Covid
Covid
DI KERJAKAN OLEH
ARGANIRWWANDHA ZULFA ILYASSYAH
NO : 04 / XII MM 2
KATA PENGANTAR :
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya mari kita
mengucakan alhamdulilllah untuk wujud syukur kita terhadap kebesaran dan
keagungan nya sungguh allah maha besar penguasa alam atasselesainya
makalah ini.
Dan jangan lupa kita ungkapkan puji shalawat terhadap Nabi Muhammad
atas kebesaran dan karunianya
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada bapak ibu guru yang telah
membimbing saya selama berada di SMK NEGERI 6 SURAKARTA
terimakasih ataskesabarannya dan ilmu yang diberikannya
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
Diare
Sakit kepala
Konjungtivitis
Hilangnya kemampuan mengecap rasa
Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia)
Ruam di kulit
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah
penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien yang terinfeksi virus Corona bisa
mengalami penurunan oksigen tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut happy
hypoxia.
Dalam islam sendiri terdapat beberapa dalil dalam alquran yang dimana allah
menyurh kita untuk bertawakal dan bersabar dan senantiasa bersykur kepada ALLAH
swt dalam dalil berikut yang dikutip dalam ayat al quran
Latin: fa lammā faṣala ṭālụtu bil-junụdi qāla innallāha mubtalīkum binahar, fa man syariba
min-hu fa laisa minnī, wa mal lam yaṭ'am-hu fa innahụ minnī illā manigtarafa gurfatam
biyadih, fa syaribụ min-hu illā qalīlam min-hum, fa lammā jāwazahụ huwa wallażīna āmanụ
ma'ahụ qālụ lā ṭāqata lanal-yauma bijālụta wa junụdih, qālallażīna yaẓunnụna annahum
mulāqullāhi kam min fi`ating qalīlatin galabat fi`atang kaṡīratam bi`iżnillāh, wallāhu ma'aṣ-
ṣābirīn
Artinya: Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia berkata, "Allah akan menguji
kamu dengan sebuah sungai. Maka barangsiapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku.
Dan barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk
dengan tangan." Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika
dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka
berkata, "Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya." Mereka yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, "Betapa banyak kelompok kecil
mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah." Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
Dalam isla sendiri ada dalil yang mengatakan bahwa untuk jenazah harus segera dimakamkan
namun apa hal nya dengan jenazah yang dulu nya terpapar jenazah.
Untuk jenazah yang terpapar wabah memang harusmenggunakan protokol kesehatan mui sendiri
juga memutuskan untuk kebaikan bersama dan agar mengurangi kasus penyebaran virus ini
sendiri.
والمنتفخ الذي تعذر مسه يصب عليه الماء “Bagi jenazah yang badannya gosong sehingga uzur untuk
disentuh, maka cukup dengan dituangkan air padanya.” (Muraqiy al-Falakh, halaman 224) Jika
kondisi semacam masih sulit, maka ulama dari kalangan Hanafiyah menyarankan agar berpindah
pada men-tayamum-inya. Pendapat ini juga dipedomani oleh kalangan Malikiyah. Salah satu
ulama dari kalangan Hanafiyah menyampaikan ص ِعي ِد َّ “ َم ْن تَ َع َّذ َر ُغ ْسلُهُ ؛ لِ َعد َِم َما يُ ْغ َس ُل بِ ِه فَيُيَ َّم ُم بِالBila suatu
saat ada jenazah yang uzur untuk dimandikan, karena ketiadaan hal yang memungkinkan
bisanya dibasuh, maka tayamumilah dengan debu.” (Al-Inayah, Juz 16, halaman 261)
Lantas bagaimana bila jenazah tidak mungkin dimandikan sebab penyakit tha’un yang
dideritanya? Dalam hal ini ada beberapa pendapat. Pendapat pertama dari pengarang kitab
Al-Mudawwanah yang bermazhab Maliki, mengatakan:
“Persoalan memandikan jenazah karena terkena penyakit. Mushannif berkata: Imam Malik
ditanya mengenai seseorang yang meninggal akibat terkena wabah penyakit bernanah,
sementara di seluruh tubuh jenazah masih menunjukkan bisul bernanah itu. Mereka takut
tertular karena memandikannya. Imam Malik menjawab: ‘Cukup siram dengan air menurut
kadar kemampuan kalian.’ Komentarku: ‘Bukankah Imam Malik pernah berpendapat bahwa
seorang jenazah tidak ditayamumi melainkan oleh seorang laki-laki yang bersama seorang
perempuan, atau seorang perempuan bersama seorang laki-laki? Padahal, orang yang
meninggal karena wabah atau sebab penyakit jarab (penyakit baru yang asing), majdur
(cacar), atau penyakit lainnya yang menular, maka orang tersebut tidak perlu ditayamumi,
dimandikan, atau dikafani hingga kadar tidak menyebabkan tertularnya penyakit, dan tidak
menyebabkan bahaya?’ Imam Malik menjawab: ‘Iya’.” (Al-Mudawwanah, juz I, halaman
472).
Adapun terkait teknis mengurus jenazah, Menteri Agama Fachrul Razi meminta petugas
mengikuti petunjuk sebagai berikut: Sebelum memandikan atau semayamkan jenazah,
petugas perlu melindungi diri dengan memastikan keamanan dan kebersihan dirinya terlebih
dahulu.
KESIMPULAN
1. Protokol kesehatan khusus untuk mengurus jenazah COVID-19 dibuat dengan
banyak pertimbangan
Menurut Prof. Budi, ada banyak pertimbangan mengapa jenazah COVID-19 harus
diurus dengan protokol kesehatan ketat. Ini karena COVID-19 menular lewat berbagai
cara, mulai dari droplet, aerosol, muntahan, feses, serta kontak langsung dengan benda
yang terkontaminasi.
Selain itu, COVID-19 masih mungkin menular melalui udara (airborne), virus bisa
ditemukan di benda mati hingga beberapa jam, dan ditemukan di jenazah hingga 9
hari postmortem (sesudah kematian), sehingga dikhawatirkan dapat menular dari
jenazah ke manusia yang masih hidup.
Selain itu, pada jenazah yang diautopsi, ditemukan bahwa reverse-transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR) masih positif hingga hari ke-12, konsentrasi
RNA SARS-CoV-2 masih tinggi di paru-paru, ditemukan virus dalam darah (viremia),
dan titer RNA virus tinggi di organ hati, ginjal, dan jantung.
Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan orang yang hidup harus diutamakan.
Menurut Prof. Budi, penularan bisa dihindari dengan mencegah virus keluar dari
jenazah, mencegah kontak langsung, memakai alat pelindung diri (APD), menjaga
kebersihan tangan, memiliki etika batuk atau bersin yang baik, serta menjaga jarak
antara pelayat-jenazah dan pelayat-pelayat.
3. Jenazah boleh dimandikan dan dikafani sesuai dengan Fatwa MUI No. 18 Tahun
2020
Ketika pasien sudah dinyatakan meninggal, peralatan medis akan dilepaskan dari
tubuhnya, seperti selang infus, kateter, atau tube. Bekas suntikan harus ditutup dengan
plester kedap air. Jika diperlukan, lakukan swab pada jenazah. Pastikan bahwa cairan
tidak keluar dari lubang tubuh dengan menutupnya memakai kapas. Untuk mencegah
keluarnya cairan dan aerosol, jangan menekan bagian dada dan perut jenazah.
Lebih lanjut, Prof. Budi mengatakan bahwa jenazah yang beragama Islam boleh
dimandikan dan dikafani sesuai dengan Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020. Hal ini
tertuang lewat Ketentuan Hukum poin 2 yang berbunyi:
“Umat Islam yang wafat karena wabah COVID-19 dalam pandangan syara’ termasuk
kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan,
dikafani, disalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan
petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.”
Sesuai Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020, jenazah bisa dimandikan tanpa harus dibuka
pakaiannya. Selain itu, petugas wajib berjenis kelamin sama dengan jenazah yang
dimandikan dan dikafani.
Jika tidak ada, maka diurus oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah tetap
memakai pakaian saat dimandikan atau ditayamumkan. Sebelum dimandikan, najis
harus dibersihkan. Lalu, petugas memandikan jenazah dengan mengucurkan air secara
merata ke seluruh tubuh.
Jenazah dikafani tiga lapis, lalu dibungkus dengan kain yang tidak tembus air atau
plastik, dan pastikan tidak ada cairan yang keluar dari jenazah. Sebelum jenazah
dimasukkan ke peti mati, keluarga inti bisa melihat jenazah untuk terakhir kalinya dari
jarak 2 meter. Jenazah tidak boleh disentuh atau dicium demi mematuhi kewaspadaan
standar, Prof. Budi menerangkan.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi dan harus segera dimasukkan
ke peti mati. Lalu, peti mati disegel dengan plastik yang tak tembus air dan dieratkan
dengan paku atau sekrup. Tak lupa, peti mati diberi identitas jenazah agar tidak
tertukar. Peti mati juga harus disemprot dengan cairan disinfektan.
4. Anak kecil, lansia di atas 60 tahun, dan orang dengan penyakit sebaiknya tidak
melayat
Menurut Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020, berikut ini adalah pedoman menyalatkan
jenazah yang terpapar COVID-19:
Disunnahkan menyegerakan salat jenazah setelah dikafani.
Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.
Dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tak
memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika
tak memungkinkan, boleh disalatkan dari jauh (salat gaib).
Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.
Untuk tata cara menguburkan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan
protokol medis. Caranya adalah memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang
kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. Jika dalam keadaan darurat,
beberapa jenazah boleh disemayamkan dalam satu liang kubur.
Saat dikubur, keluarga diberi kesempatan untuk melayat. Namun, anak kecil, lansia di
atas 60 tahun, dan orang yang memiliki penyakit berisiko tinggi sebaiknya tidak ikut
melayat. Jangan lupa untuk menjaga jarak antar pelayat minimal 2 meter atau 3
langkah kaki. Disarankan untuk segera mencuci tangan dengan air dan sabun, mandi,
dan berganti pakaian sepulang dari melayat.
Untuk lokasi penguburan, WHO menyarankan untuk memberi jarak aman 250 meter
dari sumur atau sumber air yang digunakan untuk minum dan 30 meter dari sumber air
lainnya.
Itulah prosedur memandikan dan mengubur jenazah COVID-19 sesuai syariat Islam.
Mengingat pandemi masih jauh dari usai, kita harus melindungi diri sebaik mungkin
dengan menerapkan pola hidup sehat, menjaga kebersihan diri dengan rajin cuci
tangan, kelola stres dengan baik, istirahat cukup, dan olahraga rutin. Niscaya, tubuh
kita akan terus fit dan terhindar dari berbagai penyakit.
PENUTUP
Untuk jenazah yang terpapar covid sendiri memang sudah takdir yang tidak dapat dirubah
semua orang mati dan sudah dituliskan
Bagi kita yang masih menjadi korban dari dampaknya virus ini mari kita tetap bersykur
dan iklas menerima apa adanya sungguh rencana ALLAH adalah sebaik baiknya rencana
berikut saya tutup makalah kali ini saya mengucapkan terimakasih wallaikumsallam wr.
Wb.