Anda di halaman 1dari 55

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Auditing
Untuk mengetahui auditing secara lebih jelas, berikut ini terdapat
beberapa definisi audit menurut para ahli, antara lain :Menurut Arens
(2015:24)
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria. Auditing should be done by
a competent, independent person”.

Yang berarti audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang


informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang
yang berwenang, independen atau tidak terikat.

Menurut Agoes (2014:3), pengertian auditing adalah:

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Sedangkan Mulyadi (2014: 9) menyatakan bahwa pengertian audit adalah:

“Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh


dan megevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan
tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yan berkepentingan.”

11
12

Halim (2015:1) menjelaskan bahwa definisi audit yang sangat dikenal


luas adalah definisi yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic
Auditing Concepts) yang mendefinisikan auditing sebagai suatu proses
sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif
mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi
untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan
kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para
pemakai yang berkepentingan.
Maka berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan, bahwa audit
merupakan suatu proses sistematik yang dilakukan untuk memastikan dan
mengevaluasi bukti yang dilakukan oleh pihak yang kompeten dan
independen dengan tujuan untuk melaporkan dan menetapkan derajat
kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan dan disampaikan kepada pemakai yang berkepentingan.

2.1.1.1 Tujuan Audit


Berdasarkan Standar Audit (SA) Seksi 200 tujuan suatu audit adalah
untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna laporan keuangan yang
dituju. Hal ini dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang
apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Dalam hal
kebanyakan kerangka bertujuan umum, opini tersebut adalah tentang apakah
laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan kerangka. Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan SA dan
ketentuan etika yang relevan memungkinkan auditor untuk merumuskan
opini.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap aktivitas
audit yang dilakukan selalu memiliki tujuan audit yang spesifik. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui target yang harus dicapai oleh auditor dalam
melakukan audit. Target tersebut dapat dikatakan sukses apabila semua
tujuan yang diarahkan berjalan dengan benar dan sesuai dengan prosedur.
Secara umum audit dilakukan untuk menentukan:
13

1. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan


serta telah disusun sesuai dengan standar yang mengaturnya
2. Risiko yang dihadapi organisasi telah di identifikasi dan diminimalisir
3. Peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal telah
dipenuhi
4. Kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi
5. Sumber daya telah digunakan secara efisien dan diperoleh secara
ekonomis.

Arens, Elder dan Beasley (2015:170) yang mengutip standar auditing


American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) menyatakan
bahwa tujuan audit adalah menyediakan pendapat bagi pemakai laporan
dimana pendapat tersebut diberikan oleh auditor mengenai apakah laporan
keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal material,sesuai dengan
kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Dengan adanya pendapat
dari auditor maka akan menambah tingkat keyakinan dari pemakai laporan
keuangan.

2.1.1.2 Jenis-jenis Audit


Menurut Arens, Elder dan Beasley (2015:12-15), Audit terbagi
menjadi 3 jenis:
a) Audit Laporan Keuangan (Financial Audit)
Audit laporan keuangan (financial statement audit) berkaitan
dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang
laporan-laporan klien dengan maksud agar dapat memberikan
pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara
wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum.

b) Audit Kepatuhan (Compliance Audit)


Audit kepatuhan berkaitan dengan kegiatan memperoleh bukti
serta memeriksa bukti audit yang dilaksanakan untuk menetukan
apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau
14

ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi


baik dari pihak internal seperti dewan direksi dan dewan komisaris
maupun pihak eksternal, seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan), DJP
(Direktorat Jendral Pajak), dan Pemerintah.

c) Audit Operasional (Operational Audit)


Audit operasional mengevaluasi ekonomi, efisiensi, dan
efektifitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi
perusahaan dengan memperoleh dan mengevaluasi bukti audit yang
diperoleh auditor serta memberikan rekomendasi (nilai tambah)
kepada perusahaan agar kegiatan operasional perusahaan dapat
berjalan ekonomis, efektif, dan efisien sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan.

Menurut Halim (2015:8) klasifikasi audit berdasarkan pelaksana audit


dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Auditing Eksternal
Auditing eksternal merupakan suatu kontrol sosial yang
memberikan jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk pihak
luar perusahaan yang di audit. Auditornya adalah pihak luar
perusahaan yang independen. Pihak di luar perusahaan yang
independen adalah akuntan publik yang telah diakui oleh yang
berwenang untuk melaksanakan tugas tersebut.

2. Auditing Internal
Auditing internal adalah suatu kontrol organisasi yang
mengukur dan mengevaluasi efektifitas organisasi. Informasi yang
dihasilkan, ditunjukan untuk manajamen organisasi itu sendiri.
Auditor internal bertanggungjawab terhadap pengendalian internal
perusahaan demi tercapainya efesiensi, efektifitas, dan ekonomis serta
ketaatan pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan.
15

3. Auditing Sektor Publik


Auditing sektor publik adalah suatu kontrol atas organisasi
pemerintah yang memeberikan jasanya kepada masyarakat, seperti
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Audit dapat mencakup
audit laporan keuangan, audit kepatuhan, maupun audit oprasional.
Auditornya adalah auditor pemerintah dan dibayar oleh pemerintah.

Jenis audit yang dilaksanakan yang tercantum dalam SPKN


BPK RI (2017: 9), atau lingkup pemeriksaan BPK RI (UU RI No. 15
Tahun 2004 pasal 4) adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas
laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
(reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.

2. Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek
ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan atas aspek efektivitas
yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh
aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam melakukan
pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan serta
pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara
obyektif danm sistematik terhadap berbagai macam bukti,
untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas
kinerja entitas atau program atau kegiatan yang diperiksa.
Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program
16

serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian


atas:
a. Sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan
organisasi dapat dicapai.
b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan
kinerja program atau menghilangkan faktor-faktor
yang menghambat efektivitas program.
c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas
biaya atau program.
d. Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang
diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak
diharapkan.
e. Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih,
atau bertentangan dengan program lain yang sejenis.
f. Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti
ketentuan pengadaan yang sehat.
g. Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan
efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi.
h. Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan
yang berkaitan dengan kinerja suatu program.

3. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)


Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) adalah
pemeriksaan yang bertujuan untuk memberiksan simpulan
atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan dengan tujuan
tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu
(review), atau prosedur yang disepakati (agreed upon-
procedure). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi
antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan,
pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem
pengendalian intern”.
17

2.1.1.3 Jenis-Jenis Auditor


Menurut Halim (2015:11) Auditor yang ditugaskan dalam mengaudit
pada umumnya diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu:
1. Auditor Internal
Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat
mereka melakukan audit. Tujuan dari auditing internal adalah untuk
membantu manajamen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara
efektif. Auditor internal terutama berhubungan dengan audit operasional
dan audit kepatuhan.

2. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam
pemerintahan. Auditing ini dilaksanakan oleh auditor pemerintah yang
bekerja di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ) dan
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

3. Auditor Independen ( Akuntan Publik )


Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota
kantor akuntan publik yang memebrikan jasa auditing profesional kepada
klien. Klien dapat berupa perusahaan bisnis yang berorientasi laba,
organisasi nirlaba, badan-badan pemerintahan, maupun individu
perseorangan. Di samping itu, auditor juga menjual jasa lain yang berupa
konsultasi pajak, konsultasi manajamen, penyusunan sistem akuntansi,
penyusunan laporan keuangan, serta jasa-jasa lainnya. Auditor
independen sesuai dengan sebutannya harus bekerja dengan independen
kepada klien pada saat melaksanakan audit maupun saat pelaporan hasil
audit. Auditor independen melakukan pekerjaannya di bawah suatu
kantor akuntan publik.
18

2.1.2 Pendekatan proses audit dengan Komputer


Menurut Arens (2015) terdapat tiga pendekatan proses audit dengan
komputer yaitu :
1. Audit sekitar komputer (audit around the computer)
Auditing around the computer adalah audit terhadap
penyelenggaraan sistem informasi komputer tanpa menggunakan
kemampuan peralatan itu sendiri, pemrosesan dalam komputer dianggap
benar, apa yang ada dalam komputer dianggap sebagai black box
sehingga audit hanya dilakukan di sekitar box tersebut. Pendekatan ini
memfokuskan pada input dan output. Jika dalam pemeriksaan output
menyatakan hasil yang benar dari seperangkat input pada sistem
pemrosesan, maka operasi pemrosesan transaksi dianggap benar.

2. Audit melalui komputer (audit through the computer)


Dengan cara ini auditor menguji pemrosesan komputer tersebut.
Apabila sistem komputer tersebut dikembangkan dengan baik dengan
tersedianya pengendalian yang memadai, maka kesalahan dan
penyalahgunaan kemungkinan besar akan terdeteksi. Apabila sistem ini
juga berfungsi sebagaimana direncanakan, maka keluaran dapat diterima
keandalannya.

3. Audit dengan komputer (audit with the computer)


Dengan cara ini auditor dalam melakukan audit dengan
mengunakan teknik-teknik audit berbantuan komputer (TABK) atau
menggunakan komputer sebagai alat bantu audit, baik dengan software
khusus maupun umum (generalized audit software atau GAS).

2.1.3 Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK)


Berbagai macam penggunaan komputer dalam audit disebut dengan
istilah teknik audit berbantuan komputer (TABK) atau computer assisted audit
techniques (CAATs). Tujuan dan lingkup keseluruhan suatu audit tidak
berubah bila audit dilaksanakan dalam suatu lingkungan sistem informasi
akuntansi (SPAP seksi 327). Teknik audit berbantuan komputer (TABK)
19

diartikan sebagai penggunaan perangkat lunak tertentu yang digunakan


pemeriksa untuk melakukan pemeriksanaan dan mencapai tujuan pemeriksaan
dalam pelaksanaan pengumpulan bukti audit dengan menggunakan komputer
yaitu dengan test of control dan substantif test.
Basalamah (2011:189) mendefinisikan TABK sebagai teknik-teknik
komputer yang dapat digunakan auditor dalam melaksanakan prosedur
pengujian ketaatan dan atau pengujian substantif serta sebagi alat bantu audit
lainnya.
TABK merupakan penggunaan teknologi informasi sebagai alat bantu
dalam kegiatan audit. Penggunaan TABK akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas auditor dalam melaksanakan audit dengan memanfaatkan segala
kemampuan yang dimiliki oleh komputer (Saputra, 2014).
Menurut Singleton dan Flasher (2003) yang di kutip oleh Mahzan dan
Lymer (2014:328) TABK dapat digunakan oleh auditor eksternal maupun
auditor internal, sebagai bagian dari prosedur audit untuk memproses data
pemeriksaan penting yang terkandung dalam sistem informasi pada
perusahaan.

