oleh; Ata
disampaikan dalam Kemah Pustaka 2020
Praktik literasi (literacy practice) berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh orang atau sekelompok
orang terhadap literasi. Seiring perkembangannya, praktik literasi di sejumlah wilayah khususnya di
Sulawesi Selatan masih menuai label dalam apa yang selama ini di narasikan oleh Dewayani dan
Retnaningdyah sebagai literasi “model otonomi” yang memandang aktivitas membaca dan menulis
sebagai proses yang netral, bebas konteks, dengan motivasi utama untuk mencapai status “melek literasi”.
Sehingga, dalam menuju praktik membaca dengan laku menulis masih sebagai wacana yang masih dalam
tahap pertumbuhan.
Pengamatan akan praktik literasi dapat diterawang melalui peristiwa literasi (literacy event), yaitu
kegiatan yang memanfaatkan atau terjadi di seputar teks. Festival Literasi Indonesia, Makassar Biennale,
Makassar International Writers Festival, dan Kemah Pustaka adalah peristiwa literasi yang patut untuk
kita apresiasi. Sejatinya, praktik literasi dan peristiwa literasi adalah dua sisi yang tidak dapat terpisahkan,
sisi yang satu tetap akan menopang sisi yang lain dalam suatu praktik kerja kolaboratif.
Peserta Kemah Pustaka yang budiman, praktik literasi tidak lain terdapat dalam ranah sosial dan budaya
yang melingkarinya. Walaupun dalam berbagai kasus ruang lingkup ekonomi dan politik masih sebagai
topik wacana menarik. Senada dari tema di atas bahwa literasi sebagai praktik budaya dalam wilayah
Kabupaten Enrekang atau sering disebut Bumi Massenrempulu adalah suatu tema yang dalam hemat saya
“gatal untuk digaruk”.
Konsep “kebudayaan” yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat adalah keseluruhan system gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manausia
dengan belajar. Di lain sisi, beberapa ahli seperti Zoetmulder mengkopsepsikan kata “budaya” adalah
daya dan budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Singkatnya, kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa
dan rasa oleh Djojodigoeno.
Stigma kata “budaya” yang selama ini kita dengar adalah suatu yang luas cakupannya, stigma tersebut
lebih baik disipan rapi di gudang belakang rumah. Melihat budaya yang telah mengalami proses inovasi
adalah kerja yang nyata bukan kerja yang rumit, menjadikan praktik literasi budaya sebagai tema yang
empuk dalam mendeskripsikan wujud-wujudnya.
Kerja literasi pada praktik budaya dapat kita uraikan menjadi beberapa poin penting, sebagaimana kerja
etnografi yang secara umum dideskripsikan menjadi sebuah buku, majallah, essay, karya ilmiah, dan
ensklopedia budaya dalam suatu suku bangsa. Sebagi contoh, kita dapat memetik deskripsi unsur-unsur
kebudayaan dari Koentjaraningrat sebagai bagian khusus yang dapat kita uraikan lebih mendalam,
diantaranya; (1) Bahasa (2) sistem pengetahuan; (3) organisasi sosial; (4) sistem peralatan hidup dan
teknologi; (5) sistem mata pencaharian hidup; (6) sistem religi; dan (7) kesenian
Bibliografi