Anda di halaman 1dari 303

i

ii

Assalamu’alaykumWarahmatullahiWabarokatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah Subhanallahu
Wa Ta’ala karena atas berkat limpahan nikmat, rahmat, dan inayahnya sehingga buku Kitab Sakti FoSSEI
Kumpulan Materi Ekonomi Islam ini dapat dihadirkan kepada para pembaca. Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada seorang manusia yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang menggulung tikar-tikar
kebatilan dan menggelar permadani-permadani kebenaran, serta yang mendirikan tonggak pertama bagi
perkembangan ekonomi Islam, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, juga kepada para
keluarganya, sahabatnya, serta kepada para pengikutnya yang setia mengamalkan sunnah-sunnah beliau
hingga akhir zaman nanti.
Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapernas Keilmuan
“Pirates Family” dan Bapernas Media Data yang menyedekahkan waktunya di awal kepengurusan untuk
terlibat dalam pembuatan buku ini, teman teman KSEI SEF UGM, HIMA EKIS UNAIR, IsEF SEBI,
KSEI FEB UNDIP, dan CIES UB yang mau mewakafkan kekayaan intelektualnya untuk memperkaya
buku ini, serta tidak lupa saudaraku Presnas FoSSEI #BerdayaBersama 2019/2020 yang selalu menemani
dalam keadaan pahit dan manis karena kita tahu pahit dan manis itu bukanlah sebuah lawan kata. Semoga
buku ini menjadi tambahan amal kita bersama dan menjadi nilai tambah kita di sisi Allah SWT.
Buku Kitab Sakti FoSSEI ini merupakan edisi pertama sebagai bentuk ikhtiar kami untuk menekan
ketimpangan keilmuan antar KSEI di Indonesia.
Mengingat pentingnya sistematika dalam mengkaji Ekonomi Islam, diperlukan suatu standar bagi
setiap kader FoSSEI terkait penguasaan ekonomi Islam. Oleh karena itu, buku ini dihadirkan sebagai
media pengenalan ekonomi Islam bagi setiap kader FoSSEI. Buku ini berisikan informasi seputar
pengenalan tentang ekonomi Islam yang dikupas melalui penjelasan yang ringkas tapi padat. Buku ini
terdiri atas 3 bagian (pengantar, pengenalan, dan penjurusan) yang isinya disadur dari berbagai sumber
yang relevant dan reliable. Kegunaan buku ini adalah sebagain buku saku atau instant book bagi teman-
teman FoSSEI yang ingin mengingat materi Ekonomi Islam secara praktis. Tapi buku ini bukanlah buku
yang bisa dijadikan sumber utama atau bahkan satu-satunya sumber belajar ekonomi Islam bagi seluruh
kader FoSSEI, harapanya dapat dijadikan pemantik untuk mempelajari sumber-sumber belajar yang
lainya.
Tiada gading yang tak retak. Tentu kami menyadari bahwa Kitab Sakti FoSSEI ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat menantikan kritik dan saran dari berbagai pihak agar
kedepannya buku ini bisa muncul edisi selanjutnya dan dapat memberikan lebih banyak manfaat sebagai
media pembelajaran ekonomi Islam. Kami juga berharap agar kader FoSSEI juga memahami bahwa buku
bukanlah guru, tetaplah berdiskusi dan menghadiri kajian karena kita bukanlah murid dari buku tetapi kita
adalah murid dari guru guru kita. Selamat membaca dan selamat belajar! Ekonom Rabbani? Bisa!
Presnas FoSSEI 2019/2020
Adam Adhe Nugraha
iii

DAFTAR ISI

ISLAM THE WAY OF LIFE ....................................................................................................................................1


FILOSOFI ILMU EKONOMI ISLAM ....................................................................................................................6
PENGANTAR ILMU SYARI’AH ..........................................................................................................................16
MAQOSYID SYARIAH ..........................................................................................................................................23
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM .....................................................................................................25
PENGANTAR ILMU EKONOMI ..........................................................................................................................48
FIKIH MUAMALAH ..............................................................................................................................................61
MIKRO EKONOMI ISLAM ..................................................................................................................................87
MAKRO EKONOMI ISLAM ...............................................................................................................................107
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ..................................................................................................................126
PENGANTAR AKUNTANSI SYARIAH ............................................................................................................133
FILANTROPI ZISWAF DAN MAWARIS .........................................................................................................138
ETIKA BISNIS ISLAM .........................................................................................................................................157
PERBANDINGAN ILMU EKONOMI ................................................................................................................161
LANDASAN DAN KARAKTERISTIK FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER ......................................168
SEKTOR INDUSTRI HALAL ..............................................................................................................................178
RISET DAN METODOLOGI EKONOMI ISLAM ............................................................................................187
DASAR AKUNTANSI SYARIAH ........................................................................................................................193
PSAK 59, 100 – 112 (AKUNTANSI) .....................................................................................................................204
MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH ............................................................................................................260
MANAJEMEN PEMASARAN SYARIAH ..........................................................................................................265
MANAJEMEN OPERASI SYARIAH..................................................................................................................270
MONETER ISLAM ...............................................................................................................................................276
KEBIJAKAN FISKAL ISLAM ............................................................................................................................283
ISLAM DAN PEMBANGUNAN EKONOMI .....................................................................................................287
SILABUS KAJIAN NASIONAL...........................................................................................................................292
1

ISLAM THE WAY OF LIFE

Pendahuluan
Agama Islam merupakan agama yang mengatur seluruh sistem kehidupan (way of life). Aturan
agama Islam diberikan oleh Allah SWT kepada manusia melalui petunjuk rasul-Nya berupa akidah,
akhlak dan Syariah. Satu petunjuk ini di berikan supaya manusia dapat menjalankantugas kekhalifahan
dengan sebaik baiknya, tugas kekhalifahan dalam menjaga segala ciptaan-Nya termasuk di dalamnya
menjaga bumi beserta isinya.
Akidah dan akhlak sebagai sesuatu yang konstan, tidak mengalami perubahan walaupun adanya
perubahan waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi umat pada Rasul masing masing. Syariah Islam sebagai syariah yang terakhir,
yang di sampaikan Rasulullah Muhammad SAW memiliki dua keistimewaan yaitu sebagai syariah yang
komprehensif (meneyeluruh) dan universal (umum).

Worldview Islam
Secara umum, worldview atau pandagan hidup sering diartikan filsafat hidup atau prinsip hidup.
Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang mempunyai worldview
masing-masing. Jika worldview dikaitkan dengan suatu kebudayaan, maka spektrum maknanya dan juga
termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut. Esensi perbedaannya terletak pada faktor-faktor dominan
dalam pandangan hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama,
kepercayaan, tata nilai social, atau lainnya. Faktor-faktor itulah yang menentukan cara pandang dan sikap
manusia yang berangkutan terhadap apa yang terdapat dalam alam semesta, dan juga luas atau sempitnya
spektrum maknanya. Ada yang terbatas pada dunia fisik, ada pula yang menjangkaudunia metafisika atau
alam di luar kehidupan dunia.
Definisi worldview Islam dapat kita peroleh dari beberapa tokoh ulama kontemporer. Sebab dalam
tradisi Islam klasik terma khusus untuk pengertian worldview belum diketahui, meski tidak berarti Islam
tidak memiliki worldview. Para ulama abad 20 menggunakan term khusus untuk pengertian worldview ini
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Menurut al-Mauwdudi, worldview adalah Islâmî Nazariyat
(Islamic Vision) yang berarti pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (syahâdah) yang
berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab syahadah adalah pernyataan
moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh.
Hampir sama dengan al-Mawdudi, Sheykh Atif al-Zayn mengartikan worldview sebagai al-
Mabda’ al-Islâmî (Islamic Principle) yang berarti aqîdah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang
berdasarkan pada akal. Sebab setiap muslim wajib beriman kepada hakikat wujud Allah, kenabian
Muhammad SAW, dan kepada Al-Qur’an dengan akal. Iman kepada hal-hal yang ghaib berdasarkan cara
2

penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai
dîn yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
dengan dirinya dan lainnya. Masih bertumpu pada akidah, Sayyid Qutb mengartikan worldview Islam
dengan istilah al-Tasawwur al-Islâmî (Islamic Vision), yang berarti akumulasi dari keyakinan asasi yang
terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-
apa yang terdapat di balik itu.
Hampir sejalan dengan Sayyid Qutb, Naquib al-Attas mengganti istilah worldview Islam dengan
Ru’yah al-Islâm li al-wujûd yang berarti pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak
oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakikat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah
wujud yang total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud.
Dari definisi worldview Islam menurut ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa meski istilah yang
dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama tersebut sepakat bahwa Islam mempunyai cara
pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu. Selain itu pandangan-pandangan di atas telah cukup baik
menggambarkan karakter Islam sebagai suatu pandangan hidup yang membedakannya dengan pandangan
hidup lain. Namun, jika kita kaji keseluruhan pemikiran di balik definisi para ulama tersebut, kita dapati
beberapa orientasi yang berbeda. Maududi lebih mengarahkan kepada kekuasaan Tuhan yang mewarnai
segala aktivitas kehidupan manusia, yang berimplikasi politik. Sheykh Atif al-Zayn dan Sayyid Qutb
lebih cenderung mamahaminya sebagai seperangkat doktrin kepercayaan yang rasional yang implikasnya
adalah ideologi. Sayyid Qutb agak filosofis mengarahkan pada makna worldview sebagai gambaran
tentang wujud. Sedangkan Naquib al-Attas lebih tegas lagi memaknai worldview secara metafisis dan
epistemologis sehingga menjadi cara pandang.

Moralitas dalam Ilmu Ekonomi


Nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah diyakini dengan segenap keimanan,
dimana ia akan menjadi landasan paradigma ekonomi Islam. Nilai-nilai dasar tersebut berdasarkan al-
Quran dan as-Sunnah. Kemudian sebagai ekonomi yang bersifat Rabbani maka Ekonomi Islam
mempunyai sumber “nilai-nilai normatif-imperatif” (meminjam istilah dari Ismail Al Faruqi), sebagai
panduan serta pedoman yang mengikat. Dengan mengakses kepada aturan Ilahiyah (ketuhanan), setiap
perbuatan manusia mempunyai unsur moral, etika, dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas
dari nilai, yang secara vertikal merefleksikan moralitas yang baik, dan secara horizontal memberi manfaat
bagi manusia dan makhluk lainnya. Nilai moral samahah (lapang dada, lebar tangan dan murah hati)
ditegaskan sebagai prasyarat bagi pelaku ekonomi untuk mendapatkan rahmat atau kasih dari Tuhan, baik
selaku pedagang/pebisnis, produsen, konsumen, debitor maupun kreditor.
Prinsip atau nilai sebagai landasan dan dasar pengembangan ekonomi Islam terdiri dari 5 (lima)
nilai universal, yaitu: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan),
3

dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-
teori ekonomi Islam.
Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat muamalah. Kegiatan muamalah merupakan kegiatan-
kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia. Kegiatan ini sama halnya dengan transaksi,
sebagaimana muamalah transaksi juga banyak macamnya salah satunya yaitu sewa menyewa. Kajian
hukum Islam tentang muamalah secara garis besar terkait dengan dua hal. Pertama muamalah yang
berkaitan dengan kebutuhan hidup yang bertalian dengan materi dan inilah yang dinamakan dengan
ekonomi. Sedangkan yang kedua, muamalah yang terkait dengan pergaulan hidup yang dipertalikan oleh
kepentingan moral rasa kemanusiaan dan inilah yang dinamakan sosial.

Moralitas dalam Agama Islam


Moralitas merupakan dimensi nyata yang ada pada kehidupan manusia. Dalam arti moralitas tidak
terdapat dalam kehidupan binatang. Moralitas merupakan salah satu ciri yang memebdakan antara
manusia dan binatang. Hal ini dapat dilihat pada tahap eksadaran yang ada, manusia memiliki kesadaran
bertindak sedangkan hewan bertindak sesuai dengan hukum alam atau insting.
Kesadaran bertindak sangat erat kaitannya dengan hati nurani. Hati nurani adalah “instansti”
dalam diri kita yang menilai moralitas perbuatan-perbuatan kita, secara langsung, kini dan disini. Dengan
hati nurani dimaksudkan sebuah bentuk penghayatan tentang baik dan buruk suatu perbuatan konkret.
Hati nurani memerintahkan untuk melakukan atau melarang melakukan suatu perbuatan kini dan disini.
Tidak mengikuti hati nurani berarti mengkhianati dan menghancurkan integritas pribadi dan martabat
terdalam diri kita sendiri. Dengan kata lain hati nurani adalah kesadaran moral. Hati nurani merupakan
pembimbing perbuatan-perbuatan dibidang moral.
Setiap agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para
penganutnya. Ada dua macam ajaran moral dalam agama. Pertama, ajaran moral yang berbicara secara
mendetail dan hanya mengikat suatu agama, suatu misal ajaran tentang makanan haram, puasa dans
ebagainya. Kedua, ajaran yang lebih bersifat umum dan berlaku lintas agama. Suatu misal ajaran tentang
larangan membunuh, jangan berbohong, jangan berzina dan sebagainya.
Moralitas Islam sebagaimana yang telah bicarakan pada pembahasan sebelumnya, dapat
membawa pada terealisasinya apa yang seharusnya menjadi pandangan hidup atau obsesi seorang
muslim, yaitu falah. Falah akan tercapai jika terdapat basis ketentuan atau aturan yang mendukung. Yang
dimaksud dengan basis ketentuan di sini adalah segala sesuatu yang menjadi persyaratan bagi
implementasi dan pendukung optimalisasi pencapaian falah dimaksud.

Iman dan Kehidupan Ekonomi


Aktivitas ekonomi dalam bingkai akidah maksudnya adalah usaha yang dilakukan oleh seorang
4

muslim harus dimaknai dalam rangka ibadah dan sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt.
Kesadaran dan kemampuan memaknai segala aktivitas ekonomi sebagai taqarrub ialllah akan melahirkan
sikap tawakal, ikhlas, sabar, qana’ah dan isti’anah (memohon pertolongan Allah) baik dengan solat
maupun berdoa, sehingga segala usaha yang dilakukannya tidak pernah terputus dangan Allah.
Sedangkan aktivitas ekonomi dalam bingkai syariah (menurut aturan Allah) maksudnya adalah,
dalam melakukan aktivitas ekonomi (Amal al-Iqtishadi) seseorang harus menyesuaikan diri dengan aturan
Al-Quran dan hadis. Memang harus diakui, bahwa Al-Quran tidak menyajikan aturan yang rinci tentang
norma-norma dalam melakukan aktivitas ekonomi. Tetapi hanya mengamanatkan nilai-nilai (prinsip-
prinsip)-nya saja. Sedangkan hadis Nabi saw. pun hanya menjelaskan sebagian rincian
operasionalisasinya, sementara aktivitas ekonomi dengan segala bentuknya senantiasa berkembang
mengikuti perkembangan zaman dan tingkat kemajuan kebudayaan manusia. Sehingga, semakin
berkembang kebudayaan manusia semakin banyak jenis muamalah yang muncul. Meskipun demikian,
tentu tidak berarti bahwa nilai-nilai atau norma Islam luput dari persoalan ekonomi yang berkembang di
zaman kontemporer, sekarang dan yang akan datang.

Islam dan Akal Manusia


Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian, bukan berarti akal diberi
kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal
sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Allah swt,
dalam permasalahan apa pun. Akal adalah nikmat besar yang Allah swt titipkan dalam jasmani manusia.
Akal merupakan salah satu kekayaan yang sangat berharga bagi diri manusia. Keberadaannya membuat
manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan Allah. Bahkan tanpa akal manusia tidak ubahnya
seperti binatang yang hidup di muka bumi ini. Dengan bahasa yang singkat, akal menjadikan manusia
sebagai makhluk yang berperadaban. Tetapi meskipun demikian, akal yang selalu diagungagungkan oleh
golongan pemikir sebut saja golongan ra'yu atau mu'tazilah juga memiliki keterbatasan dalam fungsinya.
Akal itu adalah sebuah timbangan yang cermat, yang hasilnya adalah pasti dan dapat dipercaya.
Khaldun menjelaskan mempergunakan akal itu menimbang soal-soal yang berhubungan dengan keesaan
Allah swt, atau hidup di akhirat kelak, atau hakikat kenabian (nubuwah), atau hakikat sifat-sifat
ketuhanan atau halhal lain di luar kesanggupan akal, adalah sama dengan mencoba mempergunakan
timbangan tukang emas untuk menimbang gunung. Ini tidaklah berarti bahwa timbangan itu sendiri tidak
boleh dipercaya. Soal yang sebenarnya ialah bahwa akal itu mempunyai batas-batas yang dengan keras
membatasinya; oleh karena itu tidak bisa diharapkan bahwa akal itu dalam memahami Allah swt dan
sifat-sifatnya.
Akal akan mempertimbangkan hal-hal yang dilihat atau didengar lewat indera penglihatan atau
pendengaran. Ini berarti bahwa akal dapat berfungsi setelah ada informasi yang bersifat empirik dari
5

indera yang lain. Lalu bagaimana dengan fungsi akal untuk memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak?
hal-hal yang bersifat ghaib? Mempertimbangkan bahwa akal dapat berfungsi ketika ada informasi yang
bersifat empirik dari panca indera yang lain, ini berarti akal akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk
hal-hal yang bersifat dapat diraba dan didengar. Adapun untuk hal-hal yang bersifat ghaib atau abstrak
diperlukan petunjuk khusus, yakni wahyu (agama). Dengan begitu, meskipun di dalam al-Qur'an sangat
ditekankan pada penggunaan akal dalam setiap persoalan, namun di sisi lain akal sangat membutuhkan
wahyu (agama) atau lebih tepatnya religiusitas dalam menimbang hal-hal yang bersifat abstrak (ghaib).
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal, sehingga
akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang
kehilangan akal maka hukum-pun tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak
terkena beban apapun. Di dalam Islam, dalam menggunakan akal mestilah mengikuti kaedah-kaedah yang
ditentukan oleh wahyu supaya akal tidak terbabas, supaya akal tidak digiring oleh kepentingan, sehingga
tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, sehingga tidak menjadikan musuh
sebagai kawan dan kawan pula sebagai musuh.
Meskipun demikian, akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki kemampuan dan
kapasitas yang terbatas. Oleh karena itulah, Allah SWT menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing
manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya,
ketika ia melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.

Daftar Pustaka
Amin, Muhammad, “Kedudukan Akal dalam Islam”, Jurnal Tarbawi Jurnal Pendidikan Agama Islam,
(Vol. 3 No. 1, Januari-Juni 2018).
Zarkasyi, Hamid Fahmy, “Worldview Islam dan Kapitalisme Barat”, Jurnal Tsaqafah, (Vol. 9, No. 1,
April 2013).
Mursal dan Suhadi, “Implementasi Prinsip Islam dalam Aktivitas Ekonomi (Alternatif Mewujudkan
Keseimbangan Hidup)”, Jurnal Penelitian, (Vol. 9, No. 1, Februari 2015).
Adinugraha, Hendri Hermawan, “Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam”, Jurnal Media Ekonomi
& Teknologi Informasi, (Vol.21 No. 1 Maret 2013).

Collected by Muharrik Fitragara Fachreza


087778963259
6

FILOSOFI ILMU EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan


Ekonom Islam modern seperti Khurshid telah mengembangkan pendekatan multidisiplin dan
multidimensi yang membentuk landasan konseptual ekonomi Islam di mana standar etika dan moral Islam
terintegrasi dengan kuat dengan motif ekonomi. Berlawanan dengan ekonomi konvensional, pendekatan
Islam modern ini menghadirkan visi sosio-etis ekonomi untuk memecahkan masalah ekonomi manusia
(Bhat, 2016). Ekonomi Islam modern bertujuan untuk mengembangkan sistem baru berdasarkan fitur-
fitur berikut:
a. Ekonomi Islam adalah sub-sistem dari domain agama Islam yang lebih besar, karena sumbernya
berasal dari sumber fundamental Islam.
b. Ekonomi Islam mengatur segala aspek ekonomi dan kegiatan seperti pada sistem ekonomi yang
berlaku.
c. Mewajibkan individu untuk membatasi pilihan mereka dalam batasan etika Islam.

Khurshid mendefinisikan bahwa ekonomi Islam berkaitan dengan masalah ekonomi manusia
dari perspektif baru, menguraikan pendekatan untuk memecahkan masalah masyarakat yang
memanfaatkan sumber-sumber agama, budaya dan tradisi Islam, meskipun juga terdapat pembelajaran
dari seluruh pengalaman yang terjadi masa lalu dan saat ini. Keunikan pendekatan Islam terletak pada
integrasi aspek moral dan material, spiritual dan duniawi, etis dan sosial-fisik kehidupan. Islam
menekankan pengembangan kemanusiaan dengan nilai-nilai sosial, bukan hanya perkembangan
materialistis (Bhat, 2016).
Pernyataan Khurshid tentang ekonomi Islam didasarkan pada aksioma konseptual yang
sepenuhnya berbeda dari kapitalisme dan sosialisme, yaitu:
a. Tauhid (persatuan dan kedaulatan Allah).
b. Rububiyyah (bahwa Allah adalah penyedia dan penopang ciptaan).
c. Khilafah (manusia sebagai wakil Allah dan bertanggung jawab di depan Allah).
d. Tazkiyah (pemurnian, pengorbanan, amal, yaitu infak).
Pandangan dunia Islam didasarkan pada aksioma tauhid, yaitu monoteisme absolut adalah inti
dari Islam; keyakinan bahwa Allah adalah Mahakuasa, Tuhan yang Maha Segalanya, pencipta dan
penopang dunia. Aksioma ini berkorelasi dengan aksioma kesetaraan selanjutnya; semua manusia adalah
ciptaan-Nya dan setara secara inheren. Aksioma selanjutnya dari Rububiyyah yang mengacu pada
pengaturan Ilahi untuk makanan, rezeki dan mengarahkan hal-hal menuju kesempurnaan mereka.
Khilafah menjelaskan bahwa manusia adalah khalifah dan wali dari karunia-karunia Allah dalam
penciptaan, dan memegang posisi sentral di bumi ini. Semua manusia sama dalam esensi mereka dan
7

manusia bertanggung jawab untuk membangun perdamaian, keadilan, kemakmuran dan ketenangan di
bumi, ia bertanggung jawab atas perbuatannya di hadapan Tuhan. Khilafah termasuk konsepsi solidaritas
universal, penerapan sumber daya sebaik mungkin dan memiliki kebebasan untuk menjalankan kehidupan
pribadinya. Aksioma tazkiyah berkaitan dengan dan pertumbuhan menuju kesempurnaan melalui
pemurnian, pengorbanan, amal yaitu infak. Aksioma ini mengarahkan individu ke arah pengembangan
diri, yang mengarah pada kemakmuran dalam dimensi ekonomi dan sosial secara harmonis. Hasil
tazkiyah adalah falah, kemakmuran di dunia dan akhirat.

Metodologi Pembentukan Ekonomi Islam


Metodologi ekonomi merupakan sesuatu yang menjadi perhatian luas di antara para ekonom
pada tahun 1970-an dan mengalami perkembangan pada tahun 1980-an, yang mana ia telah menjadi sub
disiplin yang dikenal dalam ekonomi (Backhouse, 1994: 4). Ini membawa perdebatan baru tentang
bagaimana ekonomi akan didekati dan bagaimana teorinya dan kemudian pada tubuh pengetahuan akan
dibangun (Furqani & Haneef, 2015).
Metodologi tidak dapat diartikan sebagai metode, prosedur teknis atau pendekatan untuk
pemodelan, melainkan metodologi adalah studi tentang alasan di balik prinsip-prinsip di mana berbagai
jenis proposisi diterima atau ditolak sebagai bagian dari tubuh pengetahuan yang tertata secara umum
ataupun khusus (Machlup, 1978). Studi metodologis akan memberikan argumen serta alasan yang
rasional untuk mendukung berbagai preferensi yang diberikan oleh para ilmuan untuk membentuk
konsep, membangun model, merumuskan hipotesis dan menguji teori (Machlup, 1978).
Oleh karenanya, pembentukan metodologi akan menjadi (1) serangkaian kriteria, aturan, prinsip,
standar, rasionalisasi, argumen dan justifikasi untuk penilaian teori, juga menguji dan membuktikan
keandalan teori itu, sehingga dapat dibedakan antara teori yang valid dan yang tidak valid (Fox 1997);
dan (2) metode, teknik atau langkah-langkah prosedural yang diperlukan untuk menilai dan membenarkan
teori yang muncul jauh setelah kriteria dan argumen ditetapkan dengan jelas.
Ekonomi Islam merupakan disiplin baru, oleh karenanya studi metodologi memainkan peran
dalam pengembangan disiplin itu sendiri. Selain itu, jika sebagian besar ekonom Islam mengklaim bahwa
teori ekonomi konvensional di-implementasikan tidak sesuai dengan nilai dan prinsip Islam, maka tugas
kita adalah mengembangkan teori ekonomi Islam yang sesuai dengan nilai dan prinsip Islam (Furqani &
Haneef, 2015). Tanpa adanya metodologi yang tepat, ekonomi Islam tidak dapat dijalankan dengan tepat.
Berdasarkan Furqani & Haneef (2015), terdapat tiga jenis pendekatan metodologi dalam
pembentukan ekonomi Islam, yaitu:
1. Penggunaan metodologi ushul al-fiqh yang diterapkan dalam ekonomi.
2. Penggunaan pluralitas metodologi dengan memanfaatkan berbagai metodologi yang
dikembangkan dalam tradisi barat dan Islam.
8

3. Metodologi arus utama ekonomi positif konvensional yang diterapkan dalam kasus-kasus Islam.

Tipe I: Ushul al-Fiqh sebagai Metodologi Ekonomi Islam


Ushul al-fiqh atau metodologi menurunkan aturan (ahkam) yang digunakan dalam diskusi
ekonomi Islam untuk mengembangkan ekonomi Islam. Hal ini datang dari pemahaman bahwa sifat
ekonomi Islam sama dengan fiqh al-mu'amalah. Addas (2008) mengungkapkan bahwa ekonomi Islam
tidak lebih dari hasil penerapan aturan dan perintah Islam, yaitu memasukkan fiqh ke dalam struktur
ekonomi sekuler yang lazim untuk memisahkan hal-hal yang sesuai dan tidak sesuai dengan prinsip Islam
seperti yang terjadi pada praktik ekonomi dan bisnis saaat ini.
Ekonom Islam dapat menggunakan ushul al-fiqh sebagai metodologi mereka dan juga sebagai
upaya untuk mengidentifikasi dan membangun tatanan ekonomi yang sesuai dengan Al Quran dan tradisi
Islam dengan menemukan teori dalam teks (nusus) dan memperoleh aturan umum serta prinsip-prinsip
dalam membangun teori dan sistem ekonomi Islam yang konsisten (Yalcintas, 1987).
Pendekatan yang dapat dilakukan bisa seperti para fuqaha’ (ahli hukum) mempraktikkan upaya
untuk membangun al-qawa’id al-fiqhiyyah (prinsip hukum) yang menjadi sumber derivasi teori ekonomi
(Hasanuzzaman, 2007). Gagasan metodologi ekonomi Islam mencerminkan bahwa teori ekonomi Islam
kontemporer masih didominasi oleh fiqh. Namun, sangat disayangkan hampir semua gagasan metodologi
tersebut didefinisikan secara sempit sebagai hukum (Furqani & Haneef, 2015). Oleh karena itu,
penggunaan metodologi tidak dapat berfokus pada ekonomi Islam sebagai ilmu sosial. Ekonomi Islam
secara longgar dipandang sebagai fiqh-nomics yang disamakan dengan fiqh atau cabang ilmu fiqh. Hal
tersebut tentunya tidak tepat, mengingat kedua subjek memiliki subjek yang berbeda. Fiqh (seperti yang
umum dipahami) mempelajari aturan praktis dan hukum yang melekat pada tindakan manusia (ahkam al-
syari'ah) seperti kewajiban (wujub), larangan (hazr), pengabaian (ibaha), rekomendasi (nadb), atau
celaan (karaha) dan sejenisnya (Moad, 2007). Di sisi lain, ekonomi Islam membahas perilaku manusia
yang jauh lebih luas. Hal ini digunakan sebagai upaya untuk menemukan cara dan alat yang cocok untuk
menganalisis masalah ekonomi dan untuk mengetahui penyebab, konsekuensi, dan solusi dalam
kehidupan praktis. Ekonomi Islam mencakup dimensi normatif dan positif dari analisis dan kebijakan
ekonomi.
Selanjutnya, berbicara tentang metodologi, ushul fiqh tidak benar-benar sesuai untuk menjadi
metodologi ekonomi Islam. Ushul al-fiqh sebagai metodologi bertujuan untuk memberikan standar dan
kriteria pengurangan aturan fiqh dari sumber-sumber syariah (Kamali, 1989). Objek studi ushul al-fiqh
adalah tata cara Ilahi atau bukti syariah yang merujuk pada Al Quran dan Sunnah serta dari ‘aql (alasan)
dalam menyelesaikan kasus yang secara eksplisit tidak ditunjukkan oleh sumber-sumber utama.
Sementara pengalaman, adat istiadat, dan kepentingan publik juga diambil melalui perumusan yuristik,
analisis yang mendalam dan tidak diuraikan dengan baik dalam ushul al-fiqh seperti yang dilakukan
9

dalam ilmu sosial. Metodologi ekonomi Islam, akan berkaitan dengan ketiga sumber pengetahuan
tersebut, yaitu: doktrinal-wahyu, penalaran intelektual dan observasi faktual secara menyeluruh. Objek
penelitiannya akan mencakup spektrum luas (wahyu) dan perilaku aktual manusia dalam membuat pilihan
dan keputusan dalam memecahkan masalah ekonomi. Metodologi ini tidak hanya mencoba untuk
menyelidiki kerangka kerja ideal tentang bagaimana masalah ekonomi harus dipecahkan, tetapi juga
menyelidiki cara terbaik untuk menyelesaikannya. Sementara, dimensi studi empiris ini, tidak benar-
benar dijabarkan dalam ushul fiqh (Furqani & Haneef, 2015).
Dengan keterbatasan dalam lingkup penyelidikan metodologis, maka metodologi ushul al-fiqh
bukanlah metodologi yang tepat dalam memahami realitas praktis dari fenomena ekonomi. Oleh karena
itu, metodologi ini tidak siap disubstitusi untuk mengatasi kekurangan metodologi BaraT. Al-Faruqi
(1987) melihat ketidakcukupan ini berasal dari dua kecenderungan yang bertentangan secara diametris
pada metodologi ushul al-fiqh, yaitu; (1) kecenderungan untuk membatasi bidang ijtihad ke penalaran
legalistik, yaitu memasukkan masalah-masalah modern di bawah kategori-kategori hukum, sehingga
mengurangi mujtahid (yang juga harus mencakup ekonom) menjadi seorang faqih (ahli hukum), dan
mereduksi ilmu pengetahuan menjadi ilmu hukum, dan (2) kecenderungan untuk menghilangkan semua
kriteria dan standar rasional dengan mengadopsi metodologi yang murni intuitif dan esoterik, atau
membatasi metodologi untuk studi teks bahasa, tradisi dan yurisprudensi ortodoks.
Dalam mengembangkan ekonomi Islam, kita harus fokus pada implikasi dari aturan dan regulasi
terhadap sistem ekonomi secara keseluruhan. Hal ini perlu ditekankan dan mendapat perhatian yang
cukup, seperti halnya pada praktik perbankan dan keuangan Islam kontemporer.

Tipe II: Pluralisme Metodologi dalam Ekonomi Islam


Bagi para ekonom Islam, seruan untuk pluralitas metodologi datang dari fakta bahwa
epistemologi Islam mengakui berbagai sumber pengetahuan dari mana teori dapat dinilai. Siddiqi (2001)
menyatakan bahwa tradisi Islam dalam ekonomi selalu bebas dari formalisme, berfokus pada makna dan
tujuan dengan metodologi yang fleksibel dan harus membuka kontribusi untuk mewujudkan visi Islam
tentang kehidupan yang baik. Selain itu, ekonomi Islam memiliki tugas yang lebih besar dan lebih sulit
daripada ekonomi konvensional, yaitu tujuan untuk memajukan kesejahteraan manusia, bukan hanya
menjelaskan, memprediksi atau membujuk (Chapra, 1996).
Sebelum menerima tesis pluralisme metodologi, terdapat beberapa hal yang perlu dijawab, yaitu
apakah epistemologi Islam benar-benar mengakui pluralisme metodologi atau hanya mengakui
kemungkinan metodologi plural? Metodologi Islam didasarkan pada epistemologi yang secara
fundamental berbeda dengan epistemologi ekonomi dominan. Metodologi ekonomi konvensional
dikembangkan dari pandangan sekuler yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan. Dalam
metodologi Islam, agama tidak hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi dasar dan
10

pondasi epistemologisnya. Pemisahan agama dalam landasan epistemologi menyiratkan perbedaan


perkembangan metodologi. Berkenaan dengan pluralisme metodologi dalam ekonomi, tidak ada posisi
yang jelas apakah dimasukkannya sumber-sumber agama dalam metodologi ilmiah dapat diterima sebagai
bagian dari pluralisme metodologi. Pluralisme tampaknya masih dicari di dalam ranah epistemologis
manusia tanpa campur tangan Ilahi.
Sejauh menyangkut metodologi Islam, ada beberapa kelemahan dan keterbatasan metode
tersebut, yang entah bagaimana tidak dapat diterima dalam metodologi Islam. Masalah-masalah seperti
(1) pengikut ketat ilmuwanisme, empirisme, dan materialisme berpendapat bahwa tidak ada yang nyata di
luar materi dan fenomena yang diamati; (2) mereka percaya bahwa hanya fenomena yang teramati
(eksternal) yang benar, terlepas dari moral atau etika benar atau salah, baik atau buruk; (3) ini karena
sains tidak dapat memberikan jawaban (atau pada tingkat yang lebih rendah tidak peduli) terhadap
masalah moral dan etika yang berada di luar ranah ilmiah; dan (4) sains tidak sepenuhnya objektif, netral,
dan bebas nilai seperti anggapan sebagian besar orang (Ahmad dan Ahmad, 2004).
Pluralisme metodologi mungkin mengakui keterbatasan itu, tetapi tidak ada posisi konklusif
yang harus diambil karena mungkin mencerminkan absolutisme metodologi. Mereka benar dalam kriteria
masing-masing, dan mereka salah dalam kriteria masing-masing, Oleh karenanya, hal tersebut harus
diterima sebagai bagian dari pluralisme metodologis. Furqani & Haneef (2015), menyatakan bahwa
argumen pluralisme metodologi tidaklah masuk akal. Metodologi Islam mengakui dan mempromosikan
multiplisitas (pluralitas) metode dalam penyelidikan ilmiah, yang mana hal itu tidak benar-benar
mempromosikan pluralisme metodologi. Sebaliknya, ia mempromosikan penyatuan metodologi
(metodologi tauhid).
Epistemologi Islam memberikan kesetaraan pada semua metode penyelidikan, dan tauhid
menetapkan kerangka etika dan nilai-nilai serta arah dan tujuan yang memastikan berbagai metode yang
saling melengkapi dan akan diintegrasikan menjadi satu. Berbagai metode tersebut digunakan untuk
memperoleh pemahaman dan interpretasi yang koheren dari kenyataan, daripada hanya melihatnya
sebagai teori yang bertentangan dengan kebenaran. Hal tersebut disebabkan karena mereka terikat dalam
tujuan dan arah terpadu untuk mencapai kebenaran tertinggi (al-haqq), yang merupakan penyatuan
beberapa kebenaran, yaitu kebenaran obyektif, kebenaran logis, dan kebenaran wahyu (Bakar, 1984).

Type III: Metodologi Islamisasi Ekonomi (Islamization of Economics)


Pendekatan ketiga adalah metodologi dalam proyek Islamisasi ekonomi ketika para ekonom
mencoba untuk berinteraksi dan mengintegrasikan ekonomi dengan prinsip-prinsip Islam. Program ini
adalah bagian dari proyek Islamisasi pengetahuan yang berupaya menyusun kembali seluruh warisan
pengetahuan dari perspektif Islam dengan mengadopsi konsep terbaik yang ditawarkan konvensional,
kemudian mengilhami hal-hal ini dengan prinsip Islam, dan mengembangkannya dengan nilai-nilai Islam
11

(Bennet, 2005).
Perkembangan ekonomi Islam sebagai suatu disiplin tidak akan dimulai dari awal. Sebaliknya ia
akan memanfaatkan perkembangan ekonomi (teori dan metodologi) yang relatif lebih maju dan berupaya
membuatnya kompatibel dengan kerangka atau prinsip-prinsip Islam. Selain itu, terdapat beberapa
kesamaan antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam. Terdapat beberapa teori konvensional yang
dapat diterima, selama teori tersebut tidak bertentangan dengan struktur logis dari pandangan dunia Islam
(Chapra, 1984), atau teori yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, dan harus
dievaluasi dalam kerangka Islam menggunakan kriteria Islam (Haneef, 1997).
Secara konseptual, IOE tampaknya dipahami dengan cara yang sangat dangkal, menjaga
sebagian besar asumsi ekonomi konvensional dan nilai-nilai yang mendasarinya. Kemudian
menggunakan penambahan awalan Islam pada setiap konsep atau teori dilakukan untuk mencerminkan
internalisasi nilai-nilai Islam. Terdapat beberapa respon dari ekonom Islam, diantaranya menyesalkan
sikap tidak kritis yang banyak menggunakan asumsi dasar dari teori konvensional.
Pendekatan sederhana dalam program Islamisasi ekonomi menempatkan ekonomi Islam dalam
jangkauan wacana modernis Barat dalam hal kepedulian dan metodologi teoretis. Oleh karenanya, hal
tersebut tidak dapat dikembangkan sebagai alternatif baru yang lebih baik. Saat ini, pengembangan
ekonomi Islam lebih banyak memasukkan batas-batas teori neoklasik dengan beberapa penyesuaian untuk
memasukkan ajaran atau norma dan nilai yang mencerminkan persyaratan tertentu dari Islam (Haneef:
1997).
Ekonomi Islam yang diharapkan mampu menjadi disiplin ilmu yang berbeda, yang dapat
menganalisis ekonomi menggunakan filosofi, konsep, kerangka kerja dan metode analisis yang berbeda
seperti yang dimaksudkan oleh proyek Islamisasi pengetahuan, malah hampir menjadi sub-disiplin
neoklasik konvensional. Alih-alih menentang paradigma yang ada, ia berusaha untuk membenarkan
praktik ilmiah dan melegitimasi apa yang telah terjadi atas nama Islam (studi kasus). Lawson (2003)
mengatakan bahwa praktik metodologi ekonomi Islam saat ini menerima keilmuan ekonomi yang ada
dengan praktik yang membenarkan dan memperjelas rasionalitas atas apa yang terjadi, bukannya
berusaha menerapkan konsepsi ekonomi Islam yang tepat.

Konsep Hadd Dan Fasl Huquq Vs Self Interest


Ekonomi mainstrem mengasumsikan bahwa umumnya manusia mengejar kepentingannya
sendiri (self-interest). Fungsi dan tujuan manusia tidak lain adalah untuk menjaga keberlangsungan
hidupnya (Fromm, 1990). Kepentingan diri sendiri memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk
otonom yang mengukur nilai pada tingkat dorongan, keinginan, dan preferensi pribadi (Ryan, 2003). Sen
(1990) menggambarkan struktur perilaku mementingkan diri sendiri menjadi tiga karakteristik yang
berbeda dan pada dasarnya bersifat independent, yaitu:
12

1) Self-centered welfare: kesejahteraan seseorang hanya bergantung pada konsumsinya sendiri (dan
khususnya tidak melibatkan simpati atau antipati terhadap orang lain).
2) Self-welfare goals: tujuan seseorang adalah memaksimalkan kesejahteraannya sendiri (tidak
melibatkan dan mengaitkan kepentingan dengan kesejahteraan orang lain).
3) Self-goal choice: setiap pilihan seseorang diikuti oleh tujuan tertentu (dan khususnya, tidak
dibatasi oleh adanya ketergantungan atau hubungan timbal balik, karena masing-masing mengejar
tujuan mereka).

Ekonomi Islam mengakui adanya kepentingan individu sebagai bagian dari sifat manusia, tetapi
tidak menganggapnya sebagai konsep absolut untuk menjelaskan motif perilaku manusia. Hal ini karena
kepentingan pribadi individu tidak eksklusif dan tentunya semua makhluk (masyarakat, hewan,
tumbuhan, dan makhluk lain) memiliki kepentingan dan haknya masing-masing. Konsep huquq dapat
menjelaskan hubungan manusia dan alam dengan lebih baik dan secara tepat meletakkan landasan etis
dalam hubungan ini dalam kerangka Islam (Furqani, 2015).
Huquq atau dalam bentuk tunggal haqq berarti kebenaran, nyata, kepastian (al-tsubut), benar,
klaim (al-nasib wa al-haz), kewajiban dan tanggung jawab (al-wujub, al-mas'uliyyah) (Sharbasi, 1981).
Makna-makna tersebut menandakan dua dimensi huquq. Pertama, huquq berarti hak dan tanggung jawab
atau kewajiban (sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an 6: 141; 51:19; 70:24-25). Hal ini menyiratkan
bahwa manusia memiliki hak (ikhtisas hajiz) yang berbentuk kekuasaan, namun ia juga memiliki
tanggung jawab atau kewajiban (al-wujub). Kedua, huquq juga menyiratkan bahwa hak harus diarahkan
kepada nilai atau tujuan yang lebih tinggi, seperti keadilan (‘adl), kebenaran (ihsan) dan maslahah
(menguntungkan).
Beberapa perbedaan konseptual dan implikasinya dalam mengembangkan dua konsep tersebut
adalah sebagai berikut: Pertama, konsep kepentingan pribadi didasarkan pada unitary self-view,
sedangkan konsep huquq didasarkan pada holistik dan integrated self-view. Manusia dianggap sebagai
makhluk otonom yang mengukur nilai pada tingkat impuls pribadi, keinginan dan preferensi untuk semua
aktivitasnya (Ryan, 2003). Manusia adalah pusat dari semua makhluk yang terisolasi, bercerai dan
terputus dari sumber Ilahi dan tidak bertanggung jawab kepada siapa pun kecuali dirinya sendiri, terlepas
dari unsur eksternal (masyarakat, lingkungan, dan bahkan Tuhan). Manusia dalam unitary self-view
memiliki satu identitas tunggal, baik identitas individu (seperti dalam kapitalisme) maupun identitas
sosial (seperti dalam sosialisme).
Konsep huquq menjunjung tinggi pandangan individu yang holistik atau terintegrasi (Furqani,
2015). Karena dirinya terdiri dari tubuh fisik (jism), roh (ruh), jiwa (nafs), hati (qalb) dan kecerdasan
('aql), serta memiliki kehendak bebas untuk memilih perilaku positif atau negatif. Seseorang juga
memiliki identitas ganda, yakni sebagai individu dan makhluk sosial. Hal ini menunjukkan bahwa
13

seorang individu, walaupun memiliki kapasitas dan kecenderungan untuk memenuhi minatnya sendiri,
pada saat yang sama juga memiliki kecenderungan dan kapasitas untuk mengejar kepentingan masyarakat
karena ia adalah makhluk sosial. Dengan kata lain, naluri yang melayani kebajikan manusia,
pengorbanan, kedermawanan, dan berbagi adalah sesuai dengan perasaan agresivitas manusia, akuisisi
material, keegoisan, dan egoisme (Azzam, 1993).
Kedua, perilaku manusia dalam konsep self-interest adalah kesatuan dan statis, sedangkan
konsep huquq bermaka timbal balik dan dinamis. Perilaku individu dalam konsep self-interest memiliki
motif satu arah. Artinya, individu yang dimotivasi oleh kepentingannya sendiri akan memaksimalkan
utilitasnya sendiri demi mencapai kepuasannya sendiri, bahkan dengan mengorbankan kepentingan orang
lain. Hal seperti ini tersirat dalam prinsip Optimalitas Pareto, yang dipandang sebagai sesuatu yang
dieksploitasi untuk keinginan atau kepuasan individu.
Dalam konsep huquq, perilaku individu dipandang dalam perspektif terintegrasi yang memiliki
hubungan dua arah (timbal balik). Semua makhluk dalam pandangan dunia Islam memiliki huquq
tertentu. Huquq ini adalah hak diri (alami) bawaan yang harus dihormati oleh makhluk lain dan
merupakan tanggung jawab inheren. Konsep huquq memandang perilaku individu tidak hanya termotivasi
oleh kepentingan pribadi (menuntut dan mendapatkan lebih banyak hak seseorang), tetapi juga oleh
kewajiban diri dan pengorbanan diri kepada masyarakat dan alam dengan memberi, merawat,
mempertahankan dan mengembangkannya. Hak dan kewajiban ini merupakan hal mendasar dalam Islam
yang berkaitan dengan urusan ekonomi dalam alokasi sumber daya, serta dalam membuat pilihan dan
keputusan di tingkat mikro dan makro (Furqani, 2015).

Pentingnya Worldview Dalam Pengetahuan


Untuk pengembangan ekonomi Islam, pergeseran terminologi juga merupakan bagian dari
pergeseran paradigma dari ekonomi konvensional. Hal ini disebabkan oleh banyaknya konsep dalam
pengetahuan yang merupakan refleksi dari worldview yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam konsep
worldview lain (Acikgenc, 1996). Mirakhor (2007) juga mencatat bahwa paradigma ekonomi Islam akan
berhasil dibangun, dan mampu menjadi solusi masalah masyarakat, ketika analisis bahasa yang jelas dan
ketat dikembangkan. Hal ini berangkat dari keyakinan bahwa bahasa pada dasarnya dibatasi oleh budaya
dan sistem nilai. Bahasa adalah ekspresi eksternal yang mewakili pandangan orang.
Istilah-istilah ekonomi konvensional dari rasionalitas, kepentingan pribadi, maksimisasi utilitas,
kebebasan, kelangkaan, dan persaingan tidak hanya bebas dari nilai. Mereka muncul dalam lingkungan
budaya tertentu, tradisi intelektual dan konteks atau zaman historis dan telah dikembangkan untuk
mempromosikan worldview tertentu yang mencerminkan konsep kapitalis tertentu dari realitas ekonomi.
Oleh karena itu, mereka unik untuk sistem pemikiran tertentu, sarat nilai, memiliki implikasi moral dan
etika dan mungkin tidak relevan dengan nilai atau tradisi Islam. Hal ini dikembangkan dalam tradisi
14

ekonomi konvensional, yang menurut Hodgson (1988), memberikan reduksi mekanistik atas realitas atau
sistem penjelasan teleologis--suatu upaya yang telah banyak dikritik karena ketidakmampuan dan
ambiguitasnya untuk menjelaskan kenyataan. Meskipun sekarang diakui bahwa kenyataan jauh lebih
kompleks, heterogen, beragam, dan canggih, bahasa ekonomi dikembangkan dengan cara yang sederhana,
sempit, dan reduksionis yang akan mencegah interpretasi realitas yang komprehensif (Lawson, 2003).
Oleh karena itu, dalam kasus ekonomi Islam, kita melihat bahwa dalam beberapa aspek
signifikan, tidak memadainya bahasa asing (Inggris) dalam menjelaskan sifat perilaku manusia. Jika
komunitas intelektual tidak mampu memodifikasi atau mengganti istilah-istilah Barat dengan istilah-
istilah Islam, kerangka analisis ekonomi Islam mungkin saja disebut menyesatkan. Dalam jangka panjang,
perlu upaya yang dilakukan dalam mengembangkan bahasa yang lebih komprehensif (yang
menggambarkan sifat, kecenderungan dan kebutuhan manusia) dan universal (dapat diterapkan untuk
semua manusia) dan pada saat yang sama juga dapat membimbing umat manusia ke arah yang benar
sesuai dengan perspektif Islam. Dalam perspektif ini, para sarjana, seperti Al-Faruqi (1986) dan Al-Attas
(1995) merekomendasikan untuk memperkenalkan kembali istilah-istilah dan konsep kunci Arab-Islam
dalam wacana tentang Islam dalam bahasa Inggris. Istilah-istilah ini dapat dengan tepat mencerminkan
pandangan dunia Islam (pandangan filosofis), karakter pengetahuan Islam dan menjelaskan tujuan-tujuan
Islam. Secara umum, ini akan menjadi upaya minimum, untuk mengislamkan ulang dan melawan
gelombang pasang sekularisasi pikiran Muslim.
Ini dapat dilakukan dengan melihat kembali terminologi Al-Qur'an dan dengan menyelidiki
warisan intelektual Islam (turath) untuk melihat istilah-istilah kunci yang digunakan, dan pada saat yang
sama, menampilkan kembali seluruh kearifan Islam saat ini agar bahasanya dapat dipahami (Nasr, 1967).
Istilah Al Quran berpotensi menjadi istilah atau konsep utama ekonomi Islam, tidak hanya karena dapat
dijelaskan secara komprehensif, tetapi juga mewakili identitas berbeda dari ekonomi Islam. Menurut
Izutsu (2002), Al-Quran memiliki sistem kemandirian kata-kata di mana semua kata, apa pun asal
usulnya, telah diintegrasikan dengan interpretasi sistematis. Pendekatan semantik terhadap Al-Qur'an
dapat digunakan untuk mengembangkan istilah-istilah kunci Islam tentang ekonomi. Analisis semantik Al
Quran harus dipahami secara terstruktur agar dapat dipahami bagaimana konsep dalam Al Quran saling
berkaitan.

Referensi
Bhat, N. N. (2016). The Economic Thougt of Khurshid Ahmad. Turkish Journal of Islamic Economics,
3(2), 1–11.
Furqani, H. (2015). Individual and Society in An Islamic Ethical Framework: Exploring Key
Terminologies and The Micro-Foundations of Islamic Economics. Humanomics, 31(1), 74–87.
https://doi.org/10.1108/H-04-2014-0037
15

Furqani H, Haneef M A (2015). Methodology of Islamic economics: Typology of current practices,


evaluation and way forward. In H A El-Karanshawy et al. (Eds.), Islamic economic: Theory, policy
and social justice. Doha, Qatar: Bloomsbury Qatar Foundation Developing
Hossein Askari, Zamir Iqbal, Noureddine Kricchene, A. M. (2014). Understanding Development in an
Islamic Framework. Journal of Islamic Economic Studies, 22(1), 1–36.
Mohamed, B., Haneef, A., & Furqani, H. (2008). Contemporary Islamic Economics: The Missing
Dimension of Genuine Islamization. Journal of Thoughts on Economics, 19(4).
Zaman, A. (2008). Islamic Economics: A Survey of the Literature.
Zarqa, M. A. (2003). Islamization of Economics: The Concept and Methodology. JKAU, 16(1), 3–42.

Collected by Evi Aninatin Ni’matul Choiriyah


085785728545
16

PENGANTAR ILMU SYARI’AH

Pengertian Syari’ah
Secara etimologis (lughawi) kata ‘syariah’ berasal dari kata berbahasa Arab al syarī’at (‫( ريعةالش‬yang
berarti ‘jalan ke sumber air’ atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi
kehidupan. Secara harfiah kata kerja syara’a berarti menandai atau menggambar jalan yang jelas menuju
sumber air. Dalam pemakaiannya yang bersifat religius, kata syariah mempunyai arti jalan kehidupan
yang baik, yaitu nilai nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konkret,
yang ditujukan untuk mengarahkan kehidupan manusia.
Pengertian Syariah menurut Ashshiddieqy adalah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah
untuk para hamba-Nya dengan perantara Rasullullah, supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar
iman dan takwa, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun yang mengenai akhlak dan akidah,
kepercayaan yang bersifat batiniah. Menurut Agnides, pengertian Syariah ialah sesuatu yang tidak akan
diketahui adanya, seandainya saja tidak ada wahyu ilahi. Fyzee mengemukakan pengertian Syariah yaitu
sebagai berikut, syariat dalam bahasa Inggris disebut Connon of Law yakni keseluruhan perintah Tuhan.
Dimana Tiap-tiap perintah itu dinamakan hukum. Hukum Allah tidak mudah dipahami dan syariah itu
meliputi semua tingkah laku manusia. Pengertian Syariah menurut Hanafi adalah apa (hukum-hukum)
yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang di bawah oleh salah seorang Nabi-Nya, baik
hukum-hukum itu berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut sebagai "hukum-
hukum cabang dan amalan". Oleh karenanya maka dihimpunlah ilmu Fiqih, ataupun mengenai hal yang
berhubungan dengan kepercayaan yaitu yang disebut sebagai "hukum-hukum Pokok" atau keimanan,
yang terhimpun dalam kajian ilmu kalam. Menurut Rosyada, pengertian Syariah ialah menetapkan
norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun
dengan umat manusia lainnya. Zuhdi mengatakan, pengertian Syariah yaitu sebagai hukum yang
ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya untuk Hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar iman
dan takwa, baik yang berkaitan dengan akidah, amaliyah (Ibadah dan Muamalah) dan yang berkaitan
dengan akhlak. Berdasarkan pengertian Syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Syariah
adalah segala apa yang disyariatkan oleh Allah. Baik dengan Al-qur'an maupun dengan Sunnah Nabi
ataupun yang dapat melengkapi semua dasar-dasar agama, akhlak, hubungan manusia dengan manusia,
bahkan meliputi juga apa yang menjadi tujuan hidup dan kehidupan manusia untuk keselamatan dunia
dan akhirat.
17

Ruang Lingkup Syari’ah


Ruang Lingkup Syari’ah meliputi 2 yaitu :
A. Hubungan manusia dengan Allah SWT secara vertikal, melalui ibadah,seperti:
1. Thaharah (Bersuci diri dari kotoran dan najis), tujuan : membiasakan manusia hidup bersih agar
manusia lain merasa nyaman di tengah-tengah kehadirannya;
2. Shalat, tujuan: menanamkan kesadaran diri manusia tentang identitas asal usulnya dari tanah serta
pengualangan janji akan tunduk dan patuh secara sukarela kepada Allah dalam kurun waktu 24 jam
kehidupannya yang dibuktikan dengan tidak melakukan perbuatan merugikan orang banyak
(fahisah) dan lisannya tidak melukai perasaan orang lain (munkar);
3. Zakat, tujuan : membiasakan manusia untuk berbagi dengan manusia lain yang tidak bekerja
produktif (petani, pedagang musiman, tukang becak, dll) yang ada di lingkungan sekitar tempat
tinggalnya;
4. Puasa, tujuan : membiasakan manusia untuk jujur pada diri sendiri dan berempati atas
penderitaan orang lain dengan cara meniru sifat -sifat Allah SWT, seperti sifat Allah SWT yang
tidak pernah makan, minum, dan berkeluarga;
5. Haji, tujuan: mempersiapkan manusia untuk sanggup datang kepada AllahSWT sendiri-sendiri
dengan menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan kekerabatan, jabatan kekuasaan, kecuali amal
perbuatan yang telah dilakukannya.
B. Hubungan manusia dengan manusia secara horizontal (mu’amalat), seperti :
1. Ikatan pertukaran barang dan jasa, tujuan: agar kehidupan dasar manusia yang satu dengan yang
lain dapat tercukupi dengan sportif;
2. Ikatan pernikahan; tujuan: melestarikan generasi manusia berdasarkan aturan yang berlaku;
3. Ikatan pewarisan, tujuan: menjamin kebutuhan dasar hidup bagi anggota keluarga sebagai
tanggungan orang yang meninggal dunia;
4. Ikatan kemasyarakatan, tujuan: agar terjadi pembagian peran dan fungsi social yang seadil-adilnya
atas dasar musyawarah di bawah hukum kemasyarakatanyang dibuat bersama;
5. Ikatan kemanusiaan, tujuan: agar terjadi saling tenggang rasa, karya, dan cipta di antara manusia
yang berkaitan.

Tujuan Syariah
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah
dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam,
yaitu:
18

1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)


Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak
merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih
agama,seperti ayat Al-Quran:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT
telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah,
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash
yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan
dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah
menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut
melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-
orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau diyat
(ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan
hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulangi karena para calon pembunuh
akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa
orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-‘aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk
memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah
satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman
keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
19

Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas
ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah
mengatur hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-
Baqarah [2]: 221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali
dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agamaAllah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]:
2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan
disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam
mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat
kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong
tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena
lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan
dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan
menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian
Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai
tindak pencurian.

Sumber-sumber Syari’ah

Al-Quran
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Selain sebagai sumber ajaran
Islam, Al Quran disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama syarak.
20

Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah
diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah
berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.

Al-Hadits
Hadits terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, di antaranya adalah:
• Sahih
• Hasan
• Daif (lemah)
• Maudu' (palsu)
Hadis yang dijadikan acuan hukum hanya hadis dengan derajat sahih dan hasan, kemudian
hadis daif menurut kesepakatan Ulama salaf (generasi terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah
beramal (fadilah amal) masih diperbolehkan untuk digunakan oleh umat Islam. Adapun hadis dengan
derajat maudu dan derajat hadis yang di bawahnya wajib ditinggalkan, namun tetap perlu dipelajari dalam
ranah ilmu pengetahuan.
Perbedaan al-Quran dan al-Hadis adalah al-Quran, merupakan kitab suci yang berisikan kebenaran,
hukum hukum dan firman Allah, yang kemudian dibukukan menjadi satu bundel, untuk seluruh umat
manusia. Sedangkan al-hadis, merupakan kumpulan yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al
Quran berisikan aturan pelaksanaan, tata cara ibadah, Akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad saw. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli fikih dan ahli hadis dalam memahami
makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tetapi semua merupakan upaya dalam mencari kebenaran
demi kemaslahatan ummat , namun hanya para ulama mazhab (ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi
dan dipercaya ummat yang bisa memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.

Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan hukum Islam,
berdasarkan al-Quran dan al-Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat sehingga tidak bisa
langsung menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum maupun perihal peribadatan. Namun, ada pula
hal-hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :
- Ijma', Ijma’ adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Nabi saw. di suatu masa atas
hukum syariat. Oleh karena itu, kesepakatan mereka baik di masa sahabat atau setelahnya tentang
suatu hukum dari hukum-hukum syariat, maka hal itu dinamakan ijma’, dan umat Muslim wajib
melaksanakannya. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu Basrah Al-Ghifari bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “
َ ‫ضاللَ ٍة فَأ َ ْع‬
.”‫طانيها‬ َ ‫ع هز َو َج هل أ َ ْن الَ َيجْ َم َع أ ُ همتي‬
َ ‫على‬ َ ‫سأ َ ْلتُ ه‬
َ ‫َّللا‬ َ ”
21

Aku minta kepada Allah azza wajalla agar umatku tidak bersepakat tentang kesesatan, lalu Allah
memberikannya kepadaku tentang hal itu. (H.R. Ahmad).
- Qiyas, Qiyas adalah menyamakan suatu hal yang belum ditemukan hukum syariatnya dengan hal lain
yang telah ada penjelasan hukumnya karena adanya suatu alasan yang sama antara keduanya. Qiyas
merupakan alternatif setelah kita tidak menemukan hukum atas suatu masalah di dalam Al-Qur’an,
sunah, maupun ijma’.
- Maslahah Mursalah, maslahah mursalah adalah sesuatu kejadian yang syara’ atau ijma tidak
menetapkan hukumnya dan tidak pula nyata ada illat yang menjadi dasar syara menetapkan satu
hukum,tetapi ada pula sesuatu yang munasabah untuk kemaslahatan dan kebaikan umum.
- 'Urf, segala sesuatu yang sudah dikenal masyarakat dan telah dilakukan secara terus menerus baik
berupa perkataan maupun perbuatan.
Terkait dengan susunan tertib syariat, al Quran dalam Surah Al-Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa
sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan
mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu
perkara yang Allah dan rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan
sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat al Qur'an dalam Surah Al-
Mai'dah yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada
Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk
dalam kategori Asas Syarak (ibadah Mahdah) dan perkara yang masuk dalam kategori Furuk Syarak
(Gairu Mahdah).

• Asas Syarak (Mahdah)


Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam al Quran atau al Hadis. Kedudukannya
sebagai Pokok Syariat Islam di mana al Qur'an itu asas pertama Syara` dan al Hadis itu asas kedua
syarak. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia di mana pun berada, sejak kerasulan
Nabi Muhammad hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat
Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan
diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan
sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat
itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang berlaku.

• Furu' Syara' (Ghoir Mahdhoh)


Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam al Quran dan al Hadis. Kedudukannya
sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali
22

diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah
kekuasaannya. Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai
perkara ijtihadiyah.
Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum islam :
• Bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (ilahi)
• Adil, artinya salam hukum islam keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi sifat yang melekat
sejak kaidah-kaidah salam syariah di tetapkan.
• Individualistik dan kemasyarakatan yang di ikat dengan nilai-nilai transendental yaitu wahyu Allah
yang di sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.

Sumber :
• TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.
(http://staffnew.uny.ac.id/upload/132001803/lainlain/Dr.+Marzuki,+M.Ag_.+Tinjauan+Umum+te
ntang+Hukum+Islam.pdf)
• MENGENAL SYARI’AH ISLAM
(http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/BUDHI_PAMUNGKAS_GA
UTAMA/1-MENGENAL_SYARIAH_ISLAM.pdf)

Collected by Gusti Dirga Alfakhri Putra


085269848508
23

MAQOSYID SYARIAH

Definisi: maqashid syariah yaitu tujuan-tujuan atau hikmah-hikmah yang ditetapkan oleh Syari’ pada
setiap hukum dari hukum-hukum-Nya untuk kemaslahatan manusia.
Pembagian Maqosyid
Menurut Imam Ghazali maqsud al-syar’I dari manusia ada 5 (Maqashid al-khamsah).
Yaitu memelihara: 1. Agama (Din)
2. Jiwa (Nafs)
3. Akal (akl)
4. Keturunan (Nasl)
5. Harta (Mal)
Al-‘Iz ibn Abdul Salam membagi maslahat dunia menjadi 3 kategori, yaitu dharuriyat, hajiyat dan
takmiliyat.
1) dharuriyat adalah tingkatan dimana berbagai maslahat tidak akan tercapai tanpa terpenuhinya
maqashid al-khamsah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali.
2) hajiyat adalah segala sesuatu yang tidak dimaksudkan oleh syariat untuk memelihara maqashid al-
khamsah melainkan maksudnya adalah menghilangkan kesulitan, kesempitan atau kesusahan
dalam pelaksanaan maqashid al-khamsah.
3) Ketiga, tahsiniyat atau kamaliyat adalah segala sesuatu yang tujuan tidak untuk merealisasikan
maqashid al-khamsah dan tahsiniyat melainkan untuk menjaga kehormatan dari maqashid al-
khamsah itu sendiri.

Urgensi mempelajari Maqosyid:


1. Untuk memahami al-Qur’an dengan cara yang benar
2. Untuk memahami al-Qur’an dengan cara yang benar
3. Untuk melanjutkan ijtihad
4. Untuk Memastikan Ijtihad

Sejarah Maqosyid Syariah


• Berawal dari kajian-kajian yang terdapat dalam ilmu ushul fikih yang dikembangkan oleh
beberapa tokoh antara lain adalah Imam Juwaeni, Imam Ghazali dan In Taimiyah.
• Tahapan perkembangannya dapat dibagi menjadi 2, yaitu masa sebelum dan sesudah Imam
Syatibi.
24

• Imam Juwaeni dan beberapa ulama lainnya lebih memfokuskan kepada pembahasa maqashid
al-khomsah yaitu penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Selain itu konsep
maqashid syariah dihubungkan dengan ‘illah sebuah hukum syariat.
• Sedangkan ulama-ulama setelah Imam Syatibi telah menjelaskannya lebih rinci dan
komprehensif, karena memang pembahasannya lebih difokuskan kepada maqashid syariah
yang merupakan satu pembahasan tersendiri tidak menjadi sub judul dalam ilmu ushul fikih.

Referensi:
Ismail, Nurizal, 2014, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, Smart WR.

Collected by Thufeil M Tyansah


08128375865
25

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Sistem Ekonomi Negara Islam pada Masa Rasulullah SAW


Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memberikan pedoman yang mengatur berbagai bentuk
hubungan sosial antara manusia termasuk mengenai dalam bidang ekonomi. Beberapa hal yang diatur
dalam sistem ekonomi diantaranya adalah bagaimana pendistribusian output yang ada pada masyarakat,
pengelolaan sumber daya, hak kepemilikan suatu barang, dan hal-hal lainnya.
Dalam sejarahnya Rasulullah saw. tidak hanya bertindak sebagai pemimpin spiritual bagi umat
Islam, namun juga seorang pemimpin negara. Sebagai pemimpin suatu negara, beliau saw. juga telah
menerapkan suatu sistem ekonomi yang digunakan untuk mengatur aktivitas perekonomian masyarakat
Islam waktu itu. Sistem ekonomi yang digunakan oleh Rasulullah saw. berakar dari prinsip-prinsip ajaran
Al-Quran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Dengan bermodalkan sistem ekonomi yang berprinsip
dari ajaran Rabb Yang Maha Mengetahui inilah Rasulullah saw. dapat membentuk akar ekonomi
masyarakat muslimin Madinah yang kuat sehingga menjadi pondasi bagi para Khalifah untuk
menorehkan tinta emas kejayaan umat Islam.
Sebelum rasulullah SAW hijrah, terdapat konflik dengan kaum Quraisy di Mekkah yang
menyebabkan ada embargo ekonomi dimana seluruh umat muslim yang melakukan penjualan tidak akan
dibeli oleh kaum Quraisy sehingga munculnya bencana kelaparan hebat. Embargo ini dilakukan agar
umat muslim segera pindah ke agama lamanya. Hal ini juga yang menyebabkan peristiwa hijrah muncul.
Setelah Rasulullah saw. hijrah ke madinah, beliau saw. beserta kaum muslimin membentuk sebuah
negara baru. Sebagai sebuah negara baru, Daulah Islam di Madinah tidak memiliki sedikitpun kas negara.
Setelah berhasil menyelesaikan masalah politik dan konstitusinal, beliau saw. sebagai kepala negara
kemudian merumuskan sistem ekonomi negara dengan berdasarkan ajaran Islam yaitu berlandaskan
prinsip-prinsip dari Al-Quran dan As Sunnah.
Dengan bermodalkan prinsip-prinsip tersebut Rasulullah saw. berhasil membangun suatu sistem
ekonomi yang adil dan makmur, sehingga kaum muslimin dapat menjadi lebih sejahtera. Pada masa awal
pemerintahannya, beliau saw. menghadapi berbagai permasalahan ekonomi yang sulit, seperti tidak
tersedianya kas negara dan juga fakta bahwa kaum muhajirin yang baru berhijrah dari Mekah kebanyakan
tidak membawa harta, sehingga mereka tergolong kedalam kaum yang fakir. Namun, permasalahan-
permasalahan tersebut perlahan dapat dipecahkan oleh Nabi saw. menggunakan kebijakan-kebijakan jitu
yang beliau saw. terapkan.
26

Kebijakan Ekonomi di Masa Rasulullah


1. Bentuk kebijakan fiskal masa Rasulullah saw.
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh Rasulullah SAW dapat dibedakan menjadi
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pada masa pemerintahannya, Rasulullah SAW mendirikan
Baitul Mal sebagai lembaga fiskal.
Baitul mal merupakan konsep keuangan publik pertama yang telah diperkenalkan oleh
Rasulullah saw. sejak abad ke 7 Masehi. Konsep penghimpunan dan pendistribusian dari Baitul Mal
adalah semua kekayaan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian didistribusikan
kembali sesuai kebutuhan negara.
Dana yang terkumpul di baitul mal digunakan untuk berbagai kegiatan seperti penyebaran
ajaran Islam, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada
perang dan bidang keamanan, serta penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
Rasulullah saw. dalam pembangunan Negara Islam di Madinah menitikberatkan perhatian
pada beragam aspek yang dapat meningkatkan kesejahteraan mulai dari aspek sumber daya
manusia, penciptaan stabilitas dalam negeri, hingga pada pembangunan infrastruktur untuk
menunjang kegiatan perekonomian.
Beberapa fokus pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah :
▪ Membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat.
▪ Melakukan rehabilitasi terhadap kaum muhajirin yang baru saja berhijrah.
▪ Menciptakan stabilitas dan kedamaian dalam negeri.
▪ Menyusun konstitusi negara.
▪ Meletakkan dasar-dasar keuangan negara.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, Rasulullah saw. mampu meningkatkan partisipasi
kerja serta pendapatan masyarakat muslim Madinah, sehingga taraf kesejahteraanpun secara
umum dapat meningkat.
Pada masa pemerintahan Rasulullah saw. terdapat beberapa ciri pengelolaan fiskal, seperti
berikut :
▪ Sistem pajak umumnya adalah proporsional.
▪ Besarnya kharaj, ditentukan oleh produktivitas lahan.
▪ Berlakunya sistem regressive rate untuk zakat peternakan.
▪ Perhitungan pajak dengan berdasarkan atas profit, bukan atas harga jual.

Sumber penerimaan baitul mal pada masa Rasulullah saw.


Sumber penerimaan baitul mal pada masa Rasulullah saw. terbagi menjadi dua, yaitu
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber pendapatan primer adalah pendapatan utama yang
27

didapatkan oleh negara Islam waktu itu. Berikut ini adalah sumber pendapatan primer negara
Islam pada masa Rasulullah saw.:
▪ Zakat : menurut bahasa adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam. Zakat diberikan kepada golongan yang berhak menerima menurut ketentuan
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
▪ Ushr : memiliki dua pengertian, pertama adalah semacam pajak perdagangan yang telah
dikenal sejak masa jahiliyah. Tarif untuk ushr perdagangan ini adalah 2,5% untuk kaum
muslimin, dan 5% untuk orang kafir yang dilindungi. Pengertian ushr yang kedua adalah
pembayaran atas hasil pertanian yang harus dibayarkan oleh umat muslim yang memiliki
tarif 10% apabila sumber air didapat dari hujan, dan 5% apabila sumber air dengan irigasi.
▪ Jizyah : pembayaran yang dibayarkan oleh orang kafir yang tinggal di negara Islam untuk
jaminan perlindungan untuk jiwa, harta, dan kebebasan untuk beribadah.
▪ Kharaj : pembayaran warga Negara Islam atas tanah taklukan yang awalnya dimiliki oleh
orang kafir. Berbeda dengan jizyah yang apabila pembayar jizyah masuk Islam maka akan
hilang kewajibannya dalam membayar jizyah, untuk status tanah kharajiah maka kewajiban
tersebut akan tetap ada walaupun pemilik tanah tersebut masuk Islam.
▪ Ghanimah dan fa’i : ghanimah adalah harta rampasan perang yang ditinggalkan oleh musuh.
Sesuai dengan ketentuan syara’ 1/5 dari ghanimah adalah untuk Allah dan Rasulnya
sedangkan 4/5 adalah milik tentara yang ikut berperang. 1/5 dari ghanimah lebih dikenal
dengan istilah khums. Khums pada masa Rasulullah SAW umumnya dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian pertama untuk Rasulullah SAW dan keluarganya, bagian kedua untuk
kerabatnya, dan bagian ketiga untuk baitul mal. Sedangkan Fa’i adalah harta rampasan yang
didapatkan tanpa melalui peperangan.

Pendapatan sekunder baitul mal :


▪ Uang tebusan untuk para tawanan perang
▪ Khusmus atau Rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
▪ Amwal fadhla, adalah penerimaan yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang
meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang orang muslim yang meninggalkan
negerinya.
▪ Wakaf, harta benda yang diberikan oleh seorang muslim kepada umat Islam untuk
kepentingan agama Allah dan pendapatannya akan disimpan ke Baitul Maal.
▪ Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya
dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada
masa Perang Tabuk.
28

▪ Zakat fitrah, zakat yang ditarik di bulan suci Ramadhan, dan dibagi sebelum sholat Ied.
▪ Bentuk dan shodaqoh lainnya seperti kurban dan Kuffarat adalah denda atas kesalahan yang
dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu pada musim haji.

Pengeluaran fiskal pada masa Rasulullah saw.


▪ Pengeluaran primer : pembayaran upah, pembayaran gaji pegawai, biaya pertahanan, biaya
distribusi zakat dan ushr, pembayaran utang.
▪ Pengeluaran sekunder : Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah, hiburan dan
hadiah untuk tamu negara, pembebasan budak muslim, pembayaran denda (diyat) orang yang
tidak sengaja terbunuh pasukan muslim, pembayaran utang orang miskin, tunjangan untuk
Rasulullah saw., tunjangan untuk kerabat Rasulullah saw., tunjangan untuk orang miskin,
cadangan darurat.