2.1.3.1 Pendekatan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK)


Menurut Grand (2001) dan Braun dan Davin (2003) yang dikutip oleh
Mahzan dan Lymer (2014:328) menunjukkan jenis TABK yang telah dipakai
oleh auditor adalah sebagai berikut:
1. Kertas kerja elektronik (electronic working papers)
2. Deteksi penipuan (fraud detection)
3. GAS (general audit software)
4. Pengujian keamanan jaringan
5. Pemantauan secara terus menerus (continuous monitoring)
6. Database riwayat audit (database of audit history)
7. Pelatihan berbasis komputer
8. Perdagangan elektronik (electronic commerce)
9. Keamanan internet (internet security)

Romney dan Steinbart (2015:347) menyatakan beberapa teknik audit


yang digunakan oleh auditor dengan bantuan komputer yaitu:
20

1. Data Uji (Test Data)


Teknik data uji (test data) digunakan dalam pelaksanaan prosedur
audit dengan cara memasukkan data (misalnya transaksi) ke dalam
sistem komputer klien, dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan
hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Contoh penggunaan teknik data
uji adalah:
a. Data uji digunakan untuk menguji pengendalian khusus dalam
program komputer, seperti on-line password dan pengendalian
akses data.
b. Transaksi uji yang dipilih dari transaksi yang telah diproses atau
telah dibuat sebelumnya oleh auditor untuk menguji karakteristik
pengolahan tertentu yang dilakukan entitas dengan sistem
komputernya. Transaksi ini umumnya diolah secara terpisah dari
pengolahan normal yang dilakukan oleh entitas.
c. Transaksi uji yang digunakan dalam suatu pengujian terpadu
dengan cara menciptakan dummy unit (seperti kementerian atau
karyawan) untuk memposting transaksi uji ke dalam dummy unit
tersebut dalam siklus pengolahan normal entitas.

2. Fasilitas Pengujian Terintegrasi (Integrated Test Facility)


Teknik ini merupakan merupakan pengembangan dari teknik data
uji. Teknik ini melibatkan pemasukan data terpadu. Transaksi data uji
dimasukan ke dalam sistem pemrosesan komputer besama dengan
transaksi sesungguhnya. Data diproses dengan program yang sama,
sehingga transaksi uji juga dilakukan dengan langkah pemrosesan yang
sama seperti transaksi sebenarnya.
Transaksi uji diindentifikasi pada program dengan suatu kode dan
hasil pemrosesannya disimpan dalam suatu fasilitas pengujian khusus.
Fasilitas ini ditentukan oleh auditor dan terdiri dari file-file berskala
kecil. Setiap file terdiri dari record beberapa pelanggan, pemasok,
produk atau kesatuan fiktif lain. Dengan fasilitas pengujian, transaksi uji
tetap dipisahkan dari file on-line.
Auditor memperoleh hasil cetakan record fasilitas pengujian dari
hasil-hasil pengujian. Dengan membandingkan hasil cetakan ini dengan
21

hasil yang ditentukan sebelumnya, auditor dapat mengevaluasi seberapa


benar program memroses transaksi dan seberapa efektif mendeteksi
kesalahan.

3. Snapshot Technique
Modifikasi program untuk membuat keluaran data yang berkaitan
dengan audit. Menandai transaksi dengan kode khusus kemudian
meriview data untuk melakukan validasi data. Contohnya program
penggajian dimodifikasi untuk membuat keluaran data yang berkaitan
dengan pembayaran lembur.

4. System Control Audit Review File (SCARF)


Teknik audit berbantuan computer dengan metoda embedded
audit modules adalah teknik audit dengan menggunakan modul
terprogram yang disisipkan atau “diletakkan “ ke dalam program
aplikasi, dengan tujian untuk memantau dan menghimpun data untuk
tujian pemeriksaan. Pada saat transaksi memasuki komputer, transaksi
ini diedit dan diproses dengan program aplikasi. Pada saat yang sama
transaksi dicek oleh modul audit yang terpasang di dalam program. Jika
transaksi itu benar, maka transaksi itu dipilih oleh modul bersangkutan
dan disalin pada log audit atau yang sering disebut SCARF.

5. Program Pementaan (Mapping Programs)


Merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menunjukkan
bagian mana dari suatu program yang dapat dimasuki pada waktu
program tersebut dijalankan. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan
bagian mana dari program tersebut yang berfungsi dan bagian mana yang
tidak dapat dijalankan.

6. Program Tracing
Digunakan untuk mengidentifikasikan apakah suatu instruksi
tertentu atau langkah-langkah pemrosesan suatu aplikasi komputer telah
dijalankan selama memproses transaksi.
22

2.1.3.2 Manfaat Penggunaan TABK


Menurut Ahmi dan Kent (2013) terdapat sembilan manfaat dari TABK
yaitu:
1. Mengevaluasi risiko kecurangan atau fraud
2. Mengidentifikasi ayat jurnal (journal entries) dan penyesuaian lainnya
untuk dilakukan pengujian
3. Memeriksa keakuratan file elektronik
4. Mengevaluasi prosedur seperti: umur piutang
5. Memilih transaksi sampel dari file elektronik
6. Menyortir transaksi berdasarkan karakteristik khusus
7. Menguji seluruh populasi diluar sampel
8. Mendapatkan bukti tentang efektivitas pengendalian
9. Mengevaluasi keberadaan dan kelengkapan persediaan

IAI (2011) menyatakan bahwa TABK dapat digunakan oleh auditor


untuk melakukan hal-hal berikut :
1. Untuk mengelompokan data berdasarkan kriteria tertentu.
2. Untuk melaksanakan prosedur-prosedur penelahaan analitis
(analytical review) seperti mengidentifikasi unsur atau fluktuasi yang
tidak biasa.
3. Untuk menguji rincian mengenai transaksi dan saldo, baik secara
sensus (seluruh populasi) ataupun secara sampel.
4. Untuk melakukan pengujian pengendalian (umum maupun aplikasi).
5. Untuk mengakses data, yaitu membaca data yang mempunyai record
dan format yang berbeda.
6. Untuk mengorganisasikan data, misalnya dalam melakukan
pemilahan (sortir) dan penggabungan beberapa data.
7. Untuk membuat laporan, melakukan pengeditan membuat format
keluaran.
8. Untuk membuat persamaan dengan operasi lojik seperti AND, OR, =,
<, >, IF dan sebagainya.

Berikut ini adalah beberapa kegunaan penting dari TABK menurut Romney
dan Steinbart (2015:352) :
23

1. Query file data untuk mengambil pertemuan catatan kriteria yang


ditentukan.
2. Menciptakan, memperbarui, membandingkan, download, dan
penggabungan file.
3. Meringkas data, menyortir, dan penyaringan.
4. Mengakses data dalam format yang berbeda dan mengkonversi data
ke dalam format yang umum.
5. Meneliti catatan untuk kualitas, kelengkapan, konsistensi, dan
kebenaran.
6. Stratifikasi catatan, memilih dan menganalisis sampel statistik.
7. Pengujian untuk risiko spesifik dan mengidentifikasi bagaimana
untuk mengendalikan risiko itu.
8. Melakukan perhitungan, analisis statistik, dan operasi matematika
lainnya.
9. Melakukan tes analitis, seperti rasio dan analisis kecenderungan,
mencari pola data yang tidak terduga atau dijelaskan yang mungkin
mengindikasikan penipuan.
10. Mengidentifikasi kebocoran keuangan, kebijakan non kepatuhan, dan
kesalahan pengolahan data.
11. Merekonsiliasi jumlah fisik untuk jumlah yang dihitung, pengujian
akurasi ulama ekstensi dan saldo, pengujian untuk duplikat item.
12. Format dan pencetakan laporan dan dokumen.
13. Membuat kertas kerja elektronik.

2.1.4 General Audit Software


Menurut Ahmi dan Kent (2013:88) perangkat lunak audit umum
General Audit Software adalah alat yang digunakan oleh auditor untuk
mengotomatisasi berbagai tugas audit. Karena sebagian besar transaksi
akuntansi sekarang terkomputerisasi, audit data akuntansi juga diharapkan
bisa terkomputerisasi juga.
Penelitian terdahulu menunjukkan bukti bahwa auditor eksternal
banyak mengadopsi GAS. Menurut Mahzan dan Lymer (2008) yang di kutip
oleh Ahmi dan Kent (2013), GAS banyak digunakan oleh auditor internal di
24

Inggris. Menurut Debreceny dkk, (2005) yang di kutip oleh Ahmi dan Kent
(2013), GAS dapat membantu auditor untuk mendeteksi salah saji dalam
laporan keuangan, khususnya dalam menilai asersi manajemen seperti
kelengkapan, kepemilikan, penilaian, akurasi, klasifikasi dan pengungkapan
data yang dihasilkan oleh software akuntansi.

