Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TAFSIR SURAH AL-BAQARAH AYAT 1-5

Diajukan guna memenuhi kebutuhan dalam mata kuliah yang diampu oleh :

K.H. AHMAD SYAKIR RIDHWAN, Lc, M.HI.

Oleh :

MUHAMMAD THOHIR MUCHARROR AS SYA’RONI


ABDUL RAZAQ ARIF

MA’HAD ALY YUSUF MASYHAR


PONDOK PESANTREN MADRASATUL QUR AN
TEBUIRENG JOMBANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyusun karya tulis ilmiah yang membahas
“TAFSIR SURAH AL-BAQARAH AYAT 1-5”
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
keewajiban dalam Tugas pembuatan Makalah yang diampu oleh, K.H. Ahmad
Syakir Ridhwan Lc. M.HI.
Harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para Mahasantri
terutama kami pribadi, serta dapat membuat kami belajar bagaimana cara
membuat dan menyusun makalah dengan baik dan benar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang kami miliki. Tegur sapa dari pembaca akan kami terima dengan
tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.

Tebuireng, 04 Nopember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
AYAT DAN TERJEMAHAN.......................................................................... 1
ASBABUN NUZUL........................................................................................... 2
MUNASABAH................................................................................................... 2
TAFSIR IBNU KATSIR................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

ii
AYAT DAN TERJEMAHAN

‫۝ اِذَّل ْيَن ُيْؤ ِم ُنْو َن‬٢ ‫۝ ٰذ َكِل اْلِكٰتُب اَل َر ْيَب ۛ ِف ْيِه ۛ ُهًد ى ِّلْلُم َّتِقَۙنْي‬١ ۚ ‫اۤلّۤم‬
‫۝ َو اِذَّل ْيَن ُيْؤ ِم ُنْو َن ِبَم ٓا‬٣ ۙ ‫اِب ْلَغْي ِب َو ُيِقْيُمْو َن الَّص ٰلوَة َو ِم َّم ا َر َز ْقُهٰنْم ُيْنِفُقْو َن‬
‫۝ ُاوٰۤل َك َعىٰل‬٤ ۗ ‫ُاْنِز َل ِا َلْي َك َو َم ٓا ُاْنِز َل ِم ْن َقْبَكِل ۚ َو اِب ٰاْلِخ َر ِة ْمُه ُيْو ِق ُنْو َن‬
‫ِٕى‬
‫۝‬٥ ‫ُهًد ى ِّم ْن َّر ِهِّب ْم ۙ َو ُاوٰۤل َك ُمُه اْلُم ْفِلُح ْو َن‬
‫ِٕى‬
‘’Alif Lām Mīm. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di
dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang
bertakwa. (yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib,
menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman pada
(Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan
(kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan
mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat
petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.’’ (Q.S. AL-BAQARAH 1-5).

1
ASBABUN NUZUL

Abu Usman ats-Tsaqafi az-Za'farani memberitahu kami, Abu Amr bin Mathar
memberitahu kami, Ja'far bin Muhammad bin al-Laits memberitahu kami, Abu Khudzaifah
memberitahu kami, Syibl memberitahu kami, daii Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata:

‫أربع أايت من هذه السورة نزلت يف املؤمنني وأيتان بعدها نزلتا يف الاكفرين‬
‫وثالث عرشة بعدها نزلت يف املنافقني‬.
Artinya:
Empat ayat dari awal surah ini (al-Baqarah) turun membicarakan
orang-orang mukmin, dua ayat berikutnya berisi tentang orang-orang
kafir; dan tiga belas ayat setelahnya, turun membahas tentang orang-
orang munafik.

MUNASABAH

Ayat ini (Al-Baqarah 1-5) masih memiliki keterkaitan dengan beberapa ayat setelahnya,
yang mana beberapa ayat setelahnya menjelaskan tentang orang-orang kafir dan orang-orang
munafik. Tak hanya itu, ayat-ayat tersebut juga menjelaskan bagaimana ciri-ciri, keadaan
serta ancaman yang akan diperoleh oleh mereka kelak.

Diantara ayat-ayat tersebut ialah Q.S. Al-Baqarah ayat 6-7 yang menjelaskan orang-orang
kafir.

2
‫‪٦‬۝ِاَّن اَّلِذ ْيَن َك َف ُر ْو ا َس َو ۤاٌء َعَلْيِه ْم َءَاْنَذ ْر َتُه ْم َاْم ْمَل ُتْنِذ ْر ْمُه اَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬

‫َخ َتَم الّٰل ُه َعٰل ى ُقُلْو ِهِبْم َو َعٰل ى ْمَسِعِه ْم ۗ َو َعٰٓلى َاْبَص اِر ِه ْم ِغَش اَو ٌة َّو ُهَلْم َع َذ اٌب ‪۷‬۝‬
‫ِظ‬
‫َع ٌم‬
‫ْي‬

‫‪Dan juga tiga belas ayat setelahnya yang membahas orang-orang munafik.‬‬

‫َو ِم َن الَّناِس َمْن َّيُقْو ُل ٰاَم َّنا ِبالّٰلِه َو ِباْلَيْو ِم اٰاْلِخ ِر َو َم ا ُه ْم ُمِبْؤ ِمِنْي ‪۸‬۝‬

