Anda di halaman 1dari 3

Contoh dongeng

Gadis Bunga Pohon Apel (bagian 3)

Raja Alger semakin sedih dan bertanya sambil meneteskan airmata, “Merpati putih,
katakan padaku. Apa yang membuatmu datang ke sini?”

Merpati itu kembali menjawab dengan suara manusia,

“Dengarkan aku, Yang Mulia. Ini hidupmu. Sejatilah cintamu. Namun sungguh palsu
gadis itu. Blossom yang sejati sedang tertidur. Di pelukan aliran sungai, di sanalah
ia berdiam.”

Raja Alger sangat terkejut. “Apa yang kau katakan, merpati putih?” tanyanya.

Namun sebelum merpati putih menjawab, terdengar ketukan di pintu kamar,

“Bukalah pintu, Yang Mulia,” kata Bertha si nenek sihir. “Kau bicara dengan siapa?”

“Aku tidak bicara dengan siapapun!” kata Raja Alger.

Merpati putih segera terbang keluar jendela menuju taman. Di saat itu, masuklah si
nenek sihir ke dalam ruangan. Ia mencari-cari di seluruh pojok kamar, namun tak
menemukan siapapun.

“Ha ha ha… tenang saja, Yang Mulia! Aku akan menemukan, siapa yang kau ajak
bicara tadi,” katanya, lalu keluar dari kamar itu sambil membanting pintu.

Pada hari ketiga, keadaan di istana semakin memburuk. Bertha si penyihir semakin
sewenang-wenang seperti dialah penguasa istana.

Begitu selesai makan malam, Raja Alger seperti biasa masuk ke kamarnya dan
menutup pintu. Ia termenung mencari jalan keluar dari masalah itu di depan jendela.

Sementara itu, Bertha ternyata mengendap ke dekat pintu. Ia berjongkok dan


mengintip dari lubang kunci. Ia bisa mendengar semua yang terjadi di dalam kamar
Raja Alger.

Tak lama, si merpati putih masuk dari jendela dan hinggap di pundak Raja Alger.
Seperti hari-hari sebelumnya, ia kembali berbisik,

“Dengarkan aku, Yang Mulia. Ini hidupmu. Sejatilah cintamu. Namun sungguh
palsu gadis itu. Blossom yang sejati sedang tertidur. Di pelukan aliran sungai, di
sanalah ia berdiam. Dia berbaring sendiri karena kesalahanmu meninggalkannya.
Tak ada yang tahu, kapan ia bisa terbangun…”

Raja Alger semakin heran. Ia bertanya dengan hati-hati, “Apa maksudmu, merpati
putih?”
Namun sebelum ia menjawab, terdengar lagi ketukan di pintu. Ternyata itu adalah
pelayan istana yang sudah dikirim oleh Bertha. Sementara itu, Bertanya ternyata
sedang menemui pemburu kerajaan. Ia membawa pemburu itu ke halaman istana.

“Sebentar lagi, akan ada merpati putih keluar dari jendela kamar Raja Alger. Kau
harus memanahnya sampai mati. Kalau kau gagal, kau akan kuhukum di penjara!”

Tak berapa lama, tampak seekor merpati putih terbang keluar dari kamar raja.
Sementara si pelayan dengan ketakutan tetap mengetuk pintu kamar Raja Alger
seperti yang disuruh Bertha. Ketika merpati putih melintasi taman, si pemburu
segera memanahnya.

Panah itu tepat mengenai si merpati putih. Merpati yang malang itu terjatuh ke
tanah. Si pemburu memungutnya dan menyerahkannya pada Bertha si penyihir.
Bertha lagnsung melempar merpati putih itu ke dalam perapian.

“Kau harus hangus, dan sehelai bulu mu pun tak boleh tertinggal! Ha ha ha…”
Bertha tertawa penuh kemenangan.

Dan memang tak ada bulu yang tertinggal karena merpati putih itu kini sudah
menjadi debu. Namun itu bukanlah akhir. Di rumput tempat si merpati jatuh, ada tiga
tetes darah. Di tempat itu, tumbuhlah sebatang pohon apel yang berbunga.
Aromanya sangat wangi bagai parfum yang menyebar ke seluruh taman.

Aroma harum itu membuat tukang taman istana Raja Alger tertarik. Pada suatu
malam, ia menyirami pohon itu. Ia lalu melihat dalah satu dahan pohon itu berbunga.
Tukang taman itu merasa sedih pada si bunga apel.