2. Kebijakan dan Sistem Moneter Negara Islam Pada Masa Rasulullah saw
Kebijakan moneter yang ditempuh pada masa Rasulullah saw. adalah menciptakan sistem
keuangan yang bebas dari riba. Riba pada masa pra Islam telah menjadi budaya yang mengakar
pada masyarakat. Dengan diturunkannya ayat-ayat yang membahas tentang pelarangan riba dalam
Al-Quran maka Rasulullah saw. mulai menciptakan suatu sistem keuangan yang bebas riba.
Selain melarang riba dalam sistem moneter yang diciptakan oleh Rasulullah saw. juga
melarang keras adanya penimbunan terhadap uang emas dan perak, sehingga uang hanya
berputar pada kalangan tertentu saja. Pelarangan tersebut juga dilakukan dalam rangka menciptakan
stimulus dalam perekonomian untuk percepatan pembangunan. Kebijakan moneter yang ditempuh
oleh Rasulullah saw. bukan dengan melonggarkan atau mengetatkan kredit berbasis bunga seperti
yang banyak bank sentral pada saat ini. Namun kebijakan moneter yang ditempuh oleh Rasulullah
saw. adalah dengan mempercepat perputaran uang dengan cara peningkatan sektor riil. Walaupun
tanpa menggunakan sistem riba, pembiayaan untuk sektor riil tetap dapat dilakukan dengan cara yang
telah dianjurkan oleh Islam seperti Qardh (pinjaman tanpa kompensasi), sedekah, kerja sama bisnis
dalam bentuk syirkah, maupun berbagai bentuk pembiayaan lainnya. Pada masa Rasulullah saw. juga
digunakan uang dari emas dan perak asli, sehingga nilainya cenderung lebih stabil dibandingkan
dengan sistem uang kertas saat ini.

3. Kebijakan Ekonomi di Dalam Pasar

Dalam perekonomian yang ada di era Rasulullah SAW, sistem ekonomi yang berlaku adalah
sistem ekonomi persaingan sempurna dimana informasi yang ada di pasar diketahui secara jelas
baik oleh pembeli maupun penjual. Pasar monopoli juga diharamkan dalam Islam. Harga produk
29

didalam pasar ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran barang), dan
larangan kontrak pembelian produk di masa mendatang jika kuantitas objeknya tidak diketahui
(larangan gharar).
Peran pemerintah dalam pasar adalah sebagai pengawas pasar untuk merencanakan dan
mengatur sehingga menyediakan lingkungan yang kondusif agar ekonomi berbasis pasar ini
dapat bebas beroperasi (adanya lembaga al hisbah selaku pengawas pasar). Intervensi yang boleh
dilakukan dalam kondisi tertentu hanya intervensi supply dan demand barang, pemerintah tidak
boleh melakukan intervensi harga.

Sistem dan Kebijakan Ekonomi Masa Khulafaur Rasyidin


A. Abu Bakar as-Shiddiq ra.
Nama asli dari Abu Bakar adalah Abdullah ibn Abu Quhafah At Tamimi. Masa
pemerintahannya berlangsung 2 tahun menghadapi kemurtadan, nabi palsu, dan pembangkang zakat
yang ditumpas dengan perang riddah. Pada masa ini wilayah Islam berkembang hingga ke daerah
Romawi dan Persia.
Baitul mall tidak pernah menumpuk didistrubusikan dengan cepat.
Sistem pada masa itu: Pendapatan baitul maal naik didistribusikan cepat dan merata AD dan
AS naik pendapatan nasional naik.
Cara yang dilakukan Abu Bakar:
• Keakuratan menghitung zakat dan tanah taklukan.
• Tanah orang murtad dimanfaatkan untuk orang Islam.
• Kesamarataan. Prinsip: keutamaan iman urusan dengan Allah, urusan hidup menganut prinsip
kesamarataan.
Kebijakan Fiskal : masih melanjutkan Rasulullah saw. Pendapatan negara: zakat, khums al ghonaim,
kharaj, jizyah, ushr, warisan kalalah, wakaf, shodaqoh. Kesemuanya disimpan dalam bait al mal.

B. Umar bin Khattab ra.


Memerintah selama 10 tahun telah berhasil memerluas wilayah hingga ke Jazirah Arab, Palestina,
Mesir, Syiria, Persia (Irak). Luasnya wilayah ini membuat Umar bin Khottob melakukan penataan
administrasi dengan membagi 8 provinsi: makkah, madinah, syiria, jazirah, basrah, kufah, palestina,
mesir.

Baitul Maal
Dibuka cabang di setiap provinsi. Pada sebuah riwayat, pada tahun 16 H, Abu Huraira,
Gubernur Bahrain, membawa kharaj 500.000 dirham. Oleh Umar, kharaj tersebut dikelola
30

dengan cara disimpan untuk keperluan darurat, gaji, dll, dan didistribusikan. Untuk
mengalokasikan pendapatan baitul maal, dibentuklah departemen- departemen:
▪ Pelayanan Militer untuk orang yang terlibat perang
▪ Kehakiman dan eksekutif gaji hakim dan eksekutif
▪ Pendidikan dan pengembangan Islam bantuan dana untuk guru dan dai beserta
keluarganya
▪ Jaminan sosial untuk fakir miskin

Pengelolaan Tanah
▪ Di wilayah Iraq tanah taklukan adalah untuk umat muslim dan bila penduduk menyerah
secara damai menjadi milik pemilik sebelumnya.
▪ Tanah bekas pemilik diberi hak kepemilikan selama membayar kharaj dan jizyah.
▪ Tanah mati bisa diolah oleh kaum muslim dan diperlakukan sebagai tanah ushr.
▪ Di Sawad: untuk tanah yang dapat dilalui air dibebani 1 dirham dan 1 rafiz gandum +
barley. Di Mesir, sesuai perjanjian Amar: dibebani 2 dinar + 3 irdab gandum dan 2 qist
untuk minyak, cuka, dan madu. Perjanjian Damaskus: 1 dinar + 1 beban jarib yang
diproduksi per ukuran tanah.

Zakat
Diberlakukan zakat kuda: 1 dirham untuk 40 dirham harga kuda. Ini dilakukan
karena pada waktu itu tak sedikit sahabat yang mempunyai kuda lebih dari 200 ekor. Pada
saat itu kuda mempunyai nilai jual yang tinggi. Diberlakukan pula denda 50% dari kekayaan
bagi pembangkang zakat.

Ushr (Bea perdagangan)


Sebelum Islam datang, uushr telah dibayarkan 10% dari nilai barang atau 1 dirham per
transaksi. Setelah Islam datang, ditetapkan ditiadakan bea masuk antar provinsi dalam
wilayah kekuasaan, di pasar Madinah diturunkan menjadi 5% untuk minyak, gandum.
Redaksi lain mengatakan bahwa Ushr yang berlaku pada waktu itu adalah 2,5% untuk
pedagang muslim dan 5% untuk non muslim yang kemudian dinaikkan menjadi 10%.

Sedekah non Muslim


Pada suatu riwayat dikisahkan, Bani Taghrib merupakan suku Kristen yang mempunyai
hewan ternak banyak. Mereka sangat semangat dalam berperang. Mereka menolak membayar
Jizyah namun bersedia membayar sedekah lebih banyak. Diriwayatkan pula, bani Taghrib
membayar sedekah 2x lipat dari umat muslim.
31

Mata Uang
Digunakan dinar dan dirham untuk transaksi dalam dan luar negeri.

APBN
Pemasukan Pengeluaran
Zakat dan Ushr Prioritas 1 : dana pensiun
Untuk level lokal. Jika surplus akan
disimpan
di baitu maa pusa da didistribusi
l l t n kan
kepada 8 asnaf.
Khums dan Sedekah Prioritas 2 : pertahanan
Untuk fakir miskin, baik muslim
maupun non.
Kharaj, Jizyah, dan Ushr Prioritas 3 : pembangunan
Untuk dana pensiun, oprasional,
militer.
Lain-lain Membayar kewajiban negara :
melunasi utang
Untuk dana sosial orang yang pailit, bayar diyat dan
tebusan,
akomodasi delegasi, serta hadiah
untuk negara
sahabat.
Umar menunjuk petugas pengawas pasar (hisbah): Sayyidah as-Syifa dan Samra’ binti
Nuhaik. Selain itu juga mendirikan lembaga survey Nassab untuk sensus penduduk madinah

C. Utsman bin Affan ra.


Pemerintahan berlangsung selama 12 tahun. Pada masa ini terjadi perluasan wilayah hingga ke
Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dll.
Pada masa Utsman, kebijakan ekonomi yang ada cenderung mengikuti kebijakan yang dilakukan
oleh Umar bin Khattab.pendapatan berasal dari zakat, ushr, kharaj, fai, dan ghanimah. Zakat
ditetapkan 2,5% dari modal aset. Ushr ditetapkan 10% iuran tanah- tanah pertanian. Kharaj merupakan
iuran pajak pada daerah taklukan. Prosentase kharaj lebih tinggi dari ushr. Ghanimah yang didapatkan
4/5 untuk prajurit dan 1/5 untuk kas negara. Salah satu kebijakan Utsman yang dapat meningkatkan
32

pendapatan negara adalah reformasi kepemilikan tanah dan perpajakan tanah. Saat masa Utsman bin
Affan, ada terdapat banyak tanah rampasan perang (swafi land) yang kemudian adminstrasinya diurus
langsung dibawah negara. Namun biaya operasional negara untuk memproduktifkan swafi land ini
tinggi, sehingga Utsman menerapkan kebijakan swastanisasi dimana masyarakat sipil dapat mengelola
tanah tersebut untuk diproduktifkan, namun dengan syarat harus membayar pajak tanah sesuai yang
telah ditentukan. Dengan adanya kebijakan ini, pendapatan negara yang awalnya hanya 4-9 juta dirham
meningkat hingga mencapai 50 juta dirham. Selain itu, tanah menjadi produktif , dan beban negara
untuk mengelola tanah tersebut berkurang drastis. Pada masa Utsman bin Affan juga mulai adanya
standarisasi dan kompilasi Al Quran (mushaf Utsmani).

D. Ali bin Abi Thalib

Pada era Ali bin Abi Thalib, terdapat banyak ketidakstabilan politik mengingat beliau menggantikan
kepemimpinan Utsman bin Affan yang meninggal karena terbunuh. Kebijakan Ali:

1. Kebijakan swastanisasi tanah yang dilakukan oleh Utsman, tanah tersebut kembali lagi menjadi
milik negara
2. Melakukan distribusi pajak dan harta rampasan perang dengan bagian yang sama kepada umat
muslim.
3. Menangani banyak konflik di era ini antara lain konflik antara Sunni dan Syiah, Perang Jamal
(antara Ali dan Aisyah), Perang Shiffin (antara Ali dan Muawiyah).
4. Ali bin Abi Thalib menerapkan kebijakan balanced budget atau anggaran berimbang
5. Pada Era Ali bin Abi Thalib, kebijakan pertanian sangat ditekankan. Kebijakan dilakukan untuk
meningkatkan kepercayaan petani, dan meningkatkan hasil pertanian dengan cara mengawasi
budidaya lahan dengan baik.
6. Dalam bidang perdagangan, terdapat kebijakan untuk mencegah penimbunan aset (ikhtikar) dan
penetapan harga oleh pedagang. Pasar diatur dengan sendirinya dan pemerintah sebagai pengawas
dimana penjualan harus lancar dengan bobot dan harga yang sesuai dan tidak merugikan baik
penjual maupun pembeli.

Pasca kekhalifahan, terdapat 2 dinasti terbesar Islam yang memunculkan masa kejayaan Islam juga pada
masa itu. Yaitu dinasti Umayyah dan Abbasiyah

Sistem dan Kebijakan Ekonomi Masa Bani Ummayyah


Perkenalan:
- Umayyah adalah dinasti pertama setelah khulafaur rasyidin.
- Berdiri dari tahun 661-756
33

- Di jazirah arab (ibukotanya damaskus)


- Khalifah pertama adalah muawiyah bian abu sufyan. Nama umayyah dari kakek muawiyah

Sejarah : setelah Ali terbunuh, orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Alinamun Hasan bin Ali
menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan
kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah
Ekspansi wilayah
- Di bawah muawiyah, wilayah diperluas lagi mulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke
sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxusdan Afganistan sampai ke
Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium,
Konstantinopel.
- Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik
bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai
ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.
- Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa
pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup
bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa
- Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan
Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Permasalahan:
- Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu
Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium.
- Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan
setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa
tunduk, kecuali Husain bin Ali yang merupakan khalifah di madinah
- Setelah itu terjadi perang karbala antara yazid dan hausain. Husain pun meninggal dan digantiikan
abdullah bin zubair.
34

- Perang terus terjadi antara yazid dan abdullah bin zubair sampai akhirnya yazid wafat dan abdullah bin
zubair berhasir ditaklukan pada masa Abdul Malik bin Marwan.

Penurunan :
- Setelah Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720-
724 M) yang cenderung mewah dan kurang memerhatikan rakyat.
- masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan dan terjadi kerusuhan
- Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik
(724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat
bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim
- Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan
hanya lemah tetapi juga bermoral buruk.
- Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan
bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah
di damaskus.
- Namun, salah satu penerus bani umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-dakhil dapat meloloskan diri
pada tahun 755 M. ia melarikan diri ke andaluasia ternyata banyak muslim yang setia terhadap umayyah
dan mendirikan umayyah baru di andalus.

Catatan di masa umayyah:


- Secara umum, Kekhilafah Ummayah bisa mengontrol dengan baik wilayah islam, sehingga nyaris tidak
ada gangguan di perbatasan yang signifikan
- Transisi periode yang ditandai dengan perubahan sistem kekhalifahan Islam kedalam bentuk sistem
dinasti.
- Periode ini mengalami perluasan lebih lanjut dari perbatasan politik Negara Islam yang menyebabkan
peningkatan substansial dalam ukuran perdagangan
- Selama waktu itu negara Islam merubah kebijakan moneter dan menyesuaikan sistem administrasi dan
hal ini telah membuka jalan bagi kemajuan pembangunan di Kekhalifahan Abbasiyah yang berlangsung
setelahnya.

Kebijakan ekonomi muawiyah bin abu sufyan


- Orang yang membangun kantor catatan negara dan layanan pos (albarid)
- Membangun pasukan suriah untuk menjadi anggota militer yang kuat
35

- Mencetak mata uang dan mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi
politik
- Gaji untuk tentara dan mengembangkan hakim/qadi sebagai jabatan profesional

Kebijakan ekonomi abdul malik bin marwan


- Memikirkan lebih matang tentang penerbitan mata uang islam (karena romawi meminta untuk
penghapusan lafal basmallah yang ada pada koin)
- Mencetak mata uang yang sangat resmi dengan basmallah dan melarang mata uang lain
- Pembenahan administrasi dan penetapan bahasa arab sebagai bahasa resmi
- Hukuman ta’zir untuk yang mencetak diluar pencetakan negara

Kebijakan ekonomi umar bin Abdul Aziz:


1. Melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dilakukan
dengan instrumen wakaf produktif untuk usaha, serta perlindungan agar harga barang senantiasa
mahal di dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan ekspor kelebihan supply dalam
jumlah besar ke luar negeri (membuka jalur perdagangan seluas-luasnya)
2. Memprioritaskan pembangunan dalam negeri dibandingkan perluasan wilayah
3. Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-
tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin
4. Menghapus pajak dari kaum muslimin, mengurangi beban pajak dari kaum Nasrani, membuat
aturan takaran timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa
5. Pajak yang dikenakan pada non muslim hanya berlaku kepada tiga profesi yaitu pedagang, petani,
dan tuan tanah
6. Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan pejabat tersebut dilarang melakukan kerja
sampingan
7. Pemberlakuan adanya otonomi daerah, namun ketika ada yang wilayahnya kekurang zakat dan
pajak akan dilakukan transfer dari pemerintah pusat
8. Merang penjualan garapan tani agar tidak ada monopoli
9. Lembaga al hisbah sangat ditekankan dimana tidak boleh ada harta haram di dalam pasar dan
syariat islam juga sangat mewarnai kehidupan masyarakat di saat itu
10. Sumber pendapatan negara dari pajak, zakat, wakaf, ghanimah (harta rampasan perang), dan hasil
pembelian lapangan kerja yang produktif.
36

Sistem dan Kebijakan Ekonomi Masa Dinasti Abbasiyyah


Kelahiran dan Awal Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Muhammad bin Ali pd masa Umayyah, mendirikan gerakan rahasia bawah tanah untuk
mengembalikan kekuasaan Bani Hasyim.
Setelah beliau wafat, propaganda dilanjutkan oleh Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Krurasani
untuk menyebarkan propaganda untuk menguatkan kekuatan berdirinya Bani Abasiyyah terutama di
wilayah Khurasan
Pada abad 7 M terjadi pemberontakan di seluruh negeri -> perang antara pasukan Abdul Abbas dengan
Marwan bin Muhammad dari Bani Umayyah.
Sampai pada 750M, Khalifah marwan runtuh yang juga bersamaan dengan runtuhnya Bani Umayyah;
dan dilantiknya Abu Al-Abbas sebagai Khalifah Bani Abbasiyah → Kelahiran Bani Abbasiyyah

Sistem Pemerintahan, Politik, dan Bentuk Negara


1. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedangkan para menteri, panglima, Gubernur dan para
pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali
2. Kota Baghdad dijadikan ibukota negara.
3. Ilmu pengetahuan → sangat penting dan mulia.
4. Hak Asasi Manusia diakui sepenuhnya.
5. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.

Periode I (750-847 M) → Masa Kejayaan


1. Abu Al-Abbas: Perpindahan ibukota ke Baghdad
2. Al-Mansur: Ekspansi wilayah ke Armenia, Mesisah, Andalusia dan Afrika
3. Al-Mahdi (775-785): Ilmu pertanian dan pertambangan berkembang baik, sehingga perekonomian
berjalan baik.
4. Harun al-Rasyid: Pendirian rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Jumlah dokter
mencapai 800 dokter.
Ilmu pengetahuan: pendirian perpustakaan terbesar di Baghdad
5. Al-Ma’mun: Translasi teks-teks asing (Yunani dan Persia);
6. Al-Mu’tashim: Kekuatan militer Bani Abasiyyah sangat berkembang dan mencapai puncak yang tidak
terkalahkan, mengirim pasukan militer dari Turki dan mendidik tentara2 Abasiyyah menjadi profesional.

Periode II (847-945 M)
Pada masa Khalifah Mutawakkil (847-861 M) orang-orang Turki merebut kekuasaan dengan cepat.
37

Faktor-faktor kemunduran Bani Abbas pada periode ini:


Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat
Ketergantungan terhadap tentara
Kesulitan keuangan karena beban pembiayaantentara sangat besar

Periode III (945-1045 M)


Dinasti Abbasiyah meminta bantuan dari orang Bani Buwaih untuk membantu di bidang pemerintahan.
Sehingga beberapa orang Buwaih mengambil posisi strategis di pemerintahan dan berkuasa.
Buwaih menjadikan tiga kerabatnya; Ali (Selatan Persia), Hasan (Utara Persia), dan Ahmad (Al-
Ahwaz, Wasit dan Baghdad) turut serta dalam pemerintahan.
Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz
dimana berkuasa Ali bin Buwaihi.
Kekuasaan Bani Abbasiyah perlahan luntur dan direnggut oleh Bani Buwaih.
Ilmuwan pada masa itu: Al Farabi, Ibnu Sina, Al Farghani, Abdurrahman al Shufi.
Membangun infrastruktur: kanal, irigasi, dan jalan.
Kemunduran dikarenakan pertikaian internal dan dinasti lain memerdekakan diri.

Periode IV (1055-1199 M)
Abbasiyah meminta bantuan orang-orang seljuk dalam bidang militer
Pada masa Thugrul Bek, Dinasti Seljuk berhasil memasuki Baghdad dan menggantikan Dinasti Buwaih
Membangun Madrasah Nizamiyah(1067 M) di tiap kota di Irak dan Khurasan oleh perintah Nizam Al
Mulk
Cendekiawan pada masa itu: Al Zamakhsari (penulis tafsir), Al Ghazali (tasawuf), dan Umar Khayyam
(perbintangan)
Kekuasaan ada di Baghdad, namun daerah dibagi menjadi provinsidan memiliki gubernur dan otonomi
Banyak wilayah yang memerdekakan diri dan membuat daulah Abbasiyah menjadi terpecah

Golden Ages
Ibukota Spanyol Muslim, Kordova, adalah kota paling berbudaya di Eropa dan, bersama-sama
Konstantinopel dan Baghdad, menjadi pusat peradaban dunia saat itu. Dengan 130 ribu rumah, 21 daerah
sub-urban, 73 perpustakaan, dan sejumlah besar toko buku, masjid dan istana, Kordova memperoleh
popularitas internasional. Kordova memiliki bermil-mil jalan yang mulus-rata dan di malam hari disinari
lampu-lampu dari rumah-rumah dipinggirnya.
Kaum Arab Spanyol memperkenalkan metode pertanian yang dipraktekkan di Asia Barat.
38

Kemajuan Bidang Agama Islam


- Pemerintah memberi dukungan moral, fisik, dan finansial kepada para ulama
- Ulama banyak melakukan ijtihad dan kajian guna memperkaya ilmu agama seperti ilmu fikih, ilmu
hadits, dan tasawuf
- Terbentuknya 4 Mahzab utama: Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki.

Kemajuan Bidang Sosial Budaya


- Asimilasi kebudayaan baru dan kebudayaan lama→ segi arsitektur: istana, masjid, dan bangunan
lainnya
- Sastra → Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Muthanabby, dan Abdullah bin Muqaffa.
- Seni musik → Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, dan Al Farabi yang menciptakan teori musik.

Kemajuan Bidang Intelektual


- Pemerintah menyediakan fasilitas, dukungan moral, dan finansial
- Dibangun banyak madrasah, perpustakaan, dan universitas
- Gerakan terjemahan.

Kemajuan Bidang Politik dan Militer


- Abbasiyah berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan
- Membentuk Diwanul Jundi (lembaga pertahanan dan keamanan negara)

Kemajuan Bidang Fisik


- Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun ArRasyid.
- Madrasah
- Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan ntuk umembahas masalah ilmiah
- Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.

Faktor Kemajuan Dinasti Abbasiyah

Faktor Internal
a. Pemahaman utuh terhadap semangat keilmuan yang disyaratkan Al-Qur’an
b. Perhatian tinggi terhadap pentingnya Ilmu Pengetahuan
c. Lahirnya berbagai pusat kajian dan pusat penerjemahan

Faktor Eksternal
a. Tradisi keilmuan yang lebih dulu berkembang di Persia
b. Adaptasi terhadap budaya asing terutama filsafat Yunani
39

c. Gerakan translasi karya-karya asing


d. Kecenderungan baru dalam tradisi berpikir
e. Transformasi keilmuan Islam terhadap keilmuan luar

Faktor Keruntuhan Dinasti Abbasiyah

Faktor Internal
1. Persaingan antara bangsa Persia dan Abbasiyah
2. Kemerosotan Perekonomian
3. Faktor Keagamaan, perpecahan dalam pemahaman fiqh.

Faktor Eksternal
1. Hilangnya kendali atas daerah dan munculnya dinasti2 kecil yang tidak dapat ditangani
2. Invasi Mongol

Dampak Positif dan Negatif dari Jatuhnya Abbasiyah

Dampak Negatif :
1. Kehancuran akibat serangan dari wilayah timur hingga ke barat
2. Pembunuhan terhadap umat Islam yang tidak berdosa
3. Sistem perbudakan dan pajak yang tinggi
4. Hancurnya sumber – sumber ilmu pengetahuan.

Dampak Positif :
1. Berasimilasi dan bergaul dengan umat muslim dengan jangka waktu yang panjang
2. Beberapa pemimpin Mongol masuk Islam dan menjadikan Islam sebagai agama kerajaannya

Tokoh-Tokoh Pemikir Ekonomi Islam


A. Periode Pertama (Abad 1-5 H/ 7 -11 M)
Zaid bin Ali (80-120 H/ 699-738 M
Pemikiran dan pandangan Zaid seperti yang dikemukakan Abu Zahra adalah membolehkan penjualan
suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai dengan alasan sebagai
berikut
▪ Penjualan secara kredit dengan harga lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk
transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip saling ridha
antar kedua belah pihak
▪ keuntungan yang diperoleh para pedagang dari penjualan seecara kredit merupakan murni bagian
40

dari sebuah perniagaan dan tidak termasuk riba.


▪ Penjualan secara kredit merupakan salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap permintaan.
▪ Keuntungan yang diperoleh dari penjualan kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas
kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang tanpa harus membayar secara
tunai.
▪ Harga penjualan kredit, tidak semata merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih tinggi selalu
berkaitan dengan waktu. Harga jual kredit dapat pula ditetapkan lebih rendah dari harga beli,
dengan tujuan untuk menghabis persediaan barang dan memperoleh uang tunai karena khawatir
harga pasar akan jatuh di masa datang.

Abu Hanifah (80-150 H/ 699- 774 M)


Abu Hanifah merupakan murid dari Zaid bin Ali. Abu Hanifah juga dikenal sebagai pendiri
Mazhab fiqih Hanafiah. Beliau menulis banyak kitab, dua diantaranya yang terkait dengan ekonomi
Islam adalah Al Musnad dan Fiqh Al-Akbar. Diantara pemikiran beliau adalah:
• Dalam jual beli salam, Abu Hanifah merinci apa yang harus diketahui dan dinyatakan
secara jelas di dalam kontrak, seperti: jenis komoditasnya, kuantitas dan kualitasnya,
serta tanggal dan tempat penyerahannya.
• Pembelaan hak-hak ekonomi kaum lemah.
• Menjelaskan tentang murabahah.
• Menolak Muzara’ah bila tanah tidak menghasilkan apapun.

Abu Yusuf (112-182 H/ 731-798 M)


Abu Yusuf adalah salah satu murid dari Abu Hanifah. Salah satu karya beliau yang
paling terkenal adalah kitab Al-kharaj. Kitab tersebut disusun atas permintaan dari Khalifah
Harun Al-Rasyid yang banyak membahas tentang keuangan publik, perpajakan dan pertanian.
Beberapa bentuk pemikiran ekonomi Abu Yusuf diantaranya:
• Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.
• Pembayar pajak harus diperlakukan adil dan jujur.
• Tanah menganggur (iqta) harus diberikan kepada orang yang mampu mengolahnya.
• Sumber daya publik tidak boleh dimonopoli.
• Menyarankan sistem muqasamah sebagai pengganti misahah dalam pemungutan
kharaj.
• Menyarankan penghapusan qabalah.
• Dalam pemungutan kharaj, harus dibedakan tanah tandus dan tanah subur.
• Melarang tas’ir, yaitu penetapan harga yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah.
41

Hasan As-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)


Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Zufar as-Syaibani atau lebih dikenal dengan
nama Hasan As-Syaibani adalah ulama Mazhab Hanafi. Selain berguru dengan Abu Hanifah,
beliau juga pernah menjadi salah satu murid dari Abu Yusuf. Kitab karangan beliau yang
paling terkenal adalah Al Iktisab fi Rizqi Al Musthatab dan Al Kasb.
Pemikiran beliau dibidang ekonomi diantaranya:
▪ Kerja adalah menghasilkan barang dan jasa yang halal saja.
▪ Kemaslahatan hanya bisa dicapai dengan memelihara lima maqashid syariah (agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta).
▪ Bekerja adalah wajib.
▪ Kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda perekonomian, pemerintah harus
mendukung aktivitas produksi.
▪ Usaha perekonomian adalah ijarah (sewa), tijarah (perdagangan), zira’ah (pertanian), dan
sina’ah (industri).
▪ Usaha perekonomian dibagi menjadi fardhu kifayah dan fardhu ain.
▪ Muqasamah yaitu sistem pungutan dengan tarif proportional sesuai dengan jumlah hasil
panen, sedangkan misahah sistem pungutan dengan tarif tetap.
▪ Sistem pengumpulan pajak pertanian dengan cara ada pihak yang menjadi penjamin serta
membayar secara lump-sum kepada negara dan sebagai imbalannya, penjamin tersebut
memperoleh hak untuk mengumpulkan kharaj dari para petani yang menyewa tanah
tersebut, tentu dengan pembayaran sewa yang lebih tinggi daripada sewa yang diberikan
kepada negara.

Abu Ubayd (150 H /767 M-224 H/ 828 M)


Abu Ubaid bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi Al-
Azadi Al-Baghdadi, lahir di kota Harrah, Khurasan, pada 150 H/767 M. Beliau adalah ulama
yang sangat produktif dalam menuliskan berbagai karya pemikirannya. Salah satu karya
beliau yang paling terkenal adalah Al Amwal yang banyak membahas mengenai keuangan
publik. Pemikiran dari Abu Ubaid yang lain diantaranya:
▪ Penguasa boleh menerapkan pajak baru.
▪ Uang negara tidak boleh disalahgunakan.
▪ Kaum muslimin tidak boleh menarik pajak kepada non muslim lebih tinggi dari yang
diperjanjikan dan jika mungkin lebih rendah.
▪ Kaum badui tidak mendapatkan manfaat pajak lebih besar dari orang kota karena kaum
42

badui hanya memberikan sedikit kontribusi.


▪ Tanah yang menganggur selama 3 tahun menjadi milik negara dan pemiliknya didenda.
▪ Sumber daya publik tidak boleh dimonopoli.
▪ Fungsi uang adalah sebagai pengukur harga dan alat tukar.

Yahya bin Umar (825-901 M)


Yahya bin Umar merupakan salah satu fuqaha mazhab Maliki. Ulama yang bernama
lengkap Abu Bakar Yahya bin Umar bin Yusuf Al Kannani Al Andalusi ini lahir pada tahun
213 H. dan dibesarkan di Kordova, Andalusia. Pemikiran ekonomi beliau banyak terfokus
seputar pengawasan pasar yang banyak dibahas dalam kitab Al Ahkam As Suq.
Beberapa pemikiran dari Yahya bin Umar diantaranya:
▪ Pemerintah bertugas melakukan inspeksi pasar, mengontrol timbangan dan takaran, serta
menjelaskan tentang mata uang.
▪ Melarang tas’ir (penetapan harga).
▪ Intervensi harga hanya dilakukan jika pedagang tidak menjual barang dagangan yang
diperlukan masyarakat atau jika pedagang melakukan siyasah al ighraq (dumping).
▪ Pelaku ikhtikar (penimbunan/ monopoly rent seeking) dijual barang dagangannya dan
keuntungannya disedekahkan.

Al Mawardi (386-450 H/ 975-1058 M)


Abu al Hasan Ali bin Habib al Mawardi adalah seorang ulama bermazhab syafi’i yang
lahir di Basrah pada 386 H/975 M. Pemikiran ekonomi Al Mawardi banyak tertuang pada
tiga kitab karanganganya yaitu kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din, Al Hawi dan Al- Ahkam as
Sulthaniyyah. Dalam Kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din beliau memaparkan tentang perilaku
ekonomi seorang Muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian,
peternakan, perdagangan dan industri. Dalam kitab Al-Hawi , pada salah satu bagiannya
dikususkan untuk membahas mengenai mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab
fiqih. Dan dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyah banyak dibahas mengenai sistem
pemerintahan dan administrasi negara, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyat,
berbagai lembaga negara, pengeluaran dan penerimaan (keuangan publik), serta lembaga
hisbah.
Bila diringkas, beberapa buah pemikiran dari Al-Mawardi diantaranya:
▪ Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.
▪ Kekayaan yang terlihat (hewan dan hasil pertanian) zakatnya dikumpulkan negara
sedangkan kekayaan yang tidak terlihat (perhiasan) zakatnya disalurkan sendiri.
43

▪ Negara boleh menerapkan pajak baru atau meminjam jika terjadi defisit anggaran.
▪ Pinjaman hanya untuk membiayai barang dan jasa yang disewa untuk menjalankan fungsi
negara.
▪ Besar kharaj ditentukan oleh kesuburan tanah, jenis tanaman, irigasi, dan jarak dari pasar.
▪ Tarif kharaj berdasarkan ukuran tanah (misahah), ukuran tanah yang ditanami saja, atau
hasil panen (muqasamah).
▪ Harta baitul mal terdiri dari harta yang harus didistribusikan dan harta yang menjadi aset
baitul mal.
▪ Harta yang harus didistribusikan harus didistribusikan sesuai ajaran Islam.
▪ Harta yang menjadi aset baitul mal digunakan untuk gaji pegawai dan kepentingan umum.
▪ Jika aset baitul mal yang digunakan untuk kepentingan umum kurang kurang maka
kekurangannya ditanggung publik (fardhu kifayah).
▪ Hisbah (dewan pengawas) dan muhtasib (pengawas) harus diutamakan negara.

B. Periode Kedua (Abad ke 5-9 H/ 11-15 M)


Al Ghazali (451-505 H/ 1055-1111 M)
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali lahir di Tus sebuah kota
kecil di Khurasan Iran pada tahun 450H (1058M). Pemikiran ekonomi Al Ghazali banyak
tertuang pada kitab Mizan Al Amal, Ihya Ulumuddin dan Al Tibr Al Masbuk fi Nasihat Al
Muluk. Beberapa pemikirannya diantaranya:
▪ Kesejahteraan tergantung kepada pemeliharaan lima maqashid syariah.
▪ Kebutuhan terdiri dari kebutuhan primer (dharuriyat), kebutuhan sekunder (hajiyat), dan
tersier (tahsiniyat).
▪ Distribusi kekayaan harus dilakukan secara sukarela.
▪ Evolusi pasar: sistem barter berubah menjadi sistem pasar.
▪ Problema barter adalah kurangnya angka penyebut yang sama, barang tidak dapat dibagi,
dan harus ada dua keinginan yang sama.
▪ Membahas kurva penawaran (petani menjual barangnya lebih murah jika tidak laku).
▪ Membahas elastisitas permintaan (mengurangi margin keuntungan akan meningkatkan
penjualan dan menaikkan laba).
▪ Laba adalah kompensasi dari resiko dan ketidakpastian.
▪ Laba tidak boleh terlalu tinggi (hanya sekitar 5-10%).
▪ Melarang ikhtikar dan tadlis.
▪ Produksi barang-barang kebutuhan pokok adalah fardhu kifayah dan negara harus
menjaminnya.
44

▪ Industri dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Industri dasar: Produksi kebutuhan dasar dan
infrastruktur. (2) Aktivitas penyokong: Tambahan bagi industri dasar. (3) Aktivitas
komplementer: Berkaitan dengan industri dasar.
▪ Emas dan perak hanya digunakan sebagai uang dan uang tidak boleh dipalsukan.
▪ Uang selain emas dan perak diperbolehkan.
▪ Bunga membelokkan fungsi uang, karena uang seperti cermin (dapat memantulkan warna
lain namun tidak dapat memantulkan warnanya sendiri). Uang dapat menghasilkan barang
namun tidak dapat menghasilkan dirinya sendiri.
▪ Lembaga hisbah sangat penting.
▪ Utang publik diizinkan jika dijamin dengan pendapatan masa depan (diadopsi di Amerika
Serikat dalam konsep revenue bond).
▪ Untuk menghilangkan kemiskinan dapat dilakukan pembagian harta secara paksa.
▪ Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.

Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 M)


Taqiyyudin Ahmad bin Abdu Halim atau Ibnu Taimiyah lahir di kota Harran pada
tahun 1263 Masehi atau 661 Hijriyah. Buah pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak
tertuang pada beberapa kitab seperti Majmu Fatwa Syaikh Al Islam, Al Hisbah fi Al Islam,
dan Al Siyasah Asy Syariyyah fi Ishlah Ar Rai wa Ar Raiyah.
Beberapa pemikiran ekonomi beliau diantaranya:
▪ Terdapat dua jenis harga, yaitu harga yang adil dan harga yang zalim.
▪ Upah yang adil mengacu pada tingkat di pasar tenaga kerja.
▪ Laba yang adil adalah laba yang normal (tidak terlalu besar).
▪ Kenaikan harga karena penurunan supply dan kenaikan demand adalah kehendak Allah
SWT.
▪ Faktor yang mempengaruhi permintaan: (1) keinginan masyarakat (raghbah) terhadap
barang, (2) jumlah peminat (tullab) suatu barang, (3) lemah kuatnya kebutuhan terhadap
barang, (4) kualitas pembeli, (5) jenis uang yang digunakan, (6) besar kecilnya biaya
produsen/ penjual, (7) kepemilikan resiprokal antara penjual dan pembeli.
▪ Harga hanya boleh diintervensi jika terjadi keadaan darurat atau distorsi
(ketidaksempurnaan) pasar.
▪ Penetapan harga dilakukan dengan musyawarah dengan warga.
▪ Fungsi uang adalah sebagai pengukur harga dan alat tukar.
▪ Uang tidak boleh diperdagangkan.
▪ Uang tidak boleh menurun nilainya dan tidak boleh dicetak terlalu banyak.
45

▪ Tidak boleh ada seignorage (pengambilan keuntungan dari selisih nilai nominal dengan
nilai intrinsik uang).
▪ Mata uang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang berkualitas baik (Gresham
Law).

Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M)


Ibnu Khaldun adalah seorang pemikir terkemuka terutama dalam bidang ilmu sosial.
Ibnu Khaldun memiliki nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun lahir
di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332
M. Beliau adalah seorang pemikirannya banyak dijadikan rujukan tidak hanya dari kalangan
Muslim namun juga para pemikir barat. Karya beliau yang paling terkenal adalah Al Ibar yang
membahas mengenai sejarah. Volume pertama dari kitab beliau tersebut dikenal dengan nama
Al-Muqadimah, yang didalamnya terdapat banyak sekali pemikiran mengenai ilmu ekonomi.
Secara ringkas, pemikiran beliau tersebut diantaranya:
▪ Faktor produksi utama adalah tenaga kerja manusia.
▪ Spesialisasi kerja akan melipatgandakan hasil usaha.
▪ Spesialisasi wilayah tidak didasarkan pada sumber daya alam tetapi keterampilan
penduduknya.
▪ Nilai suatu barang sama dengan nilai tenaga kerjanya.
▪ Kekayaan suatu bangsa tidak ditentukan dari jumlah uang yang dimiliki melainkan dari
tingkat produksi dan neraca pembayaran yang sehat.
▪ Emas dan perak secara alamiah sehingga tidak boleh naik atau turun nilainya.
▪ Fungsi uang sebagai ukuran nilai dan cadangan nilai.
▪ Jika barang melimpah harganya murah dan jika barang sedikit harganya mahal.
▪ Teori distribusi optimum :
❖ Jika gaji terlalu rendah maka pasar akan lesu namun jika gaji terlalu tinggi maka akan
terjadi inflasi.
❖ Jika laba terlalu rendah penjual tidak memiliki cukup modal untuk berdagang dan jika
laba terlalu tinggi penjual akan bangkrut karena inflasi.
❖ Jika pajak terlalu rendah pemerintah tidak dapat berjalan namun jika pajak terlalu tinggi
terjadi tekanan fiskal.
▪ Teori siklus populasi :
❖ Populasi mengalami pertumbuhan sehingga permintaan dan penawaran naik.
❖ Datang imigran baru sehingga daya dukung lingkungan menurun.
❖ Populasi mengalami penurunan.
46

▪ Teori siklus perpajakan :


❖ Pajak rendah sehingga laba besar dan pelaku usaha lebih semangat.
❖ Kebutuhan pemerintah naik sehingga pajak naik dan laba lebih kecil sehingga semangat
pelaku usaha menurun dan produksi turun.
❖ Pemerintah tidak dapat menurunkan pajak sehingga harus mengambil alih
(nasionalisasi) usaha para pelaku usaha yang kehilangan semangat karena laba kecil.
❖ Pemerintah terlalu dominan di pasar sehingga pelaku usaha lain kalah dan keluar dari
pasar.
❖ Pendapatan pajak menurun dan pemerintah lebih miskin.
❖ Banyak orang meninggalkan negara dan peradaban runtuh.
▪ Suatu negara pasti mengalami masa pertumbuhan ekonomi dan masa depresi ekonomi.

Al Maqhrizi (767-846 H /1364-1442 M)


Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Ali bin Abdul
Qadir Al-Husaini. Ia lahir di desa Barjuwan, Kairo, pada tahun 766 H (1364-1365 M). Beliau
adalah ekonom Muslim klasik yang fokus dalam mengamati fenomena inflasi. Salah satu
karangan beliau adalah Ighatsah Al Ummah bi Kasyf Al Ghummah yang banyak membahas
mengenai konsep uang dan kaitannya dengan inflasi. Ringkasan pemikiran dari Al Maqhrizi
diantaranya:
▪ Uang yang dapat diterima hanya dinar dan dirham.
▪ Penggunaan dinar dan dirham tidak menghilangkan inflasi.
▪ Mata uang berkualitas buruk akan menghilangkan mata uang berkualitas baik.
▪ Inflasi terjadi karena sebab alamiah (natural inflation) dan karena kesalahan manusia
(human error inflation).
❖ Sebab natural inflation: kenaikan agregate demand dan turunnya agregate supply.
❖ Sebab human error inflation: korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang terlalu
tinggi, dan peningkatan jumlah uang fulus.

C. Periode Ketiga (Abad ke 9 -14/15-20)

Shah Waliullah (1114-1176 M/ 1703-1762 M)


Shah Waliullah memiliki nama asli Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-
Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al- Dihlawi. Ia dilahirkan
pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di
dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H. Beliau adalah salah satu ekonom muslim yang
berada pada fase ketiga atau fase stagnasi. Beberapa buah pemikirannya yang tertuang dalam kitab
47

Hujjatullah al Balagha diantaranya:


▪ Kerjasama penting di dalam kegiatan ekonomi.
▪ Faktor ekonomi seperti tanah perlu dibagikan secara merata.
▪ Pertumbuhan ekonomi turun karena banyak pengeluaran negara yang tidak produktif dan pajak
terlalu tinggi sehingga menurunkan semangat pelaku usaha.

Referensi:
Muhammad, Banu. 2018. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Islam: Periode Klasik.
Dipresentasikan pada mata kuliah Sejarah Peradaban da Pemikiran Ekonomi Islam semester genap
2017-2018. Universitas Indonesia.

Collected by Fitri Nurjanah


081383218238
48

PENGANTAR ILMU EKONOMI

• Konsep Kelangkaan
Kata ekonomi berasal dari bahasa Greek yakni oikonomus, yang berarti pengatur rumah tangga. Rumah
tangga disini diartikan sebagaimana mestinya sebuah masyarakat. Ekonomi mempelajari bagaimana
rumah tangga atau masyarakat bekerja, mengalokasikan waktu dan uangnya untuk kebutuhan.
Arti kata mengatur datang dari konsep kelangkaan (scarcity), yaitu suatu keadaan dimana masyarakat
menghadapi sumber daya terbaas dan oleh karenanya tidak dapat memproduksi seluruh barang dan jasa
yang diinginkan orang-orang. Kelangkaan mencakup kuantitas, kualitas, tempat, dan waktu. Sesuatu tidak
akan langka kalau jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, berkualitas baik, tersedia di
mana saja (di setiap tempat) dan kapan saja (waktu) dibutuhkan.
Sehingga, ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana masyarakat mengatur kelangkaan
sumber daya ini. Secara lengkapnya, ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari pilihan-pilihan
yang dibuat individu, bisnis, pemerintah, dan seluruh masyarakat saat mereka mengatasi kelangkaan dan
insentif yang memengaruhi dan merekonsiliasi pilihan-pilihan itu.
Subjek ilmu ekonomi dibagi menjadi dua yakni mikroekonomi dan makroekonomi. Sesuai dengan
namanya, mikro dapat diartikan sebagai “ilmu ekonomi kecil”. Mikroekonomi merupakan bagian dari
ilmu ekonomi yang mempelajari pilihan-pilihan yang dibuat individu, bisnis, pemerintah, dan seluruh
masyarakat saat mereka mengatasi kelangkaan dan insenstif yang memengaruhi pilihan itu. Adapun
makroekonomi mendang ilmu ekonomi secara agregat. Sehingga, makroekonomi adalah ilmu ekonomi
yang mempelajari performa ekonomi nasional dan global.

Dua pertanyaan besar dalam Ilmu Ekonomi


Pertanyaan pertama berhubungan dengan masalah ekonomi, yaitu bagaimana pilihan-pilihan dapat
menentukan apa (what), bagaimana (how), dan untuk siapa (for whom) barang dan jasa tersebut
diproduksi?
Barang apa yang harus diproduksi dan berapa banyak? Produksi berupa barang dan jasa adalah hasil
transformasi berbagai faktor produksi. Barang dan jasa memberikan kegunaan/manfaat bagi
pemakai/konsumen.
Bagaimana cara memproduksinya? Setelah memutuskan barang dan jasa apa saja yang harus diproduksi,
pertanyaan berikutnya adalah cara memproduksi. Metode dan teknologi apa yang digunakan proses
produksi. Dalam ilmu ekonomi, keempat faktor produksi penting berupa tanah, tenaga kerja, modal, dan
entrepreneurship. Cara mengalokasikan keempat faktor produksi tersebut untuk menghasilkan barang dan
jasa dijelaskan dalam pertanyaan how.
Untuk siapa barang dan jasa diproduksi? Pertanyaan ini berdimensi keadilan dan pemerataan. Keputusan
49

untuk siapa barang dan jasa diproduksi berkaitan erat dengan konsep keadilan masyarakat bersangkutan.
Pertanyaan kedua, bisakah pilihan-pilihan yang diambil orang dalam mengerjar kepentingan diri sendiri
juga mempromosikan kepentingan sosial yang lebih luas? Sebuah pilihan bergantung pada kepentingan
pribadi jika kita berpikir bahwa pilihan itu adalah yang terbaik yang tersedia untuk kita. Kita
menggunakan waktu dan sumber daya lain dengan cara yang paling masuk akal bagi kita dan kita tidak
terlalu memikirkan bagaimana pilihan kita memengaruhi orang lain. Sedangkan dalam kepentingan sosial,
suatu pilihan itu mengarah pada hasil yang terbaik bagi masyarakat secara keseluruhan. Kepentingan
sosial memiliki dua dimensi: efisiensi dan kesetaraan (atau keadilan). Apa yang terbaik bagi masyarakat
adalah penggunaan sumber daya yang terbaik efisien dan adil.

10 prinsip ekonomi
1. Orang-orang menghadapi trade-offs
Untuk mendapatkan sesuatu yang kita sukai, kita biasanya harus mengorbankan hal lain yang juga kita
sukai. Membuat keputusan membutuhkan pengorbanan satu tujuan dengan tujuan lainnya. Adapun
dalam masyarakat, trade off terjadi antara efficiency dan equality. Efisiensi berarti masyarakat
mendapatkan manfaat maksimal dari sumber daya yang langka. Kesetaraan (equality) berarti manfaat
itu dapat didistribusikan secara seragam di antara anggota masyarakat. Dengan kata lain, efisiensi
mengacu pada ukuran kue knomi dan kesetaraan mengacu pada bagaimana kue dibagi ke setiap
individu.
2. Biaya sesuatu adalah apa yang Anda korbankan untuk mendapatkan sesuatu
Biasanya kita menyebutnya dengan opportunity cost. Biaya kesempatan dapat diartikan sebagai nilai
alternative tertinggi yang kita korbankan atas pilihan yang kita ambil.
3. Orang yang rasional memikirkan margin
Ekonom biasanya menganggap bahwa orang itu rasional. Orang yang rasional secara sistematis dan
sengaja melakukan yang terbaik untuk mencapai tujuan mereka, mengingat adanya peluang yang
tersedia. Ekonom menggunakan istilah perubahan marjinal untuk menjelaskan kenaikan atas
perubahan kecil sebuah aksi. Orang yang rasional sering membuat keputusan dengan membandingkan
manfaat marjinal dan biaya marjinal.
4. Orang merespons insentif
Insentif adalah sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Karena orang rasional
membuat keputusan dengan membandingkan biaya dan manfaat, berarti mereka merespon insentif.
5. Perdagangan dapat membuat setiap orang better off
Trade dapat membuat suatu negara melakukan spesialisasi dengan memproduksi barang dan jasa
secara efisien dan menikmati barang dan jasa dari negara lain yang tidak bisa mereka produksi secara
efisien.
50

6. Pasar biasanya merupakan cara yang baik untuk mengatur kegiatan ekonomi
Ekonomi pasar adalah ekonomi yang mengalokasikan sumber dayanya melalui keputusan banyak
perusahaan dan rumah tangga sebagaimana mereka berinteraksi di pasar untuk mendapatkan dan
menjual barang dan jasa.
7. Pemerintah terkadang dapat meningkatkan hasil pasar
Invisible hands dari Adam Smith memang powrful, tetapi tidak selalu. Yang paling penting, ekonomi
pasar membutuhkan institusi untuk menegakkan hak-hak property, individu dapat memiliki dan
mengendalikan sumber daya langka.
8. Standard of living suatu negara begantung pada kemampuan negara tersebut memproduksi barang dan
jasa
Hampir semua variasi dalam standar kehidupan disebabkan oleh perbedaan dalam produktivitas negara
– yaitu, jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh setiap unit input tenaga kerja. Demikian pula,
tingkat pertumbuhan produktivitas suatu negara menentukan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-
rata.
9. Harga naik ketika pemerintah mencetak terlalu banyak uang
Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dalam ekonomi. Jika pemerintah terlalu banyak
mencetak uang, maka jumlah uang yang beredar di perekonomian terlalu banyak menyebabkan inflasi.
10. Masyarakat mengahadapi trade off jangka pendek diantara inflasi dan pengangguran
Dalam Philip curve dijelaskan bahwa dalam jangka pendek, kenaikan inflasi akan menyebabkan
penurunan jumlah pengangguran, sebaliknya, ceteris paribus. Namun, dalam jangka panjang tidak ada
hubungan antara inflasi dan pengangguran.

• Konsep Rasionalitas
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Terkadang sangat sulit untuk memahami alasan tindakannya.
Seseorang mendefinisikan rasionalitas sebagai sesuatu yang membuatnya mudah untuk memenuhi
kriterianya. Dalam teori ekonomi tradisional, manusia sering digambarkan sebagai orang yang
sepenuhnya rasional. Beberapa ekonom neoklasik berasumsi bahwa individu harus rasional, karena
mereka percaya individu akan membentuk pilihan dan penilaian sendiri yang pada dasarnya mereka
anggap benar.
Ada beberapa definisi rasionalitas. Dalam arti yang sangat umum, rasionalitas dapat didefinisikan sebagai
bertindak dengan cara yang disengaja. Orang yang membuat pilihan rasional dapat memberikan alasan
untuk membuat pilihan tiu. Dalam perspektif ini, rasionalitas juga dapat didefinisikan sebagai
keterbuakaan terhadap kritik.
Ekonom mengartikan rasionalitas lebih spesifik. Ketika ekonom mengatakan individu itu rasinal, maka
mereka akan mengatakan bahwa individu tersebut selalu memilih alternative yang memberikan kepuasan
51

(utility) yang paling besar. Kemudian, inidividu mampu mengurutkan alternative kepuasan yang tersedia
atau disebut individu memiliki sejumlah himpunan preferensi rasional yang dibentuk oleh transitivity,
completeness, dan continuity. Terakhir seseorang memiliki kepercayaan rasional mengenai kemungkinan
kosekuensi dari kegiatannya.
Transitivitas berarti, jika individu dihadapkan tiga pilihan X, Y, dan Z. Dimana ia lebih menyukai X
dibanding Y dan lebih menyukai Y dibanding Z, maka ia akan lebih menyukai X dibanding Z.
Kelengkapan berarti individu dapat membandingkan seluruh opsi yang ia pilih. Sedangkan, kontinuitas
berarti di suatu titik, nilai marjinal dua alternatif barang yang dikonsumsi adalah sama.
Transitivitas, kelengkapan, dan kontinuitias memunculkan ordinal utility function yakni
merepresentasikan urutan preferensi individu. Kemudian konsep ini memunculkan indiffrerence curve
yakni kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan
tingkat kepuasan yang sama. Sekumpulan kurva indiferensi disebut sebagai indifference map.

Untuk mengkonsumsi suatu barang maka ada kendala yang dihadapi konsumen yakni pendapatan yang
mereka miliki. Hal ini dijelaskan dalam kurva budget line atau garis anggaran yakni kurva yang
menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama
besar.
52

Kondisi keseimbangan adalah kondisi di mana konsumen telah mengalokasikan seluruh pendapatannya
untuk konsumsi. Pendapatan yang ada diapakai untuk mencapai tingkat kepuasan tertinggi (maksimalisasi
kegunaan) atau tingkat kepuasan tertentu dapat dicapai dengan anggaran paling minim (minimalisasi
biaya). Secara grafis kondisi keseimbangan tercapai pada saat kurva garis anggaran (menggambarkan
tingkat kemampuan) bersinggungan dengan kurva indiferens (menggambarkan tingkat kepuasan)

Produsen juga memiliki rasionalitas ketika dihadapkan dalam pengalokasian faktor produksi untuk
memproduksi suatu barang. Dimana rasionallitas seorang produsen adalah mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Seperti konsumen, preferensi produsen untuk menggunakan faktor produksi digambarkan pada
kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi pneggunaan dua macam faktor
produksi variabel yang secara efisien dengan tingkat teknologi tertentu, yang menghasilkan tingkat
produksi yang sama. Sedangkan, kendala dari produsen sama seperti konsumen yakni terkait anggaran.
Isocost atau kurva anggaran produksi adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi
penggunaan dua macam faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Keseimbangan produsen
terjadi ketika kurva isoquant bersinggungan dengan isocost.
53

• Individu, Masyarakat, dan Pasar


Permintaan dan Penawaran
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan permintaan dan penawaran. Dalam pengertian
ekonomi, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga
berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.
Permintaan adalah jumlah keseluruhan barang dan jasa yang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai
tingkat harga selama periode waktu tertentu. Hukum permintaan menjelaskan bahwa jumlah barang yang
selalu diminta akan selalu berbanding terbalik dengan harganya. Jika harga barang naik, maka jumlah
barang yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya, ceteris paribus. Oleh karenanya, slope atau
kemiringan kurva permintaan menurun dari kiri atas ke kanan bawah.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi permintaan suatu barang. Faktor ini akan menyebabkan
kurva permintaan bergerak sepanjang kurva (moving) dan bergeser (shifting).
1. Perubahan harga barang itu sendiri akan membuat kurva permintaan moving along the curve. Jika
harga suatu barang semkain murah maka permintaan barang itu bertambah, dan sebaliknya.
2. Perubahan harga barang lain akan membuat kurva permintaan shifting. Harga barang lain
memengaruhi permintaan ketika kedua barang memiliki keterkaitan. Keterkaitan barang bisa bersifat
pengganti (substitusi) dan pelengkap (komplementer). Barang yang bersifat subtitusi memiliki
hubungan positif sedangkan barang komplementer bersifat negatif.
3. Tingkat pendapatan seseorang memengaruhi permintaan. Jika pendapatan seseorang meningkat maka
permintaan akan naik yang ditunjukkan kurva permintaan bergeser ke kanan, dan sebaliknya.
4. Selera konsumen memengaruhi permintaan secara positif.
5. Jumlah penduduk memengaruhi permintaan secara positif. Semakin banyak jumlah penduduk, maka
permintaan suatu barang semakin besar.
6. Perkiraan harga di masa yang akan datang akan memengaruhi keputusan konsumen membeli suatu
barang di masa kini. Jika harga suatu barang diekspektasikan akan naik di masa depan, maka
permintaan barang tersebut di masa sekarang akan meningkat.
54

Penawaran adalah jumlah keseluruhan barang atau jasa yang akan dijual atau ditawarkan oleh produsen
pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Hukum penawaran menjelaskan bahwa
jumlah barang yang ditawarkan akan selalu berbanding lurus dengan harganya. Jika harga barang naik,
maka jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah, dan sebaliknya, ceteris paribus. Oleh karenanya
slope atau kemiringan kurva penawaran bersifat positif atau naik dari kiri bawah ke kanan atas.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penawaran suatu barang. Faktor ini akan menyebabkan
kurva permintaan bergerak sepanjang kurva (moving) dan bergeser (shifting).
1. Perubahan harga barang itu sendiri akan membuat kurva penawaran moving along the curve. Jika
harga suatu barang meningkat maka penawaran barang itu bertambah, dan sebaliknya.
2. Perubahan harga barang lain akan membuat kurva penawaran shifting. Harga barang lain memengaruhi
penawaran ketika kedua barang memiliki keterkaitan. Keterkaitan barang bisa bersifat pengganti
(substitusi) dan pelengkap (komplementer). Barang yang bersifat subtitusi memiliki hubungan positif
sedangkan barang komplementer bersifat negatif.
3. Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga bahan baku yang
meningkat, atau kenaikan tingkat bunga modal, akan menyebabkan perusahaan memproduksi
otuputnya lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang tetap. Sehingga, kenaikan harga faktor produksi
akan membuat penawaran berkurang.
4. Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila
biaya produksi meningkat, maka produsen akan mengurangi hasil produksinya, berarti penawaran
barang itu berkurang.
5. Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, dan menciptakan barang-barang baru.
Sehingga, kemajuan teknologi menyebabkan kenaikan dalam penawaran barang.
6. Apabila jumlah penjual suatu produk tertentu semakin banyak, maka penawaraan barang tersebut akan
bertambah.

Keseimbangan pasar terjadi ketika permintaan dan penawaran berpotongan. Harga keseimbangan
(equilibrium) adalah harga di mana baik konsumen maupun produsen sama-sama tidak ingin menambah
55

atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau dijual. Permintaan sama dengan penawaran. Jika harga di
bawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan permintaan. Sebab permintaan akan meningkat, dan
penawaran menjadi berkurang. Sebaliknya jika harga melebihi harga keseimbangan, terjadi kelebihan
penawaran. Jumlah penawaran meningkat, jumlah penawaran menurun.

Bentuk-bentuk pasar
Secara teoritis ada dua kondisi ekstrim perushaan dalam pasar. Ekstrim pertama adalah pasar persaingan
sempurana dan yang kedua adalah pasar monopoli. Adapun secara umum struktur pasar dibagi menjadi
dua yakni pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Dimana dalam pasar
persaingan tidak sempurna terdiri dari 3 yaitu, monopoli, oligopoly, dan persaingan monopolistic.
1. Pasar persaingan sempurna
Pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak penjual dan banyak pembeli untuk
memperdagangkan barang yang homogen. Ciri-ciri pasar persaingan sempurna:
a. Jumlah penjual dan pembeli sangat banyak
b. Barang yang dijual bersifat homogen (homogeneous product)
c. Terdapat kebebasan keluar masuk pasar, baik bagi pembeli maupun penjual (free entry and exit)
d. Ada mobilitas barang, sehingga pembeli dapat memperoleh barang dalam jumlah berapapun
e. Penjual dan pembeli memahami keadaan pasar yang sebenarnya (perfect knowledge)
f. Penjual menerima harga yang ditentukan pasar (price taker)
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba normal.
h. Pasar diasumsikan sangat efisien
56

2. Pasar Monopoli
Suatu industri dikatakan berstruktur monopolii bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm)
tanpa pesaing langsung atau tidak langsung. Produk yang dihasilkan tidak mempunyai substitusi (closed
substitution)
a. Jumlah penjual hanya satu dan pembeli sangat banyak
b. Barang yang dijual bersifat closed substitution
c. Ada hambatan besar untuk masuk pasar (karena satu-satunya perusahaan)
d. Penjual menentukan harga pasar (price maker)
e. Kurva permintaan pasar sama dengan perushaan (downward sloping)
f. Perusahaan mengontrol penuh supply
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba super normal.
h. Muncul ketidakefisienan pasar

3. Pasar Oligopoli
Struktur pasar atau indsutri oligopoly adalah pasar (industri) yang terdiri dari hanya sedikit perusahaan
(produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan (cukup) besar untuk memengaruhi harga pasar. Produk
57

dapat homogen atau diferensiasi. Perilaku setiap perusahaan akan memengaruhi perilaku perusahaan
lainnya dalam industri. Dari definisi di atas, kondisi pasar oligopoly mendekati kondisi pasar monopoli.
a. Jumlah penjual sedikit (few number of firms)
b. Barang yang dijual bersifat homogen atau terdiferensiasi
c. Ada hambatan besar untuk masuk pasar
d. Pengambilan keputusan yang saling memengaruhi (interdependence decisions)
e. Kompetisi non harga (non pricing competition)
f. Kurva permintaan berebentuk patah (kinked demand curve) menunjukkan keputusan yang saling
memengaruhi antar perusahaan.
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba super normal.
h. Muncul ketidakefisienan pasar

Keputusan yang saling memengaruhi antar perusahaan ditunjukkan oleh kurva permintaan oligopoly yang
patah. Ketika perusahaan menaikan harga di atas P1, maka perushaan menghadapi kurva yang elastis.
Peningkatan harga ini tidak diikuti oleh perusahaan lain, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan
lebih sedikit, yakni kenaikan harga tidak sebanding dengan penurunan permintaan yang dihadapi
perushaan (kuantitas di bawah Q1). Adapun, ketika perusahaan menurunkan harga di bawah P1, maka
kurva permintaan yang dihadapi bersifat inelastis. Penurunan harga akan diikuti oleh perushaan lain,
sehinggga keuntungan perusahaan juga tidak maksimal. Penurunan harga hanya memengaruhi kenaikan
kuantitas yang sangat sedikit (di atas Q1). Oleh karena itu, perusahaan menghadapi kurva yang patah
dimana keseimbangan terletak pada P1 dan Q1.
58

4. Pasar Persaingan Monopolistik


Struktur persaingan monopolistik hampir sama dengan persaingan sempurna. Di dalam industri terdapat
banyak perusahaan yang bebas keluar-masuk. Namun produk yang dihasilkan tidak homogen, melainkan
terdiferensiasi (differentiated product). Namun perbedaan barang antara satu produk (merek) dengan
produk (merek) yang lain tidak terlalu besar. Diferensiasi ini mendorng perusahaan untuk melakukan
persaingan non harga.
a. Jumlah penjual dan pembeli banyak
b. Barang yang dijual bersifat differentiated product
c. Terdapat kebebasan keluar masuk pasar, baik bagi pembeli maupun penjual (free entry and exit)
d. Penjual dapat menentukan harga (price maker) atas diferensiasi produk tetapi memiliki daya
monopoli atau pengaruh ke pasar sangat kecil.
e. Kurva permintaan perusahaan downward sloping tetapi cenderung elastis (karena banyak
perusahan)
f. Ada persaingan nonharga akibat diferensiasi produk (misal: iklan)
g. Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba supernormal,
maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh laba normal.
h. Muncul ketidakefisienan pasar

• Sejarah Munculnya perdagangan dan uang


Uang, yaitu: alat untuk mempermudah pertukaran. (Money was made to facility business transaction),
yang secara umum dapat diterima di dalam bentuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa serta untuk
pembayaran utang. Alat pertukaran yang dapat disebut sebagai uang, harus memiliki syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Digemari atau diterima oleh umum (acceptability)
2. Mudah disimpan dan dipindahtangankan (Portability)
59

3. Tahan lama dan tidak lekas rusak (durability)


4. Dapat dibagi-bagi dan tidak mengurangi nilainya (devisibility)
5. Mempunyai nilai yang stabil atau tetap (stability of value)
6. Jumlahnya memenuhi kebutuhan (uniformity)
Fungsi uang dibagi menjadi dua macam, yaitu fungsi asli dan fungsi turunan
1. Fungsi asli atau fungsi primer, meliputi : Sebagai alat tukar umum (medium of exchange dan Sebagai
satuan hitung (unit of account)
2. Fungsi turunan atau fungsi sekunder, meliputi: Sebagai alat pembayaran (means of payment), Sebagai
standar pembayaran utang (standar of defered payment), Penimbun kekayaan, Sebagai alat
pembentukan modal dan pemindahan modal (transfer of value), dan Sebagai ukuran harga atau
pengukur nilai (standard of value)

• Sistem Ekonomi
Melihat keragaman masyarakat kontemporer sepanjang sejarah, ternyata masyarakat telah berhasil
menyelesaikan masalah produksi dan distribusinya. Dalam keragaman yang besar ini ada lembaga-lembaa
sosial aktual yang menggerakan dengan mekanisme dan sistem berbeda-beda. Ada tiga jenis sistem yang
memungkinkan masyarakat dapat menyelesaikan tantangan ekonominya, yakni sistem ekonomi
tradisional, komando, dan pasar.
Sistem ekonomi tradisional
Tradisi adalah mode organisasi sosial di mana produksi dan distribusi didasarkan pada prosedur yang
dirancang di masa lalu yang jauh, diratifikasi oleh proses panjang trial and error bersejarah, dan dikelola
oleh adat dan kepercayaan yang kuat. Masyarakat berdasarkan tradisi memecahkan masalah ekonomi
mereka dengan sangat terkelola. Pertama, mereka biasanya menangani masalah produksi. Kemudian,
mereka mengatur masalah distribusi.
Solusi tradisional untuk masalah ekonomi produksi dan distribusi paling sering ditemui di masyarakat
agraris atau nom-industri primitive. Karena masih dalam tahap sangat sederhana, kegiatan ekonomi
sangat terbatas, kekeluargaan sangat kuat. Pada tahap ini tujuan produksi bukan karena keuntungan tapi
karena memenuhi kebutuhan mereka. Kelebihan produksi ditukan dengan sistem barter. Spesialisasi
biasanya berdasarkan keturunan. Misal jika ayah seorang petani, maka kemungkinan besar anaknya juga
petani. Keadaan masyarakat yang masih statis, tradisional, dan miskin. Tidak mengherankan, dalam
sistem ekonomi tradisional, masalah yang terbesar yang dihadapi adalah rendahnya inovasi dan
produktivitas, serta begitu buruknya distribusi pendapatan.
Sistem ekonomi komando
Dikatakan sistem komando karena mekanisme koordinasinya memang berdasarkan komando pusat
kekuasaan (centrai authority). Semua kegiatan ekonomi yang penting: produksi, konsumsi, dan distribusi,
60

ditentukan oleh lembaga kekuasaan. Lembaga yang diberikan hak koordinasi ekonomi disebut perencaan
terpusat (central planning). Sistem komando sangat mengandalkan perencanaan.
Sistem ekonomi pasar
Ekonomi pasar memungkinkan masyarakat untuk memegang kendali sendiri dan kecilnya peranan tradisi
dan pemerintah. Dalam ekonomi pasar, masalah produksi dan distribusi yang paling sederhana maupun
kompleks akan diserahkan pada mekanisme pasar atau interaksi bebas individu. Oleh karenanya, ekonomi
pasar mengandalkan interaksi kekuatan perminataan-penawaran sebagai alat alokasi yang efisien.
Indikator yang digunakan para pelaku ekonomi untuk bertindak adalah tingkat harga dan perubahannya.

Referensi:
Manurung, M., & Prathama, R. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro Ekonomi dan Makro Ekonomi)
Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Mankiw, N. G. (2014). Principles of Economics. Cengange Learning.
Parkin, M. 92006). Economics. Pearson Education.
Graafland, J. J. (2006). Economics, Ethics and The Market: Introduction and Application. Routledge.
Heilbroner, R.L., & Milberg, W. (2012). The Making of Economic Society. Pearson Education Company.

Collected by Fitri Nurjanah


081383218238
61

FIKIH MUAMALAH

1) MUAMALAH
A. Pengertian Fikih Muamalah
Etimologis: Fiqh -> Al-fahmu (paham), Muamalah -> Mufa’alah (saling berbuat)
Definisi fikih: Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali
Definisi muamalah: Suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.
Definisi fikih muamalah : Hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari
dalil-dalil yang terperinci yang mengatur keperdataan seseorang dengan orang lain dalam hal
persoalan ekonomi, diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa- menyewa, penemuan, dll.

B. Ruang Lingkup Fikih Muamalah


Menurut Al Fikr, dalam bukunya “ Al Mumalah Al Madiyah wa Al Adabiyah “, muamalah terbagi
menjadi 2 bagian :
Muamalah Adabiyah
Muamalah yang mengkaji dari segi subyeknya atau pelakunya. Berkaitan dengan hak,
kewajiban, dan cara yang dilakukan. Contohnya : Hak, Harta, Kepemilikan, dan Akad.
Muamalah Madiyah
Muamalah yang mengkaji objeknya atau bersifat kebendaan. Contohnya : al Ba’i (jual beli),
Syirkah (perkongsian), Mudharabah (kerjasama), Rahn (gadai), Kafalah dan Dhaman (jaminan dan
tanggungan), Utang-piutang, Hawalah (pemindahan utang), Ijarah (upah), Syuf’ah (gugatan), Qiradh
(permodalan), Ju’alah (sayembara), Ariyah (pinjam meminjam), Wadi’ah (titipan), Wakalah
(penyerahan kuasa), Luqathah (temuan), Musaraqah, Muzara’ah dan mukhabarah, Riba, dan
beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank dll).
C. Muamalah dan Perubahan Sosial
Dalam persoalan muamalah syariat islam, kaidah ushul berbunyi :
“Al-ashlu fi al-muamalah al ibadah illa maa dalla ‘ala tahrimihi”.
Artinya : Hukum asal dalam muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya. Dalam kaitan
dengan perubahan sosial, maka Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengungkapkan sebuah kaidah ushul yang
berbunyi :
“Taghayur al-fatwa wakhtilafuha bihasbi al-azman wa al-amkinah wa al-ahwal wa-al- niat wa al-
awa’id”
Artinya : Berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi sosial, niat,
dan adat kebiasaan
62

D. Prinsip Prinsip Muamalah


▪ Prinsip Tauhid (Unity)
Dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat islam.
▪ Prinsip Halal
Melaksanakan hal-hal yang halal, baik dari cara memperoleh, mengonsumsi, dan
memanfaatkannya. Doa orang yang mencari rezeki secara halal akan diterima oleh Allah dan
hidupnya penuh makna dalam ridha Allah SWT.
▪ Prinsip mashlahah
Sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil hukum tertentu yang membenarkan atau membatalkannya
atas segala tindakan manusia dalam rangka mencapai tujuan syara’, yaitu memelihara agama,
jiwa, akal, harta benda, dan keturunan.
▪ Prinsip ibadah (Boleh)
Berbagai jenis muamalah hukum dasarnya adalah boleh sampai ditemukan dalil yang
melarangnya. Kaidah umum yang ditetapkan syara’ yaitu dalam rangka mengabdi kepada
Allah SWT, tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan dan akhlak terpuji, serta
mempertimbangkan kemaslahatan pribadi dan masyarakat.
▪ Prinsip kebebasan bertransaksi
Prinsip “an taradhin minkum” (suka sama suka) dan tidak ada pihak yang dizhalimi dengan
didasari oleh akad yang sah, serta tidak boleh dilakukan pada produk-produk yang haram.
▪ Prinsip kerja sama
Saling menguntungkan dan solidaritas (persaudaraan dan saling membantu).
▪ Prinsip membayar zakat
Mengimplementasikan zakat sebagai wujud kepedulian sosial.
▪ Prinsip keadilan (justice)
Upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang melakukan muamalah,
misalnya keadilan dalam pembagian bagi hasil (nisbah) antara pemilik modal dan pengelola
modal.
▪ Prinsip Amanah
Prinsip kepercayaan, kejujuran tanggung jawab, seperti membuat laporan keuangan.
▪ Prinsip komitmen terhadap akhlaqul karimah
Komitmen yang kuat untuk mengamalkan akhlak mulia, seperti jujur dan dapat dipercaya.
▪ Prinsip terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang
➢ Terhindar dari ihtikaar
Upaya dari seseorang untuk menimbun barang pada saat barang itu langka atau diperkirakan
63

harga akan naik. Misalnya, membeli barang melebihi kebutuhan dengan tujuan
menimbunnya, menguasai pasar dan dijual dengan harga tinggi sekehendaknya pada saat
khalayak ramai membutuhkan.
➢ Terhindar ihtinaz
Penimbunan harta seperti uang, perak, dan emas.

