Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH POLITIK KESEHATAN

REGENERATION AND HEALTH


(KONSEP KOTA SEHAT)

Dosen Pengampu: Dr. Muji Sulistyowati, SKM.,M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok 1


Alfi Makrifatul Azizah (102014153010)
Eni Purwaningsih (102014153016)

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Politik Kesehatan dengan judul “Regeneratin
and Health” ini tepat waktu. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada Ibu Dr. Muji Sulistyowati, SKM.,M.Kes selaku Dosen Pengampu mata kuliah Politik
Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan tambahan pengetahuan selama perkuliahan.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, apabila
ada kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima, demi perbaikan tugas ini. Semoga tugas
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca maupun penulis.

Penulis

Surabaya, 6 Desember 2021

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Tujuan Makalah.........................................................................................................1
1.3. Manfaat Makalah......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
2.1 Pengertian Regenerasi.........................................................................................2
2.2 Konsep Sehat dan Kota Sehat..............................................................................6
2.3 Gerakan Kota Sehat.............................................................................................8
2.4 Pengertian Kota Sehat..........................................................................................8
BAB III PENUTUP..........................................................................................................11
1.1 Kesimpulan........................................................................................................11
3.2 Saran..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia merupakan salah satu faktor yang berperan
penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di
bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai.
Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai dengan lingkungan yang kondusif, perilaku
masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
terjadinya penyakit, pelayanan kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di
seluruh wilayah Indonesia. Namun pada kenyataanya, pembangunan kesehatan di Indonesia
masih jauh dari yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan kesehatan masih banyak terjadi.
Beberapa diantaranya adalah: penyakit-penyakit seperti Malaria, DBD, Stunting dan sebagainya
yang semakin menyebar luas prevalensinya di beberapa wilayah Indonesia, prioritas penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta tingkat pencemaran lingkungan yang semakin
tinggi.
Sesuai pemaparan diatas, maka pada kesempatan kali ini penulis berkeinginan untuk
mengkaji lebih dalam tentang regenerasi dan kesehatan terkait konsep kota sehat yang ada di
Indonesia. Dengan kajian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan manfaat bagi
penulis serta pembaca sekalian.

1.2 Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian
2. Mengetahui Konsep Sehat dan Kota Sehat

1.3. Manfaat Makalah

1. Dapat digunakan untuk menambah informasi mengenai konsep kota sehat


2. Dapat digunakan sebagai acuan oleh instansi kesehatan dalam menjalankan politik kesehatan
tentang konsep kota sehat
3. Dapat digunakan sebagai referensi kesehatan untuk menganalisis masalah konsep kota sehat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Regenerasi

Menurut KBBI (2021)regenerasi adalah penggantian alat yang rusak atau yang hilang,
penggantian generasi tua kepada generasi muda. Regenerasi adalah istilah kontroversial yang
memiliki arti berbeda untuk orang yang berbeda. Istilah ini digunakan pada tahun 1970-an
sebagai sinonim untuk istilah kebijakan perkotaan yang sebelumnya digunakan seperti
"pembaruan kota" dan "pembangunan kembali" dan pada tahun 1980-an menjadi istilah utama
untuk menggambarkan berbagai intervensi berbasis tempat yang berusaha untuk mengatasi
dampak 'degenerasi' ekonomi, sosial dan fisik. Contoh dari Inggris Raya adalah Glasgow Eastern
Territory Reform Project (1976e 1986), Urban Development Corporations di Great Britain pada
1980-an, Program New Life for Urban Scotland di akhir 1980-an dan 1990-an, Skema
Regenerasi Anggaran Tunggal tahun 90-an dan 2000-an di Inggris, Asosiasi Inklusi Sosial di
Skotlandia yang kemudian bergabung setelah 1999 menjadi asosiasi "baru" dari perusahaan
perencanaan dan regenerasi perkotaan dan masyarakat di seluruh Inggris (McCartney et al.,
2017).

