Anda di halaman 1dari 41

INOVASI LATIHAN TEHNIK DISTRAKSI MENDENGARKAN MUSIK

KLASIK PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG UGD RS BIMC KUTA

OLEH :

NI KOMANG ARINI, S.KEP


NIM. C2220070

PEMINATAN UNIT GAWAT DARURAT

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

INOVASI LATIHAN TEHNIK DISTRAKSI MENDENGARKAN MUSIK


KLASIK PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG UGD RS BIMC KUTA
TANGGAL 11 JANUARI-6 PEBRUARI 2021

Diajukan Oleh :

Ni Komang Arini, S.Kep


NIM. C2220070

Telah Disahkan Sebagai Laporan Praktik


Stase Peminatan Unit Gawat Darurat

Preseptor Akademik
Preseptor Klinik

(Ns. I Dw Ag Gde Fanji Pradiptha, S.Kep.,M.Kep)


(Ns. I Wayan Juliarta, S.Kep)
NIDN: 0805059301
NIP.

Mengetahui,
STIKES Bina
BABUsada
I Bali
Profesi Ners
PENDAHULUAN
Ketua

( Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep.,M.Kep )


NIK. 11.01.0045
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem musculoskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang

sangat berperan terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang.

Masalah atau gangguan pada tulang akan dapat mempengaruhi sistem

pergerakan seseorang. Salah satu masalah musculoskeletal yang sering

kita temukan di sekitar kita adalah fraktur atau patah tulang. Fraktur

merupakan patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,

kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan itu sendiri, serta jaringan lunak

di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap

atau tidak lengkap (World Health Organization[WHO], 2015).

WHO (2015) menyatakan bahwa kasus fraktur terjadi di dunia

kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi

sebesar 2,7%. Pada tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang

dengan angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi

21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%, tahun 2015 meningkat

menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Berdasarkan hasil

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013) oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 angka kejadian

cidera mengalami peningkatan dibandingkan pada hasil tahun 2012. Di


Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cidera antara lain

jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul.

Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari

7,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013) menjadi

8,2% (Riset Kesehatan Dasar [RKD], 2013). Menurut Depkes RI 2016,

dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstermitas

bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara

fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus

fraktur ekstermitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami

fraktur femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang

mengalami fraktur tibia. Kejadian fraktur di Provinsi Bali cukup tinggi.

Data registrasi (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2017), didapatkan data

fraktur sebanyak 3.065 kasus (8,9%) dari seluruh penyakit yang dirawat

di Rumah Sakit di Bali. Persentase tertinggi fraktur di Bali terdapat di

Kabupaten Badung yaitu 14,3%. Tercatat kasus fraktur di RS BIMC

Kuta dari maret hingga november 2020 sebanyak 108 pasien datang di

ugd dan menjalani rawat inap.

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih

dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan, tekanan yang

terjadi pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan

fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang

menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang

dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi


(Black & Hawks, 2014). Rusaknya integritas jaringan tulang dapat

menyebabkan nyeri.

Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan

yang aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian saat terjadi

kerusakan. Nyeri fraktur pada pasien menimbulkan perasaan tidak nyaman

yang berpengaruh terhadap aktivitas, bahkan dapat berdampak pada faktor

psikologis, seperti; menarik diri, menghindari percakapan, dan

menghindari kontak dengan orang lain (International Association for the

Study of Pain, 2017) dalam (Judha, Mohammad, 2012). Nyeri merupakan

hal yang bersifat subjektif dan personal, sehingga masing-masing individu

akan memberikan respon yang berbeda terhadap rasa nyeri berdasarkan

pengalaman sebelumnya (Judha, Mohammad, 2012). Penatalaksanaan

manajemen nyeri ada 2 teknik yaitu dengan cara farmakologi dan non-

farmakologi. Penatalaksanaan manajemen nyeri farmakologi adalah

penatalaksanaan manajemen nyeri denga nmenggunakan obat yang

berkolaborasi antara perawat dengan dokter dalam pemberian obat anti

nyeri, sedangkan teknik non-farmakologi adalah penatalaksanaan

manajemen nyeri tanpa obat-obatan. Penatalaksanaan manajemen nyeri

nonfarmakologi meliputi guided imagery, teknik distraksi dengan musik

klasik, hypnoanalgesia dan emotional freedom techniques (EFT).