Beberapa jenis GAS yang digunakan oleh auditor adalah :

Tabel 2.1 Generalized Audit Software

GAS Deskripsi

Acl Software ACL menyediakan analisis audit, audit kontinu dan


(Audit solusi pemantauan terus menerus. Daerah solusi ACL adalah
Command analisis data, analisis diterapkan, analisis berhasil, audit kontinu,
Languange) dan pemantauan terus menerus.
Activedata ActiveData untuk excel merupakan komputer yang dibantu alat
For Excel audit (TABK) yang bekerja di dalam Microsoft Excel.
Idea www.audimation.com
(Interactive IDEA di desain untuk membantu profesional akuntansi dan
Data Analysis keuangan memperpanjang audit mereka dan kemampuan analitis,
Audit-Easy) mendeteksi penipuan dan memenuhi standar dokumentasi.
TopCAATs membantu organisasi mengelola audit eksternal, audit
Topcaats internal, manajemen keuangan, departemen
akuntansi dan memeriksa penipuan
Penyedia software kontrol monitoring secara terus menerus.
Mempermudah bisnis, keuangan, teknologi informasi, profesional
Approva® audit untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mencegah
Corporation pengecualian bisnis untuk
mengurangi risiko kepatuhan, peningkatan efisiensi operasional,
dan mencegah pembayaran yang tidak pantas.
AutoAudit mengambil dokumen dari kertas kerja. Sepenuhnya

Autoaudit terintegrasi sistem audit otomatis, yang memungkinkan


departemen menyelesaikan pekerjaan mereka dengan satu
database. Dengan modul perkiraan risiko, perencanaan, terjadwal,
25

GAS Deskripsi

kertas kerja, laporan, pelacakan masalah, dan administrasi, itu


merupakan cara yang sangat lengkap untuk mengelola departemen
audit.
BWise adalah perusahaan global terkemuka dalam governance,
risk, dan compliance (GRC) manajemen software, dengan andil
yang besar dalam manajemen proses bisnis. BWise
Bwise Grc memungkinkan stakeholders untuk mengukur dan mengelola
risiko dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan seperti
Sarbanes-Oxley, Solvency II, MAR, IFRS, UCF, MiFID, PCI,
GLBA, dan lainnya.
Sebuah solusi audit internal yang komprehensif, terbukti
Grc On meningkatkan efisiensi proses audit, termasuk penilaian risiko,
Demand® perencanaan, penjadwalan, dokumentasi, persiapan, review,
pelaporan, pelacakan masalah, dan administrasi.
CaseWare IDEA inc. adalah pengembang dan distributor global
Idea-Data IDEA™, software analisis data yang digunakan oleh akuntan,
Analysis auditor, sistem dan profesional keuangan di seluruh dunia. Dengan
Software IDEA, anda dapat membaca, menampilkan, menganalisis,
memanipulasi, sampel atau ekstrak data dari berbagi sumber.
Methodware adalah pengembang terkemuka dunia mengenai
risiko, kepatuhan, audit, dan penyelidikan software dengan lebih
Methodware dari 1800 klien di 80 negara. Mengintegrasikan penilaian risiko,
Era audit internal, kepatuhan, inisiatif, dan tata kelola perusahaan pada
ERA, solusi kami terbukti dalam GRC. Berpindah ke pendekatan
audit berbasis risiko dengan ERA.
Merupakan industri baru mengenai perangkat lunak manajemen
audit. Web diaktifkan (namun tidak tergantung web) dan
sepenuhnya dikonfigurasi, model terintegrasi meliputi:
Mkinsight™ perencanaan tahunan, penjadwalan, manajemen audit, pelaporan
kinerja, kertas kerja elektronik, rekomendasi, pelacakan pelaporan
yang komprehensif, pencatatan waktu, penilaian risiko, CSA,
kuesioner online, dan perpustakaan.
26

GAS Deskripsi

Portal pemerintahan untuk audit internal merupakan modul

Protiviti’s rencana kerja (platform) GRC Protiviti yang menyediakan sistem

Governance manajemen audit secara lengkap: ruang lingkup, penjadwalan,

Portal kertas kerja elektronik (electronic workpapers), pelacakan


masalah (issue tracking), dan pelaporan. Kapabilitas offline
memungkinkan auditor untuk bekerja di mana saja dan kapan saja.
Menawarkan kontrol audit lifecycle secara lengkap dengan RSA
Archer Suite. Mengubah dokumentasi berbasis kertas ke dalam

RSA Archer program audit dinamis yang meliputi perencanaan, penjadwalan,

Egrc Suite prioritas berdasarkan risiko, personalia, pelaksanaan proyek, dan


saran perbaikan. Memfasilitasi integrasi dengan proses GRC
perusahaan untuk pendekatan umum dalam penilaian risiko di
seluruh fungsi asuransi dan kepatuhan.
Sumber: Razi dan Madani (2012,173-174)

2.1.5 Model Penerimaan Teknologi

2.1.5.1 The Unified of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) dan UTAUT
Model 2 (UTAUT2)
Unified of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) adalah
salah satu model penerimaan teknologi terbaru yang dikembangkan oleh
Venkatesh, Morris dan Davis (2003) dengan menggabungkan delapan teori
penerimaan teknologi terdahulu menjadi satu teori.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode
UTAUT. Alasan memilih untuk menggunakan model ini dikarenakan
UTAUT menggabungkan unsur-unsur delapan model yang sebelumnya
memprediksi penerimaan penggunaan IT (Venkatesh, Morris dan Davis,
2003). Kajian dan perbandingan yang dilakukan oleh Venkatesh, Morris, dan
Davis (2003), mengilustrasikan bahwa ada lima keterbatasan delapan model
yang ada terkait dengan isu-isu seperti penelitian kebanyakan dilakukan
untuk keputusan adopsi teknologi yang relatif sederhana, objek penelitian
merupakan siswa yang berasal dari lingkungan akademis, waktu pengambilan
27

keputusan, sifat pengukuran dan konteks sukarela versus wajib. Isu-isu ini
diperbaiki oleh Venkatesh, Morris, dan Davis (2003), dengan memilih objek
penelitian yang berasal dari non-akademik dan melalui berbagai pengalaman
menggunakan teknologi baru, dan membandingkan model kepada semua
peserta. Selain itu Venkatesh, Morris, dan Davis (2003) telah melakukan
sebuah penelitian untuk memastikan ketangguhan model yang mereka
ciptakan. Hasilnya menunjukkan bahwa model mereka valid, sangat
mendukung dan menjelaskan hingga 70 persen varian mengenai niat untuk
menggunakan teknologi, mengungguli model sebelumnya dan 50 persen
menjelaskan tentang penggunaan teknologi (Venkatesh, Thong dan Xu,
2012).

Tabel 2.2 Konstruk UTAUT


No Nama Teori Penulis Pengertian
(Tahun
Penelitian)
1. Innovation Rogers (1962) Diadopsi dari penerapan teknologi IDT
Diffusion dapat mengukur persepsi masyarakat
Theory (IDT) dengan menggunakan tujuh atribut kunci.
Theory of Fishbein dan Teori untuk memprediksi perilaku manusia
Reasoned Azjen (1975) yaitu dengan cara menganalisis hubungan
2. Action (TRA) antara berbagai kriteria kinerja dan sikap
seseorang, niat, dan norma subyektif.
3. Social Bandura (1977) Mengidentifikasi perilaku manusia sebagai
Cognitive interaksi dari faktor pribadi, perilaku, dan
Theory (SCT) lingkungan yang bertujuan memberikan
kerangka untuk memahami, memprediksi,
dan mengubah perilaku manusia.
4. Theory of Ajzen (1988) Teori yang digunakan untuk memenuhi
Planned keadaan ketika perilaku seseorang tidak
Behavior sukarela dengan memasukkan prediktor niat
(TPB) dan perilaku yang mengacu pada keyakinan
tentang adanya faktor yang dapat
28

No Nama Teori Penulis Pengertian


(Tahun
Penelitian)
memfasilitasi atau menghalangi kinerja
suatu perilaku tertentu
5. Technology Davis F.D (1989) Mengidentifikasi reaksi dan persepsi
Acceptance seseorang terhadap suatu yang menentukan
Model (TAM) sikap dan perilaku orang tersebut dengan
cara membuat model perilaku seseorang
sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku
dimana tujuan perilaku ditentukan oleh
sikap atas perilaku tersebut
6. Model of PC Thompson, et al. Menilai pengaruh dari kondisi kondisi yang
Utilization (1991) mempengaruhi dan memfasilitasi, faktor
(MPCU) sosial, kompleksitas, kesesuaian tugas dan
konsekuensi jangka panjang terhadap
pemanfaatan PC
7. Motivational Davis, et al. (1992) Teori motivasi yang dikembangkan untuk
Model (MM) memprediksi penerimaan dan penggunaan
teknologi.
8. Combined Taylor dan Todd Model hibrida dari TPB dengan TAM yang
TAM and TPB (1995) memberikan penjelasan akurat mengenai
penentu penerimaan dan use behaviorsuatu
teknologi tertentu.
Sumber: data diolah oleh penulis

2.1.5.1.1 Performance expectancy (Ekspektasi kinerja)


Venkatesh, Morris dan Davis (2003) mendefinisikan performance
expectancy sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan
menggunakan sistem tersebut akan membantu orang tersebut untuk
memperoleh keuntungan kinerja pada pekerjaan.
29

Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel - variabel yang


diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan
dan penggunaan teknologi. Adapun variabel tersebut adalah:
a. Persepsi Terhadap Kegunaan (perceived usefulness)
Menurut Venkatesh, Morris dan Davis (2003), persepsi
terhadap kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai
seberapa jauh seseorang percaya bahwa menggunakan suatu
sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanya. Variabel penelitian
ini terdapat pada penelitan Davis (1989).

b. Kesesuaian Pekerjaan (job fit)


Menurut Venkatesh, Morris dan Davis (2003), kesesuaian
pekerjaan (job fit) didefinisikan bagaimana kemampuan-
kemampuan dari suatu sistem meningkatkan kinerja pekerjaan
individual. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian
Davis,et al. (1992).

c. Keuntungan Relatif (relative advantage)


Menurut Venkatesh, Morris dan Davis (2003), keuntungan
relatif (relative advantage) didefinisikan sebagai seberapa jauh
menggunakan sesuatu inovasi yang dipersepsikan akan lebih baik
dibandingkan menggunakan pendahulunya. Variabel penelitian ini
terdapat pada penelitian Moore dan Benbasat (1991).

Davis, F.D.(1989); Adams, et al. (1992) mendefinisikan


kemanfaatan (usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana
seseorang percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan
dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Chin dan Todd
(1995) memberikan dimensi tentang kemanfaatan TI, yaitu
menjadikan pekerjaan lebih mudah, bermanfaat, menambah
produktivitas, mempertinggi efektivitas, dan meningkatkan
kinerja pekerjaan. Dari beberapa penjelasan yang telah
disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang
mempercayai dan merasakan dengan menggunakan suatu
30

teknologi informasi akan sangat berguna dan dapat meningkatkan


kinerja dan prestasi kerja.

2.1.5.1.2 Effort expectancy (Ekspektasi usaha)


Effort expectancy merupakan tingkat kemudahan penggunaan sistem
yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam
melakukan pekerjaannya.