Kegiatan regenerasi tidak dapat diasumsikan untuk meningkatkan kesehatan atau


mengurangi kesenjangan kesehatan hanya karena menargetkan determinan sosial kesehatan.
Namun, mereka memiliki potensi besar untuk memiliki efek positif dan negatif. Menerapkan
program regenerasi di masa depan dalam hal ini, kerangka penilaian yang kuat (termasuk
penggunaan kelompok kontrol, mengumpulkan beberapa hasil untuk semua populasi yang
terkena dampak dari waktu ke waktu [yaitu studi longitudinal], dan menyelidiki kemungkinan
efek negatif). Kajian memberikan beberapa bukti tentang beberapa aspek regenerasi yang sedikit
banyak berdampak positif dan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam
memprioritaskan dan merancang kegiatan regenerasi dan pendekatan evaluasi. Misalnya, di
mana regenerasi melibatkan perpindahan penduduk yang besar, tampaknya kecil
kemungkinannya untuk mencapai hasil yang positif (McCartney et al., 2017).

2
Basis bukti untuk kegiatan regenerasi terbatas tetapi mereka memiliki potensi besar
untuk berkontribusi pada peningkatan kesehatan penduduk. Bukti kualitas yang lebih baik
tersedia karena ada dampak kesehatan positif dari program regenerasi yang dipimpin oleh
perumahan yang melibatkan perbaikan dan pengaturan perumahan tertentu. Terdapat juga
beberapa bukti potensi bahaya dari kegiatan regenerasi, termasuk stratifikasi sosial (gentrifikasi
dan residualisasi) dan destabilisasi komunitas yang ada (McCartney et al., 2017).

Pembaruan lingkungan lokal dan inisiatif regenerasi lainnya berada dalam posisi yang
sangat baik untuk mengatasi ketidak setaraan kesehatan karena memiliki tanggung jawab untuk
menangani faktor-faktor penentu yang lebih luas yang berdampak pada kesehatan fisik dan
mental masyarakat. Manfaat memasukkan kesehatan dalam strategi- strategi regenerasi pertama
manfaat langsung dari peningkatan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental masyarakat,
kedua manfaat tidak langsung untuk pekerjaan, kualitas hidup, tingkat stress dan biaya
penerimaan RS atau obat-obatan. Regenerasi daerah memiliki kontribusi kunci untuk
meningkatkan kesehatan. Ini mengatasi masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan dari devprivasi
berganda serta mewujudkan pendekatan terpadu yang ingin didorong oleh pemerintah (Thomson
et al., 2006).

Lingkungan sosial ekonomi, termasuk ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas


perumahan, transportasi, lingkungan fisik, pekerjaan, tatanan sosial masyarakat dan layanan
publik, memasukkan faktor penentu penting dari kesenjangan kesehatan dan kesehatan. Sebagian
besar bukti yang tersedia diambil dari program regenerasi yang dilakukan dengan latar belakang
kebijakan umum yang telah mempromosikan penjualan atau pengalihan perumahan dewan,
residualisasi 'perumahan sosial', pengembangan properti ritel, kebijakan ketenagakerjaan yang
berfokus pada intervensi sisi penawaran dan berbasis pasar dan kebijakan ekonomi (McCartney
et al., 2017).
Bukti yang tersedia untuk dampak kegiatan regenerasi umumnya tidak berkualitas tinggi
sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Secara khusus, beberapa studi telah
diidentifikasi tentang pekerjaan atau kapasitas masyarakat. Bukti kualitas yang lebih baik
tersedia karena ada dampak kesehatan positif dari program regenerasi yang dipimpin perumahan
yang melibatkan perbaikan dan perbaikan perumahan khusus, terutama yang berkaitan dengan
kesehatan mental. Ada beberapa bukti potensi kerugian dari program regenerasi termasuk

3
melebarnya ketidaksetaraan (termasuk gentrifikasi dan residualisasi), peningkatan sewa dan
destabilisasi jaringan dan organisasi masyarakat yang ada (McCartney et al., 2017).

Leksikon regenerasi muncul bersamaan dengan pergeseran ke arah kebijakan ekonomi


yang lebih berorientasi pasar di Inggris dan di seluruh Eropa, sehingga paling sering digunakan
untuk menggambarkan kebijakan perkotaan pada periode setelah 1979. Definisi regenerasi yang
telah digunakan oleh Pemerintah Inggris adalah sebuah proses holistik untuk membalikkan
kerusakan ekonomi, sosial dan fisik di daerah-daerah di mana ia telah mencapai tahap ketika
kekuatan pasar saja tidak akan cukup'. Oleh karena itu, di banyak bidang telah melibatkan
kebijakan yang bertujuan untuk: meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan; meningkatkan
ketersediaan dan kualitas perumahan; memperbaiki lingkungan fisik; menyediakan berbagai
layanan bagi masyarakat; dan, secara lebih nyata, untuk mencapai 'regenerasi sosial' termasuk
membangun dukungan sosial jaringan sosial dan institusi sosial (McCartney et al., 2017).

Mengingat apa yang diketahui tentang penentuan sosial kesehatan, dan pentingnya
perbedaan pengalaman dan perwujudan lingkungan sosial-ekonomi dalam menyebabkan
ketidaksetaraan kesehatan, kegiatan yang dilakukan dengan judul 'regenerasi' pada prinsipnya
berpotensi menjadi sarana yang cukup penting untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi
kesenjangan kesehatan. Secara khusus, mendapatkan pekerjaan yang baik diketahui sangat
bermanfaat bagi kesehatan. Namun, tidak jelas seberapa sukses kegiatan regenerasi di berbagai
hasil termasuk kesehatan. Selanjutnya, regenerasi historis dan keputusan kebijakan perkotaan
telah digambarkan sebagai faktor penyumbang penting tetapi negatif dalam tingkat kematian
yang tinggi di Skotlandia (McCartney et al., 2017).

Salah satu masalah tersebut adalah residualisasi, di mana keragaman sosial ekonomi di
dalam wilayah dikurangi melalui kebijakan perumahan dan kesejahteraan serta penerapan
kekuatan pasar. Polarisasi sosial yang terjadi di perkotaan menciptakan tempat-tempat dengan
masalah sosial dan ekonomi yang terkonsentrasi yang kemudian menjadi sasaran kegiatan
'regenerasi' yang seringkali berarti pembongkaran dan pemukiman kembali, termasuk
pembubaran penduduk. Hal ini menciptakan pola pergerakan orang-orang yang dikucilkan dari
masyarakat dari satu tempat ke tempat lain karena masalah sosial menjadi terkonsentrasi secara
berurutan dan kemudian mengungsi tanpa berurusan dengan penyebab yang mendasari
pengangguran, kemiskinan atau perumahan yang buruk (McCartney et al., 2017).

4
Upaya penelitian substansial saat ini sedang berlangsung secara internasional, dan
khususnya di Skotlandia, untuk lebih memahami apakah, dan dalam keadaan apa, kegiatan
regenerasi berdampak pada kesehatan. Secara khusus, ada minat untuk mengevaluasi dampak
kesehatan dan sosial dari Perusahaan Regenerasi Perkotaan Clyde Gateway yang berfokus pada
regenerasi area di perbatasan antara kota Glasgow dan South Lanarkshire (http://
www.clydegateway.com/). Inisiatif khusus ini bertujuan (lebih dari 20 tahun) untuk, '…
memimpin jalan guna mencapai perubahan sosial, ekonomi dan fisik yang tak tertandingi di
seluruh komunitas kita'. Ini berusaha untuk mencapai hal ini melalui: bekerja untuk
meningkatkan infrastruktur fisik dan lingkungan untuk membuat daerah lebih menarik untuk
ditinggali dan bekerja; mendorong pengusaha ke daerah tersebut dan memaksimalkan
pertumbuhan usaha yang ada untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal; dan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang berkontribusi pada kesehatan dan
pengembangan keterampilan (McCartney et al., 2017).
Tinjauan (McCartney et al., 2017) yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mensintesis
literatur tentang dampak regenerasi yang diketahui pada kesehatan dan ketidaksetaraan kesehatan
serta bentuk dan pendekatan regenerasi yang mungkin paling bermanfaat. Pekerjaan ini telah
dilakukan untuk menginformasikan penilaian evaluabilitas yang mempertimbangkan dampak
dari Perusahaan Regenerasi Perkotaan Clyde Gateway menghasilkan dari 1382 kutipan yang
diidentifikasi, 46 disaring sebagai relevan dengan tinjauan dan dimasukkan dalam sintesis. Lima
belas kutipan adalah ulasan tetapi sebagian besar bukti yang diidentifikasi atau dimasukkan
dalam ulasan memiliki kualitas sedang atau rendah karena kurangnyatindak lanjut longitudinal,
tingkat respons yang rendah atau gesekan. Basis bukti tentang dampak regenerasi umumnya
tidak berkualitas tinggi dan cenderung bias. Namun, itu diteorikan sebagai sarana penting untuk
mengatasi determinan sosial-ekonomi kesehatan. Perbaikan perumahan (umumnya, dan untuk
perbaikan khusus) tampaknya akan mengarah pada perbaikan kecil dalam kesehatan, sedangkan
pendekatan perumahan kembali dan kepemilikan campuran memiliki dampak yang kurang jelas
terhadap kesehatan dan membawa risiko gangguan pada jaringan sosial dan sewa yang lebih
tinggi (McCartney et al., 2017).

Laporan hasil penelitian Literatur Thomson Hillary et all, 2006 tentang apakah program
regenerasi perkotaan meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengurangi kesenjangan
kesehatan hasil sintesis bukti dari kebijakan dan praktik inggris (1980-2004) menghasilkan
temuan 19 evaluasi melaporkan dampak pada kesehatan atau penentu sosial ekonomi kesehatan,

5
data dari 101 evaluasi disintesis. Tiga evaluasi melaporkan dampak kesehatan, 1 evaluasi, 3 dari
4 ukuran variable kesehatan dilaporkan sendiri memburuk. Dua evaluasi lainnya melaporkan
penurunan tingkat kematian secara keseluruahn. Sebagian besar hasil sosio-ekonomi lainnya
dinilai menunjukkan peningkatan keseluruhan setelah investasi regenerasi namun ukuran
efeknya seringkali serupa dengan tren nasional. Selain itu beberapa evaluasi melaporkan dampak
yang merugikan. Dari temuan tersebut disimpulkan bahwa ada sedikit bukti tentang dampak
investasi regenerasi perkotaan nasional pada hasil sosial ekonomi atau kesehatan. Dimana
dampaknya seringkali dinilai kecil dan positif tetapi dampak buruk juga terjadi. Data dampak
dari evaluasi masa depan diperlukan untuk menginformasikan kebijakan public yang sehat,
selain juga mengeksplorasi dan mensintesis data terbaik diperlukan (Thomson et al., 2006).

2.2 Konsep Sehat dan Kota Sehat

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi


manusia. Setiap warga negara berhak atas layanan kesehatan, memiliki tempat tinggal, hidup
sejahtera lahir dan bathin, jaminan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pada tahun 1948,
konstitusi organisasi kesehatan dunia menyatakan “health is a fundamental right”, yang
bermakna bahwa meningkatkan dan mempertahankan orang sehat serta menyehatkan orang sakit
merupakan sesuatu yang wajib. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa sehat sebagai
hak asasi manusia dan sehat sebagi investasi (Rachmat, 2013) (Batara, 2018).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


“Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Sedangkan
sehat menurut WHO dalam (Johan and Fadzlul, 2019) adalah suatu kondisi fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau
cacat.” Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang
dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang
berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap
sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya paradigma sehat
memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi
kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap

6
sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut
menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati
penyakit (Wiradona, 2018).

Masalah kota juga menjadi perhatian dari Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) terbukti
dengan penetapan tujuan dan target pembangunan seluruh negara di dunia yang tergabung dalam
PBB. Arah pembangunan tersebut dinamakan Sustainable Development Goals (SDGs) yang
memiliki 17 tujuan dari 169 target. Salah satu tujuan SDGs yang terkait dengan kota adalah
tujuan yang ke-11, yaitu menjadikan kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, berketahanan,
dan berkelanjutan. Salah satu target dari tujuan ke-11 adalah pada tahun 2020 membuka akses
semua orang terhadap system transportasi yang aman, murah, terjangkau, dan berkelanjutan,
meningkatkan keamanan, terutama dengan memperluas transportasi publik dengan perhatian
khsuus kepada mereka yang memerlukan seperti perempuan, anak-anak, orang-orang dengan
kebutuhan khusus dan lanjut usia. Target yang lainnya adalah mengurangi dampak yang
merugikan lingkungan perkotaan, termasuk memberikan perhatian khsusus pada kualiats udara
serta pengelolaan sampah. Kota sehat merupakan proyek World Health Organization (WHO)
yang diluncurkan secara resmi pada tahun 1987-1988 dengan mengambil tempat untuk yang
pertama kali adalah kota-kota Eropa. Konsep kota sehat merupakan konsep lama sekaligus baru
“Lama” dalam arti bahwa usaha manusia mewujudkan kota yang lebih sehat telah ada sejak
dimulainya peradapan perkotaan (urban civilization), “Baru” dalam arti manifestasi Gerakan dan
saran utama untuk promosi kesehatan masyarakat yang baru (new public health) dalam
mewujudkan sehat untuk semua (Health For All) (Batara, 2018).