‫ٰخُيِد ُعْو َن الّٰل َه َو اَّلِذ ْيَن ٰاَم ُنْو اۚ َو َم ا ْخَيَد ُعْو َن ِآاَّل َاْنُفَس ُه ْم َو َم ا َيْش ُعُر ْو َۗن ‪۹‬۝‬

‫‪١٠‬۝ ْيِف ُقُلْو ِهِبْم َّم َر ٌۙض َفَز اَدُه ُم الّٰل ُه َم َر ًض ۚا َو ُهَلْم َعَذ اٌب َاِلْيٌمۢ َمِبا َك اُنْو ا َيْك ِذ ُبْو َن‬

‫‪١١‬۝ َو ِاَذا ِقْيَل ُهَلْم اَل ُتْف ِس ُد ْو ا ىِف اَاْلْر ِۙض َقاُلْٓو ا ِاَمَّنا ْحَنُن ُمْص ِلُحْو َن‬

‫‪١٢‬۝ َآاَل ِاَّنُه ْم ُه ُم اْلُم ْف ِس ُد ْو َن َو ٰلِكْن اَّل َيْش ُعُر ْو َن‬


‫‪١٣‬۝ َو ِاَذا ِقْي ُهَلْم ٰاِم ُنْو ا َك َم ٓا ٰاَم َن الَّنا َقاُلْٓو ا َاُنْؤ ِم ُن َك َم ٓا ٰاَم َن الُّسَف َه ۤاُءۗ َآاَل ِاَّنُه ْم ُه الُّسَف َه ۤاُء َو ٰلِكْن اَّل‬
‫ُم‬ ‫ُس‬ ‫َل‬

‫َيْع َلُمْو َن‬

‫‪3‬‬
‫ا‬‫َمَّن‬‫۝ ِاَذا َل وا اَّلِذ ٰا ا َقاُلْٓو ا ٰا َّناۚ ِاَذا َل ا ِاىٰل ٰي ِط ِنِه ۙ َقاُلْٓو ا ِاَّنا ُك ۙ ِا‬١٤
‫ُن‬ ‫ْحَن‬ ‫َمَع ْم‬ ‫َم َو َخ ْو َش ْي ْم‬ ‫َو ُق ْيَن َم ُنْو‬

‫ُمْس َتْه ِز ُءْو َن‬


‫ٰۤل‬
‫۝ ُاو ِٕى َك اَّل ِذ ْيَن اْش َتَر ُو ا الَّض ٰل َلَة‬١٥ ‫َالّٰل ُه َيْس َتْه ِز ُئ ِهِبْم َو ُمَيُّد ُه ْم ْيِف ُطْغَي اِهِنْم َيْع َم ُه ْو َن‬
ۚ‫۝َمَثُلُه ْم َك َم َثِل اَّلِذ ى اْس َتْو َقَد َناًر ا‬١٦ ‫ِباُهْلٰد ۖى َفَم ا َر َحِبْت َجِّتاَر ُتُه ْم َو َم ا َك اُنْو ا ُمْه َتِد ْيَن‬
ۢ‫۝ُص ٌّم‬١۷ ‫َفَلَّم ٓا َاَض ۤاَءْت َم ا َحْو هَل َٗذ َه َب الّٰل ُه ِبُنْو ِر ِه ْم َو َتَر َك ُه ْم ْيِف ُظُلٰم ٍت اَّل ُيْبِص ُر ْو َن‬
‫َّو ٌۚق‬ ‫ِء ِف ِه‬ ‫ٍب‬ ‫ِج َۙن‬
‫۝ َاْو َك َص ِّي ِّم َن الَّس َم ۤا ْي ُظُلٰم ٌت َّو َر ْع ٌد َبْر‬١۸ ‫ُبْك ٌم ُعْم ٌي َفُه ْم اَل َيْر ُع ْو‬
‫ِر‬ ‫ُل َن َا اِب ِف ٰاَذاِهِن ِّم الَّص اِعِق َذ اْل ِۗت الّٰل ِحُم ٌۢط ِباْلٰك ِف‬
‫ْيَن‬ ‫َو َح َر َم ْو َو ُه ْي‬ ‫ْم َن‬ ‫ْجَيَع ْو َص َعُه ْم‬
‫۝َيَك اُد اْلَب ُق ْخَيَط ُف َاْبَص ا ُه ۗ ُك َّل ٓا َاَض ۤا ُهَل َّم َش ا ِفْي ِهۙ ِاَذٓا َاْظَل َعَلْيِه‬١۹
‫َم ْم‬ ‫َو‬ ‫َء ْم ْو‬ ‫َر ْم َم‬ ‫ْر‬
‫۝‬٢٠ ࣖ ‫َقاُمْو اۗ َو َلْو َش ۤاَء الّٰل ُه َلَذ َه َب ِبَس ْم ِعِه ْم َو َاْبَص اِر ِه ْم ۗ ِاَّن الّٰل َه َعٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬

‘’Di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada


Allah dan hari Akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah
orang-orang mukmin. Mereka menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa
mereka sadari. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah 6)

menambah penyakitnya dan mereka mendapat azab yang sangat


pedih karena mereka selalu berdusta. Apabila dikatakan kepada
mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi,” mereka 7)

menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang


melakukan perbaikan’’. Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang
berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. Apabila
dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang
lain telah beriman,” mereka menjawab, “Apakah kami akan
beriman seperti orang-orang yang picik akalnya itu beriman?”
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang picik