Berbagai upaya asuhan keperawatan dikembangkan untuk

membantu mengontrol keluhan nyeri pada pasien dengan fraktur. Teori


kenyamanan Kolcaba dapat diaplikasikan untuk menangani rasa nyeri

yang dialami oleh individu, Kolcaba memnadang bahwa kenyaman

merupakan kebutuhan dasar seorang individu yang bersifat holistic,

meliputi kenyaman fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan,

salah satunya adalah teknik distraksi dengan mendengarkan musik klasik.

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu hal atau

melakukan pengalihan perhatian ke hal-hal diluar nyeri. Distraksi dapat

dilakukan dengan cara distraksi penglihatan (visual), distraksi intelektual

(pengalihan nyeri dengan kegiatan-kegiatan) dan distraksi pendengaran

(audio) yaitu dengan terapi musik (Sari, 2014). Terapi musik adalah suatu

bentuk terapi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas

musik untuk mengatasi masalah dalam berbagaia spekfisik, psikologis,

kognitif dan kebutuhan sosial individu (Yanuar, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rostini, dkk

(2017) tentang “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan

Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur” menunjukan bahwa dari hasil

penelitian ini dengan menggunakan uji paired t-test tingkat nyeri sebelum

dan setelah diberikan intervensi di dapatkan nilai p = 0,000 dengan tingkat

kemaknaan p < 0,05 maka dapat di simpulkan bahwa ada Pengaruh

pemberian terapi musik terhadap penuruanan tingkat nyeri pada pasien

fraktur di Rumah Sakit Umum Daerah Nene Mallomo.

Penelitian lain juga dilakukan oleh (Katuuk dan Kallo, 2017)

tentang “Pengaruh Terapi Musik Instrumental terhadap Perubahan Skala


Nyeri Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Di Rumkit TK.III R.W.Monginsidi

Teling Dan RSU Gmim Bethesda Tomohon” menunjukan bahwa dari hasil

uji statistik Wilcoxon signed rank test dengan tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05) dan diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan

bahwa terdapat pengaruh terapi musik instrumental terhadap perubahan

skala nyeri pada pasien pre operasi fraktur di Rumkit Tk.III R.W.

Monginsidi Teling dan RSU GMIM Bethesda Tomohon.

Upaya selama ini dilakukan di UGD RS BIMC KUTA pada

pasien fraktur adalah dengan memberikan terapi farmakologis yaitu

memberikan obat analgetik hingga golongan narkotik namun pemberian

terapi non farmakologis belum pernah dicoba, terapi non farmakologis

latihan distraksi menggunakan musik klasik belum pernah diberikan. Riset

membuktikan bahwa latihan tehnik distraksi mendengarkan musik klasik

pada pasien fraktur telah terbukti mampu menurunkan skala nyeri pada

pasien fraktur dengan masalah keperawatan nyeri akut. Berdasarkan latar

belakang tersebut penting untuk dapat disusun inovasi mengenai aplikasi

latihan tehnik distraksi mendengarkan musik klasik pada pasien fraktur di

ruang UGD RS Bimc Kuta .


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian data diatas dapat dirumuskan masalahnya yaitu

“Bagaimanakah penerapan latihan tehnik distraksi mendengarkan musik

klasik pada pasien fraktur di ruang UGD RS Bimc Kuta ?” .

C. Tujuan Inovasi

Mengidentifikasi gambaran penerapan latihan tehnik distraksi

mendengarkan musik klasik pada pasien fraktur di ruang UGD RS Bimc

Kuta.

