Anda di halaman 1dari 60

REFERAT

GANGGUAN REFRAKSI

Pembimbing :
dr.Yudika Iwan Kaharap Sp.M

Oleh :
RADIANTI FREDERIKA
FAB 118 094

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2020
Pendahuluan

 Gangguanpenglihatan dan kebutaan di Indonesia


terus mengalami peningkatan dengan prevalensi 1,5%
 Penyebab  glaucoma (13,4%), kelainan refraksi
(9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%)
 SurveiDepertemen Kesehatan Republik Indonesia yang
dilakukan di 8 provinsi  kelainan refraksi sebesar
24.71% dan menempati urutan pertama dalam 10
penyakit mata terbesar di Indonesia.
Anatomi Refraksi Mata
Anatomi Kornea
Aqueous Humor (Cairan Mata)

 Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh


jaringan kapiler di dalam korpus siliaris
 Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan
akhirnya masuk ke darah.
 Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan
pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada
saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga
anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler
dimana keadaan ini dikenal sebagai galukoma
Panjang bola mata

 menentukan keseimbangan dalam pembiasan.


 Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea
(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada makula.
 Keadaan ini disebut sebagai ametropia
 Panjang bola mata yaitu diukur dari permukaan anterior
kornea dengan retina sensoris, dan dinyatakan dalam
satuan mm.
 nilai normal yaitu 22-24,5 mm.
Pemfokusan Berkas Sinar Divergen
Akomodasi
 Akomodasi  kemampuan lensa untuk mencembung yang
terjadi akibat kontraksi otot siliar.
 Otot soliris suatu cincin melingkar otot polos yang
melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.
 mata normal otot siliaris melemas dan lensa menggepeng
untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa
menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat.
 Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom
 stimulasi simpatis  relaksasi dan stimulasi parasimpatis
berkontraksi.
Mata normal (Emetropia)
Mata berpenglihatan dekat (Miopia)
Mata berpenglihatan jauh (Hipermetropia)
Pemeriksaan tajam penglihatan

 merupakan pemeriksaan fungsi mata.


 untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.
 Penglihatan dapat dibagi:
 Sentral diukur dengan kartu Snellen.
 Perifer kemampuan menangkap adanya benda,
gerakan, atau warna objek diluar garis langsung
penglihatan
Dengan kartu Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan seseorang, seperti:
 6/6  normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6
meter
 6/30 hanya dapat membaca pada huruf baris yang
menunjukan angka 30
 6/60 hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang oleh
orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60
meter
 Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada
kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat
dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter
 3/60  hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari
yang diperlihatkan pada jarak 3 meter,
 1/60  hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter
 Bila mata hanya dapat melihat lambangan tangan pada
jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300
 hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat
melihat lambaian tangan. Keadaaan ini disebut sebagai
tajam penglihatan 1/~, sedangkan orang normal dapat
meihat adanya sinar pada jarak tak berhingga
 Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar
maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta
total
Gangguan refraksi
 Gangguan refraksi  keadaan bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina
 terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur.
 Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan
atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.
 Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan
kelainan panjang sumbu bola mata.
Emetropia
 Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana
sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa
bantuan akomodasi.
 penglihatan normal atau 6/6 atau 100%.
 Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan
kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula
lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka
penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.3
ametropia/anomaly refraksi
Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar, mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak
dapat jatuh ke makula.
berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisma.
Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia
lanjut  presbiopia.
Miopia

Presbiopi Kelainan Hipermetropia


Refraksi

Astigmatis
m
MIOPIA

salah satu bentuk Gangguan


refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak
berhingga difokuskan di depan
retina saat mata tidak
berakomodasi.
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

 Miopia aksial
 Miopia refraksional
- Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-
komponen refraktif pada mata:
1. Curvature myopia
2. Index myopia
 Miopia posisional
 Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
Klasifikasi Berdasarkan Onset

 Juvenile-Onset Myopia (JOM)


- onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena
pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis
 Adult-Onset Myopia (AOM)
- AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia
20 sampai 40 tahun disebut sebagai early adult onset myopia,
sedangkan myopia yang terjadi setelah usia 40 tahun disebut late
adult onset myopia.
Klasifikasi Miopia
• Miopia ringan : 1-3 D
Menurut •