4
akalnya, tetapi mereka tidak tahu. Apabila mereka berjumpa
dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah
beriman.” Akan tetapi apabila mereka menyendiri dengan setan-
setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya
kami bersama kamu, kami hanya pengolok-olok’’. Allah akan
memperolok-olokkan dan membiarkan mereka terombang-
ambing dalam kesesatan. Mereka itulah orang-orang yang
membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka, tidaklah beruntung
perniagaannya dan mereka bukanlah orang-orang yang
mendapatkan petunjuk. Perumpamaan mereka seperti orang
yang menyalakan api. Setelah (api itu) menerangi sekelilingnya,
Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
(Mereka) tuli, bisu, lagi buta, sehingga mereka tidak dapat
Kembali. Atau, seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit
yang disertai berbagai kegelapan, petir, dan kilat. Mereka
menyumbat telinga dengan jari-jarinya (untuk menghindari) suara
petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali
(kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu. Apabila
gelap menerpa mereka, mereka berdiri (tidak bergerak). Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya Dia menghilangkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.‘’ (Q.S. AL-BAQARAH 8-20).

TAFSIR IBNU KATSIR

‫۝‬١ ۚ ‫اۤلّۤم‬

5
Dalam tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa para ahli tafsir berbeda pendapat huruf-huruf
potongan yang terdapat pada awal beberapa surat. Di antara mereka ada yang mengatakan ,bahwa
itu merupakan huruf-huruf yang hanya allah saja yang mengetahui maknanya. Maka mereka
mengembalikan ilmu mengenai hal itu kepada allah dengan tidak menafsirkanya .Pendapat ini di
nuqil oleh al-Qurtubi dalam tafsirnya dari Abu Bakar,Umar,Utsman,Ali dan Ibnu mas’ud .ra
Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam mengatakan, huruf-huruf itu merupakan nama-nama
surah al Quran. Dalam tafsirnya al-Allamah Abul Qosim Mahmud bin Umar az-Zamakhsyari
mrnyatakan bahwa hal tersebut menjadi kesepakatan para ulama. Beliau juga menukil dari
Shibawaih bahwa ia menegaskan dan memperkuat hal itu. Berdasarkan hadist dalam kitab Sahih
Bukari Muslim dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah saw pernah membaca surah Alif
Laammim Sajadah {Surat as-Sajdah} dan Hal Ata Alal Insan {Surat al Insan} pada shalat subuh
pada hari jum’at.
Sebagian ulama meringkas masalah ini dengan menyatakan “Tidak di ragukan lagi bahwa
huruf-huruf ini tidak diturun kan oleh Allah swt dengan sia-sia dan tampa makna. Orang yang
tidak tau mengatakan bahwa Di dalam al Qur’an terdapat suatu hal yang tidak memiliki makna
sama sekali, ini merupakan kesalahan besar.Karena sesuatu yang dimaksud itu hakekatnya
memiliki makna, jika kami mendapatkan riwayat yang benar dari Nabi saw tentu kami akan
menerimanya, dan jika tidak kami akan menyerahkanya kepada Allah swt seraya berkata : “Kami
beriman kepadanya” .Semuanya berasal dari sisi Rabb kami.
Dan para ulama sendiri belum memiliki kesepakatan mengenai huruf-huruf tersebut, dan
mereka masih berbeda pendapat. Barang siapa yang menemukan pendapat dengan dalil yang kuat,
maka hendaknya dia mengikutinya.Jika tidak, maka hendaknya dia menyerahkannya kepada allah
SWT hinga diperoleh kejelasan mengenai hal tersebut.

‫۝‬٢ ‫ذَٰكِل اْلِكٰت ُب اَل َر ْيَب ۛ ِف ْيِه ۛ ُهًد ى ِّلْلُم َّتِقَنْي‬

Ibnu jureij menceritakan, Ibnu Abbas mengatakan: ‫ ٰذ ِلَك اْلِكٰت ُب‬Berarti kitab ini. Hal yang sama
juga dikatakan oleh Mujahid, Ikirimah, Sa’id bin Jubair As-Su’ddi, Muqatil bin Hayyan, Zaid bin

6
Aslam, Ibnu Juraij, bahwa ‫( ذِلَك‬itu) berarti ‫( هذا‬ini). Bangsa Arab berbeda pendapat mengenai kaidah
isim isyarah {kata petunjuk} tersebut. Mereka sering memakai keduanya secara tumpang tindih.
Dalam percakapan yang demikian itu sudah menjadi sesuatu yang di maklumi. Dan hal itu juga
sudah diceritakan Imam al-Bukhari dari Mu’ammar bin Mutsanna, dari Abu Ubaidah.

‫ اْلِكٰت ُب‬yang dimaksud dari ayat di atas adalah al Qur’an. Dan ar-Raib maknanya ‫ ألشّك‬artinya
keragu-raguan. ‫ ۛ اَل َر ْيَب ۛ ِفْيِه‬berarti tidak ada keraguan di dalamnya. Artinya, bahwa al Qur’an sama
sekali tidak ada keraguan di dalamnya, bahwa ia diturunkan dari sisi Allah, sebagaimana yang di
firmankan dalam surat as-Sajadah: ‫“ الم تنزيل الكتاب ال ريب فيه من رب العالمين‬Alif Lamm mim, Turunnya
al Qur’an yang tidak ada keraguan terhadapnya dari rabb semesta alam”. {QS.As-Sajdah:1}
Sebagian mereka mengatakan, yang demikian iu merupakan berita yang berarti larangan. artinya
jaganlah kalian meragukanya.