Variabel tersebut diformulasikan berdasarkan 2 konstruk pada model


atau teori sebelumnya yaitu :
a. Persepsi kemudahaan penggunaan (perceived easy of use)
Davis, et al. (1989) mengidentifikasikan bahwa kemudahan
pemakaian mempunyai pengaruh terhadap penggunaan teknologi
informasi. Hal ini konsisten dengan penelitian Adam (1992) dan
Iqbaria (1997). Kemudahan penggunaan teknologi informasi akan
menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu
mempunyai kegunaan dan karenanya menimbulkan rasa yang nyaman
bila bekerja dengan menggunakannya (Venkatesh dan Davis 2000).
Davis (1989) memberikan beberapa indikator kemudahan
penggunaan teknologi informasi, yaitu TI sangat mudah dipahami, TI
mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh penggunanya,
keterampilan pengguna akan bertambah dengan menggunakan TI, dan
TI tersebut sangat mudah untuk dioperasikan. Dari beberapa
penjelasan yang telah disampaikan di atas, pengguna teknologi
informasi mempercayai bahwa teknologi informasi yang lebih
fleksibel, mudah dipahami dan mudah dalam hal pengoperasiannya
akan menimbulkan minat dalam menggunakan teknologi informasi
tersebut dan seterusnya akan menggunakan teknologi informasi
tersebut.

b. Kompleksitas (Complexity)
Kompleksitas yang dapat membentuk konstruk effort
expectancy didefinisikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) dalam
Venkatesh, Morris dan Davis (2003) adalah tingkat dimana inovasi
31

dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk diartikan dan


digunakan oleh individu.

2.1.5.1.3 Social influence (Pengaruh sosial)


Social influence diartikan sebagai tingkat dimana seorang
individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia
harus menggunakan sistem baru.
Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel-variabel yang
diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan
dan penggunaan teknologi. Adapun variabel tersebut adalah:
a. Norma subyektif (subjective norms)
Norma subyektif adalah tekanan sosial yang dirasakan untuk
melakukan atau tidak melakukan sebuah perilaku (Ajzen, 1991, hal
188). Menurut Hall (2015) Norma subjektif merupakan pendapat
tentang apa yang penting bagi seseorang dan kepercayaan bahwa
individu harus melakukannya tindakan tertentu.

b. Faktor-faktor sosial (social factors)


Faktor sosial merupakan faktor penentu terhadap tujuan
perilaku dalam menggunakan teknologi informasi yang
direpresentasikan sebagai norma subyektif dalam TRA, TAM, TPB,
faktor sosial dalam MPCU, serta citra dalam teori difusi inovasi (IDT)
(Venkatesh, Morris dan Davis, 2003).

c. Gambaran (image)
Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa pada
lingkungan tertentu, penggunaan teknologi informasi akan
meningkatkan status (image) seseorang di dalam sistem sosial.
Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengaruh yang
diberikan sebuah lingkungan terhadap calon pengguna teknologi
informasi untuk menggunakan suatu teknologi informasi yang baru
maka semakin besar minat yang timbul dari personal calon pengguna
tersebut dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena
pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya.
32

2.1.5.1.4 Facilitating Condition (Kondisi yang memfasilitasi)


Facilitating condition adalah tingkat dimana seseorang percaya
bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk mendukung
penggunaan sistem. Triandis (1980) mendefinisikan kondisi pendukung
sebagai faktor-faktor objektif yang dapat mempermudah melakukan
suatu tindakan. Teori sikap dan perilaku (theory of attitude and behavior)
dari Triandis (1980) dalam Tjhai (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi oleh pekerja dipengaruhi oleh perasaan individual
(affect) terhadap penggunaan komputer personal, norma sosial (social
norms) dalam tempat kerja yang memperhatikan penggunaan komputer
personal, kebiasaan (habit) sehubungan dengan penggunaan komputer,
konsekuensi individual yang diharapkan (consequencies) dari
penggunaan komputer personal, dan facilitating condition dalam
penggunaan teknologi informasi. Penelitian Thompson, et al. (1991)
yang mengadopsi sebagian teori yang diusulkan oleh Triandis (1980)
menemukan bahwa tidak ada hubungan antara facilitating condition
pemakai dengan penggunaan teknologi informasi.
Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel - variabel yang
diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan
dan penggunaan teknologi. Adapun variabel tersebut adalah:
a. Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control)
Merupakan tingkat dimana pengguna merasa bahwa
mereka bisa menggunakan sistem yang baru.

b. Kondisi Fasilitas (facilitating conditions)


Merupakan tingkat dimana pengguna percaya bahwa
perangkat lunak dan perangkat keras yang ada mendukungnya
penggunaan sistem yang baru (Wu et al., 2010).

c. Kompatibilitas (compatibility)
Menurut Chang dan Thung (2008) kompatibilitas mengacu
pada sejauh mana inovasi dipandang konsisten dengan nilai
sekarang,pengalaman sebelumnya dan kebutuhan pengguna.
33

Tabel 2.3 Sumber Model UTAUT


Konsep UTAUT Akar Konsepsi Sumber Model

Technology Acceptance Model


Perceived Usefulness
(TAM)

Extrinsic Motivation Motivational Model (MM)

Performance Model of PC Utilization


Job Fit
expectancy (MPCU)

Innovation Diffusion Theory


Realtive Advantage
(IDT)

Outcome Expectations Social Cognitive Theory (SCT)

Technology Acceptance Model


(TAM)
Perceived Ease of Use
Innovation Diffusion Theory
Effort expectancy
(IDT)

Model of PC Utilization
Complexity
(MPCU)

Theory of Reasoned Action


(TRA)

Theory of Planned Behavior


Subjective Norm
(TPB)

Social influence Combined TAM and TPB (C-


TAM-TPB)

Innovation Diffusion Theory


Image
(IDT)

Social Factors Model of PC Utilization


34

Konsep UTAUT Akar Konsepsi Sumber Model

(MPCU)

Theory of Planned Behavior

Perceived Behavior (TPB)

Control Combined TAM and TPB (C-

Facilitating TAM-TPB)

condition Facilitating Model of PC Utilization


Conditions (MPCU)

Innovation Diffusion Theory


Compatibility
(IDT

Sumber : Dari berbagai sumber dikembangkan oleh penulis.

2.1.5.1.5 Variabel moderating


Variabel moderating yang terdapat dalam model UTAUT adalah :
a. Gender : Peranan umur memiliki pengaruh psikologis
yang cukup besar pada penggunaan sistem.
b. Age : Umur memiliki efek pada tingkah laku individu.
c. Experience : latihan perkenalan pada sistem dengan
kemampuan yang dibutuhkan.
d. Voluntariness of Use : Penggunaan sistem dengan
sendirinya atau tanpa perintah lagi.

Keterkaitan antara masing-masing variabel utama dan variable


pendukung dalam UTAUT adalah seperti berikut :
35

Gambar 2.1: Konstruk UTAUT

UTAUT2 adalah sebuah konsep teori untuk memprediksi derajat


penerimaan dan penggunaan teknologi yang dikembangkan oleh
Venkatesh et al. yang memfokuskan pada subjek pengguna teknologi
sebagai konsumen bukan sebagai institusi atau koorporasi (Venkatesh,
Thong dan Xu, 2012). UTAUT2 dapat digunakan untuk memprediksi
niat berperilaku (behavioral intention) dan diwujudkan menjadi sikap
menggunakan (use behavior) suatu teknologi.

Menurut Venkatesh, Thong dan Xu (2012), terdapat tujuh variabel


dependen pada UTAUT2, yaitu :
a. Performance expectancy
Merupakan tingkat keyakinan seorang individu dalam
menggunakan teknologi yang akan membantunya mencapai
peningkatan kualitas kerja, memberikan manfaat kepada pengguna
ketika menggunakan aplikasi tersebut, atau saat melakukan
kegiatan tertentu, dan juga bagi kehidupan responden.
36

b. Effort Expectancy
Merupakan tingkat kemudahan yang berkaitan dengan
penggunaan teknologi.

c. Social Influence
Merupakan derajat seorang individu merasa bahwa orang-
orang terdekatnya, seperti keluarga atau teman, yakin bahwa dia
harus menggunakan teknologi. Dalam hal ini konsumen merasa
bahwa orang lain atau lingkungan sekitarnya mempengaruhi
perilakunya dalam menggunakan teknologi.

d. Facilitating Condition
Merupakan derajat seorang individu yakin bahwa keberadaan
infrastruktur yang memadai dapat mendukung penggunaan
teknologi.

e. Hedonic Motivation
Merupakan perasaan senang atau gembira yang dirasakan saat
menggunakan teknologi, dan aspek tersebut memainkan peran
penting dalam menentukan penerimaan dan penggunaan teknologi.

f. Price Value
Merupakan kesadaran atas trade-off antara manfaat yang
dirasakan dan harga yang harus dibayar untuk menggunakan suatu
teknologi.

g. Habit
Merupakan tingkat seseorang cenderung untuk melakukan
perilaku secara otomatis dengan mempelajarinya. Terdapat tiga
variabel demografi, yaitu age, gender, dan experience, yang
dijadikan sebagai moderator efek terhadap pengaruh beberapa
prediktor terhadap behavioral intention dan use behavio
37

Gambar 2.2: Konstruk UTAUT2

2.1.5.2 Theory of Planned Behavior (TPB)


TPB merupakan pengembangan dari TRA. TPB menjelaskan
perilaku konsumen yang kompleks yang menbutuhkan kontrol keperilakuan
atau kemampuan untuk berperilaku.
TPB menjelaskan bahwa behavioral intention dipengaruhi oleh
attitude towards behavior, subjective norm, dan perceived behavioral
control. Perceived behavioral control dipengaruhi oleh pengalaman masa
lalu dan perkiraan seseorang mengenai sulit atau tidaknya untuk melakukan
perilaku tertentu (Ajzen, 1991).