Konsep kota sehat secara resmi diperkenalkan oleh Kickbusch pada tahun 1986 ketika
(World Health Organization) WHO mengadakan konferensi di Kopenhagen, Denmark, Konsep
ini bertujuan untuk mengembangkan strategi yang efektif dalam upaya untuk mengatasi masalah-
masalah kesehatan perkotaan. Pendekatan kota sehat adalah pendekatan pengaturan, memberikan
lebih banyak ruang dan lebih kompleks dari unsur pengaturan lainnya termasuk Sekolah Sehat,
Tempat Kerja Sehat, Desa Sehat, Pasar Sehat, atau Rumah Sakit Sehat. Di upaya Promosi
Kesehatan, pendekatan ini dipandang sebagai cara yang paling efektif untuk pendekatan ini
mempersiapkan kota sehat.

7
World Health Organization (WHO) menjelaskan lebih lanjut bahwa pendekatan
pengaturan adalah fitur utama yang membedakan antara kota sehat dengan program kesehatan
lainnya. Di perlukan pula political will dan komitmen yang kuat dari setiap pihak untuk dapat
menghasilkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (healty public politicies), serta
memberikan pemahaman yang mendasar bagi semua sektor, pemerintahan maupun non
pemerintahan, bahwa kesehatan tidak tidak hanya bersifat sectoral, tapi kesehatan dan sehat
merupakan hak yang mendasar bagi setiap warga negara sehingga koordinasi lintas sectoral
dapat berjalan selaras tanpa ada fragmentasi atau pengkotakan sektor dan disiplin keilmuan
untuk mencapai tujuan dari Kota/Kabupaten Sehat (KKS) (Amiruddin J, 2020).

2.3 Gerakan Kota Sehat


Gerakan kota sehat fokus pada tindakan untuk promosi kesehatan di tingkat kota. Dengan
demikian, hal ini bertujuan untuk menempatkan masalah kesehatan dalam agenda politik dan
mempengaruhi stakeholder kunci dalam mengatasi masalah kesehatan, serta menciptakan
kesadaran masyarakat yang lebih luas. Tindakan ini berusaha untuk mengatur arah upaya
kesehatan masyarakat di kota dengan memfasilitasi kolaborasi dalam pelaksanaan kebijakan
lintas sektoral. Healthy Cities adalah usaha untuk meningkatkan kesehatan penduduk, khususnya
penduduk miskin semua kota di dunia. Gerakan Healthy Cities dalam konteks global dan
kebijakan pembangunan perkotaan. Pengembangan intervensi yang efektif terhadap Kesehatan
Masyarakat kota terbukti sangat sulit. Di kota sangat sulit mengidentifikasi masyarakat dengan
penyakit mental, cacat fisik, atau mereka dengan kondisi medis seperti HIV/AIDS, asma, dan
TBC. Ini karena konsentrasi masyarakat besar pada pekerjaan,kekayaan, dan sumber daya
lainnya. Lingkungan perkotaan cenderung menyebabkan banyak masalah kesehatan, seperti
pengguna obat terlarang, pemuda pengangguran, tunawisma, dan pengungsi. Selain itu,
tantangan dan peluang terkait dengan keragaman etnis yang lebih besar, padatnya hunian,
kekhawatiran tentang transportasi dan mobilitas, dan tingginya angka kekerasan (Batara, 2018).

2.4 Pengertian Kota Sehat


Kabupaten/Kota Sehat adalan suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman
dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa
tatanan dan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tatanan adalah
sasaran Kabupaten/Kota sehat yang sesuai dengan potensi dan permasalahan pada masing-

8
masing Kecamatan di kabupaten/kota. Kawasan Sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih,
nyaman, aman dan sehat bagi pekerja dan masyarakat, melalui peningkatan suatu kawasan
potensial dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat, kelompok usaha dan
pemerintah daerah (Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kesehatan, 2005).