Di antara qurra’ ada yang memberhentikan bacaanya ketika sampai pada kata ‫ ال ريب‬dan
memulainya kembali dalam firmanNya yaitu : ‫ ِفْي ِهۛ ُه ًدى ِّلْلُم َّتِقْيَن‬dan ada juga yang menghentikan
bacaan pada kata ‫ ۛ اَل َر ْيَب ۛ ِفْي ِه‬Bacaan yang (terakir ini) lebih tepat. Karena bacaan seperti itu
Firmanya yaitu ‫ ُهًدى‬menjadi sifat bagi al Quran itu sendiri. Dan yang demikian itu lebih baik dan
mendalam dari sekedar pengertian yang menyatakan adanya petunjuk di dalamnya.
‫ ُهًدى‬ditinjau dari segi bahas arab bisa berkedudukan marfu’sebagai naat (sifat) ,dan bisa juga
mansub sebagai hal (keterangan keadaan). Dan hudan (petunjuk) itu hanya diperuntukan bagi
orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT.
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb
kalian dan penyembuh dari berbagia penyakit [yang ada] di dalam dada serta petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang beriman“ [QS.Yunus:57].
As-Suddi menceritakan ,dari abu Malikdan dari Abu Salih,dari Ibnu abbas dan dari Murrah
al-Hamadani, Dari Ibnu Mas’ud, dari beberapa sahabat Rasulullah saw, bahwa makna ‫ُهًدى ِّلْلُم َّتِقْيَن‬
berarti cahaya bagi orang-orang bertaqwa.
Abu rauq menceritakan ,dari adh-dhahh,dari Ibnu Abbas,ia mengatakan ‫ ِّلْلُم َّتِقْيَن‬adalah orang-
orang mukni yang sangat takut berbuat syirik kepada allah dan senantiasa berbuat taat kepadanya.
Muhammad bin Ishak,dari muhammad bin abi muhammad ,dari Ikrimah atau sa’id bin
jubair, dari Ibnu abbas, ia mengatakan, Al Muttaqin adalah orang-orang yang senantiasa

7
menghindari siksaan allah swt dengan tidak meninggalkan petunjuk yang diketahuinya dan
mengharapkan rahmatnya dalam mempercayai apa yang terkandung di dalam petunjuk tersebut.
Suf’yan Ats-tsuri menceritakan dari seseorang, dari al Hasan al-Basri, ia mengatakan
firmanya : ‫ِّلْلُم َّتِقْيَن‬, berarti mereka yang benar-benar takut mengerjakan apa yang telah diharamkan
Allah Ta’ala bagi mereka serta menunaikan apa yang telah diwajibkan bagi mereka.
Sedangkan Qatadah mengatakan ‫ ِّلْلُم َّتِقْيَن‬adalah mereka yang disifati Allah SWT didalam

firmanNya ‫“َو ُيِقُم ْو َن الَّص اَل َة أّلِذ ْيَن ُيْؤ ِم ُنْو َن ِباْلَغْيِب‬yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib serta

mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S
AL-BAQARAH:3) dan pendapat yang dipilih Ibnu Jarir adalah bahwa ayat ini mencakup
kesemuanya itu, dan itulah yang benar.
Telah diriwayatkan dari Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari ‘Athiyah As-Sudi, ia
menceritakan, Rasulullah SAW bersabda :

‫ال يبلغ العبد أن يكون من المتقين حتى يدع ماال بأس به حذرا مما به بأس‬

Artinya : Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqin hingga ia meninggalkan apa
yang boleh dilakukannya untuk menghindari apa yang tidak boleh dikerjakannya. “(Imam At-
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan Gharib).
Yang dimaksud dengan ‫هدى‬ adalah petunjuk keimanan yang tertanam didalam hati. Dan
tiada yang dapat meletakkannya didalam hati manusia kecuali Allah SWT. Dalam hal ini Allah
berfirman : (‫" )إن{{ك ال ته{{دي من أحببت‬Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberikan petunjuk
kepada orang yang engkau cintai.” (Q.S. Al-Qashas 56)
Dia juga berfirman : ‫“ من يهد هللا فهو المهتد ومن يضلل فلن تجد له وليا مرشدا‬Barang siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah, maka ialah yang mendapatkan petunjuk. Dan barang siapa yang
disesatkannya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi
petunjuk kepadanya.” (Q.S. Al-Kahfi 17).
Selain itu, Hudan dimaksud juga sebagai penjelasan mengenai kebenaran, pemberian
dalil terhadapnya, serta bimbingan menuju kepadanya. Allah SWT telah berfirman : ‫وإنك لتهدي إلى‬
‫“ صراط مستقيم‬Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
(Q.S. Asy-Syu’ara 52).