D. Manfaat Inovasi

1) Pelayanan Kesehatan

Sebagai suatau bahan masukan untuk terapi non farmakologis

yang dapat dilakukan oleh pasien fraktur. Latihan distraksi

mendengarkan musik klasik tidak memiliki efek samping karena

termasuk terapi non farmakologis.

2) Masyarakat

Sebagai salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan

oleh masyarakat untuk mengurangi rasa nyeri.


3) Institusi Pendidikan

Sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

bidang keperawatan, tentang latihan distraks mendengarkan musik

klasik terhadap penurunan skala nyeri pada pasien fraktur.

E. Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian Rostni Mappagerang, Muhammad

Tahir, Fahrul Mappe tahun 2017 meneliti tentang pengaruh

pemberan terapi musik terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien

fraktur . Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa nyeri sebelum

dilakukan intervensi didapatkan nilai p=0,000 dengan tingkat

kemaknaan p<α (0,05) dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh

pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat nyeri

pasien fraktur di RSUD Nene Mallomo.

Berdasarkan penelitian Rivaldy Djamal, Sefty Rompas,

Jeavery Bawotong tahun 2016 meneliti tentang pengaruh terapi

musik klasik skala nyeri pada pasien fraktur di IRNA D RSUP Prof.

dr. R. D Kandou Manado. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa

ada pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap skala nyeri

pasien fraktur di IRNA D RSUP Prof. dr. R. D Kandou Manado.

Berdasarkan penelitian Fadli tahun 2017 meneliti tentang

pengaruh distraksi pendengaran terhadap intenstas nyeri pada klien

fraktur di RS Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang. Hasil


penelitian ini disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi

pendengaran terhadap intenstas nyeri pada klien fraktur di RS Nene

Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah patahan yang terjadi di dalam kontinuitas struktur

tulang. Hal ini mungkin tidak lebih dari sebuah retakan, suatu pengisutan,

atau pecahnya korteks; lebih sering disebut patahan yang sempurna (Apley

& Solomon, 2018).

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu

tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering

kali terganggu. Radiografi dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,

tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang

putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi

komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang cenderung lebih

banyak disebabkan dari trauma, dan proses penyakit. Fraktur juga

didefnisikan sebagai kondisi patah tulang yang biasanya biasanya

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price & Wilson, 2012).

Berdasarkan definisi diatas dapat dimpulkan bahwa pengertian dari

fraktur adalah terputusnya jaringan koninuitas tulang yang disebabkan


oleh adanya trauma yang langsung atau tidak langsung mengenai objek

yang melebihi daya absorbsinya yang dapat menyebabkan gangguan

vaskularisasi.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang

menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot

dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan,

edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang,

tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi

disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna

sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal

sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson and Keogh, 2014). Berikut

penjelasan singkat mengenai anatomi fisiologi sistem musculoskletal:

a. Tulang

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat

badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesahatan dan fungsi

sistem musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh lain.

Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk

otak, jantung dan paru-paru. Kerangka tulang merupakan kerangka

yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke

tulang memungkinkan tubuh bergerak.


b. Sendi

Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang

tidak ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi

adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling

berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan pergerakan dan

fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian ditetapkan berdasarkan

jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan klasifikasi sendi

berdasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.

c. Otot

Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system syaraf pusat

dan perifer. Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot

dikenal sebagai motor end-plate.

3. Etiologi

(Apley & Solomon, 2018) menyebutkan fraktur disebabkan oleh :

a. Cedera

1) Cedera langsung

Cedera langsung yaitu tulang patah pada titk benturan; jaringan

lunakjuga rusak. Pukulan langsung biasanya membag tulang secara

melintang atau membengkokannya diatas titik tumpu sehngga

menciptakan patahan dengan fragmen “kupu-kupu”. Kerusakan

pada kulit diatasnya adalah umum; jika penghancuran terjadi atau


dalam cedera energy tinggi pola fraktur akan diperhitungkan

dengan kerusakan jaringan lunak yang luas.