Menurut pengertian di atas, jelas gerakan kota sehat di tiap negara berbeda, tergantung
permasalahan yang dihadapi masing-masing, sehingga tidak dapat dibandingkan program apa
saja yang dijalankan oleh pemerintahnya, karena pasti masalah tiap daerah berbeda. Cuma ada
beberapa kesamaan konsep, yaitu sama-sama berasal dari keinginan dan kebutuhan masyarakat,
dikelola oleh masyarakat, dan pemerintahnya berperan secara aktif sebagai fasilitator. Disini
lebih mengutamakan pendekatan proses daripada target apa yang akan dicapai, artinya bersifat
atau berkembang secara dinamis, tidak ada batasan waktu, dilakukan secara terus menerus dan
bertahap sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat. Contoh Kota Sehat:

“Salatiga berjuang mendapatkan penghargaan Swasti Saba Wistara (penghargaan


tertinggi untuk kota sehat “

Kota salatiga pada tahun 2008 mendapatkan penghargaan Swasti Saba Padapa, pada tahun
2011 mendapat penghargaan Swasti Saba Wiwerda, dan sekarang sedang berusaha mendapatkan
penghargaan Swasti Saba Wistara yang akan dinilai pada hari senin, 8 juli 2013.

Program kota sehat di salatiga mengacu pada WHO yang bertepatan dengan hari ulang
tahun WHO dengan tema “healthy cities for better life “

Pada tahun ini kota salatiga akan dinilai sebanyak 8 tatanan yaitu kawasan pemukiman,
sarana dan prasarana sehat, kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi,
ketahanan pangan dan gizi, kehidupan masyarakat yang sehat dan mandiri, kehidupan social
yang sehat, kawasan pariwisata yang sehat, kawasan industry dan perkotaan sehat, dan kawasan
hutan sehat.

Pada saat kota salatiga mendapatkan penghargaan Swasti Saba Padapa pada tahun 2008
dinilai sebanyak 4 tatanan yaitu kawasan pemukiman, sarana dan prasarana sehat, kawasan
sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi, ketahanan pangan dan gizi, kehidupan
masyarakat yang sehat dan mandiri.

Pada saat kota salatiga mendapatkan penghargaan Swasti Saba Wiwerda pada tahun 2011
dinilai sebanyak 6 tatanan yaitu kawasan pemukiman, sarana dan prasarana sehat, kawasan
9
sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi, ketahanan pangan dan gizi, kehidupan
masyarakat yang sehat dan mandiri, kehidupan social yang sehat, kawasan pariwisata yang sehat.

Untuk penilaian kota sehat tahun 2013, kota salatiga mengandalkan beberapa program
unggulan yang akan diajukan dalam kompetisi kota sehat, diantaranya :
1.      Program greenschool atau sekolah hijau merupakan pengembangan dari program kota sehat
dengan melibatkan dinas pendidikanyang berupa pengmbangan kurikulum dan pembuatan
kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan sekolah. Selain itu Dinkes kota
salati juga bekerjasama dengan Dinas Pengelola Lingkungan Hidup (DPLH) melakukan
pembagian tanaman keras dan program pelestarian tanaman langka, deprogram ini juga
ditambahkan larangan merokok.
2.      Program pengendalian merokok ditempat kerja yang telah dilakukan sosialisasi program
dengan lintas sector, perusahaan swasta, kelurahan dan kecamatan, di pindok pesantren dan
surat edaran SKPD tentang pengendalian merokok.
3.      Program keluarga mandiri kelola sampah merupakan program unggulan yang sudah
disosialisasikan sampai tingkat RT/RW, program ini juga membuat tempat percontohan
pengelolaan sampah rumah tangga, dan bekerjasama dengan kantor lingkungan
hidupmeberikan stimulant berupa tempat sampah dan grobag sampah.
4. Program konservasi air dan penghijauan yang bekerjasama dengan Hotel Laras Asri,
Moses, TUK dan forship. Melalui program ini melakukan kegiatan penanaman pohon di
Dusun Tajuk dan kecandran, seminar air dan urbanisasi, sepeda sehat kampanye Go Green,
uji kemurnian air minum dalam kemasan yang dikonsumsi masyarakat serta
penandatanganan perjanjian kesepahaman kerjasama dalam pemeliharaan lingkungan
hidup, penanaman pohon di Ngawen dan daerah Kalitaman.

5. Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melakukan sosialisasi di masyarakat


sampai ketingkat RT/RW, kegiatan PSN bersama, dan penandatanganan perjanjian
kesepahaman kerjasama untuk mewujudkan kota salatiga bebas jentik.

10
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Regenerasi adalah penggantian alat yang rusak atau yang hilang, penggantian generasi
tua kepada generasi muda. Kegiatan regenerasi tidak dapat diasumsikan untuk meningkatkan
kesehatan atau mengurangi kesenjangan kesehatan hanya karena menargetkan determinan sosial
kesehatan. Namun, mereka memiliki potensi besar untuk memiliki efek positif dan negatif.
Masalah kota juga menjadi perhatian dari Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) terbukti
dengan penetapan tujuan dan target pembangunan seluruh negara di dunia yang tergabung dalam
PBB. Arah pembangunan tersebut dinamakan Sustainable Development Goals (SDGs) yang
memiliki 17 tujuan dari 169 target. Salah satu tujuan SDGs yang terkait dengan kota adalah
tujuan yang ke-11, yaitu menjadikan kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, berketahanan,
dan berkelanjutan. Salah satu target dari tujuan ke-11 adalah pada tahun 2020 membuka akses
semua orang terhadap system transportasi yang aman, murah, terjangkau, dan berkelanjutan,
meningkatkan keamanan, terutama dengan memperluas transportasi publik dengan perhatian
khsuus kepada mereka yang memerlukan seperti perempuan, anak-anak, orang-orang dengan
kebutuhan khusus dan lanjut usia. Target yang lainnya adalah mengurangi dampak yang
merugikan lingkungan perkotaan, termasuk memberikan perhatian khsusus pada kualiats udara
serta pengelolaan sampah.

Pendekatan kota sehat adalah pendekatan pengaturan, memberikan lebih banyak ruang
dan lebih kompleks dari unsur pengaturan lainnya termasuk Sekolah Sehat, Tempat Kerja Sehat,
Desa Sehat, Pasar Sehat, atau Rumah Sakit Sehat. World Health Organization (WHO)
11
menjelaskan lebih lanjut bahwa pendekatan pengaturan adalah fitur utama yang membedakan
antara kota sehat dengan program kesehatan lainnya. Di perlukan pula political will dan
komitmen yang kuat dari setiap pihak untuk dapat menghasilkan kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan (healty public politicies).
3.2 Saran
Studi mengenai kota sehat masih sangat perlu ditingkatkan untuk menjadi referensi solusi
pemecahan seputar masalah politik kesehatan yang ada. Penulis mengetahui bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga memerlukan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca semua.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin J, A. (2020) Perencanaan Kota Sehat. Bandung: Media Sains Indonesia.

13
Batara, A.S. (2018) Healthy Setting Ruang Publik Perkotaan: Sebuah Konsep Terminal Sehat.
CV. Social Politic Genius (SIGn).

Johan, H. and Fadzlul, F. (2019) Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat: Introduction to Public
Health. Yogyakarta: Gosyen Publising.

KBBI (2021) Hasil Pencarian - KBBI Daring. Available at:


https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Regenerasi (Accessed: 4 December 2021).

McCartney, G. et al. (2017) ‘Regeneration and health: a structured, rapid literature review’,
Public Health, 148, pp. 69–87. doi:10.1016/j.puhe.2017.02.022.

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kesehatan (2005)


‘PENYELENGGARAAN KABUPATEN/KOTA SEHAT NOMOR 34 TAHUN 2005 NOMOR:
1138/MENKES/PB/VIII/2005’.

Wiradona, H.N., Tri Wiyatini, &. Irmanita (2018) Kesehatan Masyarakat dalam Determinan
Sosial Budaya. Yogyakarta: Deepublish.

Thomson, H. et al. (2006) ‘Do urban regeneration programmes improve public health and reduce

health inequalities ? A synthesis of the evidence from UK policy and practice (1980–
2004)’, pp. 108–115. doi: 10.1136/jech.2005.038885.

14

Anda mungkin juga menyukai