➢ Terhindar dari tas’ir


Penetapan harga standar pasar yang ditetapkan oleh pemerintah atau yang berwenang untuk
disosialisasikan secara paksa kepada masyarakat dalam jual-beli.
➢ Terhindar dari upaya melambungkan harga.
• Larangan najasy (Rekayasa pasar dalam demand)
Mempermainkan harga yakni pihak pembeli menawar dalam suatu pembelian dengan
maksud agar orang lain menawar lebih tinggi.
• Larangan ba’i ba’adh ‘ala ba’adh
Melakukan lonjakan atau penurunan harga, dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar-
menawar melakukan dealing, atau baru akan menyelesaikan penetapan harga.
• Larangan talaqqi al-rukban
Mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang itu dengan
harga yang murah sebelum tiba di pasar.
• Larangan jual beli ahlul hadhar
Mirip dengan talaqqi al rukban, dimana seseorang menjadi makelar dari orang- orang desa
atau perkampungan dengan konsumen yang ada di kota, kemudian ia mengambil
keuntungan yang besar, dan keuntungan yang diperoleh dari harga yang naik itu ia ambil
untuk dirinya sendiri.
➢ Terhindar dari Riba
Etimologis : ziyadah (tambahan), tumbuh, dan membesar
Terminologis : Pengambilan tambahan dari pokok atau modal secara tidak baik atau
bertentangan dengan prinsip syariah.
Status hukum riba adalah haram. (QS. Al-Baqarah/2: 275)
Tahapan pengharaman riba :
• Ar-Ruum/30: 39 Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahir- nya seolah-
olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
• An-Nisa/4: 160-161 Riba digambarkan sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam
member balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba.
• Al-Imran/3: 130 Riba diharamkan dengan kaitannya kepada suatu tambahan yang
64

berlipat ganda.
• Al-Baqarah/2: 278-279 Allah SWT dengan jelas dan tegas apapun jenis tambahan yang
diambil dari pinjaman adalah riba.
Pengelompokan riba
• Riba utang piutang
Riba qardh : Pihak yang meminjamkan menuntut pengembalian lebih kepada pihak
yang dipinjami yang dituangkan dalam akad. Contoh : Seseorang mengutangi orang lain
dengan syarat dikembalikan lebih banyak dan memperoleh keuntungan, seperti menempati
rumah pengutang.
Riba jahiliyah : utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si
peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan.
Contoh : pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh
tagihannya.
• Riba jual beli
Riba Fadhl : Terjadi akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria
secara: (1) Kualitas (mitslan bi mitslin), (2) Kuantitas (sawaan bi sawain), (3) Penyerahan
yang tidak dilakukan secara tunai (yadan bi yadin). Contoh: Transaksi jual beli valuta
asing yang tidak dilakukan secara tunai (spot).
Riba Nasi’ah : Disebut juga riba duyun. Riba yang timbul akibat utang piutang yang
tidak memenuhi kriteria: (1)Untung muncul bersama risiko (al- ghunmu bil ghurmi), (2)
Hasil usaha yang muncul bersama biaya (al-kharaj bi dhaman). Riba Nasi’ah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari
ini dan barang yang diserahkan kemudian. Contoh : Pembayaran bunga kredit,
pembayaran bunga deposito, dan tabungan.
➢ Terhindar dari maysir : Sesuatu yang mengandung unsur perjudian yaitu suatu permainan
yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat
permainan tersebut (zero sum game). (QS. Al-Maidah/5: 90).
➢ Terhindar dari gharar/ taghriir / ketidakpastian (uncertainty) : sesuatu dimana terjadi
incomplete information karena adanya uncertainty to both parties (ketidakpastian dari kedua
belah pihak yang bertransaksi). Gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu : (1) Kuantitas,
contoh : ijon, dimana penjual menyertakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon
dengan harga X, (2) Kualitas, contoh : seorang peternak yang menjual anak sapi yang masih
dalam kandungan induknya, (3) Harga, contoh : Bank syariah menyatakan akan memberikan
pembiayaan murabahah rumah 1 tahun dengan margin 20% atau 2 tahun dengan margin
40%, (4) Waktu penyerahan, contoh : Seseorang menjual barang yang hilang.
65

Hubungan Qimar dan Gharar


Qimar = Gharar
Qimar Biasanya terjadi pada permainan atau perlombaan
Gharar Biasanya terjadi pada jual-beli.
Hubungan gharar dengan maysir gharar adalah salah satu bentuk maysir Hubungan
gharar dengan mukhatarah (spekulasi) mukhatarah lebih umum daripada gharar
Beberapa bentuk jual beli gharar
❖ Ba’i Hashah, misalnya : seseorang menjual tanahnya seukuran jauh lemparan batu yang
dia lakukan.
❖ Ba’i Mulamasah, jual beli secara menyentuh. contoh : seseorang menyentuh sebuah
barang dengan tangannya maka orang tersebut harus membelinya.

❖ Ba’i Munabazah, jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan
tidak pasti.
❖ Ba’i Hablul Hablah, menjual janin yang ada di perut unta yang sedang hamil. Atau
menjual suatu barang dengan cara tidak tunai dengan jangka waktu hingga janin dari janin
yang ada du perut unta yang hamil itu lahir.
❖ Ba’i al-mukhadarah, menjual buah yang belum masak, karena buah yang masih muda
sebelum dipetik sangat rentang terkena hama, tetapi bila warna buahnya telah berubah
menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dibolehkan.
❖ Ba’i Madhamin wa Malaqih
❖ Ba’i Madhamin : menjual sperma yang berada dalam sulbi unta jantan
❖ Ba’i Malaqih : menjual janin unta yang masih berada dalam perut induknya.
❖ Ba’i Muhaqalah, Menjual yang tanaman yang masih ada di lading atau di sawah.
66

❖ Ba’i Muzabanah, Menjual buah-buahan secara barteratau menjual kurma kering dengan
kurma basah dengan ukuran yang sama.
❖ Bai’aiataini fil bai’ah, jual beli dimana dalam satu aka dada dua harga yang dalam
praktiknya tidak ada kejelasan akad (jahalah) atau harga mana yang akan diputuskan,
juga berlaku jika dalam tranaksi ada dua akad, yang bercampur tanpa adanya pemisahan
terlebih dahulu.
❖ Akad Mu’allaq, transaksi dimana jadi tidaknya transaksi tergantung pada transaksi
lainnya.
❖ Dharbah al Ghawash, melakukan akad jual beli untuk barang temuan yang akan
ditemukan di kedalaman laut, sedangkan barang belum diketahui dapat atau tidaknya
barang diserahkan kepada pembeli.

➢ Terhindar dari syubhat : sesuatu perkara yang tercampur (antara halal dan haram), akan tetapi
tidak diketahui secara pasti apakah sesuatu yang halal atau haram, dan apakah ia hak atau
batil.
➢ Terhindar dari tadlis : unsur penipuan (unknown to one party atau asymmetric information),
menyampaikan sesuatu dalam transaksi bisnis dengan informasi yang diberikan tidak sesuai
dengan fakta yang ada. Dapat terjadi dalam 4 hal : (1) Kuantitas, contoh : tahfif (curang
dalam timbangan), (2) Kualitas, contoh : pedagang yang menyembunyikan cacat barang, (3)
Harga, contoh : ghaban fa hisy (menaikkan tarif 10x lipat karena pembeli tidak mengetahui
harga sebenarnya), (4) Waktu penyerahan, contoh : petani buah yang menjual buah di luar
musimnya, padahal petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang
dijanjikannya pada waktunya.
➢ Terhindar dari risywah : suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat unsur suap- menyuap
➢ Terhindar dari batil : batil artinya tidak bermanfaat atau bisa dikatakan segala sesuatu yang
meninggalkan kemudaratan.
➢ Terhindar dari menjual barang digunakan untuk maksiat, contoh :menjual anggur kepada
pabrik minuman keras, menjual senjata kepada penjahat.
➢ Terhindar dari larangan jual beli dalam bentuk lainnya: Misalnya, larangan jual beli dengan
paksaan (Ba’i al-Ikrah), larangan jual beli barang yang belum dimilikinya (Ba’i al-Ma’dum),
larangan dua akad jual beli dalam satu akad, larangan jual beli kontan dengan kredit,
larangan jual beli utang dengan kredit, larangan jual beli di masjid, larangan menjual atau
membeli barang yang sedang ditawar orang lain,ba’i al-kaali bi al-kaali, jual beli yang
menjauhkan diri dari ibadah, bay’ al-Hasat, bay’ al-Juzaf, ba’i al-muawamah..
67

2) HARTA DAN HAK MILIK


A. Harta
Pengertian harta Secara bahasa (etimologis) : mal (jamak: amwal) yang berarti condong,
cenderung, miring. Secara istilah (terminologis) : sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan
tabiatnya, baik manusia itu memberikannya atau menyimpannya. Unsur-unsur harta (1) ‘aniyah :
harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan), (2) ‘urf : Segala sesuatu yang dipandang harta oleh
seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan
manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun ma’nawiyah.
Pandangan Islam terhadap harta
▪ Allah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di bumi. Manusia sebatas menjalankan amanah
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. (Thaha : 124- 125)
▪ Status harta yang dimiliki manusia adalah :
➢ Harta sebagai titipan.

➢ Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik dan
tidak berlebihan. (Al-imran : 14)
➢ Harta sebagai ujian keimanan. (Al-anfaal : 28)
➢ Harta sebagai bekal ibadah (Al-imran :134)

Pembagian harta, dilihat dari berbagai segi, antara lain berdasarkan :


▪ Kebolehan memanfaatkannya oleh syara’
➢ Mutaqawwim : sesuatu yang boleh dimanfaatkan menurut syara’.
➢ Ghairu Mutaqawwim : sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan menurut syara’, baik jenisnya,
cara memperolehnya, maupun penggunaannya.
▪ Dilihat dari segi jenisnya
➢ Manqul : harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
➢ Ghairu Manqul : harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
▪ Dilihat dari segi pemanfaatannya
➢ Isti’mali : harta yang apabila dimanfaatkan atau digunakan benda itu tetap utuh, sekalipun
manfaatnya sudah banyak digunakan.
➢ Istihlaki : harta yang apabila dimanfaatkan berakibat akan menghabiskan harta itu.
▪ Dilihat dari segi ada atau tidak adanya harta sejenis di pasaran
➢ Mitsli : Harta yang ada jenisnya di pasaran, yaitu harta yang ditimbang atau ditakar seperti
gandum, beras dsb.
➢ Qimi : harta yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya di pasaran, atau ada jenisnya
tetapi pada setiap unitnya berbeda-beda dalam kualitasnya.
68

▪ Dilihat dari status harta


➢ Mamluk : harta yang telah dimiliki, baik milik perorangan atau milik badan hukum atau milik
negara.
➢ Mubah : harta yang asalnya bukan milik seseorang, seperti : mata air, laut.
➢ Mahjur : harta yang ada larangan syara’ untuk memiliknya, baik karena harta itu dijadikan
harta wakaf maupun diperuntukkan untuk kepentingan umum.
▪ Harta dilihat dari boleh dibagi atau tidak
➢ Mal qabil li al-qismah (harta yang dapat dibagi) : harta yang tidak menimbulkan suatu
kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi dan manfaatnya tidak hilang.
➢ Mal ghair qabil li al-qismah (harta yang tidak dapat dibagi) : harta yang dapat menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan atau hilang , bila harta itu dibagi- bagi. Misal : gelas.
▪ Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta
➢ Ashl : harta yang menghasilkan, misalnya : rumah, pohon.
➢ As-samar: buah hasil dari suatu harta, misalnya : sewa rumah, buah, susu kambing.
▪ Dilihat dari segi pemiliknya
➢ Khas : harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa
persetujuan pemiliknya.
➢ ‘Am : harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya.
▪ Dilihat dari segi harta beebentuk benda dan tanggungan
➢ ‘Ain (harta berbentuk benda) (1) ‘ain dzati qimah : benda yang memiliki bentuk yang
dipandang sebagai harta karena memiliki nilai, (2) ‘ain ghair dzati qimah: benda yang
tidak dipandang sebagai harta karena tidak memiliki harga, misalnya sebiji beras.
➢ Dayn (harta berupa tanggungan)

Asas Pemilikan Amwal


Menurut Pasal 17 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah:
▪ Amanah, bahwa pemilikan amwal pada dasarnya menupakan titipan dari Allah SWT untuk
digunakan untuk kepentingan hidup.
▪ Infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada dasarnya bersifat individual dan penyatuan
benda dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau korporasi.
▪ Ijtima’iyah, bahwa pemilikan benda tidak hanya memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan
hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama di dalamnya terdapat hak masyarakat.
▪ Manfaat, bahwa pemilikan harta benda pada dasarnya diarahkan untuk memperbesar
manfaat dan mempersempit mudarat.
69

B. Hak
Pengertian hak
Secara etimologis ketetapan dan kepastian. Secara terminologis suatu hukum yang telah
ditetapkan oleh Syara’.

Pembagian Hak
Dalam pengertian umum hak dapat dibagi menjadi dua :
▪ Hak mal ialah sesuatu yang berkaitan dengan harta.
▪ Hak ghair mal, dalam hak ini terbagi dua :
❖ Hak syakshi ialah suatu tuntunan yang dapat ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap
orang lain.
❖ Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua, hak
‘aini ada dua :
➢ Hak ‘aini ashli ilah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al haq.
➢ Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang untuk
mengutangkan uangnya atas yang berutang.

Macam-macam Hak
▪ Dari segi Subyek, hak dibagi menjadi hak Allah, hak manusia, dan hak berserikat.
▪ Dari segi Obyek, hak dibagi menjadi:

➢ aq al mal (hak yang terkait dengan harta),


➢ Haq Ghairu al-Mal (yang tidak terkait dengan harta),
➢ Haq al-Syakhsyi (hak pribadi),
➢ Haq al-Aini (hak materi, misal meskipun sebuah harta ada ditangan pencuri tetapi ia
tetap permanen milik yang punya),
➢ Haq mujarrad (hak murni, misal: dalam persoalan hutang, jika pemberi utang
menggugurkan hutangnya, maka hal tersebut tidak memberi bekas sedikitpun bagi yang
berutang,
➢ Haq ghairu al-Mujarrad (hak apabila digugurkan akan tetap memberika bekas bagi
yang melanggar hak, misal qisas, apabila ahli wris memaafkan pembunuh, pembunuh
yang tadinya halal dibunuh haram dibunuh).

Sumber Hak
Syariat dan aturan hukum islam merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus
merupakan sumber utama iltizam, sedangkan sumber yang lain adalah sebagai berikut:
70

▪ Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al'aqidaini) untuk melakukan suatu
kesepakatan (perikatan), seperti akad jual beli, sewa-menyewa dan lainnya.
▪ Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, one side), seperti ketika seseorang
mengucapkan sebuah janji atau nadzar.
▪ Al-fi'lun nafi' (perbuatan yang bermanfaat), misalnya ketika seseorang melihat orang lain
dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka ia wajib berbuat
sesuatu sebatas kemampuannya.
▪ Al-fi'lu al-dlar (perbuatan yang merugikan), seperti ketika seseorang merusak, melanggar
hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani iltizam atau kewajiban tertentu.

C. Kepemilikan

Pengertian kepemilikan
Secara etimologis penguasaan terhadap sesuatu. Secara terminologis kekhususan terhadap
pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaat
selama tidak penghalang syar’i.

Sebab-sebab Kepemilikan
▪ Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia :
➢ Ikraj al mubahat, untuk harta yang mubah. Untuk memiliki benda-benda mubahat ada dua
syarat, yang pertama benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain, yang kedua adanya
niat untuk memiliki.
➢ Khalafiyah, ialah bertempanya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang
lama, yang telah hilang berbagai macam haknya. Khalafiyah ada dua macam: (1) khalafiyah
syaksyi ‘an syaksyi ialah siwaris menempati si muwaris dalam memiliki harta yang
ditinggalkan, (2) khalafiyah syai’an syai’in ialah apabila seseorang merugikan milik orang
lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang.
➢ Tawallud min mamluk yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki, menjadi hak
yang memiliki benda tersebut.
➢ Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun.
▪ Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan islam, antara lain:
➢ Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum.
➢ Melalui transaksi.
➢ Melalui peninggalan seseorang.
➢ Hasil harta yang telah dimiliki seseorang tersebut.
▪ Menurut pasal 18 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, juga bisa diperoleh dengan cara:
71

➢ Pertukaran
➢ Pewarisan
➢ Hibah
➢ Pertambahan alamiah
➢ Jual beli
➢ Luqathah
➢ Waqaf
➢ Cara-cara lain yang dibenarkan menurut syariah

Macam-macam Kepemilikan
▪ Ilmu Fiqh membagi kepemilikan menjadi dua bagian, yaitu:
➢ Milk al-tam (milik yang sempurna) : apabila materi atau manfaat harta itu dimiliki
sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu di bawah
penguasaannya.
➢ Al-milk al-naqis (milik yang tidak sempurna) : apabila seseorang hanya menguasai materi
harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain.
▪ Dilihat dari segi mahal (tempat) dibagi menjadi tiga bagian :
➢ Milk al ‘ain memiliki semua benda, baik benda tetap maupun benda-benda yang dapat
dipindahkan.
➢ Milk al manfaah, ialah seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda.
➢ Milk al dayn ialah pemilikan adanya utang.
▪ Dari segi shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki), milik dibagi menjadi dua :
➢ Milk al mumtamayyiz, ialah suatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan
yang dapat memisahkannya dari yang lain.
➢ Milk al syai’i ialah milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu
betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu.

2) AKAD DALAM BERMUAMALAH


A. AKAD
Pengertian Akad
▪ Al-aqd (jamak: al-uquud) artinya ikatan atau tali sampul.
▪ Menurut para ulama fiqih: hubungan antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak syariat yang
menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam objek perikatan.
▪ Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
72

Rukun akad
▪ Al-aqid, pihak-pihak yang berakad.
▪ Sighat, perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab (ucapan yang diucapkan oleh
penjual) dan qabul (ucapan setuju dan rela yang berasal dari pembeli). Hal-hal yang harus
diperhatiakan dalam sighat :
➢ Sighat al aqd harus jelas pengertiannya.
➢ Harus bersesuaian dengan ijab dan qabul.
➢ Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang berkaitan.
▪ Al-ma’qud alaih, objek akad.
▪ Tujuan pokok akad.

Jenis-jenis akad
▪ Akad menurut tujuannya
➢ Akad Tabarru : akad yang dimaksudkan untuk menolong dan murni semata-mata kaena
mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsure mencari
“return”. Contoh : Hibah, Waqaf, Wasiat, Wakalah, Kafalah, Hafalah, Rahn, Qiradh.
➢ Akad Tijari : akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana
rukun dan syarat telah dipenuhi semuanya. Contoh : Murabahah, Salam, Istishna’,
Musyarakah.
▪ Akad menurut keabsahannya
➢ Akad Shahih : akad yang memenuhi semua rukun dan syaratnya.
➢ Akad Fasid : akad yang memenuhi semua rukun, tetapi syarat tidak dipenuhi.
➢ Akad Bathal :akad yang rukun nya tidak terpenuhi, sehingga syarat juga tidak terpenuhi.

Macam-macam akad
▪ Akad munjiz ialah akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad.
▪ Akad mualaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam akad.
▪ Akad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksanaan akad
Ilzam dan Iltizam
▪ Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad.
▪ Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan
orang lain.
Bentuk-bentuk akad finansial
Akad Jual Beli Akad Akad Akad Akad
73

: Kemitraan : Sewa : Jasa : Sosial :


Salam Mudharabah Ijarah Hawalah Ariyah
Istishna’ Musyarakah IMBT Wadiah Qardh
Murabahah Muzara’ah Rahn Hibah
Ba’i Al-wafa Musaqah Wakalah Sedekah
Ba’i Mugharasah Kafalah Hadiah
Bidhamanil Ajil
Ba’i Inah Ju’alah Zakat
Ba’i Tawarruq Syuf’ah Wakaf
Ba’i al-Dayn Sharf

Adapun akad dan produk bank syariah sebagai berikut :


Pola Nama Akad Bentuk Produk
Pendanaan Titipan wadi’ah yad dhamanah Giro, Tabungan
Pinjaman Qardh Giro, Tabungan
Bagi hasil Mudharabah Mutlaqah, Tabungan,
Mudharabah Muqayyadah Deposito,
Investasi,
Obligasi.
Sewa Ijarah Obligasi
Pembiayaan Bagi hasil Mudharabah musyarakah Investment,
Financing
Jual beli Mudharabah, salam, Trade Financing
Istishna
Sewa Ijarah, Ijarah wal iqtina’ Trade Financing
Pinjaman Qardh Dana Talangan
Perbankan Wakalah, Kafalah, Jasa Keuangan
Hawalah, Rahn, Ujr, Sharf
Titipan Wadi’ah Yad Amanah Jasa Non-
Keuangan
Bagi Hasil Mudharabah Muqayyadah Jasa Keuangan
Pola Pinjaman Qardhul Hasan Pinjaman
Pinjaman Kebajikan
74

Asas berakad dalam Islam


▪ Asas Ilahiah : nilai-nilai ketuhanan (Ketauhidan).
▪ Asas Kebebasan (Al-Hurriyah) : kebebasan untuk membuat perjanjian.
▪ Asas Pesamaan (Al-Musawah) : setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk
melakukan suatu perikatan.
▪ Asas Keadilan (Al-‘Adalah)
▪ Asas Kerelaan (Ar-Ridha) : transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau
kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh ada tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-
statement.
▪ Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq)
▪ Asas Tertulis (Al-Kitabah)

B. Akad Dalam Jual Beli


Pengertian jual beli (arab: ba’i) Tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan
dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.

Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah jual beli antara benda
dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.

Rukun jual beli : (1) Pelaku transaksi : penjual dan pembeli, (2) Objek transaksi : harga dan
barang, (3) Akad (transaksi) : baik perbuatan (mu’athah) maupun berbentuk kata- kata (ijab dan
qabul).

Hukum jual beli : (1) QS. Al-Baqarah : 275 “Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba”, (2) QS. An-Nisaa : 29 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
sekarang memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”

Syarat sahnya jual beli


▪ Saling rela antara kedua belah pihak (QS.An-Nisaa : 29).
▪ Pelaku akad harus orang yang telah balig, berakal dan mengerti (QS.An-Nisaa : 5-6).
▪ Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak.
▪ Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama.
▪ Objek transaksi harus bisa diserahterimakan.
▪ Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad.
▪ Harga harus jelas saat transaksi.
75

Saksi dalam jual beli QS. Al-Baqarah : 282 “Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli”

Khiyar dalam jual beli


Pasal 20 ayat 8 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : Khiyar hak pilih bagi penjual dan pembeli
untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilakukan.
Khiyar terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
▪ Khiyar majlis : Hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau membatalkan akad selagi mereka
berada dalam tempat transaksi dan belum berpisah.
▪ Khiyar syarat : Kedua belah pihak atau salah satu berhak memberikan persyaratan
khiyar dalam waktu tertentu.
▪ Khiyar ‘aib : Hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad dikarenakan terdapat cacat
pada barang yang mengurangi harga atau nilai barangnya.
Prof. Dr. Muhammad Tahir Mansoori membagi khiyar menjadi empat macam, tambahannya
adalah khiyar al-ghaban (hak untuk membatalkan kontrak karena penipuan). Khiyar al-ghabn
dapat diimplementasikan dalam situasi seperti :
▪ Tasriyah : mengikat kantong susu unta betina atau kambing supaya air susu binatang it
terkumpul di kantong susuya untuk memberikan kesan kepada yang berniat membeli bahwa air
susunya sudah banyak.
▪ Tanajush : menawar harga yang tinggi untuk suatu barang tanpa niat untuk membelinya, dengan
tujuan semata-mata untuk menipu orang lain yang ingin benar- benar membeli barang tersebut.
▪ Ghaban Fahisy : kerugian besar yang diderita oleh suatu pihak dari kontrak sebagai hasil dari
penggelapan atau penggambaran yang salah, atau penipuan yang dilakukan oleh pihak lain.
▪ Talaqqi al-rukban : transaksi dimana orang kota mengambil keuntungan dari ketidaktahuan
orang badui yang membawa barang dagang untuk dijual di pasar dan orang kota mencegatnya di
tengah perjalanan serta membeli barang dagang itu tanpa memberi kesempatan kepada orang
badui untuk melakukan survei harga di pasar.

Bentuk-bentuk ba’i (jual beli)


▪ Ditinjau dari sisi objek akad ba’i
➢ Tukar menukar uang dengan barang.
➢ Tukar menukar barang dengan barang (muqayadhah/barter).
➢ Tukar menukar uang dengan uang (sharf). Misal : tukar menukar rupiah dengan real.
▪ Ditinjau dari waktu serah terima
➢ Barang dan uang serah terima dengan tunai (naqdan).
76

➢ Salam : uang dibayar dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati.
➢ Ba’i ajal : barang diterima di muka dan uang menyusul (kredit).
➢ Ba’I dain bi dain : barang dan uang tidak tunai (jual beli utang dengan utang).
▪ Ditinjau dari cara menetapkan harga
➢ Ba’i musawamah : jual beli dengan cara tawar-menawar penjual tidak menyebutkan harga
pokok barang, akan tetapi tetap menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk
ditawar.
➢ Ba’i amanah : (1) ba’i murabahah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan
laba, (2) ba’i al-wadh’iyyah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual
barang tersebut di bawah harga pokok, (3) ba’i tauliyah : penjual menyebutkan harga pokok
dan menjualnya dengan harga tersebut.

Salam (In-Front Payment Sale)


▪ Pengertian Salam : jual beli dengan pembayaran di muka Jasa pembiayaan jual beli yang
pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.

▪ Rukun salam : (1) sighat yaitu ijab dan qabul, (2) ‘aqidani : 2 orang yang melakukan transaksi
yaitu orang yang memesan dan menerima pesanan, (3) objek transaksi, yaitu harga dan barang
yang dipesan.
▪ Dasar hukum salam QS. Al-Baqarah : 282
▪ Perbedaan ba’i as-salam dengan ijon dalam ba’i as-salam mengharuskan adanya dua hal
sebagai berikut : (1) pengukuran dan spesifikasi yang jelas, (2) adanya keridhoan yang utuh
antara kedua belah pihak.
▪ Penerapan dalam perbankan pembelian komoditas pertanian oleh bank untuk kemudian dijual
kembali secara tunai atau kredit.

Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture)


▪ Pengertian istishna’ : meminta kepada orang untuk membuatkan sesuatu jual beli barang atau
jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pihak pemesan dan pihak penjual.
▪ Rukun istishna’ : (1) mustashni’ : pemesan, (2) shani’ : pembuat, (3) objek akad : barang dan
modal (harga), (4) sighat.
▪ Dasar hukum istishna : Nabi Muhammad pernah minta dibuatkan cincin sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Bukhari.
▪ Perbedaan istishna’ dengan salam istishna sebagai kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang (shani’) menerima pesanan dari pembeli
77

(mustashna’) untuk membuat barang dengan spesifikasi yang telah disepakati kedua belah pihak
yang bersepakat atas harga dan system pembayaran, yaitu di muka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.
▪ Penerapan dalam perbankan pemesanan barang investasi dan renovasi.

Murabahah
▪ Pengertian Murabahah : Ribhu (keuntungan) sama dengan ba’i bitsmanil ajil pembiayaan
saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan
melalui transaksi jual beli denga penjelasan bahwa harga pengadaan baragn dan harga jual
terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan
pengembaliannya dilakukan secara tunai (naqdan) atau angsur (muajjal).
▪ Rukun murabahah : (1) penjual dan pembeli, (2) objek yang diakadkan, (3) shigat.
▪ Dasar hukum murabahah : QS.Al-Baqarah : 275
▪ Perbedaan antara murabahah, istishna’, dan salam murabahah, barangnya sudah ada,
sedangkan istishna’ dan salam melalui pemesanan terlebih dahulu.
▪ Penerapan dalam perbankan pembiayaan barang-barang investasi seperti melalui
letter of credit (L/C) dan pembiayaan persediaan sebagai modal kerja.

C. Akad Dalam Kemitraan Bisnis


Mudharabah
▪ Pengertian mudharabah qiradh, muqaradhah kontrak (perjanjian) antara pemilik modal
(shahib al-mal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas yang produktif
dimana keuntungan dibagi dua antara pemodal dan pengelola modal. Jika mengalami kerugian
akan ditanggung oleh pemilik modal, jik kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal
tidak boleh intervensi kepada pengguna dan (mudharib) dalam menjalankan usahanya.
▪ Rukun mudharabah : (1) shahib al-mal : pemilik modal, (2) mudharib : pelaku usaha,
(3) akad.

▪ Dasar hukum mudharabah QS. Al-Baqarah : 198


▪ Jenis-jenis mudharabah (1) mudharabah mutlaqah : bentuk kerja sama antara shahib al-mal
dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usahanya,
waktu dan daerah bisnis, (2) mudharabah muqayyadah, mudharib membatasi jenis usaha,
waktu, atau tempat usaha.
78

▪ Penerapan dalam perbankan


Akad mudharabah pada perbankan syariah :
Produk /Jasa Akad
Modal Kerja Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
Investasi Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
Pembiayaan Proyek Mudharabah, Musyarakah, Murabahah

Jasa investasi menggunakan akad mudharabah muqayyadah :


Produk /Jasa Akad
Investasi Khusus Mudharabah Muqayyadah
Reksadana Mudharabah Muqayyadah

Instrumen keuangan syariah :


Produk/Jasa Akad
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Mudharabah
(SIMA)

Musyarakah (Syirkah)
▪ Pengertian musyarakah (syirkah) pencampuran kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah.
▪ Rukun musyarakah : (1) orang yang melakukan transaksi, (2) shighat, (3) objek yang
ditransaksikan
▪ Dasar hukum musyarakah QS. Shad : 24 dan QS. An-Nisa : 12
▪ Perbedaan musyarakah dan mudharabah mudharabah, modal berasal dari salah satu pihak,
sedangkan musyarakah, modalnya berasal dari dua pihak atau lebih.

▪ Macam-macam musyarakah :
➢ Syirkah amlak (kepemilikan) : persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan
satu barang dengan sebab kepemilikan, bisa melalui hibah, warisan, wasiat, atau kondisi
lainnya yang berakibat pemilikan.
➢ Syirkah akad : tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk bekerja
sama dalam member modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Macam-
macamnya:
❖ Syirkah inan yaitu perserikatan harta dalam sebuah perdagangan.
a) Modal yang digabung oleh masing-masing pihak tidak harus sama.
b) Dalam soal tanggung jawab dan kerja juga tidak harus sama.
79

c) Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.


d) Kerugian ditanggung sesuai dengan persentase modal masing-masing.
e) Dalam hal ini ulama’ fiqh membuat kaidah: “keuntungan dibagi sesuai kesepakatan,
kerugian sesuai persentase modal masing-masing”.
f) Rukun syirkatu inan adalah [1] adanya dua pihak, [2]adanya objek transaksi, dan [3]
adanya pelafalan akad.
❖ Syirkah mufawadhoh yaitu perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek. Dengan
kewajiban dan hak yang sama rata.
a) Jumlah modal dari masing-masing pihak harus sama.
b) Pihak-pihak yang berserikat harus sama-sama kerja, tanpa ada yang lebih dominan.
c) Unsur terpenting dari syirkah dalam jenis ini adalah adanya hak dan kewajiban yang
sama dari masing-masing pihak.
d) Apabila modal, kerja, dan keuntungan masing-masing beda, maka menurut ulama’
hanafiyah, perserikatan tersebut berubah menjadi syirkah al-Inan.
e) Masing-masing pihak bertindak atas nama orang-orang yang berserikat.
❖ Syirkah wujuh yaitu syirkah yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal
sama sekali. (Ex : menggunakan reputasi)
❖ Syirkah Abdan yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk
menerima suatu pekerjaan.

Muzara’ah
▪ Secara bahasa berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar sebagian darinya
▪ Secara istilah memberikan tanah kepada petani agar dia mendapatkan bagian dari hasil
tanamannya.
▪ Dilihat dari sah tidaknya, muzara'ah ada empat macam (Abu Yusuf) :
➢ Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi
obyek muzara'ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah.
➢ Apabila pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan petani menyediakan bibit, alat,
dan kerja, sehingga yang menjadi obyek muzara'ah adalah manfaat lahan, maka muzara'ah
juga sah
➢ Apabila lahan, alat dan bibit dari pemilik lahan dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi
obyek muzara'ah adalah jasa petani maka akad sah.
➢ Apabila lahan pertanian dan alat disediakan pemilik lahan sedangkan bibit dan kerja dari
petani, maka akad ini tidak sah. Menurutnya manfaat lahan tidak sejenis dengan manfaat
alat, lahan untuk menghasilkan buah dan alat sekedar mengolah. Alat pertanian harus
80

mengikut petani penggarap, bukan kepada pemilik lahan.

D. Akad Sewa
Ijarah
▪ Secara bahasa, ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan Ijarah adalah transaksi yang
memperjual-belikan manfaat suatu harta benda, sedangkan kepemilikian pokok benda itu tetap
pada pemiliknya.
▪ Dasar hukum ijarah QS. Al-Baqarah : 233 dan QS. Az-Zukhruf : 32 serta hadits “Dari Ibn
Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW melakukan hijamah (berbekam) dan memberikan
orang yang melakukannya upahatas kerjanya”. (HR. Bukhari).
▪ Rukun ijarah antara lain : (1) al-'aqidani (dua belah pihak), (2) shighat, (3) pembayaran, dan
(4) manfaat.
▪ Objek ijarah ada 2, yaitu (1) ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim
disebut dengan persewaan, (2) ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM yang lazim disebut
dengan perburuhan.
▪ Akadi ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat.
▪ Akad ijarah tidak berlaku bagi sesuatu (barang) yang menghasilkan sesuatu (barang), seperti
pohonan yang menghasilkan buah, sebab buah itu sendiri berujud materi, sedangkan dalam akad
ijarah harus berujud manfaat.
▪ Akad ijarah juga tidak boleh terhadap nilai tukar uang, sebab penyewaan terhadap uang akan
menghabiskan materinya, sedangkan dalam akad ijarah yang dituju hanyalah manfaat dari suatu
benda.
▪ Ibn Taimiyah tidak sepakat dengan batasan poin 2 di atas; menurutnya, manfaat sama dengan
materi. Ia menyamakan dengan bolehnya orang mewakafkan manfaat suatu barang.
▪ Dilihat dari segi obyek ijarah di bagi menjadi 2 yaitu:
➢ Ijarah manfaat (al-ijarah ala al-manfaah), contoh sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian
dll.
➢ Ijarah yang bersifat pekerjaan (al-ijarah ala al-a’mal); dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan sesuatu.
▪ Bentuk Realisasi dalam kontemporer IMBT: al-ijarah al-mumtahiyah bi al-tamlik. Sewa
dengan pemindahan kepemilikkan di akhir periode. Contoh lain : sukuk global.

E. Akad Jasa
Rahn
▪ Rahn atau gadai (ats-tsubutu) yang berarti tetap dan (ad-dawamu) yang berarti terus menerus.
81

▪ Menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan
oleh berpiutang (yang meminjamkan).
▪ Dasar hukum rahn QS Al-Baqarah: 283, dan hadits “Dari Aisyah ra. berkata bahwa
Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan cara menggadaikan baju
besinya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Rahn dibolehkan, asalkan tidak terdapat praktek yang
dilarang, seperti riba atau penipuan.
▪ Unsur rahn : (1) ar-rahin : penggadai barang/ peminjam uang, (2) al-murtahin : penerima
barang/pemberi uang, (3) al-marhun bihi (barang yang digadaikan), (4) al- marhun / ar-rahn
(uang yang diberikan), dan (5) kesepakatan.
▪ Rukun Rahn (1) adanya lafaz, (2) adanya pemberi dan penerima gadai, (3) adanya barang
yang digadaikan, dan (4) adanya utang/ hutang.

Luqathah
▪ Secara bahasa adalah sesuatu yang ditemukan.
▪ Luqathah adalah harta yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain.
▪ Bila menemukan barang hilang, apa yang harus dilakukan? Islam mewajibkan bagi orang yang
menemukan barang hilang untuk mengumumkannya kepada khalayak ramai. Dan masa
pengumuman itu berlaku selama satu tahun.
▪ Bila tidak ada yang mengakui, maka boleh bagi penemu untuk memiliki harta itu bila memang
telah berusaha mengumumkan barang temua itu selama setahun lamanya dan tidak ada
seorangpun yang mengakuinya. Bila suatu saat pemiliknya datang dan telah cocok bukti-bukti
kepemilikannya, maka barang itu harus dikembalikan kepada pemilik aslinya. Bila harta temuan
itu telah habis, maka dia wajib menggantinya. Bila barang barang yang tidak bernilai (peniti,
jarum, sikat gigi) maka tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya.
Hawalah
▪ Secara bahasa hawalah atau hiwalah bermakna berpindah atau berubah.
▪ Secara istilah pemindahan atau pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada
orang yang menanggung hutang tersebut. A hutang ke B, B punya piutang dengan C, A bisa
menagih utangnya B ke C.
▪ Dasar hukum hawalah Al-Qur'an : 5: 2
▪ Rukun Hawalah :
➢ Muhil ( orang yang memindahkan penagihan yaitu orang yang berhutang).
➢ Muhal ( orang yang dipindahkan hak penagihannya kepada orang lain yaitu orang yang
mempunyai piutang).
➢ Muhal alaih ( orang yang dipindahkan kepadanya objek penagihan).
82

➢ Muhal bih (hak yang dipindahkan yaitu hutang).


➢ Piutang Muhil pada Muhal alaih.
➢ Shighat.

Wadiah
▪ Secara terminologis berarti pemberian kuasa oleh penitip kepada orang yang menjaga hartanya
tanpa kompensasi (ganti).
▪ Landasan Hukum QS. An-Nisa : 58 dan hadits “Sampaikanlah amanat kepada orang yang
memberi amanat kepadaMu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu."
(HR. Abu Dawud dan at-Turmudzi).
▪ Rukun & Syarat : (1) barang yang disimpan/ dititipkan, (2) al-muta'aqidain (dua pihak yang
melakukan transaksi), (3) shighat.
▪ Jenis-jenis (1) wadiah yad amanah : pihak penerima titipan tidak diperkenankan
menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima, (2)
wadiah yad dhamanah : pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat
memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut
menjadi hak penerima titipan.

Kafalah
▪ Secara bahasa berarti mengumpulkan, menanggung dan menjamin.
▪ Secara istilah mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung jawab orang yang
dijamin dalam masalah hak atau hutang, sehingga hak atau hutang tersebut menjadi
tanggungjawab keduanya.
▪ Landasan hukum QS.Yusuf: 72
▪ Rukun Kafalah :
➢ Dhamin, kafil, atau zaim, yaitu orang yang menjamin baligh, berakal, tidak dicegah
membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan sekehendak sendiri.
➢ Madmun lah disebut juga makful lah yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa
yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin.
➢ Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang.
➢ Madmun bih atau makful bih adalah utang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan
tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
➢ Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu
83

dan tidak berarti sementara.


▪ Kafalah dapat di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu :
➢ Kafalah dengan jiwa dikenal dengan kafalah bi al-wajhi, yaitu adanya keharusan pada pihak
penjamin untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan .

➢ Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh dhamin atau
kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.
▪ Dari kedua golongan besar diatas pada prakteknya dapat dibagi menjadi beberapa jenis :
➢ Kafalah bil mal : jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Contohnya dimana
seseorang menjamin hutang seorang sahabat/temannya.
➢ Kafalah bit taslim : jaminan yang diberikan dalam rangka menjamin penyerahan atas barang
yang disewa pada saat berakhirnya masa sewa
➢ Kafalah munjazah : Jaminan yang diberikan secara mutlak tanpa adanya pembatasan waktu
tertentu.
➢ Kafalah muqayyadah/muallaqah, yaitu kafalah yang dibatasi waktunya, sebulan, setahun,
dsb.

Wakalah
▪ Secara etimologis (al-tafwidh) berarti pendelegasian yang diartikan juga dengan memberikan
kuasa atau mewakilkan.
▪ Secara istilah Wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yangdiwakilkan, pihak kedua hanya
melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama.
Apabila kuasa itu telahdilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung
jawabatas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya kembali menjadi pihak pertamaatau
pemberi kuasa.
▪ Landasan hukum QS. Al-Kahfi (18:19), QS. Al-Baqarah (2:283), QS. An-Nisaa (4:35), QS.
Yusuf (12:55).
▪ Rukun wakalah (1) al-muwakkil : pihak yang mewakilkan, (2) al-wakil : pihak yang
mewakili, (3) obyek / kegiatan yang diwakilkan, dan (4) shighat.
▪ Contohnya seperti letter of credit.

Khiyar
▪ Khiyar secara bahasa artinya pilihan.
▪ Secara istilah adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
transasksi jual beli untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati,
84

disebabkan hal-hal tertentu yang mebuat masing-masing atau salah satu pihak melakukan
pilihan tersebut.
▪ Khiyar dibagi menjadi 5 yaitu:
➢ Syarat : selama tenggat waktu yang ditentukan.
➢ Ta’yin : perbedaan kualitas.
➢ ‘Aib : Ada cacat.
➢ Ru’yah : hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batalnya jual beli yang
dilakukannya terhadap suatu obyek yang belum dilihatnya ketika akad berlangsung.

➢ Majlis : hak pilih bagi kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama
keduanya masih berada dalam satu majlis dan belum pisah badan/tempat.

Jualah
▪ Isu kontemporer : Penggunaan dalam Surat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS)
▪ Ju’alah artinya janji hadiah atau upah.
▪ Jualah berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut
mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Bahasa resminya ju'alah adalah suatu
kontrak di mana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas
pelaksanaan suatu tugas/ pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak
pertama.
▪ Landasan hukum Q.S. Yusuf ayat 72.
▪ Rukun Ju’alah yaitu:
➢ Sighat
➢ Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil
pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
➢ Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah.
➢ Maj’ul ‘alaih adalah pekerjaan yang ditugaskan.
➢ Upah / hadiah/ fee.
▪ Syarat-syarat:
➢ Baligh, berakal dan cerdas.
➢ Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang dan jelas juga jumlahnya.
➢ Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa
ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
➢ Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh
dimanfaatkan menurut hukum syara’.
▪ Sifat akad ju’alah bersifat sukarela, sehingga apa-apa yang dijanjikan boleh saja dibatalkan oleh
85

kedua belah pihak.

F. Akad Sosial

Wakaf
▪ Secara bahas (arab: waqaf) itu artinya tetap atau diam.
▪ Secara istilah adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya
namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.
▪ Harta yang sudah diwakafkan itu tidak boleh diwariskan.
▪ Pemberi sudah tidak lagi punya hak atas apapun atas harta itu. Namun hal itu tergantung
akadnya. Bisa saja akad sebuah wakaf itu hanya pada manfaatnya.
▪ Wakaf itu bisa dikhususkan kepada orang tertentu saja tetapi bisa saja umum.

• Dibolehkan menjual harta wakaf yang memang sudah tidak bermanfaat lagi untuk dibelikan
barang yang sama di tempat lain (masjid digusur, maka boleh dijual).

Pinjaman (‘ariyah )
• Menurut ulama Maliki dan Hanafi ‘ariyah didefinisikan pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti
rugi. Sedangkan menurut Ulama Syafi’i dan Hambali ‘ariyah didefinisikan dengan kebolehan
manfaat barang orang lain tanpa ganti rugi. Kedua definisi ini membawa akibat hukum yang
berbeda. Definisi pertama memperbolehkan peminjam meminjamkan barang yang ia pinjam
kepada pihak ketiga, sedangkan definisi kedua tidak memperbolehkannya.
• Landasan hukum QS Al Maidah: 2
• Rukun ‘ariyah ada empat yaitu (1) terjadi akad pinjam – meminjam (ijab kabul), (2) mu’ir
yaitu orang yang mengutangkan, (3) orang diutangkan, dan (4) benda yang diutangkan.
• Berakhirnya akad ‘ariyah : (1) salah satu pihak tidak cakap hukum untuk melakukan akad, (2)
Diketahui bahwa salah satu pihak atau dua pihak tidak tasharruf, (3) Adanya penipuan
terhadap keadaan barang, dan (4) barang dikendalikan oleh yang meminjam.
• Setiap utang wajib dibayar dan melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan,
asal kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Jika penambahan itu
dikehendaki oleh orang yang berutang dan telah menjadi perjanjian dalam akad berutang
maka tambahan itu haram bagi yang berpitang untuk mengambilnya karena termasuk dari
riba.
• Mengenai meminjam pnjaman dan menyewakannya, Abu Hanifah dan Malik berpendapat
bahwa peminjam boleh meminjamkan benda – benda pinjaman kepada orang lain. Sedangkan
menurut Hambali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang
menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang tersebut
86

disewakan. Haram hukumnya menurut Hambaliyah menyewakan barang pinjaman tanpa


seizin pemilik barang.

Sumber:
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta : Kencana
Tarmidzi, Erwandi. 2013. Harta Haram Muamalat Kontemporer . Yogyakarta : Berkat Mulia Insani
Publishing.

Collected by Adam Adhe Nugraha


085345135157
87

MIKRO EKONOMI ISLAM

1) PENDAHULUAN
A. Sekilas Tentang Perbedaan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang
perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata aturan
syariah sebagai variabel independen. Segala ilmu ekonomi kontemporer yang telah ada bukan berarti
tidak sesuai dengan ilmu ekonomi Islam dan juga tidak semuanya sesuai dengan ilmu ekonomi Islam.
Menurut Muhammad Baqir as-Sadr, perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional
terletak pada filosofi ekonomi, bukan ilmu ekonominya. Filosofi berisi ruh pemikirian dengan nilai-nilai
dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Konvensional : membedakan antara positif (sebenarnya) dan normatif (seharusnya)
Islam : membedakan antara ilmu ekonomi (science of economics) dan doktrin ilmu ekonomi (
doctrine of economics )
Dalam ekonomi Islam, ekuilibrium dapat tercipta apabila antara pembeli dan penjual tidak ada yang
dizalimi atau tidak adanya pencapaian harga yang disebabkan atau dipengaruhi karena adanya distorsi
pasar (tindakan perekonomian yang dilarang dalam Islam seperti : Ba’i Najasy , Ihtikar , Tadlis , Taghrir ,
dan Riba). Tingkat ekuilibrium yang terbebas dari distorsi pasar akan cenderung menjamin tingkat
keadilan.
“Iqtishad (ekonomi Islam) membedakan antara ilmu dengan doktrin/ ajaran, sebab ia bertujuan
memberikan sebuah solusi hidup yang paling baik, sedangkan ilmu ekonomi hanya akan mengantarkan
kita kepada pemahaman bagaimana kegiatan ekonomi berjalan. Dengan demikian, ekonomi Islam tidak
hanya sekedar ilmu, melainkan juga sebagai sistem”. (Iqtishaduna, Baqr as-Sadr)
Perbedaan dalam Permasalahan Dasar :
Konvensional : mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang terbatas, sedangkan
keinginan manusia tidak terbatas, sehingga menimbulkan pilihan, what-how-for whom. Islam (Baqr)
: sumber daya tidak terbatas, keinginan manusia terbatas, permasalahan distribusi.
Islam (Mainstream) : sumber daya terbatas, keinginan manusia tidak terbatas, sumber daya belum
optimal (karena manusia sebagai khalifah di bumi, maka manusia bertanggung jawab untuk
mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang telah diberikan oleh Allah).

B. Kontribusi Ekonomi Muslim Klasik


Beberapa pemikiran ekonom Muslim yang dicuri tanpa pernah disebut sumber kutipannya,
antara lain:
▪ Pareto Optimum – Nahjul Balaghah Imam Ali
88

▪ Gresham Law dan Oresme Treatise – kitab Ibnu Taimiyah


▪ The Wealth of Nation Adam Smith – al Amwal Abu Ubayd
▪ Bar Hebraus (pendeta Syria) menyalin beberapa bab Ihya Ulumuddin al Ghazali
▪ Martini (pendeta Spanyol) menyalin banyak dari Tahafut al Falasifa, Maqasid al Falasifa, al
Munqid, Misykat al Anwar, Ihya Ulumuddin.
▪ St. Thomas menyalin banyak bab al Farabi dan juga mempelajari ide-ide al Ghazali dari Bar
Hebraus dan Martini.

Ibnu al Nadim mencatat beberapa nama ulama dengan sejumlah karya ilmiah yang khusus
membahas ekonomi dan keuangan. Sebagian karya itu ada yang masih bertahan sampai sekarang ,
sebagian telah hilang. Karya yang hilang antara lain :

▪ Hafshawaih - al Kharaj (kitab tentang Kharaj pertama)


▪ Hasan bin Ziyad - al Kharaj dan an Nafaqat
▪ Ashma’i, Abu Said Abdul Malik - al Kharaj
▪ Ibnu Madini, Ali bin Abdullah - Amwalun Nabiyy Shalallahu ‘Alaihi Wassalam

Kitab yang masih ada dan sampai ke tangan kita antara lain :
▪ Abdullah bin Muqaffa’ – Risalatul Shahabah (ditulis untuk Khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far al
Mansur, berisi kebijakan dan administrasi keuangan negara)
▪ Abu Yusuf – al Kharaj (jawaban atas 26 pertanyaan Harun al Rasyid)
▪ Yahya bin Adam – al Kharaj (kumpulan hadits-hadits tentang Fiqhul Amwal)
▪ Abu Ubayd – al Amwal (kebijakan keuangan negara, paling komprehensif dan lengkap)
▪ Abu Hamid – al Amwal
Selain kitab kitab yang telah berhasil dicatat oleh Ibn Nadim hingga tahun 1047M , masih banyak
kitab lain yang telah disumbangkan oleh pemikir Muslim seperti Abu Hamid al Ghazali , Ibn Taimiyah ,
dan Ibn Khaldun.

C. Pasar
Mekanisme pasar → terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan
tingkat harga tertentu. Transaksi pertukaran (perdagangan) menjadi syarat utama berjalannya
mekanisme pasar.
Ekonomi Pasar → sistem alokasi produksi, distribusi, dan konsumsi yang menggunakan mekanisme
pasar dalam menentukan tingkat harga.

Sejarah Ekonomi di Eropa


Schumpeter, A History of Economic Analysis : Ekonomi Eropa sangat lamban, adanya great gap atau
89

dikenal dengan masa dark age (masa kegelapan barat, yang merupakan masa kegemilangan umat
Muslim).
Robert L Heilbroner, The Making of Economic Society : banyak faktor yang mendorong terjadinya
perubahan-perubahan di Eropa sehingga timbul masyarakat pasar, diantaranya yang paling berpengaruh :
▪ Pedagang keliling (kafilah dagang yang datang dari Arab dan India)
▪ Urbanisasi (pedagang yang menetap membentuk pusat kota-kota kecil)
▪ Perang salib (menemukan bangsa Byzantium)
▪ Perubahan suasana kehidupan beragama (Protestan oleh John Calvin, orientasi keuntungan)

Permintaan dan Penawaran (al Kharaj - Abu Yusuf; catatan permintaan penawaran paling awal
ditemukan). Abu Yusuf mengkritik pemahaman pada zaman beliau yang mengatakan bahwa ‘jika barang
langka maka harga naik, jika barang melimpah maka harga turun’. Hal ini karena pada kenyataannya
tidak selalu terjadi bahwa bila persediaan barang sedikit, harga akan mahal, dan bila persediaan barang
melimpah, harga akan murah.
“Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang
mengatur. Prinsipnya tak diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga
mahal bukan disebabkan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah”
(Abu Yusuf)
Kurva penawaran : naik dari kiri bawah ke kanan atas.
“jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih
murah”
Kurva permintaan : turun dari kiri atas ke kanan bawah.
“harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”
Elastisitas permintaan :
“mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan
volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”
Produk makanan bersifat inelastis :
“keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan
besar seyogyanya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok”
Keuntungan :
“kompensasi dari kepayahan perjalan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri si pedagang”

2) RANCANG BANGUN EKONOMI ISLAM


A. Perbedaan Sudut Pandang
Ekonomi Konvensional
90

→ Bersifat sekuler (berorientasi hanya pada kehidupan duniawi-kini dan di sini).


→ Bebas nilai (positivistik), tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan di
akhirat dalam pemikirannya.
Ekonomi Islam
→ Dibangun dan diwarnai prinsip-prinsip religius.
→ Beorientasi pada kehidupan dunia (kini dan di sini) sekaligus akhirat (nanti dan di sana).

B. Mazhab Mazhab Ekonomi Islam


Mazhab Baqr as Sadr
▪ Ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Tidak akan pernah bisa disatukan karena
keduanya memiliki filosofi yang kontradiktif.
▪ Maka, istilah ekonomi Islam harus dihentikan, dan diganti dengan iqtishad (qashd ~ equilibrium,
keadaan sama seimbang).
▪ Akibatnya, semua teori ekonomi konvensional ditolak, dan berusaha menyusun teori- teori baru yang
digali langsung dari al Qur’an dan as Sunnah. (Iqtishaduna – Baqr)
Permasalahan Dasar
❖ Sumber daya tidak terbatas :

C. َّ‫ش ْي َّء َخلَ ْقنَاَّهُ ِبقَ َدر‬ ََّّ ‫ِإنَّا ُك‬


َ ‫ل‬
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (al Qamar : 49)
❖ Keinginan manusia terbatas : jika kepuasan telah mencapai titik maksimal atau sudah mulai menurun.
❖ Permasalahan distribusi : “Sebagian harta kita ada hak untuk orang lain” (al Hadits)
Tokoh : Baqr as Sadr*, Abbas Mirakhor, Baqr al Hasani, Kadim as Sadr, Iraj, Hedayati, dll.
*Baqr As Sadr merupakan ulama berpaham Syiah. MUI telah menyampaikan bahwa terjadi berbagai
penyimpangan pada paham Syiah (link : http://ugm.id/BukuMUI). Meskipun demikian, dalam hal
muamalah (termasuk ekonomi), kita masih dapat meninjau mazhab ini dan mengambil manfaatnya.
Alhasil, perlu kehatian-hatian dalam mempelajari mazhab ini (perlu diingat, hanya sebatas pandangan
dalam hal-hal ekonomi, tidak termasuk dalam aspek aqidah).

Mazhab Mainstream
Permasalahan Dasar :
❖ Sumber daya terbatas :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
91

harta, jiwa dan buah-buahan..” (al Baqarah : 155)


❖ Keinginan manusia tidak terbatas :

“Manusia tidak akan pernah puas, bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah,
bila diberikan dua lembah,
ia akan meminta tiga lembah, dan seterusnya sampai ia masuk kubur” (al Hadits)
❖ Memberikan penekanan terhadapp optimalisasi sumber daya: sebab manusia itu khalifah, jadi harus
bertanggungjawab melalui usaha optimalisasi, tidak dengan kehendak sendiri, melainkan
memperhatikan landasan syariah.
Pandangannya hampir sama dengan konvensional, sebab mengambil hal-hal baik dan bermanfaat
yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non-Islam tidak diharamkan. Sehingga, tidak membuang
begitu saja ilmu ekonomi konvensional, sesuai kaidah fikih : “laa tukadzibuhu jamii’a wa laa
tushahihuhu jamii’a” (jangan menolak semuanya, dan jangan pula menerima semuanya).
“Perbedaannya, di konvensional muncul pilihan-pilihan yang memiliki prioritas tersendiri
berdasarkan selera pribadi, sehingga boleh dilaksanakan atau diabaikan. Sedangkan di pandangan
mainstream, tidak bisa dilakukan semaunya, melainkan dipandu al Qur’an dan as Sunnah”. (Islamic
Economics – Mannan)
Tokoh : Umer Chapra, M. A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, mayoritas ekonom Muslim yang aktif
di IDB, AAOIFI, dll.

Alternatif-Kritis
Mengkritik kedua mazhab sebelumnya :
▪ Baqr dikritik berusaha menghancurkan teori lama, dan menemukan sesuatu yang baru, padahal
sebenarnya sudah ditemukan.
▪ Mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi klasik, hanya saja menghilangkan variabel riba
dan memasukkan variabel zakat dan niat.
▪ Tidak hanya sosialisme dan kapitalisme yang dikritis, ekonomi Islam juga harus dikritisi. Islam pasti
benar, ekonomi Islam belum tentu benar.
Tokoh : Timur Kuran, Jomo, M. Arif, dll.

C. Arsitektur Ekonomi Islam


92

Tujuan Ekonomi Syariah:


Tercapainya kesejahteraan yang mencakup kebahagiaan (spiritual) dan kemakmuran (material) pada
tingkatan individu dan masyarakat.

Pilar Ekonomi Syariah :


▪ Aktivitas ekonomi yang berkeadilan dengan menghindari eksploitasi berlebihan, excessive hoardings,
unproductive, spekulasi, dan kesewenang-wenangan.
▪ Adanya keseimbangan sektor riil-finansial, pengelolaan risk-return, bisnis-sosial, aspek spiritual-
material, dan azas manfaat – kelestarian lingkungan.
▪ Orientasi pada kemaslahatan : melindungi keselamatan kehidupan beragama, proses regenerasi,
perlindungan jiwa, harta dan akal.

Pondasi Ekonomi Syariah :


▪ Akidah : menimbulkan kesadaran bahwa tiap aktivitas memiliki akuntabilitas ketuhanan.

▪ Syariah : membimbing aktivitas ekonomi agar sesuai syariah.


▪ Ukhuwah : Meletakkan tata hubungan bisnis dalam konteks persaudaraan untuk mencapai kesuksesan
bersama.
▪ Akhlak : Membimbing aktivitas ekonomi senantiasa mengedepankan moralitas sebagai cara mencapai
tujuan.

D. Konsep Pengembangan Ekonomi Islam


Teori Ekonomi Sistem Ekonomi Perekonomian Umat
Islam Islam Islam
Komponen Lima nilai Penerapan prinsip Perilaku ekonomi
bahasan universal umat Islam
Wacana Ilmu Regulatory rule Kinerja unit ekonomi
umat Islam
Pelaku Utama Ilmuwan Pemerintah Umat Islam
93

Dalil Quran dan “al ashlu fil asyiaa’ al “antum a’lamu bi ‘umuri
Hadits ibahah dunyakum”
ma lam yamna’ha
syara’un”

Penegakan pada salah satu level saja tidak akan menghasilkan tegaknya syariah Islam dalam
bidang ekonomi. Teori ekonomi Islam yang kuat tanpa diterapkan menjadi sistem, hanya menjadikan
ekonomi Islam sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi.
Teori-teori tersebut harus diterjemahkan ke dalam bentuk peraturan-peraturan, baik bentuk
regulatory rule maupun constitution rule. Regulatory rule berkaitan dengan peraturan yang mengatur apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh (what do’s and what don’ts), contohnya adalah seperti dalam
permainan sepak bola ada hal-hal yang tidak dibolehkan seperti off-side, hands ball, dan lain-lain.
Namun, ini saja tidak cukup, karena definisi institusi ekonomi dan definisi transaksi ekonomi yang ada
saat ini belum tentu sesuai dengan kerangka Islam.
Oleh karena itu, perjuangan yang lebih berat adalah mengubah definisi (yang juga berarti
mengubah paradigma berpikir). Ini disebut sebagai constitution rule (bukan berarti Undang-Undang
Dasar). Constitution rule memberikan definisi (who you are and who you are not), contohnya adalah
dalam permainan catur, langkah kuda adalah huruf L, langkah menteri adalah menyerong, dan lain-lain.
Banyak institusi ekonomi dan transaksi ekonomi yang dapat disesuaikan dengan kerangka Islam
sehingga akad-akad muamalah Islam tidak terkesan dipaksakan sesuai dengan definisi yang telah ada.
Contoh jelasnya adalah definisi bank sedikit banyaknya telah menyulitkan penerapan akad-akad fikih
muamalat dalam bank syariah. Dengan definisi yang ada sekarang ini maka al murabahah akan selalu
berarti al murabih yurabih, al isthisna akan selalu berarti al mustashni’ yastashni’, al ijarah akan selalu
berarti al mu’ajjir yu’ajjir, al mudharabah akan selalu berarti al mudharib yudharib.
Teori yang unggul dan sistem ekonomi yang sesuai syariah, belum menjamin bahwa
perekonomian umat Islam akan juga maju. Sistem ekonomi Islam hanya memastikan bahwa tidak ada
transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah, namun siapa pelaku ekonominya? Dapat saja
pelaku ekonominya adalah umat selain umat Islam. Oleh karena itu, perekonomian umat Islam baru dapat
maju apabila pola laku muslimin dan muslimat secara itqan (professional) mengembangkan bisnis
mereka. Bukankah Imam Ghazali berkesimpulan bahwa motivasi para pedagang adalah mencari
keuntungan, baik keuntungan di dunia maupun keuntungan di akhirat.

3) DASAR DASAR MIKROEKONOMI ISLAM


A. Asumsi Rasionalitas
Asumsi Rasionalitas → anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional (masuk akal).
94

Perilaku Rasional memiliki dua makna :


▪ Metode : Tindakan rasional adalah tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan,
bukan berdasarkan kebiasan/prasangka/emosi.
▪ Hasil : Tindakan rasional adalah tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin
dicapai.
Jenis Rasionalitas :
▪ Self interest rationality (Rasionalitas kepentingan pribadi) : Manusia memilih alternatif
berdasarkan kepentingan pribadinya.
▪ Present-aim rationality : Manusia memilih alternatif berdasarkan aksioma.
Aksioma pilihan rasionalitas memiliki 3 sifat utama :
▪ Kelengkapan (Completeness) : Dalam situasi apa pun seorang individu selalu dapat menentukan
secara pasti apa yang diinginkannya → “Ku Tahu Yang Ku Mau” . Dalam bahasa fikihnya : yakin,
keyakinan, iman, amantu.
▪ Transitivitas (Transitivity) : Pilihan individu bersifat konsisten → “Tidak Mencla- Mencle”.
Dalam bahasa fikihnya : istiqamah.
▪ Kontinuitas (Continuity) : Alternatif yang mendekati alternatif yang disukai cenderung dipilih →
“Tak ada rotan, akar pun jadi”. Dalam bahasa fikihnya : Maa la yudrakukulluhu, la
yutrakukulluhu (Jika tidak dapat melakukan yang baik sepenuhnya, jangan meninggalkan yang
baik seluruhnya).
Asumsi lain tentang preferensi :
▪ Kemonotonan yang kuat (Strong Monotonicity) : lebih banyak lebih baik.
▪ Local Nonsatiation : seseorang dapat selalu berbuat lebih baik sekecil apa pun.
▪ Konveksitas Ketat (Strict Convexity) : Seseorang lebih menyukai yang rata-rata daripada yang
ekstrim.
Prespektif Islam tentang Asumsi Rasionalitas
▪ Perluasan Konsep Rasionalitas (untuk transitivitas) : Prasyarat transitivitas, utilitas dan infak
(sedekah).
▪ Perluasan Spektrum Utilitas (untuk Strong Monotonicity dan Local Nonsatiation)
→ Dalam Islam lebih banyak tidak selalu berarti lebih baik, asumsi lebih banyak lebih baik hanya
benar jika kita harus memilih antara kedua barang halal (Kurva Indiferen : X halal, Y halal).
→ Melonggarkan persyaratan kontinuitas (untuk permintaan barang haram, karena bukan permintaan
yang kontinu, permintaannya berupa permintaan titik/point demand. Misal : permintaan untuk
daging babi jika tidak ada makanan yang tersedia, berapapun harga daging babi saat itu,
permintaanya yakni sejumlah tertentu daging babi untuk memenuhi kebutuhan kelangsungan
hidup)
95

→ Economic value of time


→ Diskon tidak disamaratakan semua barang

B. Rasionalitas Konsumsi Islami – Kurva IM (Iso-Maslahah)

N X Y Corner Solution Asumsi Rasionalitas


o
Sesuai budget Perluasan spektrum utilitas (untuk strong
1 Halal Halal line monotonicity & local nonsatiation) : lebih banyak
lebih baik
2 Halal Haram Y=0 Ambil yang halal, tinggalkan yang haram
3 Haram Halal X=0 Ambil yang halal, tinggalkan yang haram
4 Haram Haram Titik origin Ambil yang halal, tinggalkan yang haram
(tidak
darurat)
Tidak optimal Melonggarkan persyaratan kontinuitas (untuk
5 Haram Haram (darurat) kontinuitas) : menghitung permintaan komoditi
haram dalam keadaan darurat*

Kaidah fikih : “adh dharuratu tubihul mahzhuraat” (sesuatu yang darurat membolehkan yang
dilarang)

“...Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya


dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya...” (al Baqarah :
173).
96

C. Utilitas (Imam Ghazali)

Fungsi Utility
Tingkat kepuasan (utility function) dalam ilmu ekonomi digambarkan dengan kurva indiferen
(indifference curve). Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional,
yaitu:
▪ Completeness : setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukainya di
antara dua keadaan. Contoh: A lebih disukai daripada B atau B lebih disukai daripada A.
▪ Transitivity : untuk memastikan adanya konsistensi internal dalam diri individu dalam mengambil
keputusan. Contoh: A lebih disukai daripada B, B lebih disukai daripada C, maka seharusnya A
lebih disukai daripada C.
▪ Continuity : bila A lebih disukai daripada B, maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih
disukai daripada B.
Ketiga aksioma inilah yang kemudian diterjemahkan ke dalam kurva indiferen.

D. Teori Konsumsi, Permintaan, dan Pendapatan Islami


Teori Konsumsi Islami (Monzer Kahf)
Asumsi-asumsi:
▪ Islam dilaksanakan masyarakat
▪ Zakat hukumnya wajib
▪ Tidak ada riba dalam perekonomian
▪ Mudarabah wujud dalam perekonomian
97

▪ Pelaku ekonomi bersikap rasional dan memaksimalkan maslahat

Teori Permintaan Islami : permintaan untuk basic needs masyarakat miskin meningkat karena:
▪ Kewajiban zakat.
▪ Anjuran infaq dan shadaqah.
▪ Kewajiban penyediaan kebutuhan dasar oleh negara.

Lender : konsumsi < pendapatan


Borrower : konsumsi > pendapatan
Polonius point : konsumsi = pendapatan

Teori Pendapatan Islami : Y = FS + S

FS = Final Spending di jalan Allah, yang dimaksud seperti dalam hadits :


“Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang
telah kamu infakkan” (al Hadits)
Sehingga, persamaan dapat diubah menjadi : Y = (C + Infak) + S

E. Teori Penawaran dan Produksi Islami


Teori Penawaran Islami
▪ Hanya barang-barang halal dan thayyib yang diproduksi. (al Baqarah : 168)
▪ Produksi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
▪ Keputusan ekonomi tidak hanya mempertimbangkan cost-benefit di dunia saja, tapi juga di akhirat
(falah)
▪ Perlindungan terhadap manusia, sumber daya alam, dan lingkungan. (dar-ul fasad aula min janbil
mashalih)
98

Sistem Bunga
Karakteristiknya adalah adanya biaya yang harus selalu dibayarkaan oleh produsen. Biaya bunga
tersebut bagian dari fixed cost sehingga adanya bunga akan meningkatkan total cost. Sementara, biaya
bunga tidak mempengaruhi kurva penerimaan (total revenue).

Sistem Bagi Hasil


Pada sistem bagi hasil, fixed cost tidak terpengaruh. Sementara, penerapan sistem ini akan berpengaruh
pada kurva total revenue (TR).
Revenue Sharing: bila yang disepakati adalah biaya ditanggung oleh pelaksana, berarti yang dilakukan
adalah bagi penerimaan. Dalam sistem revenue sharing, kurva TR akan berputar sampai mendekati garis
horizontal sumbu X.
Profit Sharing: bila yang disepakati adalah biaya ditanggung oleh si pemodal, berarti yang dilakukan
adalah bagi untung. Dalam sistem profit sharing, kurva TR hanya akan berputar di dalam “mulut buaya”
TR dan TC, yaitu area yang menggambarkan besarnya keuntungan. TR tidak dapat berputar melewati
TC, karena pada area itu sudah tidak ada lagi keuntungan yang akan dibagihasilkan.
Dengan revenue/ profit sharing, akan menghasilkan efisiensi produksi, baik melalui minimalisasi
biaya untuk memproduksi jumlah yang sama, ataupun maksimalisasi produksi dengan jumlah biaya
yang sama.

Penentu Kekayaan Suatu Negara (Muqaddimah – Ibnu Khaldun)


▪ Tingkat produksi domestik
▪ Neraca pembayaran yang positif
99

F. Pengaruh Zakat Perniagaan


▪ Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya,
baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan
secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
▪ Nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni).
▪ Haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki, 1 tahun)
▪ Besarnya zakat 2,5%
Dalam pengenaan zakat perniagaan, perilaku memaksimalkan laba sejalan dengan memaksimalkan
zakat. Sehingga tidak menghambat usaha memaksimalkan laba seperti pajak.

G. Mekanisme Pasar Islami


Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Hisbah fi al-Islami”
▪ Harga pasar : harga pasar haruslah terjadi dalam pasar yang kompetitif dan tidak boleh ada penipuan.
Penetapan pagu harga pada waktu terjadi perbedaan pengenaan hraga dari harga pasar dengan
mempertimbangkan nilai subjektif objek dari sisi penjual dan pembeli. Selain itu, adanya konsep
tentang keuntungan yang adil (just profit), upah yang adil (just wage) dan kompensasi yang adil (just
compensation).
▪ Dalam kasus harga bahan pokok naik akibat manipulasi: harga harus ditetapkan oleh pemerintah,
penyediaan industri-industri tertentu oleh pemerintah, dan pemerintah memperbaiki tingkat
pengupahan. Sebab industri-industri dan jasa-jasa yang berbeda itu fardhu kifayah (ia merujuk pada
pemikiran al Ghazali)
▪ Pemerintah tidak perlu ikut campur dalam menentukan harga selama pasar berjalan normal.
▪ Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah (5
abad kemudian Adam Smith menyebutnya dengan invisible hand).
▪ Mengemukakan relevansi antara kredit dan penjualan. Ketika menetapkan harga, para penjual harus
memperhatikan ketidakpastan pembayaran pada masa yang akan datang. Selain itu, ia juga mengakui
adanya kemungkinan penjual menawarkan diskon untuk transaksi tunai.
▪ Mendukung kebebasan keluar-masuk pasar. Memaksa menjual barang yang dilarang, dan melarang
menjual barang yang diperbolehkan, termasuk melanggar hukum.
▪ Mengkritik adanya kolusi antara penjual dan pembeli.
▪ Mendukung homogenitas, standarisasi produk, melarang pemalsuan produk, melarang penipuan
pengemasan produk.
▪ Bila ada monopoli barang kebutuhan pokok, pemerintah harus melarangnya.

Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Majmu’ Fatawa”


100

Kritik atas anggapan masyarakat bahwa peningkatan harga semata-mata akibat tindakan penjual yang
tidak adil, dan manipulasi pasar :
▪ Harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
▪ Indikator penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan. Kelangkaan dan melimpahnya barang
bisa disebabkan oleh tindakan yang adil (tekanan pasar otomatis, normal) maupun tidak adil
(penimbunan). Penawaran bisa datang dari domestik (inefisiensi produksi) atau dari luar (penurunan
jumlah impor).
▪ Indikator permintaan adalah jumlah banyaknya permintaan. Permintaan sangat ditentukan oleh
raghbah fi al-syai-in (selera) , al mu’awid (kualitas pembeli/ pendapatan), Tullab (jumlah peminat),
kondisi kepercayaan, serta cara, besaran, dan diskonto dari pembayaran juga turut mempengaruhi.

Ibnu Khaldun dalam kitabnya “Muqaddimah – Bab Harga-Harga Kota”


▪ Membagi jenis barang menjadi dua jenis, yaitu barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap.
▪ Di kota besar (populasinya bertambah banyak) maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan
mendapatkan prioritas sehingga harga makanan sring kali menjadi murah.
“...penduduk kota itu memiliki makanan lebih fari kebutuhan mereka. Akibatnya harga makanan
sering kali mrnjadi murah…”
▪ Di kota kecil harga makanan sangat tinggi :
“Di kota-kota kecil dan sedikit penduduknya, bahan makanan sedikit, ... orang-orang
khawatir kehabisan makanan. Karenanya, mereka mempertahankan dan menyimpan makanan yang
telah mereka miliki. Persediaan itu sangat berharga bagi mereka, dan orang yang mau membelinya
haruslah membayar dengan harga tinggi”
▪ Di kota besar harga barang pelengkap tinggi :
“.. bila suatu tempat telah makmur, padat penduduknya, den penuh dengan kemewahan, disitu akan
timbul kebutuhan yang besar akan barang-barang diluar kebutuhan sehari-hari...
dan ini, .. akan menyebabkan naiknya harga...”
▪ Barang dari luar bisa jadi mahal :
“.. bea cukai dipungut atas bahan makanan di pasar-pasar dan di pintu-pintu kota...
karenanya harga di kota lebih tinggi ...”
▪ Tetapi barang dari luar juga bisa jadi murah:
“.. namun, bila jarak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang
diimpor sehingga ... harga-harga akan turun ...”
▪ menyingung masalah laba, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong
tumbuhnya perdagangan. Keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena
pedangan kehilangan motivasi, sementara keuntungan yang sangat tinggi, akan melesukan
perdagangan karena permintaan konsumen akan melemah.
101

Mekanisme Pasar Dalam Islam


Dalam konsep ekonomi islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu
kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah
tejadi secara rela sama rela (`an taraddim minkum), tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk
melakukan transaksi pada harga tersebut (the price of the equivalent) atau istilah fiqihnya thaman al
mithl. Hal ini sesuai dengan Quran Surat 4:29. Bila ada yang mengganggu, pemerintah harus intervensi
ke pasar.
Dalam konsep Islam, monopoli, duopoli, oligopoli, dll tidak dilarang keberadaannya selama
mereka tidak mengambil keuntungang diatas keuntungan normal.