8
Juga firmannya berikut ini : ‫“ إنما أنت منذر ولكل قوم هاد‬Sesungguhnya kamu hanyalah
seorang pemberi peringatan. Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (Q.S
Ar-Ra’d : 7)
Dan firman Allah SWT ‫“ وأما ثمود فه{ديناهم فاس{تحبوا العمى على اله{دى‬Dan adapun kaum
Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari
petunjuk itu.” (Q.S. Fusshilat : 41).
Ketahuilah bahwa taqwa pada dasarnya berarti menjaga diri dari hal-hal yang dibenci,
karena kata taqwa berasal dari kata ‫( وقاية‬Penjagaan).
An-Nabighah bersyair

‫سقط النصيف ومل ترد إسقاطه × فتناولته واتقتنــــــــــا ابليـــــــــد‬

“Penutup kepalanya terjatuh padahal ia tidak bermaksud menjatuhkan,


Lalu ia mengambilnya sambil menutupi wajahnya dari pandangan kami dengan tangannya.”

Diceritakan, Umar bin al-Khathab pernah bertanya kepada Ubay bin Ka'ab mengenai takwa,
maka Ubay bertanya kepadanya: "Tidakkah engkau pernah melewati jalan yang berduri?" Umar
menjawab: "Ya." Ia bertanya lagi: "Lalu apa yang engkau kerjakan?" Ia menjawab: "Aku berusaha
keras dan bekerja sungguh-sungguh untuk menghindarinya." Kemudian ia menuturkan: "Yang
demikian itu adalah takwa."

Ibnul Mu'taz telah mengambil pengertian itu seraya mengatakan:

‫× وكــــبيرها ذاك التقــــى‬ ‫خــــل الذنــــــوب صغيرها‬


‫ض الشوك يحذر ما يرى‬ × ‫واصنــــع كمـــــاش فوق أر‬
‫× إن الجبـــــال من الحصى‬ ‫ال تحــــــــــــــرقن صغيــــرة‬

Tinggalkanlah dosa kecil maupun besar dan yang demikian itu adalah takwa.
Jadilah seperti orang yang berjalan di atas tanah berduri, berhati-hati terhadap apa yang
dilihatnya.

9
Dan janganlah engkau meremehkan suatu hal yang kecil, sesungguh-nya gunung itu berasal
dari batu kerikil.

Pada suatu hari, Abud Darda' pernah membacakan sebuah sya'ir:

‫يرد المرء أن يؤتى مناه × ويـــــــأتي هللا إال ما أرادا‬


‫يقول المرء فائدتي ومالي × وتقوى هللا أفضل ما استفادا‬

Seseorang menginginkan agar harapannya dipenuhi, namun Allah menolaknya kecuali apa
yang dikehendaki-Nya.
Ia mengucapkan: "Keuntungan dan harta kekayaanku." Padahal takwa kepada Allah-lah
sebaik-baik apa yang diperoleh dan dimiliki.

Dalam Kitabnya, as-Sunan, Ibnu Majah meriwayatkan, dari Abu Umamah, ia bercerita,
Rasulullah bersabda:

‫ وإن‬,‫ وإن أقسم عليها أبرته‬,‫ وإن أمرها أطاعته‬,‫ما استفاد المرء بعد تقوى اللهخيرا من زوجة صالحة أن نظر إليها سّرته‬
‫غاب عنها نصحته في نفسها ومالها‬.

"Tidak ada sesuatu bagi seseorang setelah takwa yang lebih baik dari seorang isteri shalihah,
yang jika sang suami melihatnya ia selalu membahagiakannya, jika suami menyuruhnya ia
senantiasa menaatinya, jika suami bersumpah terhadap sesuatu kepadanya, maka dia penuhi
sumpahnya. Dan jika suaminya tidak berada di sisinya, ia selalu setia menjaga dirinya dan harta
suaminya." (HR. Ibnu Majah).

‫أِذّل ْيَن ُيْؤ ِم ُنْو َن اِب ْلَغْي ِب‬


"(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib"

10
Abu Ja'far ar-Razi menceritakan, dari Abdullah, ia mengatakan: "Iman itu adalah
kebenaran."

Ali bin Abi Thalhah dan juga yang lainnya menceritakan, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan:
"Mereka beriman (maksudnya adalah) mereka membenarkan." Sedangkan Mu'ammar mengatakan,
dari az-Zuhri, "Iman adalah amal."

Ibnu Jarir mengatakan, yang lebih baik dan tepat adalah mereka harus mensifati diri dengan
iman kepada yang ghaib baik melalui ucapan maupun perbuatan. Kata iman itu mencakup keimanan
kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya sekaligus membenarkan pernyataan itu
melalui amal perbuatan.

Berkenaan dengan ini, penulis katakan, secara etimologis, iman ber- arti pembenaran
semata. Al-Qur'an sendiri terkadang menggunakan kata ini untuk pengertian tersebut, dan
sebagaimana yang dikatakan oleh saudara- saudara Yusuf kepada ayah mereka

‫وما أنت بمؤمن لنا ولو كنا صادقين‬

Dan engkau sekali-kali tidak akan pernah percaya kepada kami, sekalipun kami adalah
orang-orang yang benar." (QS. Yusuf: 17).

Demikian pula ketika kata iman itu dipergunakan beriringan dengan amal shalih,
sebagaimana firman Allah :

‫إال اّلذين آمنوا وعملوا الصالحات‬

"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih." (QS. Al-Ashr: 3).

