Laporan Praktikum KTO Etnobotani
Laporan Praktikum KTO Etnobotani
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Komposisi Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil wawancara Komposisi jenis kelamian didominasi oleh perempuan dibandingkan laki-laki.
Dapat dilihat di Gambar 2, terdapat sebanyak 13 responden perempuan dan 9 orang laki-laki. Responden perempuan
banyak mendominasi dikarenakan perempuan lebih banyak beperan dalam mengolah maupun mencarai tanaman untuk
mengobati sakit pada tubuhnya. Menurut Ismarani (2013), perempuan lebih banyak mengonsumsi obat herbal untuk
menjaga dan memelihara kesehatannya. Adanya perbedaan gender yang terjadi pada masyarakat desa Rancabungur
membuat adanya pembagian dalam mata pencaharian diaman perempuan akan lebih banyak berada dirumah
dibandingkan laki-laki. Menurut Rahayu (2013), perempuan lebih banyak memberikan informasi mengenai pemanfaatan
tumbuhan dikarenakan perempuan yang mengurus rumah tangga baik dalam hal memasak maupun mengurus anak,
sehingga secara tidak langsung lebih banyak tahu akan penggunaan tumbuhan pangan. Selain itu, saat pengambilan data
pada siang hingga sore hari perempuan lebih sering di rumah dibandingkan laki-laki.
Laki-laki
9
41%
Perempuan
13
59%
Komposisi Umur
Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh responden dengan komposisi umur yang dikategorikan sebagai anak-anak
sebanyak 1 responden, dewasa sebanyak 7 responden, lansia 12 responden dan manula 2 responden. Pengkategorian kelas
umur tersebut menurut Depkes RI (2009) dan disederhanakan menjadi 4 kategori saja yaitu kanak-kanak (5-11
Manula Anak-anak
2 1
9% 4%
Dewasa
7
32%
Lansia
12
55%
SMP
2
9%
SD
12
55%
8
7
7
6
Jumlah responden
5 5
5
3
2 2
2
1
1
0
Ibu rumah tangga Pedagang Buruh Petani Jasa kesehatan Pelajar
Mata pencaharian responden
Pengalaman
9
32%
Karakteristik Tumbuhan Obat
Komposisi Habitus
Habitus tumbuhan obat ada bermacam-macam, seperti semak, liana, herba, epifit, perdu, palem, pohon, dan lain
sebagainya. Habitus tumbuhan obat yang terdapat pada Desa Rancabungur, Ciampea, Jawa Barat yaitu herba, pohon,
perdu, semak, liana, dan palem. Jenis tumbuhan obat paling banyak ditemui yaitu pada habitus herba, sebanyak 46%,
persentase dapat dilihat pada Gambar 7. Beberapa jenis herba yang dimanfaatkan masyarakat sebagai tumbuhan obat
yaitu kunyit (Curcuma longa), jahe (Zingiber officinale), lengkuas (Alpinia galanga) dan kencur (Kaempferia galanga),
remek daging (Hemigraphis colorata), lempuyang (Zingiber zerumbet), lidah buaya (Aloe vera), babandotan (Ageratum
conizoides) dan lain sebagainya. Beberapa jenis perdu yang dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat yaitu sirsak
(Annona muricata), dadap (Erythrina variegata), sembung (Blumea balsamifera), leunca (Solanum nigrum), dan lain
sebagainya. Beberapa jenis pohon yang dapat digunakan sebagai obat yaitu nangka (Artocarpus heterophyllus), alpukat
(Persea americana), manggis (Garcinia mangostana), duku (Lansium domesticum), salam (Syzygium polyanthum), dan
lain sebagainya.
