Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Refraksi Mata

Gambar 1. Anatomi Mata


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, vitreous humor (badan kaca), dan panjang
bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang
bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.3
A. Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
 Tebalnya 50 Mikrometer, terdiri atas 5 lapisan sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapisan sel basal, sel poligonal dan sel gepeng
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

2
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
 Menyusun 90% ketebalan kornea

 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma
4. Membran Descemet
 Merupakan membran asellular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
 Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyait tebal 40
mikrometer
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mikrometer. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom
dan zonula okluden.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea, endoel tidak
mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar, masuk kornea.

3
Gambar 2. Anatomi Kornea
B. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous Humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan menganggu
lewatnya cahaya fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai
contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga
anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler dimana keadaan ini dikenal
sebagai galukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang, ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.4
C. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata
dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari
zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa tertua di dalam kapsul lensa. Di

4
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus
ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang
terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras
dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula
zinn yang menggantukan lensa diseluruh ekuatronya pada badan siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

 Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia

 Keruh atau yang disebut katarak

 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Gambar 3. Anatomi Lensa


D. Vitreous Humor (Badan Kaca)
Vitreous humor merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara
lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air
sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi vitreous
humor sama dengan fungsi aqueous humor, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap
bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Vitreous
humor melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada
bagian yang disebut ora serata, pars plana dan papil saraf optik. Kebeningan vitreous
humor disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.

5
E. Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea
(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih
pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini
disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
Panjang bola mata yaitu diukur dari permukaan anterior kornea dengan retina sensoris,
dan dinyatakan dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22-24,5 mm.5

2.2 Fisiologi Refraksi Cahaya


Sinar/cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-
paket energi mirip partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam bentuk gelombang.
Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang. Panjang
gelombang dalam spektrum elektromagnetik berkisar dari 10-14 m hingga 104 m. Foto
reseptor di mata hanya peka terhadap panjang gelombang antara 400 dan 700 nanometer.
Karena itu cahaya tampak hanyalah sebagian kecil dari spektrum elektromagnetik total.
Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar keluar) ke semua arah dari setiap
sumber cahaya. Gerakan maju suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal
sebagai berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke
dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik (titik fokus) di retina peka cahaya agar
diperoleh bayangan akurat sumber cahaya (Gbr 4).4

Gambar 4. Pemfokusan Berkas Sinar Divergen


Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan misalnya
air dan kaca. Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium
baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai
refraksi (pembiasan). Pada permukaan lengkung seperi lensa, semakin besar

6
kelengkungan, semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu
berkas mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar, maka
arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungannya. Permukaan konveks (cembung)
menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu
sama lain (Gambar 5). Karena konvergensi penting untuk membawa suatu bayangan ke
titik fokus, maka permukaan refraktif mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf
(cekung) membuyarkan berkas sinar (divergensi) (Gbr 6).

Gambar 5. Lensa dengan permukaan konveks Gambar 6. Lensa dengan permukaan konkaf

Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang
dan sel kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya
menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian saraf dari retina terdiri dari
tiga lapisan sel peka rangangan: (1) Lapisan paling luar (dekat dengan koroid)
mengandung sel batang dan sel kerucut, yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap ke
koroid, (2) lapisan tengah, mengandung sel bipolar, (3) lapisan dalam, mengandung sel
ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu untuk membentuk saraf optik, yang keluar
dari retina tidak tepat dari bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optik keluar dan
pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus. Bagian ini sering disebut sebagai blind
spot (bintik buta) (Gambar 1); tidak ada bayangan yang dapat dideteksi di bagian ini
karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang.
Sinar harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di
semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan yang terletak tepat
ditengah retina, lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung
mengenai fotoreseptor. Gambaran ini, disertai oleh kenyataan bahwa hanya sel kerucut
(dengan ketajaman atau kemampuan diskriminatif yang lebih besar daripada sel batang)
ditemukan pada bagian ini, menyebakan fovea menjadi titik dengan penglihatan yang
paling jelas. Pada kenyataan, fovea memiliki konsentrasi sel kerucut tertinggi di retina.
Daerah tepat di sekitar fovea, makula lutea juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang
7
tinggi dan ketajaman lumayan. Namun, ketajaman makula lebih rendah daripada fovea,
karena adanya lapisan sel ganglion dan bipolar di atas makula.