2) Cedera tidak langsung

Cedera tidak langsung didapatkan akibat tulang patah dari jarak

tempat gaya dterapkan; kerusakan jaringan lunak di situs fraktur

tidak bisa dihindari pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga

menyebabkan fraktur klavikula.

b. Stres berulang

Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang mengalami pemuatan berat

berulang, biasanya pada atlet, penari, personel militer, yang memiliki

program latihan yang melelahkan atau ketika intensitas latihan

meningkat secara signifikan dari ketentuan. Pembebanan berat

menciptakan deformasi menit yang memulai proses remodeling

kombinasi dari resorbsi tulang dan pembentukan tulang baru sesuai

dengan hokum Wollf. Ketika paparan stress dan deformasi berulang

dan berkepanjangan resorbsi tulang terjadi lebih cepat daripada

pembentukan tulang baru dan meninggalkan daerah yang bisa patah.

c. Kelainan ulang yang abnormal

Fraktur yang disebabkan bahkan dengan tekanan normal jika tulang

telah dilemahkan oleh perubahan dalam strukturnya atau karena proses

penyakit (osteoporosis, oeteogenesis imperfect). keras yang mendadak


4. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014) mendiagnosis fraktur

harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan

temuan radiologis. Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

1) Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas

pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan

tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang

sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.

2) Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan

serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.

3) Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

4) Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk

mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.

5) Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi

fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur

dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang

bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.

6) Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi

7) Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau

karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.

Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.

8) Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau

gesekan antar fragmen fraktur.

9) Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau

struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas

atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur

10) Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau

tersembunyi dapat menyebabkan syok.


5. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan

fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka

tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat

ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-

keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat

terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur

keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang

kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur.

Bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun

bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme

pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada

suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain.

Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah. Selain itu, periosteum dan

pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga

terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan

lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada

tulang itu sendiri.

Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara

fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang

disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan


yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan

fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga

merupakan tahap penyembuhan tulang.

6. Klasifikasi

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur

terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi

cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas

cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,

yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :

a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal

b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang

c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada

jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka

dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.

Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis

antara lain:

a. Fraktur tertutup

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka

pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah

tidak berhubungan dengan bagian luar.


b. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya

luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan

dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang

banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan

kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol

keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena

terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.

c. Fraktur kompleksitas

Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian

ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi

dislokasi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya

antara lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus

terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang

yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka

segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai

gips.
b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri

dari dua fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut

terhadap tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang

menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur

jenis ini biasanya sulit ditangani.

e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang

menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan

sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan

imobilisasi.

7. Komplikasi fraktur

Menurut Black dan Hawks (2014) ada beberapa komplikasi

fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia klien, adanya


masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang

mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID.

Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain :

a. Cedera saraf

Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera

dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan

tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada

kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai.

parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.

b. Sindroma kompartemen

Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh

jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar

jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai

respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan

kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai

darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolic jaringan, maka

terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi

gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan

oleh apapun yang menurunkan ukuran kompartemen, gips yang ketat

atau faktor-faktor internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang

berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot


yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi

lebih lanjut. Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak

metabolisme anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn

peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus

peningkatan tekanan kompartemen Hal ini akan mnyebabkan suatu

siklus peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen

dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah

atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar

(parestesia) pada otot.

c. Kontraktur Volkman

Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma

kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-

menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh

jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma

kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau

kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.

d. Sindroma emboli lemak

Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien

fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang

panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.


e. Kaku sendi atau artritis

Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat

terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen,

atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan semampunya

klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan resiko kekauan

sendi.

f. Nekrosis avaskular

Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur di

proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi

lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular

dilakukan pembedahan secepatnya untuk perbaikan tulang setelah

terjadinya fraktur.

g. Malunion

Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang

tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta

gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada

tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila

alatbantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada

lokasi fraktur.
h. Penyatuan terhambat

Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi

tidak benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada

fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.

i. Non-union

Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan

setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak

terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan

tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.

j. Penyatuan fibrosa

Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan

tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien

terhadap jenis penyatuan fraktur.

k. Sindroma nyeri regional kompleks

Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma

disfungsi dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan

pembengkakan tungkai yang sakit.

