Abstrak
'T Gra- .-::debatan paling seru menjelang di selenggarakannya hajatan nasional, pemilu 2014, adalah bagai-
- 'na melanjutkan refotmasi di bidang politik, khususnya sistem pemilu dan pemerintahan, yang
- :.rjukan untuk memperkuat stabilitas dan meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan
" ::iiakan-kebijakan pemerintah. Reformulasi penerapan electoral threshold dalam proses penye-
-::hanaan partat politik di Indonesiapertama dilakukan dalam Undang-Undang Pemilu 2004. Pe-
-,:derhanaan parpol dilakukan lewat Electoral Threshold (ET) sebesar 2oh. Kedua Undang-Un-
-::,s Pemilu 2009 dengan ET 3%. Partai-partai yang mampu memenuhi angka tersebut ngotot
-.-.;k memegang teguh ketentuan tersebut, sementara bagi partai-partai yang tidak lolos ketentuan
: . -:o o berusaha sekuat mungkin agar tetap mengikuti pemilu 2009. PBB merupakan salah satu par-
- '.3ng mencoba untuk menghapus ketentuan tersebut agar dapat langsung ikut pemilu 2004. Dan
::rBng?Il PBB dengan partai-partai kecil lainnya pun berhasil, ET 3o/o pun terhapus. Karena ET
- :rus maka sebagai gantinya untuk melakukan penyederhanaan parpol diganti menjadi Parlia-
:' .'rr-l Threshold (PT) 2,5%. Kini perdeLratan mengenai penyederhanaan partai muncul kembali
,:.:rr menyusun undang-undang pemilu2014, dan perdebatan ini muncul tak jauh dari apa yang
: =di saat menlusun undang-undang pemilu 2009. Karena itu wacana yang dominan hanyalah se-
- ': jumlah angka dalam menaikkan PT, ada yang menghendaki tetap, naik menjadi 3-4 Yohrngga
: ..:gkat ekstremis 5 70.
r.ita kunci : electoral threshold; reformulasi partai politik; pemilu; parliamentary threshold
Abstract
- . '?:i)st intriguing debates in selenggarakannya celebration ahead of national elections in 2014, is
:'.t continue the reform in the .field of politics, especially electoral system and government,
-,; ls intended to strengtlten the stability and increase the ffictiveness in implementing
. .'',tInent policies. Reformulation of the application of lhe electoral threshold in the process of
- :.:tication of the political party in Indonesia was
first performed in 2004. The Electoral Law
-:'.:iication done through political parties Electoral Threshold @l by 2oZ. Second Act 2009
.,..r//-! by ET 3%. The parties were able to meet these numbers determined to uphold these
::orts, while for parties that do not qualfu for the provisions ET 3% do everything possible in
,.:'' lo stay abreast of the elections of 2009. The Llnited Nations is one of the party who are trying
.:...t€ that provision in order to direct part in the elections 2004 and the UN struggles with other
';i'parties
-; also managed, ET 3% then cleared. Because ET is removed it instead to simplifu the
, i-i changed to ParliamentarT Threshold @f) of 2 5oZ. Now the debate about simplification of
. :-;i'.l appear back in drafting electoral law of 2014, and this debate appeared not far from what
-rr':ir,( x'hen drafting the electoral law of 2009. Due to the dominant discourse is just about the
' :,' ol'digits in raising PT, no desire remains , rose to 3-4% to the 5%o level extremists.
i :,'n, ords: electoral threshold; reformulation of politicul parties; election; parliamentary
threshold
s13
Jamal Lex Librum, VoL III, No. 2, Juni 2017, haL 513 - 524
514
;..rbrntulasi Penetapan Electoral Threshold Dalam Sistem ... Firman F. Busroh
t.ee%), Gerakan reformasi 1998 membuahkan ha- atas, dapat dirumuskan masalah dalam peneli-
).- , iiberalisasi di semua sektor kehidupan ber- tian ini sebagai berikut :
ada ta- -::.ssa dan bernegara, termasuk di bidang poli- Bagaimanakah reformulasi electoral thr-
gai pe- ,: Salah satu reformasi di bidang politik adalah eshold dalam sistem kepartaian di Indonesia?