Miopia
Miopia
sedang: 3-6 D
berat/tinggi: >6 D-9,00 D

derajat • Miopia sangat berat >-9,00 D

beratnya

• Miopia kongenital : terjadi sejak lahir, namun


Menurut biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun,
kebanyakan unilateral dan bermanifestasi

perjalanan
anisometropia. Jarang terjadi bilateral.
• Miopia simplek
• Miopia patologis/ degenerative
penyakitnya • Miopia herediter
• Proses pertumbuhan secara umum
Miopia
Etiologi simplek

 Tipe axialVariasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat


berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
 Tipe kurvatural Terjadi karena variasi perkembangan bola mata
 Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata,
dengan faktor resiko;
 Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya
sekitar 20 %
 Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya
menderita miopi sekitar 10%.
 Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi
pada anak sekitar 5 %.
 Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Gejala Klinis Miopia simplek

Gejala subjektif :
 Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
 Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
 Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh
orang tua.
Gejala objektif :
 Bola mata yang besar dan menonjol.
 Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
 Pupil yang lebih lebar
 Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi jarang.
 Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20
tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
Miopia patologis/ degenerative

 Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata


lain pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada
retina dan peripapil.
 terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia
dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan
perubahan degeneratif pada mata.
 Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat
dari panjang axial bola mata.
Herediter

 Merupakan faktor mayor sebagai etiologi kelainan ini.


 Progresif miopia yang bersifat familial, banyak terjadi
pada bangsa Cina, Arab dan Jepang.
 jarang ditemukan pada bangsa Afrika dan Sudan. Ini
menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi
pertumbuhan retina dalam perkembangan miopi.
Proses Pertumbuhan secara umum

 merupakan faktor minor pada perkembangan miopia


 Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi
hanya sepanjamg masa pertumbuhan aktif
 diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti.
 faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan
penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga
mempengaruhi perkembangan miopia.
Gejala Klinis
 Gejala subjektif :
 Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan miopi
simplek.
 Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada penglihatannya, hal ini
berhubungan dengan degenerasi vitreus.
 Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.
 Gejala objektif :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
 Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-
kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan
keadaan myopia
 Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat
yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran
papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur.
Gambaran fundus pada miopia
Tatalaksana Miopia
 Koreksi non bedah
 Kacamata sferis negatif terkecil
yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal agar
memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi

 Koreksi bedah
 Radial Keratotomy
 Photorefractive Keratectomy (PRK)
 Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)
Koreksi pada Mata Miopia
Komplikasi Miopia

Ablasio Retina
Strabismus
Ambliopia
HIPERMETROPIA

 Hipermetropia atau rabun dekat  suatu Gangguan refraksi dimana sinar


sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan
istirahat atau tanpa akomodasi di fokuskan di belakang retina.
 Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan
penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur
Etiologi

 Hipermetropia aksial
 Hipermetropia refraktif
 Hipermetropia kurvatur
 Hipermetropia indeks
 Hipermetropia posisional
 Afakia
Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat
berdasarkan gejala klinis beratnya
 Hiperopia simpleks  Hiperopia ringan, kesalahan
refraksi +2.00 D atau kurang
 Hiperopia patologik
 Hiperopia sedang, kesalahan
 Hiperopia fungsional
refraksi antara +2.25 D hingga
+5.00 D
 Hiperopia berat, kesalahan refraksi
+5.25 D atau lebih tinggi
Klasifikasi berdasarkan status
akomodasi mata
 Hipermetropia Laten
 Hipermetropia Manifes
 Terdiri dari
 Hiperopia Fakultatif
 Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa positif, tapi bisa
juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa
 Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif tapi
juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif
 Hipermetropia Absolut
 Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi
 Penglihatan subnormal
 Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut
 Hiperopia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan
agen sikloplegia.
Gejala Klinis

Gejala Subyektif Gejala Obyektif


 Penglihatan jauh kabur  hipertrofi dari otot–otot akomodasi
 Penglihatan dekat kabur lebih awal, di corpus ciliare.
terutama bila lelah, bahan cetakan  Akomodasi, miosis dan konvergensi
kurang terang atau penerangan adalah suatu trias dari saraf
kurang parasimpatik N III.
 Sakit kepala  pupilnya kecil (miosis).
 Penglihatan tidak enak (asthenopia  Mata merah. Juga fundus okuli,
akomodatif = eye strain) terutama N II kelihatan merah,
 Mata sensitif terhadap sinar hingga memeberi kesan adanya
 Spasme akomodasi yang dapat radang dari N II (pseudo-neuritis
menimbulkan pseudomiopia optica atau pseudo-papillitis).
 Perasaan mata juling
Penatalaksanaan Hipermetropia

 Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa dengan memakai
kaca mata
 Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia
dengan
 Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
 Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
 Photorefractive keratectomy (PRK)
 Conductive keratoplasty (CK)
 atau lensa kontak.
 membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
Astigmatisma

 Astigmatisma keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau


lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik.
 Astigmat akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut.
Klasifikasi Astigmatisma
 Astigmatisma Reguler
 Astigmatisma Ireguler
Astigmatisma regular

 merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan


pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan
secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya.
 Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Etiologi

Corneal astigmatisme: Abnormalitas


kelengkungan kornea.
Lenticular astigmatisme
Klasifikasi
Astigmatisma irregular

 Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling


tegak lurus.
 Astigmat ireguler  terjadi akibat kelengkungan kornea
pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi ireguler.
 bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.
Gejala Klinis

 Memiringkan kepala untuk melihat


 Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
 Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
 Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
 Sakit kepala
 Mata tegang dan pegal
 Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia.
Diagnosa

 ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.


 pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya
derajat astigmatmenggunakan juring atau kipas
astigmat
 astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah
di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi
bayangan pada kornea Placido’s Disc di depan mata.
Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan
akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Kipas Astigmat
Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
Penatalaksanaan

 Astigmatisma ringantidak perlu dilakukan koreksi


 Pada astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak
atau pembedahan.
1.      Kacamata Silinder
 Pada astigmatism againts the rule,  silender negatif  dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) / selinder positif dengan sumbu horizontal (180o
+/- 20o).
 astigmatism with the rule koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal
(180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/-
20o)
 ada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri
digunakan hukum Jawal :
a.  Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism
with the rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan
astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b.  Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism
againts the rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan
astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
…penatalaksanaan

2. Lensa Kontaklensa rigid, yang dapat menetralisasi


astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahanmengoreksi astigmatisma yang berat, dapat
digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi
kornea yang irreguler atau anormal:
 Photorefractive Keratectomy (PRK)
 Laser in Situ Keratomileusis (lasik),
 Radial keratotomy
Presbiopia

 Presbiopiamerupakan gangguan akomodasi


pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi dan lensa mata
tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya
akibat sklerosis lensa
Presbiopia
Klasifikasi

 Presbiopia Insipien
 Presbiopia Fungsional
 Presbiopia Absolut
 Presbiopia Prematur
 Presbiopia Nokturnal
Gejala Klinik Presbiopia
 Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga disertai
kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
 Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada jarak baca
yang biasa
 Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
 Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
Penatalaksanaan Presbiopia
 Pada pasien presbiopi, kacamata atau addisi diperlukan
untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu,
biasanya:
o +1,0 D untuk usia 40 tahun
o +1,5 D untuk usia 45 tahun
o +2,0 D untuk usia 50 tahun
o +2,5 D untuk usia 55 tahun
o +3,0 D untuk usia 60 tahun
• Karena jarak baca biasanya 33cm maka addisi +3,0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada
seseorang, pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm
KESIMPULAN
 Gangguan refraksi  keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina,
dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina,
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu
titik fokus. .
 emetropia  tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya
kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbyopia.
 Miopia  Gangguan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang
tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.
Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif.
….kesimpulan

 Hipermetropia atau rabun dekat  gangguan kekuatan pembiasan mata


dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang retina. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan
lensa sferis positif.
 Astigmatisma terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik.
 Presbiopia merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut
 Kelainan-kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang
sesuai. Dan perkembangan ilmu pengetahuan menyediakan modalitas terapi
pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi.
Daftar Pustaka
 Lukman F,Lindra, C. Heriana. Journal of Health Education. Skrining Kelainan Refraksi
Mata Pada Siswa Sekolah Dasar Menurut Tanda Dan Gejala. JHE 1 (1) (2016) Journal of
Health Education
 Charman, N, 2011, Myopia: Its Prevalence, Origins, and Control, Ophthalmic and
Physiological Optics, 31: 3–6. doi: 10.1111/j.1475-1313.2010.00808.x
 Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 72-82.
 Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 319 – 330.
 Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
 Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age International. New
Delhi. Hal 19 – 39.
 Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott Wlliams
& Wilkins; Philadelphia; p 344-346.

Anda mungkin juga menyukai