“Kau terlambat berbunga, bunga apel kecil. Kau akan pernah menjadi buah apel,
karena musim gugur sudah datang dan angin akan menerbangkan bungamu dari
taman ini…”

Tukang taman akhirnya memetik bunga itu agar terlindung dari angin dingin.
“Hidupmu akan lebih lama kalau kuletakkan di vas bunga di rumahku,” gumam si
tukang taman.

Dan, itulah yang terjadi. Bunga apel memang hidup lebih lama setelah diletakkan di
vas bunga dekat jendela rumahnya.

Namun suatu hari, tukang taman mengalami hal yang aneh. Suatu hari, ia pulang ke
rumahnya setelah seharian mengurusi taman istana. Ketika masuk ke rumahnya, ia
menyadari ada seseorang yang merapikan rumahnya, mencuci piring dan gelas,
merapikan tempat tidur, dan menyiapkan makan malam.

Pondok si tukang taman tertutup setiap hari. Tak ada yang bisa masuk. Tukang
taman menjadi sangat heran dan mencari siapa yang masuk ke dalam rumahnya.
Namun tak ada seorang pun di dalam rumahnya.

Esok harinya, kejadian itu terjadi lagi. Rumahnya sudah rapi sekali. Semua benda
diletakkan pada tempatnya. Namun, lagi-lagi tak ada seorang pun di dalam
rumahnya.
Pada hari ketiga, tukang taman menjadi penasaran. Ia sembunyi di balik jendela di
halaman rumahnya. Dari situ ia bisa melihat ke dalam rumah. Dan tiba tiba ia
melihat kelopak bunga apel jatuh ke lantai. Begitu menyentuh lantai, kelopak bunga
itu berubah menjadi gadis cantik.

Gadis itu bekerja dengan sangat cepat dan rapi. Ketika gadis itu sudah lelah bekerja,
si tukang kebun membuka pintu rumahnya. Gadis itu seketika berteriak, “Air! Air!”

Saat itu, tukang kenbun sedang memegang gembor yang biasa ia gunakan untuk
menyiram tanaman. Maka, ia segera menyiram gadis itu dengan air dari gembor,
dari kepala sampai kaki. Gadis itu berteriak gembira, “Terimakasih, Kakek! Kau telah
selamatkan hidupku! Tapi, tolong berikan aku baju ganti. Bajuku basah!”

Tukang kebun segera memberikan gadis itu baju-baju milik istriknya yang telah
meninggal. Ia lalu lari ke kastil dan menceritakan hal itu pada Raja Alger.

“Yang Mulia, datang dan lihatlah! Di rumahku, ada seorang gadis yang sangat
cantik mengunjungi aku!”

Raja Alger sangat terkejut mendengar cerita itu. Ia bergegas pergi ke rumah tukang
kebunnya. Raja Alger berdiri di depan rumah tukang kebunnya dan menatap tak
percaya. Di depan pondok itu, berdirilah Blossom, si gadis dari buah apel.

“Blossom, kenapa kau bisa berada di sini? Apakah itu bukan kau, yang ada di
istanaku?” tanya Raja Alger bahagia.

Blossom segera menceritakan segala yang terjadi padanya. Bahwa Bertha si


penyihir telah mendorongnya masuk ke dalam sungai, lalu memakai jubah Raja
Alger. Blossom kemudian berubah menjadi merpati, namun Bertha kembali
mengalahkannya dengan menyuruh pemburu menembaknya.

“Merpati putih itu adalah aku. Darahku tumbuh menjadi pohon apel yang dahannya
sampai ke jendela kamarmu. Kini aku selamat berkat pertolongan tukang kebunmu.
Tapi kedua saudaraku masih menjadi merpati putih. Mereka entah ada dimana.
Kami bertiga adalah tiga puteri raja yang disihir Bertha. Sihirnya akan hilang kalau ia
berhasil dikalahkan.”

Pada saat itu, terbanglah dua ekor merpati putih dan hinggap di pundak Blossom.
Mereka adalah kedua kakak Blossom. Mereka gembira melihat adik mereka telah
menjadi manusia lagi.

Raja Alger lalu melamar Blossom untuk menjadi ratu dan memimpin kerejaan
bersamanya. Raja Alger memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Bertha si
penyihir. Bertha berusaha lari, namun pemburu kerajaan memanahnya. Seketika,
Bertha berubah menjadi asap dan hilang lenyap di udara.

Pada saat yang sama, kedua kakak Blossom berubah menjadi manusia lagi. Mereka
gembira karena bisa hadir dalam pernikahan Blossom dengan Raja Alger.

Anda mungkin juga menyukai