Adapun jika kata itu dipergunakan secara mutlak, maka iman menurut syari'at tidak
mungkin ada kecuali yang diwujudkan melalui keyakinan, ucapan, dan amal perbuatan.

11
Demikian itulah pendapat yang menjadi pegangan mayoritas ulama. Bahkan telah
menyatakan secara ijma' (sepakat) Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaidah, dan lain-
lainnya, ‫" أن اإليمان قول وعمل يزيد وينقص‬Bahwa iman adalah pembenaran dengan ucapan dan amal
perbuatan, ber- tambah dan berkurang." Mengenai hal ini telah banyak hadits dan atsar yang
membahasnya. Dan kami telah menyajikannya secara khusus dalam kitab Syarhu al-Bukhari.

Sebagian mereka mengatakan, beriman kepada yang ghaib sama seperti beriman kepada
yang nyata, dan bukan seperti yang difirmankan Allah mengenai orang-orang munafik:

‫وإذا لقوا اّلـــذين آمنوا قالوا أمنا وإذا خلوا إلى شياطينهم قالوا إنا معكم إنما نحن مستهزؤون‬.

“Dan jika mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
“Kami telah beriman.” Dan jika mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanyalah berolok-olok” (QS.
Al-Baqarah: 14).

Dengan demikian, firman-Nya "kepada yang ghaib berkedudukan sebagai baal


(menerangkan keadaan), artinya pada saat keadaan mereka ghaib dari penglihatan manusia.
Sedangkan mengenai makna ghaib yang dimaksud ini terdapat berbagai ungkapan ulama salaf yang
beragam, semua benar maksudnya.

Mengenai firman Allah, "Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib," Abu Ja'far ar-
Razi menceritakan, dari ar-Rabi' bin Anas, dari Abu al-'Aliyah, ia mengatakan: "Mereka beriman
kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, surga dan
neraka, serta pertemuan dengan Allah, dan juga beriman akan adanya kehidupan setelah kematian
ini, serta adanya kebangkitan. Dan semuanya itu adalah hal yang ghaib."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Muhairiz, ia menceritakan, aku pernah mengatakan
kepada Abu Jam'ah: "Beritahukan kepada kami sebuah hadits yang engkau dengar dari
Rasulullah?". Ia pun berkata: "Baiklah, aku akan beritahukan sebuah hadits kepadamu. Kami pernah
makan siang bersama Rasulullah, dan bersama kami terdapat Abu Ubaidah bin al-Jarrah, lalu ia

12
bertanya: 'Ya Rasulullah, adakah seseorang yang lebih baik dari kami? Sedang-kan kami telah
masuk Islam bersamamu dan berjihad bersamamu pula?' Beliau menjawab:

( ‫ َقْو ٌم َيُك وُنوَن ِم ْن َبْع ِد ُك ْم ُيْؤ ِم ُنوَن ِبي َو َلْم َيَر ْو ِني‬، ‫) َنَعْم‬

"Ya ada. Yaitu suatu kaum setelah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak
melihatku."

‫۝‬٣ . ‫َو ُيِقْيـمــُـْو َن الَّص َلوَة َو ِم َّم ا َر َز ْقَنـــاْمُه ُيْنِفُقـــــْو َن‬

“Yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada
mereka,” (QS. 2:3)

Ibnu Abbas mengatakan, "Mendirikan shalat," berarti mendirikan shalat dengan segala
kewajibannya.

Dari Ibnu Abbas, adh-Dhahhak mengatakan, mendirikan shalat berarti mengerjakan dengan
sempurna ruku', sujud, bacaan, serta penuh kekhusyu'an.

Dan Qatadah mengatakan, ‫ ُيِقْيـمــُـ ْو َن الَّص َلوَة‬berarti berusaha mengerjakannya tepat pada
waktunya, berwudhu', ruku' dan bersujud.

Sedangkan Muqatil bin Hayyan mengatakan, ‫ ُيِقْيـمــُـْو َن الَّص َلوَة‬berarti menjaga untuk selalu
mengerjakannya pada waktunya, menyempurnakan wudhu', ruku, sujud, bacaan al-Qur'an,
tasyahhud, serta membaca shalawat kepada Rasulullah. Demikian itulah makna mendirikan shalat.

Mengenai firman-Nya ‫“ َوِمَّم ا َر َز ْقَنـــاُهْم ُيْنِفُقـــــْو َن‬Dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami
anugerahkan kepada mereka," Ali bin Abi Thalhah dan yang lainnya menceritakan, dari Ibnu

13
Abbas, ia mengatakan, (maksud ayat ini ialah) mengeluarkan zakat dari harta kekayaan yang
dimilikinya.

As-Suddi menceritakan, dari Ibnu Abbas, dari Ibnu Mas'ud, dan dari beberapa shahabat
Rasulullah , ia mengatakan ayat ‫" َوِمَّم ا َر َز ْقَنـــاُهْم ُيْنِفُقـــــْو َن‬Dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami
anugerahkan kepada mereka," berarti pemberian nafkah seseorang kepada keluarganya.