Yang dilarang adalah segala bentuk yang dapat menimbulkan ketidakadilan antara lain :
▪ Transaksi riba
▪ Talaqqi rukban : mencegah pedagang desa masuk ke kota agar mendapatkan keuntungan karena
ketidaktahuan pedagang desa akan harga yang berlaku di kota
▪ Mengurangi timbangan : harga sama, jumlah lebih sedikit
▪ Menyembunyikan kecacatan barang : harga baik, kualitas buruk
▪ Menukar kurma kering dengan kurma basah:takaran kurma basah saat kering berbeda
▪ Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang – setiap kualitas
kurma memiliki harga pasarnya
▪ Ba’i Najasy : rekayasa permintaan, missal meyuruh orang untuk memuji barang dagangannya dan
menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik
▪ Ikhtikar : dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi
▪ Ghaban faa-hisy (Ghaban besar) : menjual jauh diatas harga pasar
Intervensi Pasar
▪ Usaha pemerintah menambah jumlah ketersediaan barang, dan menjamin kelancaran perdagangan
antar kota.
▪ Pada masa khalifah Umar r.a, harga gandum di Madinah naik, maka pemerintah melakukan impor
gandum dari Mesir. Karena daya beli kaum Muslimin saat itu melemah, memaksa Umar r.a.
mengeluarkan sejenis cek yang dibagikan kepada mereka yang berhak.
▪ Pemerintah bisa memaksa pedagang yang menahan barangnya untuk menjual barangnya ke pasar.
▪ Pemerintah bisa membeli barang kebutuhan pokok tersebut dengan uang Baitul Maal. Kemudian
menjualnya dengan tangguh bayar. Ini dilaksanakan jika daya beli masyarakat masih rendah.
Pemerintah bisa meminta si kaya untuk menambah kontribusinya. Bila harta yang ada di Baitul Mal
tidak mencukupi
▪ Intervensi Harga
❖ Ceiling Price : penetapan harga maksimum, ceiling price akan menyebabkan konsumen
102

mendapatkan tambahan consumer surplus dan bagi produsen akan menurunkan producer surplus.
❖ Floor price : penetapan harga terendah, floor price akan menyebabkan produsen mendapat
tambahan producer surplus dan bagi konsumen akan menurunkan consumer surplus.
▪ Islam menentang intervensi harga, akan tetapi bila kenaikan harga akibat adanya distorsi terhadap
permintaan dan penawaran, maka pemerintah boleh melakukannya (al Ghazali) bahkan wajib (Ibnu
Taimiyyah), dengan syarat keadaannya :
❖ Penjual tidak mau menjual barangnya kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga pasar,
padahal masyarakat membutuhkannya.
❖ Penjual menawarkan harga terlalu tinggi menurut masyarakat, dan masyarakat meminta pada harga
yang terlalu rendah menurut penjual.
❖ Pemilik jasa menolak bekerja kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga pasar, padahal
masyarakat membutuhkannya.
▪ Hatib bin Abi Balta’ah menjual anggur kering pada harga dibawah harga pasar. Umar
r.a. langsung menegurnya: “Naikkan hargamu pada harga pasar atau tinggalkan pasar kami”. Price
Intervertion dibolehkan, sebab : melindungi penjual (dalam hal profit margin) dan melindungi pembeli
(dalam hal purchasing power), mencegah penjual menaikkan harga dengan cara ikhtikar atau ghaban
faa hisy, dan melindungi kepentingan masyarakat luas. (Ibnu Qudamah al Maqdisi).
▪ Islamic price intervention yang diusulkan oleh Ibn Taimiyah malah melindungi kepentingan penjual
dan pembeli. Islamic market intervension tidak akan menimbulkan excess supply atau excess demand
serta dead weight loss seperti pada market intervention konvensional.
▪ Fungsi (Mannan) :
❖ Fungsi ekonomi: berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan
masyarakat miskin melalui alokasi dan relokasi sumber daya ekonomi.
❖ Fungsi sosial: mempersempit kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
❖ Fungsi moral : upaya menegakkan nilai-nilai islami dalam aktivitas perekonomian.
▪ Hisbah dan Pengawasan Pasar
Merupakan sistem untuk memerintahkan yang baik dan adil jika kebaikan dan keadilan secara nyata
dilanggar atau tidak dihormati, selain itu lembaga ini juga melarang kemungkaran dan ketidakadilan
ketika hal tersebut secara nyata sedang dilakukan terkait dengan mencegah terjadinya kemungkaran ini
salah satu wewenang lembaga hisbah adalah pencegahan penipuan di pasar, seperti masalah
kecurangan dalam timbangan, ukuran maupun pencegahan penjualan barang yang rusak serta
tindakan-tindakan yang merusak moral (Imam Mawardi dan Abu Ya’la).

Landasan Hisbah
103

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, ...” (Ali Imron : 104)

Pembentukan Hisbah
Cikal Bakal Hisbah telah ada sejak zaman Rasulullah saw., ditandai dengan ditunjuknya muhtasib, di
berbagai tempat. Mulai dilembagakan secara resmi pada masa pemerintahan Umar r.a. dengan cara
“menunjuk seorang perempuan untuk mengawasi pasar dari tindakan-tindakan penipuan”

4) STRATEGI BERSAING: HAMBATAN MASUK KELUAR INDUSTRI


A. Hambatan Masuk
Hambatan masuk merupakan factor-faktor yang menyebabkan pemain lama mendapatkan
keuntungan yang positif, dan pada saat yang sama menyebabkan pemain baru tidak mendapatkan
keuntungan untuk masuk ke pasar.
Hambatan Masuk Struktural
✓ Kontrol atas Sumber Daya Pokok : Produsen yang menguasai sumber daya pokok berpotensi
untuk menjadi monopoli. Pemain baru yang akan masuk pasar akan membatalkan niatnya ketika
memahami mereka akan kesulitan mendapatkan bahan baku utama untuk produksi.
✓ Skala Ekonomi dan Cakupannya : Pemain lama yang telah berhasil menapai skala ekonomu
yang besar, dapat menekan biaya per unit menjadi lebih kecil dibandingkan pemain baru yang
skala ekonominya masih kecil.
✓ Keunggulan Marketing Pemain Lama : Paling tidak ada tiga aspek pemasaran yang dapat
menjadi hambatan masuk yaitu merek (brand) pemain lama telah dikenal luas, jaringan
pemasaran dan agen penjualan pemain lama yang telah dibangun serta kepercayaan yang telah
terjalin antara pemain lama dan jaringan pemasaran.
Hambatan Masuk Strategis
✓ Limit Pricing : Strategi pemain lama yang menetapkan harga yang rendah sebelum masuknya
pemain baru ke dalam pasar karena dengan rendahnya harga tersebut pemain baru tidak
mendapatkan keuntungan. Sehingga strategi ini bertujun untuk mencegah pesaing baru masuk
ke pasar
✓ Predatory Pricing : Strategi yang menetapkan harga rendah untuk mengeluarkan pesaing dari
pasar. Dilaksanakan dilaksanakan dengan cara menetapkan harga yang rendah setelah pemain
baru masuk, bertujuan agar pemain baru turur bereaksi banting harga, akibatnya pemain baru
104

rugi, sebab modalnya yang belum kuat, hingga akhirnya pemain baru keluar dari pasar.
✓ Excess Capacity (Kapastias berlebihan) : Komitmen nyata yang kredibel dari pemain lama,
sehingga pemain baru akan melihatnya sebagai suatu kekuatan nyata untuk menghambatnya
masuk ke pasar. Hal ini dikarenakan pemain lama mampu menetapkan harga yang rendah, sebab
biaya rata-rata pemain lama yang telah rendah, akibat telah tercapainya skala ekonomi tertentu.

B. Hambatan Keluar
▪ Dalam hal hambatan untuk keluar dari pasar , ada dua kategori yaitu : Internal => adanya biaya-biaya
tetap
Ekstenal => adanya aturan dari pemerintah
▪ Jika harga pasar > ATC, maka ia akan masuk pasar (entry price)
▪ Jika harga pasar < AVC, maka ia akan keluar pasar (exit price)
▪ Jika AVC < harga pasar < ATC, maka ia akan tetap beroperasi, sebab ini adalah hambatannya (exit
barriers), jika memaksakan keluar akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak.

5) DISTORSI PASAR
A. Perbandingan Konsep Adil
Kapitalisme : you get what you deserved (anda dapat apa yang anda upayakan) Sosialisme : no one
has a privilege to get more than others (tidak ada seorangpun memiliki keistimewaan untuk mendapat
lebih dari pada yang lainnya)
Islam : laa tazhlimuuna wa laa tuzhlamuun (tidak menzalimi tidak pula dizalimi)
B. Distorsi Pasar Dalam Islam
▪ Distorsi pasar adalah hal yang menyebabkan kondisi pasar menjadi tidak efisien serta menggangu
para agen ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial, ataupun pengertian lain yang
menyebutkan distorsi pasar adalah fakta lapangan yang menyimpang dari teori-teori mekanisme
pasar yang seharusnya dilakukan.
▪ Segala gangguan pada mekanisme pasar, sehingga pasar tidak memenuhi konsep keadilan dalam
Islam.
▪ Bai’ Najasy => tindakan menciptakan false demand (permintaan palsu), dengan membuat seakan-
akan ada banyak permintaan terhadap suatu produk miliknya, sehingga harga jual barang yang
diinginkan akan naik harganya. Upaya ini diantaranya:
(1) Menyebar isu yang dapat menarik orang lain untuk membeli barang, (2) Melakukan order
pembelian semu untuk memunculkan efek psikologis orang lain untuk membeli dan bersaing dalam
harga, (3) Melakukan pembelian pancingan sehingga tercipta sentiment pasar, bila harga sudah naik
sampai level yang dinginkan, maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan
105

melepas kembali barang yang sudah dibeli.


• Ikhtikar => monopoli serta menimbun barang dengan maksud untuk mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi , atau
istilah ekonominya monopoly’s rent-seeking.
• Tallaqi Rukban => tindakan yang dilakukan oleh pihak yang mengetahui informasi lengkap tentang
harga pasar yang membeli barang dari produsen yang tidak mengetahui informasi lengkap tentang
pasar dengan tujuan mendapatkan harga yang lebih murah (mencegat barang dagangan sebelum
memasuki pasar).
• Tadlis => Ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh salah satu pihak.
• Taghrir => adanya ketidakpastian bagi kedua pihak, jika A untung maka B rugi, atau sebaliknya
(zero sum game).

▪ Ghaban faa hisy (menjual diatas harga pasar).


▪ kali bi kali (transaksi jual beli, dimana objek barang atau jasa yang diperjualbelikan belum
berpindah kepemilikan, namun sudah diperjualbelikan kepada pihak lain).
▪ Terdapat dua harga dalam satu akad, misal: bila barang ini dapat dilunasi dalam satu tahun
maka marginnya adalah 20 %, tapi seandainya lunas antara satu hingga dua tahun, maka
marginnya otomatis menjadi 40 %
106

Sumber:
Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Mikro Islami Edisi Keempat. Cet ke-4. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Arif, M. L. F. 2015. Distorsi Pasar Menurut Analisis Teori Pasar Islami. Semarang : Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam IAIN Walisongo. Dipetik 10 Juli 2015, dari academia.edu.

Collected by Adam Adhe Nugraha


085345135157
107

MAKRO EKONOMI ISLAM

1) SISTEM EKONOMI
A. Macam Macam Sistem Ekonomi
Sistem berasal dari kata “systēma” (dalam Bahasa Yunani) yang mengandung arti “keseluruhan
dari bermacam-macam bagian “. Sehingga Sistem ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses
penerapan yang saling behubungan dan berinteraksi yang dikembangkan oleh masyarakat dengan ciri
dan identitas tersendiri.
“Ekonomi merupakan kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan
sumber - sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang- barang dan jasa-jasa serta
mendistribusikannya untuk dikonsumsi. Ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia yang
didasarkan pada landasan dan prinsip- prinsip yang menjadi dasar acuan”. (The Economics -
Samuelson)
Terdapat berbagai macam sistem ekonomi di dunia ini. Dalam pengertian umum, Sistem
Ekonomi dibagi menjadi tiga yaitu Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis, dan Sistem
Ekonomi Campuran. Namun, di sini hanya akan dibahas mengenai tiga sistem ekonomi yaitu Sistem
Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis , dan Sistem Ekonomi Islam.

Sistem Ekonomi Islam


Ekonomi Islam adalah usaha-usaha yang bertujuan menciptakan kesejahteraan manusia melalui
alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka sesuai dengan maqhasid, tanpa mengekang
kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan makro ekonomi dan ekologi,
atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat.
Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari
Al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan atas landasan dasar-
dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.

✓ Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam:


▪ Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
▪ Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
▪ Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
▪ Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
▪ Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
▪ Seorang muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
▪ Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
▪ Islam melarang riba dalam segala bentuk.
108

✓ Ciri-ciri Ekonomi Islam:


▪ Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan ekonomi.
▪ Syari’ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi.
▪ Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi.

Sistem Ekonomi Sosialis :


Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah.
Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta
jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air,
listrik, telekomunikasi, gas, dan lain sebagainya.
Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem ekonomi dengan kebijakan atau teori yang bertujuan
untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratisasi terpusat dan
kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaimana yang
diharapkan.
Sistem Sosialis ( Socialist Economy) berpandangan bahwa kemakmuran individu hanya mungkin
tercapai bila berfondasikan kemakmuran bersama. Sebagai konsekuensinya, penguasaan individu atas
aset-aset ekonomi atau faktor-faktor produksi sebagian besar merupakan kepemilikan sosial.

✓ Prinsip Dasar Ekonomi Sosialis :


▪ Pemilikan harta oleh negara
▪ Kesamaan ekonomi
▪ Disiplin Politik

✓ Ciri-ciri Ekonomi Sosialis:


▪ Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
▪ Peran pemerintah sangat kuat
▪ Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi

Sistem Ekonomi Kapitalis


Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada
setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, manjual
barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini, pemerintah bisa turut andil dalam
berperan untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan,
tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalis, setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan
kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya.
Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.
109

✓ Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis :


▪ Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
▪ Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
▪ Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingan
(keuntungan) sendiri
▪ Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut
hedonisme)

B. Paradigma dan Perbandingan Antar Sistem Ekonomi

Dewasa ini, sistem ekonomi konvensional banyak dipengaruhi cara pandang dari kapitalisme dan
juga sosialisame. Dalam sistem ekonomi konvensional yang kapitalis, terdapat cara pandang bahwa sifat
individualisme perseorangan sangat ditonjolkan sehingga yang mempunyai modal akan mampu
menguasai perekonomian. Sementara sosialis menganut paham kolektivitas dengan pengertian semua
manusia mempunyai porsi yang sama dalam kekayaan.
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang hanya menekankan pada satu sifat, dalam Ekonomi
Islam ditekankan empat sifat yaitu : 1. Kesatuan/ unity, (2) Keseimbangan/ equilibrium, (3) Kebebasan/
free will, (4) Tanggungjawab/ responsibility.
Umar Chapra menjelaskan terdapat 5 prinsip dalam paradigma ekonomi islam, yaitu:
▪ Rational Economic Man
Mainstream pemikiran ekonomi Islam sangat konkret dan gamblang dalam mencirikan tingkah
laku rasional yang bertujuan agar dapat memberdayakan karunia Allah, dengan cara yang dapat
menjamin kesejahteraan duniawi individu. Menurut Islam, kekayaan yang dimiliki oleh seseorang
110

akan berpotensi melakukan kesalahan atau membuka peluang pemborosan, keangkuhan dan
ketidakadilan. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal yang tidak disukai karena
menimbulkan kekafiran, keputusasaan dan nestapa.
▪ Positivisme
Dalam konvensional positivisme adalah kenetralan mutlak antar seluruh tujuan atau bebas dari
posisi etika tertentu atau pertimbangan-pertimbangan normative. Sejak seluruh sumberdaya yang dapat
dikonsumsi disadari adalah milik tuhan, sedangakn manusia hanyalah pemegang amanah saja, manusia
akan bertanggungjawab kepada- Nya atas penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat dan kondisi
pemberian amanah.
▪ Keadilan
Sumberdaya alam yang merupakan amanah dari Allah kepada Manusia, yang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Persaudaraan (Broterhood) sebagai tujuan utama dari syariah hanyalah akan menjadi sebuah jargon
yang tidak berarti jika saja tidak didukung oleh keadilan dalam pengalokasian dan distribusi
sumberdaya yang diberikan oleh Allah.
▪ Pareto Optimum
Dalam Islam penggunaan sumberdaya yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setiap
perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh
potensi sumberdaya manusia dan materi yang terbatas untuk mencapai kesejahteraan
▪ Peranan Negara
Pentingnya peranan negara ternyata didukung oleh pernyataan para ulama, misalnya Al
Mawardi, ia telah menyatakan bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat
dibutuhkan untuk mencegah kedzaliman dan pelanggaran. Ibnu Taimiyah juga menganggap bahwa
Islam dan negara mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, satu pihak menjalankan perannya
tanpa dukungan yang lain. Proses implementasi syariah tidak akan mungkin tanpa adanya Negara yang
memerankan peran penting, dan Negara mungkin akan terpuruk kedalam pemerintahan yang tidak adil
dan tirani tanpa pengaruh syariah. Karenanya ia menganggap bahwa Negara merupakan sebuah
amanah kepentingan public dan sebagai instrument pokok untuk menciptakan keadilan.
Konsep Kapitalis Sosialis Islam
Sumber kekayaan sangat Sumber kekayaan sangat
Sumber Sumber Kekayaan alam
kekayaan langka (scarcity of langka (scarcity of semesta dari Allah SWT
resources) resources)
111

Setiap pribadi di
Sumber kekayaan di dapat
bebaskan untuk Sumber kekayayan yang kita
dari pemberdayaan tenaga
Kepemilikan memiliki semua miliki adalah titipan dari
kerja (buruh)
kekayaan yang di Allah SWT
peroleh nya
Tujuan Gaya Untuk mencapai ke
Ke setaraan penghasilan di
hidup Kepuasan pribadi makmuran (Al-Falah), di
antara kaum buruh
perorangan dunia dan akhirat

Konsep dari ekonomi kapitalis adalah sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh
dengan cara bekerja keras serta setiap pribadi boleh memiliki kekayaan yang tiada batas, untuk mencapai
tujuan hidupnya. Dalam sistem ekonomi kapitalis perusahaan di miliki oleh perorangan. Terjadinya pasar
(market) dan terjadinya demand- supply adalah ciri khas dari ekonomi kapitalis.
Disisi lain, konsep ekonomi sosialis beryakinan bahwa sumber kekayaan itu sangat langka dan
harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang, seperti pertambangan,
pertanian, dan lainnya. Dalam sistem Sosialis, semua bidang usaha dimiliki dan diproduksi oleh Negara.
Tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadinya supply-demand, karena Negara yang menyediakan
semua kebutuhan rakyatnya secara merata. Perumusan masalah dan keputusan ditangani langsung oleh
negara.
Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan. Semua kekayaan di dunia ini
adalah milik Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan yang kita miliki harus diperoleh
dengan cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur dan sukses) dan Sa’ada Haqiqiyah
(kebahagian yang abadi baik di dunia dan akhirat). Dalam Islam, mereka yang ingin memiliki properti
atau perusahaan harus mendapatkannya dengan usaha yang keras sehingga Islamic Legal Maxim dapat
tercapai, yaitu mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah. Perlu diperhatikan bahwa dalam transaksi Ekonomi Islam, tidak dikenal adanya unsur Riba
(interest), Maisir (judi), dan Gharar (ketidakpastian).

C. Prinsip Umum Ekonomi Islam

Fondasi : merupakan bagian dasar dari sebuah bangunan yang mampu menopang bangunan tersebut.
112

Dikatakan bahwa kuatnya sebuah bangunan dapat dilihat dari fondasinya. Fondasi dari Ekonomi Islam
memiliki lima prinsip yaitu tauhid (keimanan), 'adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
(pemerintahan), dan ma'ad (hasil).
Tiang : merupakan turunan (derivative) dari fondasinya memiliki tiga prinsip yaitu multitype ownership,
freedom to act, dan social justice.
▪ Multitype ownership (Kepemilikan Multi Jenis) : Dalam islam, berlakulah prinsip kepemilikan multi
jenis yaitu mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik swasta, negara maupun campuran.
Prinsip ini merupakan terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer Allah SWT, sedangkan manusia
sebagai pemilik sekunder.
▪ Freedom to Act (Kebebasan Bertindak atau Berusaha) : Penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-
pribadi yang profesional dan prestatif dalam segala bidang, termasuk dalam bidang ekonomi dan
bisnis. Meneladani sifat-sifat rasul dalam aktivitasnya (siddiq, amanah, tabligh dan fathanah) dan
digabungkan dengan nilai keadilan dan khilafah (good governance) akan melahirkan prinsip freedom
to act pada setiap muslim (umumnya) dan para ekonom islam (khususnya) sehingga mekanisme pasar
dalam perekonomian akan tercipta. Kebebasan dalam konteks freedom to act, dilandasi dengan prinsip
syariah (nilai keadilan) agar tidak tercipta distorsi dan transaksi yang dilarang (riba, gharar
(ketidakpastian), tadlis (penipuan).
▪ Social Justice (Keadilan Sosial) : Prinsip keadilan sosial merupakan gabungan antara nilai khilafah dan
nilai ma'ad. Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok dan menciptakan
keseimbangan sosial. Dalam islam, keadilan diartikan suka sama suka dan satu pihak tidak terdzalimi,
maka islam membolehkan adanya intervensi pasar (al-hisbah) serta intervensi harga jika terjadi distorsi
pasar.
Atap : merupakan bagian yang melindungi sebuah bangunan dari kondisi luar yang berpotensi manjadi
ancaman bagi bangunan tersebut. Dalam bangunan Ekonomi Islam, akhlak mempunyai peran sebagai
atap. Hal ini dimaksudkan bahwa akhlak merupakan sikap manusia untuk bertindak sesuai dengan teori
dan sistem yang telah digali dari sumber-sumber Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Macam-macam kepemilikan dalam Islam :


▪ Kepemilikan umum yang meliputi semua sumber daya alam (padat, cair, gas) seperti minyak, besi,
tembaga, emas, gas, dll. Termasuk semua yang tersimpan di perut bumi dan semua bentuk energi, juga
industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya. Maka negara harus
mengeksplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
▪ Kepemilikan negara yaitu semua kekayaan yang diambil negara, termasuk bidang perdagangan,
industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, diluar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai
oleh Negara sesuai dengan kepentingan negara.
▪ Kepemilikan pribadi yang merupakan bentuk selain kepemilikan umum dan negara. Kepemilikan ini
113

bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syara.

Pengelolaan kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah) :


▪ Pembelanjaan harta (infaqul mal). Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam
memberikan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib
seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah
seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah.
▪ Pengembangan harta (tanmiyatul mal). Secara umum Islam telah memberikan tuntunan pengembangan
harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang
pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Selain itu, Islam juga melarang pengembangan harta
yang terlarang seperti dengan jalan aktivitas riba, judi, serta aktivitas terlarang lainnya.

Mekanisme pendistribusian kekayaan dalam Islam :


▪ Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa
berbagai kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab
kepemilikan (asbab at-tamalluk).
▪ Mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi yang produktif,
melainkan melalui aktivitas non-produktif, misalnya pemberian (hibah, shadakah, zakat, dll) atau
warisan.

2) DASAR DASAR MAKRO EKONOMI ISLAM


A. Variabel Utama Makro Ekonomi
Ekonomi makro atau makro-ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makro-
ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyakarakat, perusahaan, dan
pasar.
Meskipun ekonomi makro merupakan bidang pembelajaran yang luas, ada dua area penelitian yang
menjadi ciri khas disiplin ini: kegiatan untuk mempelajari sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan
negara jangka pendek (siklus bisnis), dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu dari pertumbuhan
ekonomi jangka panjang (peningkatan pendapatan nasional). Model makro-ekonomi yang ada dan
prediksi-prediksi yang ada digunakan oleh pemerintah dan korporasi besar untuk membantu
pengembangan dan evaluasi kebijakan ekonomi dan strategi bisnis.
Tiga Variabel Utama dalam makroekonomi :
▪ Pertumbuhan ekonomi ← pendapatan nasional
▪ Stabilitas perekonomian ← tingkat inflasi
▪ Distribusi pendapatan ← tingkat pengangguran, tingkat konsumsi
114

Pendapatan nasional : jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di
suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.

Pada gambar tersebut terlihat peran pemerintah yaitu melakukan konsumsi dan juga mendapatkan
pendapatan. Konsumsi pemerintah dilakukan kepada perusahaan untuk membeli barang atau jasa
sementara kepada rumah tangga untuk membayar gaji, bunga, atupun transfer payment. Pendapatan
pemerintah diperoleh dari pajak yang dibayarkan oleh Perusahaan dan juga rumah tangga.

✓ Pendapatan nasional dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:


❖ Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan
laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu . Y = r
+ w + i +p
❖ Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk jadi yang dihasilkan suatu
negara.
❖ Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli
barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Y = C + I + G +
(X – M).
✓ Kelemahan Pendapatan Nasional (menurut kritik ekonomi islam Mustafa Edwin Nasution, dkk)
adalah kurang dapat menggambarkan kesejahteraan suatu bangsa karena:
❖ Hanya produk yang masuk pasar yang dihitung sedangkan produk yang dihasilkan dan dikonsumsi
sendiri tidak tercakup dalam GNP.
❖ GNP tidak menghitung nilai waktu istirahat (leisure time).
❖ Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dlm GNP.
❖ Masalah polusi tidak dihitung dalam GNP.
✓ Pendapatan Nasional menurut Konsep Islam : Hal yang membedakan adalah sistem ekonomi Islam
menggunakan parameter falah (kesejahteraan yang hakiki, yang memasukkan komponen
115

rohaniah)kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial :


❖ Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
❖ Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan.
❖ Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi yang islami.
❖ Perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan
nilai santunan antar saudara dan sedekah.
“Perhitungan Pendapatan Nasional dalam Islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi
instrument zakat, wakaf, sedekah, dll dalam meningkatkan kesejahteraan. Ekonomi Islam harus mampu
menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan
sistem moral dan sosial Islam”. (Mannan, 1984)

Inflasi : Meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan
harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Mengukur tingkat inflasi: Indeks Harga
Konsumen (IHK/CPI) atau dengan GDP Deflator.
✓ Jenis Inflasi berdasarkan penyebabnya:
❖ Demand Pull Inflation → karena tarikan permintaan (permintaan naik, harga naik)
❖ Cost Push Inflation → karena dorongan penawaran (penawaran turun, harga naik)
❖ Spiralling inflation → karena inflasi yang terjadi sebelumnya
❖ Imported inflation dan domestic inflation
✓ Akibat inflasi dalam perspektif syariah:
❖ Menimbulkan gangguan pada fungsi uang, suatu fenomena inflasi akan mengakibatkan inflasi
berikutnya secara simultan (self feeding inflation).
❖ Turunnya marginal propensity to save (MPS) .
❖ Meningkatkan konsumsi non-primer (marginal propensity to consume).
❖ Mengarahkan investasi non-produktif, yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) dengan
mengorbankan investasi produktif, seperti pertanian, manufaktur, perdagangan, dll.
✓ Taqiyuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364-1441 M), mengklasifikasikan dua sebab inflasi:
❖ Natural Inflation : Inflasi ini disebabkan oleh sebab-sebab alamiah yang tiada seorangpun memiliki
kendali atasnya untuk mencegah. Dalam hal ini, disebabkan turunnya penawaran agregatif (AS)
atau naiknya permintaan agregatif (AD).
❖ Human Error Inflation, inflasi yang disebabkan hal-hal berikut: Korupsi dan Administrasi yang
buruk (corruption and red tape), pajak yang berlebihan (excessive tax), Pencetakan uang dengan
maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage).
Pengangguran atau tuna karya : istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari
116

kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Jumlah pengangguran didalam perkonomian diukur dengan angka pengangguran, yaitu persentase
pekerja-pekerja tanpa pekerjaan yang ada didalam angkatan kerja. Angkatan kerja hanya memasukan
pekerja yang aktif mencari kerja. Orang-orang pensiunan, mengejar pendidikan atau yang tidak mendapat
dukungan mencari kerja karena ketiadaan prospek kerja, tidaklah termasuk didalam angkatan kerja.
Pengangguran sendiri bisa dibagi menjadi beberapa jenis:
✓ Pengangguran klasikal terjadi ketika gaji karyawan terlalu tinggi sehingga pengusaha tidak berani
memperkerjakan karyawan lebih dari yang sudah ada. Gaji bisa menjadi terlalu tinggi karena peraturan
upah minimum atau adanya aktivitas serikat pekerja.

✓ Pngangguran friksional terjadi apabila ada lowongan pekerjaan untuk pekerja tetapi waktu untuk
mencarinya menyebabkan adanya periode dimana si pekerja tersebut menjadi pengangguran.
✓ Pengangguran struktural meliputi beberapa jenis penyebab pengangguran termasuk ketidakcocokan
antara kemampuan pekerja dan kemampuan yang dicari oleh pekerjaan yang ada. Pengangguran besar-
besaran bisa terjadi ketika sebuah ekonomi mengalami masa transisi industri dan kemampuan para
pekerja menjadi tak terpakai. Pengangguran struktural itu juga cukup mirip dengan pengangguran
friksional karena dua-duanya berkutat pada permasalahan ketidakcocokan kemampuan pekerja dengan
lowongan pekerjaan, tetapi pengangguran struktural berbeda karena meliputi juga kebutuhan untuk
menambah kemampuan diri, tidak hanya proses pencarian jangka pendek.
✓ Pengangguran siklikal terjadi ketika pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan. Hukum Okun
menunjukan hubungan empiris antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Versi asli dari
Hukum Okun menyatakan bahwa 3% kenaikan keluaran ekonomi akan mengakibatkan 1%
penurunan angka pengangguran.

B. Kebijakan Makro Ekonomi


Kebijakan fiskal : kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara
melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Dalam Konvensional : Sistem pajak
dan government expenditure. Pemerintah memiliki wewenang dalam menetapkan tarif pajak.

Kebijakan moneter : kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian
agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian yang
117

diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang
tersedia.
✓ Jenis Kebijakan Moneter:
❖ Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy/ easy money policy) merupakan suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk
mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
❖ Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy/ tight money policy) merupakan
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan
pada saat perekonomian mengalami inflasi.
❖ Instrumen Kebijakan Moneter :
• Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) : cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Apabila
ingin meningkatkan jumlah uang yang beredar, maka Bank sentral akan membeli surat
berharga di masyarakat. Begitu pula, sebaliknya.
• Kebijakan Diskonto (Discount Rate) : pengaturan jumlah uang yang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.
• Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) : pengaturan jumlah uang beredar
dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
• Imbauan Moral (Moral Persuasion) : imbauan pemerintah kepada masyarakat dalam
mengambil sikap terhadap suatu kebijakan moneter.

C. Kebijakan Makro Ekonomi Zaman Rasulullah SAW


Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal memegang peranan lebih penting dalam sistem ekonomi islam dibandingkan
kebijakan moneter. Hal ini disebakan karena adanya larangan riba dan kewajiban zakat. Otoritas berada di
tangan baitul maal (national treasury). Baitul Al Maal merupakan institusi kewenangan milik pemerintah
yang bertanggung jawab dalam menangani bea cukai dan berfungsi dalam mengurus perbelanjaan
pemerintah serta pengagihan zakat untuk rakyat awam.
118

Qiradh berarti harta yang diberikan pemiliknya kepada seseorang sebagai modal usaha dan supaya
dikembalikan kepadanya pada saat dia telah mampu mengembalikannya. Institusi negara tersebut
bertujuan mewujudkan misi negara dalam mensejahterakan warga melalui kebijakan sektor riil dan
keuangan dengan menggunakan instrumen-instrumen publik yang menjadi wewenangnya, seperti zakat,
kharaj-jizyah (pajak), investasi negara (al mustaglat), uang beredar, infak-shadaqah, wakaf, dll.
Dalam siklus ini, posisi Qirodh diperankan oleh Baitul Qirodh ataupun BMT sebagai lembaga
keuangan berbadan hukum koperasi yang berfungsi sebagai sarana untuk memudahkan dan
memperlancar aktivitas kehidupan perekonomian dengan mengumpulkan dana masyarakat yang tidak
produktif dan menyalurkannya kedalam kegiatan produktif yang sistem operasinya dilaksanakan menurut
syariat Islam. Mekanisme selanjutnya adalah zakat, infaq, sodaqoh, wakaf, dan pajak akan disalurkan
kepada Baitul Al Maal. Kemudian Baitul Al Maal melakukan pengeluaran dalam bentuk zakat, infaq,
sodaqoh, dan wakaf kepada golongan yang membutuhkan dari pihak rumah tangga. Kemudian Rumah
tangga akan menanamkan investasinya pada Baitul Qiradh. Selanjutnya giliran baitul qiradh yang
menginvestasikan modalnya kepada Perusahaan.
Baitul maal menurut Ibnu Taimiyah memiliki peran sebagai:
✓ Diwan al Rawatib : mengadministrasikan gaji dan honor bagi pegawai negeri dan tentara.
✓ Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah : mengelola poll taxes (jizyah) dan harta tanpa ahli waris.
✓ Diwan al Kharaj : memungut kharaj (pajak dalam agrikultur).
✓ Diwan al Hilali : mengkoleksi pajak bulanan
Menurut Konsep ekonomi islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu
masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama. (Mannan, 1993)
Penerimaan dan pengeluaran fiskal (APBN) zaman Rasulullah saw. :

PENERIMAAN PENGELUARAN
Jenis Regulasi
119

Zakat Kebutuhan Dasar

Kharaj Kesejahteraan Sosial

Jizyah Pendidikan & Penelitian

Ushur Infrastruktur (Fasilitas Publik)

Jenis Sukarela

Infak-Shadaqah Kegiatan Keagamaan

Wakaf Administrasi Negara


Hibah-Hadiah Pertahanan & Keamanan
Jenis Kondisional

Khums (Pajak Barang temuan)

Pajak(Nawaib)

Keuntungan BUMN (Fay’)

Lain-lain

Kebijakan dan Instrumen Fiskal pemerintahan islam:


Sangat jarang terjadi anggaran defisit
Sistem pajak proporsional (proportional tax)
Besarnya kharaj rate ditentukan oleh produkstivitas lahan, bukan luasnya.
Berlakunya regressive tax untuk zakat peternakan
Perhitungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya keuntungan, bukan harga jual
Porsi besar untuk pembangunan infrastruktur
Manajemen yang baik untuk hasil yang baik
Jaringan kerja antara baitul mal pusat dengan daerah

Kebijakan Moneter
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan
kebijakan discount rate.
120

Muhammad Anwar melihat bank sentral sebagai konsep yang tidak islami karena pengeluaran fiat
money secara langsung menimbulkan seignorage (pendapatan yang diterima karena mencetak uang).
Dalam konteks pemerintahan islam yang ideal, peran bank sentral digantikan oleh baitul maal (national
treasury) dan hisbah (market regulator).

D. Antara Zakat dan Pajak

Zakat : ketentuan wajib dalam sistem ekonomi (obligatory zakat system), sehingga
pelaksanaannya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dan wakaf
memiliki peran yang penting dalam kebijakan fiskal menurut konsep islam.
Pengaruh zakat dalam perekonomian : Dengan asumsi bahwa para muzakki adalah golongan
yang umumnya bekerja sebagai produsen, maka manfaat zakat oleh produsen akan dirasakan melalui
tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan dibelanjakan oleh para mustahik
untuk mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi, semakin tinggi jumlah zakat semakin tinggi
pula konsumsi yang dapat mendorong perekonomian.
121

ZAKAT PAJAK
Arti Nama bersih, bertambah dan berkembang Utang, pajak, upeti
Dasar hukum Al Qur’an & As-sunnah UU Suatu negara
Ditentukan oleh negara dan yang
Ditentukan Allah dan bersifat mutlak
Nishab & bersifat relatif (pajak berubah-ubah
(Nishab zakat memiliki ukuran tetap )
Tarif sesuai dengan neraca anggaran negara)
Kewajiban yang bersifat tetap dan terus Kewajiban yg sesuai dengan kebutuhan
Sifat
menerus dan dapat dihapuskan
Subyek Muslim Semua warga negara
Obyek Untuk dana pembangunan dan anggaran
Tetap 8 Golongan
Alokasi rutin
Penerima
Harta yang
Harta produktif Semua Harta
Dikenakan
Syarat Ijab
Disyaratkan Tidak Disyaratkan
Kabul
Pahala dari Allah dan janji keberkahan
Imbalan Tersedianya barang dan jasa publik
harta
Sanksi Dari Allah dan Negara Dari Negara
- Keimanan dan ketakwaan kepada
Ada pembayaran pajak dimungkinkan
Motivasi Allah adanya manipulasi besarnya jumlah harta
Pembayaran - Ketaatan dan ketakutan pada negara wajib pajak
dan sanksinya
Dipercayakan kepada Muzaki dan
Perhitungan Selalu menggunakan jasa akuntan pajak
dapat
juga dengan bantuan ‘amil zakat

3) UANG
A. Teori Uang
Uang diartikan sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang sah.
Jenis Uang:
Uang Barang (Commodity Money), yaitu alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa
diperjualbelikan. Ada 3 syarat utama barang bisa dijadikan uang : kelangkaan yaitu persediaan
122

barang itu harus terbatas, daya tahan yaitu barang tersebut harus tahan lama, nilai tinggi yaitu
barang yg dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak
dalam melakukan transaksi.
Uang kertas (Token Money) – fiat money
Uang Giral adalah uang yg dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran Cek dan alat
pembayaran giro lainnya.

Uang dalam pandangan Islam:


Uang dinar adalah mata uang emas yang diambil dari zaman romawi dan uang dirham adalah mata
uang perak warisan peradaban Persia.
Dinar dan dirham diperoleh bangsa arab dari hasil perdagangan yang mereka lakukan dengan
bangsa-bangsa di seputar jazirah arab.
Dinar dan dirham bukan diterapkan dengan berdasarkan nilai nominal, melainkan berdasarkan
beratnya. Cenderung stabil jangka panjang, kurs dinar dirham (1:10)
Perkembangan emas sebagai standar peredaran uang mengalami tiga kali evolusi, yaitu: the gold
coin standard, the gold bullion standard, dan the gold exchange standard.

Perbedaan Fungsi Uang antara sistem ekonomi konvensional dan Islam:


Dalam ekonomi konvensional, dikenal 3 fungsi uang, yaitu sebagai alat pertukaran (medium of
exchange), satuan nilai (unit of account), dan penyimpan nilai (store of value).
Dalam ekonomi Islam hanya mengenal uang dalam fungsinya sebagai alat pertukaran (medium of
exchange), yaitu media untuk mengubah barang dari satu bentuk kepada bentuk lain. Fungsi lainnya
adalah sebagai satuan nilai (unit of account).

Teori konvensional memasukkan alat penyimpan nilai (store of value) sebagai salah satu fungsi
uang, termasuk motif money demand for speculation. Akan tetapi, hal ini tidak diperbolehkan dalam
Islam, karena Islam hanya memperbolehkan uang untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Sama sekali
menolak untuk spekulasi. Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep ekonomi
konvensional. Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital. Sementara itu, dalam konsep
ekonomi konvensional, konsep uang tidak jelas. Misalnya, dalam buku Money, Interest, and Capital
(1989) oleh Colin Rogers, uang diartikan bertukaran (interchangeability), sebagai uang atau sebagai
capital. Ketidak jelasan dalam konsep ini bisa menimbulkan kekacauan.
Perbedaan lainnya, menurut konsep ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow
concept, sedangkan kapital bersifat stock concept. Menurut konsep ekonomi Islam, capital is private
goods, sedangkan money is public goods. Uang yang mengalir adalah public goods (flow concept),
sedangkan yang mengendap sebagai milik seseorang (stock concept) adalah milik pribadi (private
123

goods). Dengan demikian, jika dan hanya jika uang diinvestasikan dalam proses produksi, kita akan
memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam konsep ekonomi konvensional, mereka tetap
menginginkan keuntungan tanpa mempedulikan apakah uang itu diinvestasikan pada proses produksi
atau tidak.

Uang Kertas
Ketika telah menjadi alat pembayaran yang sah, meskipun tidak dilatarbelakangi lagi oleh emas,
maka kedudukannya dalam hukum sama dengan emas dan perak, maka riba pun berlaku pada uang
kertas.
Thomas Gresham (1519-1579) menyatakan teori “bad money drives out good money”, yang
mana telah disampaikan oleh Ibnu Taimiyah 300an tahun sebelumnya, bahwa: uang dengan kualitas
buruk (fulus/ uang dari tembaga) akan menendang keluar uang kualitas baik (dinar dirham). Fulus
digunakan secara luas sehingga dirham hilang dari peredaran dan inflasi membumbung.

Teori permintaan uang (Keynes):


✓ Money demand for transactions
✓ Money demand for precautionary
✓ Money demand for speculations

Konsep Uang Beredar dalam ketiga mazhab ekonomi islam:


✓ Mazhab Iqtishaduna/ Baqir As Sadr: Jumlah uang beredar (JUB) merupakan elastis sempurna
karena pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu mempengaruhi JUB.
✓ Mazhab mainstream : Penawaran uang bersifat inelastik sempurna karena secara penuh dipengaruhi
oleh otoritas moneter (negara).
✓ Mazhab Alternatif : Nilai dan JUB bukanlah sebuah variabel yang berdiri sendiri. (upward sloping).

B. Time Value of Money dan Money Value of Time


Teori keuangan konvensional mendasarkan argumen interest (bunga) dengan konsep time value of
money. Validitas teori ini akan dibantah dengan konsep yang lebih tepat dalam ekonomi islam, yaitu
economic value of time.
Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan sebagai berikut: “a dollar today
is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”.
Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapat positif,
negatif, atau no return. Itu sebabnya dalam teori keuangan, selalu disebut risk-return relationship.
Menurut ekonom konvensional, ada dua hal yang mendasari konsep time value of money, yakni:
presence of inflation dan preference present consumption to future consumption.
Ekonomi syariah menolak keadaan yang disebut al ghunmu bi la ghurmi (gaining return without
124

responsible for any risk) dan al-kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for any
expenses). Keadaan yang juga ditolak oleh teori ilmu keuangan berdasarkan prinsip return goes along
with risk.

C. Uang dan Stabilitas Ekonomi


Pandangan Aliran Monetarist
Teori mereka yang pokok adalah adanya hubungan antara kuantitas uang dan harga- harga, di mana
money supply merupakan faktor penentu utama tingkat harga. Dalam jangka pendek, money supply
merupakan determinan penting yang dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Antara money supply
dengan GNP terdapat hubungan langsung dan meyakinkan. Asumsi Utama aliran monetaris: velocity of
money stabil dan predictable. Tokoh : John Locke, David Hume, David Ricardo, John Stuart Mill, Irving
fisher, Milton Friedman.

Pandangan Aliran Keynesian


Kaum Keynesian berpendapat bahwa money supply mempengaruhi GNP dengan cara yang tidak langsung
dan tidak meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil dan unpredictable.
Keynesian sangat menekankan motif spekulasi dalam memegang uang, sedangkan Monetarist
menekankan motif transaksi.

Pandangan Ekonom Austria


Ekonom Austria menyalahkan penggunaan fiat money sebagai penyebab utama terjadinya berbagai
macam krisis.

Pemikiran Masudul Alam Choudury


Islam menghendaki currency value of spending, yaitu representasi dari real value of spending, dan harga
sebagai biaya moneter yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara volume sektor riil dengan sektor
keuangan.
Pemikiran Umer Chapra
Beberapa instrument kebijakan moneter:
✓ Target pertumbuhan dalam M dan M0, M adalah pertumbuhan peredaran uang yg diinginkan
sedangkan M0 adalah uang yang berdaya tinggi angyg didefinisikan sebagai mata uang dalam sirkulasi
ditambah deposito pada Bank Sentral.
✓ Saham publik terhadap deposito uang giral, sebagian uang giral bank komersial harus dialihkan kepada
pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial.
✓ Cadangan Wajib Resmi, bank-bank komersial diwajibkan menahan suatu proporsi tertentu mis 10-
20% dari deposito uang giral mereka dan disimpan di Bank sentral sbg Cadangan Wajib.
✓ Pembatasan Kredit
125

Upaya Stabilisasi Mata Uang Emas dalam Konsep Ekonomi


✓ Kestabilan Mata Uang Emas menurut Quantity Theory of Money (Milton Friedman) → Fiduciary
money standard yang didasarkan atas pertumbuhan moneter yang terprediksi dan teratur dapat
menghasilkan stabilitas tingkat harga dan output yang lebih baik daripada kembali kepada standar
emas.
✓ Kestabilan Standard Emas dalam perspektif Monetarist → Nilai tukar dalam standar emas relatif lebih
stabil dibandingkan fiat money dan akan membawa keseimbangan antara sektor keuangan (moneter)
dengan sektor riil.
✓ Kestabilan standar emas menurut Umar Vadillo → akan terhindar dari inflasi. Harus dilakukan
monetisasi emas.

Sumber:
Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Makro Islami Edisi Keempat. Cet ke-5. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Madya, Salman. Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Kementerian Agama Provinsi Sumatera
Selatan.

Collected by Adam Adhe Nugraha


085345135157
126

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Pengertian Lembaga Keuangan dan Macam-Macam Lembaga Keuangan


1. Pengertian Lembaga Keuangan
Definisi sistem keuangan berbeda-beda tergantung pada apa yang hendak ditekankan. Dari
sudut moneter, sistem keuangan didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem moneter
dan di luar sistem moneter. Sistem moneter terdiri dari otoritas moneter, yang mempunyai
kemampuan untuk menciptakan uang primer, dan bank-bank pencipta uang giral, sedangkan
lembaga-lembaga keuangan lainnya termasuk dalam kelompok di luar sistem moneter.1 Lembaga
Keuangan yang merupakan lembaga perantara dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of
funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds), memiliki fungsi sebagai perantara
keuangan masyarakat (financial intermediary).2 Menurut SK Menteri Keuangan RI No.792 Tahun
1990,3 “Lembaga Keuangan adalah semua badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi
perusahaan”. Pengertian lain tentang lembaga keuangan dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad.
Menurutnya lembaga keuangan (financial institution) adalah:4 “Badan usaha yang mempunyai
kekayaan dalam bentuk aset keuangan (financial assets). Kekayaan berupa aset keuangan ini
digunakan untuk menjalankan usaha di bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk
membiayai usaha produktif dan kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan bukan pembiayaan.”
Pendapat lainnya memberikan cakupan pada sistem keuangan yang lebih luas dan jelas karena
mendefinisikan sistem keuangan sebagai suatu sistem yang terdiri dari: 5
a. Lembaga-lembaga keuangan yang merupakan lembaga-lembaga intermediasi yang
menghubungkan unit yang surplus dan unit yang defisit dalam suatu ekonomi;
b. Instrumen-instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tersebut, dan
c. Pasar tempat instrumen-instrumen tersebut diperdagangkan.
Sistem keuangan memainkan peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan
kesehatan perekonomian suatu negara secara berkelanjutan dan seimbang. Sistem keuangan
berfungsi sebagai fasilitator perdagangan domestik dan internasional, memobilisasi simpanan
menjadi berbagai instrumen investasi dan menjadi perantara antara penabung dan investor.
Stabilitas dan pengembangan sistem keuangan sangat penting agar masyarakat meyakini

1
Achwan, Harry Tjahjono dan Totok Subjakto 1993:1-2, dikutip dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di
Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 21.
2
Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 111, dikutip dalam Neni Sri Imaniyati, Pengantar
Hukum Perbankan Indonesia, Refika Ditama, Bandung, 2010, hlm. 2.
3
Lihat SK Menteri Keuangan RI No.792 Tahun 1990.
4
Neni Sri Imaniyati, Op Cit, hlm. 3.
5
Achwan, Harry Tjahjono dan Totok Subjakto 1993:1-2, dikutip dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di
Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 21.
127

bahwa sistem keuangan Indonesia aman, stabil, dan dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa
keuangan.6 Adapun fungsi dan peran lembaga keuangan lebih lanjut adalah sebagai berikut: 7
a. Melancarkan pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan jasa keuangan.
b. Menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan.
c. Memberikan pengetahuan/informasi kepada pengguna jasa keuangan sehingga membuka
peluang keuntungan.
d. Lembaga keuangan memberikan jaminan hukum mengenai keamanan dana masyarakat yang
dipercayakan.
e. Menciptakan likuiditas sehingga dana yang disimpan dapat dipergunakan ketika dibutuhkan.
Dalam suatu perekonomian, peran yang sangat penting dari lembaga keuangan adalah:
a. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mekanisme pembayaran antara pelaku-
pelaku ekonomi sebagai akibat transaksi yang mereka lakukan (transmission role).
b. Berkaitan dengan pemberian fasilitas mengenai aliran modal dari pihak yang kelebihan dana ke
pihak yang membutuhkan dana (intermediation role).
c. Lembaga keuangan berperan dalam mengurangi kemungkinan adanya resiko yang
ditanggung oleh pihak pemilik dana atau penabung.
Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu sistem
perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan yang masuk dalam sistem
perbankan, yaitu lembaga keuangan yang berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Karena lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut
depository financial institutions, yang terdiri atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Adapun
lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan
usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
simpanan. Lembaga keuangan bukan bank disebut non depository financial institutions. Lembaga-
lembaga keuangan bank merupakan bagian dari sistem moneter, sedangkan lembaga-lembaga
keuangan lainnya berada di luar sistem moneter.

2. Macam-Macam Lembaga Keuangan


Lembaga keuangan dalam melakukan kegiatan usahanya mempunyai perbedaan fungsi
kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya sehingga dapat digolongkan ke dalam dua
lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

6
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 41.
7
Lihat: Rudy Bahrudin, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, cet ke-1, (Jogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 1997), hlm.
4-5, dikutip dalam Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 109.
128

Namun Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa lembaga keuangan terdiri dari 3 kelompok
besar, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan
Lembaga Pembiayaan.8
a. Lembaga Keuangan Bank (LKB)
Salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam dunia bisnis adalah lembaga
keuangan perbankan. Institusi perbankan merupakan subsistem dari keberadaan lembaga keuangan
(financial instutiton). Menurut hukum perbankan yang berlaku saat ini, Indonesia adalah negara
yang menganut konsep perbankan nasional dengan system ganda (dual banking system). Artinya
bahwa selain ada perbankan konvensional yang beroperasi berdasarkan sistem “bunga”, juga ada
perbankan lain yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Meskipun
keduanya sama-sama lembaga perbankan, namun baik secara konsep maupun implementasinya
tetap berbeda antara satu dengan lainnya. Dalam hukum bisnis syariah, penegasan adanya
perbedaan diantara keduannya sangat diperlukan, terutama dimaksudkan untuk mengetahui sebab
halal-haramnya, serta akibat maslahat-mudharatnya.9
Lembaga keuangan bank terdiri atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
1) Bank
Apabila ditelusuri sejarah terminology bank, kata “bank” berasal dari bahasa Italia
“banca”, yang berarti bence, yaitu bangku tempat duduk. Pada zaman pertengahan, para banker
Italia, yang memberikan pinjaman-pinjaman, melakukan usaha mereka dengan duduk di bangku-
bangku di halaman pasar.10
Dalam perkembangannya, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial
yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi
pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan.11
2) Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.12 Sedangkan definisi Bank Umum Menurut UU No. 7 Tahun 1992 Tentang

8
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, hlm. 8, dikutip dalam
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 4
9
Sumber hukum yang digunakan untuk menentukan halal-haram adalah hanya Al-Quran dan Sunnah, dikutip dalam
Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 110.
10
Th. Anita Christiani, Hukum Perbankan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hlm.18.

11
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op Cit, hlm. 135.
12
Rachmadi Usman, Op Cit, hlm. 63.
129

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah13 “Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”
Dengan sendirinya Bank Umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang
lebih besar kepada kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan
kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi,
pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non
migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.14
3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Negara Indonesia, sudah sejak lama ada sejenis bank yang khusus melayani masyarakat
kecil, yaitu BPR. Tugasnya memberikan bantuan kepada masyarakat kecil yang membutuhkan
bantuan dana di pasar-pasar dan di desa-desa. Selain itu, tugasnya menghimpun dana tabungan
masyarakat berupa deposito berjangka.
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah bukan bank
pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Dari pengertian di atas, diketahui bahwa perbedaan bank umum dengan BPR adalah
bank umum memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR tidak. Dengan
demikian dapat disimpulkan, bahwa bank umum maupun BPR sama-sama memberikan jasa
dalam penghimpunan dana dan sama-sama memberikan jasa dalam penyaluran dana kepada
masyarakat, tetapi BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b.) Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)


Lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam
kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam
bentuk simpanan. Lembaga keuangan bukan bank disebut non depository financial institutions. Di
bawah ini diuraikan satu persatu lembaga keuangan yang bukan berbentuk bank yang ada di
Indonesia.15
1) Lembaga Pembiayaan

13
Lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998
14
Rachmadi Usman, Loc Cit.
15
Anita Christiani, Hukum Perbankan Analisis Independensi Bank Indonesia, Badan Supervisi, LPJK, Bank Syariah, dan Prinsip
Mengenal Nasabah, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hlm. 1.
130

Definisi Lembaga Pembiayaan menurut Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 2009 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal.
Pasal 2 PP Nomor 9 Tahun 2009 mengatakan bahwa lembaga pembiayaan meliputi:
• Perusahaan pembiayaan.
• Perusahaan modal ventura.
• Perusahaan pembiayaan infrastruktur.
Berikut jenis lembaga pembiayaan yang ada.
a) Perusahaan Pembiayaan
Perusahaan pembiayaan dapat meliputi:
o Sewa guna usaha,
o Anjak piutang,
o Usaha kartu redit,
o Pembiayaan konsumen.
Pasal 1 PP No. 9 tahun 2009 memberikan definisi tentang jenis usaha yang termasuk
usaha yang dapat dilakukan oleh lembaga pembiayaan.
(1) Sewa guna usaha. Sewa guna usaha sering disebut leasing, adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan barang modal baik sewa guna usaha dengan hak opsi (finance
lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lease) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran.
(2) Anjak piutang (factoring). Anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas
piutang tersebut.
(3) Usaha kartu kredit (credit card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang
dan atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.
(4) Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran angsuran.

b) Perusahaan Modal Ventura


Perusahaan modal ventura yaitu badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu, dalam bentuk penyertaan
saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan
pembagian hasil usaha.
131

c) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur


Menurut pasal 5 PP Nomor 9 Tahun 2009, kegiatan usaha perusahaan pembiayaan
infrastruktur meliputi:
(1) Pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk pembiayaan infrastruktur;
(2) Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain; dan/atau
(3) Pemberian pinjaman subordinasi (subordinated loans) yang berkaitan dengan
pembiayaan infrastruktur.

2) Lembaga Asuransi
Asuransi beradasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian
menyatakan bahwa: “Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertangung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan”.
Sedangkan pengertian asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD, yaitu: “Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan meminta suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.”

3) Pasar Modal
Dasar hukum pasar modal di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Pengertian pasar modal terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 yang berbunyi: “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
Dari pengertian ini, secara sederhana pasar modal adalah tempat bertemunya penjual dan
pembeli, yang di dalamnya efek menjadi objek perjanjian jual beli tersebut. Kemudian, yang
dimaksud dengan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivative dari efek.
132

Daftar Pustaka
ER. PERMANA
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2087/05.2%20bab%202.pdf?sequence=8&isAllo
wed=y
Collected by M. Al Faridho A
082159049079
133

PENGANTAR AKUNTANSI SYARIAH

Definisi Akuntansi
• Akuntansi adalah pengidentifikasian, pencatatan, penglasifikasian, penginterpretasian, serta
pengomunikasian kegiatan-kegiatan ekonomi sehingga penggunanya dapat membuat keputusan
berdasarkan informasi yang diterima (AAA - American Accounting Association, 1966).
www.aaahq.org
• Akuntansi konvensional membiarkan penggunanya untuk mengambil keputusan berdasarkan
informasi yang diterima secara efisien sesuai dengan tujuan untuk mengalokasikan sumber daya
yang langka demi kegunaan yang sangat menguntungkan (FASB - Financial Accounting Standard
Board, 1978). www.fasb.org
• http://www.iaiglobal.or.id Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan), Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dibantu oleh Komite
Akuntansi Syariah (KAS)
• Akuntansi Islami merupakan proses akuntansi yang memaparkan informasi bukan hanya sebatas
finansial melainkan berbagai informasi yang dibutuhkan para pemangku kepentingan sehingga
mereka teryakinkan bahwa yang bersangkutan masih beroperasi dalam kerangka syariah Islam.
• PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah), PSAK 102
(murabahah), PSAK 103 (salam), PSAK 104 (istishna’), PSAK 105 (mudharabah), dan PSAK 106
(musyarakah)

Sejarah Akuntansi Syariah


• Dalam berbagai literatur akuntansi Lucas Pacioli muncul sebagai 'Bapak Akuntansi'
• Buku Pacioli "Summa de Arithmatica Geometria et Propolita" merupakan buku yang pertama kali
dicetak dan diperbanyak untuk disebarluaskan ke seluruh dunia.
• Manuskrip Abdullah bin Muhammad bin Kayah al Mazindarani "Risalah Falakiyah Kitab as
Siyaqat" dipercaya telah ditulis 131 tahun sebelumnya.
• Beberapa pengakuan datang bahwa pencatatan keuangan telah dilakukan sejak 3000 SM di Timur
Tengah dan Timur Jauh.
• Peradaban Kaldea-Babilonia, Asiria, dan Samaria pada pembentukan sistem pemerintahan
pertama,
• peradaban Yunani di mana manajer estate Appolonius memperkenalkan sistem akuntansi
pada tahun 256 SM.
• Peradaban Roma ketika membuat laporan posisi keuangan dan hak sipil.
• Perintah pencatatan suatu transaksi diturunkan oleh Allah melalui wahyu yang diturunkan kepada
Rasulullah saw tertera dalam al-Quran surat al-Baqarah (2) ayat 282
134

• Kebutuhan akan pencatatan atas transaksi yang dilakukan sesuai dengan rujukan bahwa setiap
manusia akan diminta pertanggungjawabannya atas apa yang dilakukan selama hidup di dunia.
• Seperti yang terdapat dalam al-Quran surat al-Isra (17) ayat 36
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya"
• "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (al-Quran
surat al-Hujurat (49) ayat 6.

Akuntansi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam al-Quran, sabda dan
perbuatan Rasulullah saw (hadis) serta pemikiran para ulama yang dapat dijadikan dasar hukum
bermuamalah sehingga tercapai falah melalui cara yang maslahah
Komponen Akuntansi Syariah

Informasi yang Dibutuhkan (AAOIFI)


• Informasi atas kesesuaian operasional LKS dengan syariah Islam
• Informasi tentang: penggunaan sumberdaya ekonomi dengan tetap mempertahankan nilai
ekonominya, tanggung jawab sosial, penyediaan kebutuhan ekonomi para pihak yang
berhubungan dengan LKS, ketersediaan likuiditas pada tingkat yang mencukupi.
• Informasi tentang penyediaan batuan atau fasilitas bagi pegawai LKS: perlindungan hak serta
pengembangan kemampuan manajerial dan produktifitas.
135

Informasi yang Dibutuhkan (BI)


• Informasi umum
o Kepengurusan;
o Kepemilikan;
o Perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank;
o Strategi dan kebijakan manajemen;
o Laporan manajemen
• Laporan Keuangan
• Opini dari Akuntan Publik
• Seluruh aspek transparansi dan informasi Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
• Seluruh aspek pengungkapan (disclosure) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia yang berlaku
• Jenis risiko dan potensi kerugian (risk exposure) yang dihadapi bank serta praktek manajemen
risiko yang diterapkan bank
• Informasi lain yang dibutuhkan

Informasi yang Dibutuhkan (PSAK 101)


• Aset
• Kewajiban
• Dana syirkah temporer
• Ekuitas
• Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
• Arus kas
• Dana zakat; dan
• Dana kebajikan

Laporan Keuangan AAOIFI


• Laporan Posisi Keuangan (Statement of Financial Position – Balance Sheet)
• Laporan Laba Rugi (Statement of Income – Profit and Loss Account)
• Laporan Aliran Kas (Statement of Cash Flows)
• Laporan Perubahan Modal (Statement of Retained Earning or Statement of Changes in Owners’
Equity)
• Laporan Perubahan Investasi Terbatas (Statement of Changes in Restricted Investments)
136

• Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat dan Infaq (Statement of Sources and Uses of Funds
in Zakat and Charity Fund)
• Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qard (Statement of Sources and Uses of Funds in Qard
Fund)
• Laporan analisis keuangan terhadap pendapatan dan pengeluaran non halal
• Laporan social responsibility
• Laporan Perkembangan SDM

Laporan Keuangan BI
• Laporan Keuangan Bulanan:
1. Neraca;
2. Laporan Laba Rugi dan
3. informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi.
• Laporan Keuangan Triwulanan:
1. Neraca;
2. Laporan Laba Rugi;
3. Laporan Perubahan Ekuitas dan
4. Informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi.
• Laporan Keuangan Tahunan:
1. Neraca;
2. Laporan Laba Rugi;
3. Laporan Perubahan Ekuitas;
4. Laporan Arus Kas;
5. Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi tentang Komitmen dan Kontinjensi

Laporan Keuangan PSAK 101


1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan laba rugi komprehensif
3. Laporan perubahan ekuitas
4. Laporan arus kas
5. Laporan sumber dan penyaluran dana zakat
6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
7. Catatan atas laporan keuangan,
8. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas syariah
menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif.
137

Laporan Keuangan khusus Bank Syariah


1. Neraca;
2. Laporan laba rugi;
3. Laporan arus kas;
4. Laporan perubahan ekuitas;
5. Laporan perubahan dana investasi terikat;
6. Laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil;
7. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat;

Laporan Keuangan khusus Asuransi Syariah


1. Laporan posisi keuangan (neraca);
2. Laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’;
3. Laporan perubahan dana tabarru’;
4. Laporan laba rugi;
5. Laporan perubahan ekuitas;
6. Laporan arus kas;
7. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat;
8. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
9. Catatan atas laporan keuangan

Daftar Pustaka
Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati dan Wasilah, 2008
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin. 2012
Fundamentals of Corporate Finance. Ross, Westerfield, dan Jordan. 2003

Collected by Dito Prakoso


081297267689
138

FILANTROPI ZISWAF DAN MAWARIS

Konsep Dasar Zakat, Infak, Dan Shadaqah


Zakat adalah salah satu pilar penting dalam Islam. Secara etimologis, zakat berarti berkembang (an-
namaa), mensucikan (at-thaharatu), dan berkah (al-barakatu). Sedangkan secara terminologis, zakat
mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada
kelompok tertentu (mustahik) dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002).
Hafidhuddin (2002) juga menyatakan bahwa zakat adalah satu-satunya ibadah yang memiliki
petugas khusus untuk mengelolanya, sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam QS At-Taubah ayat
60. Ia mengatakan bahwa pengelolaan zakat melalui institusi amil memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
(i) lebih sesuai dengan tuntunan syariah, shirah nabawiyyah dan shirah para sahabat serta generasi
sesudahnya, (ii) menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat, (iii) untuk menghindari perasaan
rendah diri dari para mustahik apabila mereka berhubungan langsung dengan muzakki, (iv) untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan zakat, dan (v) sebagai syiar Islam
dalam semangat pemerintahan yang Islami.
Di dalam al-Quran, Allah SWT telah menyebutkan secara jelas berbagai ayat tentang zakat dan
shalat berjumlah 82 ayat. Dari sini disimpulkan bahwa zakat merupakan rukun Islam terpenting setelah
shalat. Zakat dan shalat dijadikan sebagai lambang dari keseluruhan ajaran Islam dan juga dijadikan
sebagai satu-kesatuan. Pelaksaaan shalat melambangkan hubungan seseorang dengan Tuhan, sedangkan
pelaksanaan zakat melambangkan hubungan antar sesama manusia (Khairina, 2019). Beberapa ayat Al-
Quran yang menjelaskan tentang zakat di antaranya Q.S al-Bayyinah ayat 5:

‫الص ََل َة َو يخ ْؤ تخوا‬


َّ ‫يم وا‬ ِ ‫ص ني لَ ه الدِ ين ح ن َف اء وي‬
‫ق‬ ِ ِ‫اَّلل ُمخْ ل‬
َّ ‫وا‬ ‫د‬
‫خ‬ ‫ب‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ِ‫و م ا أ ِخم روا إِ ََّّل ل‬
‫َ خ َ َخ خ‬ َ ‫خ‬ َ َ ‫َ خ‬ْ ‫ََ خ‬
‫ين ا لْ َق يِ َم ِة‬ ِ ِ‫الزَك ا َة ۚ و ََٰذ ل‬ َّ
‫كد خ‬ َ َ
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”

Tujuan mendasar ibadah zakat adalah untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial, seperti
pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persoalan-
persoalan tersebut dengan memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit,
etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya (Qardhawi, 1995). Zakat adalah salah satu sektor penting
dalam filantropi Islam. Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim yang
139

memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara menyalurkan zakatnya kepada
mustahik (penerima zakat). Zakat ini tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian mustahik,
tetapi juga dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam sektor ekonomi nasional (BAZNAS, 2017).
Dalam jangka panjang, tujuan utama zakat adalah mentransformasi para mustahik menjadi muzakki. Hal
ini menunjukkan bahwa zakat sangat berpotensi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan
di suatu negara.
Adapun pengertian zakat di atas dapat diperjelas dan dipertegas bahwa pemaknaan formula zakat
dari sisi manapun, dapat dibuktikan kebenarannya, baik secara fisik material-nominal maupun secara
psikis-kerohanian. Hal tersebut dapat diuji secara empiris-matematis dan lebih dari itu dapat dirasakan
dan dinikmati secara psikis. Artinya, zakat berarti tambah, tumbuh dan berkembang secara nominal dan
bisa dibuktikan dengan mudah. Demikian pula dengan makna maknawi-hissi-nya yang bisa dirasakan
dalam menjalani proses hidup dan kehidupan para muzakki. Begitu luas memang ruang lingkup makna
zakat ini, sampai-sampai kata zakat bisa juga digunakan untuk maksud sedekah wajibah maupun
mandubah, di samping untuk makna nafkah, pemaafan (al-‘afw), dan kebenaran (al-haqq) (Suma, 2013).
Suma (2013) menjelaskan bahwa dari sekian banyak kata yang searah dengan maksud zakat, kata
infak dan shadaqah-lah yang paling erat. al-Mawardi (w. 450 H/1070 M) menyamakan keduanya dalam
ungkapan “sedekah adalah zakat dan zakat adalah shadaqah” (al-shadaqah zakah wa al-zakah sha-
daqah). Menurut al-Mawardi, keduanya hanya berbeda dalam nama atau sebutan, tetapi sama dalam arti
dan tujuannya. Perangkaian kata infak dan shadaqah pada lembaga-lembaga zakat—dalam hal ini,
misalnya ZIS (zakat, infak dan sedekah) yang ada di Indonesia—semakin memperkuat jalinan tritunggal
kata zakat, infak, dan sedekah. Terutama dalam penyematan nama-nama lembaga filontropi Islam,
seperti: BAZIS (badan amil zakat, infak dan sedekah), LAZIS (lembaga amil zakat, infak dan sedekah),
panitia penerima zakat, infak dan shadaqah, meskipun pada saat yang sama, tetap juga ada lembaga yang
seakan-akan hanya fokus pada pengurusan zakat tanpa menyebut infak dan shadaqah.
Meskipun sama-sama terdapat dalam bahasa Arab atau bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, kata
shadaqah tidak lagi digunakan dalam pengertian zakat. Shadaqah biasanya diartikan sebagai pemberian
secara sukarela kepada para pihak lain dengan tujuan untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Dengan
kata lain, zakat diartikan sebagai pemberian wajib, sementara sedekah diartikan sebagai pemberian
sunnah (Khairina, 2019).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011, infak adalah harta yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan
shadaqh adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
Kata shadaqah itu berasal dari kata al-shidq, yang berarti benar atau kebenaran. Kata shadaqah
menunjukkan atas kebenaran dan/atau pembenaran keimanan seseorang, baik dari sudut pandang lahiriah
140

(pengakuan keimanan) maupun ekspresi batiniah (wujud pengorbanannya) melalui harta-benda. Melalui
shadaqah, muzakki atau mutashaddiq membuktikan bahwa dirinya bukan seorang yang munafik yang
suka bermain mata dengan mengelabuhi orang-orang Mukmin dalam urusan shadaqah (Suma, 2013). Hal
tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang membimbing keterpaduan antara pengakuan
keislaman yang simbolik dalam pengucapan dua kalimat syahadat dan pelakasanaan salat lima waktu.
Sementara dalam pengorbanan material ekonomi dan keuangan dapat diwujudkan melalui adanya
pembayaran zakat, infak, dan shadaqah.
Orang yang suka ber-shadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi
syariat, pengertian shadaqah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-
ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, shadaqah memiliki arti lebih luas,
menyangkut hal yang bersifat non materiil. Adapun anjuran tentang ber- shadaqah seperti dalam Al-
Quran Surah Al- Baqarah:254:

ٌ‫آم نخوا أَنْ ِف خق وا ِِمَّا َر َزقْ نَا خك ْم ِم ْن قَ ْب ِل أَ ْن ََيِِْتَ يَ ْو ٌم ََّل بَ ْي ٌع فِ ِيه َوََّل خخ لَّ ة‬
َ َ‫ين‬ ِ َّ‫َي أَيُّ ه ا ا ل‬
‫ذ‬ َ َ
‫اع ةٌ ۗ َوا لْ َك افِ خرو َن خه خم ال ظَّالِ خم و َن‬
َ ‫َوََّل َش َف‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah
Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada
lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”

Dalam ayat ini Allah SWT menyuruh kita untuk sering bersedekah sebelum terjadinya hari kiamat
yang tidak ada jual beli. Sedekah bisa memberikan dan mendatangkan syafaat ketika di akhir kelak bagi
orang sering bersedekah. Baik sedekah fisik maupun materi keduanya akan mendapat pahala yang sama.
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang artinya keluar, yang berarti mengeluarkan sesuatu harta
untuk kepentingan sesuatu yang tujuannya untuk mendapatkan ridho Allah. Sedangkan menurut
terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan atau penghasilan untuk
sesuatu yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nishab-nya, infak tidak mengenal nishab. Infak
juga sebahagian kecil dari harta yang digunakan untuk kebutuhan orang banyak sebagai kewajiban yang
dikeluarkan karena atas dasar keputusan diri sendiri (Khairina, 2019).
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan diluar zakat untuk
kemaslahatan umum. Hal ini tercantum dalam ayat Al-Quran Surah Ali Imran:134:
141

ِ ‫ني َع ِن ال ن‬ ِ ِِ ِ َّ ‫الس َّر ِاء و‬ ِ ِ ‫ا لَّ ِذ ين ي ْن‬


‫اَّللخ‬
َّ ‫َّاس ۗ َو‬ َ ‫ظ َوا لْ َع اف‬
َ ‫ني ا لْ غَ ْي‬
َ ‫الض َّراء َوا لْ َك اظ م‬ َ َّ ‫ِف‬ ‫ن‬َ ‫و‬ ‫ق‬
‫خ‬ ‫ف‬ ‫َ خ‬
‫ني‬ ِِ ُّ ِ‫خُي‬
َ ‫ب ا لْ خم ْح س ن‬
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan”.

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa infak tidak ditetapkan waktunya seperti zakat. Infak
dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah. Jika zakat
harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada siapa pun juga,
misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya.
Sebagai pilar ketiga dalam perekonomian zakat, infak, dan shadaqah memiliki fungsi yang sangat
penting dalam pertumbuhan ekonomi. Ini tercermin pada dua konsep utama, yaitu pertumbuhan ekonomi
berkeadilan dan mekanisme sharing dalam perekonomian. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan kaum dhuafa. Pada jangka pendek, kebutuhan mustahik dapat terpenuhi, sementara pada
jangka panjang, daya tahan ekonomi mereka akan meningkat. Zakat adalah salah satu institusi terpenting
dalam kerangka sosial- ekonomi Islam. Dalam Al-Qur’an, perintah shalat juga sering kali diikuti dengan
perintah zakat. Hal ini secara jelas menyiratkan betapa pentingnya zakat yang berdimensi
(habluminannas) yang disetarakan dengan shalat yang berdimensi (habluminallah).
Dampak zakat atas kemaslahatan masyarakat dan perekonomian Islam sangatlah jelas. Karena
dalam zakat itu sendiri terdapat unsur pemberian bantuan kepada orang-orang fakir, di samping
mewujudkan kepentingan yang bersifat umum. Ini dapat dilihat secara jelas dari pos-pos pendistribusian
zakat. Dengan zakat berarti kekayaan itu didistribusikan dari kalangan orang-orang kaya kepada orang-
orang fakir. Dengan cara seperti ini, maka terdapat unsur pemerataan kekayaan, sehingga kekayaan tidak
menggelembung di pihak tertentu, sementara masih adanya kemelaratan di pihak lain.