terjadi *:rberikan ruang bagi masyarakat untuk men-
ena itu - -ian partai politik yang dianggap mampu me- C. Pembahasan
peme- "
:::esentasikan politik mereka. Liberalisasi po- Kombinasi antara sistem presidensial dan
penye- < dilakukan karena parlai politik warisan Or- sistem multi partai yang dipraktekkan di Indo-
)ertama -- Baru dinilai tidak merepresentasikan masya- nesia tidak mendorong terjadinya pemerintahan
10 par- --..:r Indonesia yang sesungguhnya. Hasilnya yang efektif dan stabil. Sistem pemerintahan
3clkar) ::r kurang dari 200 partai politik tumbuh di memiliki korelasi langsung terhadap efektivitas
Liasaan. -;-.rrr masyarakat. Dari ratusan parpol tersebut pemerintahan, karena terdapat bukti kalau kedua
akukan -.:ia j18 partai yang berhak mengikuti pemilu sistem pemerintahan mampu menciptakan pe-
akukan :"9. Pemilu 1999 menghasilkan beberapa par- merintahan yang efektif. 10
bungan . :olitik yang mendapatkan suara yang signi-
',
Dari segi menjaga stabilitas politik dan
.: dari rakyat Indonesia adalah PDI Perjua- pemerintahan, lndonesia memiliki pengalaman
politik -.,::. P.Golkar, PKB, PPP, dan PAN. yang berharga dan mampu menjawab bahwa
aat itu, Pesefta pemilu tahun 2004 berkurang se- sistem presidensial temyata mampu menghasil-
a yang . .ah dari j umlah parpol pemilu 1999 , yaitu 24 kan stabilitas politik dan pemerintahan yang
ngamat r:rr,,r1. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut lebih baik jika dibandingkan dengan sistem par-
rartaian ::.; di dalam pemilu 2004 karena pada pemilu lemen. Pelaksanaan demokrasi parlemen pada
srstem :-::but telah diberlakukan ambang batas (thre- tahun 1950an temyata dinilai gagal di dalam
sistem .ir. Di dalam UU No 311999 tentang Pemilu menciptakan stabilitas pemerintah dan politik
r partai - .,-: bahwa partai politik yang berhak untuk yang akhirnya dinilai gagal menyejahterakan
mpetisi : :*:ik-uti pemilu berikutnya adalah partai poli- rakyat Indonesia.
,tBe- . ..trng mendapatkan sekurang-kurangnya 2o/o Salah satu alasan Amerika dengan sistem
adalah ,*..:h kursi DPR. Partai politik yang tidak presidensial mampu menghasilkan pemerintah
luegori- "::;apai ambang batas tersebut dapat mengi- yang efektif karena ditopang oleh sistem dwi-
i<a dia- - :emilu berikutnya harus bergabung dengan partai. Sedangkan lndonesia mempraktekan sis-
ir dian- :,:,.: lain atau membentuk partai politik baru.e tem presidensial dan sistem multi partai. Ada
u tidak Kalau pemilu 1999 hanya menghasilkan beberapa alasan mengapa sistem presidensial
ia'' dari ^ , parpol yang mendapatkan suara signifikan dan sistem multi partai kurang berhasil di dalam
persai- -- riencapat Electoral Threshold (ET). Meski- menciptakan pemerintahan yang efektif dan
-
-- :ersentasi ET dinaikan dari2o/o menjadi 37i, stabil dibandingkan dengan sistem parlementer
,* .h kursi DPR, Pemilu 2004 menghasilkan yang dikombinasikan dengan sistem dua partai.
- .-. banyak partai politik yang rnendapatkan Menurut Mainwarring (2008) terdapat beberapa
-::l stgnihkan dan lolos ET untuk pemilu alasan/kelemahan sistem presidensial yang di-
--,tdone- - r Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai kombinasikan dengan sistem multi partai.
. \ledia :- i mencapai ambang batas tersebut. Ketujuh Pertama, karena pemilihan presiden dan
:1:r tersebut adalah P.Golkar, PDI. Perjua- parlemen diselenggarakan secara terpisah maka
.: adalah --,:. PKB, PPP, P. Demokrat, PKS, dan PAN. kemungkinan presiden yang terpilih adalah pre-
::- PDI).
- rolrtik - .:::n demikian diperlukan suatu reformulasi siden yang tidak mendapatkan dukungan mayo-
: Perli). - :-:,r01 threshold dalam sistem kepartaian di ritas di parlemen. Padahal di dalam sistem presi-
-
.]1at na- -.:esia agar menciptakan pemerintahan yang densial dukungan parlemen kepada presiden sa-
--:o. Ka-
i dan efisien. ngat berpengaruh di dalam proses pembuatan
::nrukan
undang-undang dan pelaksanaan kebijakan dan
. --.lerha-
Permasalahan
Bertolak dan latar belakang masalah di 10
Meskipun tidak ada hubungan yang langsung antara sis-
- .ansisi tem pemerintahan dengan efektifitas pemerintah, akan te-
:.r. hlm. .,nmad Ali Safa'at, Pembubaran Partai Politik.. tapi ada beberapa hal di dalam sistem presidensialime
,.r Pers, Jakarta,2011, hlm. 9 yang mempengaruhi efektivitas pemerintah.
515
Jurnal Lex Librum, VoL III, No. 2, funi 2017, hal 513 - 524
program - program pemerintah. Semakin besar diambil oleh pemerintah tidak populer partai
dukungan parlemen kepada presiden maka im- politik cenderung melakukan oposisi. 12
plementasi kebijakan publik oleh pemerintah Selanjutnya koalisi partai politik yang di-
akan semakin efektif. Sebaliknya semakin kecil bangun untuk mendukung calon presiden tidak
dukungan parlemen maka efektifitas pemerintah mencerminkan dan menjamin dukungan semua
di dalam mengimplementasikan kebij akan-kebi- anggota parlemen dari masing-masing partai po-
jakan akan semakin berkurang. litik yang ada di dalam koalisi kepada presiden.