semak
5%
Pohon Herba
28% 46%
Perdu
15% Palem Liana
3% 3%
60
48
50
Jumlah jenis
40
30
20
11 9
10 7 6 5 3 1 1 1 1
0
Daun Buah Rimpang Bunga Akar Kulit Batang Kulit Buah Biji Getah Umbi
Batang
Bagian yang digunakan
Kebun
34
39%
Pekarangan
53
61%
Berdasarkan hasil, didapatkan bahwa masyarakat memilih memanfaatkan pekarangan sebagai habitat menanam
tumbuhan obat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menambah pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat Desa Rancabungur, Bogor memanfaatkan tumbuhan paling banyak berasal dari hasil budidaya masyarakat itu
sendiri. Menurut Rahayu (2011), pekarangan dipilih oleh masyarakat karena letaknya lebih dekat dengan tempat tinggal
daripada tibe habitat lainnya, sehingga masyarakat lebih mudah mengambil spesies tumbuhan obat jika sewaktu-waktu
diperlukan. Pekarangan bervariasi dari yang luasnya besar sampai dengan luasnya kecil. Apabila pekarangan berukuran
kecil, masyarakat biasanya memanfaatkan media pot atau media merambat lainnya. Keberadaan tumbuhan obat selain
untuk dimanfaatkan, juga dapat menambah keasrian rumah. Beberapa spesies yang biasa ditanam di pekarangan yaitu
sirih (Piper betle), jawer kotok (Plectranthus scutellarioides), dan binahong (Anredera cordifolia).
Komposisi Budidaya
Berdasarkan hasil wawancara, spesies tumbuhan yang digunakan masyarakat berasal dari beberapa tempat di
sekitar tempat tinggal masyarakat, baik dari kebun dan pekarangan. Spesies tumbuhan tersebut ada yang merupakan hasil
budidaya dan ada pula yang liar. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan spesies tumbuhan hasil
budidaya, karena dari 87 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebanyak 70 spesies atau sekitar 80% merupakan hasil
budidaya (Gambar 10). Sebagian besar spesies tumbuhan diperoleh dari pekarangan (Gambar 9). Masyarakat Desa Ranca
bungur biasanya memiliki pekarangan disekitar rumah yang ditanami beberapa tumbuhan seperti sayuran, buah-buahan,
tumbuhan obat, dan tumbuhan hias. Selain itu masyarakat Desa Rancabungur memiliki kebun yang terletak tidak terlalu
jauh dari rumah, sehingga masyarakat mudah mendapatkan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Masyarakat
membudidayakan berbagai tumbuhan bukan sekedar dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat namun juga dimanfaatkan
untuk dinikmati nilai intrinsik dan estetika dari tumbuhan tersebut, Tumbuhan obat ini selain dimanfaatkan khsasiat obat
tetapi juga sebagai pelengkap dan penghias pekarangan rumah warga karena terdapat beberapa tumbuhan yang memiliki
bentuk dan warna yang unik sehingga menarik untuk di tanam atau dibudidayakan di pekarangan sekitar rumah. Contoh
beberapa tumbuhan obat yang memiliki multimanfaat yakni melati, antana jepang dan begonia merah.
liar
17
20%
budidaya
70
80%
Gambar 10 Komposisi sumber perolehan tumbuhan obat yang ditemukan
SIMPULAN
Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Desa Rancabungur berjumlah 87 jenis tumbuhan.
Komposisi habitus tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah habitus herba, bagian tumbuhan yang paling
banyak digunakan adalah daun, tipe habitat yang paling sering ditemukan adalah pekarangan rumah, dan sumber
perolehan terbanyak adalah dari budidaya.
SARAN
Perlu dilakukan kegiatan sosialisasi dan pembinaan mengenai pemanfaatan pekarangan rumah khususnya untuk
menanam tumbuhan obat di masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi pengetahuan tentang
tumbuhan obat yang cukup tinggi namun hanya terpusat pada beberapa orang saja.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2009. Kategori Usia. Dalam http://kategori-umurmenurut-Depkes.html. [Diakses Pada
Tanggal 20 September 2019].
Gunawan, D. 1998. Tumbuhan Obat Indonesia. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM.
Ismarani. 2013. Kajian persepsi konsumen terhadap terhadap penggunaan obat herbal (kasus di Unisma Bekasi). Jurnal
Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 4 (2): 52-58
Kusuma FR, Zaky BM. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Indonesia (ID) : AgroMedia
Plotkin MJ. 2006. Ethnobotany. Washington (US): Microsoft Encarta.
Rahayu SM. 2011. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang, Jawa Barat: studi kasus di
Kecamatan Jalan Cagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rahayu S. 2013. Pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat oleh masyarakat Kampung Sinarwangi di sekitar hutan Gunung
Salak Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawan N. 2005. Teknik Sampling. Bogor (ID): Departemen Nasional Inspektorat Jenderal Pendidikan.
Suwahyono N, Sudarsono B, Waluyo EB. 1992. Pengelolaan Data Etnobotani Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar
dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Bogor, Indonesia. 1992. 8-15.