Model Pengelolaan ZIS Di Indonesia


Zakat yang dikelola dengan sistem dan menejemen yang amanah, profesional, dan intregrated dapat
menjadi pemacu gerak ekonomi dalam masyarakat, sehingga makin berkurangnya kesenjangan antar
kelompok masyarakat yang mampu (Atabik, 2015). Adapun pengelolaan zakat di Indonesia mengalami
perkembangan yang dinamis dalam rentang waktu yang panjang. Hal ini dipraktikkan sejak awal
masuknya Islam di Indonesia, zakat berkembang sebagai pranata sosial keagamaan yang penting dan
signifikan dalam penguatan masyarakat sipil Muslim. Pada periode selanjutnya telah terjadi pula tarik
ulur kepentingan dalam pengelolaan zakat di ranah publik. Di era modern, di tangan masyarakat sipil,
142

zakat telah bertransformasi dari ranah sosial ke ranah pembangunan ekonomi. Dalam perkembangan
terkini, tarik-menarik pengelolaan zakat antara negara dan masyarakat sipil, berpotensi menghambat
kinerja dunia zakat nasional dan sekaligus melemahkan gerakan masyarakat sipil yang independen (Indra,
2017).
Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) dengan cara menerima atau mengambil harta zakat dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki. Badan Amil Zakat (BAZ) juga dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta
muzakki yang berada di Bank atas permintaan muzakki (BAZNAS, 2018b).
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Undang-undang No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarkat Islam dan
Urusan haji No. D / 291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Meskipun harus diakui
bahwa dalam peraturan-peraturan tersebut masih banyak kekurangan yang mendasar, misalnya tidak
dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya (tidak mau berzakat), tetapi undang-
undang tersebut mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat, dan
dipercaya oleh masyarakat (BAZNAS, 2017).
BAZNAS sebagai Badan Amil Zakat, kegiatan pokoknya adalah menghimpun ZIS dari muzakki dan
menyalurkan ZIS kepada Mustahik yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan agama. Adapun ruang
lingkup dari BAZNAS yang meliputi skala nasional adalah unit pengumpulan zakat di departemen,
BUMN, konsulat Jenderal, dan dengan lembaga amil zakat lain. Beda halnya dengan BAZIS (Badan Amil
Zakat dan Infak atau Shadaqah) didirikan berdasarkan surat keputusan gubernur yang mempunyai ruang
lingkup kerja di wilayah propinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan tersebut (Indra, 2017).
Salah satu LAZ yang menerapkan prinsip-prinsip modern dalam pengelolaan ZIS adalah Dompet
Dhuafa (Indra, 2017). Lembaga tersebut dapat mengurangi tingkat kemiskinan dengan menunjukkan
bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga miskin dari 84% menjadi 74%. Adapun aspek
kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu mengurangi kesenjangan kemiskinan dan kesenjangan
pendapatan (Beik, 2009).
Amil Zakat Lembaga (OPZ) yang merupakan salah satu organisasi non-profit atau nirlaba yang
menerima dana dari muzakki. Adapun tugas mereka seperti mengelola dan mendistribusikan dan muzakki
ke mustahiq, selain itu OPZ harus memberikan laporan keuangan secara teratur sebagai bentuk tanggung
jawab mereka untuk masyarkat, terutama untuk muzakki. Untuk OPZ daerah Yogyakarta khususnya ada 8
lembaga amil zakat bahwasanya pengelolaan keuangan berbeda-beda sesuai karakteristik lembaga, tidak
semua lembaga sistem akuntansi baik dan pengendalian internal (Muhammad, 2006).
Dalam konteks pengelolaan dan pengalokasian zakat secara profesional dan produktif, maka
pemerintah harus mampu mengangkat amil (pengelolaan zakat) memahami tentang manajemen
143

profesional dan produktif. Oleh karena itu, model manajerial zakat yang profesional dan produktif dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Pengelolaan dan Pengalokasian Zakat, Menurut Muhammad dan Ridwan
Mas’ud (2005)

Muzakki

Laporan

Amil

Evaluasi, pengawasan, Studi kelayakan dan


dan pembinaan usahanya

Pelatihan

Usaha Mustahid layak

Muzakki menyerahkan zakatnya kepada amil (BAZ, LAZ, atau Bank Syariah). Amilin melakukan
studi kelayakan mustahiq tentang kelayakan mendapatkan zakat, pengembangan usaha yang sudah ada
atau yang mau mengembangkannya, dan permasalahan yang dihadapi mustahiq.
Jika data tentang mustahiq didapatkan oleh amil, maka selanjutnya disusunlah program pelatihan
kepada mustahiq. Mustahiq yang menerima dana zakat diharapkan dapat mengembangkan dana zakat
sebagai modal usaha, bukan untuk konsumsi. Setelah realisasi penyerahan dana zakat dan aktivitas telah
berjalan, maka pada periode waktu yang ditetapkan misalnya setiap bulan, tiga bulan atau semester,
dilakukan evaluasi, pengawasan dan pembinaan. Tujuan aktivitas ini adalah agar mustahiq benar-benar
mampu mandiri. Dengan kemandiriannya, maka diharapkan para mustahiq pada waktu yang ditentukan
dapat menjadi muzakki.
Tugas amil adalah memberikan informasi atau laporan yang utuh, benar, transparan kepada
masyarakat pada umumnya. Isi laporan minimal memuat tentang sumber dana zakat dan pengalokasian
dana zakat kepada yang berhak menerima. Masyarakat muzakki akan senang bila amilin memberikan
informasi yang utuh tentang program-program yang akan dan telah dilaksanakan, berkaitan dengan dana
zakat yang telah dibayarkan oleh muzakki.
Menurut Indri (2017), di Indonesia terdapat sistem pengelolaan dengan model surplus zakat budget,
in kind, dan resolving fund. Surplus Zakat Budget merupakan pengumpulan dana zakat yang kemudian
dibagikan sebagian dan sisanya digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek produktif. Sistem ini
144

dilengkapi dengan sistem zakat certificate. Tujuan penerapan sistem ini adalah: dana zakat yang
dibagikan dan dalam bentuk sertifikat maka uang yang cash akan digunakan atau dialokasikan untuk
usaha atau proyek-proyek produktif sehingga mengalami perluasan usaha. Jika usaha mengalami
perluasan maka dapat menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja akan diambilkan dari golongan ekonomi
lemah. Dengan demikian, terjadi pembukaan lapangan pekerjaan dan akhirnya dapat mengurangi
pengangguran di masyarakat. Keuntungan sistem ini adalah dibukanya lapangan kerja baru. Dan dana
zakat tidak semuanya diterima dalam bentuk cash money namun bisa berupa sertikat yang sewaktu-waktu
dapat dicairkan.
Adapun sistem In Kind diterapkan dengan mekanisme dana zakat yang tidak dibagikan dalam
bentuk uang apalagi dalam bentuk sertifikat. Namun dana zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi
yang dibutuhkan oleh kaum ekonomi yang lemah yang ingin berusaha atau produksi, baik mereka yang
baru akan mulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk pembangunan usaha yang telah ada.
Sistem revolving fund merupakan sistem pengelolaan zakat dimana amil memberikan pinjaman
dana zakat kepada para mustahiq dalam bentuk pembiayaan qardhul hasan. Tugas mustahiq adalah
mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada amil sebagian maupun sepenuhnya, tergantung pada
kesepakatan awal. Model ini dana yang dikumpulkan amil akan dikelola secara bergulir dari mustahiq
satu ke mustahiq lainnya, jika mustahiq yang dipinjam tersebut telah mengembalikan sebagian atau
sepenuhnya dana pinjaman.
Selanjutnya terkait strategi dalam pengumpulan zakat menurut Muin (2011), yaitu:
1. Pembentukan unit pengumpulan zakat, baik kemudahan bagi lembaga pengelola zakat, baik
kemudahan bagi lembaga pengelola zakat dalam menjangkau para muzakki maupun kemudahan bagi
para muzakki untuk membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat dapat membuka Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) di berbagai tempat sesuai tingkatannya, baik nasional, propinsi, dan daerah.
2. Pembukaan kounter penerimaan zakat. Selain membuka unit pengumpul zakat di berbagai tempat,
lembaga pengelola zakat dapat membuka kounter atau loket tempat pembayaran zakat atau
sekretariat lembaga yang bersangkutan. Kounter atau loket tersebut harus dibuat yang refresentatif,
seperti layaknya loket lembaga keuangan profesional yang dilengkappi dengan ruang tunggu bagi
muzakki yang akan membayar zakat, disediakan alat tulis dan penghitung seperlunya, disediakan
tempat penyimpanan uang atau brangkas sebagai tempat pengamanan sementara sebelum disetor ke
bank, ditunggu dan dilayani oleh tenaga-tenaga penerima zakat yang siap setiap saat sesuai jam
pelayanan yang sudah ditentukan.
3. Pembukaan rekening di bank. Perlu diperhatikan di sini adalah bahwa dalam rekening hendaklah
dipisahkan antara masing-masing rekening sehingga dengan demikian akan memudahkan para
muzakki.

Untuk mengembangkan pengelolaan ZIS, BAZNAS pada tahun 2012 membuat sistem IT SIMBA
145

untuk memfasilitasi sistem pelaporan badan amil zakat, baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional
(BAZNAS, 2018b). Pada tahun 2016 juga telah ditandatangani nota kesepahaman antara BAZNAS
dengan UNDP terkait kerjasama membangun Laboratorium Finansial dan Pendanaan Inovatif Islam untuk
pelaksanaan tujuan SDGs atau Islamic Innovative Funding and Financing Lab for SDGs. Adanya
kerjasama yang strategis dengan lembaga atau institusi luar negeri serta keberadaan dokumen- dokumen
tersebut diharapkan menjadi sumber referensi pengelolaan zakat dunia sekaligus sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas tata kelola sistem perzakatan dunia. Sehingga dalam hal partisipasi ini peran
Indonesia melalui BAZNAS, tidak diragukan lagi, sangat penting dan krusial.
Agar perjalanan pembangunan zakat nasional dan internasional berjalan selaras setidaknya terdapat
tiga hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh BAZNAS sebagai penanggung jawab pengelolaan
zakat nasional, diantaranya:
1. Konsolidasi kelembagaan yang tengah berjalan harus dapat dituntaskan dengan baik. Konsolidasi ini
meliputi penyesuaian terhadap aturan perUndang-undangan yang baru, seperti penyesuaian
persyaratan LAZ, pengisian pos-pos pimpinan BAZNAS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
hingga penyamaan frekuensi visi misi perzakatan nasional agar terinternalisasikan dengan baik oleh
seluruh pegiat zakat nasional. Ini sangat penting agar BAZNAS daerah dan LAZ memahami dengan
baik seluruh agenda dan kebijakan zakat nasional.
2. Perlunya penguatan strategi penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional agar kesenjangan
antara potensi zakat dengan penghimpunan aktual zakat bisa direduksi. Dalam konteks ini, maka
sosialisasi dan edukasi publik (zakah awareness) harus terus diperkuat dan dikembangkan secara
masif, sistematis dan efektif. Termasuk memperkuat kerja sama dengan otoritas lain yang terkait,
seperti OJK, Bank Indonesia, BAPPENAS dan Kementerian Sosial.
3. Rencana untuk mendirikan IIFSB (Islamic Inclusive Financial Services Board) pada tahun 2018
harus dikawal dengan baik. BAZNAS perlu berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan terkait dengan upaya pendirian tersebut sehingga IIFSB dapat diluncurkan sesuai rencana
awal. IIFSB ini diharapkan menjadi lembaga internasional yang dapat mengeluarkan output berupa
standarisasi sehingga nantinya akan menjadi media penguatan dan peningkatan kualitas pengelolaan
ZISWAF secara global.

Adapun tantangan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga zakat diantaranya kesadaran masyarakat
untuk berzakat masih relatif rendah. Kondisi ini ditambah dengan kewajiban zakat masih bersifat sukarela
dalam tata peraturan perUndang- undangan di Indonesia. Selanjutnya terdapat fenomena umum bahwa
masyarakat cenderung menunaikan zakat secara langsung kepada mustahik yang mereka kenal, tanpa
melalui lembaga zakat resmi Dan yang terakhir adalah kepercayaan masyarakat kepada lembaga
pengelola zakat masih rendah. Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap rendahnya angka
pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota,
146

maupun LAZ dari potensi zakat yang tersedia.

Indikator Keberhasilan Tata Kelola ZIS Di Indonesia


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015- 2019, poin pertama
pembangunan berkelanjutan yang diharapkan tercapai adalah pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Lebih
lanjut RPJMN 2014-2019 merencanakan bahwa dari bidang ekonomi, beberapa strategi yang akan
dilakukan di antaranya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, lapangan
pekerjaan dan menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia (BAZNAS, 2019).
Lebih lanjut, strategi yang dimaksud dalam RPJMN 2015-2019 tersebut sebenarnya memiliki irisan
yang sangat besar dengan zakat. Sebagai salah satu instrumen filantropi Islam pada dasarnya zakat dapat
membantu pemerintah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi nasional. Hal ini disebabkan karena
kerja-kerja zakat bertujuan untuk mendistribusikan harta dari para golongan masyarakat yang terkena
zakat (muzakki) kepada golongan yang berhak mendapatkan zakat (mustahik). Proses penyaluran zakat
tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme yang berbeda yaitu secara karitas maupun produktif.
Pertama, ketika zakat disalurkan secara karitas, dalam jangka pendek mustahik dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya untuk melanjutkan hidup. Penyaluran zakat dalam bentuk karitas biasanya berbentuk
bantuan yang konsumtif seperti papan, sandang dan pangan. Sebaliknya, ketika zakat disalurkan dengan
cara produktif maka akan terjadi proses pemberdayaan dalam jangka panjang untuk meningkatkan taraf
hidup mustahik. Pada akhirnya, kedua mekanisme penyaluran zakat tersebut akan membantu pemerintah
dalam meningkatkan pembangunan ekonomi secara nasional (BAZNAS, 2018a).
Berkaitan dengan upaya memaksimalkan kerja zakat untuk meningkatkan pembangunan nasional,
tentunya diperlukan sebuah alat ukur untuk melihat bagaimana dampak dari zakat tersebut kepada para
mustahik (BAZNAS, 2019). Alat ukur ini akan memberikan paling tidak dua pengaruh positif, yaitu:
Pertama, evaluasi proses penyaluran zakat. Hal ini diperlukan agar efektivitas dari kerja-kerja zakat
dapat terukur. Pada dasarnya, zakat pasti akan memberikan dampak positif. Namun saat praktik di
lapangan tentu akan ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi kerja zakat. Dengan mengetahui
sebab-sebab tersebut, lembaga zakat dapat merencanakan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki
atau meningkatkan kinerja zakat.
Kedua, alat ukur ini dapat menjadi gambaran bagi para muzakki terkait dengan pengelolaan zakat
yang mereka berikan kepada lembaga terkait. Meski negara Indonesia menjadi salah satu negara muslim
terbesar di dunia dengan potensi zakat yang mencapai 217 triliun (Firdaus et al, 2012), namun realisasi
dari penghimpunan zakat pada tahun 2017 hanya mencapai 5 triliun (Outlook Zakat Nasional 2018). Jika
para muzakki memahami bahwa pembayaran zakat yang mereka lakukan tidak hanya sekadar
menggugurkan kewajiban tetapi juga memberikan efek positif terhadap pembangunan ekonomi secara
nasional, diharapkan penghimpunan pun akan semakin bertambah setiap tahunnya.
147

Berdasarkan dua hal tersebut, maka Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melalui Pusat Kajian
Strategis (PUSKAS) membuat sebuh alat ukur untuk melihat dampak zakat terhadap para mustahik. Alat
ukur yang diberi nama Indeks Kesejahteraan BAZNAS (IKB) ini memiliki tiga indeks di dalamnya yaitu
Indeks Kesejahteraan CIBEST, Modifikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Kemandirian. Hasil tersebut akan dianalisis untuk agar dapat meningkatkan dampak zakat yang lebih baik
di tahun mendatang. Jika angka IKB semakin mendekat 1, maka semakin baik dampak dari zakat
produktif yang disalurkan. Penjelasan dari masing-masing Indeks tersebut adalah sebagai Berikut:
Tabel 1. Kategori Penilaian Indeks Kesejahteraan BAZNAS
Score Range Keterangan
0.00 – 0.20 Tidak baik
0.21 – 0.40 Kurang baik
0.41 – 0.60 Cukup baik
0.61 – 0.80 Baik
0.81 – 1.00 Sangat Baik
Melalui adanya IKB, dampak distribusi zakat kepada mustahik dapat dilihat dan diukur secara
ilmiah. Adanya alat ukur ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendistribusian dan pemanfaatan
zakat bagi mustahik agar dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik. Selain itu, adanya IKB dapat
meningkatkan kepercayaan muzakki dalam membayarkan zakatnya. Jika hasil IKB meningkat, berarti
zakat telah memberikan manfaat bagi kehidupan mustahiq, sehingga muzakki akan termotivasi untuk
membayar zakatnya secara rutin.
Selain IKB yang disusun oleh Puskas BAZNAS, beberapa lembaga amil zakat juga memiliki
kriteria dalam pengelolaan dan pendistribusian dana ZIS, salah satunya adalah Rumah Zakat Indonesia.
Dalam pengelolaan dan pendistribusian ZIS, RZI memberikan pengukuran atas keberhasilan program
yang dilaksanakan (Andriyanto, 2014). Program yang dimiliki oleh RZI antara lain: (1) Pendampingan
Masyarakat; (2) Integrated Community Development (ICD); (3) Pengembangan Kapasitas Pemuda; (4)
Siaga Bencana. Keberhasilan RZI dalam pengelolaan dan pendistribusian zakat dapat dilihat ketika
program-program tersebut dapat memberdayakan dan memberikan manfaat bagi mustahiq.
Pendampingan sosial memiliki peran yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat (Anwariyah, 2016). Sesuai dengan prinsip pemberdayaan, bahwa pemberdayaan masyarakat
sangat perlu memperhatikan pentingnya parsitipasi publik yang kuat. Dalam konteks ini, peranan seorang
pekerja sosial atau pendamping masyarakat seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai
pendamping, bukan sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problem
solver) secara langsung. Mereka biasanya terlibat dalam penguatan parsitipasi rakyat dalam proses
perencanaan, implementasi, maupun monitoring serta evaluasi program kegiatannya. Dalam proses
distribusi zakat, mustahiq tidak hanya memerlukan zakat yang disalurkan, tetapi untuk memproduktifkan
148

zakat, mustahiq juga adanya pendampingan dari pihak amil ataupun stakeholder lainnya.
Adapun beberapa LAZ menyatakan bahwa indikator keberhasilan dari program yang disalurkan
melalui zakat adalah adanya peningkatan penghasilan ekonomi rumah tangga, adanya produktivitas
ekonomi, dan adanya peningkatan akumulasi tabungan mustahiq, perubahan paradigma dan cara berfikir
mustahiq (Anwariyah, 2016).

Ilmu Faraidh
Pengertian Faraidh
Faraidh adalah bentuk jamak dari al-faridhah: kewajiban, atau pembagian yang telah ditentukan
sesuai kadarnya masing-masing. Jadi ilmu faraid adalah ilmu yang mempelajari perhitungan dan tata cara
pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam, yang terdapat dalam QS. An-
Nisa:11-12 dan 176 dan QS. Al-Anfal:75.
Sebelum harta warisan dibagikan, ahli waris harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
1. Membiayai penyelenggaraan jenazah dari harta yang ditinggalkan oleh jenazah nya
2. Membayar utang si jenazah (jika punya utang).
3. Melaksanakan wasiat si jenazah (jika berwasiat) dengan ketentuan wasiat tidak boleh dari 1/3 total
harta yang ditinggalkan nya. Jika lebih dari 1/3, maka harus dikurangi menjadi 1/3.
4. Membayar zakat (jika memenuhi syarat).

Macam-Macam Ahli Waris


1) Ahli waris dengan bagian tertentu (ashabul furudh)
Ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya, tercantum dalam nas Al Quran dan Hadits. Mereka
mendapat bagian secara pasti yaitu 2/3, 1/3, dll.
2) Ahli waris dengan bagian yang tidak ditentukan (‘asabah)
Ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya. Mereka mendapat sisa bagian setelah harta waris
dibagikan kepada ashabul furudh atau mendapat seluruh harta karena tidak ada ashabul furudh.
3) Ahli waris karena pertalian rahim/ darah (dzawul arham)
Mereka yang tidak termasuk ashabul furudh dan asabah.

Rukun Waris
1) Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak
mewarisinya.
2) Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari
beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi.
3) Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.

Syarat-Syarat Waris
149

a) Telah meninggalkan pewaris.


b) Adanya ahli waris yang masih hidup.
c) Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti.

Sebab-Sebab Mendapatkan Hak Waris


a) Hubungan kekerabatan.
b) Hubungan pernikahan.
c) Al-Wala (membebaskan budak).

Penggugur Hak Waris


a) Ar-riqqu atau hamba sahaya (budak)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Budak adalah manusia yang tidak
memiliki wewenang sendiri, tetapi dia dimiliki, boleh dijual, boleh dihibahkan dan diwaris. Dia
dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Adapun (yang menjadi) sebab dia tidak mendapatkan warisan,
karena Allah membagikan harta waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan
dia (budak) tidak memiliki wewenang.”
Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

ُ‫ط ْال ُم ْبت َاع‬


َ ‫عهُ ِإاله أ َ ْن يَ ْشت َِر‬
َ ‫ع ْبد ًَاولَهُ َما ٌل فَ َمالُهُ ِللهذِي بَا‬
َ ‫ع‬
َ ‫َو َم ِن ا ْبت َا‬

“Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si
penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat” [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]
Selanjutnya beliau berkata: “Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab
bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya.”

b) Al-qatil atau membunuh orang ang akan mewariskan (pembunuh)


Bila ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu membunuh orang yang akan
mewariskan, misalnya ada anak yang tidak sabar menanti warisan ayahnya, sehingga ia membunuh
ayahnya, maka anak tersebut tidak berhak mengambil pusaka ayahnya. Dalilnya, yaitu:
َ‫هللا َع َل ْيه َو َس ىلم‬ ‫َ ى‬ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ ِّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ
ِ ِ ‫وعن ع َم َر اب ِن ش َع ْي ٍب عن أ ِبي ِه عن جد ِه قال قال رسول‬
ِ ‫هللا صَّل‬
‫ئ‬ ٌ‫س ل ْل َقاتل م َن ْالم ْ َياث َش ْ ئ‬ َْ
)‫الي‬
‫ي (رواه النسائ والدار قطي وقواه ابن عبد ر‬ ْ ِ ِْ ِ ِ ِ ِ َ ‫لي‬
Diriwatkan dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW
bersabda, "Tidak ada waris sedikitpun bagi pembunuh." (HR An-Nasai dan Daruqathni, yang
dikuatkan juga oleh Ibnu Abdil Bar).
150

c) Ikhtilaffud din atau berlainan agama dan murtad


Ahli waris lain agama, misalnya yang meninggal dunia orang Yahudi, sedangkan ahli warisnya
Muslim, maka ahli waris yang Muslim tersebut tidak boleh mewarisi hartanya. Dan demikian juga
sebaliknya.
HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad:

َ ‫ع ْن‬
‫ع ْم ِرو ب ِْن‬ َ ،‫سي ٍْن‬ َ ‫ع ِلي ِ ب ِْن ُح‬َ ‫ع ْن‬
َ ،‫ب‬ ٍ ‫ع ِن اب ِْن ِش َها‬ َ ،‫ْج‬ ٍ ‫ع ِن اب ِْن ُج َري‬َ ،‫اص ٍم‬ ِ ‫ع‬ َ ‫َحدهثَنَا أَبُو‬
ُ ‫ «الَ يَ ِر‬:‫سله َم قَا َل‬
‫ث‬ َ ُ‫صلهى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ‫ أ َ هن النه ِب ه‬:‫ع ْن ُه َما‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ َ ُ ‫ع ْن أ‬
ِ ‫سا َمةَ ب ِْن زَ ْي ٍد َر‬ َ ، َ‫عثْ َمان‬
ُ
»‫ال ُم ْس ِل ُم ال َكافِ َر َوالَ ال َكافِ ُر ال ُم ْس ِل َم‬
(Orang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim).
151
152

1. Bagian harta waris ada dua jenis, yaitu:


a. Faridlah = Bagian yang sudah ditentukan besarnya.
b. Ashabah = Bagian sisa dari pembagian faridlah.
2. Ta'shib = Bagian ahli waris laki-laki besarnya 2x bagian ahli waris perempuan.
3. Sebelum harta waris dibagikan, semua hutang, janji dan wasiat (maksimum 1/3) harus dilunasi.
4. Suami/ Istri, Anak laki, Anak Perempuan, Bapak dan Ibu mendapat harta waris, tidak tertutup oleh
siapapun.
5. Yang mungkin menerima harta waris jika tidak tertutup (terhijab) adalah:
a. Kakek dan Nenek dari pihak bapak, Nenek dari pihak ibu.
b. Cucu laki-laki dan perempuan dari anak laki-laki.
c. Saudara kandung.
d. Saudara sebapak.
e. Anak laki-laki dari saudara sebapak laki-laki.
f. Paman (saudara bapak) kandung yang laki-laki.
g. Paman (Saudara bapak) yang sebapak laki-laki.
6. Jika pada waktu pembagian harta waris itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
dari harta waris itu sekedarnya dan ucapkan perkataan yang baik.
7. Ahli waris terhalang menerima harta waris karena:
a. Berlainan agama antara mayat dengan ahli waris. Misal Bapak yang meninggal beragama Islam,
namun anaknya beragama Kristen, maka tidaklah anak itu mendapat harta waris. Dan juga
sebaliknya. Rasulullah SAW bersabda, "Tiadalah orang Islam mempusakai orang kafir dan tiada
pula orang kafir mempusakai orang Islam".
b. Karena membunuh. Anak yang membunuh bapaknya atau sebaliknya. Rasulullah SAW bersabda,
"Tiadalah orang yang membunuh mendapat waris dari orang yang terbunuh".

Masalah-Masalah Pembagian Waris


1) Masalah ‘aul dan radd
‘Aul dan radd adalah dua kasus kewarisan hasil produk ijtihad fuqaha dalam kaitannya dengan
operasional metode perhitungan sebagai upaya penyelesaian kasus kewarisan yang kekurangan atau
sebaliknya kelebihan harta warisan, jika diselesaikan secara furudhul muqaddarah. Dua di antara tiga
kemungkinan (selain faridhah al ‘adilah) yang pasti ditemui dalam penyelesaian pembagian harta
warisan ini, tampaknya menjadi perbincangan yang cukup menarik di sepanjang perkembangan
hukum waris Islam.
a) ‘Aul
Kata ‘aul berasal dari bahasa Arab, yang artinya lebih atau banyak. ‘aul
adalah jumlah bilangan bagian lebih dari asal masalah yang dibagi kepadanya kadar harta
153

peninggalan. Contoh kasus ‘Aul yaitu:


Seorang meninggal dan mempunyai harta warisan sebesar Rp21.000.000,00 ahli waris yang ada
yaitu Suami dan 2 orang saudara perempuan kandung. Hitunglah bagian masing-masing ahli
waris!
Perhitungan langsung:

Fardh KPK=6
No. Ahli Waris
(bagian) Asal masalah = 6 Bagian/ Perolehan

1 Suami ½ 3/6 3
2 2 orang saudara perempuan kandung 2/3 4/6 4
Jumlah 7/6

Bagian masing-masing yaitu:


Suami: 3/6 x 21.000.000 = 10.500.000
2 orang saudara perempuan kandung: 4/6 x 21.000.000 = 14.000.000
Jumlah: 24.500.000.

Terlihat dari perhitungan diatas bahwa seharusnya harta waris yang harus dibagikan
sebesar 21 juta, tetapi setelah dihitung sesuai hak masing-masing ahli waris muncul ketimpangan
yaitu hartanya kurang jika dibagi sesuai dengan ketentuan hak waris yang telah ditentukan oleh
nash Al-qur’an yaitu kurang sebesar 3.500.000,00 kekurangan harta waris ini tidak bisa
diambilkan dari tempat lain karena harta yang diwariskan sebesar 21 juta. Untuk menyelesaikan
masalah ini diperlukan perhitungan khusus yaitu:

KPK=6 Total bagian=7


Fardh
No. Ahli Waris Bagian (tiap
(bagian) Asal masalah = 6
Individu)
1 Suami ½ 3/6 3
2 2 orang saudara perempuan kandung 2/3 4/6 4
Jumlah 7/6 7

Asal masalah dari bagian waris diatas dari 6 diganti menjadi 7 agar harta yang dibagi
habis. Total bilangan 7/6 akan menyisakan hak ahli waris yang belum terpenuhi yaitu sebesar 1/6,
agar adil pembagian harus diganti menjadi 7/7(menggunakan total bagian yaitu 7 sebagai
pengganti asal masalah, sehingga pembagian waris akan utuh yaitu 7/7=1). Efek dari penggantian
bilangan ini akan memperkecil bagian harta yang dibagikan. Perhitungannya yaitu:
154

Suami: 3/7 x 21.000.000= 9.000.000


2 orang saudara perempuan kandung: 4/7 x 21.000.000= 12.000.000
Jumlah: 21.000.000

Perhitungan khusus diatas akan menjadikan pembagian waris menjadi pas dan tidak timbul
kurangnya harta yang harus dibagikan. Tetapi efek dari perhitungan ini akan mengurangi jumlah
bagian tiap ahli waris dikarenakan untuk memenuhi kemaslahatan dalam pembagian waris.

b) Radd
Secara bahasa, kata al-radd berarti mengembalikan. Sedangkan menurut pengertian syara',
al-radd adalah membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing-
masing, setelah menerima bagiannya. Radd dilakukan karena setelah harta diperhitungkan untuk
ahli waris, ternyata masih ada sisa harta. Sedangkan ahli waris tidak ada 'ashabah. Maka sisa
harta tersebut dibagikan kepada ahli waris yang ada, kecuali suami/ istri. Contoh penyelesaian
kasus Radd yaitu:
Ahli waris terdiri seorang anak perempuan dan ibu, dan harta yang ditinggalkan sebesar
Rp60.000.000. Hitunglah bagian masing-masing ahli waris!
KPK=6 Total bagian=4
Fardh
No. Ahli Waris Bagian (tiap
(bagian) Asal masalah = 6
Individu)
1 Seorang anak perempuan ½ 3/6 3
2 Ibu 2/3 1/6 1
Jumlah 4/6 4

Bagian masing-masing, yaitu:


Seorang anak perempuan: 3/6 x 60.000.000 = 30.000.000
Ibu: 1/6 x 60.000.000 = 10.000.000
Jumlah: 40.000.000

Terlihat dari perhitungan diatas bahwa akan ada sisa harta warisan yaitu sebesar 20 juta
sedangkan keluarga tersebut tidak memiliki ashabah sehingga sisa tersebut tidak dapat dibagikan
langsung agar habis. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan perhitungan khusus yaitu:
KPK=6 Total bagian=4
Fardh
No. Ahli Waris Bagian (tiap
(bagian) Asal masalah = 6
Individu)
155

1 Seorang anak perempuan ½ 3/6 3


2 Ibu 2/3 1/6 1
Jumlah 4/6 4

Asal masalah dari bagian waris diatas dari 6 diganti menjadi 4 agar harta yang dibagi
habis. Total bilangan 4/6 akan menyisakan harta warisan yaitu sebesar 2/6, agar pembagian
warisan menjadi habis maka harus diganti menjadi 4/4(menggunakan total bagian yaitu 4 sebagai
pengganti asal masalah, sehingga pembagian waris akan utuh yaitu 4/4=1). Efek dari penggantian
bilangan ini akan memperbesar bagian harta yang dibagikan. Perhitungannya yaitu:
Seorang anak perempuan: 3/4 x 60.000.000 = 45.000.000
Ibu: 1/4 x 60.000.000 = 15.000.000
Jumlah: 60.000.000.
Perhitungan khusus diatas akan menjadikan pembagian waris menjadi pas dan tidak timbul
sisa harta yang harus dibagikan.

Referensi
Abbas, A. (2012). Sistem Ekonomi Islam: Suatu Pendekatan Filsafat, Nilai-nilai Dasar, dan Instrumental.
Al Iqtishad, IV(1), 111–124.
Al-Bajuri. 2006. Hasyiyah al Syaikh Ibrahim ‘ala Syarh al Syansyury fi ‘Ilmi al Faraidh. Sinqafurat-
Jaddah, Indonesia: Al-Haramain.
Al Maky, Hasan Muhammad al Musyath, Is’aful Khaidh fi ‘Ilmi al Faraidh, terjemahan. Muhammad
Syukri Unus al Banjary, Tuhfat al Saniyah fi Ahwal al waritsat al ‘Arba’iniyyah, Banjarmasin.
Andriyanto, I. (2014). Pemberdayaan Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat. Jurnal Zakat Dan
Wakaf, 1(2), 227–248.
Anwariyah, K. (2016). Peran Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LAZIS) Baiturrahman Semarang
dalam Peningkatan Ekonomi Mustahik di Kelurahan Tambak Rejo Kaligawe, Semarang.
Ash Shabuny, Muhammad Ali. 1979. Al Mawaarits fi al Syariat’ al Islamiyyah ‘ala Dhauil Kitab wa al
Sunnah. Bandung: CV. Diponegoro.
Atabik, A. (2015). Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer. Jurnal Zakat Dan
Wakaf, 2(1), 40–62.
BAZNAS. (2017). Outlook Zakat Indonesia 2017.
BAZNAS. (2018a). Dampak Zakat terhadap Kesejahteraan Mustahik: Evaluasi Program Zakat Produktif
2018.
BAZNAS. (2018b). Outlook Zakat Indonesia 2018.
BAZNAS. (2019). Outlook Zakat Indonesia 2019.
156

Beik, I. S. (2009). Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa.
Zakat & Empowering: Jurnal Pemikiran Dan Gagasan, 2(January 2009).
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Indra, F. S. (2017). Management of Zakat Infaq and Sadaqah in Indonesia. Journal Economic and
Business of Islam, 2(1), 24–40.
Jalil, A., & Muda, M. (n.d.). Pengurusan Dana Sedekah Secara Sistematik: Analisa Peranan Institusi
Kerajaan dan Swasta.
Kemenag. (2012). Pedoman Pengawasan Lembaga Pengelola Zakat.
Khairina, N. (2019). Analisis Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) untuk Meningkatkan Ekonomi
Duafa (Studi Kasus di Lembaga Amil Zakat Nurul Hayat Cabang Medan). At Tawassuth, IV(1),
160–184.
Khasan, M. (2011). Zakat dan Sistem Sosial-Ekonomi dalam Islam. E-Dimas (Educations-Pengabdian
Kepada Masyarakat), 11(2), 151–172.
Mas'ud, M. R. (2005). Zakat dan Kemiskinan, Intrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII
Press.
Muhammad, R. (2006). Akuntabilitas Keuangan pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 7(1).
Muin, R. (2011). Manajemen Zakat,Makassar. Alauddin University Press.
Nasrullah, M. (2010). Peran Zakat sebagai Pendorong Multiplier Ekonomi. Jurnal Hukum Islam (JHI),
8(1), 108–119.
Pratama, Y. C. (2015). Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus: Program Zakat
Produktif pada Badan Amil Zakat Nasional). The Journal of Tauhidinomics, 1(1), 93–104.
Purwana, A. E. (2014). Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam. Justitia Islamica, 11(1), 21–42.
Qardhawi, Y. (1995). Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan (Terjemahan). Jakarta: Gema Insani Press.
Rozalinda. (2014). Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Suma, M. A. (2013). Zakat, Infak, dan Sedekah: Modal dan Model Ideal Pembangunan Ekonomi dan
Keuangan Modern. Al Iqtishad, V(2), 253–274.

Collected by Evi Aninatin Ni’matul Choiriyah


085785728545
157

ETIKA BISNIS ISLAM

Definisi
Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan
bisnis. Begitupun dalam dunia islam, bahwa etika bisnis adalah akhlak baik yang sesuai dengan tuntutan
syariat yang dihadirkan pada kegiatan ekonomi dan bisnis.

Prinsip-prinsip
Akhlak atau etika dalam islam merupakan representasi dari seperangkat aksioma yang mencangkup
empat (4) elemen, yaitu:
1. Ketuhanan/Tauhid Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua
manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat
La‟ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). 40
2. Keseimbangan Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi‟za‟n (keseimbangan/
moderasi).Kata keadilan dalam al-Qur‟an kadang diekuifalensikan dengan al-qist.Al-mizan yang
berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura : 17 dan Al-Hadid : 25.
3. Kebebasan Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan
tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang
menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik
kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan
prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah :256 dan Al-Kafirun : 5).
4. Tanggung Jawab Banyak ayat terdapat dalam al-Quran yang menerangkan tentang sebuah
pertanggungjawaban. Diantaranya ialah yang tercantum dalam surat an-Nissa ayat 85, yang
menyatakan bahwa setiap manusia pasti bertanggungjawab atas apa yang ia lakukannya.

Gagasan imam Al-Ghazâlî tentang etika yang harus disertakan dalam aktivitas bisnis:
1. Al-Dunya’ Mazrâtul Akhirah Salah satu gagasan Al-Ghazâlî yang paling penting mengenai urusan
ekonomi dan bisnis ialah bahwasannya segala kerja keras yang dilakukan di dunia ini bukan hanya
untuk kehidupan sesaat, namun lebih dari itu, yaitu kehidupan hakiki di akhirat kelak. Kegiatan
ekonomi seorang muslim meliputi waktu yang lebih luas, dunya dan akhirat
2. Kemashlahatan (Kesejahteraan Sosial) Pandangan Al-Ghazâlî tentang sosial-ekonominya didasarkan
pada konsep yang disebut dengan fungsi kesejahteraan social(Mashlahah). Nilai-nilai Kebaikan Dalam
praktek ekonomi dan bisnis Al-Ghazâlî memberikan rekomendasi agar para ekonom atau
pembisnisislam memperhatikan masalah moral dalam berbisnis.
3. Jauh dari perbuatan riba. Riba secara etimologi artinya berkembang atau bertambah secara
muthlak.Sedangkan secara terminologis syar‟iyyah, riba berarti tambahan yang diambil oleh pihak
yang meminjamkan dari si peminjam sebagai ganti pembayaran yang di tangguhkan.
158

Etika Bisnis Rasulullah SAW:


1. Kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens
menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan
seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al-
Quzwani).
2. Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan
bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya,
sebagaimana yang diajarkan Bapak Ekonomi Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada
sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis
3. Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan,
timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang
yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi" (QS 83:112).
4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW
bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang
dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih).
5. Tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam
masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menja di naik dan keuntungan besar pun
diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
6. Tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi
monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi.
7. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi,
anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya
Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).
8. Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman,
tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. alBaqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba
dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275).
9. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis
yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Berikanlah
upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran
upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

Ada beberapa ciri khas etos kerja Islami seperti sebagai berikut :
1. Menghargai waktu,
159

2. Ikhlas,
3. Jujur,
4. Komitmen kuat,
5. Istiqamah,
6. Disiplin dalam kerja,
7. Konsekwen dan berani tantangan,
8. Kreatif,
9. Percaya diri dan ulet,
10. Bertanggung jawab, dll

Sejarah Etika Bisnis Islam


Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970-an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980-an dan
menjadi fenomena global di tahun 1990-an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang
membicarakan masalahmasalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan
masalah-masalah etis di sekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis
moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang
paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika
sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi
sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya. Jika kita menelusuri sejarah,
dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi
Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para
pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak
dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) “Allah telah menghalalkan perdagangan dan
melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah
kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW:
“Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari
sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang
menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggung jawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
160

Referensi
- ETIKA BISNIS AL-GHAZALÎ, Fahadil Amin Al Hasan, Jurnal E-Sya Vol. 1, No. 1, April 2014,
- ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM Oleh : Drs. H. Aris Baidowi, M.Ag JHI, Volume 9, Nomor 2,
Desember 2011
- Etika Bisnis Dalam Islam Penulis : Faisal Badroen Drs. M.BA dan Suhendra. S.Ag. MM Penerbit :
UIN Jakarta Press Terbit : 2006 Cetakan : Pertama, Juli 2006
- Globethics.net Focus 16, Yahya Wijaya/Nina Mariani Noor (eds.): Etika Ekonomi dan Bisnis.
Perspektif Agama-Agama di Indonesia, Economic and Business Ethics. Religious Perspectives in
Indonesia Geneva: Globethics.net, 2014 ISBN 978-2-940428-66-3 (online version), penulis : Hamam
Burhanuddin.

Collected by Windi Rahmawati


083825599068
161

PERBANDINGAN ILMU EKONOMI

Masalah Ekonomi Menurut Berbagai Perspektif


Dalam Ilmu Ekonomi konvensional, terdapat masalah ekonomi yaitu kelangkaan. Terjadinya
kelangkaan disebabkan jumlah resources yang terbatas, sedangkan keinginan manusia bersifat tidak
terbatas. Maka, dibutuhkan pengambilan keputusan yang tepat untuk mewujudkan efisiensi. Hal ini
sejalan dengan prinsip ekonomi yaitu dengan biaya (pengorbanan) tertentu diharapkan menghasilkan
dampak semaksimal mungkin atau dengan (pengorbanan) seminimal mungkin diharapkan menghasilkan
dampak pada tingkat tertentu.
Dalam memandang masalah ekonomi, terdapat 3 mazhab ekonomi Islam, yaitu Baqr As Sadr,
Mainstream, dan Alternatif-kritis.
1. Baqr As Sadr
Baqr as Sadr16, Abbas Mirakhor, Baqr al Hasani, Kadim as Sadr, Iraj, Hedayati, dll.
2. Mainstream
Tokoh pemikir mazhab mainstream meliputi Umer Chapra, M. A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi,
mayoritas ekonom Muslim yang aktif di IDB, AAOIFI, dll. Perspektif ekonomi Islam menjelaskan
masalah ekonomi Islam dengan serupa, yaitu terdapat sumber daya terbatas (Qs. Al-Baqarah: 155)
dan keinginan manusia tidak terbatas (“Manusia tidak akan pernah puas, bila diberikan emas satu
lembah, ia akan meminta emas dua lembah, bila diberikan dua lembah, ia akan meminta tiga
lembah, dan seterusnya sampai ia masuk kubur” (al Hadits))
3. Alternatif-kritis
Tokoh pemikir alternatif kritis meliputi Timur Kuran, Jomo, dan M. Arif.
a. Mazhab Baqr As Sadr dikritik sebab dianggap berusaha menghancurkan teori lama dengan
menemukan sesuatu yang baru, padahal sebenarnya sudah pernah ditemukan
b. Mazhab Mainstream dikritik sebab serupa dengan ekonomi klasik/ perbedaannya hanya terletak
pada penambahan variabel zakat dan niat serta pengurangan variabel riba.
c. Kritik tidak hanya ditujukan pada sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga ekonomi Islam.
Meskipun Islam secara konseptual merupakan agama yang sempurna, ekonomi Islam masih
perlu dikritisi dalam proses pengembangannya.

Maka, dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi berupa kelangkaan tersebut, dibentuk sistem
ekonomi. Terdapat beberapa jenis sistem ekonomi yang ada di dunia, yaitu terpusat atau komando, pasar,
campuran, dan Islam.

16
Baqr As Sadr merupakan ulama berpaham Syiah. MUI telah menyampaikan bahwa terjadi berbagai penyimpangan pada
paham Syiah. Meskipun demikian, dalam hal muamalah (termasuk ekonomi), kita masih dapat meninjau mazhab ini dan
mengambil manfaatnya. Alhasil, perlu kehatian-hatian dalam mempelajari mazhab ini
162

Sistem Ekonomi
Secara umum, ekonomi oleh Samuelson dalam bukunya “ The Economics “didefinisikan sebagai
kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber -sumber
produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya
untuk dikonsumsi. Ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia yang didasarkan pada landasan
dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar acuan.
Sistem berasal dari kata “systēma” (dalam Bahasa Yunani) yang mengandung arti “keseluruhan dari
bermacam-macam bagian “. Pengertian Sistem ekonomi adalah suatu proses penerapan yang saling
behubungan dan berinteraksi yang dikembangkan oleh masyarakat dengan ciri dan identitas tersendiri.
Terdapat berbagai macam sistem ekonomi di dunia ini. Dalam pengertian umum Sistem Ekonomi
dibagi menjadi tiga yaitu Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis, dan Sistem Ekonomi
Campuran. Namun dalam penyampaian materi ini penulis akan mebahas tentang tiga sistem ekonomoi
yaitu Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis , dan Sistem Ekonomi Islam.
• Sistem Ekonomi Islam
Ekonomi islam adalah usaha-usaha yang bertujuan mnciiptakan kesejahteraan manusia melalui
alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka sesuai dengan maqhasid, tanpa mengekang
kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan makro ekonomi dan
ekologi, atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat.
Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari
Al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan atas landasan dasar-
dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Ciri-ciri Ekonomi Islam:
1. Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi
2. Syari’ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi
163

3. Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi


• Sistem Ekonomi Konvensional
Sistem ekonomi konvensional merupakan sitem ekonomi yang bukan berlandaskan pada
prinsip atau ajaran Islam namun berdasarkan pendapat para ahli ekonomi yang kebayakan menganut
paham sosis maupun kaptialis. Jadi yang akan dibicarakan tentang Sistem ekonomi konvensional
adalah Sistem Ekonomi Sosialis dan Sistem Ekonomi Kapitalis.
• Sistem Ekonomi Sosialis :
Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah.
Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara
serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti
air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya.
Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem ekonomi dengan kebijakan atau teori yang
bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratisasi
terpusat dan kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku
sebagaimana yang diharapkan.
Sistem Sosialis ( Socialist Economy) berpandangan bahwa kemakmuran individu hanya
mungkin tercapai bila berfondasikan kemakmuran bersama. Sebagai Konsekuensinya, penguasaan
individu atas aset-aset ekonomi atau faktor-faktor produksi sebagian besar merupakan kepemilikan
sosial.
Prinsip Dasar Ekonomi Sosialis :
1. Pemilikan harta oleh negara
2. Kesamaan ekonomi
3. Disiplin Politik
Ciri-ciri Ekonomi Sosialis:
1. Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
2. Peran pemerintah sangat kuat
3. Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi
• Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada
setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual
barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil
bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan,
tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan
164

kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya.
Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai
cara.
Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis :
1. Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
2. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
3. Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann
(keuntungan) sendiri
4. Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut
hedonisme).
• Perbandingan Sistem Ekonomi Islam dan Konvensional

Gambar 1 : Paradigma 3 sistem ekonomi

Gambar 1 memaparkan tentang paradigma atau cara pandang tiga sistem ekonomi yaitu sosialis,
kapitalis, dan syariah.
Sebagai mana yang telah diketahui bahwa Sistem Ekonomi konvensional dewasa ini banyak
dipengaruhi cara pandang dari kapitalisme dan juga sosialisame. Dalam Sistem Ekonomi
Konvensional yang kapitalis, terdapat cara pandang bahwa sifat individualisme perseorangan
sangat ditonjolkan sehingga yang mempunyai modal akan mampu menguasai perekonomian.
Sementara sosialis menganut paham kolektivitas dengan pengertian semua manusia mempunyai
porsi yang sama dalam kekayaan.
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang hanya menekankan pada satu sifat, dalam
Ekonomi Islam ditekankan empat sifat yaitu :
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
165

4. Tanggungjawab (responsibility)
Umar Chapra menjelaskan terdapat 5 prinsip dalam paradigma ekonomi islam, yaitu:
1. Rational Economic Man
Mainstream pemikiran ekonomi Islam sangat konkret dan gamblang dalam mencirikan tingkah
laku rational yang bertujuan agar dapat memberdayakan karunia Allah, dengan cara yang
dapat menjamin kesejahteraan duniawi individu. Menurut Islam, kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang akan berpotensi melakukan kesalahan atau membuka peluang pemborosan,
keangkuhan dan ketidakadilan. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal yang tidak
disukai karena menimbulkan kekafiran, keputusasaan dan nestapa.
2. Positivisme
Dalam konvensional positivisme adalah kenetralan mutlak antar seluruh tujuan atau bebas dari
posisi etika tertentu atau pertimbangan-pertimbangan normative. Sejak seluruh sumberdaya
yang dapat dikonsumsi disadari adalh milik tuhan, sedangakn manusia hanyalah pemegang
amanah saja, manusia akan bertanggungjawab kepada_Nya atas penggunaan yang sesuai
dengan syarat-syarat dan kondisi pemberian amanah.
3. Keadilan
Sumberdaya alam yang merupakan amanah dari Allah kepada Manusia, yang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya. Persaudaraan (Broterhood) sebagai tujuan utama dari syariah hanyalah akan menjadi
sebuah jargon yang tidak berarti jika saja tidak didukung oleh keadilan dalam pengalokasian
dan distribusi sumberdaya yang diberikan oleh Allah.
4. Pareto Optimum
Dalam Islam penggunaan sumberdaya yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setiap
perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan
seluruh potensi sumberdaya manusia dan materi yang terbatas untuk mencapai kesejahteraan
5. Peranan Negara
Pentingnya peranan Negara ternyata didukung oleh pernyataan para ulama, misalnya
Almawardi, ia telah menyatakan bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat
dibutuhkan untuk mencegah kedzaliman dan pelanggaran. Ibnu Taimiyah juga menganggap
bahwa Islam dan Negara mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, satu pihak
menjalankan perannya tanpa dukungan yang lain. Proses implementasi syariah tidak akan
mungkin tanpa adanya Negara yang memerankan peran penting, dan Negara mungkin akan
terpuruk kedalam pemerintahan yang tidak adil dan tirani tanpa pengaruh syariah. Karenanya
ia menganggap bahwa Negara merupakan sebuah amanah kepentingan public dan sebagai
instrument pokok untuk menciptakan keadilan.
166

Konsep Kapitalis Sosialis Islam


Sumber Sumber kekayaan sangat Sumber kekayaan sangat Sumber Kekayaan
kekayaan langka( scarcity of langka( scarcity of alam semesta dari
resources) resources) ALLAH SWT
Kepemilikan Setiap pribadi di Sumber kekayaan di dapat Sumber
bebaskan untuk memiliki dari pemberdayaan tenaga kekayayan yang
semua kekayaan yang di kerja (buruh) kita miliki adalah
peroleh nya titipan dari
ALLAH SWT
Tujuan Kepuasan pribadi Ke setaraan penghasilan di Untuk mencapai
Gaya hidup antara kaum buruh ke
perorangan makmuran/sucess
(Al-Falah), di
dunia dan akhirat

Tabel 1 : Perbandingan Sistem Ekonomi

Tabel 1 menerangkan 3 konsep sistem per ekonomian yaitu: Kapitalis, Islam dan Sosialis.
Konsep dari ekonomi kapitalis di mana sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di
peroleh dengan cara bekerja keras di mana setiap pribadi boleh memiliki kekayaan yang tiada
batas, untuk mencapai tujuan hidup nya. Dalam sistim ekonomi kapitalis perusahaan di miliki
oleh perorangan. Terjadinya pasar (market) dan terjadinya demand and supply adalah ciri khas
dari ekonomi kapitalis. Keputusan yang diambil atas isu yang terjadi seputar masalah ekonomi
sumbernya adalah dari kalangan kelas bawah yang membawa masalah tersebut ke level yang
lebih atas.
Sementara Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan, semua
kekayaan di dunia adalah milik dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan
yang kita miliki harus di peroleh dengan cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur
dan success) dan Sa’ada Haqiqiyah (kebahagian yang abadi baik di dunia dan akhirat. Dalam
Islam yang ingin punya property atau perusahaan harus mendapatkan nya dengan usaha yang
keras untuk mencapai yang nama nya Islamic Legal Maxim, yaitu mencari keuntungan yang
sebanyak banyak nya yang sesuai dengan ketentuan dari prinsip prinsip syariah. Yang sangat
penting dalam transaksi Ekonomi Islam adalah tidak ada nya unsur Riba (interest) Maisir
(judi) dan Gharar (ke tidak pastian).
Lain halnya dengan konsep ekonomi sosialis, di mana sumber kekayaan itu sangat langka
167

dan harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang,
pertambangan, pertanian, dan lainnya. Dalam sistem Sosialis, semua Bidang usaha dimiliki
dan diproduksi oleh Negara. Tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadinya supply dan
demand, karena Negara yang menyediakan semua kebutuhan rakyatnya secara merata.
Perumusan masalah dan keputusan di tangani langsung oleh negara.
Sumber
An nhabani, Taqiyyudin (2002), membangun sistem ekonomi alternatif persfektif Islam.
Chapra, Muhammad Umar ( 2001), what is Islamic Economics?.

Collected by Khansa Fairuz Syarifatul Husna


0895376450445
168

LANDASAN DAN KARAKTERISTIK FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER

A. PENDAHULUAN
Awalnya cakupan muamalah didalam fiqh meliputi permasalahan keluarga, seperti perkawinan
dan perceraian. Akan tetapi setelah terjadi disintegrasi di dunia Islam, khususnya di zaman Utsmani
(Turki Ottoman), terjadi perkembangan pembagian fiqh. Cakupan bidang muamalah dipersempit,
sehingga masalah yang berhubungan dengan hukum keluarga tidak masuk lagi dalam pengertian
muamalah. Hukum keluarga dan segala yang terkait dengannya disebut al-ahwal al-syakhshiyah (masalah
pribadi). Muamalah kemudian dipahami sebagai hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia
dengan sesamanya yang menyangkut harta dan hak serta penyelesaian kasus di antara mereka.17
Pengertian ini memberikan gambaran bahwa muamalah hanya mengatur permasalahan hak dan harta
yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan badan
hukum, atau antara badan hukum dengan badan hukum yang lain.
Di dalam fiqih muamalah terdapat kebebasan dalam inovasi dan mengembangkan model akad
atau produk bisnis. Namun demikian dalam mengembangkan ilmu tersebut harus tetap berada pada
koridor syariat ajaran agama Islam dan landasan hukum yang jelas dari perspektif fiqih itu sendiri. Selain
itu kajian fiqih muamalah di lengkapi dengan perspektif aturan hukum yang berlaku di Indonesia,
khususnya Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Lebih dari itu, kajian ilmu ini kemudian
disertai dengan pembahasan praktik atau implementasi akad yang terjadi dalam lembaga keuangan
syariah saat ini.

B. FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER


Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang lainnya
yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum
perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk
persoalan yang dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat atau
persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Kemudian para ulama memberikan pendapatnya
yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil
fakta-faktanya.18
Secara bahasa (etimologi) Fiqih (‫ )هقف‬berasal dari kata faqiha (‫ )هقف‬yang berarti Paham dan
muamalah berasal dari kata ‟Amila yang berarti berbuat atau bertindak atau Al-Amaliyah maksudnya
yang berhubungan dengan amaliyah (aktivitas), baik aktivitas hati seperti niat, atau aktivitas lainnya,

17
Ensiklopedi Islam, Sebagai mana di kutip oleh Nurfaizal, “PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH dan
INPLEMENTASINYA dalam HUKUM PERBANKAN INDONESIA”, dalam jurnal Hukum Islam, Vol.XIII No. 1
Nopember 2013 hal. 193
18
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah (Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999), hal.
5.
169

seperti membaca al Quran, Shalat, jual beli dan lainnya. Muamalah adalah hubungan kepentingan antar
sesama manusia. Muamalah tersebut meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli,
perkawinan, dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan
sebagainya) dan pembagian warisan.19
Secara istilah (terminologi) fiqih muamalah dapat diartikan sebagai aturan-aturan Allah yang
wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara
memperoleh dan mengembangkan harta benda.
Fiqih muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan lebih sempit
apabila dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari pengelompokan hukum Islam oleh ulama
klasik (Ibadah dan muamalah). Fiqh muamalah merupakan peraturan yang menyangkut hubungan
kebendaan atau yang biasa disebut di kalangan ahli hukum positif dengan nama hukum privat. Hukum
privat dalam pengertian tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam
hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima uang dari pembeli dan pembeli
menerima barang dari penjual.20

C. KONSEP DASAR FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER


Fiqih muamalah ialah aturan hukum Islam yang mengatur perilaku manusia di dunia ini yang
berkaitan dengan harta yang di miliki manusia tersebut. Di dalam mempelajari ilmu fiqih muamalah, kita
harus mengetahui konsep-konsep dasar fiqih muamalah yang mencangkup masalah transaksi komersial
seperti jual beli barang, sewa menyewa barang, tukang barang (barter), yang mencangkup masalah
transaksi sosial seperti hibah wakaf, dan wasiat yang mencangkup pengguguran kewajiban, contohnya
seperti terbebas dari utang-piutang. Qal’ah Jie menyebutkan bahwa fiqih dalam konteks muamalah hanya
berkaitan masalah duniawiyah.21 Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa arti dari ilmu fiqih muamalah
berarti serangkaian hukum Islam yang mengatur tentang transaksi antara manusia yang di pengaruhi oleh
harta. Aturan yang mengikat dan mengatur para pihak yang melaksanakan muamalah tersebut.
Kontemporer secara etimologi adalah masa sekarang atau masa kini. Jadi fiqih muamalah
kontemporer adalah serangkaian aturan hukum Islam yang mengatur tentang akad atau transaksi antara
manusia yang berkaitan dengan harta yang terjadi pada masa sekarang. Kita di lahirkan di masa yang
perekonomian sangatlah penting bagi keterusan kehidupan dan khususnya lagi tentang lembaga keuangan
yang sangat amat cepat berkembang dari tahun ke tahun. Apalagi kita hidup di zaman modern di mana
alat komunikasi dan media sosial (internet) menjadi hal utama dalam pertukaran barang (Jual beli) dengan
demikian aktivitas ekonomi di zaman sekarang sangat bermacam-macam (variatif) dan semakin intens di

19
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2010), hal. 27.
20
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1: Pengantar Ilmu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani,
2010), hal. 35.
21
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers,2016), hal. 7.
170

lakukan, sehingga perkembangan produk-produk dan model transaksi semakin tinggi.


Pasal-pasal yang memuat prinsip-prinsip muamalah dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
Pasal 1 ayat (1) berikut ini; ”Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.
Prinsip muamalah yang termuat dalam pasal 1 ayat 1 merupakan pelembagaan sebuah perbankan
dan unit usaha syariah yang sesuai dengan ajaran Islam yang mana didalam sistemnya jauh dari pada riba
dan syubhad tujuannya untuk memudahkan umat Islam untuk mendepositokan atau melakukan
penyimpanan dan peminjaman yang tidak lagi dengan bunga tetapi dengan nisbah bagi hasil.22

D. KARAKTERISTIK MU’AMALAH DALAM ISLAM


Muamalah mempunyai kedudukan yang sangat signifikan dalam ajaran agama Islam. Karena
muamalah itu sendiri merupakan bagian penting dalam proses kehidupan manusia. Muamalah sangat
membentuk umat manusia dalam menjalani kehidupannya yang bermasyarakat dan bernegara. Di dalam
ajaran Islam itu sendiri muamalah mempunyai karakteristik, yaitu :
Fiqih muamalah dalam ajaran agama Islam berlandaskan pada asas-asas dan kaidah umum. Asas-asas
fiqih muamalah itu sendiri dalam penerapannya memiliki beberapa asas yang mendasarinya, yaitu :
1. ‘Adalah
Dalam suatu perjanjian para pihak dituntut untuk menjalankan keadilan dalam mengungkapkan
kehendak dan keadaan memenuhi semua kewajiban. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan
keuntungan yang setara atau seimbang serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.
2. Muawanah
Muawanah memiliki arti kemitraan. yang di maksud dengan kemitraan adalah suatu strategi bisnis
yang di lakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.23
3. Musyarakah
Musyarakah merupakan akad kerja sama diantara para pemilik modal yang mencantumkan modal
mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan
modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal
yang ada harus di gunakan dalam rangkai mencapai tujuan yang telah di tetapkan bersama sehingga
tidak boleh di gunakan untuk kepentingan sendiri ( Pribadi ) atau di pinjamkan pada pihak lain tanpa

22
Ananda Harrio Aulia, PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH dalam UNDANG-UNDANG NOMOR21 TAHUN 2008 tentang
PERBANKAN SYARI’AH, jurnal Hukum Islam, Vol. XIV No. 1 Nopember 2014. H.175
23
http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-kemitraan.html. Di akses pada tanggal 17-09-
2016
171

seizin lainya. Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
di berikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan di bagi dengan kesepakatan sedangkan
kerugian berdasarkan porsi dana.24
4. Manfa’ah
Manfa’ah dalam bermuamalah di artikan sebagai suatu kegiatan yang memiliki nilai guna kepada
pelaku muamalah sendiri.
5. An Tarodhim
Setiap bentuk muamalah antara individu atau kelompok harus berdasarkan pada suka sama suka atau
sering kita sebut suka rela.
6. Adamul Gharar
Adamul artinya tidak ada, sementara Gharar artinya ketidaktentuan atau tidak jelas. Berdasarkan
penjelasan berikut dapat kita ambil kesimpulan bahwa Adamul Gharar diartikan menghilangkan
sesuatu yang belum tentu jelas.
7. Kebebasan Membuat Akad
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu satu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap
orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam
undang-undang syariah memberikan usul apa saja kedalam akad, dan yang dibuatnya itu sesuai
kepentingannya dan tidak berakibat memakan harta sesama dengan jalan bathil. Kaidah-kaidah hukum
Islam menunjukkan bahwa hukum Islam menganut asas kebebasan berakad.
8. Al Musawah
Asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa setiap pihak-pihak pelaku
muamalah berkedudukan sama.
9. Ash Shiddiq
Dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan kebenaran. Jika dalam
bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan, maka akan berpengaruh terhadap
keabsahan perjanjian. Perjanjian yang di dalamnya terdapat unsur kebohongan maka bisa menjadi
batal atau tidak sah.
Hukum dasar muamalah adalah halal. Karena adanya prisip halal ini maka islam memberikan peluang
sangat besar kepada umatnya untuk bernovasi dan berkreasi dalam ber muamalah dalam
mengembangkan aktivitas ekonomi.

24
M. Sulaeman Jajuli , Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, (Yogyakarta, deepublish : 2015).hal,103
172

E. CONTOH-CONTOH FIQH KONTEMPORER


1. Ba’i Al-Wafa’
a. Pengertian Ba’i al-Wafa’
Secara etimologis, al’ba’i berarti jual beli, dan al-wafa’ berarti pelunasan/penutupan hutang.
Ba’i al-wafa’ adalah salah satu bentuk akad (transaksi) yang muncul di Asia Tenggara (Bukhara
dan Balkh) pada pertengahan abad ke-5 Hijriah dan merambat ke Timur Tengah.
Secara terminologis Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Ba’i al-wafa’/jual beli dengan hak
membeli kembali adalah jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang dijual tersebut
dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu yang disepakati telah tiba.25 Menurut Dr.
Nasrun Haroen, ba’i al-wafa’ adalah jual beli yang dilangsungkan dua pihak yang dibarengi denga
syarat bahwa yang dijual itu dapat dibeli kembali oleh penjual, apabila tenggang waktu yang
ditentukan telah tiba.
Artinya, jual beli ini mempunyai tenggang waktu yang terbatas, misalnya satu tahun, sehingga
apabila waktu tahun telah habis, maka penjual membeli barang itu kembali dari pembelinya.
Misalnya, Ruslan sangar memerlukan uang saat ini, lalu ia menjual sawahnya seluas dua hektar
kepada Riadi seharga Rp 10.000,- selama dua tahun. Mereka sepakat menyatakan bahwa apabila
tenggang waktu dua tahun itu telah habis, maka Ruslan akan membeli sawah itu kembali seharga itu
penjualan semula, yaitu Rp 10.000,- kepada Riadi. Disebabkan akad yang digunakan adalah akad
jual beli, maka tanah sawah boleh dieksploitasi Riadi selama dua tahun itu dan dapat ia manfaatkan
sesuai dengan kehendaknya, sehingga tanah sawah itu menghasilkan keuntungan baginya. Akan
tetapi, tanah sawah itu tidak boleh dijual kepada orang lain. Mustafa Ahmad al-Zarqa’ mengatakan,
bahwa barang yang diperjualbelikan dalam ba’i al-wafa’ adalah barang tidak bergerak, seperti tanah
perkebunan, rumah, tanah, perumahan dan sawah.
Jual beli ini muncul dalam rangka menghindari terjadinya riba dalam pinjam-meminjam.
Banyak di antara orang kaya ketika ia tidak mau meminjamkan uangnya tanpa ada imbalan yang
mereka terima. Sementara, banyak pula peminjam uang yang tidak mampu melunasi uangnya akibat
imbalan yang harus mereka bayarkan bersamaan dengan sejumlah uang yang mereka pinjam. Di
sini lain imbalan yang diberikan atas dasar pinjam-meminjam uang ini, menurut ulama termasuk
riba. Dalam menghindarkan diri dari riba, masyarakat Bukhara dan Balkh ketika itu merekayasa
sebuah bentuk jual beli yang dikenal kemudian dengan ba’i al-wafa’.26

b. Rukun dan Syarat Ba’i al-Wafa’


Ulama Hanafiah mengemukakan bahwa yang menjadi rukun dalam ba’i al-wafa’ sama
dengan rukun jual beli pada umumnya, yaitu ijab (pernyataan menjual) dan kabul (pernyataan

25
Pasal 20 ayat (41).
26
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama), 2007, hlm 153.
173

membeli). Dalam jual beli, mereka hanya ijab kabul yang menjadi rukun akad, sedangkan pihak
yang berakad (penjual dan pembeli), barang yang dibeli, dan harga barang, tidak termasuk rukun,
termasuk syarat-syarat jual beli.
Demikian juga syarat-syarat ba’i al-wafa’, menurut mereka, sama dengan syarat jual beli pada
umumnya. Penambahan syarat untuk ba’i al-wafa’ hanyalah dari segi penegasan bahwa barang
yang telah dijual itu harus dibeli kembali oleh penjual dan tenggang waktu yang berlakunya jual
beli itu harus tegas, misalnya satu tahun, dua tahun, atau lebih.27

c. Hukum Ba’i al-Wafa’


Menurut Musthafa Ahmad az-Zarqa, dan Abdurrahman Ashabuni, dalam sejarahnya, ba’i al-
wafa’ baru mendapat justifikasi para ulama fiqh setelah berjalan beberapa lama. Maksudnya, bentuk
jual beli ini telah berlangsung beberapa lana dan ba’i al-wafa’ telah menjadi urf (adat kebiasaan)
masyarakat Bukhara dan Balkh, baru kemudian para ulama fiqh, dalam hal ini ulama Hanafi,
melegalisasi jual beli ini. Imam Najmuddin an-Nasafi (461-573 H) seorang ulama terkemuka
mazhab Hanafi di Bukhara mengatakan: “para syekh kami (Hanafi) membolehkan ba’i al-wafa’
sebagai jalan keluar dari riba.
Menurut Abu Zahrah, tokoh fiqh dari Mesir, mengatakan bahwa dilihat dari segi sosio-
historis, kemunculan ba’i al-wafa’ di tengah-tengah masyarakat Bukhara dan Balkh pada
pertengahan abad ke-5 H adalah disebabkan oleh para pemilik modal tidak mau lagi memberi utang
kepada orang-orang yang memerlukan uang, jika mereka tidak mendapat imbalan apa pun. Hal ini
membuat kesulitan bagi masyarakat yang memerlukan. Keadaan ini membawa mereka untuk
membuat akad tersendiri sehingga keperluan masyarakat terpenuhi dan keinginan orang-orang kaya
pun terayomi.
Jalan pikiran ulama Hanafiyah dalam memberikan justifikasi terhadap ba’i al-wafa’ adalah
didasarkan pada istihsan urfi. Akan tetapi para ulama fiqh lainnya tidak boleh melegalisasi jual beli
ini.28 Alasan mereka adalah:
1) Dalam suatu akad jual beli tidak dibenarkan adalanya tenggang waktu, karena jual beli adalah
akad yang mengakibatkan perpindahan hak milik secara sempurna dari penjual kepada pembeli.
2) Dalam jual beli tidak boleh ada syarat bahwa barang yang dijual itu harus dikembalikan oleh
pembeli kepada penjual semula, apabila ia telah siap mengembalikan uang seharga jual semula.
3) Bentuk jual beli ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman sahabat.
4) Jual beli ini merupakan hilah29 yang tidak sejalan dengan maksud syara’ pensyariatan jual beli.30

27
Ibid, hlm 155.
28
Menurut Hadis Riwayat Muslim, an-Nasa’i, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah: “Ralulullah SAW melarang jual beli yang
diiringi dengan syarat.
174

Namun demikian, para ulama muta’akhirin (generasi belakangan) dapat menerima baik
bentuk jual beli ini, dan menganggapnya sebagai akad yang sah. Bahkan dijadikan hukum positif
dalam majalah al-ahkam al-‘adhliyah (Kodifikasi Hukum Perdata Turki Utsmani) yang disusun
pada tahun 1287 H, yaitu satu bab dengan judul ba’i al-wafa’, yang mencakup 9 pasal, yaitu Pasal
118-119, dan Pasal 396-403.31
Begitu juga dalam hukum positif Indonesia ba’i al-wafa’ telah diatur, dalam Kompilasi
Hukum Syariah Pasal 112 s/d 115.
Pasal 112
1) Dalam jual beli yang bergantung pada hak penebusan, penjual dapat uang seharga barng yang
dijual dan menuntut barangnya dikembalikan.
2) Pembeli sebagaimana diatur dalam ayat (1) berkewajiban mengembalikan barang dan menuntut
uangnya kembali seharga barang itu.
Pasal 113
Barang dalam jualvbeli yang bergantung pada hak penebusan, tidak boleh dijual kepada pihak lain,
baik oleh penjual maupun oleh pembeli, kecuali ada kesepakatan di antara para pihak.
Pasal 114
1) Kerugian barang dalam jual beli dengan hak penebusan adalah tanggung jawab pihak yang
menguasainya.
2) Penjual dalam jual beli dengan hak penebusan berhak untuk membeli kembali atau tidak
terhadap barang yang telah rusak.
Pasal 115
Hak membeli kembali dalam ba’i al-wafa’ dapat diwariskan.

d. Perbedaan Ba’i al-Wafa’ dengan Rahn


Perbedaan antara ba’i al-wafa’ dan rahn adalah sebagai berikut:
1. Dalam akad rahn pembeli tidak sepenuhnya memiliki barang yang dibeli (karena harus
dikembalikan kepada penjual), sedangkan dalam ba’i al-wafa’, barang itu sepenuhnya menjadi
milik pembeli selama tenggang waktu yang telah disepakati.
2. Dalam ar-rahn, jika harta yang digadaikan (al-marhun) rusak selama di tangan pembeli, maka
kerusakan itu menjadi tanggung jawab pemegang barang, sedangkan dalam ba’i al-wafa’ apabila

29
Yang dimaksud hilah adalah suatu perbuatan yang pada dasarnya disyariatkan, dilaksanakan sengaja untuk membatalkan
hukum syara’ lainnya yang lebih penting. Misalnya, menghibah sebagian harta kepada anak, sementara harta itu sudah satu
nishab dan hampir masuk satu haul (wajib zakat). Hibah hukumnya Sunah, sedangkan zakat adalah wajib. Hibah dalam kasus
ini dilaksanakan untuk menghindari diri dari kewajiban membayar zakat. Lihat Wahbah Zuhaili, al-fiqh al-islami wa adillatuhu,
Beirut: Dar el-Fikr, 1986, Jilid II, hlm . 136.
30
Nasrun Haroen, Op. Cit., hlm. 156.
31
Majallah al-ahkam al-adhliyah mulai diberlalukan pada tanggal 23 Sya’ban 1293 H untuk seluruh wilayah kekuasaan
imperium Turki Utsmani.
175

kerusakan itu bersifat total baru menjadi tanggung jawab pembeli, tetapi apabila kerusakannya tidak
parah, maka hal itu tidak merusak akad.
3. Dalam ar-rahn segala biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang menjadi tanggung jawab
pemilik barang, sedangkan dalam ba’i al-wafa’ biaya pemeliharaan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pembeli, karena barang itu telah menjadi pemiliknya selama tenggang waktu yang telah
disepakati.
4. Kedua belah pihak tidak boleh memindahtangankan barang itu ke pihak ketiga.
Ketika uang sejumlah pembelian semula dikembalikan penjual kepada pembeli setelah tenggang waktu
jatuh tempo, pembeli wajib memberikan barang itu kepada penjual.32

2. Syirkah Kontemporer
Konsep syirkah kontemporer dalam perkembangannya merupakan implementasi dari syirkah
yang dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan metode induktif tanpa harus mengubah rukun
dan syaratnya. Pendekatan ini juga dilakukan untuk menerapkan akad-akad muamalah lainnya ke
dalam produk-produk lembga keuangan kontemporer. Pengadopsian akad-akad yang diterapkan ke
dalam produk keuangan syariah telah mengalami pengembangan, bahkan modifikasi antara akad yang
satu dengan akad lainnya.
Kenyataan bahwa akad syirkah banyak dikaji dalam kitab-kitab fiqh karya ulama mutaqaddimin
maupun mutaakhirin (kontemporer). Diantara ulama mutaqaddimin yang membahas bab syirkah
adalah para imam madzhab seperti Abu Hanifah (80 H-150 H), Imam Malik (93 H-179 H), Imam
Syafi’I (150 H-204 H), dan Imam Hanbali (164 H-241 H), serta pengikut-pengikut mereka. Dari ke-
empat imam madzhab yang telah disebutkan sudang barang tentu mereka berbeda pendapat dalam
memaknai konsep syirkah. Namun perbedaan-perbedaannya memiliki landasan hukum yang sama
dengan pemahaman dalil yang berbeda menurut sudut pandangnya.
Para era kontemporer saat ini, syirkah dikembangkan dengan bentuk-bentuk yang menyesuaikan
dengan transaksi masa kini. Transaksi yang sederhana pada masa ulama mutaqaddimi>n dimodifikasi
sehingga ada bentuk syirkah yang berpadu antara satu dengan yang lain. Hal ini dirumuskan agar
pelaksanaan perserikatan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini namun tetap selalu
berjalan pada ketentuaan syariat. Ulama kontemporer seperti Wahbah Zuhaili membahas bentuk-
bentuk syirkah kontemporer dalam pembahasan fiqhnya sehingga pembahasan tersebut banyak dirujuk
untuk dasar pembentukan syirkah kontemporer. Begitu halnya dengan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memberikan acuan dalam pelaksanaan syirkah saat ini dengan
fatwa-fatwanya.

