak adil dan tirani tanpa pengaruh syariah. Karenanya
ia menganggap bahwa Negara merupakan sebuah amanah kepentingan public dan sebagai
instrument pokok untuk menciptakan keadilan.
166
Tabel 1 menerangkan 3 konsep sistem per ekonomian yaitu: Kapitalis, Islam dan Sosialis.
Konsep dari ekonomi kapitalis di mana sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di
peroleh dengan cara bekerja keras di mana setiap pribadi boleh memiliki kekayaan yang tiada
batas, untuk mencapai tujuan hidup nya. Dalam sistim ekonomi kapitalis perusahaan di miliki
oleh perorangan. Terjadinya pasar (market) dan terjadinya demand and supply adalah ciri khas
dari ekonomi kapitalis. Keputusan yang diambil atas isu yang terjadi seputar masalah ekonomi
sumbernya adalah dari kalangan kelas bawah yang membawa masalah tersebut ke level yang
lebih atas.
Sementara Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan, semua
kekayaan di dunia adalah milik dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan
yang kita miliki harus di peroleh dengan cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur
dan success) dan Sa’ada Haqiqiyah (kebahagian yang abadi baik di dunia dan akhirat. Dalam
Islam yang ingin punya property atau perusahaan harus mendapatkan nya dengan usaha yang
keras untuk mencapai yang nama nya Islamic Legal Maxim, yaitu mencari keuntungan yang
sebanyak banyak nya yang sesuai dengan ketentuan dari prinsip prinsip syariah. Yang sangat
penting dalam transaksi Ekonomi Islam adalah tidak ada nya unsur Riba (interest) Maisir
(judi) dan Gharar (ke tidak pastian).
Lain halnya dengan konsep ekonomi sosialis, di mana sumber kekayaan itu sangat langka
167
dan harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang,
pertambangan, pertanian, dan lainnya. Dalam sistem Sosialis, semua Bidang usaha dimiliki
dan diproduksi oleh Negara. Tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadinya supply dan
demand, karena Negara yang menyediakan semua kebutuhan rakyatnya secara merata.
Perumusan masalah dan keputusan di tangani langsung oleh negara.
Sumber
An nhabani, Taqiyyudin (2002), membangun sistem ekonomi alternatif persfektif Islam.
Chapra, Muhammad Umar ( 2001), what is Islamic Economics?.
A. PENDAHULUAN
Awalnya cakupan muamalah didalam fiqh meliputi permasalahan keluarga, seperti perkawinan
dan perceraian. Akan tetapi setelah terjadi disintegrasi di dunia Islam, khususnya di zaman Utsmani
(Turki Ottoman), terjadi perkembangan pembagian fiqh. Cakupan bidang muamalah dipersempit,
sehingga masalah yang berhubungan dengan hukum keluarga tidak masuk lagi dalam pengertian
muamalah. Hukum keluarga dan segala yang terkait dengannya disebut al-ahwal al-syakhshiyah (masalah
pribadi). Muamalah kemudian dipahami sebagai hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia
dengan sesamanya yang menyangkut harta dan hak serta penyelesaian kasus di antara mereka.17
Pengertian ini memberikan gambaran bahwa muamalah hanya mengatur permasalahan hak dan harta
yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan badan
hukum, atau antara badan hukum dengan badan hukum yang lain.
Di dalam fiqih muamalah terdapat kebebasan dalam inovasi dan mengembangkan model akad
atau produk bisnis. Namun demikian dalam mengembangkan ilmu tersebut harus tetap berada pada
koridor syariat ajaran agama Islam dan landasan hukum yang jelas dari perspektif fiqih itu sendiri. Selain
itu kajian fiqih muamalah di lengkapi dengan perspektif aturan hukum yang berlaku di Indonesia,
khususnya Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Lebih dari itu, kajian ilmu ini kemudian
disertai dengan pembahasan praktik atau implementasi akad yang terjadi dalam lembaga keuangan
syariah saat ini.
17
Ensiklopedi Islam, Sebagai mana di kutip oleh Nurfaizal, “PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH dan
INPLEMENTASINYA dalam HUKUM PERBANKAN INDONESIA”, dalam jurnal Hukum Islam, Vol.XIII No. 1
Nopember 2013 hal. 193
18
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah (Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999), hal.
5.
169
seperti membaca al Quran, Shalat, jual beli dan lainnya. Muamalah adalah hubungan kepentingan antar
sesama manusia. Muamalah tersebut meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli,
perkawinan, dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan
sebagainya) dan pembagian warisan.19
Secara istilah (terminologi) fiqih muamalah dapat diartikan sebagai aturan-aturan Allah yang
wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara
memperoleh dan mengembangkan harta benda.
Fiqih muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan lebih sempit
apabila dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari pengelompokan hukum Islam oleh ulama
klasik (Ibadah dan muamalah). Fiqh muamalah merupakan peraturan yang menyangkut hubungan
kebendaan atau yang biasa disebut di kalangan ahli hukum positif dengan nama hukum privat. Hukum
privat dalam pengertian tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam
hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima uang dari pembeli dan pembeli
menerima barang dari penjual.20
19
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2010), hal. 27.
20
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1: Pengantar Ilmu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani,
2010), hal. 35.
21
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers,2016), hal. 7.
170
22
Ananda Harrio Aulia, PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH dalam UNDANG-UNDANG NOMOR21 TAHUN 2008 tentang
PERBANKAN SYARI’AH, jurnal Hukum Islam, Vol. XIV No. 1 Nopember 2014. H.175
23
http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-kemitraan.html. Di akses pada tanggal 17-09-
2016
171
seizin lainya. Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
di berikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan di bagi dengan kesepakatan sedangkan
kerugian berdasarkan porsi dana.24
4. Manfa’ah
Manfa’ah dalam bermuamalah di artikan sebagai suatu kegiatan yang memiliki nilai guna kepada
pelaku muamalah sendiri.
5. An Tarodhim
Setiap bentuk muamalah antara individu atau kelompok harus berdasarkan pada suka sama suka atau
sering kita sebut suka rela.
6. Adamul Gharar
Adamul artinya tidak ada, sementara Gharar artinya ketidaktentuan atau tidak jelas. Berdasarkan
penjelasan berikut dapat kita ambil kesimpulan bahwa Adamul Gharar diartikan menghilangkan
sesuatu yang belum tentu jelas.
7. Kebebasan Membuat Akad
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu satu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap
orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam
undang-undang syariah memberikan usul apa saja kedalam akad, dan yang dibuatnya itu sesuai
kepentingannya dan tidak berakibat memakan harta sesama dengan jalan bathil. Kaidah-kaidah hukum
Islam menunjukkan bahwa hukum Islam menganut asas kebebasan berakad.
8. Al Musawah
Asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa setiap pihak-pihak pelaku
muamalah berkedudukan sama.
9. Ash Shiddiq
Dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan kebenaran. Jika dalam
bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan, maka akan berpengaruh terhadap
keabsahan perjanjian. Perjanjian yang di dalamnya terdapat unsur kebohongan maka bisa menjadi
batal atau tidak sah.
Hukum dasar muamalah adalah halal. Karena adanya prisip halal ini maka islam memberikan peluang
sangat besar kepada umatnya untuk bernovasi dan berkreasi dalam ber muamalah dalam
mengembangkan aktivitas ekonomi.
24
M. Sulaeman Jajuli , Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, (Yogyakarta, deepublish : 2015).hal,103
172
25
Pasal 20 ayat (41).
26
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama), 2007, hlm 153.
173
membeli). Dalam jual beli, mereka hanya ijab kabul yang menjadi rukun akad, sedangkan pihak
yang berakad (penjual dan pembeli), barang yang dibeli, dan harga barang, tidak termasuk rukun,
termasuk syarat-syarat jual beli.
Demikian juga syarat-syarat ba’i al-wafa’, menurut mereka, sama dengan syarat jual beli pada
umumnya. Penambahan syarat untuk ba’i al-wafa’ hanyalah dari segi penegasan bahwa barang
yang telah dijual itu harus dibeli kembali oleh penjual dan tenggang waktu yang berlakunya jual
beli itu harus tegas, misalnya satu tahun, dua tahun, atau lebih.27
27
Ibid, hlm 155.
28
Menurut Hadis Riwayat Muslim, an-Nasa’i, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah: “Ralulullah SAW melarang jual beli yang
diiringi dengan syarat.
174
Namun demikian, para ulama muta’akhirin (generasi belakangan) dapat menerima baik
bentuk jual beli ini, dan menganggapnya sebagai akad yang sah. Bahkan dijadikan hukum positif
dalam majalah al-ahkam al-‘adhliyah (Kodifikasi Hukum Perdata Turki Utsmani) yang disusun
pada tahun 1287 H, yaitu satu bab dengan judul ba’i al-wafa’, yang mencakup 9 pasal, yaitu Pasal
118-119, dan Pasal 396-403.31
Begitu juga dalam hukum positif Indonesia ba’i al-wafa’ telah diatur, dalam Kompilasi
Hukum Syariah Pasal 112 s/d 115.
Pasal 112
1) Dalam jual beli yang bergantung pada hak penebusan, penjual dapat uang seharga barng yang
dijual dan menuntut barangnya dikembalikan.
2) Pembeli sebagaimana diatur dalam ayat (1) berkewajiban mengembalikan barang dan menuntut
uangnya kembali seharga barang itu.
Pasal 113
Barang dalam jualvbeli yang bergantung pada hak penebusan, tidak boleh dijual kepada pihak lain,
baik oleh penjual maupun oleh pembeli, kecuali ada kesepakatan di antara para pihak.
Pasal 114
1) Kerugian barang dalam jual beli dengan hak penebusan adalah tanggung jawab pihak yang
menguasainya.
2) Penjual dalam jual beli dengan hak penebusan berhak untuk membeli kembali atau tidak
terhadap barang yang telah rusak.
Pasal 115
Hak membeli kembali dalam ba’i al-wafa’ dapat diwariskan.
29
Yang dimaksud hilah adalah suatu perbuatan yang pada dasarnya disyariatkan, dilaksanakan sengaja untuk membatalkan
hukum syara’ lainnya yang lebih penting. Misalnya, menghibah sebagian harta kepada anak, sementara harta itu sudah satu
nishab dan hampir masuk satu haul (wajib zakat). Hibah hukumnya Sunah, sedangkan zakat adalah wajib. Hibah dalam kasus
ini dilaksanakan untuk menghindari diri dari kewajiban membayar zakat. Lihat Wahbah Zuhaili, al-fiqh al-islami wa adillatuhu,
Beirut: Dar el-Fikr, 1986, Jilid II, hlm . 136.
30
Nasrun Haroen, Op. Cit., hlm. 156.
31
Majallah al-ahkam al-adhliyah mulai diberlalukan pada tanggal 23 Sya’ban 1293 H untuk seluruh wilayah kekuasaan
imperium Turki Utsmani.
175
kerusakan itu bersifat total baru menjadi tanggung jawab pembeli, tetapi apabila kerusakannya tidak
parah, maka hal itu tidak merusak akad.
3. Dalam ar-rahn segala biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang menjadi tanggung jawab
pemilik barang, sedangkan dalam ba’i al-wafa’ biaya pemeliharaan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pembeli, karena barang itu telah menjadi pemiliknya selama tenggang waktu yang telah
disepakati.
4. Kedua belah pihak tidak boleh memindahtangankan barang itu ke pihak ketiga.
Ketika uang sejumlah pembelian semula dikembalikan penjual kepada pembeli setelah tenggang waktu
jatuh tempo, pembeli wajib memberikan barang itu kepada penjual.32
2. Syirkah Kontemporer
Konsep syirkah kontemporer dalam perkembangannya merupakan implementasi dari syirkah
yang dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan metode induktif tanpa harus mengubah rukun
dan syaratnya. Pendekatan ini juga dilakukan untuk menerapkan akad-akad muamalah lainnya ke
dalam produk-produk lembga keuangan kontemporer. Pengadopsian akad-akad yang diterapkan ke
dalam produk keuangan syariah telah mengalami pengembangan, bahkan modifikasi antara akad yang
satu dengan akad lainnya.
Kenyataan bahwa akad syirkah banyak dikaji dalam kitab-kitab fiqh karya ulama mutaqaddimin
maupun mutaakhirin (kontemporer). Diantara ulama mutaqaddimin yang membahas bab syirkah
adalah para imam madzhab seperti Abu Hanifah (80 H-150 H), Imam Malik (93 H-179 H), Imam
Syafi’I (150 H-204 H), dan Imam Hanbali (164 H-241 H), serta pengikut-pengikut mereka. Dari ke-
empat imam madzhab yang telah disebutkan sudang barang tentu mereka berbeda pendapat dalam
memaknai konsep syirkah. Namun perbedaan-perbedaannya memiliki landasan hukum yang sama
dengan pemahaman dalil yang berbeda menurut sudut pandangnya.
Para era kontemporer saat ini, syirkah dikembangkan dengan bentuk-bentuk yang menyesuaikan
dengan transaksi masa kini. Transaksi yang sederhana pada masa ulama mutaqaddimi>n dimodifikasi
sehingga ada bentuk syirkah yang berpadu antara satu dengan yang lain. Hal ini dirumuskan agar
pelaksanaan perserikatan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini namun tetap selalu
berjalan pada ketentuaan syariat. Ulama kontemporer seperti Wahbah Zuhaili membahas bentuk-
bentuk syirkah kontemporer dalam pembahasan fiqhnya sehingga pembahasan tersebut banyak dirujuk
untuk dasar pembentukan syirkah kontemporer. Begitu halnya dengan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memberikan acuan dalam pelaksanaan syirkah saat ini dengan
fatwa-fatwanya.
32
Ibid., hlm. 155.
176
a. Syirkah Kontemporer Perspektif Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN-
MUI)
Pengertian Syirkah Kontemporer Perspektif Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’
Indonesia (DSN-MUI)
Syirkah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap
member kontribusi dana/modal usaha (ra’s al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak
secara proporsional. Pelaksanaan syirkah menurut (DSN-MUI) didasarkan pada ayat Al-Qur’an
Surat Shad ayat:24
“dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat
zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
b. Klasifikasi Syirkah Kontemporer Perspektif (DSN-MUI)
Syirkah Mu’aqqadah
Syirkah mu’aqqadah adalah syirkah yang dilakukan dengan didasarkan pada perjanjian yang
disepakati antara orang-orang yang berserikat dengan menyertakan harta dan usahanya dalam waktu
yang dibatasi. Syirkah ini adalah salah satu syirkah amwal atau disebut sebagi syirkah ‘inan.
Syirkah Da’imah
Syirkah da’imah atau syirkah tsabitah adalh syirkah yang kepemilikan porsi ra’s almal setiap syarik
tidak mengalami perubahan sejak akad syirkah dimulai sampai dengan berakhirnya akad syirkah,
baik jangka waktunya dibatasi atau tidak dibatasi. Jadi modal utama antara syarik tetap tidak
berkurang atau bertambah.
Musyarakah Mutanaqishah
Musyarakah mutanaqishah adalah syirkah yang kepemilikan porsi modal salah satu syarik
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh syarik yang lain. Biasanya dilakukan untuk
pembelian tempat usaha.
Syirkah Amwal
Syirkah amwal adalah syirkah yang modalnya berupa harta kekayaan dalam bentuk uang atau
barang.
Daftar Pustaka
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontermporer, Jakarta : Rajawali Pers, 2016.
Az-Zuhaili,Wahbah, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah, Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat
Indonesia, 1999.
177
Collected by M. Al Faridho A
082159049079
178
Konsep Halal
Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat membenarkan dan pelaku tidak
terkena sanksi dari Allah SWT, sedangkan antonimnya yakni haram artinya segala sesuatu atau perkara
yang dilarang oleh hukum Islam yang jika ditinggalkan akan memperoleh pahala dan jika dilakukan akan
menimbulkan dosa (Soesilowati & Yuliana, 2010). Isu halal-haram mencakup segala aktivitas termasuk
pemilihan kosmetik. Konsep konsumsi itu sendiri dalam perspektif Islam didefinisikan sebagai
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, dengan ketentuan harus halal dan benar sesuai syariah. Konsumsi
dianggap sebagai sarana yang esensial dan tidak bisa diabaikan, termasuk dalam merealisasikan
pengabdian kepada Allah SWT (Soesilowati & Yuliana, 2010). Terdapat tuntutan agama untuk
mengkonsumsi barang-barang yang halal dan baik (thayyib), seperti yang tertuang dalam Al-Quran pada
ayat-ayat berikut:
اَّللَ ا لَّ ِذ ي أَنْ تخ ْم بِ ِه خم ْؤ ِم نخو َن َّ َو خك لخوا ِِمَّا َر َزقَ خك خم
َّ اَّللخ َح ََل اَّل طَ يِ با ا ۚ َواتَّ خق وا
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al Maidah [5]:88)
Makanan dalam ayat ini maksudnya bukan hanya tertuju pada makanan yang dimakan melalui
mulut saja, namun merupakan sesuatu yang dikonsumsi atau digunakan di badan, seperti obat-obat luar
ataupun kosmetika dan produk lainnya. Segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh harus dipastikan
kehalalannya. Produk yang tidak halal berarti dalam proses pembuatan ataupun produksinya
menggunakan zat-zat yang diharamkan dalam Islam. Umat Islam yang menyadari hal tersebut akan
merasa tidak nyaman, tidak tenang, dan menyebabkan adanya keraguan saat mengkonsumsinya, apalagi
saat beribadah sholat. Dalam Islam, kesucian diri adalah hal yang mutlak, apalagi saat beribadah.
Keraguan dalam beribadah terutama sholat tidak dibenarkan secara Islam.
Selanjutnya, dalam Al-Qur’an pula Allah memerintahkan agar manusia mengonsumsi makanan
yang sifatnya halal dan baik sesuai dengan firman Allah QS. Al Baqarah [2]:168:
ِ َالش ي ط
ان ۚ إِ نَّهخ لَ خك ْم َع خد ٌّو ِ ِ َّاس خك لخوا ِِمَّا ِِف ْاْل َْر
ْ َّ ض َح ََل اَّل طَ يِ با ا َوََّل تَ تَّ بِ عخ وا خخ طخ َو ات ََي أَيُّ َه ا ال ن خ
ٌ ِخم ب
ني
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”
179
Kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat menetramkan dan yang paling utama. Dalam
konteks makanan, thayyib artinya makanan dikaitkan dengan masalah suci atau najis. Bisa dikatakan
haram jika produk makanan tersebut mengandung bahan-bahan najis seperti turunan hewan (kolagen)
ataupun bagian dari tubuh manusia misalnya plasenta (Asrina & Bulutoding, 2016).
6,9% dalam kurun waktu enam tahun, yaitu sebesar USD 1,1 triliun pada tahun 2013 menjadi USD 1,6
triliun pada tahun 2018. Pasar industri halal di Indonesia, khususnya sektor makanan halal, pariwisata,
fashion, dan obat-obatan serta kosmetik halal telah mencapai sekitar 11% dari pasar global pada tahun
2016 (Bank Indonesia, 2018). Industri halal yang tengah berkembang saat ini mencakup makanan halal,
fashion, pariwisata, keuangan Islam seperti zakat, infak dan sadaqah, serta wakaf (ZISWAF), serta bisnis
syariah lainnya yang terus berkembang dan mendorong perekonomian Islam di Indonesia.
Secara keseluruhan, konsumsi industri halal di Indonesia pada tahun 2017 mencapai lebih dari
USD 200 miliar atau lebih dari 36 persen dari total konsumsi rumah tangga dan lembaga non-profit yang
melayani rumah tangga. Angka ini juga mencapai lebih dari 20 persen dari total PDB Indonesia. Dari
USD 200 miliar yang disumbang oleh konsumsi industri halal di Indonesia, sebanyak USD 169,7 miliar
atau 984,85 persen disumbang oleh konsumsi makanan halal. Meskipun demikian, dalam hal produksi
makanan halal, Indonesia masih belum menempati posisi 10 besar peringkat GIEI sejak tahun 2014.
Perkembangan keuangan syariah tidak begitu saja terjadi, namun memerlukan waktu yang
panjang dan usaha yang keras dari berbagai pihak, perkembangan industri keungan syariah dimulai dari
hasil lokakarya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1990 yang merekomendasikan berdirinya
perbankan syariah. Dan pada tahun 1992 berdirilah Bank Mualamat, bank dengan sistem syariah, dari
industri perbankan merembet ke sektor keuangan lainnya, yakni Pasar Modal Syariah dengan yang
mengembangkan Saham Syariah, Reksa Dana Syariah, Sukuk Korporasi dan Sukuk Negara. Kemudian
Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah yang mengembangkan Perusahaan Perasuransian Syariah
Lembaga Pembiayaan Syariah, Lembaga Jasa Keuangan Syariah Khusus LKM Syariah. Terhitung
Indonesia sudah dua dekade mengembangkan industri keuangan syariah. Sehingga tidak berlebihan jika
pada pada tanggal 30 September 2016, Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo menerima
penghargaan Global Islamic Finance Leadership Award 2016 dari Global Islamic Finance Awards
(GIFA) atas perannya mempromosikan keuangan syariah di Indonesia. Yang sebelumnya juga beberapa
lembaga atau badan hukum atas nama Indonesia juga mendapat penghargaan dari lembaga internasional
atas partisipasi dalam pengembangan industri keungan di Indonesia. Dan ke depan salah satu misi
pemerintah Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia (Nasrullah,
2016).
Namun yang perlu dipahami adalah bahwa pengembangan ekonomi syariah tidak hanya cukup
pengembangan sektor industri keuangan syariah semata, seperti perbankan, pasar modal atau industri
keuangan non-bank syariah, tetapi juga diperlukan pengembangan di sektor riil dalam hal ini adalah
produksi barang dan jasa halal. Hal ini mengingat bahwa keseimbangan antara sektor riil dan sektor
moneter harus selalu terjaga, karena keterkaitan dari kedua sektor utama inilah sudah seharusnya
keduanya dikembangkan secara berkesinambungan, apabila hanya sektor moneter yang dikembangkan,
maka jumlah uang beredar (JUB) akan melebihi dari jumlah produksi barang dan jasa, dan dampak
181
selanjutnya adalah inflasi, tentu ini akan menganggu perekonomian nasional secara umum (Nasrullah,
2016).
Pengembangan sektor riil dalam hal ini adalah industri produk halal sudah menjadi perhatian
tersendiri oleh pemerintah, hal ini terlihat dari upaya-upaya pemerintah dalam mengeluarkan kerangka
hukum untuk pengembangan industri produk halal dalam negeri, salah satunya adalah Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU tersebut mencakup, perlindungan, keadilan,
kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi serta profesional. Dijelaskannya
bahwa dengan adanya jaminan produk halal maka pelaku usaha dapat meningkatkan nilai tambah untuk
memproduksi dan menjual produk halalnya. Selain itu, JPH juga meningkatkan daya saing produk di
global market, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi bangsa. Selain
kerangka hukum, pemerintah juga mendirikan otoritas tertentu yang bertanggung jawab pada industri
produk halal di dalam negeri, salah satunya adalah Badan Penyelengara Penjaminan Produk Halal
(Nasrullah, 2016).
Berdasarkan peringkat GIEI, Indonesia memiliki kecenderungan stagnan di peringkat 10 sejak
tahun 2014 hingga 2018. Bahkan, pada tahun 2017, peringkat GIEI Indonesia menurun satu peringkat
menjadi peringkat ke-11. Stagnasi ini disebabkan oleh adanya enak sektor industri halal yang menjadi
bagian dalam pengukuran kompositnya, antara lain halal food, Islamic finance, halal travel, modest
fashion, halal media and recreation, dan halal pharmaceuticals and cosmetics (Bappenas, 2019). Sektor
makanan halal, kemudian media dan rekreasi ramah Muslim di Indonesia secara konsisten tidak pernah
memasuki peringkat 10 besar GIEI sejak pelaporannya tahun 2014-2018. Bahkan skornya menurun pada
2018. Sementara itu, meskipun sektor keuangan Islam selalu berada di peringkat 10 besar, namun
progress yang diberikan dalam rentang waktu lima tahun terakhir relatif stagnan pada peringkat
kesembilan dan kesepuluh (Bappenas, 2019).
Kenaikan peringkat yang cukup signifikan terlihat pada sektor pariwisata halal yang menempati
peringkat empat pada tahun 2017 dan 2018. Dibandingkan selama tiga tahun sebelumnya, Indonesia
belum menembus peringkat sepuluh besar. Hal ini diikuti sektor fesyen terkini dengan kenaikan peringkat
yang sangat tajam menjadi peringkat dua pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun sebelumnya sejak
2014, sektor ini belum pernah masuk dalama peringkat 10 besar. Namun, kenaikan peringkat kedua sektor
di atas tidak diimbangi dengan perkembangan sektor farmasi dan kosmetika halal yang justru keluar dari
peringkat 10 besar pada tahun 2018 setelah empat tahun sebelumnya menempati peringkat ketujuh dan
kedelapan (Bappenas, 2019).
Stagnansi Indonesia dalam peringkat laporan komposit weighted index industri halal dipengaruhi
oleh rendahnya kapasitas produksi komoditas halal nasional, di saat angka konsumsi relatif tinggi. Hal ini
menyebabkan Indonesia hanya menjadi target pasar produk halal dunia, namun belum mampu menjadi
pusat produksi barang dan jasanya. Dua sektor yang tidak pernah memasuki peringkat 10 besar, satu
182
sektor yang stagnan, serta lainnya dengan peringkat yang menurun, menjadi faktor Indonesia belum
mampu menembus peringkat yang lebih baik dari ranking 10 walaupun dua sektor lainnya memiliki
peringkat yang meningkat (Bappenas, 2019).
Berkaitan dengan hal ini terdapat empat strategi utama yang dicanangkan oleh Bappenas
Indonesia untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia guna mewujudkan Indonesia sebagai
pusat ekonomi syariah dunia. Pertama, penguatan rantai nilai halal (halal value chain/ HVC) dengan
fokus pada sektor atau klaster yang dinilai potensial dan berdaya saing tinggi. Kedua, penguatan sektor
keuangan syariah, yang rencana induknya sudah dituangkan dalam Masterplan Keuangan Syariah
Indonesia (MAKSI) dan disempurnakan dalam rencana induk ini.
Ketiga, penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai penggerak utama rantai
nilai halal. Terakhir, pemanfaatan dan penguatan platform ekonomi digital dalam hal perdagangan (e-
commerce, market-place) dan keuangan (teknologi finansial/ tekfi) yang diharapkan bisa mendorong dan
mengakselerasi pencapaian strategi lainnya. Strategistrategi ini selanjutnya dijabarkan dalam berbagai
program kerja utama dan diperkuat dengan strategi
dasar terkait ekosistem ekonomi syariah di Indonesia.
Penguatan rantai nilai pada industri halal di Indonesia bertujuan untuk memperkuat sektor
industri halal dari hulu ke hilir. Hal ini dilakukan untuk semua kluster yang menjadi prioritas dan diukur
dalam peringkat Global Islamic Economy Report, dan untuk klaster atau aspek yang diperlukan oleh
perekonomian nasional. Seperti energi terbarukan atau jaminan sosial. Kemudian, Penguatan Sektor
Keuangan Syariah merupakan pengembangan dari implementasi Masterplan Keuangan Syariah Indonesia
(MAKSI) dan dilaksanakan sebagai bagian tak terpisahkan antara program kerja MAKSI dan Masterplan
ini. Sasaran strategi utama kedua ini adalah memastikan sektor keuangan syariah bisa menjadi pendorong
utama bagi rantai nilai halal atau industri halal Indonesia. Dalam waktu bersamaan, strategi ini juga ingin
meningkatkan volume usaha perbankan dan keuangan syariah dengan exposure yang lebih
luas ke sektor produksi halal (Bappenas, 2019).
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi terbesar di Indonesia
dalam kuantitas, meski secara individu skala ekonomi pelaku sangat kecil UMKM. Selain itu UMKM
juga menyerap lebih dari 80 persen tenaga kerja nasional, sehingga sektor ini mempunyai daya ungkit
yang besar dalam memperkuat rantai nilai halal. UMKM juga merupakan pelaku usaha terbesar dalam
rantai nilai halal, sehingga penguatan sektor UMKM akan secara langsung memperkuat industri halal dan
mendorong pencapaian indikator atau capaian utama, baik pemerataan, kesejahteraan (welfare effect), dan
juga kemandirian ekonomi bangsa (Bappenas, 2019).
Industri halal global merupakan bagian dari rantai nilai berbagai industri utama dunia: yaitu
pangan, fesyen, dan farmasi. Semua industri ini merupakan sektor yang sangat kompetitif dan menjadi
andalan banyak perusahaan multinasional. Untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan dari
183
persaingan global ini, industri halal nasional harus mengadopsi strategi digital baik dari sisi pembiayaan
maupun pemasaran. Ekonomi dan platform digital juga bisa memperkuat beberapa strategi atau sasaran
sekaligus, termasuk UMKM, rantai nilai halal, dan juga capaian skala produksi dan ranking dalam
laporan global (Bappenas, 2019).
industri halal dan masalah-masalah berkaitan dengan Islam di negara-negara tersebut tidak berada di
bawah yurisdiksi (hukum) langsung pemerintah negara tersebut. Oleh karena itu, keaslian dan integritas
produk makanan halal yang berasal dari negara-negara non-Muslim ini dipertanyakan (Aida, Rahman, &
Rahim, 2017).
Dewasa ini, 1,57 miliar dari populasi dunia adalah Muslim, sehingga produk Islam (produk
halal) memiliki peluang besar di pasar bisnis global (Manzouri, Nizam, Rahman, Rosmawati, & Mohd,
2013). Produsen halal berusaha memperkenalkan produk mereka dengan kualitas yang baik dan
keunggulan. Oleh karenanya, mereka dapat memasarkan produk mereka tidak hanya untuk Muslim tetapi
di seluruh dunia. Makanan halal adalah bagian terpenting dari produk halal, bukan hanya karena hukum
Islam, tetapi juga karena penekanannya adalah pada kebersihan dan kesehatan. Semua aturan tentang
persiapan produksi makanan halal harus diterapkan dari langkah pertama memproduksi bahan baku (di
pertanian) ke sistem distribusi, sehingga rantai pasokan makanan halal dimulai dari pertanian dan
berakhir dengan konsumen akhir. Untuk memastikan integritas produksi makanan halal, pengelolaan
rantai pasokan makanan halal perlu perhatian ekstra (Othman, 2016).
Rantai pasok makanan halal menyediakan sarana untuk membuat konsep halal dalam sistem
secara efisien untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terintegrasi dan terdapat hubungan koordinasi
antar-unit yang terlibat dalam proses produksi dan pengiriman, dimulai dari produksi dan penanaman
pada pertanian hingga pemasaran dan distribusi pada konsumen (Suhaiza Zailani, Zainan Arrifin, Nabsiah
Abd Wahid, Rosly Othman, 2010). Dengan mempertimbangkan perspektif konsumen, konsep halal
dianggap sebagai katalis yang dapat mengubah cara hidup seseorang, tetapi juga ide dan interpretasi
mereka terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkualitas. Seperti agama-agama lain di
dunia, Islam telah memperkenalkan konsep halal dan haram yang jelas dan pasti yang dipatuhi
pengikutnya (Rashid & Bojei, 2019). Banyak ajaran Islam didasarkan pada konsep-konsep ini dan
manifestasinya dapat diamati dalam bidang produksi sehari-hari dan konsumsi makanan dan produk
lainnya. Sebagai Muslin, konsep konsumsi halal dan haram adalah yang penting (Syazwan, Talib, Bakar,
& Hamid, 2015).
Rantai pasokan makanan halal melibatkan proses pengelolaan produk makanan halal dari
berbagai titik pemasok ke berbagai titik pembeli atau konsumen, yang melibatkan berbagai pihak yang
berbeda, yang berlokasi di tempat yang berbeda, yang mungkin pada saat yang sama, terlibat dalam
mengelola produk makanan halal, dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan persyaratan pelanggan
(Halal dan non-Halal) (Syazwan et al., 2015).
Dalam rantai pasokan makanan halal, tujuan utama tidak hanya untuk memastikan kepuasan
pelanggan tercapai, tetapi juga untuk memastikan bahwa status halal dari produk makanan tetap utuh
sepanjang seluruh proses rantai pasokan (Bahrudin, Illyas & Desa 2011). Integritas produk makanan halal
harus dilindungi dengan segala cara dan semua langkah yang diperlukan harus diambil oleh semua pihak
185
yang terlibat dalam rantai pasokan untuk menghindari kontaminasi silang yang akan menyebabkan
produk menjadi non-halal, atau haram. Produk makanan tidak hanya harus halal di titik awal rantai
pasokan tetapi di seluruh rantai pasokan hingga mencapai tujuan akhirnya (Hafiz et al., 2014).
Untuk mengatasi peningkatan permintaan makanan halal dari seluruh dunia, pendekatan
manajemen rantai pasokan yang komprehensif dan dikelola dengan baik perlu diadopsi untuk memastikan
ketersediaan produk makanan halal (Tieman, 2015). Berdasarkan uraian tersebut, perlu adanya rantai
pasok halal yang terintegrasi dalam sistem teknologi untuk melindungi konsumen Muslim di pasar.
Dengan adanya sistem yang mampu melacak rantai pasok makanan halal, ke depannya mampu
memperkuat rantai pasok makanan halal tersebut.
Referensi:
Bappenas. (2019). Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024.
Hafiz, M., Mohamed, M., & Ab, M. S. (2014). Conceptual Framework on Halal Food Supply Chain
Integrity Enhancement. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 121, 58–67.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1108
Khan, M. I., Khan, S., & Haleem, A. (2019). Analysing Barriers Towards Banagement of Halal Supply
Chain: A BWM Approach. Journal of Islamic Marketing. https://doi.org/10.1108/JIMA-09-2018-
0178
Manzouri, M., Nizam, M., Rahman, A., Rosmawati, C., & Mohd, C. (2013). Lean Supply Chain Practices
in the Halal Food. International Journal of Lean Six Sigma, 4(4), 389–408.
https://doi.org/10.1108/IJLSS-10-2012-0011
Nasrullah, A. (2016). Analisis Potensi Industri Halal Bagi Pelaku Usaha Di Indonesia, 50–78.
Othman, B. (2016). Evaluation of Knowledge, Halal Quality Assurance Practices and Commitment
among Food Industries in Malaysia. British Food Journal, 118(8), 2033–2052.
https://doi.org/10.1108/BFJ-12-2015-0496
Rashid, N. A., & Bojei, J. (2019). The Relationship between Halal Traceability System Adoption and
Environmental Factors on Halal Food Supply Chain Integrity in Malaysia. Journal of Islamic
Marketing. https://doi.org/10.1108/JIMA-01-2018-0016
Soesilowati, E. S., & Yuliana, C. I. (2010). Komparasi Perilaku Konsumen Produk Halal di Area
Mayoritas dan Minoritas Muslim. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan, 21 (Desember 2013), 167–
178.
Suhaiza Zailani, Zainan Arrifin, Nabsiah Abd Wahid, Rosly Othman, and Y. F. (2010). Halal
Traceability and Halal Tracking Systems in Strenghening Halal Food Supply Chain for Food
Industry in Malaysia (A Review). Journal of Food Technology, 8(3), 74–81.
186
Syazwan, M., Talib, A., Bakar, A., & Hamid, A. (2015). Halal Supply Chain Critical Success Factors: A
Literature Review. Journal of Islamic Marketing, 6(1), 44–71. https://doi.org/10.1108/JIMA-07-
2013-0049
Pengantar Riset
Riset menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti penyelidikan (penelitian) suatu masalah
secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta
yang baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Dalam konteks business research, Sekaran dan
Bougie (2016) menjelaskan bahwa seluruh proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah disebut
penelitian. Dengan demikian, penelitian melibatkan serangkaian kegiatan yang dipikirkan secara matang
dan dilaksanakan dengan hati-hati sehingga memungkinkan manajer untuk mengetahui bagaimana
masalah organisasi dapat diselesaikan, atau setidaknya sangat diminimalkan. Penelitian mencakup proses
penyelidikan, investigasi, pemeriksaan, dan eksperimen. Proses-proses ini harus dilakukan secara
sistematis, rajin, kritis, objektif, dan logis. Hasil akhir yang diharapkan akan menjadi penemuan yang
membantu manajer untuk menghadapi situasi masalah.
Dalam menjalankan riset, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menemukan ide.
Kemampuan untuk mengembangkan topik penelitian yang baik merupakan keterampilan yang penting.
Saat memutuskan suatu topik, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
1. Bertukar pikiran melalui diskusi;
2. Memilih topik yang tersedia literatur yang dapat kita pahami;
3. Memastikan bahwa topik tersebut dapat dikelola dan materi tersedia;
4. Membuat daftar kata kunci;
5. Bersikap fleksibel;
6. Menentukan topik sebagai pertanyaan penelitian yang focus;
7. Membaca lebih lanjut tentang topik penelitian; dan
8. Merumuskan pernyataan penelitian.
Memilih topik yang baik mungkin tidak mudah. Topik baiknya bersifat sempit dan cukup fokus
agar menarik, tetapi cukup luas untuk menemukan informasi yang memadai. Sebelum memilih topik,
pastikan mengetahui seperti apa output akhir dari penelitian tersebut (Univesity of Michigan Flint, t.thn.)
1. Bidang pekerjaan pertama berarti proposisi perilaku ideal individu, perusahaan, pasar dan
pemerintah dan dampak yang mungkin ditimbulkannya terhadap perekonomian.
2. Bidang pekerjaan kedua berarti evaluasi perilaku aktual individu, perusahaan, pasar dan
pemerintah dan dampaknya terhadap ekonomi.
3. Bidang pekerjaan ketiga adalah perbandingan antara kondisi ideal dan perilaku aktual individu,
perusahaan, pasar, dan pemerintah, serta penjelasan mengapa bisa ada kesenjangan jika terjadi
perbedaan di antara dua kondisi tersebut.
4. Bidang kerja keempat dalam ekonomi Islam adalah perumusan strategi yang dapat membantu
membawa perilaku aktual individu, perusahaan, pasar dan pemerintah sedekat mungkin ke ideal.
dari buku, jurnal, atau artikel dari internet. Data sekunder kuantitatif disediakan oleh beberapa lembaga
survei atau statistik. Contoh data sekunder kuantitatif seperti data World Bank, Badan Pusat Statistik,
International Monetary Fund, Susenas, dan Indonesian Family Life Survey (IFLS).
Metode Analisis Data
Metode analisis data juga dibagi menjadi dua, yaitu metode analisis data kualitatif dan kuantitatif.
Metode kuantitatif berkaitan dengan upaya untuk mengukur sesuatu; ia menanyakan pertanyaan seperti
'berapa lama', 'berapa banyak' atau 'sejauh mana'. Metode kuantitatif mencari untuk mengukur data dan
menggeneralisasi hasil dari sampel populasi yang diminati. Mereka mungkin melihat untuk mengukur
timbulnya berbagai pandangan dan pendapat dalam sampel yang dipilih untuk contoh atau hasil agregat
(The Centre for Local Economic Strategies, 2011).
Metode kualitatif berkaitan dengan kualitas informasi, metode kualitatif berusaha untuk
mendapatkan pemahaman tentang alasan yang mendasari dan motivasi untuk tindakan dan menetapkan
bagaimana orang menafsirkan pengalaman mereka dan dunia di sekitar mereka. Metode kualitatif
memberikan wawasan ke dalam pengaturan masalah, menghasilkan ide dan / atau hipotesis (The Centre
for Local Economic Strategies, 2011).
Statistik inferensial merupakan upaya untuk mengadakan penarikan kesimpulan dan membuat
190
keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Biasanya analisis ini mengambil sampel tertentu
dari sebuah populasi yang jumlahnya banyak, dan dari hasil analisis terhadap sampel tersebut
digeneralisasikan terhadap populasi. Oleh karena itulah statistik inferensial ini juga disebut dengan istilah
statistik induktif (Muhson, 2006).
Menurut Muhson (2006) analisis statistik inferensial secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Analisis korelasional
Analisis statistik yang berusaha untuk mencari hubungan atau pengaruh antara dua buah
variabel atau lebih. Dalam analisis korelasional ini, variabel dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
Banyak sekali teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk analisis korelasional ini,
baik statistik parametrik maupun nonparametrik. Penggunaan masing-masing teknik analisis
tersebut sangat tergantung pada jenis skala datanya. Skala data terdiri dari:
a. Data nominal, yaitu data kualitatif yang tidak memiliki jenjang. Contoh jenis kelamin,
asal daerah, pekerjaan orang tua, hobby, dan sebagainya.
b. Data ordinal, yaitu data kualitatif yang memiliki jenjang, seperti tingkat pendidikan,
jabatan, pangkat, ranking kelas, dan sebagainya.
c. Data interval/rasio, yaitu data kuantitatif atau data yang berupa angka atau dapat
diangkakan. Contoh penghasilan, prestasi belajar, tinggi badan, tingkat kecerdasan,
volume penjualan, dan sebagainya.
Adapun jenis analisis korelasional jika dilihat dari skala data dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
2. Analisis komparasi
Analisis komparasi adalah teknik analisis statistik yang bertujuan untuk membandingkan
191
antara kondisi dua buah kelompok atau lebih. Adapun jenis anaisis komparasi jika dilihat dari
jumlah kelompok, meliputi:
Selain dibagi menjadi dua, yaitu deskriptif dan inferensial, analisis statistik juga dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut parameternya, yaitu satistik parametrik dan nonparametrik.
Statistik parametrik adalah analisis statistik yang pengujiannya menetapkan syarat-syarat tertentu tentang
bentuk distribusi parameter atau populasinya, seperti data berskala interval dan berdistribusi normal,
sedangkan statistik nonparametrik adalah analisis statistik yang tidak menetapkan syarat-syarat tersebut
(Muhson, 2006).
Pendekatan ini dilakukan untuk menghasilkan dan mengembangkan teori. Pendekatan ini
dilakukan dengan mengumpulkan informasi, terutama dari interview, dan menggunakan
prosedur pengumpulan data yang sistematik dan analisisdikembangkan dari prosedur
4. Etnografi
Pendekatan ini digunakan untuk meneliti perilaku grup pertukaran kebudayaan atau individual.
Dalam melakukan pendekatan ini, peneliti harus melakukan interview serta penyelidikan tema-
temayang muncul dari penelitian perilaku manusia.
5. Studi Kasus
Model pendekatan ini digunakan untuk meneliti kasus yang terjadi pada tempat dan waktu
tertentu. Untuk mendapatkan gambaran kasus yang ideal, perlu adanya pengumpulan informasi
kontekstual sebanyak mungkin.
Daftar Pustaka
Kabir, S. M. (2016). Basic Guidelines for Research: An Introductory Approach for AllDisciplines.
Bangladesh: Book Zone Publication.
Komariah, A., & Satori, D. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Muhson, A. (2006). Teknik Analisis Kuantitatif. Diambil kembali dari Staff Site Universitas Negeri
Yogyakarta:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132232818/lainlain/Ali+Muhson+(2006)+Analisis+Kuantitatif.pd
f
Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Methods for Business. Chichester: John Wiley & Sons.
Susamto, A. A. (t.t.). Toward a New Framework of Islamic Economic Analysis. 29.
The Centre for Local Economic Strategies. (2011). Research Methods Handbook. Manchester: CLES.
Univesity of Michigan Flint. (t.thn.). How to Select A Research Topic. Diambil kembali dari University of
Michigan Flint: https://www.umflint.edu/library/how-select-research-topic
Aset
• Kas;
• Penempatan pada Bank Indonesia;
• Giro pada bank lain,
• Penempatan pada bank lain;
• Efek-efek;
• Piutang:
➢ Piutang murabahah;
➢ Piutang salam;
➢ Piutang istishna’;
➢ Piutang pendapatan ijarah;
• Pembiayaan:
➢ Pembiayaan mudharabah;
➢ Pembiayaan musyarakah;
• Persediaan (aset yang dibeli untuk dijual kembali kepada klien);
• Tagihan dan kewajiban akseptasi;
• Aset yang diperoleh untuk ijarah;
194
Kewajiban
• Kewajiban segera;
• Bagi hasil yang belum dibagikan;
• Simpanan:
➢ Giro wadiah;
➢ Tabungan wadiah;
• Simpanan bank lain:
➢ Giro wadiah;
➢ Tabungan wadiah;
• Utang:
➢ Utang salam;
➢ Utang istishna;
• Kewajiban kepada bank lain;
• Pembiayaan yang diterima.
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika:
• Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi entitas syariah;
atau
• Jatuh tempo dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.
Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang.
195
Ekuitas
• Modal disetor;
• Tambahan modal disetor; dan
• Saldo laba (rugi)
196
• Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang
berdasarkan psak terkait diakui secara langsung dalam ekuitas;
• Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan
mendasar sebagaimana diatur dalam psak terkait;
• Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik;
• Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya; dan
• Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan
pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
Daftar Pustaka
Al-Quran
PSAK 101 (Penyajian LK Syariah)
Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions. 2000. AAOIFI
Fatwa DSN-MUI tahun 2000-2011
Financial Transactions in Islamic Jurisprudence, Volume 1 dan 2. Wahbah al-Zuhayli. 2003
Manajemen Keuangan. Volume 1 dan 2. Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston. 2001
Critical Issues on Islamic Banking and Financial Market. Saiful Azhar Rosly. 2005. Kuala Lumpur:
Dinamas
Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati dan Wasilah, 2008
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin. 2012
Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat. Hertanto Widodo dan Teten
Kustiawan. 2001
Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Mahmudi. 2009
BAB I
Sejarah Akuntansi Syariah
BAB II
PSAK 101 (Penyajian Laporan Keuangan Syariah)
Laporan Keuangan
1. Laporan keuangan disusun oleh manajemen entitas usaha untuk memberikan informasi kepada
stakeholders yang digunakan untuk mengambil keputusan ekonomi
2. Kepentingan dan tujuan penggunaan informasi keuangan para stakeholders tidak selalu sama
3. Agar laporan keuangan tidak mementingkan salah satu pihak dan agar tidak menyesatkan maka
laporan keuangan harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
4. Untuk menjamin suatu laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum maka dilakukan audit atas laporan keuangan
KDPPLKS : Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, dikembangkan oleh
KAS.
GASAP : Generally Accepted Sharia Accounting Principles
Entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip prinsip
syariah yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya
(PSAK 101,Paragraf 3)
▪
Asuransi Syariah harus menyajikan Laporan Perubahan dana tabarru’ dan Laporan surplus/defisit
underwriting dana tabarru’
Pelaksanaan akuntansi syariah: Jika entitas bisnis tersebut belum melaksanakan fungsi sosial
perusahaan, maka perusahaan syariah tersebut tetap membuat laporan keuangan sesuai dengan standar
syariah. Entitas bisnis yang konvensional, namun memiliki hubungan (entah atas peminjaman modal
dsb) maka entitas tersebut juga terkena wajib laporan keuangan syariah.
Penyajian Wajar
Laporan keuangan disajikan secara wajar jika disajikan secara jujur atas pengaruh transaksi,
peristiwa, dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang telah ditentukan dalam standar
akuntansi
Wajar = Sesuai Dengan Standar Dan Prinsip Akuntansi Yang Diterima Umum
Asumsi Dasar
Pada dasarnya sama dengan asumsi dasar yang diterima secara umum,
1. konsep kelangsungan usaha dan dasar akrual: untuk membuat laporan keuangan, berdasarkan
transaksi yang ada
✓ Dasar Akrual (Accrual Basis)
Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar, dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan
dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
✓ Kelangsungan Usaha (Going Concern)
Laporan keuangan disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan
melanjutkan usahanya di masa depan
207
2. Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil = dasar kas: untuk mengerjakan transaksi tunai,
maupun pengeluaran dan pemasukan yang ada uang fisiknya, misalnya: membayar gaji, membeli
barang tunai, dll
3. Laporan laba rugi disusun berdasarkan prinsip bagi hasil net revenue sharing (Bagi laba kotor)
b. Kewajiban = Kewajiban masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan
penyelesainnya diharapkan mengakibatkan arus kas keluar sumber daya entitas syariah
yang mengandung manfaat ekonomi
c. Dana Syirkah Temporer = Dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu
tertentu dari pihak lain, dan entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan
menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan
kesepakatan.
d. Ekuitas = hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan
dana syirkah temporer
e. Penghasilan = kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal
f. Beban = penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus
keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal
g. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil = bagian bagi hasil pemilik dana syirkah temporer atas
keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode
laporan keuangan.
Akun Kontra
a. Akun kontra merupakan akun pengurang dari suatu akun lain yang penyajiannya
ditempatkan persis dibawah akun yang dikurangi
b. Akun Kontra riil: akun kontra dari akun riil seperti akumulasi penyusutan, cadangan
kerugian murabahah, akumulasi penyusutan aset mudharabah
c. Akun Kontra nominal: akun kontra dari akun nominal seperti potongan angsuran
murabahah, biaya kerugian investasi mudharabah.
BAB III
PSAK 101 (Akuntansi Murabahah)
Definisi
Akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang
disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK
102).
Jenis Murabahah
Unsur Murabahah
1. Harga Perolehan Rp xxx → Persediaan
210
Akuntansi Penjual
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Persediaan/Aset Murabahah 1. Pendapatan Margin
2. Piutang Murabahah Murabahah
3. Margin Murabahah 2. Potongan Pelunasan
Tangguhan (Cr) (muqasah) Murabahah
4. Piutang Murabahah Jatuh 3. Potongan Pelunasan
Tempo Murabahah – Prestasi
5. Margin Murabahah 4. Potongan Angsuran
Tangguhan Jatuh Tempo (Cr) Murabahah – Beban Operasi
6. Hutang Diskon Murabahah 5. Diskon Murabahah
(Kewajiban kpd Pembeli) 6. Pendapatan non operasi
7. Piutang Uang Muka lainnya
Murabahah 7. Beban Kerugian Murabahah
8. Hutang Uang Muka 8. Kerugian penurunan asset
Murabahah murabahah
9. Cadangan Kerugian
Murabahah (Cr)
10. Piutang pada Nasabah (Calon pembeli)
PEMBELI PENJUAL
Pengakuan Uang Muka Murabahah
– Diakui sebagai uang muka pembelian
sebesar jumlah yang diterima
– Barang jadi dibeli = diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian
pokok)
– Barang batal dibeli = dikembalikan
kepada pembeli setelah diperhitungkan
dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual
211
Pembayaran uang muka kepada penjual Penerimaan Uang muka dari pembeli
Dr. Piutang Uang Muka Dr. Kas
Cr. Kas Cr. Utang Uang Muka Murabahah
Pembayaran Uang Muka LKS kepada
Pemasok
Dr. Piutang Uang Muka Murabahah
Cr. Kas
Uang muka Lebih besar dari kerugian yang Pembatalan Murabahah oleh Pembeli
dialami LKS sebagai Penjual
Dr. Kas 1. Pembatalan murabahah dan LKS
Dr. Kerugian pesanan Murabahah sebagai penjual mengalami kerugian
Cr. Piutang Uang Muka a. Kerugian LKS < Uang muka
pembeli
Uang muka lebih kecil dari kerugian yang Dr. Kas
dialami LKS sebagai penjual Dr. Kerugian pemesanan
Dr. Kerugian pesanan murabahah murabahah
Dr. Utang LKS Cr. Piutang uang muka
Cr. Piutang uang muka Menerima pengganti kerugian
dari pembelian dari uang muka
Penerimaan barang dan pengakuan utang yang telah diberikan
harga barang Dr. Utang uang muka
Dr. Aset/Persediaan Cr. Kerugian pemesanan
Dr. Beban tangguhan murabahah murabahah
Cr. Utang murabahah Cr. Kas/rekening pembeli
b. Kerugian LKS > uang muka
Uang muka sebagai pengurang utang pembeli: pembeli
Dr. Utang murabahah Menerima denda dari pemasok:
Cr. Piutang uang muka murabahah Dr. Kas
Dr. Kerugian pesanan
murabahah
Cr. Piutang uang muka
Membebankan kerugian kepada
pembeli:
Dr. Utang uang muka
Dr. Piutang nasabah
212
pembeli akhir
Dr. Kas
Cr. Diskon Murabahah
3. Apabila diskon tidak diperjanjikan
dalam akad
Dr. Kas
Cr. Pendapatan operasi lainnya
Cr. Persediaan
– Dr. Utang uang muka
murabahah
Cr. Piutang murabahah
Angsuran jatuh tempo belum bayar Angsuran jatuh tempo belum membayar
– Dr. Utang murabahah Dr. Piutang murabahah jatuh tempo
Cr. Kas Cr. Piutang murabahah
– Dr. Beban murabahah
Cr. Beban Murabahah
tangguhan
Pembayaran denda
Dr. Beban denda murabahah
Cr. Kas
Wakil LKS untuk membeli barang
1. Menerima uang dari LKS
Dr. Kas
Cr. Utang wakalah
2. Membeli barang
Dr, barang konsinyasi
Cr. Kas
3. Menyerahkan barang kepada LKS
Dr. Utang wakalah
Cr. Barang Konsinyasi
Piutang Murabahah
- Saat akad murabahah -> diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan
yang disepakati.
->
- Akhir periode laporan keuangan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo
piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Setahun
besar
• Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak
melebihi satu tahun; atau
217
• Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tsb
untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun.
i. Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Jika risiko penagihan kas dari
piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.
ii. Diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah.
untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar
dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
Pengakuan keuntungan -> dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang
jatuh tempo dalam setiap periode dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap
jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan. Persentase
keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset
murabahah.
iii. Diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. untuk transaksi murabahah
tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya cukup besar.
Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak
terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya. Hal ini terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan kasnya misalnya untuk piutang murabahah dalam kualitas
macet. (penjelasan PAPSI, draft revisi.
Potongan Murabahah
- Potongan pelunasan piutang murabahah:
Melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati = diakui sebagai pengurang
keuntungan murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu metode berikut:
o Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan keuntungan
murabahah
o Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan
kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
Dalam catatan bank syariah sisa pokok Rp 60 juta, sisa margin Rp 12,6 juta, margin 2 bulan Rp 4,2
juta maka potongan pelunasannya 12,6 juta – 4, 2 juta = 8,4 juta atau 60 juta + 4,2 juta = 64,2 juta
(dibayarkan nasabah).
Denda
1. Nasabah yang tidak mampu disebabkan force major tidak boleh dikenakan sanksi
2. Nasabah mampu = tidak mempunyai kemauan dan itikad baik = boleh dikenakan sanksi
3. Tujuan sanksi = agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya
4. Sanksi = besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana
berasal dari denda diperuntukkan sbg dana
5. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad = diakui
sebagai bagian dana kebajikan
Akuntansi Pembeli
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
o Utang Murabahah 1. Beban Murabahah Ditangguhkan
o Utang Murabahah Jatuh Tempo 2. Diskon Murabahah
3. Potongan Pelunasan Utang
o Piutang Uang Muka Murabahah Murabahah
o Aktiva Tetap 4. Potongan Angsuran
o Utang kepada LKS Murabahah
5. Kerugian Pesanan Murabahah
6. Beban Denda Murabahah
Pengungkapan
1. Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas
pada:
a. Harga perolehan aset murabahah
b. Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
219
d. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas
pada:
e. Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah Jangka waktu murabahah tangguh.
Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan keuangan Syariah
BAB IV
PSAK 103 (Akuntansi Salam)
Pengertian
Akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual
(muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu (PSAK 103, paragraf 4). Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu (Fatwa DSN No. 05/DSN-MUI/IV/2000).
JURNAL :
PEMBELI PENJUAL
Penyerahan modal salam dalam bentuk Penyerahan modal salam dalam bentuk
uang tunai (kas) uang tunai (kas)
Dr. Piutang Salam Dr. Kas/Rekening Produsen
Cr. Kas/rekening petani Cr. Hutang Salam
Penyerahan modal salam dalam bentuk Penyerahan modal salam
non-kas (barang) dalam bentuk non-kas (barang)
1. Nilai wajar saat penyerahan lebih Dr. Persediaan/Aset Salam
tinggi dari nilai tercatatnya (keuntungan) Dr. Kas
a. Pembeli membeli barang keperluan modal Cr. Kewajiban Salam
Dr. Persediaan/Aset Salam
Cr. Kas/rekening petani
b. Pembeli menyerahkan modal kas dan modal
barang kepada produsen
Dr. Piutang Salam
220
MODAL USAHA
PEMBELI PENJUAL
SALAM
Pengakuan Diakui sebagai Piutang Diakui sebagai Hutang
(recognation) Salam Salam
Kas (measurement) Diukur sebesar kas yang Diukur sebesar kas yang
diserahkan diterima
Non Kas Diukur sebesar nilai Diukur sebesar nilai
(measurement) wajar wajar
Diakui
Selisih nilai wajar dan sebagai Tidak ada pengakuan
nilai tercatat modal keuntungan atau keuntungan atau
usaha salam non kas kerugian penyerahan kerugian penyerahan
modal salam modal salam
Penyajian modal usaha Piutang salam disajikan Hutang Salam disajikan
salam (presentation) di sisi aset di neraca di sisi kewajiban di
neraca
Pengungkapan modal Besarnya modal salam Tidak perlu melakukan
usaha salam baik yang dibiayai pengungkapan kecuali
(disclosure) sendiri maupun bersama transaksi salam pararel
pihak lain harus
diungkapkan
Kualitas barang sesuai dengan akad Diukur sesuai dengan nilai akad yang
disepakati
Kualitas barang berbeda dan nilai Diukur sesuai dengan nilai akad yang
wajar saat diterima lebih tinggi atau disepakati
sama dari nilai akad dari nilai akad
Kualitas barang berbeda dan nilai Diukur sesuai dengan nilai wajar
wajar pada saat diterima lebih rendah kualitas barang yang diterima, dan
dari nilai akad selisihnya diakui sebagai kerugian
Pembatalan akad dengan penjualan Jika hasil penjualan jaminan > piutang
Jaminan maka sisanya menjadi hak penjual
Jika hasil penjualan jaminan < piutang
maka selisihnya diakui sebagai piutang
c. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
Pengungkapan
1. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
➢ Piutang salam kepada supplier (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa
➢ Jenis dan kuantitas barang pesanan
➢ Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
2. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
➢ Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara
bersama-sama dengan pihak lain
➢ Jenis dan kuantitas barang pesanan
➢ Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
BAB V
PSAK 104 (Akuntansi Istishna’)
Akuntansi Penjual
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Persediaan / Aset 1. Pendapatan Istishna
Istishna 2. Harga Pokok Istishna
2. Piutang Istishna 3. Keuntungan Istishna
3. Keuntungan Istishna
Tangguhan
4. Aset Istishna dalam
Penyelesaian
5. Termin Istishna
PEMBELI PENJUAL
Pengeluaran Biaya Perolehan
(produksi) Istishna
Dr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian
Cr. Kas/Rekening nasabah
Pengakuan Pendapatan Istishna
Dr. Aset Istishna Dalam
225
Penyelesaian
Dr. Harga Pokok Istishna
Cr. Pendapatan Istishna
Pembayaran dimuka seluruh
harga aset
1. Menerima pembayaran seluruh
harga barang
Dr. Kas/Rekening Nasabah
Cr. Termin/Hutang Istishna
2. Mengeluarkan biaya untuk
Produksi
Dr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian
Cr. Kas/Rekening Nasabah
Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat
ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad
selesai/metode penyelesaian.
Ketentuan metode akad selesai: Sampai pekerjaan selesai…
1. Tidak ada pendapatan Istishna’ yang diakui
2. Tidak ada harga pokok Istishna’ yang diakui
3. Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam Istishna’ dalam penyelesaian pengakuan
pendapatan Istishna’, harga pokok Istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir
penyelesaian pekerjaan.
Jurnal = Sama dengan metode persentase penyelesaian
-
Meskipun Istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual harus menentukan nilai
tunai Istishna’ pada saat penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin
keuntungan terkait dengan proses pembuatan barang pesanan.
-
Tagihan setiap termin kepada pembeli diakuisebagai “piutang Istishna’”dan “termin
Istishna’(Istishna’ billing)” pada pos lawannya.
-
Penagihan termin yang dilakukan oleh penjual dalam transaksi Istishna’ dilakukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad dan tidak selalu sesuai dengan persentase penyelesaian
pembuatan barang pesanan.
➢ Pembeli mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih
oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang Istishna’ kepada penjual. (psak 104, prgf 36)
➢ Aset Istishna’ yang diperoleh melalui transaksi Istishna’ dengan pembayaran tangguh
lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad Istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban Istishna’
tangguhan. (psak 104, prgf 37)
➢ Beban Istishna’ tangguhan diamortisasi secara pro-porsional sesuai dengan porsi
pelunasan hutang Istishna’. (psak 104, prgf 38)
➢ Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian
proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian
proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. (psak 104, prgf 39)
➢ Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi
dan tidak memper-oleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka
jumlah yang belum diperoleh kem-bali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. (psak 104, prgf 40)
➢ Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang
pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. (psak 104, prgf 41)
➢ Dalam Istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan harga pokok Istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian
pada periode berjalan. (psak 104, prgf 42)
Pembeli mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
- Rincian hutang Istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
- Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
BAB VI
PSAK 105 (Akuntansi Mudharabah)
Modal/Dana Mudharabah => diakui sebagai akun “DANA SYIRKAH TEMPORER (DST)”
Bagi Hasil Diumumkan tetapi Belum Dibagi (Kewajiban Bagi Hasil) : Hak pihak ketiga atas bagi hasil
dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan.
Kerugian atas kesalahan atau kelalaian => diakui sebagai Beban
JURNAL :
SHOHIBUL MAAL (LKS) MUDHARIB (NASABAH DEFISIT)
1. Pada Saat Akad Ditandatangani :
Dr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Tidak melakukan penjurnalan
Cr. Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah
2. Saat Penyerahan Modal Kas : Penerimaan Modal Mudharabah Kas
Dr. Investasi Mudharabah Dr. Kas
Cr. Kas/Rekening Mudharib Cr. Dana Syirkah Temporer
3. Saat Pembelian Aset Mudharabah Sebagai
Modal Non Kas Mudharabah : Tidak melakukan penjurnalan
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah
Cr. Kas
4. Saat Penyerahan Modal Non Kas : Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
5. 1. Nilai wajar modal non kas lebih tinggi dari (sesuai nilai wajar)
nilai tercatatnya Dr. Aset mudharabah/Persediaan
Dr. Investasi Mudharabah Cr. Dana Syirkah Temporer
Cr. Persediaan/aset mudharabah
Cr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Amortisasi Keuntungan :
Dr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Cr. Keuntungan atas Penyerahan Modal
Mudharabah
a. 2. Nilai wajar modal non kas lebih rendah Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
dari nilai tercatatnya (sesuai nilai wajar)
Dr. Investasi Mudharabah Dr. Aset mudharabah/Persediaan
Dr. Kerugian Penyerahan Modal Non Kas Cr. Dana Syirkah Temporer
Cr. Persediaan/aset mudharabah
b. 3. Nilai wajar modal non kas sama dengan Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
nilai tercatatnya (sesuai nilai wajar)
Dr. Investasi Mudharabah Dr. Aset mudharabah/Persediaan
231
BAB VII
PSAK 106 (Akuntansi Musyarakah)
b) 2. Nilai wajar lebih rendah dari nilai buku a) 2. nilai wajar lebih rendah dari nilai buku
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Dr. Kerugian penyerahan aset musyarakah Cr. Kerugian penyisihan aset musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Aset musyarakah/persediaan
c) 3. Nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku b) 3. nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi Musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Persediaan/ Aset Musyarakah
Cr. Keuntungan musyarakah tangguhan Cr. Selisih penilaian aset musyarakah
e) Penyusutan modal musyarakah non kas Penyusutan modal musyarakah non kas
1. Jika aset musyarakah sepakat untuk
i. 1. Modal musyarakah non kas sepakat
dikembalikan kepada mitra pasif untuk dikembalikan kepada pemilik modal
Dr. Biaya penyusutan aset musyarakah Dr. Beban penyusutan aset musyarakah
Cr. Akumulasi penyusutan aset Cr. Akumulasi penyusutan aset
musyarakah musyarakah
pengelola usaha dan diperhitungkan dengan aktif pengelola usaha dan diperhitungkan
pembagian hasil usaha. dengan pembagian hasil usaha.
Musyarakah Permanen Pengembalian musyarakah permanen :
1) 1. Pengembalian dalam bentuk uang tunai a) 1. Pengembalian modal kas :
Dr. Kas/rekening syirkah Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah
1) Apabila penerimaan pendapatan bagi hasil Apabila bagi hasil musyarakah belum
musyarakah – akrual dibayar secara kas :
Dr. Pendapatan yadit musyarakah Dr. Pendapatan yang diterima musyarakah
Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah
BAB VIII
PSAK 107 (Akuntansi Ijarah)
Harga Sewa
a. Perhitungan Harga Sewa
Harga perolehan objek ijarah xxxxxx
Umur ekonomis x tahun
Keuntungan yang diharapkan x %
Biaya penyusutan objek ijarah (Harga perolehan ijarah/umur ekonomis)
Perhitungan harga sewa ijarah :
Harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx
Keuntungan : x % x harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx +
Harga sewa per tahun xxxxxx
b. Perhitungan Harga Sewa IMBT :
Harga perolehan objek ijarah xxxxxx
Umur ekonomis x tahun (sesuai masa akad)
Keuntungan yang diharapkan x %
Biaya penyusutan objek ijarah (Harga perolehan ijarah/masa akad)
Perhitungan harga sewa ijarah IMBT :
Harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx
Keuntungan : x % x harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx +
Harga sewa per tahun xxxxxx
c. Pelaksanaan Akad Ijarah
(1) Dr. Aset ijarah
Cr. Persediaan/aset
(2) Uang muka sewa dari penyewa
Dr. Kas
Cr. Sewa diterima di muka
(3) Biaya Administrasi yang diterima dari penyewa
Dr. Kas
Cr. Pendapatan fee ijarah
d. Penyusutan Objek Ijarah
1) Metode Garis Lurus
Ciri-ciri :
a) Sederhana
b) Penyusutan per periode tetap
c) Tidak memerhatikan pola penggunaan aktiva tetap
Rumus :
240
Dengan presentase :
100%
𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 =
𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠
𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 = 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
Cr. Kas
b) Dengan sistem langsung
Dr. Biaya perbaikan aset ijarah
Cr. Kas
f. Pendapatan Ijarah
1) Berasal dari sewa yang dibayar lebih dulu
Dr. Sewa diterima di muka
Cr. Pendapatan sewa
2) Berasal dari pembayaran sewa pada periode itu
Dr. Kas
Cr. Pendapatan sewa
3) Penyewa belum memenuhi kewajibannya
Dr. Piutang pendapatan sewa
Cr. Pendapatan sewa
4) Penyewa membayar sewa yang tertunggak
Dr. Kas
Cr. Piutang pendapatan sewa
Perpindahan Kepemilikan
Metode penyerahan IMBT :
• Hibah
• Penjualan sebelum akad berakhir
• Penjualan setelah akad berakhir
• Penjualan secara bertahap
a. Hibah
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Jika pada saat terjadi perpindahan kepemilikan tersebut, aset obyek IMBT masih memiliki nilai
buku, maka diakui sebagai beban :
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT
Dr. Biaya pelepasan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
b. Penjualan
1) Penjualan sebelum akad berakhir
242
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT
Atau
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset ijarah
Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
2) Penjualan pada akhir masa sewa
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT
Atau
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset ijarah
Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
3) Penjualan secara bertahap
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT
1. Penurunan Kualitas Objek Sewa
Dr. Biaya pengembalian kelebihan penerimaan sewa
Cr. Kas/hutang kepada penyewa
b. Jika pembayaran harga sewa dilakukan lebih dulu, maka pembayaran tersebut dicatat sebagai
sewa dibayar dimuka
1) Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa
Dr. Sewa dibayar dimuka
Cr. Kas
2) Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan
Dr. Beban sewa ijarah
Cr. Sewa dibayar dimuka ijarah
c. Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa belum melakukan pembayaran
1) Pada saat pengakuan beban ijarah
Dr. Beban sewa ijarah
Cr. Hutang sewa ijarah
2) Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak
Dr. Hutang sewa ijarah
Cr. Kas
AKUNTANSI PENYEWA IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK (IMBT) :
a. Pada saat pembayaran sewa
Dr. Beban sewa IMBT
Cr. Kas
b. Jika pembayaran harga sewa dilakukan lebih dulu, maka pembayaran tersebut dicatat
sebagai sewa dibayar dimuka
1) Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa
Dr. Sewa dibayar dimuka IMBT
Cr. Kas
2) Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan
Dr. Beban sewa IMBT
Cr. Sewa dibayar dimuka IMBT
c. Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa belum melakukan pembayaran
1) Pada saat pengakuan beban ijarah
Dr. Beban sewa IMBT
Cr. Hutang sewa IMBT
2) Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak
Dr. Hutang sewa IMBT
Cr. Kas
244
BAB IX
PSAK 108 (Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah)
Karakteristik
1. Perusahaan Mengelola Kumpulan Resiko Dari Masyarakat Dan Bukan Menerima Transfer Resiko
Dari Masyarakat. Konvensional : jual beli resiko (tabaduli), syariah : berbagi resiko / sharing risk
(takaful).
2. Dibedakan Antara Pengelola Dana Dan Pemilik Dana
3. Premi = Amanah => Kontribusi
4. Surplus Asuransi Milik Pemegang Polis
5. Pemisahan Penerimaan Dan Pengeluaran Non Halal
6. Jangka waktu akad asuransi syariah :
a. Jangka pendek : Akad asuransi yang memberi proteksi untuk periode sampai 12 bulan atau
lebih dan memungkinkan penyesuaian akad
b. Jangka panjang : Akad asuransi selain akad asuransi jangka pendek
7. Dana peserta : Semua dana milik peserta baik individual atau pun kolektif berupa dana tabarru’
dan investasi
8. Kontribusi : Jumlah bruto yang menjadi kewajiban peserta untuk porsi resiko dan ujrah
245
Saldo akhir xx
Jurnal
a) Pengakuan Dan Pengukuran Kontribusi
• Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian pendapatan dana tabarru’ dengan ketentuan :
• Akad asuransi jangka pendek diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai periode akad
• Akad asuransi jangka panjang diakui sebagai pendapatan dana tabarri pada saat jatuh tempo
• Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai dana investasi mudharabah, dana
investasi mudharabah musytarakah, dana investasi wakalah:
• dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah
• kewajiban jika menggunakan akad wakalah
• Penyaluran dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah, maka mengurangi
kewajiban dan dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat
• Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi secara garis
lurus sesuai dengan masa akad dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit dana tabarru’
Jurnal :
• Pada saat kontribusi diterima:
Dr. Kas dan setara kas xxx LPK
Cr. Pendapatan Kontribusi xxx LSD DT
Cr. Dana Syirkah Temporer – Mudharabah xxx LPK
Cr. Kewajiban Investasi Terikat xxx LPK
• Pada saat pengakuan ujrah untuk entitas pengelola:
Dr. Bagian pengelola atas kontribusi xxx LSD DT
Cr. Ujrah diterima dimuka xxx LPK
c) Penyisihan Teknis
• Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dalam laporan surplus
defisit dana tabarru’
249
• Penyisihan Teknis
Jurnal :
• Pada saat pembentukan penyisihan atas kontribusi yang belum menjadi hak:
Dr. Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak xxx LSD DT
Cr. Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak xxx LPK
• Pada saat pembentukan penyisihan atas klaim dalam proses dan klaim terjadi tetapi
belum dilaporkan:
Dr. Perubahan klaim dalam proses xxx LSD DT
Dr. Perubahan klaim yang sudah terjadi tetapi
belum dilaporkan xxx LSD DT
Dr. Perubahan penyisihan manfaat polis masa depan xxx LSD DT
Cr. Penyisihan Klaim dalam proses xxx LPK
250
BAB X
PSAK 109 (Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah)
- Dana zakat
- Dana amil
- Dana infaq/shodaqoh
- Dana non halal (kebajikan)
Laporan keuangan :
- neraca (laporan posisi keuangan);
- laporan perubahan dana;
- laporan perubahan aset kelolaan;
- laporan arus kas; dan
- catatan atas laporan keuangan.
251
Laporan Neraca :
ASET KEWAJIBAN
SALDO DANA
Dana zakat
Dana amil
Dana infaq/shodaqoh
Dana non halal (kebajikan)
DANA ZAKAT
Penerimaan
Penerimaan dari Muzaki
entitas XXX
individu XXX
Hasil Penempatan XXX
Jumlah Penerimaan dana zakat xxx
Bagian Amil atas dana zakat (XXX)
Jumlah Penerimaan setelah bagian amil xxx
Penyaluran
Fakir Miskin (XXX)
Riqab (XXX)
Gharim (XXX)
Mualaf (XXX)
Sabilillah (XXX)
Ibnu Sabil (XXX)
JumlahَّPenyaluran (XXX)
DANA Surplus(defisit)
INFAQ/SEDEKAH َّXXX
SaldoَّAwal
Penerimaan َّXXX
SaldoَّAkhir
Infaq/sedekah tidak terikat َّXXX xxx
Infaq/Sedkah terikat xxx
Bagian amil atas pengelolaan (xxx)
Hasil Pengelolaan xxx
Jumlah Penerimaan Dana Infaq/sedekah xxx
Penyaluran
Infaq/sedekahَّtidakَّterikat (xxx)
Infaq/Sedkahَّterikat (xxx)
DANA AMIL
Alokasiَّpemanfaatanَّasetَّkelolaan
Penerimaan
(xxx) xxx
Bagian amil dari zakat
JumlahَّPenyaluran xxx
(xxx)
Bagian amil
Surplusَّ(defisit) dari infaq/sedekah xxxxxx
Penerimaan
SaldoَّAwal lainnya xxx xxx
Jumlah
SaldoَّAkhirpenerimaan dana amil xxx xxx
Penggunaan
Beban Pegawai (xxx)
Beban Penyusutan (xxx)
Beban admin & Umum (xxx)
Jumlah Penggunaan (xxx)
Surplus (defisit) xxxx
Saldo Awal xxxx
Saldo Akhir xxxx
252
Non kas
Tidak lancar Nilai wajar
Jurnal:
1. penerimaan zakat (kas):
Dr. Kas – dana zakat
Cr. Penerimaan dana zakat
2. penerimaan zakat (non kas):
Dr. Aset/persediaan
Cr. Penerimaan dana zakat
3. penyaluran dana zakat:
Dr. Penyaluran ke 8 asnaf
Cr. kas / Aset/persediaan
4. Penyusutan aset kelolaan :
Dr. Alokasi pemanfaatan aset kelolaan
Cr. akumulasi penyusutan
5. Pelepasan aset kelolaan:
Dr. Akumulasi penyusutan
Cr. Aset kelolaan
6. Penurunan Aset
Dr. Penyisihan Penurunan Aset Zakat
Cr. Aset Kelolaan Zakat
Dr. Beban Penyisihan Penurunan Aset Zakat
253
10. Dana infaq/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola, hasil pengelolaan sebagai penambah
dana infaq/sedekah :
Dr. Kas – dana infaq
Cr. Penerimaan hasil pengelolaan
11. Bagian amil dari infaq:
Dr. Bagian amil atas penerimaan dana infaq
Cr. Kas – dana infaq
12. Penyaluran infaq :
Dr. Penyaluran Infaq terikat/tidak terikat
Cr. Kas – dana infaq /Aset lancar/tidak lancar kelolaan
13. Penerimaan amil dari zakat:
Dr. Kas – dana amil
Cr. Penerimaan dari dana zakat
14. Penerimaan amil dari infaq :
Dr. Kas – dana amil
Cr. Penerimaan dari dana infaq/sedekah
15. Pengeluaran untuk operasional :
Dr. Beban-beban
Cr. Kas – dana amil
254
BAB XI
PSAK 110 (Akuntansi Sukuk)
PSAK No.110 tentang akuntansi sukuk hanya mengatur 2 jenis sukuk yaitu : sukuk mudharabah
dan sukuk ijarah. Hal ini disebabkan penerbitan sukuk di Indonesia sebagian besar didominasi oleh sukuk
ijarah dan sebagian kecil adalah sukuk mudharabah.
SUKUK IJARAH:
Contoh Soal
• PT A menerbitkan sukuk ijarah atas suatu aset: nilai nominal Rp100 miliar, jangka waktu 4 tahun,
kupon imbal hasil 15% per tahun.
• Sukuk ijarah tersebut dijual seharga Rp103 miliar dan biaya penerbitan Rp5 miliar.
Pembahasan :
• Tahun 0
– Dr. Kas dan setara kas 98.000.000.000
– Dr. Sukuk- biaya transaksi 5.000.000.000
– Cr. Sukuk- nominal 100.000.000.000
– Cr. Sukuk- premium 3.000.000.000
• Tahun 1
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
- Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000
• Tahun 2
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
– Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000
• Tahun 3
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
255
Sukuk Mudharabah
PT A
Penerbit saham
Investor
• PT A menerbitkan sukuk ijarah atas suatu proyeknya: nilai nominal Rp100 miliar, jangka waktu
4 tahun, imbal hasil dari laba proyek dengan nisbah untuk penerbit : investor adalah 40% : 60%.
• Sukuk mudharabah tersebut dijual seharga Rp100 miliar dan biaya penerbitan Rp5 miliar.
• Realisasi laba proyek: tahun 1 Rp20 miliar, tahun 2 Rp5 miliar, tahun 3 Rp10 miliar, dan tahun 4
Rp15 miliar
Pembahasan :
• Tahun 0
– Dr. Kas dan setara kas 95.000.000.000
– Dr. Beban tangguhan 5.000.000.000
– Cr. Sukuk mudharaba 100.000.000.000
• Tahun 1
– Dr. Kas dan setara kas 20.000.000.000
– Cr. Pendapatan proyek 8.000.000.000
256
perbedaan dengan lembaga keuangan konvensional. Hal ini disebabkan karena pada lembaga keuangan
syariah harus memiliki 2 tambahan laporan yakni laporan sumbe dan penggunaan zakat serta laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan. Berikut adalah laporan keuangan yang ada di lembaga keuangan
syariah:
Laporan Neraca
Menurut PSAK 101 menyebutkan bahwasanya Laporan Neraca adalah laporan yang digunakan
untuk membagi antara aset lancar dengan aset tidak lancar serta keajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang. Pada laporan ini aset disajikan menurut ukuran likuiditas, sedangkan kewajiban disajikan
menurut urutan jatuh temponya.
Daftar Pustaka:
• Pengaturan Standar Akuntansi Keuangan 101 tentang tentang penyajian laporan keuangan Syariah
6. Pengendalian atas keuangan, yaitu mengevaluasi dan memperbaiki sistem keuangan yang ada dalam
perusahaan yang dianggap belum mumpuni.
7. Melakukan pemeriksaan keuangan, internal audit atas laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh
manajemen keuangan untuk memastikan tidak adanya penyimpangan yang merugikan.
8. Pelaporan keuangan perusahaan, yaitu menyediakan informasi keuangan tentang kondisi kekinian
keuangan perusahaan yang bisa dijadikan bahan evaluasi nantinya.
9. Pegadaian Syari’ah
Payung hukum gadai syari’ah dalam hal pemenuhan prinsipprinsip syari’ah berpegang pada F
atwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/ III/2002 tanggal 26 Juni 2002
10. tentang Rahn yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang
11. sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan, dan fatwa DSN-MUI No: 26/DSN-
MUI/ III/2002 tentang Gadai Emas.
12. Lembaga Pengelola Zakat (BAZ dan LAZ)
Pengelola zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelola Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581
Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direk
tur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji
No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Daftar Pustaka:
Dadang Husen Sobana.. 2017. Manajemen Keuangan Syari’ah. Cet. 1. Bandung: CV Pustaka Setia.
marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran kovensional yang dikenal selama ini adalah sifatnya yang
religious (diniyyah). Kondisi ini tercipta tidak karena keterpaksaan, tetapi berangkat dari kesadaran akan
nilai-nilai religious, yang dianggap penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok
kedalam perbuatan yang merugikan orang lain.
Seorang marketer akan segera mematuhi hukum-hukum syariah, dalam segala aktivitasnya
sebagai seorang pemasar. Mulai dari melakukan strategi pemasaran, memilah-milah pasar (segmentasi),
kemudian memilih pasar mana yang menjadi yang menjadi fokusnya (targeting), hingga menetapkan
identitas perusahaan yang harus senantiasa tertanam dalam benak pelanggannya (positioning). Etis
(Akhlakqiyyah), Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis (rabbaniyyah), juga
karena ia sangat mengedapankan ahlak (moral, etika) dalam seluruh kegiatanya. Sifat etis ini sebenarnya
merupakan turunan dari sifat pemasar syariah (rabbaniyyah) diatas. Dengan demikian, syariah marketing
adalah konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tindak peduli apapun
agamanya. Karena nilai-nilai moral dan etika yang bersifat universal, yang diajarkan oleh semua
agamanya.
Realistis (Al-Waqi’iyyah), Syariah marketing bukanlah konsep yang ekslusif, fanatis, anti
modernitas dan kaku. Syariah marketing adalah konsep yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan
keluesan syariah islamiyah dan melandasinya.
Syariah marketer adalah para pemasar professional dengan penampilan yang bersih, rapi, dan
bersahaja, adapun model atau gaya pakaian yang dikenakanya. Mereka bekerja dengan pofesional dan
mengedepankan nilai-nilai religious, kesalehan, aspek moral, dan kejujuran dalam segala aktivitas
pemasaranya. Ia tidak kaku, tidak ekslusif, tetapi sangat fleksibel dalam bersikap dan bergaul. Ia sangat
memahami bahwa dalam situasi pergaulan di lingkungan yang sangat heterogen, dengan beragam suku,
agama, dan ras ada ajaran yang dibenarkan oleh Allah Swt dan dicontohkan oleh Nabi untuk bersikap dan
lebih bersahabat, santun, dan bersimpatik terhadap saudara-saudaranya dari umat lain.
Humanistis (Al-Insaniyyah), Keistimewaan yang lain adalah sifat yang humanistis universal.
Pengertian humanistis (al-Insaniyyah) adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiaanya terjaga dan terperlihara, serta sifat kehewananya dapat terkekang dengan
panduan syariah. Dengan memiliki, nilai humanstis ia menjadi manusia yang terkontrol, dan seimbang
(tawazun), bukan manusia serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan sebesar-
besarnya. Bukan menjadi manusia yang bisa bahagia diatas penderitaan orang lain atau manusia yang
hatinya kering dengan kepedulian sosial.
Syariat islam dalah syariah humanistis (insaniyyah), syariat islam diciptakan untuk manusia sesuai
dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan, dan setatus. Hal inilah yang
menjadikan syariat memiliki sifat univesal sehingga pemasar syariah juga bersifat universal.
267
Daftar Pustaka
Alma Buchari, Manajamen Pemasaran dan Pemasaran JasaBandung: Alfabeta, 2013
Alma Buchari dan Priansa Juni Donni, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung: Alfabeta, 2014
Fahmi Irham, Manajemen Pebankan Konvensional & Syariah (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015)
Mas’ud, Machfoedz dan Machfoedz Mahmud, Kewirausahaan, (Yogyakarta: UPP AMPN KPN, 2004)
269
Muhammad Syakir Sula dan Hermawan Kartajaya, Syariah Marketing, (Bandung: Mizan Media Utama,
2006)
Collected by Muharrik Fitragara Fachreza
087778963259
270
10. Pemeliharaan (Maintenance): Ini termasuk perawatan orang dan mesin, serta, proses. Apa yang
perlu Anda lakukan untuk menjaga kualitas dan menjaga sumber daya yang dapat diandalkan dan
stabil?
10 area ini dapat diterapkan pada bisnis ukuran apa pun untuk meningkatkan efisiensi, tidak hanya
raksasa global seperti Ford dan Jet Blue.
Pada prinsipnya, Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah merupakan implementasi prinsip-
prinsip syariah dan etika bisnis Islam dalam bidang Manajemen Operasi
Manajemen
operasi
syariah
Prinsip syariah dalam Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah diawali dengan Islam sebagai
agama rahmatal-lil-‘alamin (agama yang diperuntukkan semua manusia). Pada dasarnya ada dua aspek
penting dalam Islam yaitu Ibadah dan Mu’amalah (hubungan antar manusia). Dalam konteks ibadah,
prinsip atau hukum asalnya adalah segala sesuatunya dilarang untuk dikerjakan, kecuali yang ada
petunjuknya dalam al Qur’an dan hadits. Dalam konteks mu’amalah, prinsip atau hukum asalnya adalah
segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali jika ada larangan dalam al Qur’an dan hadits. Dalam konteks
mu’amalah inilah manajemen operasi diaplikasikan.
Secara prinsip, aspek kesyariahan dalam manajemen (Gambar 3) meliputi tiga bidang yaitu:
• Haram zat (barang) yang diperdagangkan, misalnya mengandung: daging babi, khamar, bangkai,
dan darah
273
• Haram untuk dilakukan (selain zatnya), misalnya: tadlis (penipuan), gharar (ketidakpastian),
ikhtikar (rekayasa pasar dalam suplai), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam permintaan), riba (3
macam), maysir (perjudian), dan risywah (suap menyuap)
• Tidak sahnya akad (perjanjian) karena tidak terpenuhinya hal-hal antara lain : rukun (pelaku,
objek, dan ijab kabul), syarat (kondisi melengkapi rukun), terjadi ta’alluq (dua akad yang saling
dikaitkan/disyaratkan), terjadi ”2 in 1” (terjadi dua akad sekaligus sehingga timbul gharar)
CAKUPAN ISLAM
FIQIH
(penafsiran ulama
terhadap syariat)
IBADAH MUAMALAT
(mengatur hubungan antara manusia (mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya) dengan sesama manusia)
→ Hukum asal: → Hukum asal:
segala sesuatunya dilarang dikerjakan, kecuali segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali jika
yang ada petunjuknya dalam al Qur’an dan Hadits ada larangan dalam Qur’an dan Hadits
Peran syariah dalam Ilmu Manajemen adalah menyempurnakan sistem manajemen organisasi.
Oleh karena itu di universitas, pengajaran mata kuliah Aplikasi Manajemen Syariah (AMS) tidak dapat
dilepaskan keterkaitannya dengan Manajemen Dalam Perspektif Syariah (MDPS), karena yang kedua
menjadi dasar dari yang pertama. Kedua mata kuliah tersebut perlu digabung menjadi Manajemen Bisnis
Syariah dan Aplikasinya (MBSA)
MBSA = Manajemen Umum + Prinsip Syariah
+ Etika Bisnis Islam
Adapun peran syariah dalam fungsi operasional manajemen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Fungsi operasional manajemen Peran syariah untuk mengatur hal-hal:
Manajemen Operasi Disiplin dan etos kerja dalam mengoperasionalkan bisnis
Manajemen Pemasaran Hubungan bisnis antara produsen dan konsumen
Manajemen Keuangan Sistem keuangan bisnis dalam upaya mencari profit
Manajemen Sumber Daya Manusia Hubungan antar anggota dalam intern organisasi
275
Sumber:
Heizer, J. and B. Render (2011). Operations Management. 10 th Ed
Marco Tieman et al (2013). Principle in Halal Supply Chain Management
Sarasi,Vita (2011). Urgensi Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah dalam Dunia Bisnis
MONETER ISLAM
pemilik yang sebenarnya. (c) Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin
Alloh, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian
kekayaan yang dimiliki saudarasaudaranya yang lebih beruntung. (d) Kekayaan tidak boleh ditumpuk
terus atau ditimbun. (e) Kekayaan harus diputar. (f) Menghilangkan jurang perbedaaan antara individu
dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan. (g) Menetapkan kewajiban yang sifatnya
wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.8 Dalam aspek
teknis, kebijakan moneter Islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bak. Dalam Islam riba, yang
termasuk didalamnya bunga bank diharamkan secara tegas. Dengan adannya pengharaman ini maka
bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi instrument utama manajemen moneter menjadi tidak
berlaku lagi. Menejement moneter dalam Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil.
pembangunan infrastruktur sektor riil. Faktor pendorong percepatan perputaran uang adalah kelebihan
likuiditas, larangan penimbunan uang, dan peminjaman dengan bunga. Kebijakan moneter rosululloh,
dengan demikian selalu terkait dengan sektor riil. Disisi lain nilai mata uang sangat stabil. Kedua hal ini
membawa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang tinggi.
keadilan bukan penyamarataan dalam distribusi kekayaan. Hal ini karena setiap individu mempunyai
perbedaan-perbedaan yang memungkinkan terjadinya perolehan kekayaan. Juga bukan penguasaan
kekayaan yang maksimal dan mempertahankan kekayaan untuk diri sendiri sebagai refleksi hak atas
jerih payahnya.
3. Stabilitas Nilai Uang
Stabilitas nilai uang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian baik
secara ediologi maupun praktek, karena uang menentukan nilai dan harga suatu barang dan jasa.
Ketidak menentuan uang mengakibatkan kerusakan perekonomian, karena orde ekonomi didasarkan
pada prinsip penawaran sebelum permintaan, sehingga peramalan suatu harga dengan tapat menjadi
sulit dilakukan. Ketidak menentuan nilai uang yang lebih berbentuk inflasi dari pada deflasi,
menunjukkan bahwa uang tidak dapat berfungsi sebagai suatu satuan hitung yang adil dan benar, dan
menyebabkan pelaku ekonomi berlaku tidak adil pula terhadap pelaku lain dengan tidak disadarinya,
dengan memerosotkan aset-aset moneter tanpa sepengetahuannya. Inflasi memperburuk iklim ketidak
pastian dimana keputusan-keputusan ekonomi diambil, menimbulkan kekawatiran pada formasi
modal dan menyebabkan mislokasi sumber daya. Dan bahkan cenderung merusak nilai-nilai moral
karena memberikan imbalan kepada usaha-usaha spekulasi yang pada akhirnya menimpakan kerugian
pada aktivitas-aktivitas produktif serta memperparah ketidak merataan pendapatan. Stabilitas nilai
uang adalah prioritas utama dalam kegiatan manajemen moneter Islam. Stabilitas nilai uang yang
tercermin dalam stabilitas tingkat harga sangat berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi suatu negara seperti ; pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan distribusi
pendapatan dan kekayaan, tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang optimum perluasan kesempatan
kerja dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Dari pembahasan di atas jelas bahwa meskipun secara umum tujuan sistem moneter Islam hampir
sama dengan sistem moneter ekonomi lainnya yakni, kesejahteraan. Namun pada tataran strategi berbeda
jauh, teori ekonomi kapitalis yang mengandalkan kekuatan pasar saja, sedangkan Marxisme
mengandalkan negara sebagai pemegang penuh atas kendali aktivitas perekonomian beserta kebijakan-
kebijakannya. Dalam Islam individu sebagai khalῑfah di muka bumi harus mampu bertangung jawab atas
dirinya dan negara sebagai garda terakhir apabila individu itu sudah tidak mampu menjamin
kesejahteraannya. Secara praktis dalam manajemen moneter Islam tidak diperkenankan mengunakan suku
bunga, karena sebagaimana dasar dari sistem ekonomi Islam bahwa riba itu haram, sedangkan suku bunga
adalah ribᾱ. Oleh karena itu strategi moneter Islam harus menangalkan suku bunga. Dasar pemikiran dari
menajemen moneter Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan
uang tersebut kepada tujuan-tujuan yang penting dan produktif, sehingga setiap instrumen yang akan
mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak produktif akan ditinggalkan.
Dengan kata lain peredaran uang diusahakan dialokasikan kapada sektor rill yang produktif, oleh
karena itu dalam Islam tidak ada permintaan uang untuk spekulasi sebagaimana yang dikenal dalam teori
Keynes yang mengklasifikasikan permintaan uang menjadi tiga motif, motif untuk transaksi, berjaga-jaga
dan spekulasi. Adapun strategi moneter Islam adalah penghapusan suku bunga dan kewajiban
pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur, sehingga akan menghilangkan inisiatif orang
untuk memegang uang idle sehingga mendorong orang untuk melakukan: a) Qard (meminjamkan harta
kepada orang lain). (b Penjualan Muajjal. (c Muḍᾱrabah. 5 Para pemilik dana akan menginvestasikan
dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan besar terbesar (actual return), jadi semakin tinggi
permintaan uang untuk investasi disektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi
semakin besar maka, tingkat keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena
besarnya tingkat actual retrun ini tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, maka akan menjadikan
permintaan uang akan lebih stabil.
berlaku di antara pedagang saja. Instrumen moneter yang digunakan adalah Promissory Notes atau Bill
Of Exchange, surat ini dapat dijadikan sebagai pinjaman untuk mendapatkan dana segar, namun surat
tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Kreditor dapat menjual surat tersebut namun
debitor tidak dapat menjual surat tersebut. Karena itulah tidak ada pasar untuk jual beli negotiable
instruments, spekulasi dan pengunaan pasar uang menjadi tidak ada. Jadi sistem kredit tidak
menciptakan uang.
2. Mazhab Mainstream
Tujuan dari kebijakan moneter adalah maksimalisasi sumber daya (resources) yang ada agar
dapat dialokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif. Oleh sebab itu mazhab ini merancang
instrumen kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang (Md) agar
dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian. Oleh karena itu dalam ekonomi
Islam tidak ada permintaan uang (Md) untuk spekulasi. Motif permintaan uang (Md) dalam Islam ada
dua, motif transaksi (transaction motive) dan motif berjaga-jaga, (precautionary motive), semakin
banyak uang yang idle, maka berarti permintaan uang untuk berjaga-jaga (Mdprec) semakin besar.
Sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang idle, berbanding terbalik dengan
permintaan uang untuk berjaga-jaga. Dues Of Idle Fund adalah instrumen kebijakan yang dikenakan
pada semua aset produktif yang idle. Apabila permintaan uang untuk berjaga-jaga meningkat (Mdprec)
meningkat, maka usaha yang dapat dilakukan oleh otoritas moneter untuk mengembalikan pada titik
equilibirium adalah dengan cara meningkatkan dues of idle fund. Semakin tinggi dues of idle fund yang
dikenakan terhadap uang yang idle, akan menyebabkan masyarakat untuk enggan menyimpan uang
yang idle tersebut. Sehingga masyarakat akan lebih suka untuk mengalokasikan uang idle tersebut ke
sektor ekonomi yang produktif.
3. Mazhab Alternatif
Sistem moneter yang dianjurkan oleh mazhab ketiga ini adalah Syuratiq Process yaitu di mana
suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya
dengan sektor riil. Jadi kebijakan yang ditempuh yang dituangkan dalam instrumen moneter merupakan
integrasi dan penyesuaian antara sektor moneter dengan sektor riil. Mazhab ini mengatakan bahwa
keseimbangan yang terjadi di sektor moneter adalah derivasi dari keseimbangan yang terjadi di sektor
riil. Artinya jika terjadi peningkatan kegiatan di sektor riil, dengan ditandainya peningkatan Agregat
Demand (AD), maka otoritas moneter juga harus menambah jumlah uang beredar (Money Supply/MS).
Dengan kata lain sektor moneter tidak boleh meningalkan sektor riil, harus ada harmonisasi antara
kedua sektor tersebut, apa yang terjadi ketika sektor moneter meningalkan sektor rill (keadaan di mana
jumlah uang beredar di masyarakat jauh melampaui kebutuhan untuk kegiatan ekonomi), tidak lain
adalah adanya inflasi.
Jika inflasi terjadi apalagi tinggi, maka akan ada pihak-pihak yang dirugikan, bagi konsumen
282
yang pendapatannya tetap, bila terjadi inflasi tentu akan mengurangi daya beli (Purchasing Power
Parity), selanjutnya dalam tataran makro akan terjadi penurunan Agregat Demand (AD), hal ini
berdampak luas pada lesunya perekonomian dan pendapatan nasional pun akan terpengaruh negatif.
Dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat juga akan semakin jauh dari pencapaian.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita lihat bahwa sistem moneter Islam yang di
breakdown hingga ke instrumen moneter menunjukkan konsistensinya dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya, tidak diskriminatif atau satu pihak saja yang diuntungkan, melainkan semua
pihak baik yang memiliki dana maupun yang tidak memiliki dana. Dalam moneter Islam, uang
diharapkan berputar pada semua lapisan masyarakat. Tujuannya tak lain adalah agar semua kalangan
dapat melakukan kegiatan ekonomi, sehingga kesejahteraan umum akan dapat dicapai.
Contoh dari konsistensi dari sistem moneter Islam supaya uang bergerak disemua kalangan masyarakat
diantaranya:
- Adanya zakat maal bagi kekayaan yang mencapai nisab. Sehingga orang yang mempunyai
kekayaan lebih dapat tersalurkan pada orang yang tidak memiliki kekayaan untuk bertransaksi
ekonomi.
- Adanya pajak bagi harta yang idle (tertahan), hal ini juga upaya agar harta berputar di semua
kalangan.
- Pengunaan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) dalam transaksi finansial. Secara garis besar
bahwa jika harta dapat berputar pada semua golongan baik yang miskin maupun yang kaya, maka
transaksi ekonomi akan semakin meningkan dan berpengaruh secara signifikan terhadap
pendapatan nasional. Besarnya pendapatan nasional yang dibarengi dengan pemerataan distribusi
pendapatan akan menciptakan kesejahteraan umum.
Daftar Pustaka :
- SISTEM MONETER ISLAM: MENUJU KESEJAHTERAAN HAKIKI Oleh : Aan Nasrullah,
Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol. 13, No. 2 Desember 2016: 272-287
- KEBIJAKAN MONETER DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH Oleh : Nur Aini
Latifah, MODERNISASI, Volume 11, Nomor 2, Juni 2015
- KEBIJAKAN MONETER BERBASIS PRINSIP-PRINSIP ISLAM Oleh : Amien Wahyudi,
Justitia Islamica, Vol. 10/No. 1/Jan.-Juni 2013
dibahas di bawah karena melibatkan sedikit gangguan pada proses pasar, maka efek alokatifnya
minimal bekerja. Akan tetapi perlu diperhatikan efeknya terkait insentif bekerja bagi orang yang
membutuhkan.
3. Ketentuan public dari konsumsi barang dan jasa
Tidak sepenuhnya konsumen bisa menjadi pengalokasi sumber daya yang optimal. Sehingga
diperlukan intervensi pemerintah dalam menyediakan barang yang memang dibutuhkan bagi
masyarakat. Kondisi ini harus dipenuhi ketika permintaan pada barang terkait kesehatan,
pendidikan, air bersih dal sejenisnya akan menjadi tidak efisien jika dilakukan secara individu.
Sehingga langkah ini memang diperlukan ketika dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
4. Intervensi pada pasar komoditas dan faktor produksi
Pemerintah mempunyai kewajiban pada kondisi normal memiliki untuk memastikan praktik yang
adil dari setiap agen ekonomi, dan membiarkan harga komoditas dan faktor produksi ditentukan
oleh mekansime pasar.
Intervensi dibutuhkan pada kondisi;
- urgensi pemenuhan kebutuhan.
- Tidak seimbang dan adil pada distribusi awal dari pendapatan dan kekayaan yang
merampas bagian-bagian populasi dari setiap akses ke pasar.
- fakta bahwa pasar aktual tidak pernah bebas dari praktik korupsi.
tujuan intervensi pada pasar komoditas adalah untuk memastikan persediaan barang dan jasa
penting yang memadai dengan harga yang wajar.
5. Kepemilikan dan aturan kekayaan
Pada konteks ini pemerintah perlu memastikan distribusi yang lebih adil dari pendapatan dari aset
yang produktif dalam jangka panjang melalui berbagai mekanisme yang sesuai.
6. Peran sektor swasta
Pada tahapan apapun perlu peranga ktif dari sektor swastaa untuk memnuhi berbagai kebutuhan
pada level negara, sehingga pemerintah perlu mengkoodinir dan memberika sarana yang membuat
mereka dapat berkontribusi pada kegiatan yang berdampak positif dalam perekonomian. Seperti
peningkatan teknologi, penciptaan lapangan kerja, maupun investasi.
7. Kebutuhan kerjasama international
Mengenal satu sama lain merupakan kewajiban dan Muslimdiperintahkan untuk saling tolong
menolong sehingga dalam konteks negara khususnya pada aspek ekonomi kerja sama
internasional tidak bisa di hindarkan. Khusunya pada kasus negara yang lebih maju men=mbantu
negara yang miskin.
285
● Karena adanya kemungkinan dampak disinsentif mengenai kerja dapat diminimalisir dengan dua
cara;
Pertama individu yang memiliki kemampuan untuk bekerja harus dimotivasi untuk tidak meminta
pemberian sehingga harus bekerja dan mendapatkan pendapatan.
Kedua, negara tidak boleh untuk melanjutkan bantuan untuk sipaya yang bisa bekerja dan
harusnya membantu untuk mendorong mereka mendapatkan pekerjaan yang memberikan
penghasilan.
● Prioritas dalam pengeluaran publik harus dapat mendukung maqashid syariah.
Daftar Pustaka :
M. Nejatullah as-shadiqi, The role of the state in islam: an economic analysis.
Umer chapra, Islam and Economic Depelopment.
sekular dalam menganalisis permasalahan manusia dan realisasi dari kesejahteraan manusia. Kedua aliran
ini menekankan terlalu banyak pada konsumis dan harta benda sebagai sumber dari kebahagian manusia
dan tidak berkomitmen untuk mewujudkan persaudaraan antar manusa dan keadilas sosial ekonomi.
Keduanya bersifat positivistik sehingga mengabaikan peras nilai dan moral dalam hal mengalokasikan
serta mendistribusikan sumber daya dan menekanan peran pasar atau negara. . Perspektif mereka yang
benar-benar duniawi ini tidak memberikan alasan untuk hal lain selain materialisme dan Darwinisme
sosial. Dalam kerangka kerja ini tidak ada motivasi untuk melayani kepentingan sosial kecuali jika itu
secara otomatis berfungsi sebagai hasil tidak langsung dari melayani kepentingan diri sendiri.
Oleh karena itu, tugas yang paling menantang negara-negara Muslim adalah untuk memotivasi
sumber daya manusia untuk melakukan semua yang diperlukan demi kepentingan pembangunan
dengan keadilan. Individu harus bersedia memberikan yang terbaik dengan bekerja keras dan efisien
dengan integritas, kesadaran dan disiplin, dan untuk membuat pengorbanan yang diperlukan untuk
mengatasi hambatan pada pembangunan. Mereka juga harus bersedia mengubah perilaku konsumsi,
tabungan dan investasi mereka sesuai dengan apa yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat
pertumbuhan dengan mencapai keadilan yang lebih besar dan ketidakseimbangan yang lebih rendah.
Motivasi saja, bagaimanapun, tidak cukup untuk mendapatkan yang terbaik dari manusia.
Mereka juga harus memiliki kemampuan untuk menggunakan teknologi dan metode manajemen yang
lebih baik. Sehingga mencapai hal Ini membutuhkan pelatihan dan akses ke keuangan yang tepat.
Motivasi saja mungkin tidak alam mewujudkan potensi optimal dari faktor manusia.
2. Mengurangi konsentrasi kekayaan;
Hambatan paling serius terhadap pembangunan yang disertai keadilan adalah konsentrasi yang
ada dalam kepemilikan alat-alat produksi di negara-negara Muslim, seperti halnya di semua negara
ekonomi pasar. Pembangunan yang disertai dapat tercapai kecuali jika situasi konsentrasi kepemilikan
alat-alat produksi diubah melalui penerapan langkah-langkah radikal tertentu yang diizinkan dalam
kerangka syariah, tidak mungkin untuk membuat kemajuan yang nyata dalam mewujudkan tujuan
egaliter Islam.
Strategi Islam dalam kasus ini sangat kontras dengan sosialisme yang,menghapus distribusi yang
tidak adil dari sistem kapitalisme. Akan tetapi langkah yang digunakan adalah mengurangi mengurangi
potensi manusia dengan membunuh inisiatif dan semangat berwiraausaha dengan cara kolektivisasi
dari semua alat produksi dan sentralisasi pengambilan keputusan
3. Restrukturisasi ekonomi;
Realokasi sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan yang adil tidak mungki tercapai
tanpa restrukturisasi ekonomi secara menyeluruh yang mencakup semua aspek ekonomi, termasuk
konsumsi swasta, keuangan pemerintah, pembentukan modal dan produksi.
4. restrukturisasi keuangan;
Rekstrukturisasi keuangan perlu dilakukan khususnya untuk meningkatan akses keuangan bagi
pihak - pihak yang dalam strategi pembangunan yang ada sebelumnya belum mendapatkan manfaat
dari perkembangan sistem keuangan. Sebagai contoh dalah pihak yang dianggap unbakable sepert
UMKM dan masyarakat pedesaan. Sehingga rektrukturisasi keuangan perlu dilakukan hingga semua
pihak dapat akses terhadap layanan keuangan Kurangnya pembiayaan merupakan kelemahan paling
serius dalam pengembangan pertanian kecil dan UKM. Orang miskin miskin bukan karena tidak mau
bekerja keras atau kurang keterampilan.
Mereka sebenarnya bekerja lebih keras daripada yang kaya dan memiliki lebih banyak
291
keterampilan daripada yang bisa mereka gunakan. Masalah utama mereka adalah bahwa mereka tidak
memiliki akses ke sumber daya keuangan yang diperlukan untuk menjadi wiraswasta, dan pekerjaan
berupah tidak memanfaatkan keterampilan mereka secara optimal atau tidak membayar mereka secara
memadai untuk memenuhi bahkan kebutuhan mereka, apalagi menabung untuk investasi. Pembiayaan
adalah senjata politik, sosial dan ekonomi yang kuat dan memainkan peran dominan dalam
menentukan basis kekuatan, status sosial dan kondisi ekonomi seseorang di dunia modern.
5. Perencanaan kebijakan strategis.
Menjadi tidak mungkin bagi negara muslim untuk merealisasikan Maqasid dengan adanya
berbagai kendala setidaknya mereka menggunakan apa sumber daya yang mereka miliki dan memiliki
pemahaman yang jelas sudah sampai mana mereka dan akan dibawa kemana negara tersebut.
Melakukan hal ini akan lebih efektif jika rencana kebijakan strategis jangka panjang disiapkan.
Rencana semacam itu akan memungkinkan negara untuk memperhitungkan secara realistis semua
sumber daya fisik dan manusia yang tersedia dan menetapkan serangkaian prioritas yang ditentukan
dengan baik. Ini akan membantu memberikan arahan yang jelas untuk kebijakan pemerintah dan
program pengeluaran dan memulai langkah-langkah efektif untuk menggerakkan perubahan struktural
dan kelembagaan yang diperlukan.
Daftar Pustaka :
M. Nejatullah as-shadiqi, The role of the state in islam: an economic analysis.
Umer chapra, Islam and Economic Depelopment.
Materi Tingkat 1
No Materi Referensi
1 Islam The Way of Life + Islamic • Chapra, M. U. (2008). Ethics and Economics :
Worldview An Islamic Perspective. Islamic Economics
• Moralitas dalam Ilmu Studies, 1-24.
Ekonomi • Zaman, N. (2013). Sustainable Islamic
• Moralitas dalam agama Development : Recognizing the Primacy of
islam Trust, Iman, and Institution. International
• Iman dan kehidupan Journal of Economics,Management and
ekonomi Accounting 21, no. 1, 97-117.
• Islam dan akal manusia • Aydin, N. (2013). Redefining Islamic
• Islamic Worldview sebagai Economics as a New Economic Paradigm.
fondasi pembentukan Islamic Economic StudiesVol. 21, No. 1, 1-34.
ekonomi islam • Addas, W. A. (2008). Methodology of
economics: Secular versus Islamic.
• M. Aslam Haneef. (1997). Islam, The Islamic
Worldview and Islamic Economics. IIUM
Journal of Economics and Management, Vol. 5,
No. 1, pp. 40-65. (MAH)
2 Filsafat Ilmu: Filosofi Ilmu Ekis • Hafas Furqani , (2015),"Individual and society
• Ekonomi Islam sebagai in an Islamic ethical framework",
ilmu pengetahuan Humanomics, Vol. 31 Iss 1 pp. 74 – 87
• Metodologi pembentukan • Osman Bakar. Classification of Knowledge in
ekonomi islam. Re-invent Islam: A Study in Islamic Philosophies of
atau patchwork Science. Cambridge: Islamic Text Society,
• Konsep Hadd dan Fasl 1998. (OB)
• Huquq vs Self Interest • Nurzaman, M. S. (2017). Ekonomi Islam
• Islamisasi Ilmu: Islamisasi sebagai Objek Ilmu Pengetahuan. Bahan Ajar
Ekonomi Kuliah 6. Depok: PEBS FEB UI.
• Pentingnya Worldview • Nurzaman, M. S. (2017). Mengapa Perlu
dalam Pengetahuan Metodologi Ekonomi Islam. Bahan Ajar Kuliah
• Ilmu Ekonomi dan Ilmu 1. Depok: PEBS FEB UI.
Ekonomi Worldview • Zarqa, M. (2003). Islamization of economics:
• Tujuan Syariah dan The concept and methodology. Journal of King
Ekonomi Abdulaziz University: Islamic
Economics, 16(1).
• Ahmad, Khurshid. (2006). The Economic
Development in an Islamic Framework.In
Abulhasan M. Sadeq, Development Issue in
Islam. (pp. 35-58)
• Haneef, Mohamed Aslam. (2008). Critical
Survey of Islamic Knowladge (2nd Edition).
IIUM Press: Kuala Lumpur.
• Zaman, Asad. (2008). The Origin of Ilsamic
Economic. In Zaman, Aad, Islamic Economics:
a survet of literature (pp. 16-23)
293
Materi Tingkat 2
No Materi Referensi
1 Mikro Ekonomi Islam • Karim, A. A. (2018). Ekonomi Mikro Islami
• Pengertian mikro ekonomi • Muhammad (2009). Ekonomi Mikro dalam
Islam Perspektif Islam
• Teori konsumsi, produksi, • Wibowo, Sukarno dan Dedi Supriadi. Ekonomi
dan mekanisme pasar Mikro Islam
islami
• Teori permintaan dan
penawaran islami
• Distorsi pasar dalam
perspektif Islam
2 Makro Ekonomi Islam • Karim, A. A. (2018). Ekonomi Makro Islami
• Pengertian makro ekonomi • Huda, Nurul dkk (2013). Ekonomi Makro
dan perbedaannya dengan Islam Pendekatan Teoritis
mikro ekonomi • Rianto, Nur (2010). Teori Makroekonomi
• Konsep ekonomi makro Islam
sederhana • Sakti, Ali. Ekonomi Islam: Menjawab
• Uang dalam perspektif Tantangan Atas Kekacauan Ekonomi Global.
ekonomi islam
3 Sistem Keuangan Islam dan • Karim, A. A. (2008). Fikih Ekonomi Keuangan
Lembaga Keuangan Islam Islam
• Sistem keuangan syariah • Muhammad (2007). LembagaPerekonomian
• Time value of money dan Islam Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi
economic value of time • Ismail (2011). Perbankan Syariah
• Pengantar lembaga • Muhammad Ridwan (2004). Manajemen Baitul
keuangan syariah Maal wa Tamwil (BMT)
• Perbankan syariah • Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor (2006). An
• Lembaga keuangan non Introduction to Islamic Finance: Theory and
bank syariah Practice
• Pasar modal syariah • Natadipurba, Chandra (2016). Ekonomi Islam
101
4 Pengantar Akuntansi Syariah • Nurhayati, Sri dan Wasilah (2014). Akuntansi
295
Materi Tingkat 3
No Materi Referensi
1 Halal Lifestyle dan Industri Halal • Johnson, R. (2019, January 10). Global Halal
(All) Market 2018 Consumption Analysis, Health
• Urgensi Industri Halal Benefits, Production Growth, Regional
• Demand Industri Halal Overview and Forecast Outlook till 2025.
• Regulasi Industri Halal di Retrieved from Reuters:
Indonesia https://www.reuters.com/brandfeatures/venture
296
2 Riset dan Metodologi Penelitian • Hoetoro, A., 2017. Ekonomi Islam: Perspektif
Ekonomi Islam (All) Historis dan Metodologis, Malang: Empat Dua
• How to generate IDEAS • Iqbal, M., 2013. Sharia Economics 2.0. Jakarta:
for research? Republika
• How to write Islamic • Khan, F., 1995. Essays in Islamic Economics.
economics subject? Leicester: The Islamic Foundation
• What methods to use? • Sundaram, J.K., 1993. Islamic Economic
• What is Methodology? Alternatives. Kuala Lumpur: Ikraq
Ontology? Epistimology? • Sekaran, Uma and Roger Bougie (2016),
Methods? Research Methods for Business: a Skill
• How to presents research Building Approach, 7th ed., Chichester, West
work on Islamic Sussex, UK: John Wiley and Sons, Ltd.
economics?
• How to collect data?
• How to analyse data?
Results?
3 Dasar Akuntansi Syariah (Akn) • Abdul Rahman Abdul Raheem. 2010. An
• Accounting and Islamic introduction to Islamic Accounting Theory and
Worldview Practice. CERT Publication.
• Konsep Akuntansi: Sebuah • William R Scott. 2015. “Financial Accounting
Perspektif dalam Islam Theory”. Edisi ketujuh.
• Laporan Keuangan pada • Wiroso. (2011). Akuntansi Transaksi Syariah.
Lembaga Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
Syariah • Bayinah, Ainur. (017). Akuntansi Auransi
• Akuntansi Pembiayaan Syariah. Karya Salemba Empat.
Mudharabah, Musyarakah,
Murabahah, dan Ijarah
• Akuntansi Investasi pada
Sekuritas Syariah
• Prinsip Zakat & Akuntansi
Zakat pada Business
Wealth
• Akuntansi Zakat pada
Lembaga Keuangan
Syariah
• Akuntansi Asuransi
Syariah
4 PSAK 59, 100-112 (Akn) • Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi
• Sejarah Syariah. (2019).
• Ikhtisar Ringkas • Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
• Penyajian Indonesia / PAPSI. (2013).
• PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah
• PSAK 102: Akuntansi Murabahah
297
12 Islam dan Pembangunan Ekonomi • Chapra Umar, M. 1993. Islam and Economic
(Eko) Development. Pakistan: International Institute
• Framework dan macam of Islamic Thought, Islamabad and Islamic
macam pembangunan dan Research Institute, Islamabad
pertumbuhan ekonomi • Chapra Umar, M. 1995. Islam and the
• Pembangunan ekonomi Economic Challenge. Kenya: The Islamic
konvensional dan Foundation.
inkonsistensinya
• The Islamic strategy
• Pengikuran pembangunan
ekonomi dalam Islam
Keterangan:
*All: semua konsentrasi mempelajari
*Akn: konsentrasi akuntansi
*Man: konsentrasi manajemen
*Eko: konsentrasi ilmu ekonomi
300