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

Menurut Istianah (2017) pemeriksan diagnostik yang dilakukan

pada pasien fraktur antara lain:


a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan

fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Anteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai

d. Pofil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

tranfusi multiple atau cidera hati.

e. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau

menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin

terjadi sebagai respon terhadap peradangan.

9. Penatalaksanaan

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis pada pasien

fraktur antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan

untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan

perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik

yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama

pengobatan.
b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran

garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi

terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau

mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi

untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup

gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.

Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal

untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi

solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan

plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui

pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan

terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang

patah dapat tersambung kembali.

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan

mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan

plate atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi

ekstremitas yang mengalami fraktur.

d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah

pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.


10. Terapi

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan terapi medis pada pasien

fraktur antara lain :

a. Pemberian obat antiinflamasi.

1) Obat-obatan narkotika mungkin diperlukan setelah fase akut

2) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

b. Manajemen Nyeri Non-Farmakologi

Berbagai upaya asuhan keperawatan dikembangkan untuk

membantu mengontrol nyeri pasien, antara lain:

1) Imobilisasi

2) Distraksi, yaitu suatu proses pengalihan dari fokus atau perhatian

pada nyeri ke stimulus yang lain, misalkan istraksi visual,

distraksi audio (musik klasik) dan distraksi pernafasan (relaksasi

nafas dalam, relaksasi benzon).

B. Konsep Dasar Distraksi Mendengarkan Musik Klasik

1. Terapi Musik

a. Definisi musik klasik

Musik klasik dapat diartikan sebagai nada atau suara yang

disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan


keharmonisan, terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat

menghasilkan bunyi-bunyi tersebut (Eisar Gabela, 2014).

Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari

budaya Eropa pada zaman klasik atau kuno. Dibandingkan dengan

musik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada musik klasik

mampu merangsang dan memperdayakan kreatifitas serta

menenangkan atau memberi semangat dan yang jelas musik klasik

berperan dalam mempengaruhi perasaan dan emosi (Lidyansyah,

2013).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terapi musik klasik

adalah sebuah musik yang dibuat dan ditampilkan oleh orang yang

profesional melalui pendidikan musik (Ratnasari, 2014).

b. Tujuan pemberian terapi musik klasik

Terapi musik mempunyai tujuan membantu mengekspresikan

perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif

terhadap suasana hati dan emosi, meningkatkan emosi serta

menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan

membangun kedekatan emosional. Terapi musik klasik juga dapat

membantu mengatasi stres atau kecemasan, mencegah penyakit, dan

menghilangkan rasa sakit (Lidyansyah, 2013).


c. Manfaat terapi musik klasik

Menurut (Lidyansyah, 2013) terapi musik merupakan

pengobatan secara holistik yang langsung pada gejala penyakit. Terapi

ini berhasil jika ada kerjasama antara klien dengan terapis. Terapi

musik memiliki beberapa manfaat, diantaranya :

1) Musik pada bidang kesehatan

a) Menurunkan tekanan darah. Melalui ritmik musik yang stabil

memberi irama teratur pada sitem kerja jantung

b) Menstimulasi kerja otak. Mendengarkan musik dengan

harmoni yang baik akan menstimulasi otak untuk melakukan

proses analisa terhadap lagu tersebut.

c) Meningkatkan imunitas tubuh. Suasana yang ditimbulkan oleh

musik akan mempengaruhi sistem kerja hormon manusia, jika

kita mendengar musik yang baik/positif maka hormon yang

meningkatkan imunitas tubuh juga akan berproduksi.

d) Meredakan nyeri, pemutaran musik klasik akan merangsang

penekanan hormone kortisol akibat nyeri sehingga seseorang

dapat rileks dan nyeri teralihkan.