Gambar 2.3 : Konstruk TPB


38

2.1.5.3 Theory Acceptance Model (TAM) dan Theory Acceptance Model 3


(TAM3)
Teori ini merupakan pengembangan dari TRA yang dapat digunakan
untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan sistem
teknologi informasi yang dikembangkan oleh Fred D. Davis pada tahun
1989.
Teori ini menambahkan 2 kosntruksi terhadap model TRA, yaitu
perceived usefulness dan perceived ease of use.
a. Perceived usefulness adalah kepercayaan individu dalam meningkatkan
derajat kinerja pekerjaannya melalui penggunaan teknologi dan sistem
informasi baru.
b. Perceived ease of use adalah bagaimana individu belajar untuk
mengoperasikan atau menggunakan teknologi dan sistem informasi baru.
Kosntruksi-kosntruksi tersebut akan mempengaruhi attitude terhadap
behavior yang akan membentuk behavioral intention.

Gambar 2.4: Konstruk TAM

TAM 3 merupakan salah satu model penelitian yang digunakan


untuk memprediksi adopsi teknologi informasi yang diperkenalkan
pertama kali oleh Davis pada tahun 1989. TAM dibuat khusus untuk
pemodelan adopsi pengguna sistem informasi. TAM 3 merupakan model
yang paling banyak digunakan dalam adopsi dan penggunaan teknologi
informasi yang telah terbukti sangat prediktif dalam adopsi dan
penggunaan teknologi informasi.
39

TAM 3 mengkaji lebih dalam faktor-faktor penentu persepsi


pengguna terhadap manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) serta
persepsi pengguna terhadap kemudahan dalam penggunaan (perceived
ease of use). Perceived usefulness (PU) diartikan sebagai tingkat di mana
seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu dapat
meningkatkan kinerjanya, dan perceived ease of use (PEOU) diartikan
sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem
tidak diperlukan usaha apapun (free of effort).

Berikut adalah Penjelasan konstruk yang ada pada TAM 3 :


a. Subjective Norm adalah persepsi manusia ketika berfikir bahwa
dia harus melakukan sebuah perilaku (behaviour) atau tidak.
b. Experience merupakan variabel yang menjadi tolak ukur
penentuan ketika subjective norm akan menetukan persepsi
kegunaan (perceived uselfulness) sebuah sistem informasi atau
teknologi yang secara langsung juga akan menentukan behavioural
intention.
c. Voluntariness, tingkat sukarela juga mempengaruhi subjective
norm dalam menentukan behavioural intention.
d. Image adalah tingkatan dimana penggunaan sebuah teknologi
informasi dipersepsikan untuk meningkatkan status seseorang di
mata masyarakat. Image dapat secara langsung mempengaruhi
persepsi kegunaan sebuah sistem informasi atau sebuah teknologi
dan tingkatan nya dapat dipengaruhi oleh subjective norm.
e. Job Relevance, komponen ini berkaitan dengan persepsi manusia
tentang seberapa pentingnya sebuah sebuah informasi atau
teknologi dalam membantu atau mempengaruhi pekerjaan mereka.
f. Output quality, komponen ini berkaitan dengan tingkatan
kepercayaan individu manusia bahwa sebuah sistem informasi atau
teknologi yang mereka gunakan akan memberikan hasil yang baik
untuk pekerjaan mereka
g. Result of demonstrability, komponen ini berkaitan dengan hasil
penggunaan teknologi informasi yang dapat diukur.
40

h. Computer Self-efficacy, komponen ini menjelaskan tingkatan


kepercayaan manusia bahwa mereka mempunyai kemampuan
untuk melakukan tugas tertentu dengan menggunakan komputer.
i. Perception of external control, komponen ini menjelaskan
tingkatan kepercayaan atau persepsi individu manusia bahwa
adanya infrastruktur atau hal lain yang ada untuk mendukung
penggunaan sebuah sistem informasi.
j. Computer anxiety berkaitan dengan psikologis manusia yang
takut atau enggan ketika berpikir bahwa dia kemungkinan akan
menggunakan komputer.
k. Computer playfulness, komponen ini berkaitan dengan
spontanitas manusia untuk berinteraksi dengan komputer.
l. Perceived enjoyment merupakan persepsi manusia dimana
kegiatan menggunakan sebuah sistem informasi dipersepsikan akan
menyenangkan, terlepas dari kinerja yang dihasilkan dari
penggunaan sistem informasi.
m. Objective usability, komponen ini mengungkapkan tentang
perbandingan tentang usaha yang dibutuhkan sebuah sistem
informasi untuk menyelesaikan sebuah tugas tertentu.
n. Perceived ease of use didefinisikan sebagai persepsi manusia
bahwa sebuah sistem informasi yang dia lihat mudah digunakan.
o. Behavioural intention berkaitan dengan tingkatan dimana seorang
manusia sudah memformulasikan rencana untuk melakukan atau
tidak melakukan sebuah perilaku di masa depan.
p. Perceived of usefulness, komponen ini menunjukkan tingkatan
seorang manusia percaya bahwa dengan menggunakan sistem
informasi akan membantu dirinya untuk meningkatkan performa
kerja.
q. Use behaviour adalah perilaku manusia sebenarnya ketika
menggunakan sebuah sistem informasi
41

Gambar 2.5: Konstruk TAM3

2.1.5.4 Theory Reasoned Action (TRA)


Teori ini merupakan teori yang didasari kepada asumsi bahwa
manusia berperilaku secara sadar mempertimbangkan implikasi tindakan
yang dilakukan yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975).
Konstruksi-konstruksi yang digunakan menurut Tsung Lu, et al
(2010), adalah:
a. Behavioral intention adalah keinginan untuk berperilaku.
b. Behavior adalah tindakan nyata yang dilakukan.
c. Attitude adalah evaluasi kepercayaan atau perasaan positif atau
negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan
ditentukan.
d. Subjective norm adalah persepsi individu mengenai kepercayaan
orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu yang dipertimbangkan.
42

Gambar 2.6 : Konstruk TRA

2.1.5.5 The Motivational Model (MM)


Dalam teori ini meneliti tentang motivasi apa yang mendorong
seseorang untuk menggunakan komputer di tempat kerja. Menurut pakar
motivasi, perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua macam motivasi, yaitu
extrinsic motivation dan intrinsic motivation.
a. Extrinsic motivation adalah persepsi dimana pengguna mau
melakukan suatu kegiatan karena dianggap sebagai alat pencapaian
hasil tetapi berbeda dari kegiatan tersebut (Winarko & Mahadewi,
2013).
b. Intrinsic motivation adalah persepsi dimana pengguna mau melakukan
suatu kegiatan karena tidak ada alasan yang kuat selain proses dalam
kegiatan tersebut.( Winarko & Mahadewi, 2013).

2.1.5.6 Combined TAM and TPB


Teori ini menjelaskan tentang perilaku seseorang dengan konstruksi
model multidimensional yang sering disebut dengan Decomposed Theory of
Planned Behavior. Perbedaan teori ini dengan teori TRA berada pada faktor
penentu attitude dimana attitude dipengaruhi oleh perceived usefulness, ease
of use dan compability. Perbedaan teori ini dengan teori TPB berada pada
subjective norm yang memiliki pengaruh dari peer influence dan superior’s
influence. Perceived behavior control dipengaruhi oleh self efficacy, resource
facilitating conditions, dan facilitating conditions. Compability diartikan
sebagai sejauhmana inovasi cocok dengan nilai-nilai yang dianut oleh
adopter saat ini, termasuk penggunaan dan kebutuhan sebelumnya (Taylor &
Todd, 1995).
43

Gambar 2.7 : Konstruksi Combined TRA dan TPB

2.1.5.7 The Model Of Personal Computer Utilisation (MPCU)


Teori ini dikembangkan oleh Triandis pada tahun 1980 mengenai
pendekatan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dalam konteks sistem
informasi untuk memprediksi pemanfaatan PC (personal computer). Dalam
teori ini dapat dilihat bahwa utilization of PCs dipengaruhi oleh social norms
dan expected consequences.
Social norms terdiri dari social factor, affect toward use, dan
facilitating conditions.
a. Affect towards use adalah perasaan yang timbul dari asosiasi dengan
suatu tindakan seseorang.
b. Facilitating conditions dalam sistem informasi adalah faktor-faktor
objektif dimana karena kemudahan maka pengguna menggunakan
sistem tersebut.
c. Expected consequences terdiri dari complexity of PC use, job fit with
PC use, dan long-term consequences of PC use
44

Gambar 2.8: Konstruk MPCU

2.1.5.8 Innovation Diffusion Theory (IDT)


Teori ini dikembangkan dari teori Diffusion of Innovations oleh
Everett M. Rogers tahun 1960-an yang meneliti tentang beberapa macam
inovasi organisasi. Menurut Rogers, kategori adopter terhadap inovasi
teknologi baru sebagai berikut :
a. Innovators : kelompok orang-orang yang ingin mengadopsi suatu
inovasi pertama kali dengan mau menempuh risiko, berusia muda,
punya kelas sosial tinggi, punya kemampuan kelas sosial tinggi,
kemampuan financial yang cukup, memiliki jiwa sosial yang tinggi,
punya akses ke sumber pengetahuan dan berinteraksi dengan
kelompok innovators lain.
b. Early adopters : kelompok kedua yang paling cepat mengadopsi
adanya inovasi teknologi baru dengan memiliki opinion leadership
yang tinggi dan memiliki ciri yang mirip dengan innovators.
c. Early majority : kelompok orang yang membutuhkan waktu lebih
lama daripada kelompok innovators dan early adopters yang berasal
dari kelompok sosial diatas rata-rata dan berhubungan dengan
kelompok early adopters tetapi jarang memiliki opinion leadership
dalam suatu sistem.
d. Late majority : kelompok orang yang memiliki sikap keraguan
terhadap teknologi baru sehingga mau mengadopsi inovasi setelah
masyarakat mau mengadopsi teknologi baru.
45

e. Laggards : kelompok terakhir dalam mengadopsi teknologi baru


karena memiliki golongan sosial dan kemampuan finansial yang
rendah, relative berusia tua, serta tidak memiliki opinion leadership
dan pola berpikir yang koservatif.

Kosntruksi-kosntruksi dalam teori ini :


f. Voluntariness of use : sejauhmana penggunaan inovasi dipersepsikan
secara sukarela.
g. Image : sejauhmana penggunaan suatu inovasi dipersepsikan untuk
meningkatkan citra seseorang.
h. Relative advantage : sejauhmana inovasi dipersepsikan lebih baik
dibandingkan dengan sebelumnya.
i. Compability : sejauhmana sebuah inovasi dipersepsikan konsisten
dengan nilainilai, kebutuhan dan pengalaman dari potential adopters.
j. Ease of use : sejauhmana inovasi dipersepsikan untuk digunakan.
k. Result demonstrability : hasil nyata dari penggunaan inovasi untuk
dapat diamati.
l. Trialability : sejauhmana inovasi bisa diuji sebelum diadopsi.
m. Visibility : sejauhmana orang dapat melihat penggunaan sistem dalam
organisasi.

2.1.5.9 Social Cognitive Theory (SCT)


Teori ini diterapkan dan dikembangkan oleh Compeau dan Higgins
pada 1995 dalam konteks penggunaan komputer dengan model kosntruksi
untuk menjelaskan peranan self-efficacy, yaitu penilaian mengenai
kemampuan seseorang dalam menggunakan suatu teknologi yang digunakan
untuk mengerjakan suatu tugas tertentu. Computer self-efficacy
mempengaruhi outcome expectations. Kemudian computer self efficacy dan
outcome expectations dipengaruhi oleh encouragement by others,
encouragement by others, others’ use dan support.
46

Gambar 2.9: Konstruk SCT

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Faktor Pendorong Penggunaan TABK


Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap pengembangan dan
penerapan TABK oleh auditor.
a) Tangke (2004) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan auditor BPK RI terhadap penerapan
TABK, dengan menggunakan TAM. Hasil penelitian menunjukan
bahwa persepsi kemudahan (perceived ease of use) dalam
penggunaan TABK berpengaruh terhadap persepsi kebermanfaatan
(perceived usefulness) dan sikap pengguna teknologi (attitude toward
using technology) dari TABK. Selain itu, persepsi kebermanfaatan
(perceived usefulness) berpengaruh terhadap penerimaan TABK.
b) Gonzalez et.al (2012) menggunakan UTAUT dalam penelitian
mereka mengenai niat untuk mengadopsi continuous auditing. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi effort expectancy dan social
influence adalah prediktor signifikan dari niat auditor internal untuk
menggunakan TABK, sedangkan performance expectancy dan
facilitating condition tidak berpengaruh. Voluntariness of use secara
signifikan mempengaruhi hubungan antara effort expectancy dan
social influence. Selain itu, ditemukan perbedaan regional dalam
UTAUT. Auditor internal amerika utara lebih cenderung
menggunakan teknologi audit dikarenakan tekanan pemaksaan sosial
oleh rekan kerja dan otoritas yang lebih tinggi. Di sisi lain, auditor
47

timur tengah cenderung menggunakan teknologi jika dimandatkan


oleh otoritas yang lebih tinggi.
c) Bierstaker, Janvrin dan Lowe (2014), melakukan penelitian untuk
menguji penerimaan dan penggunaan TABK pada auditor dengan
menggunkaan teori UTAUT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
TABK dependen terhadap efektivitas biaya tradeoff. Selain itu hasil
penelitian juga menunjukkan performance expectancy, dan
facilitating condition meningkatkan kemungkinan auditor untuk
menerima dan menggunakan TABK dengan melakukan pelatihan
penggunaan TABK dapat meningkatkan keinginan auditor untuk
menggunakan TABK dikarenakan anggapan TABK dapat
mengingkatkan kinerja auditor. Serta TABK dapat membantu auditor
dalam memenuhi pemeriksaan anggaran, mempersingkat waktu
dalam melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif
serta dapat meningkatkan efisiensi dalam proses audit.
d) Curtis dan Payne (2014) melakukan penelitian untuk menguji
penggunaan TABK dengan menggunakan teori UTAUT. Dimana
penelitian dilakukan pada akuntan publik yang berada pada tekanan
anggaran tinggi dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan
performance expectancy menjadi determinan positif yang signifikan
dari niat untuk memanfaatkan teknologi audit secara sukarela. Bila
tekanan anggaran tinggi, niat untuk memanfaatkan TABK didorong
oleh effort expectancy melalui performance expectancy. Bila tekanan
anggaran rendah, niat didorong oleh social influence melalui
performance expectancy . Ketika moderator UTAUT
dipertimbangkan dalam penelitian ini, gender secara signifikan
berinteraksi dengan social influence dalam model yang telah
ditentukan sebelumnya.
e) Mansour (2016) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa
yang dapat mempengaruhi adopsi dan penerimaan TABK di
Yordania. Hasil penelitian menunjukkan bahwa niat auditor eksternal
Yordania untuk mengadopsi TABK dapat didorong oleh Performance
Expectancy auditor dan facilitating condition KAP.
48

f) Pratiwi, Sudarma, dan Baridwan (2016), melakukan penelitian


mengenai faktor yang mempengaruhi penerapan E-Audit pada Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dimana penelitian
tersebut menggabungkan model UTAUT dan model DeLone dan
McLean. Hasil penelitian menyatakan bahwa system quality dan
facilitating condition menjadi faktor yang mempengaruhi
penggunaan e-audit oleh BPK.

2.2.2 Penelitian Terdahulu Tentang Faktor Pendorong Penggunaan GAS


Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap pengembangan dan
penerapan TABK oleh auditor.
a) Razi dan Madani (2012:170) meneliti
pengaruh Individual technological factors, Organizational factors dan
External and/or environmental factors terhadap adopsi GAS di Saudi
Arabia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor individual
berpengaruh dominan terhadap penggunaan GAS, hal ini dikarenakan
seseorang akan mengadopsi teknologi tertentu bila merasakan
manfaat dalam penggunaannya. Faktor organisasi juga cukup
berpengaruh namun tidak terlalu signifikan, sedangkan faktor
eksternal (misalnya: kompetitor, norma sosial, tekanan dari
pemerintah, dan tekanan hukum) tidak berdampak pada keputusan
auditor internal untuk mengadopsi teknologi tertentu.

b) Ahmi dan Kent (2013) melakukan penelitian


mengenai penerimaan dan penggunaan GAS pada auditor yang
bekerja pada kantor akuntan publik bersakala kecil menengah di
United Kingdom (UK). Penelitian meneliti pengaruh Technological
factors, Organizational factors, Audit profession factors, Client
factors, Personal factors dan External factors terhadap penggunaan
GAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor misalnya klien,
relevansi pekerjaan, audit, biaya dan sumber daya, ketersediaan TI,
pengalaman pribadi, pengetahuan pribadi, dan dukungan dari
manajemen dapat meningkatkan kemungkinan bahwa auditor akan
49

menggunakan GAS. Sedangkan terdapat 5 faktor yang mengakibatkan


auditor tidak menggunakan GAS yaitu sumber daya dan pendukung
yang dimiliki organisasi, pengetahuan dan pengalaman personal,
teknologi, profesi audit, klien , serta biaya dan sumber daya (audit
engagement).

c) Mahzan (2014) meneliti adopsi perangkat


TABK khususnya GAS yang digunakan oleh auditor internal.
Penelitian ini menggunakan performance expectancy, effort
expectancy, dan facilitating condition sebagai variabel independen,
experience dan voluntaries of use sebagai variabel moderasi dan
Successful GAS Adoption sebagai variabel dependen. Hasil Penelitian
menunjukan bahwa dua konstruksi dari UTAUT performance
expectancy dan facilitating condition menjadi faktor penting dalam
kesuksesan adopsi GAS.

d) Widuri, O’Connell dan Yapa (2016)


menggunakan TOE Framework untuk meneliti pengaruh Technology,
Organization dan Environment terhadap penerimaan dan penggunaan
GAS dengan objek penelitian kantor akuntan publik di negara
berkembang seperti Indonesia dan menggunakan teknik semi-
structured in-depth interviews. Hasil penelitian menunjukkan faktor
yang mempengaruhi penerimaan dan penggunaan GAS pada kantor
akuntan publik di Indonesia yaitu faktor lingkungan (Environment),
sepertikemampuan teknologi yang dimiliki auditor, kebutuhan dan
harapan klien,dan ukuran klien. Dalam penelitian ini ditemukan juga
faktor – faktor yang tidak menjadi fokus pada penelitian sebelumnya
namun berpengaruh pada penerimaan dan pengunaan GAS, seperti
platform IT yang dimiliki oleh klien, kesesuaian dengan tugas, sikap
auditor terhadap GAS dan peraturan perusahaan. Secara khusus,
kompatibilitas bahasa dan regulator atau dukungan intitusi
professional berpengaruh dalam adopsi GAS. Pada negara yang
perekonomiannya berkembang seperti Indonesia, KAP lebih
bergantung pada dorongan dan dukungan dari regulator dan institusi
50

professional dalam mengadopsi GAS dibandingkan dengan negara


yang lebih maju.

e) Kim (2016) melakukan penelitian untuk


menguji penggunaan GAS pada auditor eksternal di Mesir. Dimana
penelitian ini menguji Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use,
Social Factors, dan Individual Factors terhadap penggunaan GAS
oleh auditor eksternal di Mesir.Hasil penelitian menunjukkan
penggunaan GAS oleh auditor eksternal di Mesir dipengaruhi oleh
persepsi kemudahan penggunaan, sedangkan untuk auditor internal
dipengaruhi oleh Perceived Usefulness dan Perceived Ease of Use.
Auditor eksternal menganggap bahwa GAS berguna bila dipengaruhi
oleh rekan kerja, supervisor, atau organisasi sementara auditor
internal merasa bahwa GAS mudah digunakan bila dipengaruhi oleh
dukungan, pelatihan, atau dukungan manajemen dan berguna saat
dipengaruhi oleh faktor kognitif yang terkait dengan hasil GAS.

Tabel 2.4 : Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Metode Hasil


Variabel Independen : Responden: a. Perceived
a. Perceived Auditor BPK ease of use
Usefulness RI berpengaruh
b. Perceived Ease Of terhadap perceived
Use Sampel: 38 usefulness dan
Responden attitude toward
Variabel Mediasi : using technology
1. Tangke (2004)
a. Attitude Metode: b. Perceived
Toward Using Kuantitatif usefulness
Technology (Survey) berpengaruh
terhadap
Variabel Dependen: Acceptance of
a. TABK.
cceptance Of TABK
51

No Peneliti Variabel Metode Hasil

Responden: a.
Chief ffort expectancy
Variabel Independen :
Financial dan social influence
a.
Officers, berpengaruh
ffort Expectancy
Controllers, signifikan terhadap
b.
Direktur, niat auditor internal
ocial Influence
Manager untuk menggunakan
c.
dibidang TABK, sedangkan
erformance
Intern audit performance
Expectancy
expectancy dan
Gonzalez et.al d.
2. Sampel: 615 facilitating
(2012) acilitating Condition
Responden condition tidak
berpengaruh.
Variabel Moderasi :
Metode: b.
a.
Kuantitatif oluntariness of use
oluntariness Of Use
(E-Survey) secara signifikan
mempengaruhi
Variabel Dependen :
hubungan antara
a.
effort expectancy
ntention To Use
dan social
influence.
Variabel Independen : Responden:
a. performance
a. Auditor
expectancy dan
ffort Expectancy Eksternal di
facilitating
b. US
Bierstaker, condition
ocial Influence
3. Janvrin dan Lowe berpengaruh
c. Sampel: 181
(2014) signifikan terhadap
erformance Responden
niat auditor l untuk
Expectancy
menggunakan
d. Metode :
TABK
acilitating Condition Kuantitaif
52

No Peneliti Variabel Metode Hasil


(Survey)
Variabel Dependen :
a.
aat Usage.
Variabel Independen : Responden: a.
a. Auditor erformance
ffort Expectancy Eksternal expectancy
b. Sampel: 75 berpengaruh
ocial Influence Responden signifikan terhadap
c. Behavioral
erformance Metode: Intention secara
Expectancy Kuantitatif sukarela.
d. (Survey) b.
acilitating Condition ila tekanan
anggaran tinggi,
Variabel Moderasi : niat untuk
a. memanfaatkan
Curtis dan Payne ge TABK didorong
4.
(2014) b. oleh effort
xperience expectancy melalui
c. performance
ender expectancy.
d. c.
oluntariness Of Use ila tekanan
anggaran rendah,
Variabel Mediasi: niat didorong oleh
a. social influence
ehavioral Intention melalui
performance
Variabel Dependen : expectancy .
a. d.
se Behavior ender secara
53

No Peneliti Variabel Metode Hasil


signifikan
berpengaruh
terhadap social
influence
Variabel Independen : Responden:
a. Auditor
a.
ocial Influence Eksternal di
erformance
b. Yordania
expectancy dan
erformance
facilitating
Expectancy Sampel: 161
condition
c. Responden
5. Mansour (2016) berpengaruh
acilitating Condition
signifikan
a. Metode:
terhadap niat
ffort Expectancy Kuantitaif
auditor l untuk
(Kuisioner)
menggunakan
Variabel Dependen :
TABK
a.
ehavioral Intention
Variabel Independen : Responden: a.
a. Auditor BPK ystem quality dan
ystem Quality di Jawa facilitating
b. Tengah condition
nformation Quality berpengariuh
c. Jumlah terhadap E-Audit
Pratiwi, Sudarma,
ervice Quality Sampel : Use oleh BPK.
6. dan Baridwan
d. 70 Sampel b.
(2016)
ocial Influence -Audit Use
e. Metode : berpengaruh
acilitating Condition Kuantitaif terhadap System
(Kuisioner) Benefit dengan
Variabel Mediasi: semakin sering
A. E-Audit Use menggunakan E-
54

No Peneliti Variabel Metode Hasil


audit maka System
Variabel Dependen : benefit akan
A. System Benefit semakin tinggi.
Responden: a.
CIO, COO aktor individual
dan CEO di berpengaruh
Saudi Arabia dominan terhadap
penggunaan GAS
Variabel Independen :
Jumlah b.
a.
Sampel: aktor organisasi
erceived Benefits
55 Sampel juga cukup
b.
berpengaruh namun
doption Risk
tidak terlalu
c.
Metode: signifikan
Razi dan Madani ompany Readiness
7. Kuantitatif c.
(2012:170) d.
(Web-based aktor eksternal
xternal Pressure
Survey) misalnya
kompetitor, norma
Variabel Dependen:
sosial, tekanan dari
a.
pemerintah, dan
ntention to adopt
tekanan hokum
Audit Software
tidak berdampak
pada keputusan
auditor internal
untuk mengadopsi
teknologi tertentu.
Variabel Independen : Responden: a.
a. Eksternal lien, relevansi
Ahmi dan Kent echnological factors auditor di pekerjaan, audit,
8.
(2013) b. UK biaya dan sumber
rganizational daya, ketersediaan
factors Jumlah TI, pengalaman
55

No Peneliti Variabel Metode Hasil


c. Sampel : pribadi,
udit profession 205 pengetahuan
factors Responden pribadi, dan
d. dukungan dari
lient factors Metode: manajemen dapat
e. Kuantitatif meningkatkan
ersonal factors (Web-based kemungkinan
f. Survey) bahwa auditor akan
xternal factors menggunakan GAS.
b.
Variabel Dependen: erdapat 5 faktor
a. yang
AS Usage mengakibatkan
auditor tidak
menggunakan GAS
yaitu sumber daya
dan pendukung
yang dimiliki
organisasi,
pengetahuan dan
pengalaman
personal, teknologi,
profesi audit, klien ,
serta biaya dan
sumber daya
Variabel Independen: Responden: a.
a. Internal erformance
ocial Influence Auditor expectancy dan
9. Mahzan (2014) b. facilitating
erformance Sampel: 10 condition
Expectancy Responden berpengaruh
c. signifikan terhadap
56

No Peneliti Variabel Metode Hasil


acilitating Condition Metode: kesuksesan adopsi
d. Kualitatif GAS
ffort Expectancy (Interiew) b.
oluntaries Of Use
Variabel Moderasi : tidak berpengaruh
a. secara signifikan
xperience terhadap social
b. influence
oluntaries Of Use

Variabel Mediasi:
a.
otivation

Variabel Dependen:
a.
uccessful Gas
Adoption
Variabel Independen: Responden: a.
a. Eksternal aktor lingkungan,
echnology Auditor di seperti technology-
b. Indonesia skilled
rganization auditors,client
c. Sampel: 27 needs and
Widuri,
xternal Task Eksternal expectations dan
10. O’Connell dan
Environment Auditor client size.
Yapa (2016)
berpengaruh
Variabel Dependen: Metode: terhadap
a. kualitatif penerimaa dan
echnological (Interview) penggunaan GAS
Innovation Decision b.
Making lient’s existing IT
57

No Peneliti Variabel Metode Hasil


platform, fitness
to task, auditors’
attitudes toward
GAS dan firm
policy
berpengaruh
terhadap
penerimaa dan
penggunaan GAS
Responden: a.
KAP di uditor eksternal di
Mesir Mesir dipengaruhi
oleh Perceived
Sampel: 12 Ease of Use.
Variabel Independen:
KAP b.
a.
uditor eksternal
erceived Usefulness
Metode: menganggap
b.
Kuantitatif bahwa GAS
erceived Ease Of
(Survey) berguna jika
Use
dipengaruhi oleh
c.
11. Kim (2016) rekan kerja,
ocial Factor
supervisor, atau
d.
organisasi
ndividual Factor
c.
uditor internal
Variabel Dependen :
dipengaruhi oleh
a.
Perceived
as Use
Usefulness dan
Perceived Ease of
Use.
d.
uditor internal
58

No Peneliti Variabel Metode Hasil


merasa bahwa
GAS mudah
digunakan bila
dipengaruhi oleh
dukungan,
pelatihan, atau
dukungan
manajemen

2.3 Kerangka Berpikir


Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah tentang faktor –
faktor yang mempengaruhi penerimaan GAS pada proses audit. Gambar 2.9
menyajikan kerangka pemikiran teoritis untuk pengembangan hipotesis.
Model penelitian ini diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Venkatesh, Morris, dan Davis (2003) dimana variabel penelitian yang
digunakan adalah use behavior sebagai variabel dependen sedangkan variabel
independen, yaitu performance expectancy, effort expectancy, social influence,
dan facilitating condition dan variabel Intervening yaitu behavioral intention.
Alasan tidak menggunakan variabel moderasi dikarenakan untuk
menyederhanakan model. Selain itu pada beberapa penelitian, variabel
moderator pada model UTAUT terbukti tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan dan penggunaan teknologi. Variabel penggunaan secara
sukarela (voluntariness of use) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
sistem yang bersifat dipaksakan (Seymour, Makanya dan Berrangé (2007)
dalam Cahyadi, Nugroho & Winarno (2015)). Variabel usia (age), jenis
kelamin (gender), pengalaman (experience)) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pemanfaatan teknologi informasi (Madigan, Louw,
Wilbrink, Schieben, Merat, 2017).
59

Performance
Expectancy

Effort
Expectancy Behavioral Use Behavior
Intention

Social
Influence

Facilitating
Conditions

Gambar 2.10 : Kerangka Berpikir

Hubungan masing-masing variabel independen terhadap variabel


dependen adalah jika seseorang mempercayai dan merasakan bahwa dengan
menggunakan software audit dapat memberikan manfaat terhadap pekerjaan
dan menjadikan kinerjanya meningkat, mudah untuk dioperasikan, terdapat
dorongan atau pengaruh software audit dan tersedianya fasilitas pendukung
maka behavior intention untuk menggunakan software audit akan semakin
meningkat dan use behavior software audit menjadi lebih baik

2.4 Perumusan Hipotesis


Pada bagian ini akan dijelaskan hipotesis-hipotesis penelitian yang disertai
dasar argumentasi yang mendasari penentuan hipotesis.

2.4.1. Pengaruh Performance expectancy (Ekspektasi kinerja) terhadap


Behavioral intention (Niat perilaku)
Menurut Venkatesh, Morris, dan Davis (2003) Performance
expectancy mengacu pada seseorang percaya bahwa penggunaan teknologi
dapat membantu pencapaian kinerja pekerjaan. Dalam audit, diprediksi
bahwa ketika seorang auditor merasa manfaat dari penggunaan software audit
maka auditor akan semakin berniat menggunakan software audit pada proses
60

audit, namun ketika auditor tersebut tidak merasakan manfaat dari


penggunaan software audit maka tingkat keinginan untuk menggunakan
software audit akan menurun. Salah satu manfaat ketika menggunakan GAS
adalah dapat membantu auditor dalam waktu dan anggaran audit,
dikarenakan dengan penggunaan GAS auditor dapat mengurangi waktu yang
dihabiskan untuk melakukan tests of controls dan substantive test dan dapat
meningkatkan tingkat keefektivitas audit.
Penelitian yang dilakukan oleh Bierstaker, Janvrin dan Lowe (2014)
menunjukkan bahwa performance expectancy mempengaruhi niat
penggunaan TABK dalam melakukan audit oleh auditor di Amerika Serikat.
Mansour (2016) menunjukkan bahwa performance expectancy
mempengaruhi niat penggunaan TABK dalam melakukan audit. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Curtis dan Payne (2014) menghasilkan bahwa
performance expectancy juga mempengaruhi niat penggunaan TABK.
Dikarenakan adanya dugaan keterkaitan antara manfaat yang
dirasakan saat menggunakan sistem dengan niat perilaku untuk
menggunakan, maka dari itu hipotesis yang disimpulkan adalah:

H1: Performance expectancy mempengaruhi behavioral intention auditor


eksternal yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta untuk
mengadopsi dan menggunakan GAS

2.4.2 Pengaruh Effort expectancy (Ekspektasi usaha) terhadap Behavioral


intention (Niat perilaku)
Effort expectancy mengacu pada tingkat kemudahan penggunaan alat
(Venkatesh, Morris, dan Davis, 2003:26). Effort expectancy
menggambarkan perceived ease of use dan tingkat kompleksitas yang
dirasakan. Dalam audit, diprediksi bahwa ketika auditor merasakan
kemudahan dalam menggunakan dan kompleksitas software audit tergolong
rendah maka auditor akan semakin berniat menggunakan software audit pada
proses audit sebaliknya ketika seorang auditor kesulitan dalam menggunakan
software audit dikarenakan software yang terlalu rumit atau cara penggunaan
yang susah dipahami maka auditor tersebut akan cenderung tidak ingin
menggunakan software audit tersebut.
61

Penelitian yang dilakukan Gonzalez et al. (2012), dimana Gonzalez et


al. (2012) menemukan effort expectancy mempengaruhi niat untuk
menggunakan GAS dalam konteks audit internal. Selain itu Curtis dan Payne
(2014) juga menyatakan bahwa effort expectancy akan mempengaruhi
behavior intention. Dimana Curtis dan Payne (2014) menyatakan bahwa
Performance expectancy menengahi hubungan antara effort expectancy dan
behavioral intention karena budget pressure dalam pengaturan audit.
Namun hasil yang berbeda dikemukakan oleh Bierstaker, Janvrin dan
Lowe (2014) menunjukkan effort expectancy tidak berpengaruh secara
signifikan pada niat penggunaan TABK dikarenakan adanya tanggungjawab,
dimana auditor harus mengumpulkan bukti audit yang kompeten sehingga
auditor harus memprioritaskan keefektivitas dalam mengambil keputusan.
Hal ini selaras dengan Mansour (2016) yang membahas kemudahan
penggunaan dan menunjukkan hubungan positif antara effort expectancy dan
niat untuk menggunakan TABK tidak didukung.
Dikarenakan perbedaan hasil penelitian dan adanya dugaan
keterkaitan antara tingkat kemudahan menggunakan sistem dengan niat
perilaku untuk menggunakan, maka dari itu hipotesis yang disimpulkan
adalah:

H2: Effort expectancy mempengaruhi Behavioral intention auditor eksternal


yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta untuk mengadopsi dan
menggunakan GAS

2.4.3 Pengaruh Social influence (Pengaruh sosial) terhadap Behavioral intention


(Niat perilaku)
Social influence dapat didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang
merasa bahwa orang lain percaya bahwa dia harus menggunakan alat baru
ini (Venkatesh, Morris, Davis, 2003:27). Dalam audit, diprediksi bahwa
semakin besar manajer mendukung penggunaan GAS maka semakin
mendorong auditor untuk menerima dan menggunakan GAS sebaliknya
ketika auditor tidak mendapat dukungan untuk menggunakan GAS baik dari
sisi eksternal seperti klien dan regulator maupun internal seperti rekan kerja
maka akan menurunkan tingkat keinginan auditor untuk menggunakan GAS
62

pada proses audit.


Menurut penelitian yang dilakukan Loraas dan Wolfe (2006) yang
menemukan bahwa dorongan manajer dan teman sebaya mendukung
pengaruh positif behavior intention dan menyajikan perspektif lain dalam
praktik audit Yordania. Penelitian yang dilakukan oleh Curtis dan Payne
(2014) juga menyatakan bahwa social influence berpengaruh pada niat
auditor untuk menggunakan TABK.
Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Bierstaker, Janvrin
dan Lowe (2014) yang menunjukkan social influence tidak mempengaruhi
niat untuk menggunakan TABK. Ini menyiratkan bahwa auditor eksternal
amerika serikat merasa bahwa social influence bukanlah faktor penting
yang mendorong niat mereka untuk menggunakan dan mengadopsi TABK.
Selain itu, Mansour (2016) menunjukkan social influence juga tidak
mempengaruhi niat untuk menggunakan TABK.
Dikarenakan perbedaan hasil penelitian dan adanya dugaan
keterkaitan antara tingkat dukungan sosial untuk menggunakan sistem
dengan niat perilaku untuk menggunakan, maka dari itu hipotesis yang
disimpulkan adalah:

H3: Social influence mempengaruhi Behavioral intention auditor eksternal


yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta untuk mengadopsi dan
menggunakan GAS

2.4.4 Pengaruh Facilitating condition (Kondisi yang memfasilitasi) terhadap


Behavioral intention (Niat perilaku)
Facilitating condition didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang
percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk mendukung
penggunaan sistem (Venkatesh, Morris dan Davis, 2003: 29). Dalam audit,
diprediksi bahwa ketika fasilitas pendukung tersedia ketika auditor
menggunakan software audit seperti tersedianya ilmu pengetahuan, fasilitas
hardware mauoun software maka akan meningkatkan keinginan auditor untuk
menggunakan software audit. Sebaliknya ketika fasilitas yang dibutuhkan
63

auditor tidak tersedia maka akan menurunkan tingkat keinginan auditor untuk
menggunakan software audit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bierstaker, Janvrin dan Lowe
(2014) menyatakan bahwa hubungan antara facilitating condition dan niat
menggunakan TABK, memiliki hubungan positif. Ini menyiratkan bahwa jika
perusahaan audit menyediakan sumber daya, infrastruktur, pengetahuan dan
bantuan yang dibutuhkan niat auditor eksternal untuk menggunakan TABK
diperkirakan akan tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mansour
(2016) menyatakan bahwa hubungan antara facilitating condition dan niat
menggunakan TABK, memiliki hubungan positif. Ini menyiratkan bahwa jika
perusahaan audit di Yordania menyediakan sumber daya dan infrastruktur
yang diperlukan, pengetahuan dan bantuan yang dibutuhkan, niat auditor
eksternal Yordania untuk menggunakan TABK diperkirakan akan tinggi.
Hasil yang berbeda dikemukakan oleh Gonzalez dkk. (2012). Gonzalez
dkk. (2012) tidak menemukan facilitating condition mendorong
penggunaan TABK dalam audit internal. Venkatesh dan Bala (2008)
menyatakan bahwa facilitating condition secara tidak langsung terkait
dengan niat menggunakan melalui perceived ease of use (effort expectancy)
terhadap perceived usefulness (Performance expectancy ).
Dikarenakan perbedaan hasil penelitian dan adanya dugaan keterkaitan
antara ketersediaan fasilitas dengan niat perilaku untuk menggunakan, maka
dari itu hipotesis yang disimpulkan adalah:

H4: Facilitating condition mempengaruhi Behavioral intention auditor


eksternal yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta untuk
mengadopsi dan menggunakan GAS

2.4.5 Pengaruh Behavioral intention (Niat perilaku) terhadap Use behavior


(Perilaku Penggunaan)
Menurut Jati dan Laksito (2012) niat pemanfaatan menggambarkan
seberapa besar keinginan pengguna untuk menggunakan sebuah teknologi.
Seorang akan berminat menggunakan suatu teknologi informasi yang baru
apabila pengguna tersebut meyakini dengan menggunakan teknologi
informasi tersebut akan meningkatkan kinerjanya, menggunakan teknologi
64

informasi dapat dilakukan dengan mudah, dan pengguna tersebut


mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya dan tersedianya fasilitas
dalam menggunakan teknologi informasi tersebut.
Sedangkan Use behavior menggambarkan intensitas penggunaan
sebuah teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan antara niat
penggunaan sistem informasi dan penggunaan sistem informasi dikatakan
positif apabila keinginan atau minat akan pemanfaatan SI yang ada pada
seorang individu itu tinggi, maka akan tinggi pula perilaku individu tersebut
dalam menggunakan sistem informasi secara rutin. Hal tersebut mengacu
pada Theory of Planned Behaviour (TPB) yang menyatakan bahwa semakin
besar kontrol perilaku persepsian maka semakin kuat minat seseorang untuk
melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Dalam konsep penelitian
mengenai model user acceptance yang telah dikembangkan behavior
intention mejadi konstruk Intervening dari hubungan reaksi pengguna atas
penggunaan teknologi informasi dengan use behavior (use behavior).
Venkatesh dan Morris (2000) dan Venkatesh et al. (2003) menyatakan
bahwa behavior intention yang lebih tinggi menyebabkan frekuensi
penggunaan yang lebih tinggi. Penelitian dilakukan oleh Jati & Laksito
(2012) dan Venkatesh et. Al. (2012) dikutip oleh Listyo,Harsono dan Suryana
(2014) yang meneliti tentang use behavior social media dengan
menggunakan UTAUT model 2, menunjukkan behavior intention
berpengaruh langsung terhadap use behavior LINE.
Dikarenakan adanya dugaan keterkaitan antara niat perilaku untuk
menggunakan dengan perilaku penggunaan, maka dari itu hipotesis yang
disimpulkan adalah:

H5: Behavior intention mempengaruhi Use behavior auditor eksternal yang


bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta untuk mengadopsi dan
menggunakan GAS
65

Anda mungkin juga menyukai