32
Ibid., hlm. 155.
176

a. Syirkah Kontemporer Perspektif Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN-
MUI)
Pengertian Syirkah Kontemporer Perspektif Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’
Indonesia (DSN-MUI)
Syirkah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap
member kontribusi dana/modal usaha (ra’s al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak
secara proporsional. Pelaksanaan syirkah menurut (DSN-MUI) didasarkan pada ayat Al-Qur’an
Surat Shad ayat:24
“dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat
zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
b. Klasifikasi Syirkah Kontemporer Perspektif (DSN-MUI)
Syirkah Mu’aqqadah
Syirkah mu’aqqadah adalah syirkah yang dilakukan dengan didasarkan pada perjanjian yang
disepakati antara orang-orang yang berserikat dengan menyertakan harta dan usahanya dalam waktu
yang dibatasi. Syirkah ini adalah salah satu syirkah amwal atau disebut sebagi syirkah ‘inan.
Syirkah Da’imah
Syirkah da’imah atau syirkah tsabitah adalh syirkah yang kepemilikan porsi ra’s almal setiap syarik
tidak mengalami perubahan sejak akad syirkah dimulai sampai dengan berakhirnya akad syirkah,
baik jangka waktunya dibatasi atau tidak dibatasi. Jadi modal utama antara syarik tetap tidak
berkurang atau bertambah.
Musyarakah Mutanaqishah
Musyarakah mutanaqishah adalah syirkah yang kepemilikan porsi modal salah satu syarik
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh syarik yang lain. Biasanya dilakukan untuk
pembelian tempat usaha.
Syirkah Amwal
Syirkah amwal adalah syirkah yang modalnya berupa harta kekayaan dalam bentuk uang atau
barang.

Daftar Pustaka
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontermporer, Jakarta : Rajawali Pers, 2016.
Az-Zuhaili,Wahbah, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah, Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat
Indonesia, 1999.
177

Az-Zuhaili,Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani,2010.


M. Sulaeman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, Yogyakarta: deepublish, 2015.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196708282005011-
ELAN_SUMARNA/Artikel/TEORI_MOTIVASI.pdf. Diakses tanggal 17-09-2016
Nurfaizal, “PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH dan INPLEMENTASINYA dalam HUKUM
PERBANKAN INDONESIA”, dalam jurnal Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Nopember 2013
Ananda Harrio Aulia, PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH dalam UNDANG-UNDANG NOMOR 21
TAHUN 2008 tentang PERBANKAN SYARI‟AH, jurnal Hukum Islam, Vol. XIV No. 1 Nopember
2014.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012).

Collected by M. Al Faridho A
082159049079
178

SEKTOR INDUSTRI HALAL

Konsep Halal
Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat membenarkan dan pelaku tidak
terkena sanksi dari Allah SWT, sedangkan antonimnya yakni haram artinya segala sesuatu atau perkara
yang dilarang oleh hukum Islam yang jika ditinggalkan akan memperoleh pahala dan jika dilakukan akan
menimbulkan dosa (Soesilowati & Yuliana, 2010). Isu halal-haram mencakup segala aktivitas termasuk
pemilihan kosmetik. Konsep konsumsi itu sendiri dalam perspektif Islam didefinisikan sebagai
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, dengan ketentuan harus halal dan benar sesuai syariah. Konsumsi
dianggap sebagai sarana yang esensial dan tidak bisa diabaikan, termasuk dalam merealisasikan
pengabdian kepada Allah SWT (Soesilowati & Yuliana, 2010). Terdapat tuntutan agama untuk
mengkonsumsi barang-barang yang halal dan baik (thayyib), seperti yang tertuang dalam Al-Quran pada
ayat-ayat berikut:

‫اَّللَ ا لَّ ِذ ي أَنْ تخ ْم بِ ِه خم ْؤ ِم نخو َن‬ َّ ‫َو خك لخوا ِِمَّا َر َزقَ خك خم‬
َّ ‫اَّللخ َح ََل اَّل طَ يِ با ا ۚ َواتَّ خق وا‬
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al Maidah [5]:88)
Makanan dalam ayat ini maksudnya bukan hanya tertuju pada makanan yang dimakan melalui
mulut saja, namun merupakan sesuatu yang dikonsumsi atau digunakan di badan, seperti obat-obat luar
ataupun kosmetika dan produk lainnya. Segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh harus dipastikan
kehalalannya. Produk yang tidak halal berarti dalam proses pembuatan ataupun produksinya
menggunakan zat-zat yang diharamkan dalam Islam. Umat Islam yang menyadari hal tersebut akan
merasa tidak nyaman, tidak tenang, dan menyebabkan adanya keraguan saat mengkonsumsinya, apalagi
saat beribadah sholat. Dalam Islam, kesucian diri adalah hal yang mutlak, apalagi saat beribadah.
Keraguan dalam beribadah terutama sholat tidak dibenarkan secara Islam.
Selanjutnya, dalam Al-Qur’an pula Allah memerintahkan agar manusia mengonsumsi makanan
yang sifatnya halal dan baik sesuai dengan firman Allah QS. Al Baqarah [2]:168:

ِ َ‫الش ي ط‬
‫ان ۚ إِ نَّهخ لَ خك ْم َع خد ٌّو‬ ِ ِ ‫َّاس خك لخوا ِِمَّا ِِف ْاْل َْر‬
ْ َّ ‫ض َح ََل اَّل طَ يِ با ا َوََّل تَ تَّ بِ عخ وا خخ طخ َو ات‬ ‫ََي أَيُّ َه ا ال ن خ‬
ٌ ِ‫خم ب‬
‫ني‬

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”
179

Kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat menetramkan dan yang paling utama. Dalam
konteks makanan, thayyib artinya makanan dikaitkan dengan masalah suci atau najis. Bisa dikatakan
haram jika produk makanan tersebut mengandung bahan-bahan najis seperti turunan hewan (kolagen)
ataupun bagian dari tubuh manusia misalnya plasenta (Asrina & Bulutoding, 2016).

Overview Sektor Industri Halal Di Indonesia


Ekonomi dan keuangan Islam mengalami perkembangan pesat dalam dua dasawarsa terakhir, baik
secara global maupun nasional. The State of Global Islamic Economy Report 2018/2019 melaporkan
bahwa tingkat konsumsi umat Muslim di dunia mencapai USD 2,1 triliun pada tahun 2017 dan angka
tersebut diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD 3 triliun pada 2023. Faktor utama yang
mempengaruhi hal ini adalah peningkatan jumlah penduduk Muslim di dunia yang pada tahun 2017
mencapai 1.84 miliar orang. Jumlah ini akan terus meningkat mencapai 27,5 persen dari total populasi
dunia pada 2030. Peningkatan populasi ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk dan jasa halal
secara signifikan.
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia. Berdasarkan data yang
dilansir oleh The Pew Forum on Religion & Public Life, penganut agama Islam di Indonesia sebesar
209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk. Jumlah itu merupakan 13,1 persen dari seluruh umat
muslim di dunia. Adapun tingginya pemeluk agama Islam di Indonesia juga berdampak pada besarnya
potensi pengembangan sektor industri halal di Indonesia. Besarnya potensi Indonesia di sektor industri
halal dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor industri halal ini menarik untuk ditelaah
lebih lanjut karena menandai adanya peluang bisnis yang diiringi peningkatan permintaan terhadap
produk halal (Soesilowati & Yuliana, 2010). Hal ini tercermin dengan terus meningkatnya minat
masyarakat Indonesia terhadap produk industri halal yang sudah berkembang dan menjadi gaya hidup
(lifestyle). Kondisi ini tentu mampu memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Global Islamic Economy Report 2018-2019 mencatat bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar
konsumen pada setiap sub-sektor dalam industri halal. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Peringkat pertama pada top muslim food expenditure.
2. Peringkat kelima pada ketogori top muslim travel expenditure.
3. Peringkat ketiga pada top muslim apparel expenditure.
4. Peringkat kelima pada top muslim media expenditure.
5. Peringkat keenam pada top muslim pharmaceuticals expenditure.
Namun, lain halnya menurut pemeringkatan Global Islamic Economy (GIE) Index. Indonesia
menempati posisi 10 besar hanya pada sektor pariwisata dan fashion muslim saja. Adanya industri halal
dalam suatu negara dapat memengaruhi permintaan produk-produk halal, terutama produk makanan halal
(Kemenperin, 2018). Kementerian Perindustrian memprediksi pertumbuhan sektor industri halal sebesar
180

6,9% dalam kurun waktu enam tahun, yaitu sebesar USD 1,1 triliun pada tahun 2013 menjadi USD 1,6
triliun pada tahun 2018. Pasar industri halal di Indonesia, khususnya sektor makanan halal, pariwisata,
fashion, dan obat-obatan serta kosmetik halal telah mencapai sekitar 11% dari pasar global pada tahun
2016 (Bank Indonesia, 2018). Industri halal yang tengah berkembang saat ini mencakup makanan halal,
fashion, pariwisata, keuangan Islam seperti zakat, infak dan sadaqah, serta wakaf (ZISWAF), serta bisnis
syariah lainnya yang terus berkembang dan mendorong perekonomian Islam di Indonesia.
Secara keseluruhan, konsumsi industri halal di Indonesia pada tahun 2017 mencapai lebih dari
USD 200 miliar atau lebih dari 36 persen dari total konsumsi rumah tangga dan lembaga non-profit yang
melayani rumah tangga. Angka ini juga mencapai lebih dari 20 persen dari total PDB Indonesia. Dari
USD 200 miliar yang disumbang oleh konsumsi industri halal di Indonesia, sebanyak USD 169,7 miliar
atau 984,85 persen disumbang oleh konsumsi makanan halal. Meskipun demikian, dalam hal produksi
makanan halal, Indonesia masih belum menempati posisi 10 besar peringkat GIEI sejak tahun 2014.
Perkembangan keuangan syariah tidak begitu saja terjadi, namun memerlukan waktu yang
panjang dan usaha yang keras dari berbagai pihak, perkembangan industri keungan syariah dimulai dari
hasil lokakarya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1990 yang merekomendasikan berdirinya
perbankan syariah. Dan pada tahun 1992 berdirilah Bank Mualamat, bank dengan sistem syariah, dari
industri perbankan merembet ke sektor keuangan lainnya, yakni Pasar Modal Syariah dengan yang
mengembangkan Saham Syariah, Reksa Dana Syariah, Sukuk Korporasi dan Sukuk Negara. Kemudian
Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah yang mengembangkan Perusahaan Perasuransian Syariah
Lembaga Pembiayaan Syariah, Lembaga Jasa Keuangan Syariah Khusus LKM Syariah. Terhitung
Indonesia sudah dua dekade mengembangkan industri keuangan syariah. Sehingga tidak berlebihan jika
pada pada tanggal 30 September 2016, Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo menerima
penghargaan Global Islamic Finance Leadership Award 2016 dari Global Islamic Finance Awards
(GIFA) atas perannya mempromosikan keuangan syariah di Indonesia. Yang sebelumnya juga beberapa
lembaga atau badan hukum atas nama Indonesia juga mendapat penghargaan dari lembaga internasional
atas partisipasi dalam pengembangan industri keungan di Indonesia. Dan ke depan salah satu misi
pemerintah Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia (Nasrullah,
2016).
Namun yang perlu dipahami adalah bahwa pengembangan ekonomi syariah tidak hanya cukup
pengembangan sektor industri keuangan syariah semata, seperti perbankan, pasar modal atau industri
keuangan non-bank syariah, tetapi juga diperlukan pengembangan di sektor riil dalam hal ini adalah
produksi barang dan jasa halal. Hal ini mengingat bahwa keseimbangan antara sektor riil dan sektor
moneter harus selalu terjaga, karena keterkaitan dari kedua sektor utama inilah sudah seharusnya
keduanya dikembangkan secara berkesinambungan, apabila hanya sektor moneter yang dikembangkan,
maka jumlah uang beredar (JUB) akan melebihi dari jumlah produksi barang dan jasa, dan dampak
181

selanjutnya adalah inflasi, tentu ini akan menganggu perekonomian nasional secara umum (Nasrullah,
2016).
Pengembangan sektor riil dalam hal ini adalah industri produk halal sudah menjadi perhatian
tersendiri oleh pemerintah, hal ini terlihat dari upaya-upaya pemerintah dalam mengeluarkan kerangka
hukum untuk pengembangan industri produk halal dalam negeri, salah satunya adalah Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU tersebut mencakup, perlindungan, keadilan,
kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi serta profesional. Dijelaskannya
bahwa dengan adanya jaminan produk halal maka pelaku usaha dapat meningkatkan nilai tambah untuk
memproduksi dan menjual produk halalnya. Selain itu, JPH juga meningkatkan daya saing produk di
global market, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi bangsa. Selain
kerangka hukum, pemerintah juga mendirikan otoritas tertentu yang bertanggung jawab pada industri
produk halal di dalam negeri, salah satunya adalah Badan Penyelengara Penjaminan Produk Halal
(Nasrullah, 2016).
Berdasarkan peringkat GIEI, Indonesia memiliki kecenderungan stagnan di peringkat 10 sejak
tahun 2014 hingga 2018. Bahkan, pada tahun 2017, peringkat GIEI Indonesia menurun satu peringkat
menjadi peringkat ke-11. Stagnasi ini disebabkan oleh adanya enak sektor industri halal yang menjadi
bagian dalam pengukuran kompositnya, antara lain halal food, Islamic finance, halal travel, modest
fashion, halal media and recreation, dan halal pharmaceuticals and cosmetics (Bappenas, 2019). Sektor
makanan halal, kemudian media dan rekreasi ramah Muslim di Indonesia secara konsisten tidak pernah
memasuki peringkat 10 besar GIEI sejak pelaporannya tahun 2014-2018. Bahkan skornya menurun pada
2018. Sementara itu, meskipun sektor keuangan Islam selalu berada di peringkat 10 besar, namun
progress yang diberikan dalam rentang waktu lima tahun terakhir relatif stagnan pada peringkat
kesembilan dan kesepuluh (Bappenas, 2019).
Kenaikan peringkat yang cukup signifikan terlihat pada sektor pariwisata halal yang menempati
peringkat empat pada tahun 2017 dan 2018. Dibandingkan selama tiga tahun sebelumnya, Indonesia
belum menembus peringkat sepuluh besar. Hal ini diikuti sektor fesyen terkini dengan kenaikan peringkat
yang sangat tajam menjadi peringkat dua pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun sebelumnya sejak
2014, sektor ini belum pernah masuk dalama peringkat 10 besar. Namun, kenaikan peringkat kedua sektor
di atas tidak diimbangi dengan perkembangan sektor farmasi dan kosmetika halal yang justru keluar dari
peringkat 10 besar pada tahun 2018 setelah empat tahun sebelumnya menempati peringkat ketujuh dan
kedelapan (Bappenas, 2019).
Stagnansi Indonesia dalam peringkat laporan komposit weighted index industri halal dipengaruhi
oleh rendahnya kapasitas produksi komoditas halal nasional, di saat angka konsumsi relatif tinggi. Hal ini
menyebabkan Indonesia hanya menjadi target pasar produk halal dunia, namun belum mampu menjadi
pusat produksi barang dan jasanya. Dua sektor yang tidak pernah memasuki peringkat 10 besar, satu
182

sektor yang stagnan, serta lainnya dengan peringkat yang menurun, menjadi faktor Indonesia belum
mampu menembus peringkat yang lebih baik dari ranking 10 walaupun dua sektor lainnya memiliki
peringkat yang meningkat (Bappenas, 2019).
Berkaitan dengan hal ini terdapat empat strategi utama yang dicanangkan oleh Bappenas
Indonesia untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia guna mewujudkan Indonesia sebagai
pusat ekonomi syariah dunia. Pertama, penguatan rantai nilai halal (halal value chain/ HVC) dengan
fokus pada sektor atau klaster yang dinilai potensial dan berdaya saing tinggi. Kedua, penguatan sektor
keuangan syariah, yang rencana induknya sudah dituangkan dalam Masterplan Keuangan Syariah
Indonesia (MAKSI) dan disempurnakan dalam rencana induk ini.
Ketiga, penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai penggerak utama rantai
nilai halal. Terakhir, pemanfaatan dan penguatan platform ekonomi digital dalam hal perdagangan (e-
commerce, market-place) dan keuangan (teknologi finansial/ tekfi) yang diharapkan bisa mendorong dan
mengakselerasi pencapaian strategi lainnya. Strategistrategi ini selanjutnya dijabarkan dalam berbagai
program kerja utama dan diperkuat dengan strategi
dasar terkait ekosistem ekonomi syariah di Indonesia.
Penguatan rantai nilai pada industri halal di Indonesia bertujuan untuk memperkuat sektor
industri halal dari hulu ke hilir. Hal ini dilakukan untuk semua kluster yang menjadi prioritas dan diukur
dalam peringkat Global Islamic Economy Report, dan untuk klaster atau aspek yang diperlukan oleh
perekonomian nasional. Seperti energi terbarukan atau jaminan sosial. Kemudian, Penguatan Sektor
Keuangan Syariah merupakan pengembangan dari implementasi Masterplan Keuangan Syariah Indonesia
(MAKSI) dan dilaksanakan sebagai bagian tak terpisahkan antara program kerja MAKSI dan Masterplan
ini. Sasaran strategi utama kedua ini adalah memastikan sektor keuangan syariah bisa menjadi pendorong
utama bagi rantai nilai halal atau industri halal Indonesia. Dalam waktu bersamaan, strategi ini juga ingin
meningkatkan volume usaha perbankan dan keuangan syariah dengan exposure yang lebih
luas ke sektor produksi halal (Bappenas, 2019).
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi terbesar di Indonesia
dalam kuantitas, meski secara individu skala ekonomi pelaku sangat kecil UMKM. Selain itu UMKM
juga menyerap lebih dari 80 persen tenaga kerja nasional, sehingga sektor ini mempunyai daya ungkit
yang besar dalam memperkuat rantai nilai halal. UMKM juga merupakan pelaku usaha terbesar dalam
rantai nilai halal, sehingga penguatan sektor UMKM akan secara langsung memperkuat industri halal dan
mendorong pencapaian indikator atau capaian utama, baik pemerataan, kesejahteraan (welfare effect), dan
juga kemandirian ekonomi bangsa (Bappenas, 2019).
Industri halal global merupakan bagian dari rantai nilai berbagai industri utama dunia: yaitu
pangan, fesyen, dan farmasi. Semua industri ini merupakan sektor yang sangat kompetitif dan menjadi
andalan banyak perusahaan multinasional. Untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan dari
183

persaingan global ini, industri halal nasional harus mengadopsi strategi digital baik dari sisi pembiayaan
maupun pemasaran. Ekonomi dan platform digital juga bisa memperkuat beberapa strategi atau sasaran
sekaligus, termasuk UMKM, rantai nilai halal, dan juga capaian skala produksi dan ranking dalam
laporan global (Bappenas, 2019).

Halal Suppy Chain (Rantai Pasok Halal)


Dalam Islam produk yang dihasilkan perusahaan dibedakan atas halal dan haram untuk di
konsumsi masyarakat. Halal disini berarti produk yang telah dihasilkan berasal dari bahan baku,
pengolahan, kebersihan dan lain-lain yang dijalankan sesuai dengan syariat hukum Islam. Sehingga
produk tersebut layak untuk di distribusikan ataupun di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu produk halal
tersebut aman, terjamin, mempunyai nilai dan bermanfaat untuk masyarakat. Sebaliknya dengan produk
haram, produk hasil olahan ini tidak berasal dari bahan baku, pengawasan, proses, sterilisasi, dan lain-
lain. Artinya hasil dari pengolahan tersebut tidak layak untuk di distribusikan atau terlebih di konsumsi
oleh masyarakat.
Konsep rantai pasok halal (halal supply chain) berarti kegiatan keseluruhan entitas yang terlibat
sepanjang rantai pasok dari hulu ke hilir menerapkan konsep yang sesuai syariat Islam, dimulai dari
pemilihan pemasok, proses produksi, penyimpanan, sampai dengan distribusi (memisahkan penyimpanan
dan pengiriman produk halal agar terhindar dari kontaminasi).
Produk makanan halal adalah komponen utama dan paling dikenal dari sektor industri halal.
Produk makanan halal bukan lagi ceruk pasar yang mana hampir mencapai 16% dari perdagangan pangan
dunia saat ini. Bukan juga dipandang sebagai kebutuhan kaum Muslim saja, tetapi non-Muslim juga
mulai melirik produk makanan halal karena adanya persepsi bahwa makanan halal jauh lebih bersih,
higienis, dan lezat (Hafiz, Mohamed, & Ab, 2014).
Saat ini, produk makanan halal diproduksi dari berbagai belahan dunia, sehingga timbul
pertanyaan apakah produk halal yang dipasarkan tersebut benar-benar halal. Hal tersebut menjadi
perhatian konsumen makanan halal, terutama bagi kaum Muslim (Khan, Khan, & Haleem, 2019). Dengan
berbagai kompleksitas praktik perdagangan pangan dunia saat ini, konsumen makanan halal skeptis pada
apakah produk makanan benar-benar diproduksi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum halal dan syariah;
atau, dapatkah produk makanan tetap halal ketika harus melalui berbagai antarmuka selama periode
perjalanan?
Kekhawatiran konsumen Muslim semakin meningkat ketika sebagian besar produk makanan
halal diproduksi oleh non-Muslim (Rashid & Bojei, 2019). Hampir semua eksportir daging halal di dunia
berasal dari negara-negara non-Muslim, seperti Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Prancis dan
Selandia Baru (Hafiz et al., 2014). Kaum Muslim di seluruh belahan dunia sangat menyadari bahwa
184

industri halal dan masalah-masalah berkaitan dengan Islam di negara-negara tersebut tidak berada di
bawah yurisdiksi (hukum) langsung pemerintah negara tersebut. Oleh karena itu, keaslian dan integritas
produk makanan halal yang berasal dari negara-negara non-Muslim ini dipertanyakan (Aida, Rahman, &
Rahim, 2017).
Dewasa ini, 1,57 miliar dari populasi dunia adalah Muslim, sehingga produk Islam (produk
halal) memiliki peluang besar di pasar bisnis global (Manzouri, Nizam, Rahman, Rosmawati, & Mohd,
2013). Produsen halal berusaha memperkenalkan produk mereka dengan kualitas yang baik dan
keunggulan. Oleh karenanya, mereka dapat memasarkan produk mereka tidak hanya untuk Muslim tetapi
di seluruh dunia. Makanan halal adalah bagian terpenting dari produk halal, bukan hanya karena hukum
Islam, tetapi juga karena penekanannya adalah pada kebersihan dan kesehatan. Semua aturan tentang
persiapan produksi makanan halal harus diterapkan dari langkah pertama memproduksi bahan baku (di
pertanian) ke sistem distribusi, sehingga rantai pasokan makanan halal dimulai dari pertanian dan
berakhir dengan konsumen akhir. Untuk memastikan integritas produksi makanan halal, pengelolaan
rantai pasokan makanan halal perlu perhatian ekstra (Othman, 2016).
Rantai pasok makanan halal menyediakan sarana untuk membuat konsep halal dalam sistem
secara efisien untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terintegrasi dan terdapat hubungan koordinasi
antar-unit yang terlibat dalam proses produksi dan pengiriman, dimulai dari produksi dan penanaman
pada pertanian hingga pemasaran dan distribusi pada konsumen (Suhaiza Zailani, Zainan Arrifin, Nabsiah
Abd Wahid, Rosly Othman, 2010). Dengan mempertimbangkan perspektif konsumen, konsep halal
dianggap sebagai katalis yang dapat mengubah cara hidup seseorang, tetapi juga ide dan interpretasi
mereka terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkualitas. Seperti agama-agama lain di
dunia, Islam telah memperkenalkan konsep halal dan haram yang jelas dan pasti yang dipatuhi
pengikutnya (Rashid & Bojei, 2019). Banyak ajaran Islam didasarkan pada konsep-konsep ini dan
manifestasinya dapat diamati dalam bidang produksi sehari-hari dan konsumsi makanan dan produk
lainnya. Sebagai Muslin, konsep konsumsi halal dan haram adalah yang penting (Syazwan, Talib, Bakar,
& Hamid, 2015).
Rantai pasokan makanan halal melibatkan proses pengelolaan produk makanan halal dari
berbagai titik pemasok ke berbagai titik pembeli atau konsumen, yang melibatkan berbagai pihak yang
berbeda, yang berlokasi di tempat yang berbeda, yang mungkin pada saat yang sama, terlibat dalam
mengelola produk makanan halal, dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan persyaratan pelanggan
(Halal dan non-Halal) (Syazwan et al., 2015).
Dalam rantai pasokan makanan halal, tujuan utama tidak hanya untuk memastikan kepuasan
pelanggan tercapai, tetapi juga untuk memastikan bahwa status halal dari produk makanan tetap utuh
sepanjang seluruh proses rantai pasokan (Bahrudin, Illyas & Desa 2011). Integritas produk makanan halal
harus dilindungi dengan segala cara dan semua langkah yang diperlukan harus diambil oleh semua pihak
185

yang terlibat dalam rantai pasokan untuk menghindari kontaminasi silang yang akan menyebabkan
produk menjadi non-halal, atau haram. Produk makanan tidak hanya harus halal di titik awal rantai
pasokan tetapi di seluruh rantai pasokan hingga mencapai tujuan akhirnya (Hafiz et al., 2014).
Untuk mengatasi peningkatan permintaan makanan halal dari seluruh dunia, pendekatan
manajemen rantai pasokan yang komprehensif dan dikelola dengan baik perlu diadopsi untuk memastikan
ketersediaan produk makanan halal (Tieman, 2015). Berdasarkan uraian tersebut, perlu adanya rantai
pasok halal yang terintegrasi dalam sistem teknologi untuk melindungi konsumen Muslim di pasar.
Dengan adanya sistem yang mampu melacak rantai pasok makanan halal, ke depannya mampu
memperkuat rantai pasok makanan halal tersebut.

Referensi:
Bappenas. (2019). Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024.
Hafiz, M., Mohamed, M., & Ab, M. S. (2014). Conceptual Framework on Halal Food Supply Chain
Integrity Enhancement. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 121, 58–67.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1108
Khan, M. I., Khan, S., & Haleem, A. (2019). Analysing Barriers Towards Banagement of Halal Supply
Chain: A BWM Approach. Journal of Islamic Marketing. https://doi.org/10.1108/JIMA-09-2018-
0178
Manzouri, M., Nizam, M., Rahman, A., Rosmawati, C., & Mohd, C. (2013). Lean Supply Chain Practices
in the Halal Food. International Journal of Lean Six Sigma, 4(4), 389–408.
https://doi.org/10.1108/IJLSS-10-2012-0011
Nasrullah, A. (2016). Analisis Potensi Industri Halal Bagi Pelaku Usaha Di Indonesia, 50–78.
Othman, B. (2016). Evaluation of Knowledge, Halal Quality Assurance Practices and Commitment
among Food Industries in Malaysia. British Food Journal, 118(8), 2033–2052.
https://doi.org/10.1108/BFJ-12-2015-0496
Rashid, N. A., & Bojei, J. (2019). The Relationship between Halal Traceability System Adoption and
Environmental Factors on Halal Food Supply Chain Integrity in Malaysia. Journal of Islamic
Marketing. https://doi.org/10.1108/JIMA-01-2018-0016
Soesilowati, E. S., & Yuliana, C. I. (2010). Komparasi Perilaku Konsumen Produk Halal di Area
Mayoritas dan Minoritas Muslim. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan, 21 (Desember 2013), 167–
178.
Suhaiza Zailani, Zainan Arrifin, Nabsiah Abd Wahid, Rosly Othman, and Y. F. (2010). Halal
Traceability and Halal Tracking Systems in Strenghening Halal Food Supply Chain for Food
Industry in Malaysia (A Review). Journal of Food Technology, 8(3), 74–81.
186

Syazwan, M., Talib, A., Bakar, A., & Hamid, A. (2015). Halal Supply Chain Critical Success Factors: A
Literature Review. Journal of Islamic Marketing, 6(1), 44–71. https://doi.org/10.1108/JIMA-07-
2013-0049

Collected by Evi Aninatin Ni’matul Choiriyah


085785728545
187

RISET DAN METODOLOGI EKONOMI ISLAM

Pengantar Riset
Riset menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti penyelidikan (penelitian) suatu masalah
secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta
yang baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Dalam konteks business research, Sekaran dan
Bougie (2016) menjelaskan bahwa seluruh proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah disebut
penelitian. Dengan demikian, penelitian melibatkan serangkaian kegiatan yang dipikirkan secara matang
dan dilaksanakan dengan hati-hati sehingga memungkinkan manajer untuk mengetahui bagaimana
masalah organisasi dapat diselesaikan, atau setidaknya sangat diminimalkan. Penelitian mencakup proses
penyelidikan, investigasi, pemeriksaan, dan eksperimen. Proses-proses ini harus dilakukan secara
sistematis, rajin, kritis, objektif, dan logis. Hasil akhir yang diharapkan akan menjadi penemuan yang
membantu manajer untuk menghadapi situasi masalah.
Dalam menjalankan riset, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menemukan ide.
Kemampuan untuk mengembangkan topik penelitian yang baik merupakan keterampilan yang penting.
Saat memutuskan suatu topik, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
1. Bertukar pikiran melalui diskusi;
2. Memilih topik yang tersedia literatur yang dapat kita pahami;
3. Memastikan bahwa topik tersebut dapat dikelola dan materi tersedia;
4. Membuat daftar kata kunci;
5. Bersikap fleksibel;
6. Menentukan topik sebagai pertanyaan penelitian yang focus;
7. Membaca lebih lanjut tentang topik penelitian; dan
8. Merumuskan pernyataan penelitian.

Memilih topik yang baik mungkin tidak mudah. Topik baiknya bersifat sempit dan cukup fokus
agar menarik, tetapi cukup luas untuk menemukan informasi yang memadai. Sebelum memilih topik,
pastikan mengetahui seperti apa output akhir dari penelitian tersebut (Univesity of Michigan Flint, t.thn.)

Pengantar Riset Ekonomi Islam


Seperti halnya disiplin ilmu lain, ekonomi Islam juga memerlukan riset untuk terus mengembangkan
bidang ilmunya. Dalam menjalankan riset ekonomi Islam, kita perlu terlebih dahulu mengetahui lingkup
dari ekonomi Islam. Hal ini bertujuan agar lingkup ekonomi Islam tidak terlalu sempit, yaitu serupa
dengan ekonomi konvensional yang ditambahkan variabel zakat dan dikurangkan variabel riba di
dalamnya. Susamto (2018) menjelaskan bahwa ekonomi Islam melingkupi beberapa bidang pekerjaan.
188

1. Bidang pekerjaan pertama berarti proposisi perilaku ideal individu, perusahaan, pasar dan
pemerintah dan dampak yang mungkin ditimbulkannya terhadap perekonomian.
2. Bidang pekerjaan kedua berarti evaluasi perilaku aktual individu, perusahaan, pasar dan
pemerintah dan dampaknya terhadap ekonomi.
3. Bidang pekerjaan ketiga adalah perbandingan antara kondisi ideal dan perilaku aktual individu,
perusahaan, pasar, dan pemerintah, serta penjelasan mengapa bisa ada kesenjangan jika terjadi
perbedaan di antara dua kondisi tersebut.
4. Bidang kerja keempat dalam ekonomi Islam adalah perumusan strategi yang dapat membantu
membawa perilaku aktual individu, perusahaan, pasar dan pemerintah sedekat mungkin ke ideal.

Data: Jenis dan Metode Pengumpulan


Berdasarkan cara memperolehnya, terdapat dua jenis data yang dapat digunakan, yaitu primer dan
sekunder. Data primer berarti data yang telah dikumpulkan dari tangan pertama dikenal sebagai data
primer. Data primer belum dipublikasikan dan lebih dapat diandalkan, otentik dan objektif. Data primer
belum diubah atau diubah oleh manusia; oleh karena itu validitasnya lebih besar dari data sekunder.
Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain kuisioner, wawancara,
Focus Group Discussion (FGD), Participatory Rural Appraisal (PRA), Rapid Rural Appraisal (RRA),
observasi, survei, studi kasus, dan eksperimen (Kabir, 2016)
Data sekunder berarti data yang dikumpulkan dari sumber yang telah dipublikasikan. Tinjauan
literatur dalam penelitian apa pun didasarkan pada data sekunder. Data tersebut dikumpulkan oleh orang
lain untuk tujuan lain (tetapi digunakan oleh simpatisan untuk tujuan lain). Sebagai contoh, data Sensus
digunakan untuk menganalisis dampak pendidikan terhadap pilihan dan penghasilan karier (Kabir, 2016).
Data sekunder dapat berupa data kualitatif atau kuantitatif. Data sekunder kualitatif dapat diperoleh
189

dari buku, jurnal, atau artikel dari internet. Data sekunder kuantitatif disediakan oleh beberapa lembaga
survei atau statistik. Contoh data sekunder kuantitatif seperti data World Bank, Badan Pusat Statistik,
International Monetary Fund, Susenas, dan Indonesian Family Life Survey (IFLS).
Metode Analisis Data
Metode analisis data juga dibagi menjadi dua, yaitu metode analisis data kualitatif dan kuantitatif.
Metode kuantitatif berkaitan dengan upaya untuk mengukur sesuatu; ia menanyakan pertanyaan seperti
'berapa lama', 'berapa banyak' atau 'sejauh mana'. Metode kuantitatif mencari untuk mengukur data dan
menggeneralisasi hasil dari sampel populasi yang diminati. Mereka mungkin melihat untuk mengukur
timbulnya berbagai pandangan dan pendapat dalam sampel yang dipilih untuk contoh atau hasil agregat
(The Centre for Local Economic Strategies, 2011).
Metode kualitatif berkaitan dengan kualitas informasi, metode kualitatif berusaha untuk
mendapatkan pemahaman tentang alasan yang mendasari dan motivasi untuk tindakan dan menetapkan
bagaimana orang menafsirkan pengalaman mereka dan dunia di sekitar mereka. Metode kualitatif
memberikan wawasan ke dalam pengaturan masalah, menghasilkan ide dan / atau hipotesis (The Centre
for Local Economic Strategies, 2011).

Analisis Data Kuantitatif


Analisis kuantitatif yang biasa digunakan adalah analisis statistik. Analisis statistik dibagi menjadi
2, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata dalam arti
tidak mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan
penarikan kesimpulan (Muhson, 2006).
Teknik analisis statistik deskriptif yang dapat digunakan menurut Muhson (2006) antara lain:
1. Penyajian data dalam bentuk tabel atau distribusi frekuensi dan tabulasi silang (crosstab).
Dengan analisis ini akan diketahui kecenderungan hasil temuan penelitian, apakah masuk
dalam kategori rendah, sedang atau tinggi.
2. Penyajian data dalam bentuk visual seperti histogram, poligon, ogive, diagram batang,
diagram lingkaran, diagram pastel (pie chart), dan diagram lambang.
3. Penghitungan ukuran tendensi sentral (mean, median modus).
4. Penghitungan ukuran letak (kuartil, desil, dan persentil).
5. Penghitungan ukuran penyebaran (standar deviasi, varians, range, deviasi kuartil, mean
deviasi, dan sebagainya).

Statistik inferensial merupakan upaya untuk mengadakan penarikan kesimpulan dan membuat
190

keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Biasanya analisis ini mengambil sampel tertentu
dari sebuah populasi yang jumlahnya banyak, dan dari hasil analisis terhadap sampel tersebut
digeneralisasikan terhadap populasi. Oleh karena itulah statistik inferensial ini juga disebut dengan istilah
statistik induktif (Muhson, 2006).
Menurut Muhson (2006) analisis statistik inferensial secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Analisis korelasional
Analisis statistik yang berusaha untuk mencari hubungan atau pengaruh antara dua buah
variabel atau lebih. Dalam analisis korelasional ini, variabel dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
Banyak sekali teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk analisis korelasional ini,
baik statistik parametrik maupun nonparametrik. Penggunaan masing-masing teknik analisis
tersebut sangat tergantung pada jenis skala datanya. Skala data terdiri dari:
a. Data nominal, yaitu data kualitatif yang tidak memiliki jenjang. Contoh jenis kelamin,
asal daerah, pekerjaan orang tua, hobby, dan sebagainya.
b. Data ordinal, yaitu data kualitatif yang memiliki jenjang, seperti tingkat pendidikan,
jabatan, pangkat, ranking kelas, dan sebagainya.
c. Data interval/rasio, yaitu data kuantitatif atau data yang berupa angka atau dapat
diangkakan. Contoh penghasilan, prestasi belajar, tinggi badan, tingkat kecerdasan,
volume penjualan, dan sebagainya.

Adapun jenis analisis korelasional jika dilihat dari skala data dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

2. Analisis komparasi
Analisis komparasi adalah teknik analisis statistik yang bertujuan untuk membandingkan
191

antara kondisi dua buah kelompok atau lebih. Adapun jenis anaisis komparasi jika dilihat dari
jumlah kelompok, meliputi:

Selain dibagi menjadi dua, yaitu deskriptif dan inferensial, analisis statistik juga dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut parameternya, yaitu satistik parametrik dan nonparametrik.
Statistik parametrik adalah analisis statistik yang pengujiannya menetapkan syarat-syarat tertentu tentang
bentuk distribusi parameter atau populasinya, seperti data berskala interval dan berdistribusi normal,
sedangkan statistik nonparametrik adalah analisis statistik yang tidak menetapkan syarat-syarat tersebut
(Muhson, 2006).

Analisis Data Kualitatif


Menurut Komariah dan Satori (2011) dalam melakukan analisis data kualitatif, terdapat beberapa
alternatif metode yang dapat digunakan oleh peneliti, antara lain:
1. Biografi
Penulisan model biografi dipilih untuk meneliti satu individu jika materinya tersedia dan mudah
didapat serta individu yang diteliti mau berbagi informasi (Jika dia masih hidup)
2. Fenomenologi
Penelitian ini menggambarkan pendekatan psikologi terhadap penelitian fenomenologis. Model ini
dipilih untuk meneliti sebuah fenomena dan makna yang dikandung untuk suatu individu
3. Grounded Theory
192

Pendekatan ini dilakukan untuk menghasilkan dan mengembangkan teori. Pendekatan ini
dilakukan dengan mengumpulkan informasi, terutama dari interview, dan menggunakan
prosedur pengumpulan data yang sistematik dan analisisdikembangkan dari prosedur
4. Etnografi
Pendekatan ini digunakan untuk meneliti perilaku grup pertukaran kebudayaan atau individual.
Dalam melakukan pendekatan ini, peneliti harus melakukan interview serta penyelidikan tema-
temayang muncul dari penelitian perilaku manusia.
5. Studi Kasus
Model pendekatan ini digunakan untuk meneliti kasus yang terjadi pada tempat dan waktu
tertentu. Untuk mendapatkan gambaran kasus yang ideal, perlu adanya pengumpulan informasi
kontekstual sebanyak mungkin.

Daftar Pustaka
Kabir, S. M. (2016). Basic Guidelines for Research: An Introductory Approach for AllDisciplines.
Bangladesh: Book Zone Publication.
Komariah, A., & Satori, D. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Muhson, A. (2006). Teknik Analisis Kuantitatif. Diambil kembali dari Staff Site Universitas Negeri
Yogyakarta:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132232818/lainlain/Ali+Muhson+(2006)+Analisis+Kuantitatif.pd
f
Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Methods for Business. Chichester: John Wiley & Sons.
Susamto, A. A. (t.t.). Toward a New Framework of Islamic Economic Analysis. 29.
The Centre for Local Economic Strategies. (2011). Research Methods Handbook. Manchester: CLES.
Univesity of Michigan Flint. (t.thn.). How to Select A Research Topic. Diambil kembali dari University of
Michigan Flint: https://www.umflint.edu/library/how-select-research-topic

Collected by Khansa Fairuz Syarifatul Husna


0895376450445
193

DASAR AKUNTANSI SYARIAH

Laporan Bank Syariah


Neraca → Menunjukkan posisi atas keuangan perusahaan atau entitas bisnis tersebut pada akhir
periode akuntansi yang bisa menjadi dasar dalam menghasilkan keputusan bisnis.
• Kas dan setara kas;
• Aset keuangan;
• Piutang usaha dan piutang lainnya;
• Persediaan;
• Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas;
• Aset tetap;
• Aset tak berwujud;
• Hutang usaha dan hutang lainnya;
• Hutang pajak;
• Dana syirkah temporer;
• Hak minoritas; dan
• Modal saham dan pos ekuitas lainnya.

Aset
• Kas;
• Penempatan pada Bank Indonesia;
• Giro pada bank lain,
• Penempatan pada bank lain;
• Efek-efek;
• Piutang:
➢ Piutang murabahah;
➢ Piutang salam;
➢ Piutang istishna’;
➢ Piutang pendapatan ijarah;
• Pembiayaan:
➢ Pembiayaan mudharabah;
➢ Pembiayaan musyarakah;
• Persediaan (aset yang dibeli untuk dijual kembali kepada klien);
• Tagihan dan kewajiban akseptasi;
• Aset yang diperoleh untuk ijarah;
194

• Aset istishna dalam penyelesaian (setelah dikurangi termin istishna);


• Penyertaan;
• Aset tetap dan akumulasi penyusutan;
• Aset lain.

Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika aset tersebut:


• Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu
siklus operasi normal entitas syariah; atau
• Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan
direalisir dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca; atau
• Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
Contoh: kas, piutang, investasi jangka pendek, persediaan
Aset yang tidak termasuk kategori tersebut diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar.
Contoh: gedung, kendaraan operasional

Kewajiban
• Kewajiban segera;
• Bagi hasil yang belum dibagikan;
• Simpanan:
➢ Giro wadiah;
➢ Tabungan wadiah;
• Simpanan bank lain:
➢ Giro wadiah;
➢ Tabungan wadiah;
• Utang:
➢ Utang salam;
➢ Utang istishna;
• Kewajiban kepada bank lain;
• Pembiayaan yang diterima.
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika:
• Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi entitas syariah;
atau
• Jatuh tempo dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.
Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang.
195

Dana Syirkah Temporer


• Syirkah temporer dari bukan bank:
➢ Tabungan mudharabah;
➢ Deposito mudharabah;
• Syirkah temporer dari bank:
➢ Tabungan mudharabah;
➢ Deposito mudharabah; dan
• Musyarakah.

Ekuitas
• Modal disetor;
• Tambahan modal disetor; dan
• Saldo laba (rugi)
196

Laporan Laba Rugi


• Pendapatan usaha;
• Bagi hasil untuk pemilik dana;
• Beban usaha;
197

• Laba atau rugi usaha;


• Pendapatan dan beban nonusaha;
• Laba atau rugi dari aktivitas normal;
• Beban pajak;dan
• Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.

Laporan Perubahan Ekuitas


• Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan;
198

• Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang
berdasarkan psak terkait diakui secara langsung dalam ekuitas;
• Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan
mendasar sebagaimana diatur dalam psak terkait;
• Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik;
• Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya; dan
• Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan
pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

Laporan Arus Kas


• Standar penyajian dan pengungkapan arus kas terdapat pada PSAK No.2
• Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain
yang tidak termasuk setara kas.
• Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas dan aktivitas lain yang
bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
• Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta
komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas.
• Kas adalah saldo kas (tunai) dan rekening giro (demand) deposit pada institusi lain.
• Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek
serta dapat dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memilki
risiko perubahan nilai yang tidak signifikan.
199

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat


• Dana zakat berasal dari wajib zakat (muzakki):
➢ Zakat dari dalam entitas syariah;
➢ Zakat dari pihak luar entitas syariah;
• Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakatuntuk:
➢ Fakir;
➢ Miskin;
➢ Riqab;
➢ Orang yang terlilit hutang (gharim);
➢ Muallaf;
➢ Fiisabilillah;
➢ Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil); dan
➢ Amil;
• Kenaikan atau penurunan dana zakat;
• Saldo awal dana zakat; dan
• Saldo akhir dana zakat
200

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan


• Sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan:
➢ Infak;
➢ Sedekah
➢ Hasil pengelolaan wakaf sesuai denganperundang-undangan yang berlaku;
➢ Pengembalian dana kebajikan produktif;
➢ Denda; dan
➢ Pendapatan nonhalal.
• Penggunaan dana kebajikan untuk:
➢ Dana kebajikan produktif;
➢ Sumbangan; dan
➢ Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
• Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan;
• Saldo awal dana penggunaan dana kebajikan; dan
• Saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan
201

Catatan Atas Laporan Keuangan


• Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih
dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;
• Informasi yang diwajibkan dalam psak tetapi tidak disajikan di neraca,laporan laba rugi,
laporan arus kas; laporan perubahan ekuitas; laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
laporan penggunaandana kebajikan;
• Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam
rangka penyajian secara wajar

Laporan Akuntansi Syariah


Neraca
202

Laporan Laba Rugi


203

Daftar Pustaka
Al-Quran
PSAK 101 (Penyajian LK Syariah)
Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions. 2000. AAOIFI
Fatwa DSN-MUI tahun 2000-2011
Financial Transactions in Islamic Jurisprudence, Volume 1 dan 2. Wahbah al-Zuhayli. 2003
Manajemen Keuangan. Volume 1 dan 2. Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston. 2001
Critical Issues on Islamic Banking and Financial Market. Saiful Azhar Rosly. 2005. Kuala Lumpur:
Dinamas
Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati dan Wasilah, 2008
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin. 2012
Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat. Hertanto Widodo dan Teten
Kustiawan. 2001
Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Mahmudi. 2009

Collected by Dito Prakoso


081297267689
204

PSAK 59, 100 – 112 (AKUNTANSI)

BAB I
Sejarah Akuntansi Syariah

Sejarah Akuntansi dalam Islam


Prosedur pencatatan sudah mulai dipraktikan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab (636 – 645
M) pada saat itu baitul maal memerlukan pencatatan formal atas dana-dana yang diperoleh dari berbagai
sumber. Pada Khalifah Walid bin Abdul Malik (706 -715 M), masa Dinasti Abasiyah, sistem pencatatan
tersebut berkembang dengan baik, pada saat itu sudah ada Jurnal Pengeluaran (Jaridah Annafakat), Jurnal
Dana (Jaridah Maal), Jurnal Dana Sitaan (Jaridah al Musadariin, dan bentuk laporan akuntansi disebut
Al-Khitmah.
Pemikiran Akuntansi Syariah di Indonesia
Akuntansi syariah di Indonesia berkembang sejak awal tahun 1990-an. Sampai saat ini pemikiran
akuntansi syariah di Indonesia berkembang menjadi dua jenis aliran yaitu akuntansi syariah praktis
(pendekatan rekonstruktif) dan akuntansi syariah filosofis-teoritis (pendekatan dekonstruktif)
1. Akuntansi syariah praktis (pendekatan rekonstruktif)
Aliran pemikiran akuntansi syariah di Indonesia yang merumuskan prinsip-prinsip akuntansi
syariah berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi konvensional yang sesuai dengan syariah Islam.
2. Akuntansi syariah filosofis-teoritis (pendekatan dekonstruktif)
Memulai perumusan teori dan prinsip akuntansi syariah mulai dari basic principle dari ontologi
akuntansi syariah yang fokus pada metodologi bagaimana mengembangkan dan membangun akuntansi
syariah, karena menekankan pada bentuk ideal dengan cara menggali dan menggunakan nilai-nilai
filosofis Islam sebagai landasan dalam membangun teori akuntansi syariah.
Perkembangan Standar Akuntansi Syariah di Indonesia
– SEBELUM 2002
• Perbankan syariah masih mengacu pada PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan
– PERIODE 2002 – 2007
• Diterbitkan PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah
– PERIODE SETELAH 2008
• DSAK IAI membentuk KAS (Komite Akuntansi Syariah) dengan anggota Anggota:
DSAK IAI (2), DSN MUI (4), BI (2), Bapepam-LK (1), Asosiasi (2) dan Praktisi (1)
• KAS menyusun PSAK Syariah 101 - 106
– PERIODE SETELAH 2010
• IAI membentuk DSAS yang akan mengesahkan PSAK Syariah
• Sampai dengan saat ini sudah terbit PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk
205

BAB II
PSAK 101 (Penyajian Laporan Keuangan Syariah)

Laporan Keuangan
1. Laporan keuangan disusun oleh manajemen entitas usaha untuk memberikan informasi kepada
stakeholders yang digunakan untuk mengambil keputusan ekonomi
2. Kepentingan dan tujuan penggunaan informasi keuangan para stakeholders tidak selalu sama
3. Agar laporan keuangan tidak mementingkan salah satu pihak dan agar tidak menyesatkan maka
laporan keuangan harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
4. Untuk menjamin suatu laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum maka dilakukan audit atas laporan keuangan

KDPPLKS : Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, dikembangkan oleh
KAS.
GASAP : Generally Accepted Sharia Accounting Principles
Entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip prinsip
syariah yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya
(PSAK 101,Paragraf 3)

Laporan keuangan Entitas Non Syariah vs.Entitas Syariah


Entitas Non Syariah Entitas Syariah
1. Neraca 1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi 2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Arus Kas 3. Laporan Arus Kas
4. Laporan perubahan Ekuitas 4. Laporan perubahan Ekuitas
Catatan atas Laporan
5. Keuangan 5. Catatan atas Laporan Keuangan
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat
Laporan Sumber dan Penggunaan
7. Dana Kebajikan
NB: Jika ada laporan di luar tujuh laporan ini, tergantung dari lembaga keuangan maupun perusahaan
yang bersangkutan, karena laporan keuangan di masing-masing lembaga keuangan ataupun
perusahaan memiliki keistimewaan masing-masing.
Contoh:

Bank Syariah harus menyajikan Laporan perubahan dana investasi terikat dan Laporan
Rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil
206


Asuransi Syariah harus menyajikan Laporan Perubahan dana tabarru’ dan Laporan surplus/defisit
underwriting dana tabarru’
Pelaksanaan akuntansi syariah: Jika entitas bisnis tersebut belum melaksanakan fungsi sosial
perusahaan, maka perusahaan syariah tersebut tetap membuat laporan keuangan sesuai dengan standar
syariah. Entitas bisnis yang konvensional, namun memiliki hubungan (entah atas peminjaman modal
dsb) maka entitas tersebut juga terkena wajib laporan keuangan syariah.

Karakteristik Kualitatif Pokok Laporan Keuangan


• Dapat Dipahami
“Dapat dengan mudah dipahami oleh pengguna laporan keuangan”
• Relevan
“Dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pengguna laporan keuangan”
• Keandalan
“Bebas dari kesalahan material dan bias”
• Dapat Diperbandingkan
“Dapat digunakan untuk mengevaluasi posisi dan kinerja keuangan”

Penyajian Wajar
Laporan keuangan disajikan secara wajar jika disajikan secara jujur atas pengaruh transaksi,
peristiwa, dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang telah ditentukan dalam standar
akuntansi
Wajar = Sesuai Dengan Standar Dan Prinsip Akuntansi Yang Diterima Umum

Asumsi Dasar
Pada dasarnya sama dengan asumsi dasar yang diterima secara umum,
1. konsep kelangsungan usaha dan dasar akrual: untuk membuat laporan keuangan, berdasarkan
transaksi yang ada
✓ Dasar Akrual (Accrual Basis)
Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar, dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan
dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
✓ Kelangsungan Usaha (Going Concern)
Laporan keuangan disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan
melanjutkan usahanya di masa depan
207

2. Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil = dasar kas: untuk mengerjakan transaksi tunai,
maupun pengeluaran dan pemasukan yang ada uang fisiknya, misalnya: membayar gaji, membeli
barang tunai, dll
3. Laporan laba rugi disusun berdasarkan prinsip bagi hasil net revenue sharing (Bagi laba kotor)

Asas Transaksi Syariah


1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah)
2. Prinsip keadilan (‘adalah)
3. Prinsip kemaslahatan (maslahah)
4. Prinsip keseimbangan (tawazun)
5. Prinsip universalisme (syumuliyah)

Karakteristik dan Persyaratan Transaksi Syariah


1. Dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridho;
2. Berprinsip kebebasan bertransaksi selama halal dan baik;
3. Uang sebagai alat tukar bukan komoditas;
4. Tidak mengandung riba;
5. Tidak mengandung kezhaliman;
6. Tidak mengandung maysir;
7. Tidak mengandung gharar;
8. Tidak mengandung unsur haram;
9. Tidak menganut time value of money;
10. Transaksi dilakukan berdasarkan perjanjian yang jelas dan benar;
11. Tidak ada distorsi harga dan rekayasan penawaran;
12. Tidak mengandung kolusi dan suap.

Unsur-Unsur Laporan Keuangan Entitas Syariah


1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial
2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial
3. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus
entitas syariah
Unsur-unsur di dalamnya:
a. Aset = Sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah yang memiliki manfaat ekonomi di
masa depan diharapkan diperoleh oleh entitas syariah.
208

b. Kewajiban = Kewajiban masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan
penyelesainnya diharapkan mengakibatkan arus kas keluar sumber daya entitas syariah
yang mengandung manfaat ekonomi
c. Dana Syirkah Temporer = Dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu
tertentu dari pihak lain, dan entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan
menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan
kesepakatan.
d. Ekuitas = hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan
dana syirkah temporer
e. Penghasilan = kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal
f. Beban = penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus
keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal
g. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil = bagian bagi hasil pemilik dana syirkah temporer atas
keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode
laporan keuangan.

Pengakuan (Recognation) Unsur-Unsur Laporan Keuangan


1. PENGAKUAN merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta
kriteria pengakuan dalam neraca dam laporan laba rugi
2. Pengakuan didasarkan pada dua faktor utama yaitu:
a. Probabilitas manfaat ekonomi masa depan (Probability) yaitu kemungkinan bahwa manfaat
ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas
syariah
b. Keandalan pengukuran (Reliable) yaitu pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
diukur dengan andal

Pengukuran (Measurement) Unsur-Unsur Laporan Keuangan


1. PENGUKURAN adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukan setiap
unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi
2. Proses pengukuran menyangkut pemilihan dasar pengukuran yang terdiri dari
a. Biaya Historis (Historical Cost)
b. Biaya Kini (Current Cost)
c. Nilai Realisasi/penyelesaian (Realisable/settlement value)
209

Akun Kontra
a. Akun kontra merupakan akun pengurang dari suatu akun lain yang penyajiannya
ditempatkan persis dibawah akun yang dikurangi
b. Akun Kontra riil: akun kontra dari akun riil seperti akumulasi penyusutan, cadangan
kerugian murabahah, akumulasi penyusutan aset mudharabah
c. Akun Kontra nominal: akun kontra dari akun nominal seperti potongan angsuran
murabahah, biaya kerugian investasi mudharabah.

Karakteristik yang berbeda


Dalam akuntansi syariah ada beberapa karakteristik akun yang berbeda dari akuntansi umum,
yaitu:
1. Tidak dikategorikan kewajiban atau Equity 2. Sebagai pengurang pendapatan (bukan beban)
✓ Dana Syirkah Temporer ✓ Potongan Pelunasan Murabahah
3. Tidak dikelompokkan beban atau ✓ Beban Penyusutan Aktiva Ijarah
pendapatan
✓ Hak pihak ketiga atas bagi Hasil ✓ Beban Pemeliharaan Aktiva Ijarah

BAB III
PSAK 101 (Akuntansi Murabahah)
Definisi
Akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang
disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK
102).

Jenis Murabahah

Unsur Murabahah
1. Harga Perolehan Rp xxx → Persediaan
210

2. Keuntungan Rp xxx → Margin Murabahah Tangguhan


3. Harga Jual Rp xxx → Piutang Murabahah

Akuntansi Penjual
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Persediaan/Aset Murabahah 1. Pendapatan Margin
2. Piutang Murabahah Murabahah
3. Margin Murabahah 2. Potongan Pelunasan
Tangguhan (Cr) (muqasah) Murabahah
4. Piutang Murabahah Jatuh 3. Potongan Pelunasan
Tempo Murabahah – Prestasi
5. Margin Murabahah 4. Potongan Angsuran
Tangguhan Jatuh Tempo (Cr) Murabahah – Beban Operasi
6. Hutang Diskon Murabahah 5. Diskon Murabahah
(Kewajiban kpd Pembeli) 6. Pendapatan non operasi
7. Piutang Uang Muka lainnya
Murabahah 7. Beban Kerugian Murabahah
8. Hutang Uang Muka 8. Kerugian penurunan asset
Murabahah murabahah
9. Cadangan Kerugian
Murabahah (Cr)
10. Piutang pada Nasabah (Calon pembeli)

PEMBELI PENJUAL
Pengakuan Uang Muka Murabahah
– Diakui sebagai uang muka pembelian
sebesar jumlah yang diterima
– Barang jadi dibeli = diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian
pokok)
– Barang batal dibeli = dikembalikan
kepada pembeli setelah diperhitungkan
dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual
211

Pembayaran uang muka kepada penjual Penerimaan Uang muka dari pembeli
Dr. Piutang Uang Muka Dr. Kas
Cr. Kas Cr. Utang Uang Muka Murabahah
Pembayaran Uang Muka LKS kepada
Pemasok
Dr. Piutang Uang Muka Murabahah
Cr. Kas
Uang muka Lebih besar dari kerugian yang Pembatalan Murabahah oleh Pembeli
dialami LKS sebagai Penjual
Dr. Kas 1. Pembatalan murabahah dan LKS
Dr. Kerugian pesanan Murabahah sebagai penjual mengalami kerugian
Cr. Piutang Uang Muka a. Kerugian LKS < Uang muka
pembeli
Uang muka lebih kecil dari kerugian yang Dr. Kas
dialami LKS sebagai penjual Dr. Kerugian pemesanan
Dr. Kerugian pesanan murabahah murabahah
Dr. Utang LKS Cr. Piutang uang muka
Cr. Piutang uang muka Menerima pengganti kerugian
dari pembelian dari uang muka
Penerimaan barang dan pengakuan utang yang telah diberikan
harga barang Dr. Utang uang muka
Dr. Aset/Persediaan Cr. Kerugian pemesanan
Dr. Beban tangguhan murabahah murabahah
Cr. Utang murabahah Cr. Kas/rekening pembeli
b. Kerugian LKS > uang muka
Uang muka sebagai pengurang utang pembeli: pembeli
Dr. Utang murabahah Menerima denda dari pemasok:
Cr. Piutang uang muka murabahah Dr. Kas
Dr. Kerugian pesanan
murabahah
Cr. Piutang uang muka
Membebankan kerugian kepada
pembeli:
Dr. Utang uang muka
Dr. Piutang nasabah
212

Cr. Kerugian pesanan


murabahah
c. Kekurangan kerugian dilakukan
hapus buku
Dr. Beban kerugian
pesanan murabahah
Cr. Piutang murabahah

2. Pembatalan murabahah dan LKS


tidak mengalami kerugian
Dr. Utang uang muka murabahah
Cr. Kas/Rekening pembeli

3. Pembatalan pesanan karena


kesalahan LKS sebagai penjual
Dr. Beban kerugian pesanan murabahah
Dr. Kas
Cr. Piutang uang muka

Pengadaan aset (Barang) Murabahah


Aset murabahah
1. Pembelian barang
Dr. Persediaan/Aset Murabahah
Cr. Kas
Cr. Piutang uang muka
2. Pengeluaran biaya tambahan
Dr. Persediaan/Aset Murabahah
Cr. Kas

Penerimaan diskon barang 1. Diskon dari pemasok yang diterima


Dr. Kas LKS sebagai penjual, sebelum akad
Cr. Diskon murabahah murabahah dengan pembeli akhir
Dr. Kas
Cr. Persediaan/Aset Murabahah
2. Diskon dari pemasok yang diterima
LKS sebagai penjual, setelah akad
murabahah ditandatanganioleh
213

pembeli akhir
Dr. Kas
Cr. Diskon Murabahah
3. Apabila diskon tidak diperjanjikan
dalam akad
Dr. Kas
Cr. Pendapatan operasi lainnya

Penurunan nilai aset sebelum diserahkan


pada murabahah berdasarkan pesanan yang
mengikat
Dr. Kerugian penurunan aset murabahah
Cr. Persediaan/Aset murabahah
Pengadaaan barang oleh LKS sebagai
penjual diwakilkan kepada pihak lain
(nasabah/pihak ketiga)
1. Saat penyerahan uang tunai
Dr. Piutang wakalah
Cr. Kas
2. Saat barangnya sudah ada
Dr. Persediaan/aset Murabahah
Cr. Piutang wakalah
3. Akad Murabahah
Dr. Piutang murabahah
Cr. Margin murabahah tangguhan
Cr. Persediaan/aset murabahah

Penjualan dengan pengakuan keuantungan


saat penyerahan barang
1. Penerimaan uang muka dari pembeli
Dr. Kas
Cr. Utang uang muka murabahah
2. Penyerahan barang kepada pembeli
– Dr. Kas
Cr. Pendapatan margin
murabahah
214

Cr. Persediaan
– Dr. Utang uang muka
murabahah
Cr. Piutang murabahah

Pembayaran angsuran Penerimaan pembayaran angsuran dari


– Dr. Utang murabahah pembeli
Cr. Kas Dr. Kas
– Dr. Beban murabahah Cr. Piutang murabahah
Cr. Beban murabahah
tangguhan

Angsuran jatuh tempo belum bayar Angsuran jatuh tempo belum membayar
– Dr. Utang murabahah Dr. Piutang murabahah jatuh tempo
Cr. Kas Cr. Piutang murabahah
– Dr. Beban murabahah
Cr. Beban Murabahah
tangguhan

Pembayaran sebagian angsuran jatuh tempo Penerimaan pembayaran angsuran yang


Dr. Utang murabahah jatuh tempo tertunggak
Cr. Kas Dr. Kas
Cr. Piutang murabahah jatuh tempo
Pembayaran angsuran lebih dari kewajiban
Dr. Kas
Cr. Piutang murabahah
Potongan angsuran utang murabahah Potongan angsuran murabahah
1. Jurnal alternatif pertama 1. Potongan angsuran karena tepat
– Dr. Utang murabahah waktu
Cr. Kas – Dr. Kas
– Dr. Beban murabahah Cr. Piutang murabahah
Cr. Beban murabahah Dr. Potongan angsuran
tangguhan murabahah prestasi
– Dr. Kas Cr. Kas
Cr. Beban murabahah 2. Potongan angsuran akibat
2. Jurnal alternatif kedua penurunan kemampuan membayar
215

– Dr. Utang murabahah pembeli


Dr. Beban murabahah – Dr. Kas
Cr. Beban murabahah Cr. Piutang murabahah
tangguhan – Dr. Beban potongan angsuran
Cr. Kas murabahah
Cr. Kas

Penerimaan potongan pelunasan harga Potongan pelunasan piutang murabahah


barang sebelum jatuh tempo
1. Dr. Utang murabahah – Dr. Kas
Dr. Utang murabahah jatuh tempo Cr. Piutang murabahah
Cr. Kas – Dr. Beban potongan pelunasan
2. Dr. Beban murabahah murabahah
Cr. Beban murabahah tangguhan Cr. Kas
3. Dr. Kas
Cr. Potongan pelunasan utang
murabahah

Pembayaran denda
Dr. Beban denda murabahah
Cr. Kas
Wakil LKS untuk membeli barang
1. Menerima uang dari LKS
Dr. Kas
Cr. Utang wakalah
2. Membeli barang
Dr, barang konsinyasi
Cr. Kas
3. Menyerahkan barang kepada LKS
Dr. Utang wakalah
Cr. Barang Konsinyasi

Penerimaan Diskon Murabahah


Kategori Diskon
Diskon yang terkait dengan pembelian barang, Diskon atas pembelian barang yang diterima
216

anatara lain: setelah akad murabahah disepakati dipelakukan


1. Diskon dalam bentuk apapun dari sesuai dengan kesepakatan dalam akad
pemasok atas pembelian barang tersebut. Jika akad tidak mengatur maka diskon
2. Diskon biaya asuransi dari perusahaan tersebut menjadi hak penjual.
asuransi dalam eangka pembelian
barang
3. Komisi dalam bentuk apapun yang
diteriam terkait dengan pembelian
barang

Penjualan Barang dan Pembayaran Harga Barang


1. Harga Perolehan Aset Murabahah

Piutang Murabahah
- Saat akad murabahah -> diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan
yang disepakati.
->
- Akhir periode laporan keuangan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo
piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.

Keuntungan yang Disepakati


Saat penyerahan barang
Proporsional Seluruh Piutang
(dimuka) Tertagih
Tunai atau Kurang dari

Setahun

Lebih dari setahun dan Lebih dari satu tahun,

resiko kecil resiko dan beban relatif

besar

Tangguh -> resiko besar

dan beban besar

(diragukan dan macet)

• Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak
melebihi satu tahun; atau
217

• Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tsb
untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun.
i. Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Jika risiko penagihan kas dari
piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.
ii. Diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah.
untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar
dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
Pengakuan keuntungan -> dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang
jatuh tempo dalam setiap periode dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap
jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan. Persentase
keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset
murabahah.
iii. Diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. untuk transaksi murabahah
tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya cukup besar.
Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak
terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya. Hal ini terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan kasnya misalnya untuk piutang murabahah dalam kualitas
macet. (penjelasan PAPSI, draft revisi.

Potongan Murabahah
- Potongan pelunasan piutang murabahah:

Melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati = diakui sebagai pengurang
keuntungan murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu metode berikut:
o Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan keuntungan
murabahah
o Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan
kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
Dalam catatan bank syariah sisa pokok Rp 60 juta, sisa margin Rp 12,6 juta, margin 2 bulan Rp 4,2
juta maka potongan pelunasannya 12,6 juta – 4, 2 juta = 8,4 juta atau 60 juta + 4,2 juta = 64,2 juta
(dibayarkan nasabah).

- Potongan angsuran murabahah:


▪ Membayar secara tepat waktu = diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah
▪ Penurunan kemampuan pembayaran pembeli = diakui sebagai beban.
218

Denda
1. Nasabah yang tidak mampu disebabkan force major tidak boleh dikenakan sanksi
2. Nasabah mampu = tidak mempunyai kemauan dan itikad baik = boleh dikenakan sanksi
3. Tujuan sanksi = agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya
4. Sanksi = besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana
berasal dari denda diperuntukkan sbg dana
5. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad = diakui
sebagai bagian dana kebajikan

Akuntansi Pembeli
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
o Utang Murabahah 1. Beban Murabahah Ditangguhkan
o Utang Murabahah Jatuh Tempo 2. Diskon Murabahah
3. Potongan Pelunasan Utang
o Piutang Uang Muka Murabahah Murabahah
o Aktiva Tetap 4. Potongan Angsuran
o Utang kepada LKS Murabahah
5. Kerugian Pesanan Murabahah
6. Beban Denda Murabahah

Penyajian dan Pengungkapan


Penyajian
1. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
2. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
3. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) hutang murabahah

Pengungkapan
1. Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas
pada:
a. Harga perolehan aset murabahah
b. Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
219

d. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas
pada:
e. Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah Jangka waktu murabahah tangguh.
Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan keuangan Syariah

BAB IV
PSAK 103 (Akuntansi Salam)
Pengertian
Akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual
(muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu (PSAK 103, paragraf 4). Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu (Fatwa DSN No. 05/DSN-MUI/IV/2000).