2) Musik meningkatkan kecerdasan

a) Menyanyi dengan menghafalkan lirik lagu akan melatih daya

ingat.
b) Konsentrasi

Saat terlibat dalam bermusik akan menyebabkan otak bekerja

secara fokus

c) Emosional

Musik mampu memberi pengaruh emosional makhluk hidup.

d) Musik meningkatkan kerja otot

e) Musik meningkatkan produktifitas, kreatifitas dan imajinasi

f) Musik menyebabkan tubuh menghasilkan hormon

“kebahagiaan” (beta endorfin). Karakter makhluk hidup dapat

terbentuk melalui musik, rangkaian nada yang indah akan

membangkitkan perasaan bahagia/semangat positif.

g) Musik mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan

sosialisasi. Bermusik akan menciptakan sosialisasi karena

dalam bermusik dibutuhkan komunikasi.

d. Prinsip pelaksanaan terapi musik klasik

Musik dapat digunakan dalam lingkup klinis, pendidikan,

dan sosial bagi klien atau pasien yang membutuhkan pengobatan,

pendidikan atau intervensi pada aspek sosial dan psikologis

(Lidyansyah, 2013). Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan

pikiran dan kataris emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme,

melodi dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang


alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga

memberikan ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan

baru, efek rileks dan menidurkan. Terapi musik yang berupa suara

diterima oleh saraf pendengaran, diubah menjadi vibrasi yang

kemudian disalurkan ke otak melalui sitem limbik. Dalam sistem

limbic (amiglanda dan hipotalamus) memberikan stimulus ke sistem

saraf otonom yang berkaitan erat dengan sistem endokrin yang

menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stress dan

kecemasan, kemudian stimulus mengaktifkan hormone endofrin untuk

membantu meningkatkan rasa rileks sehingga dapat mendistraksikan

rasa nyeri dalam tubuh seseorang. Pucat menandakan adanya

perubahan penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi

menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda awal dari

syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari fraktr akan merangsang

pelepasan antidiuretik hormone (ADH) yang berdampak pada

kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam

dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi

elektrolit sehingga memberika resiko terjadinya ganguan

keseimbangan cairan dan elektrolit pada system lain (Lidyansyah,

2013).
e. Standar Operasional Prosedur (SOP) Terapi Mendengarkan Musik

Klasik

Tabel 3.1
Standar Operasional Prosedur (SOP) Terapi Musik Klasik

JUDUL SOP :

TERAPI MUSIK KLASIK


RS BIMC KUTA

1. PENGERTIAN Pemanfaatan kemampuan musik klasik oleh


perawat kepada pasien
2. TUJUAN Memperbaiki kondisi fisik, emosional, kesehatan
spiritual pasien, serta membuat klien rileks
sehingga dapat menurunkan rasa nyeri.
3. INDIKASI Pasien fraktur di UGD RS BIMC Kuta
4. KONTRAINDIKASI Klien dengan gangguan pendengaran, klien fraktur
yang tidak sadarkan diri
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga
3. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
4. Beri privasi pada pasien
5. Atur posisi pasien sehingga merasakan aman dan
nyaman
6. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.
7. Identifikasi pilihan musik klien.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Handphone/ Ipod
2. Playlist Musik
3. Headset / Headphone
7 LANGKAH KERJA :
1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera
2. Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien, pastikan musik
yang dipilih adalah jenis musik yang berirama lembut.
3. Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.
4. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan
telepon selama mendengarkan musik.
5. Dukung dengan headphone jika diperlukan.
6. Nyalakan musik dan lakukan terapi musik.
7. Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras.
8. Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang
lama.
9. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)
10. Simpulkan hasil kegiatan
11. Berikan umpan balik positif
12. Kontrak pertemuan selanjutnya
13. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
14. Bereskan alat-alat
15. Cuci tangan
8 Hasil:
Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan
- Nama Px, Umur, Jenis kelamin, dll
- Keluhan utama
- Tindakan yang dilakukan (terapi musik)
- Lama tindakan
- Jenis terapi musik yang diberikan
- Reaksi selama, setelah terapi pemberian terapi musik
- Respon pasien.
- Nama perawat
- Tanggal pemeriksaan