Sedangkan Ibnu Jarir menentukan pilihannya bahwa ayat di atas bersifat umum mencakup
segala bentuk zakat dan infak. Ia mengatakan, sebaik- baik tafsir mengenai sifat kaum itu adalah
hendaklah mereka menunaikan semua kewajiban yang berada pada harta benda mereka, baik berupa
zakat ataupun memberi nafkah orang-orang yang harus ia jamin dari kalangan keluarga, anak-anak
dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang wajib ia nafkahi, karena hubungan kekerabatan,
kepemilikan (budak) atau faktor lainnya. Yang demikian itu karena Allah mensifati dan memuji
mereka dengan hal itu secara umum. Setiap zakat dan infak merupakan sesuatu yang sangat terpuji.

Lebih lanjut penulis (Ibnu Katsir) berkata, seringkali Allah mempersandingkan antara shalat
dan infak (zakat). Shalat merupakan hak Allah sekaligus sebagai bentuk ibadah kepada-Nya, dan ia
mencakup pengesaan, penyanjungan, pengharapan, pemujiaan, pemanjatan doa, serta tawakkal
kepada-Nya. Sedangkan infak merupakan salah satu bentuk perbuatan baik kepada sesama makhluk
dengan memberikan manfaat kepada mereka. Dan yang paling berhak mendapatkannya adalah
keluarga, kaum kerabat, serta orang-orang terdekat. Dengan demikian segala bentuk nafkah dan
zakat yang wajib, tercakup dalam firman Allah Ta'ala, "Dan mereka menafkahkan sebagian rizki
yang Kami anugerahkan kepada mereka."

Oleh karena itu tersebut dalam kitab al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah pernah bersabda:

‫بني اإلسالُم َع َلى َخ ْم ٍس َش َهاَد ُة َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو َأَّن ُمَحَّم ًدا َر ُسوُل ِهَّللا َوِإَقاِم الَّص اَل ِة وإيتاء الزكاِة َو َص ْو ِم َر َم َض اِن‬
‫َو َح ُج اْلَبْيِت‬

14
"Islam itu didirikan di atas lima landasan; bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan
Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, serta melaksanakan ibadah haji." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Cukup banyak hadits yang membahas mengenai hal ini.

Dalam percakapan bahasa Arab, shalat adalah doa.

Sebagaimana al-A'sya berkata dalam syairnya:

‫لها حارس ال يبرح الدهر بيتها × وإن ذبهت صلى عليها وزمزما‬

“Wanita itu memiliki penjaga, yang selamanya tidak pernah meninggalkannya. Dan jika si
wanita itu menyembelih kurban, maka si penjaga itu ber- doa untuknya, dan menjaganya.”

Makna hal di atas cukup jelas. Kemudian menurut syari'at, shalat di- artikan sebagai ruku',
sujud, dan amalan-amalan khusus pada waktu yang khusus pula dengan syarat-syaratnya yang jelas
serta sifat-sifat dan macam- macamnya yang telah masyhur. Dan bahwa kata shalat itu adalah
musytaq dari kata "‫ "دعاء‬inilah pendapat yang paling benar dan paling masyhur. Wallahu a'lam.

Sedangkan mengenai zakat, akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, insya
Allah.

. ‫َو اِذَّل يَن ُيْؤ ِم ُنوَن ِبَم ا ُأنِز َل َلْي َك َو َم ا ُأنِز َل ِم ن َقْبَكِل َو اِب آْلِخ َر ِة ْمُه ُيْو ِق ُنْو َن‬
‫ِإ‬
‫۝‬٤

“Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur'an) yang telah diturunkan
kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka

15
yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. 2:4)

Mengenai firman-Nya, "Dan orang-orang yang beriman kepada kitab (al-Qur'an) yang
diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum kamu," Ibnu Abbas
mengatakan: "Artinya mereka membenarkan apa yang engkau (Muhammad) bawa dari Allah dan
apa yang dibawa oleh para rasul sebelum dirimu. Mereka sama sekali tidak membedakan antara

para rasul tersebut serta tidak ingkar terhadap apa yang mereka bawa dari Rabb mereka. ‫َو ِباآْل ِخَرِة ُهْم‬

‫ ُيْو ِقُن ْو َن‬yakni mereka yakin akan adanya hari kebangkitan, kiamat, surga, neraka, perhitungan, dan
timbangan." Disebut akhirat, karena ia ada setelah dunia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai orang-orang yang disebut dalam ayat tersebut,
apakah mereka ini yang disifati Allah dalam firman-Nya,
( ‫“ ) اَّلِذ يَن ُيْؤ ِم ُنوَن ِباْلَغْيِب َو ُيِقيُم وَن الَّصالَة َوِمَّم ا َر َز ْقَناُهْم ُينِفُقوَن‬Yaitu mereka yang beriman kepada yang
ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada
mereka."

Mengenai siapakah mereka ini, terdapat tiga pendapat yang diceritakan oleh Ibnu Jarir

Pertama, orang-orang yang disifati Allah dalam ayat ketiga surat al- Baqarah itu adalah
mereka yang Dia sifati dalam ayat setelahnya, yaitu orang- orang yang beriman dari kalangan Ahlul
Kitab dan yang selainnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid, Abu al-Aliyah, ar-Rabi' bin
Anas, dan Qatadah.

Kedua, mereka itu (yang disebutkan pada ayat ketiga dan ke empat dari surat al-Baqarah)
adalah satu, yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan ahlul kitab. Dengan demikian
berdasarkan kedua hal di atas, maka "‫ "و‬dalam ayat ini berkedudukan sebagai waw 'athaf
(penyambung) satu sifat dengan sifat yang lainnya.

16
Ketiga, mereka yang disifati pertama kali (ayat ketiga) adalah orang- orang yang beriman
dari bangsa Arab, dan yang disifati berikutnya (ayat keempat) adalah orang-orang yang beriman
dari kalangan ahlul kitab.

Berkenaan dengan hal di atas, penulis katakan, yang benar adalah pendapat Mujahid, yang
mengatakan: Empat ayat pertama dari surat al-Baqarah menyifati orang-orang yang beriman, dan
dua ayat berikutnya (ayat keenam dan ketujuh) menyifati orang-orang kafir, tiga belas ayat
menyifati orang- orang munafik. Keempat ayat tersebut bersifat umum bagi setiap mukmin yang
menyandang sifat-sifat tersebut, baik dari kalangan bangsa Arab maupun non-Arab serta Ahlul
Kitab, baik umat manusia maupun jin. Salah satu sifat ini tidak akan bisa sempurna tanpa adanya
sifat-sifat lainnya. Bahkan masing- masing sifat saling menuntut adanya sifat yang lainnya. Dengan
demikian, iman kepada yang ghaib, shalat dan zakat tidak benar kecuali dengan adanya iman
kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah, juga apa yang dibawa oleh para Rasul sebelumnya serta
keyakinan akan adanya kehidupan akhirat. Dan Allah telah memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk memenuhi hal itu melalui firman-Nya:

‫) ) ياأيها الذين أَم نوا أِم نوا باهلل َو َر ُسوِلِه والكتاب اَّلِذ ي َنَّز َل َعلى َر ُسوِلِه والكتاب اَّلِذ ي َأنَز َل ِم ن َقْبُل‬

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul- Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
" (QS. An-Nisaa':136).

Dia juga berfirman :) ‫" ) ياأّيها الذين أوتوا الكتاب أمنوا بما نزلنا مصدق لم{ا معكم‬Wahai orang-orang
yang telah diberi al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (al-Qur'an)
yang membenarkan kitab yang ada pada kalian." (Q.S. An-Nisa’ : 47).

Dan Allah telah menyebutkan tentang orang-orang mukmin secara keseluruhan yang
memenuhi semuanya itu melalui firman-Nya :

‫أمَن الَّرُسوُل ِبَم ا ُأنِز َل ِإَلْيِه ِم ن َر ِّبِه َو اْلُم ْؤ ِم ُنوَن ُك ّل ءاَم َن ِباِهلل َو َم الِئَك ِتِه وكتبه ورسله اَل ُنَفِّر ُق بين َأَحٍد ِّم ن ُرُس ِلِه‬

17
“Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabb nya.
Demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat malaikat-
Nya, kitab-kitab Nya, dan rasul-rasul-Nya. Mereka mengatakan), Kami tidak membeda-bedakan
antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul- rasul-Nya." (QS. Al-Baqarah: 285).

Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan perintah kepada orang-orang yang beriman supaya
beriman kepada Allah, rasul-rasul-Nya, dan kitab-kitabNya, khususnya orang-orang mukmin dari
kalangan ahlul kitab, karena mereka beriman kepada apa yang berada di tangan mereka secara
terperinci. Maka jika mereka masuk Islam dan beriman kepadanya secara terperinci, bagi mereka
tersedia dua pahala.

‫۝‬٥ .َ‫أْو َلئَك َعىَل ُهًد ى ِّم ن َّر ِهِّب ْم َو َأْو َلئَك ُمُه اْلُم ْفِلُح ون‬
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. 25)

Allah berfirman, "Mereka itulah," yaitu orang-orang yang menyandang sifat-sifat di atas,
yaitu beriman kepada hal-hal yang ghaib, mendirikan shalat, mengeluarkan infak dari rizki yang
Allah berikan kepada mereka, beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan para
Rasul sebelumnya, serta menyakini adanya kehidupan akhirat. Dan semua itu mengharuskan
mereka bersiap diri untuk menghadapinya dengan mengerjakan amal shalih dan meninggalkan
semua yang diharamkan-Nya.

(‫“ )على ه{{دى‬Yang tetap mendapat petunjuk," maksudnya mereka senantiasa mendapat
pancaran cahaya, penjelasan, serta petunjuk dari Allah .

(‫" )َو َأْو َلئَك ُهُم اْلُم ْفِلُحون‬Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung," yaitu orang-orang yang
mendapatkan apa yang mereka inginkan dan yang selamat dari kejahatan yang mereka jauhi.

18
PENUTUP

KESIMPULAN

 Penjelasan tentang kepastian Al-Qur’an sebagai Petunjuk bagi orang-orang yang


beriman serta tidak akan ada keraguan didalamnya.
 Orang yang bertaqwa ialah orang yang mendirkikan Shalat, meninfaqkan sebagian
hartanya, percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad maupun
sebelumnya dan percaya terhadap segala hal yang tak tampak/ghaib. (Allah, Malaikat, Rasul,
Hari Akhir, Surga dan Neraka.)
 Mereka itulah (Mu’min dan Muttaqin) yang akan senantiasa mendapatkan petunjuk dari
Allah SWT dan akan mendapatkan keberuntungan/kebahagiaan kelak (Surga).

19
‫‪ .‬وهللا أعلم‬

‫‪20‬‬

Anda mungkin juga menyukai