2.3 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula
bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan
pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk
mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Otot soliris adalah suatu cincin
melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang, dan ligamentum
ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini
berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium
berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi
lebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa
menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekukatan lensa dan lebih membelokkan berkas
sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk melihat jauh,
tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat
dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis
menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi.
Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin
kuat harus berakomodasi (mencembung).3,4
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina. Bila
sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi
hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-menerus walaupun letak
bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik. Dengan
bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga lensa akan sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya
akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopi.
Gangguan penglihatan yang umum dijumpai adalah berpengelihatan dekat (miopia)
dan berpenglihatan jauh (hiperopia). Pada mata normal (emetropia) sumber cahaya
difokuskan di retina tanpa akomodasi, sementara dengan akomodasi kekuatan lensa
ditingkatkan untuk membaca sumber cahaya dekat ke fokus (Gambar 7). Pada miopia,

8
bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke
fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan
untuk melihat benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan
tampak kabur (Gambar 8). Karena itu, orang dengan miopia memiki penglihatan dekat
yang baik daripada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa
konkaf. Pada hiperopia, bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu lemah. Benda jauh
difokuskan di retina hanya dengan akomodasi, sedangkan benda dekat terfokus
dibelakang retina bahkan dengan akomodasi, dan karenanya, tampak kabur (Gambar 9).
Karena itu orang dengan hiperopia memiliki penglihatan jauh lebih baik daripada
penglihatan dekat, suatu keadaan yang dapat dikoreksi dengan lensa konveks.

Gambar 7. Mata normal (Emetropia)

Gambar 8. Mata berpenglihatan dekat (Miopia)

9
Gambar 9. Mata berpenglihatan jauh (Hiperopia)

2.4 Tajam Penglihatan atau Visus

Gambar 10. Snellen Chart


Visus adalah perbandingan jarak seorang terhadap huruf optotip Snellen yang masih
bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya
visus ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya di retina, lintasan visual, dan
pusat penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta emperis menunjukan bahwa mata kita bisa
melihat sesuatu pada jarak tertentu; jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 meter, lambaian
tangan hingga 300 meter, cahaya jauh tak terhingga.3
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan
penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Penglihatan dapat dibagi menjadi penglihatan
sentral dan perifer. Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan objek
dalam berbagai ukuran yang diletakkan pada jarak standart mata, misalnya kartu Snellen.
Sedangkan penglihatan perifer yaitu kemampuan menangkap adanya benda, gerakan, atau
warna objek diluar garis langsung penglihatan.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan
bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan
melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi sinar. Kartu Snellen ditentukan dengan
melihat kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk
kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan

10
normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya
dapat dilihat pada jarak tersebut.
Pemeriksaan tajam pengihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata.
Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih
dahulu kemudian kiri dan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada
jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.
Dengan kartu Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan seseorang,
seperti:
 Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter
 Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30
 Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter
 Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan
uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter
 Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya 3/60, dengan pengujian ini
tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60 yang berarti hanya dapat
menghitung jari pada jarak 1 meter
 Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya
dapat melihat lambangan tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya
adalah 1/300
 Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~, sedangkan
orang normal dapat meihat adanya sinar pada jarak tak berhingga
 Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi
yang disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan
mencapai retina sehingga mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak terfokus
tajam, maka dilakukan uji pinhole yang bertujuan untuk mencegah sebagian besar berkas

11
tak terfokus yang memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas sejajar-sentral yang bisa
mencapai retina sehingga dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Bila dengan uji pinhole
penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi
dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan
mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan
penglihatan menurun.
A. PEMERIKSAAN VISUS
1. Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif.
Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
2. Optotipi Snellen
Visus adalah jarak kemampuan melihat atau ketajaman penglihatan seseorang, yang
dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai kemampuan melihat optotipi
atau menghitung jari atau gerakan tangan.
 Jarak pemeriksaan sebaiknya adalah 6 meter

 Tajam peglihatan diperiksa satu persatu, mata kanan lebih dahulu kemudian mata kiri

 Tajam penglihatan dinyatakan dengan: Pembilang Penyebut

 Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 6m

 Visus 6/10 - pada jarak 6m hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada
jarak 10m.
 Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang normal jari dapat dilihat
terpisah jarak 60m
 Visus 1/60 - hanya dapat menghitung jari pada jarak l meter.

 Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka dilakukan dengan cara uji lambaian
tangan.
 Visus 1/300 - hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak l m.

 Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian dengan pen light pada mata
pasien (light perception). Pada orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tak
terhingga.
 Visus l/∞ - hanya dapat melihat gelap dan terang saja.

12
 Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan penglihatanya adalah 0
(nol) atau buta total.
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan
sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat
akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu
yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien
istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia
20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu
dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap
tahun.
3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Dekat5
Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila seorang pasien mempunyai keluhan
penglihatan dekat terutama saat membaca. Untuk dapat melakukan pemeriksaan dekat
harus dilakukan pemeriksaan dan koreksi penglihatan jauh. Seorang pasien yang
memerlukan lensa kacamata untuk membaca, pasien tersebut juga harus menggunakan
lensa kacamata kacamata penglihatan jauh disaat melakukan pemeriksaan jarak dekat.
Pemeriksaan ini memberikan gambaran bahwa pasien memiliki presbiopia murni.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien memegang kartu yang disediakan untuk
tes pada jarak yang ditentukan, sebagai contoh : Rosenbaum pocket vision screener.
Jarak yang digunakan biasanya 14 inch atau 35 cm. Pemeriksa menutup salah satu mata
pasien, kemudian mata yang lainnya membaca karakter yang tersedia di kartu. Kemudian
dilakukan lagi untuk mata yang belum diperiksa.
Ukuran huruf dan jarak tes yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk menghindari
kesalahpahaman, keduanya harus dicata dengan baik ; contoh : J5 pada 14 in, J3 pada 40
cm. Di mana J disebut Jaeger. Pemeriksaan tersebut dianggap benar ketika tes dapat
dilakukan pada jarak yang telah ditentukan, pada umumnya jarak yaitu 33 cm. apabila
pemeriksaan standar dengan kartu ini tidak tersedia, dapat dipakai bahan lain seperti buku
telefon atau koran. Setiap ukuran dan jarak harus selalu dicatat.
Pada umumnya, penambahan sferis positif disesuaikan dengan umur pasien yang
bertambah sferis +0,25 setiap 2 tahun.
 40 tahun : S+1,00

 42 tahun : S+1,25
13
 45 tahun : S+1,50

 47 tahun : S+1,75

 50 tahun : S+2,00

 52 tahun : S+2,25

 55 tahun : S+2,50

 57 tahun : S+2,75

 60 tahun ke atas : S+3,00


4. Penurunan Tajam Penglihatan dan Disabilitas Penglihatan5
Penurunan tajam penglihatan menggambarkan suatu kondisi mata individu yang
bersangkutan. Dua individu berbeda dengan penurunan tajam penglihatan yang diukur
dengan kartu Snellen dapat memberikan tingkat kerusakan fungsional yang sangat
berbeda.
Kriteria kelainan tajam penglihatan berdasarkan ICD 10:
 Moderate Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi adalah kurang dari 20/60 sampai 20/160.
 Severe Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang dari 20/160
sampai 20/400 atau diameter lapang pandang adalah 20o atau kurang.
 Profound Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang dari 20/400
samapi 20/1000, atau diameter lapang pandang adalah 10o atau kurang.
 Near-total Vision Loss
Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya mencapai visus 20/1250 atau
kurang.
 Total Blindness No light perception.

2.5 GANGGUAN REFRAKSI


1. Definisi
Gangguan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di

14
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat
diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,
dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata
yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmat.
2. Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna
di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula
lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6
atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka
sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka
penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.3
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang
bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea
(mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek)
bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut
ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang
dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan
yang disebutpresbiopia.3
3. Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan
sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat.3
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang

15
atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula.
Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, atau astigmatisme.3

2.5.1 MIOPIA
1. Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk Gangguan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.
Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat
jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum
(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil
saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata
sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien
dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi
-3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi.3
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction.
Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat
dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling
esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-
menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.3

16
Gambar 11. Miopia
2. Klasifikasi
2.1 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi6
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang
bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal.
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada mata.
Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
a. Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan refraktif
mata, terutama kornea
b. Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
2.2 Klasifikasi Berdasarkan Onset
1. Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan
terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis.
Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang
menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh
berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada
usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini
onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi
pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari
miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15
tahun)
2. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun
disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi setelah usia