BAB 3
METODE

Inovasi ini merupakan model upaya penambahan terapi komplementer

baru di bidang keperawatan di bidang nonfarmakologis untuk mengatasi

masalah keperawatan nyeri pada pasien fraktur di Unit Gawat Darurat RS

Bimc Kuta. Inovasi ini berupa pembuatan SOP latihan tehnik distraksi

mendengarkan musik klasik selama ± 30 menit yang dipraktikan langsung

oleh pasien dan diinstruksikan oleh perawat, sebelumnya perawat memberikan

instruksi mengenai langkah-langkah terapi dan meminta persetujuan pasien

secara verbal. Adapun yang perlu disiapkan dalam pembuatan inovasi ini

adalah:

1. Handphone/ipod

2. Playlist musik

3. Headset/earphone
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penerapan Inovasi

Setelah dilakukan pemberian latihan tehnik distraksi mendengarkan

musik klasik pada pasien fraktur di ruang UGD RS Bimc Kuta didapatkan

hasil setelah mendengarkan musik selama 30 menit pasien mengatakan

merasa lebih nyaman dan skala nyeri berkurang dari skala 5 menuju skala 3.

Pasien yang telah mendengarkan musik akan merasakan rileks dan

merangsang pelepasan hormon endorphine yang memberikan rasa rileks dan

nyaman sehingga nyeri mampu terdikstraksikan.

Penelitian Rivaldy dkk (2016) meneliti tentang pengaruh terapi musik

klasik skala nyeri pada pasien fraktur di IRNA D RSUP Prof. dr. R. D

Kandou Manado. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ada pengaruh

pemberian terapi musik klasik terhadap skala nyeri pasien fraktur di IRNA

D RSUP Prof. dr. R. D Kandou Manado. Penelitian lain juga dilakukan oleh

Katuuk dan Kallo (2017) tentang “Pengaruh Terapi Musik Instrumental

terhadap Perubahan Skala Nyeri Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Di Rumkit

TK.III R.W.Monginsidi Teling Dan RSU Gmim Bethesda Tomohon”

menunjukan bahwa dari hasil uji statistik Wilcoxon signed rank test dengan

tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) dan diperoleh p value 0,000 < 0,05

sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh terapi musik

instrumental terhadap perubahan skala nyeri pada pasien pre operasi fraktur
di Rumkit Tk.III R.W. Monginsidi Teling dan RSU GMIM Bethesda

Tomohon.

B. Pembahasan

Rumah Sakit Bimc Kuta belum pernah menerapkan terapi

komplementer yang berbasis terapi nonfarmakologi untuk menangani

masalah keperawatan nyeri akut. Diharapkan dengan adanya inovasi ini RS

BIMC Kuta mampu meminimalisir intensitas dan skala nyeri pasien secara

nonfarmakologis secara mandiri di bidang keperawatan. Inovasi ini bersifat

kreatif karena melibatkan penuh peran aktif , dukungan dan komitmen dari

RS BIMC Kuta, semoga inovasi ini sangat berguna dalam rangka

mendukung peran serta pelaksana asuhan kepoerawatan nyeri pada pasien

fraktur di UGD RS BIMC Kuta.

Banyak riset telah dilakukan untuk memperkuat penggunaan terapi

mendengarkan musik klasik untuk menurunkan skala nyeri pasien fraktur,

hal itu di buktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rostini, dkk

(2017) tentang “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan

Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur” menunjukan bahwa dari hasil penelitian

ini dengan menggunakan uji paired t-test tingkat nyeri sebelum dan setelah

diberikan intervensi di dapatkan nilai p = 0,000 dengan tingkat kemaknaan p

< 0,05 maka dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh pemberian terapi

musik terhadap penuruanan tingkat nyeri pada pasien fraktur di Rumah Sakit

Umum Daerah Nene Mallomo. Hal ini memperkuat peneliti untuk


menggalakan implementasi mendengarkan terapi musik klasik pada pasien

fraktur dengan masalah keperawatan nyeri akut.


