12
3. ABORTUS INSIPIEN, INKOMPLETUS, DAN SEPTIK
Gambar 2.1. Anatomi berbagai jenis keguguran (dikutip dari kepustakaan 14)
1. Definisi 14
Abortus insipien (abortus yang tidak terletakkan atau inevitable
abortion) melibatkan dilatasi serviks yang kontinyu dan progresif tanpa
terjadinya ekspulsi produk konsepsi sebelum periode viabilitas janin. Pada
kasus ini terjadi perubahan yang progresif menuju kepada keadaan yang
sejak itu tidak lagi dimungkinkan kelanjutan kehamilan.
Kegagalan kehamilan dini ketika keseluruhan produk konsepsi
belum terekspulsi keluar tetapi sebaliknya masih terdapat bagian janin
yang tertahan di dalam kavum uteri; keadaan ini didefinisikan sebagai
abortus inkompletus.
Keguguran septik adalah keguguran yang disertai infeksi baik pada
uterus dan organ sekitarnya, diikuti penyebaran kuman atau toksin ke
dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau
sekitarnya dapat terjadi pada setiap keguguran, namun seringnya
13
ditemukan pada keguguran inkomplit dan lebih sering didapatkan pada
keguguran diinduksi yang dikerjakan tanpa memper- hatikan teknik
asepsis dan antisepsis.
2. Etiologi
Etiologi abortus spontan bersifat multifaktorial. Kurang lebih 50-
60% embrio yang mengalami abortus spontan memiliki anomali
kromossom. Faktor endokrin, metabolik, dan anatomi menyebabkan 10 –
15% kasus abortus spontan. Faktor anatomi ini meliputi inkompetensi
serviks, anomali kongenital uterus, tumor fibroid uterus dan adhesi uterus.
Penyebab lainnya adalah infeksi (5% kasus), penyebab imunologi (5-
10%), gangguan medis maternal dan inkompatibilitas golongan darah
ABO. Sekitar 40-60% kasus mungkin tidak diketahui penyebabnya. Usia
lanjut, usia yang ekstrim, stress dan usia ayah yang lanjut merupakan
faktor risiko independen untuk abortus spontan. Adapun untuk kejadian
abortus septik merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering terjadi apalagibila dilakukan kurang memperhatikan asepsis
dan antisepsis. 7
3. Patomekanisme
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin
yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu
terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi
sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah
kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan
sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi
uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu
keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus
spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu
sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan
janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena
abortus tidak dapat dihindari. 8
Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
14
dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah
terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12
korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua
makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta)
tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4
cara: 8
a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,
meninggalkan sisa desidua.
b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan
korion dan desidua.
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya
janin yang dikeluarkan).
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
e. Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah
perdarahan atau infeksi lebih lanjut.
4. Diagnosis
15
a. Anamnesis 14
Identitas pasien : nama, usia, informasi kontak
Alasan mencari layanan kesahatan : kondisi kehamilan, termasuk
tanda dan gejala kehamilan serta komplikasi yang mungkin terjadi,
misalnya perdarahan pervaginam.
Riwayat obstetri : informsi mengenai kehamilan-kehamilan
sebelunya beserta luarannya, termasuk: kehamilan ektopik, riwayat
kehuguran sebelumnya, kematian janin, kelahiran hidup, dan cara
persalinan.
Riwayat ginekologi : HPHT dan apakah haid terakhir normal, pola
siklus haid, masalah ginekologi, dan riwayat kontrasepsi yang
digunakan.
Riwayat seksual
Riwayat penyakit lainnya
Obat-obatan dan alergi
Riwayat sosial
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus abortus meliputi pemeriksaan umum,
abdomen dan panggul, terutama untuk memastikan diagnosis
keguguran, menentukan jenis keguguran, menentukan ukuran dan posisi
uterus (dengan pemeriksaan bimanual), serta ada atau tidaknya
komplikasi. Pemeriksaan bimanual perlu selalu diakukan sebelum
melakukan prosedur aspirasi vakum oleh tenaga kesehatan yang
melakukan prosedur tersebut. 14
Saat melakukan pemeriksaan fisik, perlu dijelaskan kepada pasien
prosedur yang akan dilakukan serta apa yang mungkin pasien prosedur
yang akan dilakukan serta apa yang mungkin ia rasakan selama
pemeriksaan, misalnya rasa kurang nyaman pada saat pemeriksaan
pelvis. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan pula
tanda dan gejala yang merujuk pada diagnosis banding abortus.