17
40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan
dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan miopia.
2.3 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat
Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:
 Miopia ringan < -3,00 D

 Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D

 Miopia berat -6,00 s/d -9,00 D

 Miopia sangat berat >-9,00 D


2.4 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis6
1. Miopia Kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral.
Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti
katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia kongenital sangat
perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopia ini meningkat 2 %
pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada
anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”School Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan
neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan diet
pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan faktor
resiko;

18
 Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar 20 %
 Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya menderita
miopi sekitar 10%.
 Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak
sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan
pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum terbukti secara
pasti.
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
 Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
 Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang
tua.
Gejala objektif :
 Bola mata yang besar dan menonjol.
 Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
 Pupil yang lebih lebar
 Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi jarang.
 Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun.
Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
3. Miopia patologis/ degenerative
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia patologis
sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal
ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata.
Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola
mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang
dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan
terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter dan
pertumbuhan bola mata.
4. Herediter

19
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai etiologi
kelainan ini. Progresif miopia yang bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa Cina,
Arab dan Jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa Afrika dan Sudan. Ini
menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi pertumbuhan retina dalam
perkembangan miopi.
5. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan miopia,
Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjamg masa
pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Disini
ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang
terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.

Gambar 12. Pemanjangan bola mata

Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan
miopi simplek.
 Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada
penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
 Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.
Gejala objektif :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks

 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada


o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.

20
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia
o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan
pigmentasi yang tidak teratur.

Gambar 13. Gambaran fundus pada miopia


 Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai dengan plak
berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang mengelilinginya. Foster
fuchs spot dapat terlihat di makula.

Gambar 14. Gambaran fundus pada miopia


 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.1

3. Komplikasi6
1. Strabismus divergens

21
2. Ablasio retina
3. Perdarahan badan kaca.
4. Perdarahan koroid
4. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
 Kaca Mata

 Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata
akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

Gambar 15 : Koreksi pada Mata Miopia


Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita miopia. Dalam ilmu keratologi kontak
lensa yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea
yang berfungsi untuk mengurangi miopia.

b. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4
mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan
kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk
miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan

22
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK,
terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa
terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang
terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.

Gambar 16. Radial keratotomy


2. Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6
dioptri.4
Kelemahan
 Penyembuhan postoperatif yang lambat

 Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya


penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
 Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan

 PRK lebih mahal dibanding RK

Gambar 17. Photorefractive keratotomy

23
3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)6
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
 Umur lebih dari 20 tahun.
 Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
 Motivasi pasien
 Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

Gambar 18. LASIK


Keuntungan LASIK
 Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif

 Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.

 Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah
operasi,
 Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.

 Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.


Kekurangan LASIK
 LASIK jauh lebih mahal

 Membutuhkan skill operasi para ahli mata.

24
 Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat
operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

2.5.2 HIPERMETROPIA
1. Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu Gangguan refraksi dimana sinar
sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa
akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan terbentuk di
belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur.
Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan
lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh
normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan
presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang
berbeda.
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa
koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi
dengan lensa positif

Gambar 19. Hipermetropia

2. Etiologi6
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia aksial
Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek
b. Hipermetropia refraktif
Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermetropia kurvatur

25
Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di
belakang retina
d. Hipermetropia indeks
Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan diabetes.
e. Hipermetropia posisional
Posisi lensa yang posterior.
f. Afakia

3. Klasifikasi
3.1 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis6
1. Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam
pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur
2. Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar variasi biologi
normal:
i. Hipermetropia indeks
ii. Hipermetropia posisional
iii. Afakia
iv. Consecutive hypermetropia
3. Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi seperti yang
terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan oftalmoplegia internal.
3.2 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya
1. Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
3.3 Klasifikasi berdasarkan status akomodasi mata6
1. Hipermetropia Laten
 Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hiperopia yang dikoreksi
secara lengkap oleh proses akomodasi mata
 Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia

 Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang dimilikinya
2. Hipermetropia Manifes

26
 Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa menggunakan
sikloplegia
 Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan
dalam pemeriksaan subjektif
 Terdiri dari
o Hiperopia Fakultatif

 Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa positif,
tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa
 Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif
 Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak pemakaian lensa
positif karena akan mengaburkan penglihatannya.
 Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif
tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif
o Hipermetropia Absolut

 Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi


 Penglihatan subnormal
 Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut
Hiperopia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan agen
sikloplegia.
4. Gejala Klinis6
Gejala Subyektif
 Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia
pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
 Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang
atau penerangan kurang
 Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang
lama dan membaca dekat
 Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama,
misalnya menonton TV, dll
 Mata sensitif terhadap sinar

27
 Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

 Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula
Gejala Obyektif
 Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
 Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik N III.
 Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).
 Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata
kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga
memeberi kesan adanya radang dari N II.
 Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan
pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.6
5. Komplikasi6
i. Blefaritis atau chalazia
ii. Accommodative convergent squint
iii. Ambliopia
iv. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup
6. Penatalaksanaan Hipermetropia
a) Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa dengan memakai kaca
mata
Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan
o Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)

o Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)

o Photorefractive keratectomy (PRK)

o Conductive keratoplasty (CK)

b) atau lensa kontak.


c) membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk

2.5.3 ASTIGMATISMA
1. Definisi

28
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada
satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin
lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang
memiliki astigmat yang ringan.
2. Klasifikasi Astigmatisma6
a) Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Etiologi
a. Corneal astigmatisme: Abnormalitas kelengkungan kornea.
b. Lenticular astigmatisme. Jarang. Bisa akibat:
 Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa

 Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik

 Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda

 Retinal – posisi macula yang oblik.


Klasifikasi
a.    Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di
dapan atau dibelakang dari retina, jadi  satu meridian adalah emetropik dan yang
lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai
Simple hypermetropic  astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
b.    Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina
tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian
hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan Compound hypermetropic
astigmatism dan Compound miopic astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya
berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan
miop pada yang lainnya.

29
Gambar 20. Jenis astigmatisma
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya
terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi
menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih
besar terletak di meridian vertikal, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. 4
Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan
astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.
3. Gejala Klinis
1. Memiringkan kepala untuk melihat
2. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
3. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
4. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal

30
7. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.
4. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan
refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan
subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis
saja.

Gambar 21. Kipas Astigmat

Gambar 22.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido

31
5. Penatalaksanaan7
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1.      Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif  dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi
silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder
positif sumbu vertikal (90o +/- 20o). ada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri
digunakan hukum Jawal :
a.   Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b.   Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2.      Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
3.      Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur
pembedahan  yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur
kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah  kurvatur kornea
dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat  secara dalam dikornea.

2.5.4 PRESBIOPIA
1. Definisi

32
Presbiopia adalah penglihatan di usia lanjut, merupakan perkembangan normal yang
berhubungan erat dengan usia lanjut dimana proses akomodasi yang diperlukan untuk melihat
dekat perlahan-lahan berkurang. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu,
umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopianya.
2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang
tinggi. Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan lansung
dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang
lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44
tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika
mempunyai kelainan presbiopia.
Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain seperti
trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa
menyebabkan presbiopia dini.
3 Etiologi
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi
3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elasitasnya akibat kekakuan
(sklerosis) lensa
4 Klasifikasi
1. Presbiopia Insipien – tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati
pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca
2. Presbiopia Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan
didapatkan kelainan ketika diperiksa
3. Presbiopia Absolut – Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional,
dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
4. Presbiopia Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
5. Presbiopia Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatan diameter pupil
5 Gejala-gejala dan Tanda-tanda

33
1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga
disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
2. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada
jarak baca yang biasa
3. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
4. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
5. Terganggu secara emosional dan fisik
6 Diagnosis Presbiopia
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan menggunakan
Snellen Chart
b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta
untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang bisa
dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk pemeriksaan
duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan
fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk mendiagnosa
penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia. Pemeriksaan ini termasuk
reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan
pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari
mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior
7 Penatalaksanaan Presbiopia
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan
hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu
Jaeger 20/30
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada
titik fokus lensa +3.00 D
34
Usia (Tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3-00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan
presbiopia. Ini termasuk:
a. Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai
garis horizontal atau yang progresif
b. Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah
adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa
kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan
umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil
foto
e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa
kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk
melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif

35

Anda mungkin juga menyukai