Kedua, personal presiden - termasuk ke- Partai politik tidak mampu melakukan kontrol
pribadian dan kapasitas- merupakan salah satu terhadap para anggota-anggotatya di parlemen
faktor yang penting. Di dalam sebuah situasi untuk selalu mendukung pemerintah. Hal yang
yang sulit seperti keadaan krisis ekonomi saat menarik adalah tidak sedikit anggota DPR dari
ini presiden dihadapkan pada pekerjaan yang partai Golkar, PPP, PKB, yang memiliki wakil-
sangat banyak dan rumit. Oleh karena itu presi- nya di kabinet melakukan perlawanan terhadap
den juga dituntut memiliki kapasitas yang baik program-program yang akan dilakukan oleh pe-
untuk menangani berbagai permasalahan yang merintah yang notabene harus di dukungnya.l3
sedang dihadapi. Selain dituntut untuk memiliki Di dalam sistem parlementer koalisi partai
kapasitas dalam menangani permasalahan bang- politik lebih bersifat permanen dan disiplin. Ko-
sa, karena presiden membutuhkan support/duku- alisi partai politik dibangun atas dasar parlemen.
ngan dari parlemen maka presiden juga dituntut Selain ancaman dikeluarkan dari keanggotan
untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dan parlemen oleh partai politiknya, jika anggota ti-
lobby yang baik dengan parlemen. Salah satu dak mendukung program-program pemerintah
faktor kurang efektifnya pemerintahan SBY saat agar berhasil perolehan kursi partai mereka akan
ini oleh beberapa kalangan dinilai disebabkan terancam pada pemilu berikutnya. Sehingga
kelemahan SBY di dalam mengelola dukungan suksesnya pemerintah terbentuk juga mempe-
dari koalisi partai politik yang mendukung pe- ngaruhi citra partai politik pendukungnya.
merintah dan lemahnya/ketidakmampuan presi- Jika koalisi parpol dalam sistem parle-
den melakukan komunikasi dan lobby politik menter dibangun setelah pemilu, koalisi parpol
dengan parlemen. dalam sistem presidensial dibangun sebelum pe-
Ketiga, di dalam sebuah sistem presiden- milu presiden dilaksanakan. Akib atny a b eberapa
sial dan multi partai membangun koalisi partar partai politik mendukung di dalam pencalonan
politik untuk memenangkan pemilu adalah hal akan tetapi tidak mendukung ketika calon ter-
yang sangat wajar dan umum terjadi. Koalisi sebut terpilih. Hal ini disebabkan, misalnya, ti-
partai politik terjadi karena untuk mendapatkan dak terwakilinya partai tersebut di kabinet. Ka-
dukungan mayoritas dari parlemen merupakan laupun terdapat perwakilan partai di kabinet,
sesuatu yang sangat sulit. Namun masalahnya partai politik tersebut tidak bertanggungjawab
Ia
adalah koalisi yang dibangun di dalam sistem atas kebij akan-kebij akan pemerintah.
presidensial - khususnya di Indonesia - tidak Keempat adalah lemahya penegakan fat-
bersifat mengikat dan permanen." Pa.tai politik soen politik politisi yang ada di eksekutif mau-
yang tergabung di dalam sebuah koalisi mendu- pun parlemen. Tidak bisa dipungkiri bahwa ter-
kung pemerintah bisa saja menarik dukungan- dapat beberapa politisi di parlemen yang tidak
nya. Contohnya adalah PAN sebagai partai pen- mengindahkan etika dalam berpolitik. Perilaku
dukung SBY tiba-tiba menarik dukungannya di inilah yang menyebabkan pengambilan keputu-
tengah perjalanan. Tidak adanya jaminan bahwa san di parlemen sulit untuk dicapai secara efek-
koalisi terikat untuk mendukung pemerintah tif. Sebaliknya beberapa menteri di kabinet lebih
sampai dengan berakhirnya masa kerja presiden.
Partai-partai politik yang tergabung di dalam t' Ibid.
koalisi cenderung mengambil keuntungan dari
'r Muhamma<l Ali Safa'at, Op. Cit.,h1m. 37.
pemerintah. Jika kebijakan atau program yang
'* Edison Muchlis, 2005, Sistem dan Regulasi Pemilihan
Presiden langsung 2004, Pemilihan Presiden langsttng
2001 dan Masalah Konsolidasi Demokrosi di Indonesia.
tt Muhammad Ali LIPI. Hlm.3
Safa'at, Op. Cit, hlm. 25
516
?;.tltrmulasi Penerapan Electorsl Threshold Dalam Sistem .., Firman F. Busroh
'r pafi.ai :::nunjukkan loyalitas kepada ketua partainya bisa direpresentasikan oleh dua partai
-.randingkan dengan kepada presiden. Atau politik saja.11
Iang di- -
=hkan para pembantu presiden tersebut lebih 3. Mengurangi Jumlah Partai Politik
en tidak - sibukkan dengan kegiatan konsulidasi internal Jumlah partai politik yang terlalu banyak
I Semua :,rai politik dibandingkan dengan membantu juga merupakan salah satu faktor pe-
artai po- :::srden mengimplementasikan program-prog- nyumbang tidak efektifnya sistem peme-
'residen.