16
c. Pemeriksaan Penunjang
Dalam sebagian besar kasus, informasi dari anamneis dan
pemeriksaan fisik cukup untuk dapat menegakkan diagnosis dan
menentukan usia kehamilan. Pemeriksaan penunjang dilakukan apabila
tanda dan gejala yang ditemukan tidak khas, atau diperlukan informasi
tambahan untuk mengonfirmasi diagnosis dan merencanakan
tatalaksana selanjutnya, misalnya pemeriksaan USG untuk
menyingkirkan kemungkinan KET, pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan kadar hemoglobin pada pasien perdarahan hebat, b-hCG,
dan melihat apakah ada tanda infeksi (leukositosis), dan pemeriksaan
jaringan setelah prosedur evakuasi hasil konsepsi apabila dicurigai
adanya kondisi patologis tertentu. 14
Diagnosis Perdarahan Nyeri Ukuran ServiksGejala
Perut uterus Khas
Abortus Sedikit sedang Sesuai usia
Tertutup Tidak ada
Iminens kehamilan ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai usia terbuka Tidak ada
insipiens banyak hebat kehamilan ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai/lebih Terbuka Ekspulsi
inkomplit banyak hebat kecil dari sebagian
usia jaringa
kehamilan konsepsi
Abortus Ada/tidak Ada/tidak Sesuai/lebih Terbuka/ Ada tanda-
septik ada ada kecil dari tertutup tanda
usia infeksi,
kehamilan didapatkan
keputihan
berbau
Tabel 2.1. Diagnosis dan klasifikasi abortus
5. Penatalaksanaan
b. Abortus Insipien 15,16
1) Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan
rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan
17
informasi mengenai kontrasepsi pascakeguguran.
2) Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu : lakukan evakuasi isi
uterus dan aspirasi vakum manual (AVM). Kuret tajam sebaiknya
hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
3) Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan
evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus.
Pasang infus 20 IU oksitosin dala 500 cc NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
4) Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2
jam.
5) Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
6) Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratium.
7) Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urine setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa
kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan
kadar Hb > 8g/dL, ibu dapat diperbolehkan pulang.
c. Abortus inkomplit 15
1) Lakukan konseling
2) Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk
megeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
3) Selanjutnya tindakan sesuai seperti pada abortus insipiens.
d. Abortus spetik 7
1) Antibiotik : antibiotik yang efektif untuk miktoorganisme gram-
negatif, gram-positif serta anaerob dan Chlamydia.
2) Evakuasi uterus : produk konsepsi yang masih tertinggal harus
dievakuasi di bawah perlindungan antibiotik
Tindakan aspirasi vakum dihindari jika sebelumnya sudah
18
terdapat intervensi
Oksitosin (20 unit dalam 500 mL cairan infus) dan
metilergometrin (0,2 mg IM) diberikan untuk mengatasi
atonia uteri.
Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) tidak dipasang pada saat
evakuasi.
Hasil evakuasi produk konsepsi dikirim ke bagian
histopatologi.
3) Pengelolaan lebih lanjut :
Monitoring yang ketat untuk gejala demam, frekuensi nadi,
perdarahan pervaginam dan perbaikan simtomatik.
Jenis antibiotik perlu diubah jika tiak terjadi perbaikan pada
kondisi pasien dalam 48 jam, atau jika laporan tes sensitivitas
menunjukkan adanya bakteri yang resisten. Apabila gejala
demam menetap, kemungkinan penyebab demam yang lain
(demam tifoid, malaria) harus pula diinvestigasi.
Terapi antibiotik IV dilanjutkan sampai pasien sudah tidak
demam lagi selama 48 jam dan kemudian terapi ini diikuti
dengan terapi oral. Doksisiklin (100 mg 2 kali sehari)
diberikan selama 14 hari.
Imunoprofilaksis tetanus
Tindakan follow-up dan konseling kontrasepsi
19