Akun Pada Laporan Keuangan Pembeli


Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Piutang Salam 1. Keuntungan Penyerahan Aset Salam
2. Persediaan (Aset Salam) 2. Kerugian Penyerahan Salam
3. Piutang kepada Petani

JURNAL :
PEMBELI PENJUAL
Penyerahan modal salam dalam bentuk Penyerahan modal salam dalam bentuk
uang tunai (kas) uang tunai (kas)
Dr. Piutang Salam Dr. Kas/Rekening Produsen
Cr. Kas/rekening petani Cr. Hutang Salam
Penyerahan modal salam dalam bentuk Penyerahan modal salam
non-kas (barang) dalam bentuk non-kas (barang)
1. Nilai wajar saat penyerahan lebih Dr. Persediaan/Aset Salam
tinggi dari nilai tercatatnya (keuntungan) Dr. Kas
a. Pembeli membeli barang keperluan modal Cr. Kewajiban Salam
Dr. Persediaan/Aset Salam
Cr. Kas/rekening petani
b. Pembeli menyerahkan modal kas dan modal
barang kepada produsen
Dr. Piutang Salam
220

Cr. Kas/rekening petani


Cr. Persediaan/Aset Salam
Cr. Keuntungan penyerahan aset
salam
2. Nilai wajar saat penyerahan lebih Dr. Persediaan/Aset Salam
rendah dari nilai tercatatnya Dr. Kas
(kerugian) Cr. Kewajiban Salam
a. Pembeli membeli barang keperluan modal
Dr. Persediaan/Aset Salam
Cr. Kas/rekening petani
b. Pembeli menyerahkan modal kas dan modal
barang kepada produsen
Dr. Piutang Salam
Dr. Kerugian penyerahan aset salam
Cr. Kas/rekening petani
Cr. Persediaan/Aset Salam
Penerimaan barang salam dengan Penerimaan barang salam
kualitas sama dengan akad dengan kualitas sama dengan
Dr. Persediaan/Aset Salam Akad
Cr. Piutang Salam Dr. Hutang Salam
Cr. Persediaan/Aset Salam
Penerimaan barang dengan kualitas Penerimaan barang salam
berbeda dengan akad dan nilai wajar dengan kualitas berbeda
sama dengan nilai akad dengan akad
Dr. Persediaan/Aset Salam Karena kewajiban produsen
Cr. Piutang Salam adalah kewajiban penyerahan
barang bukan kewajiban atas
uang, maka jurnal yang
dilakukan sama.
Dr. Hutang Salam
Cr. Persediaan/Aset Salam

Penerimaan barang dengan kualitas Dr. Hutang Salam


berbeda dengan akad dan nilai wajar Cr. Persediaan/Aset Salam
221

lebih tinggi dengan nilai akad


Dr. Persediaan/Aset Salam
Cr. Piutang Salam
Penerimaan barang dengan kualitas
berbeda dengan akad dan nilai wajar
lebih rendah dengan nilai akad Dr. Hutang Salam
Dr. Persediaan/Aset Salam Cr. Persediaan/Aset Salam
Dr. Kerugian penyerahan aset salam
Cr. Piutang Salam
Alternatif pada saat jatuh tempo tidak
ada penerimaan barang
1. Kontrak diperpanjang
2. Kontrak dibatalkan
3. Jaminan dijual
Memperpanjang jangka waktu Tidak perlu melakukan jurnal
pengiriman barang kepada pembeli
Tidak perlu melakukan jurnal
Pembatalan pesanan dan penjual tidak Dr. Hutang salam
dapat melunasi hutangnya Dr. Hutang usaha
Dr. Piutang Petani
Cr. Piutang Salam
Pembatalan pesanan dan penjual Dr. Hutang salam
melunasi kewajibannya dari hasil Cr. Kas
penjualan jaminan salam:
1. Hasil penjualan jaminan sama
dengan hutang penjual
Dr. Kas
Cr. Piutang Salam
2. Hasil penjualan jaminan lebih kecil Dr.Hutang salam’
dengan hutang penjual Cr. Kas
Dr. Kas Cr. Hutang usaha
Dr. Piutang Petani
Cr. Piutang Salam
3. Hasil penjualan jaminan lebih besar Dr. Rekening petani/kas
222

dengan hutang penjual Dr. Hutang salam


Dr. Kas Cr. Kas
Cr. Piutang Salam
Cr. Rekening Petani/Kas
Denda Dr. Denda
Dr. Rekening Petani/Kas Cr. Rekening petani/Kas
Cr. Rekening Dana Kebajikan

MODAL USAHA
PEMBELI PENJUAL
SALAM
Pengakuan Diakui sebagai Piutang Diakui sebagai Hutang
(recognation) Salam Salam
Kas (measurement) Diukur sebesar kas yang Diukur sebesar kas yang
diserahkan diterima
Non Kas Diukur sebesar nilai Diukur sebesar nilai
(measurement) wajar wajar
Diakui
Selisih nilai wajar dan sebagai Tidak ada pengakuan
nilai tercatat modal keuntungan atau keuntungan atau
usaha salam non kas kerugian penyerahan kerugian penyerahan
modal salam modal salam
Penyajian modal usaha Piutang salam disajikan Hutang Salam disajikan
salam (presentation) di sisi aset di neraca di sisi kewajiban di
neraca
Pengungkapan modal Besarnya modal salam Tidak perlu melakukan
usaha salam baik yang dibiayai pengungkapan kecuali
(disclosure) sendiri maupun bersama transaksi salam pararel
pihak lain harus
diungkapkan

DIMENSI KUALITAS BARANG


PESANAN YANG DITERIMA PENGUKURAN
PEMBELI
223

Kualitas barang sesuai dengan akad Diukur sesuai dengan nilai akad yang
disepakati
Kualitas barang berbeda dan nilai Diukur sesuai dengan nilai akad yang
wajar saat diterima lebih tinggi atau disepakati
sama dari nilai akad dari nilai akad
Kualitas barang berbeda dan nilai Diukur sesuai dengan nilai wajar
wajar pada saat diterima lebih rendah kualitas barang yang diterima, dan
dari nilai akad selisihnya diakui sebagai kerugian

Pada saat jatuh tempo tidak ada penerimaan barang

PEMBATALAN AKAD PERLAKUAN AKUNTANSI

Pembatalan sebagian atau seluruhnya Piutang salam berubah menjadi piutang


sebesar nilai akad salam yang
dibatalkan

Pembatalan akad dengan penjualan Jika hasil penjualan jaminan > piutang
Jaminan maka sisanya menjadi hak penjual
Jika hasil penjualan jaminan < piutang
maka selisihnya diakui sebagai piutang

Akun pada Laporan Keuangan penjual


Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Hutang Salam 1. Keuntungan Penyerahan Aktiva
2. Persediaan Salam 2 Kerugian Penyerahan Aktiva
3. Hutang pada Pembeli 3. Kerugian Salam
4. Keuntungan Salam

Penyajian dan Pengungkapan


Penyajian
a. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
224

c. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
Pengungkapan
1. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
➢ Piutang salam kepada supplier (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa
➢ Jenis dan kuantitas barang pesanan
➢ Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
2. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
➢ Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara
bersama-sama dengan pihak lain
➢ Jenis dan kuantitas barang pesanan
➢ Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah

BAB V
PSAK 104 (Akuntansi Istishna’)
Akuntansi Penjual
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Persediaan / Aset 1. Pendapatan Istishna
Istishna 2. Harga Pokok Istishna
2. Piutang Istishna 3. Keuntungan Istishna
3. Keuntungan Istishna
Tangguhan
4. Aset Istishna dalam
Penyelesaian
5. Termin Istishna

PEMBELI PENJUAL
Pengeluaran Biaya Perolehan
(produksi) Istishna
Dr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian
Cr. Kas/Rekening nasabah
Pengakuan Pendapatan Istishna
Dr. Aset Istishna Dalam
225

Penyelesaian
Dr. Harga Pokok Istishna
Cr. Pendapatan Istishna
Pembayaran dimuka seluruh
harga aset
1. Menerima pembayaran seluruh
harga barang
Dr. Kas/Rekening Nasabah
Cr. Termin/Hutang Istishna
2. Mengeluarkan biaya untuk
Produksi
Dr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian
Cr. Kas/Rekening Nasabah

3. Penyelesaian aset Istishna


Dr. Penyelesaian Aset
Istishna
Cr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian
4. Penyerahan aset Istishna
Dr. Termin/Hutang Istishna
Cr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian
Pembayaran dilakukan dalam
proses penyelesaian barang
Istishna (jangka waktu pembayaran
dan penyerahan aset Istishna sama)
1. Menerima sebagian harga
barang
Dr. Piutang Istishna
Cr. Termin Istishna
2. Pemesan melakukan
pembayaran
226

Dr. Kas/Rekening Nasabah


Cr. Piutang Istishna
3. Penyerahan barang kepada
pemesan (pembeli akhir)
Dr. Termin Istishna
Cr. Aset Istishna Dalam
Penyelesaian

Pendapatan Istishna’ dan Istishna’ Paralel


Metode persentase penyelesaian:
a. Nilai akad sebanding pekerjaan yang telah diselesaikan = diakui sebagai “pendapatan
Istishna’”
b. Margin keuntungan Istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada “aset
Istishna’dalam penyelesaian”
c. Akhir periode = “harga pokok Istishna’” = diakuisebesar biaya Istishna’ yang telah dikeluarkan
sampaidengan periode tersebut.

Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat
ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad
selesai/metode penyelesaian.
Ketentuan metode akad selesai: Sampai pekerjaan selesai…
1. Tidak ada pendapatan Istishna’ yang diakui
2. Tidak ada harga pokok Istishna’ yang diakui
3. Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam Istishna’ dalam penyelesaian pengakuan
pendapatan Istishna’, harga pokok Istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir
penyelesaian pekerjaan.
Jurnal = Sama dengan metode persentase penyelesaian

Pembayaran Istishna secara tangguh


- Metode akad selesai dan pelunasan lebih dari satu tahun dari penyerahan barang = pengakuan
pendapatan dibagi dua bagian, yaitu:
1. Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila Istishna’
dilakukan secara tunai, diakui pada saat penyerahan barang pesanan; dan
2. Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama
periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.
227

-
Meskipun Istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual harus menentukan nilai
tunai Istishna’ pada saat penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin
keuntungan terkait dengan proses pembuatan barang pesanan.
-
Tagihan setiap termin kepada pembeli diakuisebagai “piutang Istishna’”dan “termin
Istishna’(Istishna’ billing)” pada pos lawannya.
-
Penagihan termin yang dilakukan oleh penjual dalam transaksi Istishna’ dilakukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad dan tidak selalu sesuai dengan persentase penyelesaian
pembuatan barang pesanan.

Contoh hubungan biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad:


Biaya Perolehan (biaya produksi) Rp 1.000,00
Margin keuntungan pembuatan barang pesanan Rp 200,00
Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan Rp 1.200,00
Nilai akad untuk pembayaran secara angs selama 3 thn Rp 1.600,00
Selisih nilai akad dan nilai tunai yg diakui selama 3 thn Rp. 400,00

Biaya Perolehan Istishna’


Biaya perolehan Istishna’ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai
“aset Istishna’ dalam penyelesaian” pada saat terjadinya.
Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak
termasuk dalam biaya Istishna’.

Biaya Perolehan Istishna’ Paralel


Biaya Istishna’ paralel terdiri dari:
1. Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas
2. Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad Semua
biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
Biaya perolehan Istishna’ paralel diakui sebagai “aset Istishna’ dalam penyelesaian” pada saat
diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
Akuntansi Pembeli
Akun pada Laporan Keuangan
Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
Aset Istishna Dalam Penyelesaian Beban Istishna
Hutang Istishna
Aset / Persediaan Istishna
228

Beban Istishna Tangguhan

➢ Pembeli mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih
oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang Istishna’ kepada penjual. (psak 104, prgf 36)
➢ Aset Istishna’ yang diperoleh melalui transaksi Istishna’ dengan pembayaran tangguh
lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad Istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban Istishna’
tangguhan. (psak 104, prgf 37)
➢ Beban Istishna’ tangguhan diamortisasi secara pro-porsional sesuai dengan porsi
pelunasan hutang Istishna’. (psak 104, prgf 38)
➢ Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian
proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian
proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. (psak 104, prgf 39)
➢ Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi
dan tidak memper-oleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka
jumlah yang belum diperoleh kem-bali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. (psak 104, prgf 40)
➢ Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang
pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. (psak 104, prgf 41)
➢ Dalam Istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan harga pokok Istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian
pada periode berjalan. (psak 104, prgf 42)

Penyajian Dan Pengungkapan


Penyajian
Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
➢ Piutang Istishna’ yang berasal dari transaksi Istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh
pembeli akhir.
➢ Termin Istishna’ yang berasal dari transaksi Istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual
kepada pembeli akhir.
229

Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:


➢ Hutang Istishna sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
➢ Aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
- Persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeliakhir, jika
Istishna’ paralel
- Kapitalisasi biaya perolehan, jika Istishna’
Pengungkapan
Penjual mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
- Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan kontrak
Istishna’
- Metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang
berjalan
- Rincian piutang Istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang
- Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

Pembeli mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
- Rincian hutang Istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
- Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

BAB VI
PSAK 105 (Akuntansi Mudharabah)

Akuntansi Pemilik Dana (Shahibul Maal)


Dana Mudharabah
Kas : diakui sebesar kas yang dibayarkan
Non Kas : diakui sebesar nilai wajar saat diserahkan

Dengan AKUN : “INVESTASI MUDHARABAH”


Note : Nilai tercatat > nilai wajar → Kerugian
Nilai tercatat < nilai wajar → Keuntungan mudharabah tangguhan → diamortisasi
selama masa akad

Akuntansi Pengelola Dana


230

Modal/Dana Mudharabah => diakui sebagai akun “DANA SYIRKAH TEMPORER (DST)”
Bagi Hasil Diumumkan tetapi Belum Dibagi (Kewajiban Bagi Hasil) : Hak pihak ketiga atas bagi hasil
dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan.
Kerugian atas kesalahan atau kelalaian => diakui sebagai Beban

JURNAL :
SHOHIBUL MAAL (LKS) MUDHARIB (NASABAH DEFISIT)
1. Pada Saat Akad Ditandatangani :
Dr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Tidak melakukan penjurnalan
Cr. Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah
2. Saat Penyerahan Modal Kas : Penerimaan Modal Mudharabah Kas
Dr. Investasi Mudharabah Dr. Kas
Cr. Kas/Rekening Mudharib Cr. Dana Syirkah Temporer
3. Saat Pembelian Aset Mudharabah Sebagai
Modal Non Kas Mudharabah : Tidak melakukan penjurnalan
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah
Cr. Kas
4. Saat Penyerahan Modal Non Kas : Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
5. 1. Nilai wajar modal non kas lebih tinggi dari (sesuai nilai wajar)
nilai tercatatnya Dr. Aset mudharabah/Persediaan
Dr. Investasi Mudharabah Cr. Dana Syirkah Temporer
Cr. Persediaan/aset mudharabah
Cr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Amortisasi Keuntungan :
Dr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Cr. Keuntungan atas Penyerahan Modal
Mudharabah
a. 2. Nilai wajar modal non kas lebih rendah Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
dari nilai tercatatnya (sesuai nilai wajar)
Dr. Investasi Mudharabah Dr. Aset mudharabah/Persediaan
Dr. Kerugian Penyerahan Modal Non Kas Cr. Dana Syirkah Temporer
Cr. Persediaan/aset mudharabah
b. 3. Nilai wajar modal non kas sama dengan Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
nilai tercatatnya (sesuai nilai wajar)
Dr. Investasi Mudharabah Dr. Aset mudharabah/Persediaan
231

Cr. Persediaan/Aset Mudharabah/aktiva Cr. Dana Syirkah Temporer


Modal Mudharabah Hilang dan Penurunan Tidak melakukan penjurnalan
SEBELUM Usaha Dimulai :
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah
Cr. Investasi Mudharabah
Modal Mudharabah Hilang dan Penurunan Tidak melakukan penjurnalan
SETELAH Usaha Dimulai :
a. Pada saat penerimaan bagi hasil dari
pengelola
Dr. Kas/Rekening Mudharib
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah

Dr. Beban penurunan investasi mudharabah


Cr. Akumulasi penurunan investasi mudharabah
Saat Penerimaan dan Pengakuan Bagi Hasil Pembagian hasil usaha yang dibayar:
Mudharabah : Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
a. Penerimaan Bagi Hasil Cr. Kas
Dr. Kas
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
b. Bagi Hasil yang Belum Dibayar Pembagian Hasil Usaha yang Belum
Dr. Piutang Bagi Hasil Mudharabah Dibayar
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
Menerima Pembayaran Bagi Hasil Cr. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi
Dr. Kas Pembayaran Bagi Hasil yang Belum Dibagi
Cr. Piutang Bagi Hasil Mudharabah Dr. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi
Cr. Kas
Pengakuan Kerugian Secara Langsung :
Dr. Kerugian Investasi Mudharabah Tidak melakukan Penjurnalan
Cr. Investasi Mudharabah
Pengakuan Kerugian Tidak Langsung :
a. Pembentukan Penyisihan Kerugian Tidak melakukan Penjurnalan
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah
Cr. Cadangan Kerugian Investasi Mudharabah
b. Pada Saat Kerugian Timbul dan Harus
Mengurangi Investasi Mudharabah
232

Dr. Cadangan Kerugian Investasi Mudharabah


Cr. Investasi Mudharabah
Pengembalian Modal Mudharabah : Pengembalian Modal Mudharabah :
a. Penerimaan Kembali Modal Kas Pengembalian Modal Mudharabah Kas
Dr. Kas/Rekening Mudharib Dr. Dana Syirkah Temporer
Cr. Investasi Mudharabah Cr. Kas
b. Penerimaan Kembali Modal Non Kas Pengembalian Modal Mudharabah Non Kas
Nilai Wajar Lebih Tinggi Dari Nilai Tercatat Dr. Dana Syirkah Temporer
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Cr. Aset Mudharabah
Dr. Akumulasi Penyusutan
Cr. Investasi Mudharabah
Cr. Keuntungan Pengembalian Aset
Nilai Wajar Lebih Rendah Dari Nilai
Tercatat
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah
Dr. Akumulasi Penyusutan
Dr. Kerugian Pengembalian Aset Mudharabah
Cr. Investasi Mudharabah
Investasi Mudharabah Jatuh Tempo
a. Tidak Melakukan Pembayaran Jatuh Tempo Modal Mudharabah
Pengembalian Modal Dr. Dana Syirkah Temporer
Dr. Piutang Mudharib Cr. Hutang mudharib
Cr. Investasi Mudharabah
b. Pembayaran Jatuh Tempo Modal
c. Melakukan Pembayaran Pengembalian Mudharabah
Modal Dr. Hutang mudharib
Dr. Kas Cr. Kas
Cr. Piutang Mudharib
d.
e. Pelunasan Investasi Mudharabah
Dr. Kas/Rekening Mudharib
Cr. Investasi Mudharabah
233

Akuntansi Pengelolaan Dana Bagi Lks Sebagai Mudharib


1. Penerimaan Modal Mudharabah
Dr. Kas
Cr. Dana Syirkah Temporer
2. Pembayaran Kembali Modal Mudharabah
Dr. Dana Syirkah Temporer
Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
Cr. Titipan Pajak
Cr. Kas
3. Pembagian Hasil Usaha
a. Pencadangan Bagi Hasil
Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
Cr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi
b. Pembayaran Bagi Hasil
Dr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi
Cr. Kas
Cr. Titipan Kas Negara (Pajak)

BAB VII
PSAK 106 (Akuntansi Musyarakah)

Dalam akuntansi musyarakah dikenal dengan


Mitra aktif => berperan sebagai pemilik dana dan pengelola dana
Mitra pasif => berperan sebagai pemilik dana saja.

MITRA PASIF (LKS) MITRA AKTIF (NASABAH)


Biaya Musyarakah : Biaya musyarakah :
1. Pada saat dilakukan pembayaran beban pra 1. Pada saat dilakukan pembayaran biaya
akad : pra akad:
Dr. Uang muka pra akad musyarakah Dr. Kas/bank
Cr. Kas Cr. Uang muka pra akad musyarakah
2. Pengakuan biaya akad musyarakah : 2. Pengakuan biaya akad musyarakah
a. Jika disepakati sebagai bagian dari a. Jika akad dilaksanakan, maka diakui
investasi musyarakah : sebagai bagian dari investasi musyarakah
Dr. Investasi musyarakah Dr. Uang muka pra akad musyarakah
234

Cr. Uang muka pra akad musyarakah Cr. Investasi musyarakah


b. Jika tidak disepakati sebagai bagian dari b. Jika akad musyarakah batal
investasi musyarakah, maka diakui dilaksanakan, maka diakui sebagai
sebagai beban : kerugian mitra aktif :
Dr. Beban akad Dr. Uang muka pra akad musyarakah
Cr. Uang muka pra akad Musyarakah Cr. Beban akad musyarakah
Penyerahan Modal Musyarakah 1) Penyisihan modal kas musyarakah
1) Dalam bentuk kas : Dalam bentuk kas :
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Cr. Kas/rekening syirkah Cr. Kas/bank
Dalam bentuk non kas : 2) Dalam bentuk non kas :
a) 1. Nilai wajar saat penyerahan sama dengan
d) 1. Nilai wajar saat penyerahan sama
nilai tercatat : dengan nilai tercatat :
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Persediaan/aset musyarakah

b) 2. Nilai wajar lebih rendah dari nilai buku a) 2. nilai wajar lebih rendah dari nilai buku
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Dr. Kerugian penyerahan aset musyarakah Cr. Kerugian penyisihan aset musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Aset musyarakah/persediaan

c) 3. Nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku b) 3. nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi Musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Persediaan/ Aset Musyarakah
Cr. Keuntungan musyarakah tangguhan Cr. Selisih penilaian aset musyarakah
e) Penyusutan modal musyarakah non kas Penyusutan modal musyarakah non kas
1. Jika aset musyarakah sepakat untuk
i. 1. Modal musyarakah non kas sepakat
dikembalikan kepada mitra pasif untuk dikembalikan kepada pemilik modal
Dr. Biaya penyusutan aset musyarakah Dr. Beban penyusutan aset musyarakah
Cr. Akumulasi penyusutan aset Cr. Akumulasi penyusutan aset
musyarakah musyarakah

2. Jika aset musyarakah sepakat untuk tidak


ii. 2. Modal musyarakah non kas sepakat
dikembalikan ke mitra pasif. untuk tidak dikembalikan :
Beban penyusutan dilakukan oleh mitra aktif Beban penyusutan dilakukan oleh mitra
235

pengelola usaha dan diperhitungkan dengan aktif pengelola usaha dan diperhitungkan
pembagian hasil usaha. dengan pembagian hasil usaha.
Musyarakah Permanen Pengembalian musyarakah permanen :
1) 1. Pengembalian dalam bentuk uang tunai a) 1. Pengembalian modal kas :
Dr. Kas/rekening syirkah Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah

2) 2. Pengembalian modal musyarakah non kas


b) 2. Pengembalian modal non kas :
(disepakati dikembalikan) : Dr. Persediaan/aset
a) Jika nilai wajar pengembalian modal non kas musyarakah
lebih kecil dari nilai tercatat : Dr. Akumulasi penyusutan
Dr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Investasi musyarakah
Dr. Akumulasi penyusutan
Dr. Kerugian pengembalian aset
musyarakah
Cr. Investasi musyarakah(non kas)

b) Jika nilai wajar pengembalian modal non kas


lebih besar dari nilai tercatat :
Dr. Aset
Dr. Akumulasi penyusutan
Cr. Keuntungan pengembalian aset
musyarakah
Cr. Investasi musyarakah
Musyarakah menurun Pengembalian musyarakah menurun
Dr. Kas/rekening syirkah 1. Pengembalian modal kas
Cr. Investasi musyarakah Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah

a) 2. Pengembalian modal non kas


Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah
Perlakuan hasil usaha musyarakah Penerimaan hasil usaha musyarakah
Penerimaan pendapatan bagi hasil Penerimaan pendapatan bagi hasil
musyarakah tunai : musyarakah tunai :
236

Dr. Kas/rekening syirkah Dr. Kas/rekening syirkah


Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah

1) Apabila penerimaan pendapatan bagi hasil Apabila bagi hasil musyarakah belum
musyarakah – akrual dibayar secara kas :
Dr. Pendapatan yadit musyarakah Dr. Pendapatan yang diterima musyarakah
Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah

Pada saat diterima kas : Pada saat diterima kas :


Dr. Rekening mitra/kas/kliring dsb Dr. Rekening mitra/kas/kliring
Cr. Pendapatan yadit musyarakah Cr. Pendapatan yang diterima musyarakah
Perlakuan rugi investasi musyarakah Kerugian investasi musyarakah:
Dr. Kerugian musyarakah Dr. Kerugian musyarakah
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah

1) Kerugian investasi musyarakah sebagai Kerugian investasi musyarakah sebagai


akibat kelalaian mitra akibat kelalaian mitra :
Dr. Piutang mitra Dr. Piutang mitra
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah
1. Akhir Akad :
Pada saat jatuh tempo mitra aktif belum
membayar sisa kewajiban untuk
mengembalikan modal musyarakah :
Dr. Piutang mitra
Cr. Investasi musyarakah

Pada saat melakukan pembayaran sisa


kewajiban atas pengembalian modal
musyarakah :
Dr. Kas/rekening nasabah
Cr. Piutang mitra
237

AKUNTANSI MITRA AKTIF (PENGELOLA USAHA MUSYARAKAH)


Penerimaan Penyertaan Modal (Pada Saat Awal Akad)
• Penyertaan modal musyarakah oleh mitra aktif
1) Penyertaan modal kas musyarakah mitra aktif :
Dr. Kas
Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
2) Penyertaan modal musyarakah non kas mitra aktif
a) Nilai wajar lebih tinggi dari nilai tercatatnya
Dr. Aset musyarakah/persediaan
Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
b) Nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnya
Dr. Aset musyarakah/persediaan
Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

• Penerimaan modal musyarakah dari mitra pasif


1) Penerimaan modal kas musyarakah dari mitra pasif :
Dr. Kas/bank
Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
2) Penerimaan modal non kas musyarakah dari mitra pasif
a) Nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya
Dr. Aset musyarakah/persediaan
Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
b) Nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnya
Dr. Aset musyarakah/persediaan
Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
c) Penyusutan modal musyarakah non kas
Dr. Beban penurunan nilai (penyusutan)
Cr. Akumulasi penyusutan aset musyarakah

Selama Akad Musyarakah


Hasil usaha musyarakah
• Pada saat dilakukan perhitungan dan belum diserahkan sampai akhir bulan
Dr. Hak mitra atas bagi hasil
Cr. Bagi hasil sudah diumumkan belum dibagi
• Pada saat pembayaran bagi hasil kepada mitra
238

Dr. Bagi hasil sudah diumumkan belum dibagi


Cr. Kas/rekening mitra pasif
Cr. Kas/rekening mitra aktif (penyerta modal)
Pengalihan modal musyarakah dari mitra aktif ke mitra pasif
1) Musyarakah permanen
a) Pengalihan modal musyarakah kas mitra pasif ke mitra aktif :
Dr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
Cr. Kas / Rek. Mitra pasif
b) Pengalihan modal musyarakah non kas dari mitra pasif ke mitra aktif :
Dr. Dana syirkah temporer (musyarakah)
Cr. Kas → sebesar nilai wajar pada saat penyerahan dikurangi penyusutan atau kerugian
(jika ada)
2) Musyarakah menurun
Dr. Dana syirkah temporer
Cr. Kas
Akhir Akad
• Jika terdapat modal mitra pasif yang hingga akhir akad musyarakah belum dialihkan
(dikembalikan) :
Dr. Investasi musyarakah
Cr. Hutang mitra pasif (kewajiban)
• Jika dilakukan pembayaran atas modal musyarakah yang telah jatuh tempo :
Dr. Hutang mitra pasif
Cr. Kas

BAB VIII
PSAK 107 (Akuntansi Ijarah)

AKUNTANSI PEMILIK OBJEK IJARAH (MU’JIR)


Objek Ijarah
a. Pengadaan Aset Ijarah – Pembelian Objek Sewa :
Dr. Persediaan/aset
Cr. Kas
b. Pengeluaran Biaya Lain Aset Ijarah
Dr. Persediaan (biaya ......)
Cr. Kas
239

Harga Sewa
a. Perhitungan Harga Sewa
Harga perolehan objek ijarah xxxxxx
Umur ekonomis x tahun
Keuntungan yang diharapkan x %
Biaya penyusutan objek ijarah (Harga perolehan ijarah/umur ekonomis)
Perhitungan harga sewa ijarah :
Harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx
Keuntungan : x % x harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx +
Harga sewa per tahun xxxxxx
b. Perhitungan Harga Sewa IMBT :
Harga perolehan objek ijarah xxxxxx
Umur ekonomis x tahun (sesuai masa akad)
Keuntungan yang diharapkan x %
Biaya penyusutan objek ijarah (Harga perolehan ijarah/masa akad)
Perhitungan harga sewa ijarah IMBT :
Harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx
Keuntungan : x % x harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx +
Harga sewa per tahun xxxxxx
c. Pelaksanaan Akad Ijarah
(1) Dr. Aset ijarah
Cr. Persediaan/aset
(2) Uang muka sewa dari penyewa
Dr. Kas
Cr. Sewa diterima di muka
(3) Biaya Administrasi yang diterima dari penyewa
Dr. Kas
Cr. Pendapatan fee ijarah
d. Penyusutan Objek Ijarah
1) Metode Garis Lurus
Ciri-ciri :
a) Sederhana
b) Penyusutan per periode tetap
c) Tidak memerhatikan pola penggunaan aktiva tetap
Rumus :
240

ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎


𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 =
𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

Dengan presentase :
100%
𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 =
𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠
𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 = 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛

Jurnal : Dr. Beban penyusutan


Cr. Akumulasi penyusutan
2) Metode Saldo Menurun
Ciri-ciri :
a) Tarif penyusutan per periode semakin menurun
b) Perhitungan penyusutan tanpa memperhitungkan estimasi nilai sewa
Rumus besaran tarif penyusutan
100%
𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 = ×2
𝑢𝑚𝑢𝑟𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

3) Metode Unit Aktivitas


Ciri-ciri :
a) Beban penyusutan per periode berfluktuasi
b) Tarif penyusutan tetap
Rumus :
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎
𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 =
𝑒𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠

Perhitungan penyusutan IMBT


ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑘

e. Pemeliharaan dan Perbaikan Objek Ijarah


1) Biaya perbaikan rutin dan pemeliharaan aset ijarah harus dicadangkan
Dr. Biaya perbaikan aset ijarah
Cr. Cadangan perbaikan aset ijarah
2) Melakukan perbaikan aset ijarah
a) Dengan sistem pencadangan
Dr. Cadangan perbaikan aset ijarah
241

Cr. Kas
b) Dengan sistem langsung
Dr. Biaya perbaikan aset ijarah
Cr. Kas

f. Pendapatan Ijarah
1) Berasal dari sewa yang dibayar lebih dulu
Dr. Sewa diterima di muka
Cr. Pendapatan sewa
2) Berasal dari pembayaran sewa pada periode itu
Dr. Kas
Cr. Pendapatan sewa
3) Penyewa belum memenuhi kewajibannya
Dr. Piutang pendapatan sewa
Cr. Pendapatan sewa
4) Penyewa membayar sewa yang tertunggak
Dr. Kas
Cr. Piutang pendapatan sewa

Perpindahan Kepemilikan
Metode penyerahan IMBT :
• Hibah
• Penjualan sebelum akad berakhir
• Penjualan setelah akad berakhir
• Penjualan secara bertahap
a. Hibah
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Jika pada saat terjadi perpindahan kepemilikan tersebut, aset obyek IMBT masih memiliki nilai
buku, maka diakui sebagai beban :
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT
Dr. Biaya pelepasan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
b. Penjualan
1) Penjualan sebelum akad berakhir
242

Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT
Atau
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset ijarah
Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
2) Penjualan pada akhir masa sewa
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT
Atau
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset ijarah
Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
3) Penjualan secara bertahap
Dr. Kas
Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBT
Cr. Aset ijarah
Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT
1. Penurunan Kualitas Objek Sewa
Dr. Biaya pengembalian kelebihan penerimaan sewa
Cr. Kas/hutang kepada penyewa

AKUNTANSI PENYEWA (MUSTA’JIR)


1. Beban Sewa
AKUNTANSI PENYEWA IJARAH :
a. Pada saat pembayaran sewa
Dr. Beban sewa ijarah
Cr. Kas
243

b. Jika pembayaran harga sewa dilakukan lebih dulu, maka pembayaran tersebut dicatat sebagai
sewa dibayar dimuka
1) Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa
Dr. Sewa dibayar dimuka
Cr. Kas
2) Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan
Dr. Beban sewa ijarah
Cr. Sewa dibayar dimuka ijarah
c. Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa belum melakukan pembayaran
1) Pada saat pengakuan beban ijarah
Dr. Beban sewa ijarah
Cr. Hutang sewa ijarah
2) Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak
Dr. Hutang sewa ijarah
Cr. Kas
AKUNTANSI PENYEWA IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK (IMBT) :
a. Pada saat pembayaran sewa
Dr. Beban sewa IMBT
Cr. Kas
b. Jika pembayaran harga sewa dilakukan lebih dulu, maka pembayaran tersebut dicatat
sebagai sewa dibayar dimuka
1) Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa
Dr. Sewa dibayar dimuka IMBT
Cr. Kas
2) Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan
Dr. Beban sewa IMBT
Cr. Sewa dibayar dimuka IMBT
c. Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa belum melakukan pembayaran
1) Pada saat pengakuan beban ijarah
Dr. Beban sewa IMBT
Cr. Hutang sewa IMBT
2) Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak
Dr. Hutang sewa IMBT
Cr. Kas
244

2. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan Rutin


Dr. Beban pemeliharaan rutin ijarah
Cr. Kas
3. Pemindahan Kepemilkan (Khusus IMBT)
a. Pemindahan kepemilikan dilakukan dengan cara hibah atau hadiah
Dr. Aktiva
Cr. Keuntungan/pendapatan operasi lainnya
b. Dengan cara pembelian sebelum akad berakhir
Dr. Aktiva
Cr. Kas
c. Dengan cara pembelian setelah akad berakhir
Dr. Aktiva
Cr. Kas
d. Dengan cara pembelian secara bertahap
Dr. Aset (aktiva tetap)
Cr. Kas

BAB IX
PSAK 108 (Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah)
Karakteristik
1. Perusahaan Mengelola Kumpulan Resiko Dari Masyarakat Dan Bukan Menerima Transfer Resiko
Dari Masyarakat. Konvensional : jual beli resiko (tabaduli), syariah : berbagi resiko / sharing risk
(takaful).
2. Dibedakan Antara Pengelola Dana Dan Pemilik Dana
3. Premi = Amanah => Kontribusi
4. Surplus Asuransi Milik Pemegang Polis
5. Pemisahan Penerimaan Dan Pengeluaran Non Halal
6. Jangka waktu akad asuransi syariah :
a. Jangka pendek : Akad asuransi yang memberi proteksi untuk periode sampai 12 bulan atau
lebih dan memungkinkan penyesuaian akad
b. Jangka panjang : Akad asuransi selain akad asuransi jangka pendek
7. Dana peserta : Semua dana milik peserta baik individual atau pun kolektif berupa dana tabarru’
dan investasi
8. Kontribusi : Jumlah bruto yang menjadi kewajiban peserta untuk porsi resiko dan ujrah
245

Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi


a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
b. Laporan Surplus Defisit under writing dana tabaru’
c. Laporan Perubahan dana tabaru’
d. Laporan laba rugi
e. Laporan perubahan ekuitas
f. Laporan arus kas
g. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
h. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
i. Catatan atas laporan keuangan
Neraca Entitas Asuransi Syariah
• Aset
– Piutang Kontribusi
– Piutang Reasuransi
• Kewajiban
– Penyisihan kontribusi yang blm menjadi hak
– Utang klaim
– Klaim yg terjadi belum dilaporkan
– Bagian reasuransi dari pihak lain atas klaim yg masih harus dibayar
– Bagian peserta atas SU yg belum dibayar
– Utang reasuransi
• Dana Peserta
– Dana Tabarru’
– Dana Syirkah temporer mudharabah

246

Laporan Laba Rugi Entitas Asuransi Syariah


• Pendapatan
– Pendapatan pengelolaan operasi (ujrah)
– Pendapatan pengelolaan portofolio investasi dana peserta
– Pendapatan pembagian surplus underwriting
– Pendapatan investasi
• Beban
– Beban komisi
– Ujrah dibayar
– Beban umum dan administrasi
– Beban pemasaran
– Beban Pengembangan
Laporan Surplus Defisit Underwriting Dana Tabarru’
• Pendapatan Asuransi
– Kontribusi bruto xxx
– Ujrah pengelola (xxx)
– Bagian reasuransi (atas resiko) (xxx)
– Perubahan kontribusi yg belum menjadi hak (xxx)
• Beban Asuransi
– Pembayaran klaim xxx
– Klaim yg ditanggung reasuransi dan pihak lain (xxx)
– Klaim yg masih harus dibayar xxx
– Klaim yg masih harus dibayar yg ditanggung reasuransi (xxx)
– Penyisihan teknis: Beban penyisihan teknis xxx
• Surplus (Defisit) Netto
• Total Pendapatan Investasi
• -/- Beban Pengelolaan Portofolio Investasi
• Pendapatan Netto
• Surplus (Defisit) Underwriting Dana Tabarru’
Laporan Perubahan Dana Tabarru’
• Surplus underwriting dana tabarru (dasar akrual) xxx
• Distribusi ke peserta (xxx)
• Distribusi ke pengelola (xxx)
• Surplus yang tersedia untuk dana tabarru xxx
Saldo Awal xxx
247

Saldo akhir xx

Jurnal
a) Pengakuan Dan Pengukuran Kontribusi
• Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian pendapatan dana tabarru’ dengan ketentuan :
• Akad asuransi jangka pendek diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai periode akad
• Akad asuransi jangka panjang diakui sebagai pendapatan dana tabarri pada saat jatuh tempo
• Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai dana investasi mudharabah, dana
investasi mudharabah musytarakah, dana investasi wakalah:
• dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah
• kewajiban jika menggunakan akad wakalah
• Penyaluran dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah, maka mengurangi
kewajiban dan dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat
• Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi secara garis
lurus sesuai dengan masa akad dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit dana tabarru’
Jurnal :
• Pada saat kontribusi diterima:
Dr. Kas dan setara kas xxx LPK
Cr. Pendapatan Kontribusi xxx LSD DT
Cr. Dana Syirkah Temporer – Mudharabah xxx LPK
Cr. Kewajiban Investasi Terikat xxx LPK
• Pada saat pengakuan ujrah untuk entitas pengelola:
Dr. Bagian pengelola atas kontribusi xxx LSD DT
Cr. Ujrah diterima dimuka xxx LPK

Dr. Ujrah diterima dimuka xxx LPK


Cr. Pendapatan pengelolaan asuransi (ujrah) xxx LLRK
• Pada saat penyaluran dana peserta untuk investasi yang berasal dari dana syirkah
temporer:
Dr. Investasi Mudharabah xxx LPK
Dr. Properti Investasi xxx LPK
Cr. Kas dan setara kas xxx LPK
• Pada saat penyaluran dana peserta untuk investasi yang berasal dari investasi terikat:
Dr. Kewajiban investasi terikat xxx LPK
Cr. Kas dan setara kas xxx LPK
248

b) Underwriting Dana Tabarru’


• Surplus underwriting dana tabarru’:
- cadangan dana tabarru’
- cadangan dana tabarru’ dan peserta
- cadangan dana tabarru’, peserta, dan entitas asuransi syariah
• Bagian surplus underwriting dana tabarru’ untuk peserta dan entitas asuransi syariah diakui
sebagai pengurang surplus underwriting dalam laporan perubahan dana tabarru’
• Surplus underwriting dana tabarru’ yang diterima entitas asuransi syariah diakui sebagai
pendapatan dalam laporan laba rugi entitas
• Surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta diakui sebagai
kewajiban dalam neraca
• Defisit underwriting dana tabarru’ wajib ditanggulangi oleh entitas asuransi syariah dengan
pinjaman (qardh)
• Alokasi Surplus (Defisit) Underwriting
• Jurnal :
• Pada saat alokasi surplus underwriting dana tabarru’:
Dr. Surplus (Defisit) underwriting dana tabarru’ xxx LSD DT
Cr. Dana Tabarru’ xxx LPK
Cr. Pendapatan alokasi surplus underwriting xxx LLRK
Cr. Bagian peserta atas SUDT yang masih harus dibayar xxx LPK
• Pada saat menutup kekurangan dana tabarru’:
Dr. Pinjaman qard – dana talangan xxx LPK
Cr. Penerimaan dana talangan xxx LSD DT
• Pada saat pengembalian dana talangan atas kekurangan dana tabarru’:
Dr. Pengembalian dana talangan xxx LSDU DT
• Cr. Pinjaman qard – dana talangan xxx LPK

c) Penyisihan Teknis
• Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dalam laporan surplus
defisit dana tabarru’
249

• Penyisihan Teknis
Jurnal :
• Pada saat pembentukan penyisihan atas kontribusi yang belum menjadi hak:
Dr. Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak xxx LSD DT
Cr. Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak xxx LPK
• Pada saat pembentukan penyisihan atas klaim dalam proses dan klaim terjadi tetapi
belum dilaporkan:
Dr. Perubahan klaim dalam proses xxx LSD DT
Dr. Perubahan klaim yang sudah terjadi tetapi
belum dilaporkan xxx LSD DT
Dr. Perubahan penyisihan manfaat polis masa depan xxx LSD DT
Cr. Penyisihan Klaim dalam proses xxx LPK
250

Cr. Penyisihan Klaim yang sudah terjadi tetapi


belum dilaporkan xxx LPK
Cr. Penyisihan manfaat polis masa depan xxx LPK

I. Penyajian dan Pengungkapan


• Penyajian
- Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca
- Saldo dana tabarru’ dan saldo dana investasi peserta disajikan di dana peserta yang
terpisah dari liabilities dan ekuitas pada laporan posisi keuangan
• Pengungkapan
- Kontribusi
- Kebijakan akuntansi, piutang kontribusi, rincian, kontribusi risiko dan ujrah, kebijakan
perlakuan surplus/defisit underwriting dana tabarru’, qardh untuk defisit underwriting dana
tabarru’)
- Dana investasi
o Kebijakan akuntansi dan rincian
- Penyisihan teknis
o Jenis dan dasar penentuan
Aset dan kewajiban yang menjadi milik dana tabarru’

BAB X
PSAK 109 (Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah)

- Dana zakat
- Dana amil
- Dana infaq/shodaqoh
- Dana non halal (kebajikan)
Laporan keuangan :
- neraca (laporan posisi keuangan);
- laporan perubahan dana;
- laporan perubahan aset kelolaan;
- laporan arus kas; dan
- catatan atas laporan keuangan.
251

Laporan Neraca :
ASET KEWAJIBAN

SALDO DANA
Dana zakat
Dana amil
Dana infaq/shodaqoh
Dana non halal (kebajikan)

Laporan perubahan dana :

DANA ZAKAT
Penerimaan
Penerimaan dari Muzaki
entitas XXX
individu XXX
Hasil Penempatan XXX
Jumlah Penerimaan dana zakat xxx
Bagian Amil atas dana zakat (XXX)
Jumlah Penerimaan setelah bagian amil xxx
Penyaluran
Fakir Miskin (XXX)
Riqab (XXX)
Gharim (XXX)
Mualaf (XXX)
Sabilillah (XXX)
Ibnu Sabil (XXX)
JumlahَّPenyaluran (XXX)
DANA Surplus(defisit)
INFAQ/SEDEKAH َّXXX
SaldoَّAwal
Penerimaan َّXXX
SaldoَّAkhir
Infaq/sedekah tidak terikat َّXXX xxx
Infaq/Sedkah terikat xxx
Bagian amil atas pengelolaan (xxx)
Hasil Pengelolaan xxx
Jumlah Penerimaan Dana Infaq/sedekah xxx
Penyaluran
Infaq/sedekahَّtidakَّterikat (xxx)
Infaq/Sedkahَّterikat (xxx)
DANA AMIL
Alokasiَّpemanfaatanَّasetَّkelolaan
Penerimaan
(xxx) xxx
Bagian amil dari zakat
JumlahَّPenyaluran xxx
(xxx)
Bagian amil
Surplusَّ(defisit) dari infaq/sedekah xxxxxx
Penerimaan
SaldoَّAwal lainnya xxx xxx
Jumlah
SaldoَّAkhirpenerimaan dana amil xxx xxx
Penggunaan
Beban Pegawai (xxx)
Beban Penyusutan (xxx)
Beban admin & Umum (xxx)
Jumlah Penggunaan (xxx)
Surplus (defisit) xxxx
Saldo Awal xxxx
Saldo Akhir xxxx
252

DANA NON HALAL


Penerimaan
Bunga Bank xxx
Jasa Giro xxx
Penerimaan Non Halal lainnya xxx
Jumlah Penerimaan xxx
Penggunaan
Jumlah Penggunanaan dana non halal (xxx)
Surplus (defisit) xxx
Saldo Awal xxx
Saldo Akhir xxx

Kas Sebesar yang diterima


ZIS lancar Harga perolehan

Non kas
Tidak lancar Nilai wajar
Jurnal:
1. penerimaan zakat (kas):
Dr. Kas – dana zakat
Cr. Penerimaan dana zakat
2. penerimaan zakat (non kas):
Dr. Aset/persediaan
Cr. Penerimaan dana zakat
3. penyaluran dana zakat:
Dr. Penyaluran ke 8 asnaf
Cr. kas / Aset/persediaan
4. Penyusutan aset kelolaan :
Dr. Alokasi pemanfaatan aset kelolaan
Cr. akumulasi penyusutan
5. Pelepasan aset kelolaan:
Dr. Akumulasi penyusutan
Cr. Aset kelolaan
6. Penurunan Aset
Dr. Penyisihan Penurunan Aset Zakat
Cr. Aset Kelolaan Zakat
Dr. Beban Penyisihan Penurunan Aset Zakat
253

Cr. Aset Kelolaan Zakat


7. Bagian amil dari zakat :
Dr. Bagian Amil atas dana zakat
Cr. Kas – dana zakat
8. Penerimaan infaq (kas):
Dr. Kas – dana infaq
Cr. Penerimaan Infaq terikat/tidak terikat
9. Penerimaan infaq (non kas) :
Dr. Aset Lancar Kelolaan – Infaq
Cr. Penerimaan Infaq terikat/tidak terikat
Dr. Beban Penyusutan aset kelolaan
Cr. Akumulasi penyusutan aset kelolaan

10. Dana infaq/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola, hasil pengelolaan sebagai penambah
dana infaq/sedekah :
Dr. Kas – dana infaq
Cr. Penerimaan hasil pengelolaan
11. Bagian amil dari infaq:
Dr. Bagian amil atas penerimaan dana infaq
Cr. Kas – dana infaq
12. Penyaluran infaq :
Dr. Penyaluran Infaq terikat/tidak terikat
Cr. Kas – dana infaq /Aset lancar/tidak lancar kelolaan
13. Penerimaan amil dari zakat:
Dr. Kas – dana amil
Cr. Penerimaan dari dana zakat
14. Penerimaan amil dari infaq :
Dr. Kas – dana amil
Cr. Penerimaan dari dana infaq/sedekah
15. Pengeluaran untuk operasional :
Dr. Beban-beban
Cr. Kas – dana amil
254

BAB XI
PSAK 110 (Akuntansi Sukuk)

PSAK No.110 tentang akuntansi sukuk hanya mengatur 2 jenis sukuk yaitu : sukuk mudharabah
dan sukuk ijarah. Hal ini disebabkan penerbitan sukuk di Indonesia sebagian besar didominasi oleh sukuk
ijarah dan sebagian kecil adalah sukuk mudharabah.

SUKUK IJARAH:
Contoh Soal
• PT A menerbitkan sukuk ijarah atas suatu aset: nilai nominal Rp100 miliar, jangka waktu 4 tahun,
kupon imbal hasil 15% per tahun.
• Sukuk ijarah tersebut dijual seharga Rp103 miliar dan biaya penerbitan Rp5 miliar.
Pembahasan :
• Tahun 0
– Dr. Kas dan setara kas 98.000.000.000
– Dr. Sukuk- biaya transaksi 5.000.000.000
– Cr. Sukuk- nominal 100.000.000.000
– Cr. Sukuk- premium 3.000.000.000
• Tahun 1
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
- Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000
• Tahun 2
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
– Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000
• Tahun 3
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
255

– Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000


• Tahun 4
– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000
– Dr Sukuk- premium 750.000.000
– Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000
– Dr Sukuk- nominal 100.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 100.000.000.000

Sukuk Mudharabah

PT A
Penerbit saham

Proyek yang mendasari

Investor

• PT A menerbitkan sukuk ijarah atas suatu proyeknya: nilai nominal Rp100 miliar, jangka waktu
4 tahun, imbal hasil dari laba proyek dengan nisbah untuk penerbit : investor adalah 40% : 60%.
• Sukuk mudharabah tersebut dijual seharga Rp100 miliar dan biaya penerbitan Rp5 miliar.
• Realisasi laba proyek: tahun 1 Rp20 miliar, tahun 2 Rp5 miliar, tahun 3 Rp10 miliar, dan tahun 4
Rp15 miliar

Pembahasan :
• Tahun 0
– Dr. Kas dan setara kas 95.000.000.000
– Dr. Beban tangguhan 5.000.000.000
– Cr. Sukuk mudharaba 100.000.000.000
• Tahun 1
– Dr. Kas dan setara kas 20.000.000.000
– Cr. Pendapatan proyek 8.000.000.000
256

– Cr. Utang kepada pemegang sukuk 12.000.000.000


– Dr. Utang kepada pemegang sukuk 12.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 12.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000
– Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000
• Tahun 2
– Dr. Kas dan setara kas 5.000.000.000
– Cr. Pendapatan proyek 2.000.000.000
– Cr. Utang kepada pemegang sukuk 3.000.000.000
– Dr. Utang kepada pemegang sukuk 3.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 3.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000
– Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000
• Tahun 3
– Dr. Kas dan setara kas 10.000.000.000
– Cr. Pendapatan proyek 4.000.000.000
– Cr. Utang kepada pemegang sukuk 6.000.000.000
– Dr. Utang kepada pemegang sukuk 6.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 6.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000
– Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000
• Tahun 4
– Dr. Kas dan setara kas 15.000.000.000
– Cr. Pendapatan proyek 6.000.000.000
– Cr. Utang kepada pemegang sukuk 9.000.000.000
– Dr. Utang kepada pemegang sukuk 9.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 9.000.000.000
– Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000
– Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000
– Dr. Sukuk Mudharabah 100.000.000.000
– Cr. Kas dan setara kas 100.000.000.000

Laporan Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah


Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK 101 tentang penyajian laporan
keuangan syariah menjelaskan bahwasanya laporan keuangan dalam lembaga keuangan syariah memiliki
257

perbedaan dengan lembaga keuangan konvensional. Hal ini disebabkan karena pada lembaga keuangan
syariah harus memiliki 2 tambahan laporan yakni laporan sumbe dan penggunaan zakat serta laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan. Berikut adalah laporan keuangan yang ada di lembaga keuangan
syariah:

Laporan Neraca
Menurut PSAK 101 menyebutkan bahwasanya Laporan Neraca adalah laporan yang digunakan
untuk membagi antara aset lancar dengan aset tidak lancar serta keajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang. Pada laporan ini aset disajikan menurut ukuran likuiditas, sedangkan kewajiban disajikan
menurut urutan jatuh temponya.

Laporan Laba Rugi


Dalam laporan laba rugi entitas syariah disajikan untuk menonjolkan berbagai unsur kinerja
keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Menurut PSAK 101 didalam laporan laba rugi
entitas syariah minimal mencakup pos:
a. Pendapatan usaha
b. Bagi hasil untuk pemilik dana
c. Beban usaha
d. Laba atau rugi usaha
e. Pendapatan dan beban non-usaha
f. Laba atau rugi dari aktivitas normal
g. Beban pajak
h. Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan

Laporan perubahan ekuitas


Laporan perubahan ekuitas merupakan salah satu komponen yang sangat utama dalam laporan
keuangan baik itu lembaga keuangan syariah atau bukan, hal ini karena laporan perubahan ekuitas akan
menunjukkan :
a. Laba atau bersih periode yang bersangkutan
b. Besarnya keuntungan atau kerugian diakui secara langsung dalam ekuitas
c. Pengaruh kumulatif fari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar
d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik
e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya
f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal

Laporan arus kas


Laporan arus kas menyediakan informasi aliran keluar masuknya kas pada lembaga keuangan
syariah kepada para pengguna informasi tersebut, seperti manajer, investor, dan lain sebagainya
258

Laporan sumber dan penggunaan dana zakat


Laporan sumber dan penggunaan dana zakat yang menjadi salah satu komponen utama dalam
laporan keuangan lembaga keuangan syariah menunjukkan tentang:
a. Dana zakat dari wajib zakat (dari dalam entitas syariah dan pihak luar entitas syariah)
b. Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat kepada 8 asnaf
c. Kenaikan atau penurunan dana zakat
d. Saldo awal dan saldo akhir dana zakat
dan juga dana zakat yang dikumpulkan oleh entitas syariah tidak diperkenankan untuk menutup
penyisihan kerugian aset produktif dalam entitasnya. Hal ini karena dana zakat hanya diperkenankan
untuk diberikan kepada 8 asnaf.

Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan


Dalam laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan ini menunjukkan:
a. Sumber dana kebajikan yang berasal dari infak, sedekah, hasil pengelolaan wakaf, pengembalian
dana kebajikan produktif, denda, dan pendpaatan nonhalal
b. Penggunaan dana kebajikan untuk dana kebajikan produktif, sumbangan, dan penggunaan lainnya
untuk kepentingan umum
c. Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan
d. Saldo awal dan saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan
Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui sebagai kewajiban paling likuid dan diakui
sebagai pengurang kewajiban ketika disalurkan.

Catatan atas laporan keuangan


Catatan atas laporan keuangan menjelaskan tentang informasi terkait setiap pos yang ada dalam
laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan sumber dan
penggunaan dana zakat, serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. Oleh karena itu semua pos
yang ada di laporan diatas harus sesuai dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan
keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan
diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting
b. Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di laporan neraca, laporan laba rugi,
laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan
laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka
penyajian secara wajar.
259

Daftar Pustaka:
• Pengaturan Standar Akuntansi Keuangan 101 tentang tentang penyajian laporan keuangan Syariah

Collected by Eko Kurniawan


083839760257
260

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


Definisi:
Manajemen keuangan merupakan penggabungan dari ilmu dan seni yang membahas, mengkaji
dan menganalisis tentang bagaimana seorang manajer keuangan dengan mempergunakan seluruh
sumberdaya perusahaan untuk mencari dana, mengelola dana dan membagi dana dengan tujuan mampu
memberikan profit atau kemakmuran bagi para pemegang saham dan suistainability (keberlanjutan) usaha
bagi perusahaan. Sedangkan keuangan syariah merupakan suatu sistem keuangan yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam dengan tetap memperhatikan kesesuaiannya pada prinsip-prinsip syariah yang
bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah. Berdasakan definisi di atas, dapat di uraikan bahwa manajemen
keuangan syariah merupakan proses perencanaan, penggorganisasian dan pengawasan dalam
menjalankan kinerja keuangan perusahaan sesuai dengan prinsip syariah.

Prinsip-prinsip manajemen keuangan syariah:


1. Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha atau atas dasar suka sama suka di antara dua
pihak sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau dizalimi;
2. Penegakan prinsip keadilan (justice), baik dalam takaran, timbangan, ukuran mata uang (kurs),
maupun pembagian keuntungan;
3. Kasih sayang, tolong-menolong dan persaudaraan universal;
4. Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan seperti usaha
yang merusak mental dan moral, misalnya narkoba dan pornografi. Demikian pula, komoditas
perdagangan haruslah produk yang halal dan baik;
5. Prinsip larangan riba, serta perdagangan harus terhindar dari praktik gharar, tadlis dan maysir; dan
6. Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan mengingat Allah.

Aspek-aspek yang harus diajalankan dalam manajemen keuangan syariah:


1. Perencanaan atas keuangan, manajemen keuangan menyusun rencana pemasukan serta
pengeluaraan dana dan aktivitas yang lain pada periode tertentu.
2. Penganggaran keuangan perusahaan, yaitu tindak lanjut atas perencanaan keuangan dengan
menyusun lebih detail lagi semua pengeluaran dan pemasukan perusahaan.
3. Pengelolaan keuangan, yaitu mempergunakan dana yang ada dalam perusahaan untuk
memaksimalkannya dengan berbagai cara yang bisa ditempuh.
4. Pencarian sumber dana, yaitu berusaha mencari sumber dana perusahaan yang akan digunakan
kegiatan operasional perusahaan.
5. Penyimpanan keuangan, yaitu menyimpan untuk mengamankan dana perusahaan yang telah
dikumpulkan.
261

6. Pengendalian atas keuangan, yaitu mengevaluasi dan memperbaiki sistem keuangan yang ada dalam
perusahaan yang dianggap belum mumpuni.
7. Melakukan pemeriksaan keuangan, internal audit atas laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh
manajemen keuangan untuk memastikan tidak adanya penyimpangan yang merugikan.
8. Pelaporan keuangan perusahaan, yaitu menyediakan informasi keuangan tentang kondisi kekinian
keuangan perusahaan yang bisa dijadikan bahan evaluasi nantinya.

Tujuan Manajemen Keuangan Syariah


Tujuan manajemen keuangan yang paling utama yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
Pemahaman memaksimumkan nilai perusahaan adalah bagaimana pihak manajemen perusahaan mampu
membeikan nilai yang maksimum pada saat perusahaan tersebut masuk ke pasar. Nilai perusahaan inilah
yang akan menarik kepercayaan pasar terhadap produk yang di edarkan. Selain nilai perusahaan, tujuan
manajemen keuangan juga mengatur dana yang masuk dan keluar. Hal ini perlu kehati-hatian dalam
mengelola kekayaan perusahaan yang nantinya akan menghasilkan nilai perusahaan. Selain itu, dalam
pengelolaan kekayaan perusahaan dan nilai perusahaan tentunya harus di perhatikan juga aspek syariah
dalam prosesnya.

Sejarah atau Latar Belakang Manajemen Keuangan Syari’ah


Rasullulah SAW. merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di
bidang keuangan negara pada abad ke-7.
Pada masa tersebut, semua penghimpunan kekayaan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu
kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Adapun sumber APBN terdiri atas kharaj,zakat,
khumus, jizyah, dan lain-lain, seperti kaffarah dan harta waris. Tempat pengumpulan dana itu disebut
bait al mal yang pada masa Nabi SAW. terletak di Masjid Nabawi.
Pemasukan negara yangsangat sedikit disimpan di lembaga ini dalam jangka waktu yang pendek
untuk selanjutnya didistribusikan seluruhnya kepadamasyarakat.
Dana tersebut dialokasikan untuk penyebaran Islam,pendidikan dan kebudayaan. Akan tetapi,
penerimaan negara secara keseluruhan tidak tercatat secara sempurna karena minimnya jumlahorangyang
membaca, menulis, dan mengenal aritmatika sederhana.

Landasan Hukum Manajemen Keuangan Syari’ah


1. Perbankan Syari’ah Pada tahun 2008, sebagai amanah dari Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dibentuk suatu komite dalam internal
Bank Indonesia untuk menindaklanjuti implementasi fatwa MUI, yaitu Pembentukan
Komite Perbankan Syariah (PBI No. 10/32/PBI/2008 tanggal 20 November 2008).
262

2. Pasar Modal Syari’ah


Beberapa fatwa DSN MUI terkait pasar modal, antara lain Fatwa
DSN MUI No. 32/DSN MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudharabah, Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di Bidang Pasar Modal.
3. Reksadana Syari’ah
Aturan mengenai penerbitan instrumen reksadana syari’ah diatur
dalam Lampiran Keputusan Ketua Bapepam LK KEP-130/BL/2006
tentang Penerbitan Efek Syariah dan Lampiran KEP-131/BL/2006 tentang Akad-
akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
4. Pasar Uang Syari’ah Kebijakan mengenai pasar uang syari’ah di Indonesia didasarkan
pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/36/PBI/2008 tanggal 10
Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah.
5. Asuransi Syari’ah Asuransi syari’ah masih terbatas dan belum diatur secara khusus
dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional asuransi/ reasuransi
berdasarkan prinsip syariah mengacu pada SK Dirjen Lembaga Keuangan
No. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi
asuransi dan reasuransi dengan sistem syariah,, fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
6. Sewa Guna Usaha (Leasing) Syari’ah Usaha leasing dilakukan berdasarkan akad ijarah dengan
landasan akad, yaitu Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Ijarah dan Akad Al-Ijarah Al-
Muntahiyah bi AlTamlik dengan Landasan Syariah, yaitu Fatwa DSN-MUI No. 27/ DSN-
MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik atau al-Ijarah wa al-Iqtina.
7. Anjak Piutang Syari’ah
Anjak piutang dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah. Wakalah bil Ujrah
adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al muwakkil) kepada pihak lain (al-
wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian
keuntungan (ujrah). Landasan hukum anjak piutang syari’ah, yaitu Fatwa DSN-
MUI No. 10/DSN-MUI/IV/ 2000 tentang Wakalah.
8. Usaha Kartu Plastik Syari’ah Kartu plastik dalam pengembangannya juga telah diakomodasi
oleh keuangan
syari’ah, khususnya dalam Fatwa DSN-MUI No. 42/ DSN-MUI/V/2004
tentang Syariah Charge Card dan No. 54/DSNMUI/X/2006 tentang Syari’ah Ca
263

9. Pegadaian Syari’ah
Payung hukum gadai syari’ah dalam hal pemenuhan prinsipprinsip syari’ah berpegang pada F
atwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/ III/2002 tanggal 26 Juni 2002
10. tentang Rahn yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang
11. sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan, dan fatwa DSN-MUI No: 26/DSN-
MUI/ III/2002 tentang Gadai Emas.
12. Lembaga Pengelola Zakat (BAZ dan LAZ)
Pengelola zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelola Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581
Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direk
tur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji
No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Syari’ah


1. Manajemen Keuangan Syari’ah dari Segi Aktivitasnya
a. Aktivitas Perolehan Dana
Setiap upaya dalam memperoleh harta semestinya memerhatikan cara-
cara yang sesuai dengan syari’ah, seperti mudharabah,
musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah, sharf, dan lain-lain.
b. Aktivitas Perolehan Aktivitas
Dalam hal ingin menginvestasikan uang juga harus memerhatikan prinsip prinsip
“uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan”,
dapat dilakukan secara langsung atau melalui lembaga intermediasi seperti
bank syariah dan reksadana syariah.
c. Aktivitas Penggunaan Dana
Harta yang diperoleh digunakan untuk hal-hal yang tidak dilarang seperti
membeli barang konsumtif dan sebagainya. Digunakan untuk hal-hal
yang dianjurkan, seperti infak, wakaf, sedekah. Digunakan untuk hal-
hal yang diwajibkan seperti zakat.
2. Manajemen Keuangan Syari’ah dari Segi Lembaganya
a. Lembaga Keuangan Bank
1) Bank umum syari’ah
Bank umum merupakan bank syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2) Bank pembiayaan rakyat syari’ah
264

Bank pembiayaan syari’ah berfungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi


bank umum, tetapi di tingkat regional dengan berlandasan prinsip-prinsip syari’ah.
b. Lembaga Keuangan Non-Bank
1) Pasar modal Pasar modal merupakan tempat pertemuan dan melakukan
transaksi antara pencari dana (emiten) dan para penanam modal (investor).
2) Pasar uang Pasar uang syari’ah juga telah hadir melalui kebijakan Operasi
Moneter Syariah dengan instrumen, antara lain Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), dll
3) Asuransi Asuransi syari’ah (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah pihak/
orang melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah akad.
4) Dana pensiun Dana pensiun merupakan kegiatan mengelola dana pensiun
dari pemberi kerja.
5) Modal ventura Modal ventura merupakan pembiayaan oleh perusahan yang
usahanya mengandung risiko tinggi. Jenis ini relatif masih baru di Indonesia.
c. Lembaga Pembiayaan
1) Lembaga sewa guna usaha (leasing)
2) Perusahan anjak piutang (factoring)
3) Kartu plastik (Alat pembayaran menggunakan kartu, baik menggunakan
kartu kredit, ATM, kartu debit, kartu prabayar sebagai produk bank atau
lembaga keuangan nonbank disebut juga dengan kartu plastik).
4) Pembiayaan konsumen (consumer finance)
5) Pegadaian syari’ah
d. Lembaga Keuangan Syari’ah Mikro
1) Lembaga pengelola zakat (BAZ dan LAZ)
2) Lembaga pengelola wakaf
3) BMT (Baitul mal wat Tamwil)

Daftar Pustaka:
Dadang Husen Sobana.. 2017. Manajemen Keuangan Syari’ah. Cet. 1. Bandung: CV Pustaka Setia.

Collected by Windi Rahmawati


083825599068
265

MANAJEMEN PEMASARAN SYARIAH

Definisi Manajemen Pemasaran Syariah


Basu Swasta mendefinisakan kata manajemen berasal dari bahasa prancis kuno “management”
yang berarti “seni melaksanakan dan mengatur” manajemen berasal dari bahasa inggris kata to manage
yang artinya mengatur. Menurut George R.Terry: Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri
dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu
dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan
pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain (Kotler, 2000: 7).
Kata syariah berasal dari kata syara’a al-syai’a yang berarti menerangkan atau menjelaskan
sesuatu. Atau, berasal dari kata syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat untuk mengambil air secara
langsung sehingga orang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat lain. Dalam Al-qur’an surat (Al-
Jatsiyah [45]: 18) disebutkan hanya sekali yaitu: Kemudian kami jadikan kamu berada disuatu syariat itu
(peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui. Menurut syaikh Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan, cakupan dari
pengertian syariah menurut pandangan islam sangatlah luas dan komprehensif (al-syumul). Didalamnya
mengandung makna mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek ibadah, aspek keluarga, aspek
bisnis dan aspek hukum peradilan.
Pengertian manajemen pemasaran syariah adalah sebuah disiplin strategis yang mengarahkan
proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari suatu inisiator kepada stakeholdernya, yang
dalam keseluruhanya proses sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam.
Dalam syariah marketing atau pemasaran syariah rangkaian kegiatan yang berada dalam ruang lingkup
manajemen pemasara syariah setiap mumalah ekonomi yang terkait dengan strategi untuk
mengidentifikasi, menyesuaikan kompetensi dan sumber daya, sehingga memeberikan nilai kepuasan
pada konsumen melalui manfaat dari produk dan jasa yang ditransaksikan dalam proses sesuai syariah
islam, dengan tujuan mendapatkan pertumbuhan, kesejahteraan, keadilan serta berkah dunia akhirat.
Syariah marketing adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan,
penawaran, dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholder-nya, yang dalam keseluruhan
prosenya sesuai dengan akad-akad dan prinsip muamalah dalam Islam. (hermawan kartajaya dan Syakir
Sula, 2006).

Karakteristik Pemasaran Syariah


Kartajaya (2006) menyatakan bahwa karakteristik pemasaran syariah terdiri dari beberapa unsur
yaitu:teistis, etnis, realistis, dan humanistis. Teistis (Al-Rabbaniyyah), Salah satu ciri khas syariah
266

marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran kovensional yang dikenal selama ini adalah sifatnya yang
religious (diniyyah). Kondisi ini tercipta tidak karena keterpaksaan, tetapi berangkat dari kesadaran akan
nilai-nilai religious, yang dianggap penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok
kedalam perbuatan yang merugikan orang lain.
Seorang marketer akan segera mematuhi hukum-hukum syariah, dalam segala aktivitasnya
sebagai seorang pemasar. Mulai dari melakukan strategi pemasaran, memilah-milah pasar (segmentasi),
kemudian memilih pasar mana yang menjadi yang menjadi fokusnya (targeting), hingga menetapkan
identitas perusahaan yang harus senantiasa tertanam dalam benak pelanggannya (positioning). Etis
(Akhlakqiyyah), Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis (rabbaniyyah), juga
karena ia sangat mengedapankan ahlak (moral, etika) dalam seluruh kegiatanya. Sifat etis ini sebenarnya
merupakan turunan dari sifat pemasar syariah (rabbaniyyah) diatas. Dengan demikian, syariah marketing
adalah konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tindak peduli apapun
agamanya. Karena nilai-nilai moral dan etika yang bersifat universal, yang diajarkan oleh semua
agamanya.
Realistis (Al-Waqi’iyyah), Syariah marketing bukanlah konsep yang ekslusif, fanatis, anti
modernitas dan kaku. Syariah marketing adalah konsep yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan
keluesan syariah islamiyah dan melandasinya.
Syariah marketer adalah para pemasar professional dengan penampilan yang bersih, rapi, dan
bersahaja, adapun model atau gaya pakaian yang dikenakanya. Mereka bekerja dengan pofesional dan
mengedepankan nilai-nilai religious, kesalehan, aspek moral, dan kejujuran dalam segala aktivitas
pemasaranya. Ia tidak kaku, tidak ekslusif, tetapi sangat fleksibel dalam bersikap dan bergaul. Ia sangat
memahami bahwa dalam situasi pergaulan di lingkungan yang sangat heterogen, dengan beragam suku,
agama, dan ras ada ajaran yang dibenarkan oleh Allah Swt dan dicontohkan oleh Nabi untuk bersikap dan
lebih bersahabat, santun, dan bersimpatik terhadap saudara-saudaranya dari umat lain.
Humanistis (Al-Insaniyyah), Keistimewaan yang lain adalah sifat yang humanistis universal.
Pengertian humanistis (al-Insaniyyah) adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiaanya terjaga dan terperlihara, serta sifat kehewananya dapat terkekang dengan
panduan syariah. Dengan memiliki, nilai humanstis ia menjadi manusia yang terkontrol, dan seimbang
(tawazun), bukan manusia serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan sebesar-
besarnya. Bukan menjadi manusia yang bisa bahagia diatas penderitaan orang lain atau manusia yang
hatinya kering dengan kepedulian sosial.
Syariat islam dalah syariah humanistis (insaniyyah), syariat islam diciptakan untuk manusia sesuai
dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan, dan setatus. Hal inilah yang
menjadikan syariat memiliki sifat univesal sehingga pemasar syariah juga bersifat universal.
267

Paradiga Pemasaran Syariah


Terdapat tiga paradigma dalam pemasaran syariah, yaitu strategi pemasaran syariah, untuk
memenangkan mind share (berbagai inisiatif), taktik pemasaran syariah untuk memenangkan market
share (penguasa pasar), dan value pemasaran syariah untuk memenangkan heart share (jantung pasar). Ini
masih bisa dilengkapi dengan satu lagi strategi, yaitu strategi pemasaran syariah untuk menciptakan
keberlangsungan (sustainable) perusahaan, yang akan membentuk image holistic sharemarketing.
Syariah Marketing Strategi (Strategi Pemasaran Syariah), Syariah marketing strategi yaitu strategi
untuk pemetaan pasar berdasarkan ukuran pasar, pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif dan situasi
persaingan. Strategi pemasaran berusaha menanamkan perusahaan dan produknya di benak pelanggan.
Pada dasarnya strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitanya dengan variabel-variabel seperti
segmentasi pasar Syariah, positioning, target dan elemen bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran.
Syariah Marketing Tactic (taktik Pemasaran Syariah), Posistioning adalah inti dari strategi, dan
diferensiasiadalah inti dari taktik. Diferensiasi didefinisikan sebagai tindakan merancang seperangkat
perbedaan yang bermakna dalam tawaran perusahaan, dan bukan janji-janji belaka dan harus didukung
dengan oleh bentuk yang nyata. Diferensiasi ini bisa berupa content dan context dan tak kalah penting
yaitu infrastructure. Taktik merupakan aktivitas menggunakan berbagai tehnik promosi, pengabdian
kepada masyarakat dalam mengusahakan penguasaan atau “how to penetrate a market” (Bagaimana
menembus pasar). Taktik menyangkut tehnik yang dapat digunakan untuk merekrut calon pelanggan.
Sharia Marketing Value (Nilai Pemasaran Syariah), Value bertujuan untuk merebut di hati konsumen.
Value akhir-akhir ini menjadi dambaan perusahaan, karena telah menjadi pergeseran selera pelanggan
dimana fitur dan benefit tidak cukup lagi untuk memuaskan pelangan.
Citra Pemasaran Syariah, Spiritual merupakan Strategi yang paling jitu dan paling unggul,
diamana strategi ini mampu memayungi berbagai macam strategi lainya.Melalui pemasaran spiritual,
maka perusahaan dalam kegiatan pemasarannya dapat menguasai mind share, market share, dan heart
share. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aktivitas pemasaran syariah lebih bersifat holistic,
sempurna, untuk menciptakan suntainability, perusahaan dalam jangka panjang serta membangun image
perusahaan yang baik. Inti pemasaran syariah adalah kejujuran yang dilandasi keyakianan akan allah
Swt. beserta segala kebesaran dan keagungan-Nya. yang akan mengawasi perbuatan manusia. Semua
perbuatan manusia tidak lepas dari pantauan allah Swt. yang kemudian dicatat oleh malaikat. Perbuatan
curang perbuatan baik semua tercatat, dalam “sijjin” dan “illiyun” yang kelak akan diserahkan kepada
masing-masing hamba Allah, dan segera akan diadili didepan pengadilan Allah yang betu-betul adil.
Semua ditanggung oleh pribadi masing-masing. Keyakinan ini yang menuntut umat muslim agar selalu
berperilaku jujur dan baik dalam segala kegiatan kehidupan ini. Semua kegiatan ini kembali kehati
Seperti yang kita ketahui bauran pemasaran terdiri atas 4 (empat) komponen yaitu 4P (produk,
price, place, promotion) atau produk, harga, distribusi dan promosi. Marketing mix ini merupakan strategi
268

mencampurkan kegiatankegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan


hasil paling memuaskan. Ada 4 komponen yang tercakup dalam kegiatan marketing mix ini yang terkenal
dengan sebutan 4P:
1. Produk
Produk adalah sesuatu yang dihasilkan dari sebuah proses yang dapat menghasilkan kepuasaan
atau manfaat bagi pengguna (user) yang dapat ditawarkan ke pasar dan akan mempengaruhi persepsi
pelanggan dalam melakukan pembelian. Muhammad SAW. dalam paktik elemen produk selalu
menjelaskan kualitas barang yang dijualnya. Kualitas produk yang dipesan oleh pelanggan selalu sesuai
dengan barang yang diserahkan. Seandainya terjadi ketidakcocokan, beliau mengajarkan, bahwa pada
pelanggan ada hak khiyar, dengan cara membatalkan jual beli.
2. Price (harga)
Harga merupakan jumlah uang yang harus ditukarkan oleh konsumen untuk mendapatkan
manfaat kepemilikan suatu produk atau jasa.Penetapan harga ini tidak mementingkan keinginan
pedagang sendiri, tetapi harus mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat.Dalam ajaran
syariah tidak dibenarkan mengambil keuntungan sebesar-besarnya, tetapi harus dalam batas kelayakan.
Harga merupakan kekuatan nilai tukar barang dan jasa yang dapat menigkatkan volume penjualan dan
keuntungan perusahaan.
3. Place (tempat)
Place (tempat) berarti berhubungan dengan dimana perusahaan jasa harus bermarkas dan
melakukan aktivitas kegiatannya.Perusahaan harus memilih saluran distribusi dan menetapkan tempat
untuk kegiatan bisnis.
4. Promotion (promosi)
Promotion (promosi) adalah komunikasi informasi antara penjual dan pembeli yang bertujuan
untuk mengubah sikap dan tingkah laku pembeli, yang tadinya tidak mengenal kemudian mengenal
sehingga menjadi pembeli dan tetap mengingat produk tersebut. Promosi bertujuan untuk meningkatkan
informasi dan meyakinkan konsumen akan manfaat produk yang dihasilkan. Dalam kegiatan
memasarkan barang tidak diperbolehkan menipu (sumpah palsu) untuk melariskan penjuaanya. Seperti
yang di riwayatkan oleh (HR Muslim): Sumpah yang diucapkan untuk melariskan dagangan, dapat
merusak keuntunganya.

Daftar Pustaka
Alma Buchari, Manajamen Pemasaran dan Pemasaran JasaBandung: Alfabeta, 2013
Alma Buchari dan Priansa Juni Donni, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung: Alfabeta, 2014
Fahmi Irham, Manajemen Pebankan Konvensional & Syariah (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015)
Mas’ud, Machfoedz dan Machfoedz Mahmud, Kewirausahaan, (Yogyakarta: UPP AMPN KPN, 2004)
269

Muhammad Syakir Sula dan Hermawan Kartajaya, Syariah Marketing, (Bandung: Mizan Media Utama,
2006)
Collected by Muharrik Fitragara Fachreza
087778963259
270

MANAJEMEN OPERASI SYARIAH

Fungsi Dasar Strategi Manajemen Operasi


Pada 2008, Ford Motor Company menata ulang perusahaan mereka menggunakan apa yang
dikenal sebagai 10 area operasi strategis. Hal ini memungkinkan organisasi menjadi lebih fleksibel dan
berhasil membuat perusahaan selamat dari krisis keuangan tanpa menerima dana talangan pemerintah.
Toyota, Google dan Jet Blue juga dikenal karena menggunakan sistem 10 area dalam semua kegiatan
bisnis mereka. Ini digunakan di seluruh industri sebagai panduan untuk manajemen operasi. Area-area
tersebut adalah:
1. Barang dan jasa (Goods and Services): Ini termasuk mencari cara untuk menerapkan konsistensi
dalam biaya, kualitas, dan sumber daya di semua divisi bisnis.
2. Manajemen Kualitas (Quality Management): Jelaskan permintaan pelanggan dan kemudian penuhi
harapan tersebut. Gunakan riset pasar untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan pengujian
jaminan kualitas batch pada produk dan layanan dalam produksi.
3. Desain Proses dan Kapasitas (Process and Capacity Design): Strategi desain yang mendukung
semua tujuan produksi termasuk teknologi dan sumber daya. Peta aliran nilai dapat membantu
menentukan proses apa yang diperlukan dan bagaimana membuatnya berjalan efisien.
4. Lokasi (Location): Dalam mengembangkan strategi lokasi pertimbangkan rantai pasokan dan
bagaimana lokasi akan menerima pasokan, pergerakan barang dan jasa secara internal dan ke
pelanggan, dan peran pemasaran dan hubungan masyarakat dalam pemilihan lokasi.
5. Desain dan Strategi Tata Letak (Layout Design and Strategy): Pertimbangkan penempatan meja,
workstation, dan bagaimana bahan dikirim dan digunakan.
6. Sumber Daya Manusia dan Desain Pekerjaan (Human Resources and Job Design): Menerapkan
program peningkatan berkelanjutan dengan ulasan reguler, memberikan pelatihan berkelanjutan
untuk karyawan, dan melembagakan program kepuasan karyawan untuk mencapai kesuksesan di
bidang ini.
7. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain): Menentukan strategi terbaik untuk merampingkan,
efektif biaya, dan mengembangkan mitra tepercaya.
8. Inventory: Pasar yang berbeda berarti tantangan yang berbeda dalam hal inventory tetapi semua
perlu membuat strategi dan merencanakan kontrol inventory mereka. Cuaca, kekurangan pasokan,
dan tenaga kerja semuanya memengaruhi cara organisasi mempertahankan inventory-nya.
9. Penjadwalan (Scheduling): Pertimbangkan produksi dan orang. Ajukan pertanyaan seperti berapa
banyak produk yang dibutuhkan untuk diproduksi untuk pelanggan dalam waktu yang dibutuhkan?
Berapa banyak orang dan berapa banyak mesin yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan secara
efektif dan efisien? Ini berbeda antara departemen industri dan bisnis. Misalnya, ruang gawat
darurat perlu mempertahankan jadwal yang berbeda dari kantor perusahaan rumah sakit.
271

10. Pemeliharaan (Maintenance): Ini termasuk perawatan orang dan mesin, serta, proses. Apa yang
perlu Anda lakukan untuk menjaga kualitas dan menjaga sumber daya yang dapat diandalkan dan
stabil?

10 area ini dapat diterapkan pada bisnis ukuran apa pun untuk meningkatkan efisiensi, tidak hanya
raksasa global seperti Ford dan Jet Blue.

Manjemen Operasi Perspektif Islam


Keputusan-keputusan yang terkait dalam manajemen operasi dalam perspektif syariah pada
hakekatnya sama dengan manajemen operasi umum, yaitu yang dikenal dengan sepuluh keputusan kritis,
“ten critical decisions” dari Jay dan Render, 1997 \,yaitu kualitas (quality), desain produk (product
design), desain proses (process design), lokasi (location), tata letak (layout), sumber daya manusia
(human resources), manajemen rantai pasokan (supply chain management), persediaan (inventory),
penjadualan (scheduling), dan pemeliharaan (maintenance), yang ditambah dengan prinsip syariah dan
etika bisnis Islam.
272

Pada prinsipnya, Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah merupakan implementasi prinsip-
prinsip syariah dan etika bisnis Islam dalam bidang Manajemen Operasi

Manajemen
operasi
syariah

Manajemen Prinsip Etika


operasi Syariah Bisnis
umum Islam

Prinsip syariah dalam Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah diawali dengan Islam sebagai
agama rahmatal-lil-‘alamin (agama yang diperuntukkan semua manusia). Pada dasarnya ada dua aspek
penting dalam Islam yaitu Ibadah dan Mu’amalah (hubungan antar manusia). Dalam konteks ibadah,
prinsip atau hukum asalnya adalah segala sesuatunya dilarang untuk dikerjakan, kecuali yang ada
petunjuknya dalam al Qur’an dan hadits. Dalam konteks mu’amalah, prinsip atau hukum asalnya adalah
segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali jika ada larangan dalam al Qur’an dan hadits. Dalam konteks
mu’amalah inilah manajemen operasi diaplikasikan.
Secara prinsip, aspek kesyariahan dalam manajemen (Gambar 3) meliputi tiga bidang yaitu:
• Haram zat (barang) yang diperdagangkan, misalnya mengandung: daging babi, khamar, bangkai,
dan darah
273

• Haram untuk dilakukan (selain zatnya), misalnya: tadlis (penipuan), gharar (ketidakpastian),
ikhtikar (rekayasa pasar dalam suplai), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam permintaan), riba (3
macam), maysir (perjudian), dan risywah (suap menyuap)
• Tidak sahnya akad (perjanjian) karena tidak terpenuhinya hal-hal antara lain : rukun (pelaku,
objek, dan ijab kabul), syarat (kondisi melengkapi rukun), terjadi ta’alluq (dua akad yang saling
dikaitkan/disyaratkan), terjadi ”2 in 1” (terjadi dua akad sekaligus sehingga timbul gharar)
CAKUPAN ISLAM

AKIDAH (keimanan) SYARIAH (peraturan) AKHLAK (kepribadian)


→ Rukun (pokok-pokok) → Peraturan dan hukum yang → Ihsan: engkau beribadah
keimanan Islam: berisi perintah dan larangan dari seolah engkau melihatNya, jika
1.Iman kepada Allah SWT Allah SWT kepada manusia engkau tidak melihatNya maka
2.Iman kepada malaikat Dia melihatmu
3.Iman kepada kitab suci
4.Iman kepada nabi & rasul
5.Iman kepada hari akhir
6.Iman kepada qadha &
qadar

FIQIH
(penafsiran ulama
terhadap syariat)

IBADAH MUAMALAT
(mengatur hubungan antara manusia (mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya) dengan sesama manusia)
→ Hukum asal: → Hukum asal:
segala sesuatunya dilarang dikerjakan, kecuali segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali jika
yang ada petunjuknya dalam al Qur’an dan Hadits ada larangan dalam Qur’an dan Hadits

Haram zatnya Haram selain zatnya Tidak sahnya akad


274

(barang yang (untuk dilakukan): (perjanjian):


ditransaksikan): 1.Tadlis (penipuan)
2.Gharar (ketidakpastian) 1.Tidak terpenuhinya:
1. Daging babi 3.Ikhtikar (rekayasa pasar dalam - rukun (pelaku, objek, ijab-
2. Khamar persediaan (supply) kabul)
(memabukkan) 4.Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam - syarat (kondisi melengkapi
3. Bangkai permintaan (demand) rukun)
4. Darah 5.Riba (ada tiga macam : riba fadl, 2.Terjadi ta’alluq (dua akad yang
riba nasiah, riba jahiliyah) saling dikaitkan/ disyaratkan)
6.Maysir (perjudian) 3.Terjadi ”2 in 1” (terjadi dua akad,
7.Risywah (suap menyuap) sekaligus sehingga timbul
(gharar)

Peran syariah dalam Ilmu Manajemen adalah menyempurnakan sistem manajemen organisasi.
Oleh karena itu di universitas, pengajaran mata kuliah Aplikasi Manajemen Syariah (AMS) tidak dapat
dilepaskan keterkaitannya dengan Manajemen Dalam Perspektif Syariah (MDPS), karena yang kedua
menjadi dasar dari yang pertama. Kedua mata kuliah tersebut perlu digabung menjadi Manajemen Bisnis
Syariah dan Aplikasinya (MBSA)
MBSA = Manajemen Umum + Prinsip Syariah
+ Etika Bisnis Islam

Agar sistem di atas dapat berjalan, maka diperlukan :


• Pengidentifikasian transaksi yang dilarang bisnis, penghilangan/penggantian sistem bisnis yang
dilarang oleh syariah, meskipun sifatnya terselubung/tersamar
• Penyempurnaan tata nilai dan etika dalam manajemen bisnis; penghilangan/penggantian tata nilai dan
etika yang dilarang oleh syariah

Adapun peran syariah dalam fungsi operasional manajemen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Fungsi operasional manajemen Peran syariah untuk mengatur hal-hal:
Manajemen Operasi Disiplin dan etos kerja dalam mengoperasionalkan bisnis
Manajemen Pemasaran Hubungan bisnis antara produsen dan konsumen
Manajemen Keuangan Sistem keuangan bisnis dalam upaya mencari profit
Manajemen Sumber Daya Manusia Hubungan antar anggota dalam intern organisasi
275

Rantai Pasokan dan Industri Halal


Rantai pasokan (supply chain) mencakup berbagai aspek baik secara langsung maupun tidak
langsung, dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Rantai pasokan terkandung komponen pihak-pihak
yaitu: manufaktur, supplier, distributor, gudang, retailer, bahkan termasuk konsumen itu sendiri. Fungsi
utama adanya rantai pasokan adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mencakup:
pengembangan produk, marketing, operasi, distribusi, keuangan, dan pelayanan konsumen. Dengan
demikian integrasi rantai pasokan dapat diartikan sebagai usaha untuk mengoneksikan satu sama lain
unitunit rantai pasokan guna mencapai economies of scale atau skala ekonomis yang lebih besar sehingga
sistem rantai pasokan tersebut bisa beroperasi dengan lebih efisien.
Ada beberapa kategori produk halal yang berkembang hingga tahap industri pada saat ini yaitu:
Makanan Halal, Islamic Finance, Halal Travel, Modest Fashion, Media dan Rekreasi serta pharma-
cosmetics. Dalam Makanan Halal dan Halal Pharma-Cosmetics istilah halal berarti semua proses baik
dari hulu hingga hilir dalam pengolahan makanan terbebas dari unsur najis, hadast, dan kontaminasi
lainnya. Namun, secara lebih detailnya halal berarti: tidak mengandung elemen yang dilarang oleh syariat
Islam; tidak ada kontak dengan substansi yang dilarang selama proses produksi, transportasi, dan
penyimpanan; dan tidak disimpan dalam fasilitas atau transportasi yang dilarang. Sedangkan istilah Halal
dalam Modest Fashion bermakna pakaian yang memenuhi syariat Islam dalam menutupi aurat baik pria
ataupun wanita.

Sumber:
Heizer, J. and B. Render (2011). Operations Management. 10 th Ed
Marco Tieman et al (2013). Principle in Halal Supply Chain Management
Sarasi,Vita (2011). Urgensi Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah dalam Dunia Bisnis

Collected by Adam Adhe Nugraha


085345135157
276

MONETER ISLAM

Pengertian Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian
melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus
berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali
sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda
Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait
dengan masalah uang. (a) Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini
pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri
sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti
akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut. (b) Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan
sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan
ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan
uang (Karim, 2001).
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (a)
Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy). Adalah suatu kebijakan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi
atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy). (b) Kebijakan
Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy). Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut
juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy) (Rahardja, 2005).

Prinsip Dasar Kebijakan Moneter Islam


Kebijakan moneter atau politik moneter merupakan politik negara dalam menentukan peraturan-
peraturan dan tindakantindakan dalam lapangan keuangan negara. Secara lebih khusus kebijakan moneter
mempunyai pengertian sebagai tindakan makro pemerintah melalui bank sentral dengan cara
mempengarui penciptaan uang. Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa
mempengaruhi jumlah uang beredar, yang selanjutnya pemerintah bisa mempengaruhi pengeluaran
investasi, kemudian mempengaruhi permintaan agregeat dan akhirnya tingkat harga7 seehingga tercipta
kondisi ekonomi sebagaimana yang dikehendaki. Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada
prinsipprinsip dasar ekonomi Islam sebagai berikut ; (a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Alloh dan
Allohlah pemilik yang absolut. (b) Manusia merupakan Pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan
277

pemilik yang sebenarnya. (c) Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin
Alloh, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian
kekayaan yang dimiliki saudarasaudaranya yang lebih beruntung. (d) Kekayaan tidak boleh ditumpuk
terus atau ditimbun. (e) Kekayaan harus diputar. (f) Menghilangkan jurang perbedaaan antara individu
dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan. (g) Menetapkan kewajiban yang sifatnya
wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.8 Dalam aspek
teknis, kebijakan moneter Islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bak. Dalam Islam riba, yang
termasuk didalamnya bunga bank diharamkan secara tegas. Dengan adannya pengharaman ini maka
bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi instrument utama manajemen moneter menjadi tidak
berlaku lagi. Menejement moneter dalam Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil.

Tinjauan Sejarah: Kebijakan Moneter Rasulullah


Perekonomian jazirah arabia ketika jaman rasul merupakan ekonomi dagang bukan ekonomi yang
berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya lainnya masih terbatas. Lalu
lintas perdagangan antara romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai jalur dagang selatan.
Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang utara. Antara Syam dan Yaman
disebut jalur dagang utara selatan. Perekonomian Arab pada jaman rosululloh, bukan ekonomi
terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada masa itu telah
terjadi 9 (a) Valuta asing dari persia dan romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab,
bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan dirham. (b) Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak
ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar dan dirham. (c) Transaksi tidak tunai diterima secara
luas dikalangan pedagang. (d) Cek dan Promissory note lazim digunakan, misalnya Umar Bin Khottob
menggunakan instrumen ini ketika melakukan impor barang-barang yang baru dari Mesir ke Madinah. (e)
Instrumen factory (anjak utang) yang baru populer pada tahun 1980-an telah dikenal dengan nama
hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur riba. Pada masa itu, bila penerimaan akan uang meningkat,
maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya bila permintaan uang turun, maka komoditaslah yang
diimpor. Nilai emas maupun perak yang terkandung dalam koin dinar maupun dirham sama dengan nilai
nominalnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa penawaran uang cukup elastis. Kelebihan penawaran
uang dapat diubah menjadi barang perhiasan10. Kondisi ini dapat menyebabkan permintaan dan
penawaran uang cukup stabil. Permintaan akan uang hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
Permintaan uang untuk spekulasi tidak ada, dan penimbunan mata uang juga dilarang. Transaksi Talaqqi
Rukhban dengan mencegat penjual dari kampung diluar kota untuk mendapat keuntungan dari
ketidaktahuan harga juga tak diizinkan, karena akan menimbulkan distorsi harga yang kemudian
menyebabkan spekulasi. Koin dinar dan dirham pada waktu itu, belum dicetak sendiri oleh negara.
Penawaran uang dengan demikian hanya dilakukan dengan mempercepat peredaran uang dan
278

pembangunan infrastruktur sektor riil. Faktor pendorong percepatan perputaran uang adalah kelebihan
likuiditas, larangan penimbunan uang, dan peminjaman dengan bunga. Kebijakan moneter rosululloh,
dengan demikian selalu terkait dengan sektor riil. Disisi lain nilai mata uang sangat stabil. Kedua hal ini
membawa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang tinggi.

Tujuan Kebijakan Moneter


Untuk mencapai atau menjamin berfungsinya sistem moneter secara baik, biasanya otoritas
moneter melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Ini karena uang bukanlah suatu selubung yang
sederhana. Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor riil. Kebijakan
moneter merupakan instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi. Kebijakan moneter
dalam Islam bertujuan;
1. Kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh
Tujuan ini erat kaitannya dengan maqosid shar’iyah. Kesejahteraan ekonomi mengambil
bentuk terpenuhinya semua kebutuhan pokok manusia, hapusnya semua sumber utama kesulitan dan
peningkatan kwalitas hidup secara moral dan material. Juga terciptanya suatu lingkungan ekonomi
dimana kholifah Alloh mampu memanfaatkan waktu, kemampuan fisik dan mentalnya bagi
pengayaan diri, keluarga dan masyarakatnya. Kesejahteraan bukanlah memaksimalkan kekayaan dan
konsumsi untuk diri sendiri tanpa menghiraukan orang lain, atau untuk kelompok tertentu dan
mengabaikan kelompok yang lain. Manusia hidup didunia adalah sebagai kholifah Alloh bersama
manusia lain yang juga kholifah Alloh juga. Sumber daya yang tersedia adalah untuk semua manusia.
Karena itu pemanfaatan sumber daya oleh individu adalah syah, tetapi dibatasi sedemikian rupatidak
membahayakan bagi kebahagiaan dan kebaikan sosial.12 Bahkan mendatangkan kebaikan bagi
lingkungan sosialnya. Pemanfaatan sumber daya haruslah mempertimbangkan nilai-nilai Islam yang
antara lain (a) Kemakmuran material tidak boleh dicapai lewat produksi barang dan jasa yang tidak
sensial dan secara moral dipertanyakan. (b) Tidak boleh memperlebar kesenjangan sosial antara si
kaya dan si miskin. (c) tidak boleh menimbulkan bahaya pada generasi sekarang atau yang akan
datang dengan merusak lingkungan fisik dan moral.
2. Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan
Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Konsep ini mengandung
dua unsur pengertian. (a) suatu bentuk keseimbangan dan perbandingan antara orang yang memiliki
hak. (b) Hak seseorang hendaklah diberikan dan diserahkan dengan seksama.14 Nilai-nilai keadilan
berpijak pada prinsip persamaan dan persaudaraan. Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh kekayaan dalam meningkatkan kesejahteraaan hidupnya tanpa membedakan ras dan
golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Persaudaraan mempunyai pengertian bahwa setiap
individu adalah saudara. Mereka adalah makhluk Alloh dan harus saling menyayangi15 Namun,
279

keadilan bukan penyamarataan dalam distribusi kekayaan. Hal ini karena setiap individu mempunyai
perbedaan-perbedaan yang memungkinkan terjadinya perolehan kekayaan. Juga bukan penguasaan
kekayaan yang maksimal dan mempertahankan kekayaan untuk diri sendiri sebagai refleksi hak atas
jerih payahnya.
3. Stabilitas Nilai Uang
Stabilitas nilai uang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian baik
secara ediologi maupun praktek, karena uang menentukan nilai dan harga suatu barang dan jasa.
Ketidak menentuan uang mengakibatkan kerusakan perekonomian, karena orde ekonomi didasarkan
pada prinsip penawaran sebelum permintaan, sehingga peramalan suatu harga dengan tapat menjadi
sulit dilakukan. Ketidak menentuan nilai uang yang lebih berbentuk inflasi dari pada deflasi,
menunjukkan bahwa uang tidak dapat berfungsi sebagai suatu satuan hitung yang adil dan benar, dan
menyebabkan pelaku ekonomi berlaku tidak adil pula terhadap pelaku lain dengan tidak disadarinya,
dengan memerosotkan aset-aset moneter tanpa sepengetahuannya. Inflasi memperburuk iklim ketidak
pastian dimana keputusan-keputusan ekonomi diambil, menimbulkan kekawatiran pada formasi
modal dan menyebabkan mislokasi sumber daya. Dan bahkan cenderung merusak nilai-nilai moral
karena memberikan imbalan kepada usaha-usaha spekulasi yang pada akhirnya menimpakan kerugian
pada aktivitas-aktivitas produktif serta memperparah ketidak merataan pendapatan. Stabilitas nilai
uang adalah prioritas utama dalam kegiatan manajemen moneter Islam. Stabilitas nilai uang yang
tercermin dalam stabilitas tingkat harga sangat berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi suatu negara seperti ; pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan distribusi
pendapatan dan kekayaan, tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang optimum perluasan kesempatan
kerja dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Strategi Kebijakan Moneter Islam


Bagaimanapun juga tujuan-tujuan kebijakan moneter itu tidak dapat dicapai tanpa adanya suatu
strategi yang tepat. Di sinilah Islam memiliki keunggulan nyata, bukan saja tujuan-tujuan yang
merupakan bagian integral dari ideologi Islam, tetapi juga sebagian strategi merupakan dari syarῑah dan
tidak dapat dipisahkan. Elemen terpenting dari strategi Islam untuk mencapai tujuan-tujuan Islam adalah
terintegrasinya semua aspek kehidupan keduniaan dengan aspek spiritual untuk menghasilkan suatu
peningkatan moral manusia dan masyarakat di mana ia hidup. Tanpa peningkatan moral semacam ini tak
satupun sasaran akan dapat diwujudkan dan kesejahteraan manusia yang hakiki sulit dicapai. Hal ini
memfokuskan perhatian kita kepada konsep kesejahteraan dalam Islam. Kesejahteraan manusia hanya
dapat direalisasikan melalui pemenuhan kebutuhan material dan spiritual manusia sedemikian rupa,
sehingga salah satu dari kedua aspek ini tidak ada yang diabaikan.
280

Dari pembahasan di atas jelas bahwa meskipun secara umum tujuan sistem moneter Islam hampir
sama dengan sistem moneter ekonomi lainnya yakni, kesejahteraan. Namun pada tataran strategi berbeda
jauh, teori ekonomi kapitalis yang mengandalkan kekuatan pasar saja, sedangkan Marxisme
mengandalkan negara sebagai pemegang penuh atas kendali aktivitas perekonomian beserta kebijakan-
kebijakannya. Dalam Islam individu sebagai khalῑfah di muka bumi harus mampu bertangung jawab atas
dirinya dan negara sebagai garda terakhir apabila individu itu sudah tidak mampu menjamin
kesejahteraannya. Secara praktis dalam manajemen moneter Islam tidak diperkenankan mengunakan suku
bunga, karena sebagaimana dasar dari sistem ekonomi Islam bahwa riba itu haram, sedangkan suku bunga
adalah ribᾱ. Oleh karena itu strategi moneter Islam harus menangalkan suku bunga. Dasar pemikiran dari
menajemen moneter Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan
uang tersebut kepada tujuan-tujuan yang penting dan produktif, sehingga setiap instrumen yang akan
mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak produktif akan ditinggalkan.
Dengan kata lain peredaran uang diusahakan dialokasikan kapada sektor rill yang produktif, oleh
karena itu dalam Islam tidak ada permintaan uang untuk spekulasi sebagaimana yang dikenal dalam teori
Keynes yang mengklasifikasikan permintaan uang menjadi tiga motif, motif untuk transaksi, berjaga-jaga
dan spekulasi. Adapun strategi moneter Islam adalah penghapusan suku bunga dan kewajiban
pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur, sehingga akan menghilangkan inisiatif orang
untuk memegang uang idle sehingga mendorong orang untuk melakukan: a) Qard (meminjamkan harta
kepada orang lain). (b Penjualan Muajjal. (c Muḍᾱrabah. 5 Para pemilik dana akan menginvestasikan
dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan besar terbesar (actual return), jadi semakin tinggi
permintaan uang untuk investasi disektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi
semakin besar maka, tingkat keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena
besarnya tingkat actual retrun ini tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, maka akan menjadikan
permintaan uang akan lebih stabil.

Instrumen Kebijakan Moneter Islam


Strategi kebijakan moneter harus diimplementasikan pada tataran teknis, dalam hal ini instrumen
moneter Islam, sebagaimana strategi moneter Islam yang melarang pengunaan bunga, maka instrumen
moneter Islam juga demikian. Penjelasan mengenai instrumen moneter dalam Islam, akan dijelaskan
berdasarkan tiga mazhab, yakni mazhab Iqtiṣᾱdunᾱ, mazhab mainstream dan mazhab alternatif.
perbedaan dari ketiga mazhab ini dapat disebabkan karena masa atau zaman yang berbeda, adapun
instrumen yang digunakan dari ketiga mazhab tersebut adalah:
1. Mazhab Iqtiṣᾱduna
Pada masa awal Islam dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijakan moneter
dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya pengunaan uang. Jadi hampir tidak
ada alasan untuk mengubah penawaran dan permintaan uang karena kredit pada waktu itu hanya
281

berlaku di antara pedagang saja. Instrumen moneter yang digunakan adalah Promissory Notes atau Bill
Of Exchange, surat ini dapat dijadikan sebagai pinjaman untuk mendapatkan dana segar, namun surat
tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Kreditor dapat menjual surat tersebut namun
debitor tidak dapat menjual surat tersebut. Karena itulah tidak ada pasar untuk jual beli negotiable
instruments, spekulasi dan pengunaan pasar uang menjadi tidak ada. Jadi sistem kredit tidak
menciptakan uang.
2. Mazhab Mainstream
Tujuan dari kebijakan moneter adalah maksimalisasi sumber daya (resources) yang ada agar
dapat dialokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif. Oleh sebab itu mazhab ini merancang
instrumen kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang (Md) agar
dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian. Oleh karena itu dalam ekonomi
Islam tidak ada permintaan uang (Md) untuk spekulasi. Motif permintaan uang (Md) dalam Islam ada
dua, motif transaksi (transaction motive) dan motif berjaga-jaga, (precautionary motive), semakin
banyak uang yang idle, maka berarti permintaan uang untuk berjaga-jaga (Mdprec) semakin besar.
Sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang idle, berbanding terbalik dengan
permintaan uang untuk berjaga-jaga. Dues Of Idle Fund adalah instrumen kebijakan yang dikenakan
pada semua aset produktif yang idle. Apabila permintaan uang untuk berjaga-jaga meningkat (Mdprec)
meningkat, maka usaha yang dapat dilakukan oleh otoritas moneter untuk mengembalikan pada titik
equilibirium adalah dengan cara meningkatkan dues of idle fund. Semakin tinggi dues of idle fund yang
dikenakan terhadap uang yang idle, akan menyebabkan masyarakat untuk enggan menyimpan uang
yang idle tersebut. Sehingga masyarakat akan lebih suka untuk mengalokasikan uang idle tersebut ke
sektor ekonomi yang produktif.
3. Mazhab Alternatif
Sistem moneter yang dianjurkan oleh mazhab ketiga ini adalah Syuratiq Process yaitu di mana
suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya
dengan sektor riil. Jadi kebijakan yang ditempuh yang dituangkan dalam instrumen moneter merupakan
integrasi dan penyesuaian antara sektor moneter dengan sektor riil. Mazhab ini mengatakan bahwa
keseimbangan yang terjadi di sektor moneter adalah derivasi dari keseimbangan yang terjadi di sektor
riil. Artinya jika terjadi peningkatan kegiatan di sektor riil, dengan ditandainya peningkatan Agregat
Demand (AD), maka otoritas moneter juga harus menambah jumlah uang beredar (Money Supply/MS).
Dengan kata lain sektor moneter tidak boleh meningalkan sektor riil, harus ada harmonisasi antara
kedua sektor tersebut, apa yang terjadi ketika sektor moneter meningalkan sektor rill (keadaan di mana
jumlah uang beredar di masyarakat jauh melampaui kebutuhan untuk kegiatan ekonomi), tidak lain
adalah adanya inflasi.
Jika inflasi terjadi apalagi tinggi, maka akan ada pihak-pihak yang dirugikan, bagi konsumen
282

yang pendapatannya tetap, bila terjadi inflasi tentu akan mengurangi daya beli (Purchasing Power
Parity), selanjutnya dalam tataran makro akan terjadi penurunan Agregat Demand (AD), hal ini
berdampak luas pada lesunya perekonomian dan pendapatan nasional pun akan terpengaruh negatif.
Dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat juga akan semakin jauh dari pencapaian.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita lihat bahwa sistem moneter Islam yang di
breakdown hingga ke instrumen moneter menunjukkan konsistensinya dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya, tidak diskriminatif atau satu pihak saja yang diuntungkan, melainkan semua
pihak baik yang memiliki dana maupun yang tidak memiliki dana. Dalam moneter Islam, uang
diharapkan berputar pada semua lapisan masyarakat. Tujuannya tak lain adalah agar semua kalangan
dapat melakukan kegiatan ekonomi, sehingga kesejahteraan umum akan dapat dicapai.
Contoh dari konsistensi dari sistem moneter Islam supaya uang bergerak disemua kalangan masyarakat
diantaranya:
- Adanya zakat maal bagi kekayaan yang mencapai nisab. Sehingga orang yang mempunyai
kekayaan lebih dapat tersalurkan pada orang yang tidak memiliki kekayaan untuk bertransaksi
ekonomi.
- Adanya pajak bagi harta yang idle (tertahan), hal ini juga upaya agar harta berputar di semua
kalangan.
- Pengunaan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) dalam transaksi finansial. Secara garis besar
bahwa jika harta dapat berputar pada semua golongan baik yang miskin maupun yang kaya, maka
transaksi ekonomi akan semakin meningkan dan berpengaruh secara signifikan terhadap
pendapatan nasional. Besarnya pendapatan nasional yang dibarengi dengan pemerataan distribusi
pendapatan akan menciptakan kesejahteraan umum.

Daftar Pustaka :
- SISTEM MONETER ISLAM: MENUJU KESEJAHTERAAN HAKIKI Oleh : Aan Nasrullah,
Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol. 13, No. 2 Desember 2016: 272-287
- KEBIJAKAN MONETER DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH Oleh : Nur Aini
Latifah, MODERNISASI, Volume 11, Nomor 2, Juni 2015
- KEBIJAKAN MONETER BERBASIS PRINSIP-PRINSIP ISLAM Oleh : Amien Wahyudi,
Justitia Islamica, Vol. 10/No. 1/Jan.-Juni 2013

Collected by Gusti Dirga Alfakhri Putra


085269848508
283

KEBIJAKAN FISKAL ISLAM

Guarantee of minimum level of living in an Islamic State


Cara dan sarana pemenuhan kebutuhan
1. Sumber utama untuk memenuhi kebutuhan individu adalah pendapatannya sendiri.
2. Sumber lainnya berasal dari kerabat
3. Sedekah individu, dukungan dari organisasi filantropi dan kerelawanan juga dapat menjadi
sumber dukungan substansial bagi yang membutuhkan.
4. Ada beberapa kebutuhan sementara atau tidak sengaja yang dapat disediakan seseorang dengan
persiapan terdahulu (asuransi dan dana pensiun). Ketika masing -masing individu tersebut tidak
bisa memenuhi hak tersebut maka akan menjadi beban pada otoritas sosial untuk mengatasi
masalah seperti ini. Sehingga suatu negara perlu membentuk program komprehensif yang dapat
mengatasi masalah ini (Jaminan kesehatan nasional dan sejenisnya).
5. tanggung jawab utama untuk pemenuhan kebutuhan terletak pada negara Islam. Jika seseorang
yang membutuhkan gagal menemukan dukungan dari orang-orang terdekatnya dan sumber-
sumber pribadi lainnya, negara berkewajiban untuk datang membantu.
6. Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian tetap diperlukan dengan tujuan memudahkan
redistribusi pendapatan.

Implikasi Kebijakan Kontemporer


1. Sebelum menjelaskan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan
kebutuhan universal, terdapat tiga prinsip yang dapat digunakan pada pembahasan kali ini
- Pertama, setidaknya perlu ada intervensi dalam proses pasar yang menhasilkan harga
komoditas dan faktor produksi, pengalokasian sumber daya dan pendistribusian produk.
- Kedua, dalam jangka panjang tujuannya adalah menjadikan orang yang membutuhkan
dapat memperoleh sarana yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya,
sehingga membuatnya tidak lagi membutuhkan jaminan sosial.
- Terakhir, sangat penting bahwa tujuan pemenuhan kebutuhan diwujudkan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, terlepas dari sejauh mana gangguan dengan proses pasar
yang dilibatkan. Dalam keadaan apa pun, tujuan ini tidak dikorbankan untuk tujuan lain
seperti pertumbuhan atau kebebasan.
2. Bantuan langsung pendapatan bagi masyarakat miskin
Transfer langsung pendapatan kepada orang miskin adalah kebijakan yang sudah mapan dalam
tradisi Islam. mulai berlaku dengan diberlakukannya retribusi zakat wajib di tahun kedua setelah
hijrah. Dalam jangka pendek, metode ini lebih disukai daripada beberapa metode lain yang
284

dibahas di bawah karena melibatkan sedikit gangguan pada proses pasar, maka efek alokatifnya
minimal bekerja. Akan tetapi perlu diperhatikan efeknya terkait insentif bekerja bagi orang yang
membutuhkan.
3. Ketentuan public dari konsumsi barang dan jasa
Tidak sepenuhnya konsumen bisa menjadi pengalokasi sumber daya yang optimal. Sehingga
diperlukan intervensi pemerintah dalam menyediakan barang yang memang dibutuhkan bagi
masyarakat. Kondisi ini harus dipenuhi ketika permintaan pada barang terkait kesehatan,
pendidikan, air bersih dal sejenisnya akan menjadi tidak efisien jika dilakukan secara individu.
Sehingga langkah ini memang diperlukan ketika dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
4. Intervensi pada pasar komoditas dan faktor produksi
Pemerintah mempunyai kewajiban pada kondisi normal memiliki untuk memastikan praktik yang
adil dari setiap agen ekonomi, dan membiarkan harga komoditas dan faktor produksi ditentukan
oleh mekansime pasar.
Intervensi dibutuhkan pada kondisi;
- urgensi pemenuhan kebutuhan.
- Tidak seimbang dan adil pada distribusi awal dari pendapatan dan kekayaan yang
merampas bagian-bagian populasi dari setiap akses ke pasar.
- fakta bahwa pasar aktual tidak pernah bebas dari praktik korupsi.
tujuan intervensi pada pasar komoditas adalah untuk memastikan persediaan barang dan jasa
penting yang memadai dengan harga yang wajar.
5. Kepemilikan dan aturan kekayaan
Pada konteks ini pemerintah perlu memastikan distribusi yang lebih adil dari pendapatan dari aset
yang produktif dalam jangka panjang melalui berbagai mekanisme yang sesuai.
6. Peran sektor swasta
Pada tahapan apapun perlu peranga ktif dari sektor swastaa untuk memnuhi berbagai kebutuhan
pada level negara, sehingga pemerintah perlu mengkoodinir dan memberika sarana yang membuat
mereka dapat berkontribusi pada kegiatan yang berdampak positif dalam perekonomian. Seperti
peningkatan teknologi, penciptaan lapangan kerja, maupun investasi.
7. Kebutuhan kerjasama international
Mengenal satu sama lain merupakan kewajiban dan Muslimdiperintahkan untuk saling tolong
menolong sehingga dalam konteks negara khususnya pada aspek ekonomi kerja sama
internasional tidak bisa di hindarkan. Khusunya pada kasus negara yang lebih maju men=mbantu
negara yang miskin.
285

Pengeluaran publik dalam negara Islam


● Tujuan Ekonomi dari negara Islam adalah:
- Pemenuhan kebutuhan
- Pembangunann dan pengurangan ketimpangan.
- Lapangan kerja, stabilitas dan perkembangan ilmu pengetahuan adalah tujuan pelengkap
yang perlu dipenuhi untuk memastikan realisasi dari tujuan utama.
● Diskusi ini diikuti oleh pernyataan fungsi negara Islam yang melibatkan tiga kategori di mana
main heads dari pengeluaran publik dipelajari.
1. Permanent heads dari pengeluaran publik yang diamanatkan oleh syariah
- Pertahanan
- Hukum dan keamanan
- Peradilan
- Pemenuhan kebuthan
- Dakwah
- Amal maruf nahi munkar
- Administrasi sipil
- pemenuhan kewajiban sosial seperti yang gagal dipenuhi oleh sektor swasta.
2. Pengeluaran yang diperlukan saat ini
- perlindungan terhadap lingkungan
- Penyediaan barang publik yang diperlukan diluar yang termasuk pada daftar pertama
- Penelitian ilmu pengetahuan
- Pembentukan modal dan pembangunan ekonomi
- Subsidi untuk aktivitas swasta prioritas
- Pengeluaran yang diperlukan sebagai kebijakan stabilisasi
3. pengeluaran yang dibutuhkan untuk mengatur kegiatan tambahan yang ditugaskan untuk
negara oleh rakyatnya.
● Keuangan publik merupakan kepercayaan dan harus digunakan untuk kepentingan publik. Dana
ini tidak boleh digunakan untuk manfaat pribadi dan penguasa, dan penggunaannya harus
diberlakukan secara adil tanpa ada disriminasi atas dasar apapun.
● Kewajiban Fardu Kifayah bisa tidak terpenuhi oleh individu karena:
- Lack of information
- Moral Failure
- Lack of resources or technical difficulties
● Insentif individu untuk bekerja akan berkurang ketika terdapat kemungkinan seseorang
mendapatkan pendapatan tanpa perlu bekerja atau dipenuhi oleh pihak lain.
286

● Karena adanya kemungkinan dampak disinsentif mengenai kerja dapat diminimalisir dengan dua
cara;
Pertama individu yang memiliki kemampuan untuk bekerja harus dimotivasi untuk tidak meminta
pemberian sehingga harus bekerja dan mendapatkan pendapatan.
Kedua, negara tidak boleh untuk melanjutkan bantuan untuk sipaya yang bisa bekerja dan
harusnya membantu untuk mendorong mereka mendapatkan pekerjaan yang memberikan
penghasilan.
● Prioritas dalam pengeluaran publik harus dapat mendukung maqashid syariah.

Pinjaman Publik Dalam Sejarah Awal Islam


Dasar dari prinsip dibawah ini dilandasi oleh praktik pinjaman publik yang dilakukan sejak
zaman Rasulullah Saw hingga peenerusnya, untuk penjelasan lebih rinci hal - hal yang menjadi pedoman
sila mengacu pada buku referensi Role of The State in The Economi: an Islamic Perspective karya M.
Nejatulah Siddiqi. .
1. Melakukan pinjaman ketika membutuhkan diperbolehkan meskipun berasal dari nonmuslim.
2. Tujuan pemenuhan kebutuhan merupakan alasan utama yang menjustifikasi peminjaman.
3. Sejarah terdahulu tidak menunjukan pinjaman untuk membiayai pembangunan ekonomi, tetapi
terdapat bukti yang tidak langsung dapat menjustifikasi kasus yang sama di era dimana
pembangunan ekonomi (khususnya di negara dunia ketiga) menjadi sine qua non sebagai
pemenuhan kebutuhan, sebagaimana pemenuhan kebutuhan untuk berjihad pada masa lalu.
4. Dalam islamic world-view, peminjam tidak mendapatkan imbal hasil duniawi, tetapi pinjaman
publik menganggap pemberi pinjaman termotivasi oleh pertimbangan moral dan religius. Hal ini
memotivasi orang untuk membirkan qardul hasannya.
5. negara harus membayar kembali apa yang dipinjamnya bahkan jika untuk melakukannya
memerlukan pinjaman lebih lanjut.

Daftar Pustaka :
M. Nejatullah as-shadiqi, The role of the state in islam: an economic analysis.
Umer chapra, Islam and Economic Depelopment.

Collected by Farhan Medio Yudantyo


081228422744
287

ISLAM DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Pembangunan ekonomi konvensional dan inkonsistensinya


Sistem ekonomi pasar dan sosialisme tidak sepenuhnya berhasil mewujudkan pembangunan yang
berkeadilan, hal ini dibuktikan dengan adanya modifikasi selama bertahun tahun meskipun dengan satu
strategi tertentu. Akan tetapi, ironisnya negara muslim seringkali mengikuti strategi diantara kedua sistem
tersebut padahal memiliki worldview yang jelas berbeda dengan Islamic worldview. Bukti dari
ketidakyakinan dari masing masing strategi adalah bahwa ekonomi pembangunan melewati tiga fase.
Fase pertama adalah pertumbuhan ekonomi lama dari ekonom klasik yang menjelaskan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang dalam kerangla liberal kapitalisme laissez-faire. Pertumbuhan
ekonomi ini yang melatarbelakangi dan menjadi pusat perhatian para ekonom klasik untuk membahas
area lain dari ilmu ekonomi. Ekonomi pembangunan kembali diannggap penting setelah perang dunia
kedua ketika negara ketiga menjadi independen dan analisis masalah yang berkaitan dengan
pembangunan menjadi perhatian. Namun, kapitalisme laissez-faire pada saat itu telah kehilangan posisi
sebagai akibat dari Great Depression yang terjadi di Amerika serikat dan masalah-masalah rekonstruksi
pasca-Perang, kemudain hal ini diikuti dengan ekonomi dan sosialisme Keynesian menjadi populer.
Dalam fase kedua ekonomi pembangunan, fokusnya bergeser dari liberalisme ekonomi klasik dan
neo-klasik. Terjadi ketergantungan yang lebih rendah pada pasar dan peran yang lebih besar bagi
pemerintah dalam perekonomian. Tetapi ketika strategi Keynesian dan sosialis mulai melemah di Barat
pada 1970-an dan terjadi kebangkitan liberalisme dan ekonomi neo klasik, ekonomi pembangunan
memasuki fase ketiga dengan pergeseran fokus lain. Pasar ini menjadi semakin pro-bebas. Akibatnya,
banyak masalah yang sekarang dihadapi oleh negara-negara berkembang disalahkan pada peran dominan
negara dalam perekonomian dan peningkatan pengeluaran sektor publik selama tiga dekade pada tahun
1950- 1970an.
Hal yang dipermasalahkan darikondisi ini adalah penggunaan yang tidak efisien dari sumber daya
yang langka, ketidakseimbangan makroekonomi dan eksternal yang terlalu besar, meningkatnya
ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan, atau ketegangan sosial.
Ketidakonsistenan dari ekonomi pembangunan bermula dari menekankan peran pasar berubah
menjadi peran negara dan akhirnya kembali ke pasar. Ini menyebabkan analisis dan rekomendasi
kebijakan menghasulkan inkonsistensi dan ketidakpastian pada program-program pembangunan di negara
berkembang. Ketika hal tersebut terjadi maka akan mendorong dampak buruk bagi perekonomian. Tugas
yang dihadapi negara-negara ini sekarang sangat sulit. Mereka tidak hanya mengembangkan ekonomi
mereka dengan cara yang akan mengarah pada efisiensi dan keadilan yang lebih besar dalam penggunaan
sumber daya mereka yang sangat langka, tetapi juga untuk menghilangkan ketidakseimbangan yang
dihasilkan akibat kesalahan rekomendasi kebijakan.
Antara ekonomi neo-klasik dan ekonomi sosialis keduanya sama sama memiliki pendekatan
288

sekular dalam menganalisis permasalahan manusia dan realisasi dari kesejahteraan manusia. Kedua aliran
ini menekankan terlalu banyak pada konsumis dan harta benda sebagai sumber dari kebahagian manusia
dan tidak berkomitmen untuk mewujudkan persaudaraan antar manusa dan keadilas sosial ekonomi.
Keduanya bersifat positivistik sehingga mengabaikan peras nilai dan moral dalam hal mengalokasikan
serta mendistribusikan sumber daya dan menekanan peran pasar atau negara. . Perspektif mereka yang
benar-benar duniawi ini tidak memberikan alasan untuk hal lain selain materialisme dan Darwinisme
sosial. Dalam kerangka kerja ini tidak ada motivasi untuk melayani kepentingan sosial kecuali jika itu
secara otomatis berfungsi sebagai hasil tidak langsung dari melayani kepentingan diri sendiri.

The Islamic Strategy


1. Equitable Filtering of Excess Claims
Islam membantu menambahkan filter untuk memastikan keadilan dalam membatasi klaim
yang tidak terbatas terhadap sumber daya yang langka. Filter tersebut adalah moral dengan cara
mengubah skala preferensi sesuai dengan prioritas sosial sehingga setidaknya meskipun tidak
menghilangkan dapat membatasi klaim yang tidak penting dan tidak adil dari sudut pandang
mewujudkan tujuan sosial. Kegiatan yang dilarang secara moral seperti mengurangi kesejahteraan
dapat diminimalisasi. Sehingga setelah filter ini bekerja, price filter akan bekerja secara efektif dalam
mengaloasikan sumber daya secara efisien dan adil.
2. Motivation
Permasalahan kedua yang dihadapi setiap masyarakat adalah bagaimana memotivasi individu
untuk melaani kepentingan sosial yang sesuai dengan filter moral tanpa menrusak kepentingan
pribadinya. Apa yang Adam Smith lakukan untuk mengatasi konflik antara kedua kepentingan itu
adalah mencoba menunjukkan bahwa melayani kepentingan diri sendiri oleh setiap individu juga
melayani kepentingan sosial. Sedangkan dalam Islam adalah kebalikannya, melayani kepentingan
sosial juga melayani kepentingan pribadi.
Islam tidak mencegah individu dari melayani kepentingannya sendiri. Pertanggungjawaban
kepada Allah Swt menjadi motivasi yang kuat dalam mendorong individu untuk mematuhi nilai-nilai
moral dan mencegah mereka dari mengejar kepentingan pribadi di luar batas kesehatan dan
kesejahteraan sosial. Kompetisi dan kekuatan pasar, yang menurut Adam Smith menjalankan fungsi
ini, tidak diragukan lagi penting untuk memainkan peran yang saling melengkapi, tetapi tidak cukup
efektif untuk memastikan kepentingan dan kesejahteraan semua orang.
3. Socio-economic Restructuring
Pada tahapan tetentu nilai dan norma, serta akuntabilitas kepada tuhan bisa jadi tidak
diindahkan. Sehingga perlu adanya rekstruktursiasi pada masyarakat sehingga tidak menimbulkan
lingkungan yang sulit untuk mengoptimalkan kesejahteraan sosial. Karena itu, perlu untuk
289

memperkuat nilai-nilai moral dengan melakukan restrukturisasi sosial-ekonomi sedemikian rupa


sehingga individu-individu merasa mungkin untuk melayani kepentingan diri mereka sendiri hanya
dalam batasan kesejahteraan sosial dan stabilitas ekonomi. Restrukturisasi berupa;
a. mentransformasikan faktor manusia dalam pembangunan untuk memungkinkannya
memainkan peran aktif dan konstruktif dalam alokasi sumber daya yang efisien dan adil;
b. mengurangi konsentrasi yang ada dalam kepemilikan alat-alat produksi sebanyak mungkin
untuk melengkapi peran transformasi moral dalam meminimalkan pengaruh kekayaan dan
kekuasaan dalam alokasi dan distribusi sumber daya;
c. menghilangkan atau meminimalkan semua konsumsi 'boros' dan 'tidak perlu' di tingkat
swasta maupun publik untuk meningkatkan tabungan dan membuat volume sumber daya
yang lebih besar tersedia untuk investasi dan pemenuhan kebutuhan;
d. mereformasi sistem keuangan dengan cara yang memungkinkannya untuk memainkan
dalam restrukturisasi di atas.
4. Role of the state
Restrukturisasi bisa jadi tidak berjalan secara efektif kecuali semua unsur bertindak secara
terpadu. Karena itu, pemerintah juga harus memainkan peran positif, berorientasi pada tujuan dalam
perekonomia. Posisi pemerintah bukan sebagai totaliter tetapi merupakan peran pelengkap melalui
internalisasi nilai-nilai Islam di masyarakat, penciptaan lingkungan sosial-ekonomi yang sehat, dan
pengembangan lembaga-lembaga pendukung yang tepat, dan bukan melalui kontrol yang berlebihan,
pelanggaran yang tidak perlu terhadap kebebasan individu , dan penghapusan hak properti.

Pendekatan dan Pengukuran pembangunan ekonomi dalam Islam


Lima langkah kebijakan disarankan di bawah ini untuk pembangunan yang dikombinasikan
dengan keadilan dan stabilitas. yaitu: (1) memperbaiki fsumber daya manusia; (2) mengurangi
konsentrasi kekayaan; (3) restrukturisasi ekonomi; (4) restrukturisasi keuangan; dan (5) perencanaan
kebijakan strategis. Beberapa langkah kebijakan ini mungkin akrab bagi mereka yang berpengalaman
dalam literatur pembangunan. Yang paling penting adalah memasukan dimensi moral ke dalam semua
parameter materi pembangunan. Tanpa integrasi moral dan materi seperti tidak mungkin mewujudkan
efisiensi serta keadilan.
1. Memperbaiki sumber daya manusia;
Manusia merupakan elemen yang tidak mungkin terpisahkan dari program pembangunan
apapun. Mereka merupakan tujuan serta sarana dari pembangunan. Mengaktualisasikan tujuan dasar
Islam perlu untuk mereformasi sumber daya manusia sehingga meemungkinkan mereka menciptakan
kotribusi yang positif bagi pembangunan dengan tetap menjaga kepentingan pribadinya dengan
kendala kepentingan sosial.
290

Oleh karena itu, tugas yang paling menantang negara-negara Muslim adalah untuk memotivasi
sumber daya manusia untuk melakukan semua yang diperlukan demi kepentingan pembangunan
dengan keadilan. Individu harus bersedia memberikan yang terbaik dengan bekerja keras dan efisien
dengan integritas, kesadaran dan disiplin, dan untuk membuat pengorbanan yang diperlukan untuk
mengatasi hambatan pada pembangunan. Mereka juga harus bersedia mengubah perilaku konsumsi,
tabungan dan investasi mereka sesuai dengan apa yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat
pertumbuhan dengan mencapai keadilan yang lebih besar dan ketidakseimbangan yang lebih rendah.
Motivasi saja, bagaimanapun, tidak cukup untuk mendapatkan yang terbaik dari manusia.
Mereka juga harus memiliki kemampuan untuk menggunakan teknologi dan metode manajemen yang
lebih baik. Sehingga mencapai hal Ini membutuhkan pelatihan dan akses ke keuangan yang tepat.
Motivasi saja mungkin tidak alam mewujudkan potensi optimal dari faktor manusia.
2. Mengurangi konsentrasi kekayaan;
Hambatan paling serius terhadap pembangunan yang disertai keadilan adalah konsentrasi yang
ada dalam kepemilikan alat-alat produksi di negara-negara Muslim, seperti halnya di semua negara
ekonomi pasar. Pembangunan yang disertai dapat tercapai kecuali jika situasi konsentrasi kepemilikan
alat-alat produksi diubah melalui penerapan langkah-langkah radikal tertentu yang diizinkan dalam
kerangka syariah, tidak mungkin untuk membuat kemajuan yang nyata dalam mewujudkan tujuan
egaliter Islam.
Strategi Islam dalam kasus ini sangat kontras dengan sosialisme yang,menghapus distribusi yang
tidak adil dari sistem kapitalisme. Akan tetapi langkah yang digunakan adalah mengurangi mengurangi
potensi manusia dengan membunuh inisiatif dan semangat berwiraausaha dengan cara kolektivisasi
dari semua alat produksi dan sentralisasi pengambilan keputusan
3. Restrukturisasi ekonomi;
Realokasi sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan yang adil tidak mungki tercapai
tanpa restrukturisasi ekonomi secara menyeluruh yang mencakup semua aspek ekonomi, termasuk
konsumsi swasta, keuangan pemerintah, pembentukan modal dan produksi.
4. restrukturisasi keuangan;
Rekstrukturisasi keuangan perlu dilakukan khususnya untuk meningkatan akses keuangan bagi
pihak - pihak yang dalam strategi pembangunan yang ada sebelumnya belum mendapatkan manfaat
dari perkembangan sistem keuangan. Sebagai contoh dalah pihak yang dianggap unbakable sepert
UMKM dan masyarakat pedesaan. Sehingga rektrukturisasi keuangan perlu dilakukan hingga semua
pihak dapat akses terhadap layanan keuangan Kurangnya pembiayaan merupakan kelemahan paling
serius dalam pengembangan pertanian kecil dan UKM. Orang miskin miskin bukan karena tidak mau
bekerja keras atau kurang keterampilan.
Mereka sebenarnya bekerja lebih keras daripada yang kaya dan memiliki lebih banyak
291

keterampilan daripada yang bisa mereka gunakan. Masalah utama mereka adalah bahwa mereka tidak
memiliki akses ke sumber daya keuangan yang diperlukan untuk menjadi wiraswasta, dan pekerjaan
berupah tidak memanfaatkan keterampilan mereka secara optimal atau tidak membayar mereka secara
memadai untuk memenuhi bahkan kebutuhan mereka, apalagi menabung untuk investasi. Pembiayaan
adalah senjata politik, sosial dan ekonomi yang kuat dan memainkan peran dominan dalam
menentukan basis kekuatan, status sosial dan kondisi ekonomi seseorang di dunia modern.
5. Perencanaan kebijakan strategis.
Menjadi tidak mungkin bagi negara muslim untuk merealisasikan Maqasid dengan adanya
berbagai kendala setidaknya mereka menggunakan apa sumber daya yang mereka miliki dan memiliki
pemahaman yang jelas sudah sampai mana mereka dan akan dibawa kemana negara tersebut.
Melakukan hal ini akan lebih efektif jika rencana kebijakan strategis jangka panjang disiapkan.
Rencana semacam itu akan memungkinkan negara untuk memperhitungkan secara realistis semua
sumber daya fisik dan manusia yang tersedia dan menetapkan serangkaian prioritas yang ditentukan
dengan baik. Ini akan membantu memberikan arahan yang jelas untuk kebijakan pemerintah dan
program pengeluaran dan memulai langkah-langkah efektif untuk menggerakkan perubahan struktural
dan kelembagaan yang diperlukan.

Daftar Pustaka :
M. Nejatullah as-shadiqi, The role of the state in islam: an economic analysis.
Umer chapra, Islam and Economic Depelopment.

Collected by Farhan Medio Yudantyo


081228422744
292

SILABUS KAJIAN NASIONAL


FORUM SILATURAHIM STUDI EKONOMI ISLAM (FoSSEI)

Materi Tingkat 1
No Materi Referensi
1 Islam The Way of Life + Islamic • Chapra, M. U. (2008). Ethics and Economics :
Worldview An Islamic Perspective. Islamic Economics
• Moralitas dalam Ilmu Studies, 1-24.
Ekonomi • Zaman, N. (2013). Sustainable Islamic
• Moralitas dalam agama Development : Recognizing the Primacy of
islam Trust, Iman, and Institution. International
• Iman dan kehidupan Journal of Economics,Management and
ekonomi Accounting 21, no. 1, 97-117.
• Islam dan akal manusia • Aydin, N. (2013). Redefining Islamic
• Islamic Worldview sebagai Economics as a New Economic Paradigm.
fondasi pembentukan Islamic Economic StudiesVol. 21, No. 1, 1-34.
ekonomi islam • Addas, W. A. (2008). Methodology of
economics: Secular versus Islamic.
• M. Aslam Haneef. (1997). Islam, The Islamic
Worldview and Islamic Economics. IIUM
Journal of Economics and Management, Vol. 5,
No. 1, pp. 40-65. (MAH)
2 Filsafat Ilmu: Filosofi Ilmu Ekis • Hafas Furqani , (2015),"Individual and society
• Ekonomi Islam sebagai in an Islamic ethical framework",
ilmu pengetahuan Humanomics, Vol. 31 Iss 1 pp. 74 – 87
• Metodologi pembentukan • Osman Bakar. Classification of Knowledge in
ekonomi islam. Re-invent Islam: A Study in Islamic Philosophies of
atau patchwork Science. Cambridge: Islamic Text Society,
• Konsep Hadd dan Fasl 1998. (OB)
• Huquq vs Self Interest • Nurzaman, M. S. (2017). Ekonomi Islam
• Islamisasi Ilmu: Islamisasi sebagai Objek Ilmu Pengetahuan. Bahan Ajar
Ekonomi Kuliah 6. Depok: PEBS FEB UI.
• Pentingnya Worldview • Nurzaman, M. S. (2017). Mengapa Perlu
dalam Pengetahuan Metodologi Ekonomi Islam. Bahan Ajar Kuliah
• Ilmu Ekonomi dan Ilmu 1. Depok: PEBS FEB UI.
Ekonomi Worldview • Zarqa, M. (2003). Islamization of economics:
• Tujuan Syariah dan The concept and methodology. Journal of King
Ekonomi Abdulaziz University: Islamic
Economics, 16(1).
• Ahmad, Khurshid. (2006). The Economic
Development in an Islamic Framework.In
Abulhasan M. Sadeq, Development Issue in
Islam. (pp. 35-58)
• Haneef, Mohamed Aslam. (2008). Critical
Survey of Islamic Knowladge (2nd Edition).
IIUM Press: Kuala Lumpur.
• Zaman, Asad. (2008). The Origin of Ilsamic
Economic. In Zaman, Aad, Islamic Economics:
a survet of literature (pp. 16-23)
293

3 Pengantar Ilmu Syariah • Kamali, M. H. (2008). Shari'ah law: an


• Apa itu syariah? introduction. Oneworld Publications. (Ch
• Sifat, sumber, dan tujuan 1,2,3)
syariah • Zaidan, DR. Abdul Karim. (2008). 100 Kaidah
• Karakteristik syariah Fikih dalam Kehidupan Sehari-hari. Pustaka
• Apa itu fiqh? Al Kautsar.
• Metode pengambilan • Yusuf, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu.
hukum (ushul fiqh) (2013). Kaidah-Kaidah Praktis Memahami
• 5 Kaidah Fiqh Fiqih Islami. Gresik: Pustaka Al-Furqon.
• Kamali, M.H. (2003). Principles of Islamic
Jurisprudence. United Kingdom: The Islamic
Texts Society
• Mardani. (2013). Ushul Fiqh. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
4 Maqashid Syariah • Kamali, Mohammad Hashim. (2003).
• Maqashid Syariah sebagai Principles of Islamic Jurisprudence. United
perlindungan kepada 5 Kingdom: The Islamic Texts Society.
aspek (ad diin, al aql, nafs, • Sahroni, O., & Karim, A. A. (2015). Maqashid
an nasl, maal) Bisnis dan Keuangan Islam Sintesis Fikih dan
• Tingkat maslahah untuk Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
memenuhi 5 aspek
(dharuriyyat, hajiyyat,
tahsiniyat)
• Jenis-jenis maslahah
menurut syariah
• Penerapan maqashid
syariah dalam ekonomi
syariah
5 Sejarah Pemikiran dan Peradaban • Ensiklopedi Sejarah Islam: dari Masa Kenabian
Ekonomi Islam Sampai Daulah Mamluk, Vol. 1 (2006), Tim
• Kebijakan Ekonomi Nabi Riset dan Studi Islam Mesir, Jakarta: Pustaka
Muhammad SAW al-Kautsar.
• Kebijakan Ekonomi • Karim, A. A. (2014). Sejarah Pemikiran
Khulafaur Rasyidin Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo
• Kebijakan ekonomi Umar Persada.
bin Abdul Aziz • El-Ashker, A.A.F and Rodney Wilson (2006),
• Sejarah pemikiran ekonomi Islamic Economics: A Short History. Leiden:
islam kontemporer Brill.
- Al Kharaj - Abu Yusuf
- Al Amwal – Abu Ubaid
- Muqadimmah – Ibn
Khaldun
- Al Hisbah – Ibn
Taimiyyah
6 Pengantar Ilmu Ekonomi • Mankiw, N. G. (2014). Principles of
• Konsep Kelangkaan economics. Cengage Learning. (Chapter 1)
• Konsep Rasionalitas • Parkin, M. (2006). Economics. Pearson
• Individu, Masyarakat, dan education. (Chapter 1)
Pasar • Graafland, J. J. (2006). Economics, ethics and
• Sejarah munculnya the market: Introduction and applications.
perdagangan dan uang Routledge. (chapter 3. Rationality)
294

• Sistem ekonomi • Smithin, J. (2000). What is Money?


Introduction (Ch. 1). Dalam J. Smithin, What is
Money (hal. 1-15). London: Routledge.
• Fayazmanesh, S. (2006). Money and exchange:
folktales and reality. Routledge. (Ch 3 hal 26-
45)
• Heilbroner, R. L., & Milberg, W. (2012). The
making of economic society. Pearson Education
Company. (Ch 1 hal 1-12)
7 Fiqh Muamalah • Tarmizi, E. (2013). Harta Haram Muamalat
• Larangan-larangan dalam Kontemporer. Berkat Mulia Insani, Bogor.
muamalah serta fiqhnya • Karim, A. A., & Sahroni, O. (2015). Riba,
(masukin dalil-dalil) Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah
• Jenis-jenis akad dan • Zuhaili, W. (1989). Al-Fiqh Al-Islami wa
mekanisme adillatuhu, juz VI. Dar Al-Fikr, Damaskus.
kontemporernya

Materi Tingkat 2
No Materi Referensi
1 Mikro Ekonomi Islam • Karim, A. A. (2018). Ekonomi Mikro Islami
• Pengertian mikro ekonomi • Muhammad (2009). Ekonomi Mikro dalam
Islam Perspektif Islam
• Teori konsumsi, produksi, • Wibowo, Sukarno dan Dedi Supriadi. Ekonomi
dan mekanisme pasar Mikro Islam
islami
• Teori permintaan dan
penawaran islami
• Distorsi pasar dalam
perspektif Islam
2 Makro Ekonomi Islam • Karim, A. A. (2018). Ekonomi Makro Islami
• Pengertian makro ekonomi • Huda, Nurul dkk (2013). Ekonomi Makro
dan perbedaannya dengan Islam Pendekatan Teoritis
mikro ekonomi • Rianto, Nur (2010). Teori Makroekonomi
• Konsep ekonomi makro Islam
sederhana • Sakti, Ali. Ekonomi Islam: Menjawab
• Uang dalam perspektif Tantangan Atas Kekacauan Ekonomi Global.
ekonomi islam
3 Sistem Keuangan Islam dan • Karim, A. A. (2008). Fikih Ekonomi Keuangan
Lembaga Keuangan Islam Islam
• Sistem keuangan syariah • Muhammad (2007). LembagaPerekonomian
• Time value of money dan Islam Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi
economic value of time • Ismail (2011). Perbankan Syariah
• Pengantar lembaga • Muhammad Ridwan (2004). Manajemen Baitul
keuangan syariah Maal wa Tamwil (BMT)
• Perbankan syariah • Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor (2006). An
• Lembaga keuangan non Introduction to Islamic Finance: Theory and
bank syariah Practice
• Pasar modal syariah • Natadipurba, Chandra (2016). Ekonomi Islam
101
4 Pengantar Akuntansi Syariah • Nurhayati, Sri dan Wasilah (2014). Akuntansi
295

• Pengertian Syariah di Indonesia


• Perkembangan transaksi • Abdul Rahman Abdul Raheem. (2010). An
syariah introduction to Islamic Accounting Theory and
• Perkemabangan akuntansi Practice. CERT Publication.
syariah • Wiroso. (2011). Akuntansi Transaksi Syariah.
• Hubungan akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia.
modern dan akuntansi
Islam
5 Filantropi Islam (Ziswaf) dan • Hafidhuddin, Didin (2006). Anda Bertanya
Mawaris tentang Zakat, Infak, dan Sedekah: Kami
• Hukum zakat Menjawab
• Zakat • Sari, Elsi Kartika (2007). Pengantar Hukum
• Infaq dan Shadaqoh Zakat dan Wakaf
• Wakaf • Natadipurba, Chandra (2016). Ekonomi Islam
• Ilmu Mawaris 101
6 Etika Bisnis Islam • Velasquez, Manuel G (2012). Business Ethics
• Pandangan Islam terhadap • Halbert, Terry, dan Elaine Ingulli (2002).
bisnis Cyber Ethics
• Prinsip bisnis Islam dan • Badroen, Faisal, Suhendra, dkk (2006). Etika
urgensi etika bisnis Bisnis Dalam Islam
• Etika bisnis Rasulullah
SAW
• Etika bisnis kontemporer:
market system & business
system
• CSR, etika lingkungan, dan
cyber ethics
7 Perbandingan Ilmu Ekonomi • An Nabhani, Taqiyuddin (2002). Membangun
• Masalah ekonomi Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam
• Pengenalan sistem • Chapra, Mohammad Umar (2001). What is
ekonomi Islamic Economics?
• Perbandingan sistem
ekonomi kapitalis, sosialis,
dan welfare state dengan
sisem ekonomi islam
8 Fiqh Transaksi Keuangan • Tarmidzi, Erwani (2017). Harta Haram
Kontemporer Muamalat Kontemporer
• Transaksi online • Oni Sahroni. 63 Praktik Muamalat Keseharian.
• Jual beli
• Praktik di lembaga
keuangan syariah

Materi Tingkat 3
No Materi Referensi
1 Halal Lifestyle dan Industri Halal • Johnson, R. (2019, January 10). Global Halal
(All) Market 2018 Consumption Analysis, Health
• Urgensi Industri Halal Benefits, Production Growth, Regional
• Demand Industri Halal Overview and Forecast Outlook till 2025.
• Regulasi Industri Halal di Retrieved from Reuters:
Indonesia https://www.reuters.com/brandfeatures/venture
296

• Klaster Industri Halal -capital/article?id=74528


1. Makanan, Minuman, • (2018). Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia
Obat-obatan 2019 - 2024. Kementerian Perencanaan
2. Pariwisata Pembangunan Nasional.
3. Fashion & Kosmetik
4. Industri Keuangan

2 Riset dan Metodologi Penelitian • Hoetoro, A., 2017. Ekonomi Islam: Perspektif
Ekonomi Islam (All) Historis dan Metodologis, Malang: Empat Dua
• How to generate IDEAS • Iqbal, M., 2013. Sharia Economics 2.0. Jakarta:
for research? Republika
• How to write Islamic • Khan, F., 1995. Essays in Islamic Economics.
economics subject? Leicester: The Islamic Foundation
• What methods to use? • Sundaram, J.K., 1993. Islamic Economic
• What is Methodology? Alternatives. Kuala Lumpur: Ikraq
Ontology? Epistimology? • Sekaran, Uma and Roger Bougie (2016),
Methods? Research Methods for Business: a Skill
• How to presents research Building Approach, 7th ed., Chichester, West
work on Islamic Sussex, UK: John Wiley and Sons, Ltd.
economics?
• How to collect data?
• How to analyse data?
Results?
3 Dasar Akuntansi Syariah (Akn) • Abdul Rahman Abdul Raheem. 2010. An
• Accounting and Islamic introduction to Islamic Accounting Theory and
Worldview Practice. CERT Publication.
• Konsep Akuntansi: Sebuah • William R Scott. 2015. “Financial Accounting
Perspektif dalam Islam Theory”. Edisi ketujuh.
• Laporan Keuangan pada • Wiroso. (2011). Akuntansi Transaksi Syariah.
Lembaga Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
Syariah • Bayinah, Ainur. (017). Akuntansi Auransi
• Akuntansi Pembiayaan Syariah. Karya Salemba Empat.
Mudharabah, Musyarakah,
Murabahah, dan Ijarah
• Akuntansi Investasi pada
Sekuritas Syariah
• Prinsip Zakat & Akuntansi
Zakat pada Business
Wealth
• Akuntansi Zakat pada
Lembaga Keuangan
Syariah
• Akuntansi Asuransi
Syariah
4 PSAK 59, 100-112 (Akn) • Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi
• Sejarah Syariah. (2019).
• Ikhtisar Ringkas • Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
• Penyajian Indonesia / PAPSI. (2013).
• PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah
• PSAK 102: Akuntansi Murabahah
297

• PSAK 103: Akuntansi Salam


• PSAK 104: Akuntansi Istishna’
• PSAK 105: Akuntansi Mudharabah
• PSAK 106: Akuntansi Musyarakah
• PSAK 107: Akuntansi Ijarah
• PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi
Syariah
• PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infaq/
Sedekah
• PSAK 110: Akuntansi Sukuk

5 Pembuatan Laporan Keuangan • Abdul Rahman Abdul Raheem. 2010. An


dengan Akuntansi Islam (Akn) introduction to Islamic Accounting Theory and
• Introduction Practice. CERT Publication.
• AAOIFI FAS 1 • William R Scott. “Financial Accounting
Theory”. Edisi ketujuh. 2015

6 Manajemen Keuangan Syariah • Brigham and Houston, adapted by Jun-Ming,


(Man) Yoon Kee and Arifin (2013) Essential of
• Time value of money dan Financial Management.
Economic value of time • Muhammad (2016). Manajemen Keuangan
• Pasar Modal Syariah, Syariah: Analisis Fiqih dan Keuangan.
Produk yang • Sobana, Dadang Husein (2018). Manajemen
ditransaksikan (Sukuk, Keuangan Syariah
Saham Syariah, dll) • Najmudin (2011). Manajemen Keuangan dan
• Pengertian risiko dalam Aktualisasi Syariah Modern
perspektif Islam
• Strategi mengelola risiko
investasi dalam perspektif
Islam (Lindung nilai dalam
perspektif Islam,
diversifikasi investasi, dan
penggunaan instrumen
derivative)
7 Manajemen Pemesaran Syariah • Kotler, P. and Keller, K.L. (2016), Marketing
(Man) Management, 15th edition
• Definisi Pemasaran (4P • Aji, Hendy Mustiko (2019). Manajemen
dan Marketing Mix) Pemasaran Syariah: Teori dan Praktik
• Dalil tentang kegiatan • Kunaifi, Aang (2016). Manajemen Pemasaran
pemasaran Syariah Pendekatan Human Spirit: Konsep,
• Kegiatan memasarkan Etika, Strategi, dan Implementasi
barang dan jasa zaman • Kartajaya, Herman dan Muhammad Syakir
rasulullah Sula (2006). Syariah Marketing
• Batasan pemasaran yang
tidak melanggar prinsip
syariah
8 Manajemen Operasi Syariah • Heizer, J. and B. Render (2011). Operations
(Man) Management. 10th Ed
• 10 fungsi dasar strategi • Subagyo Ahmad (2015). Manajemen Operasi
manajemen operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
• Pandangan Islam terhadap • Marco Tieman et al (2013). Principle in Halal
298

produksi Supply Chain Management


• Strategi Dan Proses
Alokasi Sumber Daya
menurut pandangan islam
• Halal Supply Chain
9 Manajemen Sumber Daya • Dessler, G (2013) Human Resource
Manusia Syariah (Mene) Management, 13 th ed. Essex: Pearson
• Pandangan Islam tentang Education Ltd
Manusia • The Journal of Human Resource and Adult
• Memasukan nilai islam Learning Vol. 4, Num. 2, December 2008
sebagai sistem organisasi • Yusuf, Burhanudin (2015). Manajemen Sumber
• Prinsip-prinsip manajemen Daya di Lembaga Keuangan Syariah
sumber daya manusia • Fahmi, Abu dkk (2015). Sharia HRD:
dalam perspektif islam
Manajemen SDM Berbasis Syariah
• Sumber daya manusia
• Saifuddin (2014). Buku Induk Manajemen
berkualitas menurut islam
SDM – Human Capital
• Pengelolaan sumber daya
manusia menurut islam
• Hak, kewajiban dan peran
sumber daya manusia
• Sistematika rekrutmen
yang baik menurut Islam
• Sistematika pengupahan,
penghargaan, hukuman dan
kompensasi yang baik
menurut Islam

10 Moneter Islam (Eko) • Hamidi, M. Luthfi, Gold Dinar Sistem Moneter


• Ekonomi Moneter dalam Global yang Stabil dan Berkeadilan, Jakarta:
Perspektif Fiqih Muamalah Senayan Abadi Publishing, 2007.
• Teori permintaan uang • Chapra, M. Umer. 1997. Al Qur’an Menuju
konvensional dan Islam Sistem Moneter yang Adil.Alih bahasa Lukman
• Manajemen moneter Hakim. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
konvensional dan Islam • Chapra, M. Umar. 2000. Sistem Moneter Islam.
• Instrumen moneter Terj. Ikwan Abidin Basri, Gema Insani Press :
konvensional dan Islam Jakarta.
• Kebansentralan • Karim, Adiwarman A. 2006. Ekonomi Makro
Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
• Simorangkir, Iskandar. 2004. Pengantar
Kebanksenralan Teori dan Praktik di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers.
11 Kebijakan Fiskal Islam (Eko) • Arif, Muhammad Nur Rianto Al. 2010. Teori
• Kebijakan dan instrument Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan
fiskal pemerintah Islam Analisis. Bandung: Alfabeta
• Guarantee of a minimum • Karim, Adiwarman A. 2006. Ekonomi Makro
level of living in an Islamic Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
State • Nejatullah Siddiqi, M. Role Of The State In
• Pengeluaran public dalam The Economy: An Islamic Perspective.
negara Islam • Kahf, Monzer. 1991. The Economic Role of
• Pinjaman publik dalam State in Islam.
sejarah awal Islam • Drs. Muhammad M.Ag. 2002. Kebijakan
299

Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami.


Salemba Empat: Jakarta.

12 Islam dan Pembangunan Ekonomi • Chapra Umar, M. 1993. Islam and Economic
(Eko) Development. Pakistan: International Institute
• Framework dan macam of Islamic Thought, Islamabad and Islamic
macam pembangunan dan Research Institute, Islamabad
pertumbuhan ekonomi • Chapra Umar, M. 1995. Islam and the
• Pembangunan ekonomi Economic Challenge. Kenya: The Islamic
konvensional dan Foundation.
inkonsistensinya
• The Islamic strategy
• Pengikuran pembangunan
ekonomi dalam Islam

Keterangan:
*All: semua konsentrasi mempelajari
*Akn: konsentrasi akuntansi
*Man: konsentrasi manajemen
*Eko: konsentrasi ilmu ekonomi
300

Anda mungkin juga menyukai