-::r pemerintah. Tidak bisa dipungkiri kabinet rintah di Indonesia. Banyaknya partai
kontrol -'sil koalisi ini sering terladi conflict of interest politik yang ikut dalam pemilu menye-
arlemen ' ::ena pejabat partai politik yang ditunjuk se- babkan koalisi yang dibangun untuk
lal yang ,_rar menteri tidak mengundurkan diri dari ja- mencalonkan presiden dan wakil presi-
PR dari :,:an di partai politik. den terlalu "gemuk" karena melibatkan
r rvakil- Kalau kita sepakat bahwa tujuan utama banyak parpol. Jika saja partai politik
erhadap :-rlataan sistem politik Indonesia ditujukan un- yang ikut serta pemilu tidak banyak,
oleh pe- -.: menciptakan pemerintahan yang efektif dan maka koalisi parpol yang dibangun juga
n)'4.
13
,:il maka ada beberapa alternatif jawaban tidak akan menjadi "gemuk". Presiden
si partai ,rs patut dipertimbangkan oleh para pembuat terpilih idealnya berasal dari koalisi
lin. Ko- -:riakan. Beberapa alternatif tersebut adalah yang sekurang-kurangnya mendapatkan
rlemen. ': r.lgai berikut; dukungan parlemen 50oZ dari jumlah
negotan 1 Mengubah Sistem Presidensial menjadi kursi DPR dan jumlah partai yang ikut
rgota ti- Sistem Parlemen berkoalisi tidak banyak, cukup dua atau
nerintah Seperlinya pilihan pertama ini sangat tiga partai saja.
:ka akan sulit, kalau tidak dibilang mustahil, un- Sistem presidensial di Indonesia hingga
ehingga tuk diiakukan. Selain pengalaman trau- saat ini belum dapat mewujudkan secara penuh
mempe- matis yang pernah dialami Indonesia pa- pemerintahan yalg kuat dan efektif. Dalam
L da masa demokrasi parlementer, UUD rangka menciptakan pemerintahan yang kuat,
r parle- 1945 secara tegas mengamanatkan bah- stabil, dan efektif perlu didukung pula oleh sis-
i parpol wa sistem pemerintahan Indonesia ada- tem kepartaian yang sederhana. Dengan sistem
ium pe- lah presidensial.r5 Tidak mudah untuk kepartaian sederhana akan dapat dihasilkan ting-
,eberapa melakukan amandemen terhadap UUD, kat fragmentasi yang relatif rendah di parlemen,
calonan akan memerlukan perdebatan yang pan- yang pada gilirannya dapat tercipta pengambilan
Itrn ter- jang dan pasti akan mendapatkan resis- keputusan yang tidak berlarut-larut. Jumlah par-
Inva, ti- tensi yang sangat besar. Pilihan ini ada- taiyang terlalu banyak akan menimbulkan dile-
let. Ka- lah tidak realistik untuk dipilih. ma bagi demokrasi, karena banyaknya partai po-
kabinet, :. Mengubah Sistem Kepartaian litik peserta pemilu akan berakibat sulitnya ter-
igawab Contoh negara yang mengimplementasi- capai pemenang mayoritas. Di sisi lain, ketiada-
kan sistem presidensial yang sukses ada- anpartai politik yang mampu menguasai mayo-
sn fat- lah Amerika dimana sistem presidensial ritas di parlemen merupakan kendala bagi ter-
:if mau- di dukung oleh sistem dwi par1ai.t6 ciptarya stabilitas pemerintahan dan politik.
ru'a ter- Kalau bangsa Indonesia ingin berkiblat Praktik yang sekarang terjadi adalahketia-
rg tidak kepada Amerika di dalarn menata sistem daan koalisi besar yang permanen, sehingga se-
?erilaku politiknya maka sistem multi partai ha- tiap pengambilan keputusan oleh pemerintah
keputu- ruslah diubah menjadi sistem dwi - par- hampir selalu mendapat hambatan dan tenta-
ra efek- tai. Tawaran solusi ini sepertinya juga ngan dari parlemen. Oleh karena itu, yang perlu
rei lebih sulit untuk direalisasikan karena akan dilakukan adalah mendorong terbentuknya koa-
melawan arus demokrasi. Masyarakat lisi partai politik yang permanen, baik yang
Indonesia yang sifatnya plural tidak akan mendukung pemerintahan maupun koalisi partai
politik dalam bentuk yang lain. Hal ini diperlu-
):,nilihan : ...n Muchlis, Op. Cit.,Hlm. 4 kan sebagai upaya agar bisa tetap sejalan de-
..;ilgsung : ,: rr \tlanan , 1999 , Lembaga Kepresidena.n Pengatu-
..
-i0nesia, .;.ttt Pelaksanaanya, UII Pers bekerjasama dengan
. '. \Iedia, Jokyakarla. '' Edison Muchlis, Op. Cit., Hlm. 5
5t7
Jurnal Lex Librum, VoL III, No. 2, Juni 2017, hal 513 - 524
ngan prinsip check and balances dari sistem tidak dapat dipertahankan untuk menjadi koalisi
presidensial. pemerintahan. Tidak ada mekanisme yang dapat
Munculnya banyak partal politik selama mengikatnya. Alasan lain adalah bahwa komit-
ini dikarenakan persyaratan pembentukgS pattar men anggota parlemen terhadap kesepakatan
politik yurg ..nd"*ttg tuttgut longgar.l8 Selain yang dibuat pimpinan partai politik jarang bisa
itu, penyederhanaan sistem kepartaian juga ter- dipertahankan. Dengan kata lain, tidak adanya
kendala oleh belum terlembaganya sistem gabu- disiplin partai politik membuat dukungan terha-
ngan partai politik (koalisi) yang terbangun di dap presiden menjadi sangat tidak pasti. Peruba-
parlemen atau pada saat pencalonan presiden han dukungan dari pimpinan pattai politik juga
dan wakil presiden, gubernur dan wakil guber- ditentukan oleh perubahan kontekstual dari
nur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan konstelasi politik yang ada.
wakil walikota. Pada pemilu presiden tahun Tawaran yang diberikan untuk memper-
2004 dan terpilihnya beberapa kepala daerah kuat sistem presidensial agat mampu menjalan-
dan wakil kepala daerah baru-baru ini, gabu- kan pemerintahan dengan baik adalah dengan
ngan p artai politik (koalisi) sebetulnya sudah di- menye derh anakan j uml ah p artai p ol itik. Jumlah
laksanakan. Namun, gabungan (koalisi) tersebut partai politik yang lebih sederhana (efektif)
lebih bersifat instan, lebih berdasarkan pada ke- akan mempersedikit jumlah veto dan biaya tran-
pentingan politik jangka pendek dan belum ber- saksi politik. Perdebatat yang terjadi diharap-
dasarkan padaplatform dan program politik kan menjadi lebih fokus dan berkualitas. Publik
yang disepakati bersama untuk jangka waktu juga akan mudah diinformasikan baik tentang
tertentu dan bersifat Permanen. keberadaan konstelasi partai politik maupun pi-
Secara teori ada keterkaitan yang erut an' lihan kebijakan bila jumlah kekuatan politik le-
taratpayapenataan sistem politik yang demok- bih sederhana.2o
ratis dengan sistem pemerintahafiyalg kuat dan Sistem kepartaian yang kita bangun ha-
efektif. Dalam masa transisi politik, pemahaman ruslah diarahkan untuk terwujudnya sebuah tata
terhadap hubungan arfiata kedua proses itu men- kelola sistem pemerintahan presidensil yang di-
jadi sangat penting. Karena keterbatasan waktu dukung oleh jumlah partai yang sedikit di ting-
dan tenaga, seringkali penataan elemen sistem kat suprastruktur. Dalam kontek tersebut maka
politik dan pemerintahan dilakukan secara ter- isu penyederhanaan parpol menjadi wacana
pisah. Logika yang digunakan seringkali berbe- yang banyak disuarakan tidak saja oleh para ahli
da satu dengan yanglainnya. Dalam realitas, se- politik namun jtgapara politisi/parpol di sena-
mua elemen tersebut akan digunakan dan me- yan..
nimbulkan kemungkinan komplikasi satu de- Hal tersebut bisa dilihat dari setiap pem-
ngan lainnya.le bahasan undang-undang pemilu. Menjelang
Berdasarkan pengalaman, ada hubungan pembahasan undang-undang pemilu 2004 misal-
yang relatif konsisten antara sistem kepartaian nya, isu penyederhanaan parpol dilakukan lewat
dengan sistem presidensial. Multipart ai, teruta' Electoral Threshold (ET) sebesar 2o/o. Pattai-
ma yang bersifat terfragmentasi, menyebabkan partai yang tidak mencapai angka 2o/o banyak
implikasi deadlock dan immobilismbagi sistem yang protes bahkan ada yang meminta ET tidak
presidensial murni. Alasannya adalah bahwa diberlakukan, misalny a P artai Keadilan. Namun
presiden akan mengalami kesulitan untuk mem- undang-undang terlanjur menetapkan angka ET
peroleh dukungan yang stabil dari legislatif se- sebesar 2Yo sehingga PK berubah menjadi PKS
hingga upaya mewujudkan kebijakan akan me-
ngalami kesulitan. Pada saat yang sama pattai
20
Scott Mainwaring, Loc. Cit.
t' Hanya saja dalam tingkat aplikasinya masalah penye-
politik dan gabungan partai politik yang meng-
derhanaan parpol yang disuarakan oleh parpol khususnya
antarkan presiden untuk memenangkan pemilu
mereka yang tengah menikmati kursi kekuasaan sering
kali diwarnai oleh agenda tersembunyi yakni adanya par-
r8
Scott Mainwaring, 1993, Presidentialism, Multipartai tai besar berusaha keras untuk mematok angka tinggi gu-
oncl Democracy: The Dilficult Contbinatiort, dalam Com- na "mematikan" partai-pafiai kecil, sementara partai kecil
parative Polical Studies, Vol. 26. berusaha sekeras mungkin untuk bisa lolos mengikuti pe-
laksanaan pemilu.
"'Muhammad AI Safa'at, Op. Cit., hlm. 58.
518
.\;.lbrmulasi Penetapan Electoral Threshold Dalam Sistem ... Firman F, Busroh
koalisi "-:tuk bisa menjadi peserta pemilu 2004. nuhi ambang batas perolehan suara sekurang-
Lg dapat Isu penyederhanaan parpol kembali men- kurangnya 2,5o/o dari jumlah suara sah secara
komit- :,.at pada saat pembahasan undang-undang pe- nasional untuk diikutkan dalam penentuan per-
pakatan : .Lu 2009 dengan ET 3%. Partai-partai yang olehan kursi DPR." Partai-partai yang tidak lo-
ng bisa r:r.mpu memenuhi angka tersebut ngotot untuk los ET berusaha sekeras mungkin untuk bisa
adanya :-3rregang teguh ketentuan tersebut, sementara ikut dalam pemilu 2009, hal ini yang kemudian
n terha- :.:Jr partai-paftai yang tidak lolos ketenfuan ET memunculkan pasal 8 ayat 2, "Partai politik
Peruba- :' , berusaha sekuat mungkin agar tetap mengi- peserta pemilu pada pemilu sebelumnya dapat
tik juga . .:r pemilu 2009. PBB merupakan salah satu menjadi peserta pemilu pada pemilu berikut-
a1 dari =rai yang mencoba untuk menghapus ketentu- nya." Munculnya pasal ini sekaligus membatal-
: tel'Sebut agar dapat langsung ikut pemilu kan ketentuan ET yang seharusnya naik dari 3o/o
:lemper- - t-1. Dan perjuangan PBB dengan parlai-partai pada pemilu 2004 menjadi 4% atau 5%o pada pe-
enjalan- .=.-:l.lainnya pun berhasil, ET 3% pun terha- m1\u2009.26
dengan Pada sisi lain dengan ketentuan PT terse-
.Tumlah Karena ET dihapus maka sebagai gantinya but partai-partai besar akan mendapat keuntu-
t efektif) :;k melakukan penyederhanaan parpol digan- ngan. sebab kendati parpol atau caleg mempero-
\ a tran- :enjadi Parliamentaryt Threshold (PT) 2,5oA. leh suara banyak di suatu daerah pemilihan na-
Jrharap- :.:_:antian dari ET ke PT ini justru tidak mam- mun secara nasional tidak memenuhi Pasal202
. Publik : - :renyederhanakan partai poiitik maupun me- maka secara otomatis suara yang "diamanah-
tentang : jerhanakan sistem pemilu, yang terjadi jus- kan" kepada caleg atau partai yang bersangku-
rpun pi- -, jumlah pafiar politik ber-tambah tan akanhilang.2T Sehingga kursi yang seharus-
'ebaliknya
-:r,,3k.
rlitik le- Bila pada pemilu 2004 jumlah parpoi nya menjadi miliki partai yang tidak lolos PT
-- :raka pada pemilu 2009 menjadi 38 parpoi. akan menjadi perebutan lagi. Untuk mempere-
sun ha- '- :.sekuensi pembengkakan parpol ini ialah pe- butkan sisa kursi tersebut maka muncul pasal
uah tata -,:lnaan pemilu 2009 semakin tambah ruwet pasal205 ayat 5 di mana sisa suara parpol pe-
i ang di- , -- :anjang.23 serta pemilu -tentunya ini yang lolos PT- di-
di ting- Karena itu pada fase ketiga. yakni tercip- kumpulkan di tingkat provinsi. Sisa suara yang
ui maka -- ..
budaya demokratis yakni hubungan antara diperoleh partai-p artai be sar apablla dikumpul-
-$'acana -:ta atau keefektifan pemerintahan demokra- kan pada tingkat provinsi tentu jumlahnya akan
rara ahli i r.ngan legitimasinya tidak berjalan.2a Pada sangat besar yang bisa dijadikan untuk memper-
dr sena- -: - -ni .vang seharusnya meneruskan fase perta- oleh kursi kembali.28
- . lan kedua dengan mengerucutkan jumlah Kini isu penyederhanaan parpol menje-
aD pem-
-- -:r Yang Secara ideal untuk mendukung sis- lang pembahasan undang-undang politik 2014
enlelang : :residensial tidak berjalan. Pemiiu ke-3 ma- menjadi isu panas. Hemat kami proses penye-
4 misal- - ::;rsisi (pemilu 2009) vang seharusnya men- derhanaan parpol dapat dilakukan lewat dua
an lewat ., -se untuk menciptakan budaya demokratis cara yakni memperketat parpol yang mau ikut
.Parlai- :: :dr berhenti. Tukar guling ET ke PT meru- pemilu, dan kedua memperketat parpol yang 1o-
- ,' ,:: au'al petaka dari proses penyederhanaan los ke parlemen. Sedangkan untuk mendirikan
banyak
ET tidak ---,. politik. Akibatnya jumlah partai politik parpol justru harus dipermudah, hal tersebut ter-
\amun --::r.r pemilu 2009 menjadi membengkak.2s kait dengan kekebasan berserikat dan berkum-
rgka ET Kalau dicermati dengan saksama, muncul- pul dan kondisi sosial-kultural masyarakat lndo-
adi PKS : ..etefltuan Pasal 202 mengenai batas am- nesia yang sangat majemuk.2e
'--; la1pol untuk memperoleh kursi di DPR Persyaratan untuk bisa ikut pemilu bagi
-;tttentar? Threshold yang bunyi lengkap- partai-partai baru harus diperberat. Banyak sedi-
, "Parlai politik peserta pemilu harus meme- kitnya partai politik yang ikut pemilu akan ber-
implikasi terhadap tingkat efisiensi anggaran,
26
is Rahimi dalam Politik dan Pemerintahan Indone- Haris Rahimi. Loc. Cit
27
)09, MIPI Pusat. Scott Mainwaring, Loc. Cit.
n Mainwaring. Loc. Cit. '* Muhammad Ali Safa'at, Op. Cit.,hlm. 6l
2e
Haris Rahimi, Loc. Cit
519
Jurnal Lex Librum, VoL III, No. 2, Juni 2017, hal. 513 - 524
waktu maupun beban psikologis para pelaksana berikan harapan bagi pengelolaan tata pemerin-
maupun pemilih.30 Semakin banyak tentu dari tahan yang efektif dan efisien. Alasannyakarena
segi biaya, waktu, dan beban psikologis baik pa- sistem multipartai telah mengalami perluasan
nitia maupun pemilih akan semakin tinggi. Im- fragmentasi, sehingga mempersulit proses peng-
plikasi lebih lanjut akan mempengaruhi tingkat ambilan setiap keputusan di legislatif. Karena
ke-LUBER-an dan ke-JURDIL-an semua pi- itu, tidak heran bila berbagai pihak mulai men-
hak.31 Oleh karena itu persyaratan untuk bisa dorong penerapan sistem multipartai sederhana.
ikut menjadi peserta pemilu harus diperketat. Alam demokrasi tentu tidak menggunakan
Kalau selama ini persyaratamya hanya me- larangan secara langsung bagi pendirian partai
nyangkut masalah adminitrasi semata, maka ke politik, karena itu hak asasi yang harus dihor-
depan harus ditingkatkan, misalnya usia parpol mati. Pembatasan partai politik dilakukan de-
yang bersangkutan harus lebih dari 5 tahun, te- ngan menerapkan berbagai prosedur sistem pe-
lah memiliki atau mampu menjalankan peran milu. Secara sah, legal, dan demokratis, sistem
politik (komunikasi, rekrutmen, partisipasi, dan pemilu menjadi alat rekayasa yang dapat me-
sosialisasi) khususnya dalam melakukan meng- nyeleksi dan memperkecil jumlah partai politik
agregasi kepentingan masyarakat (menyerap dalam jangka panjang.
dan menyalurkan aspirasi) dan sebagainya. Se- Duverger berpendapat, bahwa upaya men-
hingga ketika mereka dipercaya oleh rakyat ti- dorong penyederhanaan partai politik dapat di-
dak gagap dan gugup.32 lakukan dengan menggunakan sistem distrik.
Kedua, memperketat masuknya parpol di Dengan penerapan sistem distrik dapat mendo-
parlemen. Hal ini bisa lewat PT, memperkecil rong ke arah integrasi partai-partai politik dan
jumlah kursi setiap daerah pemilihan, pemben- mendorong penyederhanaan partai tanpa harus
tukan fraksi, dan sebagainya. Yang perlu dicatat melakukan paksaan. Semetara dalam sistem
ialah yang diperketat hanyalah masuknya parpol proporsional cenderung lebih mudah mendo-
sementara politisinya bisa masuk lewat partai rong fragmentasi partai dan timbulnya partai-
politik peserta pemilu. Sehingga kalau partainya partai politik baru. Sistem ini dianggap mempu-
tidak lolos ke parlemen, namun politisi yang nyai akibat memperbanyak jumlah partai.
bersangkutan memiliki jumlah suara terbanyak Dalam sistem distrik, teritori sebuah nega-
bisa lolos dan bergabung dengan partai yang 1o- ra dibagi menjadi sejumlah distrik. Banyaknya
los. Dengan model ini maka ada &n unsur yang jumlah distrik itu sebanyak jumlah anggota par-
dipadukan yakni unsur ketegasan dan unsur ke- lemen yang akan dipilih. Setiap distrik akan di-
manusiaan (suara rakyat tidak hilan gl perjtangan pilih satu wakil rakyat. Dalam sistem distrik
politisi dan tim menjadi tidak percuma). berlaku prinsip the winner takes all. Partai mi-
Dengan dua pintu penyederhanaan terse- noritas tidak akan pernah mendapatkan wakil-
but, maka kondisi masyarakat yang majemuk nya. Katakarlah, dalam sebuah distrik ada sepu-
akan terjaga dan bisa terus maju dan berkem- luh partai yang ikut serta. Tokoh dari Partai A
bang, pemilu tidak ribet dan rumit, sementara hanya menang 25o/o, namun tokoh partai lain
sistem pemerintahan presidensial akan berjalan memperoleh suara yang lebih kecil. Walau ha-
efektif dan efisien. Sistem penyederhanaan ini nya mendapatkan stara 25o/o suara, distrik itu
tentu akan berjalan alami dan logis sebab tidak akan diwakili oleh tokoh partai A. Sembilan to-
melakukan penyederhanaan dengan "pembunu- koh lainny a akan tersingkir.
han" terutama mereka yang mendapat suara ter- Metode the winner takes all ini akibatnya
banyak namun partainya tidak lolos PT sebagai- menjadi insentif negatif bagi partar kecil. Dalam
manapemilu 2009. studi perbandingan, sistem distrik ini memang
Berkaca pada pengalaman hampir sepuluh merangsang partai kecil untuk membubarkan
tahun paska reformasi, demokrasi Indonesia de- diri, atau menggabungkan diri dengan partu
ngan sistem mulltipartai belum signifikan mem- lain, agar menjadi mayoritas. Dalam perjalanan
waktu, sistem ini hanya menyisakan dua partai
30
Scott Mainwaring, Loc. Cit. besar saja. Partai kecil lainnya terkubur dengan
3r
Haris Rahimi. Loc. Cit sendirinya.
tt.,
lnltl ,
520
; ,- rmulasi Penerapan Electoral Threshold Dalam Sistem ... Firman F. Busroh
s2r
Jurnal Lex Librum, VoL III, No. 2, Juni 2017, hal 513 - 524
masuk ke parlemen. Jadi, setelah hasil jumlah parpol dilakukan lewat Electoral Threshold
suara masing-masing partai politik diketahui (ET) sebesar 2o/o. Pafiai-partai yang tidak men-
seluruhnya, lalu dibagi dengan jumlah suara se- capai angka2o/obanyak yang protes bahkan ada
cara nasional. Jika suara partai politik itu men- yang meminta ET tidak diberlakukan, misalnya
capai angJ<a 2,5o/o dari jumlah suara nasional, Partai Keadilan. Namun undang-undang terlan-
maka dia berhak menempatkan wakilnya di par- jur menetapkan angka ET sebesar 2ah sehingga
lemen, tanpa mempermasalahkan berapa jumlah PK berubah menjadi PKS untuk bisa menjadi
kursi hasil konversi suara yang dimiliki partai peserta pemilu 2004. Kedua Undang-Undang
politik tersebut. lnilah teori untuk menghasilkan Pemilu 2009 dengan ET 3o/o. Partai-partai yang
parlemen yang efektif. mampu memenuhi angka tersebut ngotot untuk
Jika kita lakukan simulasi dengan data memegang teguh ketentuan tersebut, sementara
Pemilu 2004, maka di parlemen hanya akan ada bagi partai-partai yang tidak lolos ketentuan ET
7 partai. Sehingga dengan Parliamentary Thre- 3% berusaha sekuat mungkin agar tetap mengi-
shold akan terjaring sejumlah partai yang betul- kuti pemilu 2009. PBB merupakan salah satu
ben;J legitimate. Sehingga sebelum pemilu dise- partai yang mencoba untuk menghapus ketenfu-
lenggarakan, dengan sendirinya partai politik an tersebut agar dapat langsung ikut pemilu
akan mengukur diri sampai sejauh mana duku- 2004. Dan perjuangan PBB dengan partai-partai
ngan rakyat kepadanya. kecil lainnya pun berhasil, ET 3% pun terhapus.
Hal ini juga akan membuat fungsi-fungsi Karena ET dihapus maka sebagai gantinya un-
parpol yang dirumuskan dalam UU No. 2 tahun tuk melakukan penyederhanaan parpol diganti
2008 tentang Partai Politik akan berjalan efektif menjadi Parliamentary Threshold (PT) 2,5oh.
karena sebelum parpol itu melakukan flrngsi Pergantian dari ET ke PT ini justru tidak mam-
rekrutmen (penentuan calon legislatif), partai pu menyederhanakan partai politik maupun me-
politik pasti akan lebih dulu menjalankan fungsi nyederhanakan sistem pemilu, yang terjadi jus-
sosialisasi, fungsi edukasi, fungsi agregasi dan tru sebaliknya jumlah partai politik bertambah
fungsi kaderisasi. Selain itu mereka juga akan banyak. Bila pada pemilu 2004 jumlah parpol
berkarya dan mengabdi kepada masyarakat. Di- 24,maka pada pemilu 2009 menjadi 38 parpol.
sinilah adanya korelasi dan hubungan yang sa- Konsekuensi pembengkakan parpol ini ialah
ngat signifikan arrtara UU No. 2 tahun 2008 ten- pelaksanaan pemilu 2009 semakin tambah ruwet
tang Partai Politik dengan UU No. 10 tahun dan panjang. Kini perdebatan mengenai penye-
2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan derhanaan partai muncul kembali dalam menlu-
DPRD, dalam sistem multipartai di Indonesia. sun undang-undang pemilu 2014, dan menurut
hemat penulis perdebatan ini muncul tak jauh
D. Penutup dari apa yang terjadi saat menyusun Undang-
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk Undang Pemilu 2009. Karena itu wacana yang
menciptakan sistem pemerintahan yang efektif dominan hanyalah seputar jumlah angka dalam
dan stabil di Indonesia menyederhanakan jum- menaikkan PT, ada yang menghendaki tetap,
lah partai politik guna memperkuat Sistem Pre- naik menjadi 3-4 Yo hingga ke tingkat ekstremis
sidensial; Menyelenggarakan Pemilu Presiden 5 Yo. Dengan demikian penyelenggaraan peme-
dan Le gislatif se cara b ersama- sam a (C on curr ent rintah dapat efektif dan efisien harus diformula-
Elections). sikan dengan sistem penyederhanaan sistem ke-
Reformulasi penerapan electoral thre- partuan di Indonesia. Hal ini tentunya akan me-
shold dalam proses penyederhanaan partai poli- ngurangi kegaduhan politik yang akan meng-
tik di Indonesia pertama dilakukan dalam Un- hambat j alannya pemerintah.
dang-Undang Pemilu 2004. Penyederhanaan
522
; .',., rmulasi Penerapan Electoral Threshold Dalam Sistem ... Firmun F. Basroh
523