BAB 5

KESIMPULAN & SARAN


A. Simpulan

Inovasi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan proses keperawatan

mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien fraktur dengan

masalah keperawatan nyeri akut didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Peneliti dapat menyediakan media berupa SOP mengenai terapi

mendengarkan musik klasik pada pasien fraktur masalah keperawatan

nyeri akut di UGD RS Bimc Kuta.

2. Peneliti telah mengimplementasi keperawatan dalam hal ini yaitu

pemberian terapi mendengarkan musik klasik pada pasien fraktur masalah

keperawatan nyeri akut di UGD RS Bimc Kuta.

B. Saran

1. Pelayanan Keperawatan

Diharapkan Mampu berperan aktif dalam pengembangan SOP mengenai

terapi komplementer berbasis nonfarmakologis tentang terapi

mendengarkan musik klasik pada pasien fraktur masalah keperawatan

nyeri akut di UGD RS Bimc Kuta.

2. Rumah Sakit

Diharapkan memberikan pelatihan dan motivasi kepada perawat sehingga

perawat dapat memberi masukan lebih banyak mengenai mengenai terapi


komplementer berbasis nonfarmakologis tentang terapi mendengarkan

musik klasik.

3. Bagi Pasien

Diharapkan menambah pengetahuan baru mengenai mengenai terapi

komplementer berbasis nonfarmakologis tentang terapi mendengarkan

musik klasik guna menangani masalah nyeri akut saat sudah keluar dari

rumah sakit.
Daftar Pustaka

Apley, A. G. and Solomon, L. (2018. Apley and Solomon’s System of


Orthopaedics and Trauma. tenth Edit. Edited by B. Ashley W, R.
Michael,and W. David. New York: CRC Press.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan
RI.2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta Selatan.
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba.
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014). Keperawatan Medikal
Bedah . ED. I. Yogyakarta: Rapha Publishing
Dinas Kesehata Provinsi Bali. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Denpasar.
Gabela, E. Sampurno, Joko. (2014). Analisis Fraktal Sinyal Berbagai Jenis Musik.
Prisma Fisika.
Judha M, Sudarti, Afroh F,. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan.
Nuha Medika. Yogyakarta
Katuuk M E, Kallo V. 2017. Pengaruh Terapi Musik Instrumentalterhadap
Perubahan Skala Nyeri Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Di Rumkit Tk.Iii
R.W.Monginsidi Teling Dan Rsu Gmim Bethesda Tomohon. Jurnal
Keperawatan Vol.5, No I, 2017. Sulawesi Utara
Kementerian Kesehatan RI. 2016. INFODATIN Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta Selatan.
Lidyansyah, I. P. D. (2013)., Menurunkan Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan.
Melalui Musik. Jurnal Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem.
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Price S A, Wilson L M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Ratnasari, Ratna, Judha. (2014). Pengaruh Pemberian Guided Imagery terhadap
Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUD Panembahan Senopati
Bantul. Yogyakarta
Rostini, dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Terapi Musik terhadap Penurunan
Tingkat Nyeri pada pasien Fraktur. Volume 6 Nomor 2 Bulan Desember
Tahun 2017. Jikp Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah Roux G and
Lockhart R. Keperawatan Medikal Bedah Buku I (Penerjemah Joko
Setyono). Jakarta : Salemba Medika
Sari A, Agung S., Andriyani, , Dewi K. 2014. Pengaruh Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Dengan Anestesi Umum Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Keperawatan VOL. 3 NO. 1, Februari 2013. Surakarta : STIKES Aisyiyah.
Program Studi Ilmu Keperawaatan.
Smeltzer, S C & Bare, B G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
8 Vol.3. Agung Waluyo (penterjemah) edisi revisi. EGC: Jakarta
Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang dan Sendi. Gosyen Publisihing
Yanuar A. 2015. Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Fraktur Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai