Anda di halaman 1dari 33

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH KESEHATAN GLOBAL

“PENYAKIT AKIBAT KERJA “HERNIA “ ”

Nama : Eni Purwaningsih

Nim : 102014153016

Magister Kesehatan Masyarakat

Program Studi Magister Prodi S-2 Ilmu Kesehatan


Masyarakat

Universitas Airlangga- Fakultas Kesehatan Masyarakat

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah Mata Kuliah Kesehatan Global yang berjudul Penyakit akibat
kerja “Hernia” . Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada
Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup
yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan tugas kelompok mata kuliah Kesehatan
Global. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada dosen Mata Kuliah Kesehatan Global, Dr. Denny Ardyanto. yang
telah memberikan tambahan pengetahuan selama perkuliahan.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
apabila ada kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca akan kami
terima, demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca maupun penulis.

Surabaya, 19 Oktober 2020


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hala
man
Sampul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan......................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Pengertian Penyakit Akibat Kerja ............................................................ 3
2.2 Pengertian Hernia ...................................................................................... 4
2.3 Pandangan masyarakat tentang penyakit “Hernia” ................................... 10
2.4 Kejadian “Hernia” di Indonesia, dan negara-negara di dunia ................... 11
2.5 Dampak penyakit “Hernia” pada pekerja ................................................. 13
2.6 Pencegahan dan penanggulangan dari Penyakit akibat kerja “Hernia” ... 15
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 27
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 27
3.2 Saran........................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di
Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi
dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah
dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena
sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena
seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhanan
kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

1
Salah satu penyakit akibat kerja yang sering terjadi baik di Indonesia
mapun dunia adalah Hernia. Diperlukan biaya besar dalam
penanganannya serta angka rekurensi yang cukup tinggi menyebabkan
turunnya produktivitas seseorang yang akan menjadi masalah ekonomi
dan sosial. Pada orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan yang
dapat menjadi faktor resiko terjadinya Hernia sebagai penyakit akibat kerja
salah satunya karena mengangkat beban berat. Pekerjaan mengangkat
beban berat biasanya dilakukan oleh buruh pabrik dimana sebagian besar
jenis perkerjaannya adalah golongan pekerjaan berat.
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahun
meningkat. Data decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia
segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran
yang paling banyak adalah daerah negara-negara berkembang seperti
Negara-negara Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia, selain itu
Negara Uni Emirat Arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia
terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011.
Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia di
Indonesia periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah
1.243 yang mengalami gangguan hernia inguinalis, termasuk berjumlah
230 orang (5,59%) (DepKesRI, 2011).

1.2 Tujuan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana
memahami penyakit akibat kerja serta  mencegah penyakit yang
disebabkan saat kerja guna meningkatkan keselamatan dan kesehatan
kerja.

1.3 Manfaat
Mengetahui lebih jelas tentang penyakit akibat kerja khusunya
“Hernia”, penyebab, kejadiannya di Indonesia dan di negara-negara lain
serta pencegahan atau penanggulangan kejadian Hernia sebagai penyakit
akibat kerja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) memegang peranan yang
sangat penting di dalam dunia industri saat ini, mengingat banyaknya
resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terdapat di lingkungan
kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak hanya memberikan
jaminan sosial dan kesejahteraan bagi karyawan (Novitasari, dkk ,2015).
Tuntutan terhadap pentingnya pelaksanaan program keselamatan dan
kesehatan kerja di berbagai bidang didasarkan terhadap isu tentang
persaingan bebas. Kesiapan industri di berbagai sektor dalam
menghadapi persaingan global dan kebijakan pemerintah yang seiring
dengan arus globalisasi tidak lepas dari upaya-upaya yang
membudayakan program K3 sebagai isu pokok (Harlina, 2013).
Terjadinya penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan masalah
yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang
diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar, namun
lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.
Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat
besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang langsung nampak dari
timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi
kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah
kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang
lebih baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu kerja
(Hellyanti, 2009).
Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) menurut WHO
ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang
ditimbulkan ataupun diperparah oleh aktivitas kerja ataupun kondisi
lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurut organisasi buruh
internasional atau International Labour Organization (ILO) , beberapa faktor

3
penyebab penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : Biologi (Bakteri, Virus,
Jamur, Binatang, Tanaman); Kimia (Bahan Beracun dan
Berbahaya/Radioaktif), Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan,
bahaya),Biomekanik (Postur Gerakan Berulang, Pengakutan Manual),
Psikologi (Stress,dsb)
Hernia merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah
apendisitis.Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri
atas cincin, kantong dan isi hernia. Menurut sifatnya hernia terbagi
menjadi hernia reponibel, non reponibel , obstruksi ndan strangulata.
Faktor resiko terjadinya hernia antara lain usia, obesitas, jenis kelamin,
batuk kronis, lahir prematur, jenis pekerjaan dan tingkat aktifitas. Makalah
ini bertujuan untuk menjelaskan kejadian hernia sebagai salah satu
penyakit akibat kerja ditinjau dari berbagai aspek kehidupan dalam
masyarakat dan juga secara global.

2.2 Pengertian Hernia


Hernia adalah benjolan pada tubuh yang terjadi ketika bagian
dalam tubuh menekan bagian otot atau jaringan di sekitarnya yang lemah.
Hernia, atau biasa disebut dengan turun berok, biasanya muncul di area
antara dada dan pinggul.
Sebagian besar kasus hernia tidak menunjukkan gejala, atau bilapun ada
hanya minimal. Keluhan yang paling sering disadari ialah benjolan di perut
atau lipat paha. Benjolan ini dapat ditekan atau menghilang ketika
berbaring. Batuk atau mengejan dapat membuat benjolan ini timbul.
Klasifikasi dari Hernia Femoralis menurut Oswari (2000) adalah :
1. Berdasarkan proses terjadinya, hernia terbagi atas :
1) Hernia Inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah
sela paha.
2) Hernia Femoralis adalah hernia isi perut yang nampak di daerah
fosa femoralis.

4
3) Hernia Umbilicus adalah hernia isi perut yang tampak di daerah
pusar.
4) Hernia Diafragma adalah hernia isi perut yang masuk melalui
diafragma ke dalam rongga dada.
5) Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah hernia yang terjadi pada
sumsum tulang belakang
a. Hernia dapat pula dibagi berdasarkan dapat tidaknya isi hernia masuk
kembali :
1) Hernia Reversible adalah bila isi hernia dapat keluar masuk.
2) Hernia Irreversible adalah bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam.
3) Hernia Strangulata adalah hernia irreversible yang pembeku
darah, yang menuju ke alat-alat yang keluar itu, terjepit dan
tersumbat.
b. Hernia dapat pula di bagi berdasarkan dapat tidaknya terlihat dari luar :
1) Hernia Interna adalah hernia terjadi didalam rongga badan, misal :
hernia diafragma.
2) Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol keluar sehingga
tampak dari luar.
c. Pembagian menurut isi :
1) Hernia Adipose adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan
lemak.
2) Hernia Littre adalah hernia inkarsetara atau strangulata yang
sebagian dinding ususnya saja terjepit didalam cincin hernia.
3) Sliding Hernia adalah hernia yang isi hernia menjadi sebagian dari
dinding kantong hernia.
4) Hernia Scrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke
scrotum secara lengkap (Oswari, 2000).

Terdapat beberapa macam hernia yang sering terjadi, yaitu:

 Hernia Inguinalis

5
Hernia inguinalis, usus atau kandung kemih menonjol melalui
dinding perut di lipat paha. Lebih dari 90% hernia berasal dari area ini.
Pria lebih berisiko mengalami hernia inguinalis karena terdapat bagian
yang secara alami cenderung lemah.
 Hernia femoralis
Hernia ini terjadi bila usus memasuki saluran yang dilalui pembuluh
darah paha. Posisinya lebih sedikit ke bawah dari hernia inguinalis.
Benjolan yang terbentuk pun lebih kecil daripada hernia inguinalis.
Hernia femoralis lebih umum terjadi pada wanita, khususnya wanita
hamil atau dengan obesitas.
 Hernia umbilikalis
Pada hernia umbilikalis, sebagian usus menembus dinding otot
perut di sekitar pusar. Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir.
Pada sebagian besar kasus, hernia ini menghilang sebelum bayi
berusia 1 tahun. Operasi baru akan dilakukan apabila benjolan ini
menetap sampai usia di atas 5 tahun atau benjolan sangat besar.

 Hernia insisional
Pada hernia insisional, usus menembus dinding otot perut pada
lokasi operasi yang pernah dilakukan. Hernia tipe ini kerap terjadi
apabila luka operasi tidak sembuh sempurna, misalnya pernah
mengalami infeksi setelah operasi. Hernia insisional biasanya terjadi
dalam waktu 2 tahun setelah operasi dan kerap ditemukan pada orang
lanjut usia atau dengan berat badan berlebih.
 Hernia epigastrika
Hernia epigastrika terjadi ketika jaringan lemak menonjol melalui
dinding perut, yang terletak di antara pusar dan bagian bawah tulang
dada. Hernia tipe ini lebih umum terjadi pada pria daripada wanita.
 Hernia hiatus
Hernia hiatus agak berbeda dengan tipe hernia lainnya. Pada
hernia tipe ini, bagian atas lambung menonjol melalui hiatus, sebuah
lubang pada diafragma.

6
Diagnosis Hernia

Menentukan adanya hernia tidaklah sulit. Umumnya pasien


menyadari adanya benjolan di area-area yang rentan mengalami hernia.
Hal ini akan dikonfirmasi oleh dokter melalui pemeriksaan fisik.
Dokter akan meminta pasien untuk mengejan atau batuk dalam
posisi berdiri. Ini akan membuat benjolan lebih mudah dilihat atau diraba.
Apabila benjolan tidak dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik,
dokter akan menganjurkan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan atau
USG perut.
Patofisiologi
Menurut Oswari, (2000). Pada umumnya hernia terjadi akibat dari
kekuatan integritas otot dinding abdomen dan terjadi peningkatan tekanan
intra abdomen. Kerusakan atau kelemahan otot-otot dinding abdomen,
karena kelemahan college atau pelebaran tempat dari lubang ligament
inguinal, klemahan ini biasa terjadi karena proses penuaan. Peningkatan
intra abdomen dapat menyebabkan dinding abdomen menjadi lemah.
Oleh karena itu dapat mengakibatkan penurunan isi abdomen ke dalam
rongga tubuh seperti halnya pada skrotum. Penurunan isi abdomen
tersebut disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu pekerjaan berat,
batuk yang menaun. Hal tersebut akan mempermudah masuknya masa
abdomen kedalam rongga tubuh, sehingga menjadi hernia atau
penonjolan suatu organ tubuh sehingga tidak terjepit akan menimbulkan
rasa sakit di daerah terdapatnya benjolan tersebut yang juga
menimbulkan rasa mual dan apabila batuk, mengejan hernia akan
bertambah besar.
Gejala Hernia
Sebagian besar hernia membesar dalam waktu yang lama. Namun,
hernia umbilikalis memiliki ciri tersendiri. Kebanyakan kasus hernia
umbilikalis muncul sebelum bayi berusia 6 bulan dan akan menghilang
dengan sendirinya sebelum bayi berusia 1 tahun. Hernia umbilikalis yang
lebih besar juga dapat menghilang sebelum usia 3 atau 4 tahun.

7
Gejala hernia inguinalis, femoralis, umbilikalis, insisional, dan
epigastrika hampir mirip, yaitu:
 Terdapat benjolan di bawah kulit perut atau lipat paha yang hilang
timbul. Benjolan akan hilang bila berbaring dan akan timbul ketika
tekanan perut meningkat akibat batuk atau mengejan.
 Bisa terdapat nyeri saat benjolan ditekan.
 Rasa tidak nyaman pada perut yang kadang disertai konstipasi
atau darah pada tinja.
 Rasa tidak nyaman pada perut atau lipat paha ketika mengangkat
benda berat, membungkuk, mengejan, atau berdiri dalam waktu lama.
Gejala hernia hiatus terjadi akibat asam lambung naik ke
kerongkongan, sehingga timbul rasa terbakar di dada atau nyeri ulu hati.
Pada tahap lanjut, dapat terjadi hernia inkarserata, di mana usus
yang menonjol ke kantong hernia tidak dapat masuk kembali ke dalam
rongga perut. Bila dibiarkan, usus yang terjebak dapat mengalami
strangulasi, di mana aliran darah terhadap jaringan usus yang terjebak
terputus. Jaringan usus yang terjebak akan mati dan menimbulkan nyeri
yang sangat hebat. Kondisi ini memerlukan operasi segera.
Pengobatan Hernia
Pengobatan hernia yang spesifik adalah operasi. Namun, tidak
semua hernia harus dioperasi. Operasi dianjurkan pada hernia yang
menimbulkan gejala dan mengganggu atau semakin membesar. Operasi
umumnya dilakukan oleh dokter bedah umum atau bedah digestif.
Angka kesuksesan operasi hernia mencapai lebih dari 95%,
khususnya bila menggunakan teknik laparoskopi. Namun, tetap ada
kemungkinan hernia kambuh kembali. Karena itu, sebelum memutuskan
untuk operasi, diskusikan terlebih dulu dengan dokter segala manfaat dan
risiko yang menyertainya.
Teknik operasi yang digunakan tergantung tipe, ukuran, dan lokasi
hernia. Berikut adalah pilihan teknik operasi yang biasa dilakukan:
 Penjahitan bagian yang mengalami kelemahan
 Menggunakan jala (mesh) untuk memperbaiki kelemahan

8
 Teknik laparoskopi dengan sayatan minimal pada kulit
Hernia yang mengalami inkarserasi atau strangulasi membutuhkan
penanganan segera. Biasanya dokter akan mencoba memijat hernia
kembali ke dalam rongga perut. Bila tidak berhasil, operasi harus segera
dilakukan.
Hernia umbilikalis pada bayi biasanya tidak dioperasi kecuali
menetap hingga usia di atas 5 tahun, sangat besar, serta menimbulkan
gejala atau mengalami strangulasi. Hernia ini kemungkinan membutuhkan
operasi apabila lubang yang dilalui hernia berdiameter lebih dari 2 cm.
Hernia hiatus yang tidak menyebabkan gejala naiknya asam
lambung, tidak perlu diobati. Bila terdapat gejala, dapat diresepkan obat-
obatan untuk menurunkan asam lambung. Operasi baru akan dilakukan
bila hernia hiatus besar dan menyebabkan gejala terus-menerus, atau bila
hernia terjebak di dalam rongga dada.
Pemulihan pasca operasi
Setelah operasi, umumnya pasien dapat pulang di hari yang sama
atau sehari setelah operasi. Rata-rata pasien dapat kembali beraktivitas
normal dalam waktu tiga hari. Aktivitas fisik yang lebih berat seperti
olahraga baru dapat dilakukan dalam waktu 2 minggu pasca operasi.
Kapan harus ke dokter?
Bila terdapat benjolan yang sesuai dengan ciri hernia, segera
periksakan diri ke dokter. Dokter akan memeriksa dan bila diperlukan
akan merujuk ke rumah sakit untuk operasi.
Bila seseorang memiliki hernia dan salah satu dari gejala berikut,
segera datangi Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit terdekat:
 Nyeri hebat dan tiba-tiba pada hernia
 Mual dan muntah
 Sulit buang air besar atau buang angin
 Hernia menjadi keras, nyeri ketika disentuh, atau tidak dapat
didorong masuk ke rongga perut
Penyebab Hernia

9
Hernia terjadi akibat adanya tekanan dan lubang atau kelemahan
pada otot. Tekanan ini akan mendorong jaringan melalui lubang atau titik
lemah tersebut. Kelemahan otot bisa terjadi pada saat lahir, walaupun
lebih sering terjadi pada kemudian hari. Karena itu, semua hal yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dapat menyebabkan hernia,
termasuk:
 Mengangkat benda berat
 Diare atau konstipasi
 Batuk yang terus-menerus atau bersin
Selain itu, kondisi berat badan berlebih, hamil, gizi kurang, dan merokok
dapat memperlemah otot-otot sehingga hernia lebih mungkin terjadi.

2.3 Pandangan masyarakat tentang penyakit Hernia


Turun berok tidak memandang usia. Mulai dari bayi hingga orang
lanjut usia bisa menderita penyakit yang secara medis dikenal sebagai
penyakit hernia ini. Didalam masyarakat Indonesia penyakit ini lebih
dikenal dengan penyakit akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya
lapisan otot dinding perut. Penderita Hernia memang kebanyakan laki-laki
dan penderitanya akan merasakan nyeri jika terjadi infeksi didalamnya.
Penderita Hernia khususnya laki-laki biasanya merasa terganggu
prikologisnya, was-was dengan kondisinya. Mereka sering bertanya
tentang berat ringannya akibat dari operasi Hernia. Mereka merasa
terganggu citra tubuhnya , rendah diri, dan khawatir akibat operasi hernia
bisa mengganggu hubungan suami istri da mengganggusistem reproduksi
(Sjamsuhidajat,2012).
Pemahaman tentang suatu penyakit tentunya berbeda-beda,
tergantung penyakit yang diderita. Dalam kasus penyakit hernia, penderita
banyak yang tidak begitu peduli dengan apa yang menyebabkan penyakit
tersebut. Mereka hanya memeriksakannya ketika mereka telah menderita
penyakit tersebut tanpa ingin mencoba mencegah hal itu terjadi pada
lingkungan sekitarnya. Masyarakat pedesaan memang terkenal tidak
begitu tertarik dengan pendidikan yang tinggi. Jadi untuk memberi

10
pemahaman kepada masyarakat desa memang tidaklah mudah, apalagi
dengan kebudayaan yang perlu kita hormati juga.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menstimulasi atau
merangsang terhadap terwujudnya sebuah perilaku kesehatan apabila
seseoarang mengetahui dan memahami akibat dari penyakit hernia serta
cara mencegah hernia maka akan mempunyai perilaku kesehatan yang
baik dengan harapan dapat menghindari dampak atau menurunkan resiko
kejadian hernia.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang suatu penyakit
disebabkan karena masyarakat tidak tahu bagaimana harus berperilaku
dalam melakukan pencegahan penyakit tersebut, sebagian orang
mengetahui penyakit ini setelah terkena penyakitnya. Berbeda dengan
orang yang sudah tahu, maka mereka tahu perilaku apa yang harus
dilakukan untuk mencegah sejak dini. Untuk itu pengetahuan tentang
kesehatan sangat penting dalam kehidupan sehari hari untuk mencegah
timbulnya suatu penyakit sehingga perilaku pencegahan sangat
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat.

2.4 Kejadian Hernia di Indonesia dan negara-negara didunia


Insiden hernia menduduki peringkat ke lima besar yang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 2007 skitar 700.000 operasi hernia yang
dilakuan tiap tahunnya. Hasil survei pendahuluan terhadap penderita
hernia dalam jurnalnya, Umi Faridah,2018 dalam penelitian tentang
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Hernia di RS Islam Arafah Rembang
Tahun 2018 di peroleh 7 dari 10 pasien memiliki aktifitas fisik yang di
kelompokkan aktifitas berlebihan diantaranya adalah aktifitas mengangkat
beban yang berat yang berhubungan dengan pekerjaan seperti pada
pekerja kuli, buruh dan petani. Perbandingan pria : wanita pada hernia
indirek adalah 7:1. Ada kira-kira 750.000 herniorrhaphy di lakukan tiap
tahunnya di Amerika Serikat, dibandingkan dengan 25.000 untuk hernia
femoralis,166.000 hernia umbilicalis, 97.000 hernia post insisi dan 76.000
untuk hernia abdomen lainnya ( WHO,2007)

11
Di seluruh dunia, perbaikan hernia inguinalis adalah salah satu
operasi yang paling umum, dilakukan pada lebih dari 20 juta orang setiap
tahunnya.  Perawatan bedah berhasil pada sebagian besar kasus, tetapi
kekambuhan memerlukan operasi ulang pada 10–15% dan kecacatan
jangka panjang karena nyeri kronis (nyeri yang berlangsung lebih dari 3
bulan) terjadi pada 10-12% pasien. Sekitar 1-3% pasien mengalami nyeri
kronis yang parah. Ini memiliki efek negatif yang luar biasa secara global
terhadap biaya kesehatan dan perawatan kesehatan
(Jorgensen,LN.,dkk.Dalam International guidelines for groin hernia
management 2018)
Menurut Medical centre University of Maryland, USA, hampir 5juta
orang di Amerika menderita hernia sesuai dengan statistik kesehatan
nasional Amerika Serikat. Menurut US Census Bureau, International Data
Base, 2004,dengan menggunakan perhitungan yang sama dengan
prevalensi hernia di USA, diperkirakan di Asia Tenggara Indonesia
menduduki peringkat kedua dengan jumlah
penderita hernia yaitu sebesar 438,332 orang dari jumlah penduduk
Indonesia
sebanyak 238,452,952 orang.
Di Indonesia penderita yang mengalami hernia sebagian besar
adalah hernia inguinal. Terapi utama hernia inguinal masih pembedahan
yang membutuhkan biaya yang cukup banyak dan hilangnya masa kerja
karena proses pemulihan yang cukup lama. Hal ini merupakan tantangan
bagi peningkatan status kesehatan masyarakat. Berbagai faktor yang
menyebabkan hernia diketahui faktor keluarga, jenis kelamin dimana laki-
laki lebih beresiko dibandingkan wanita, infeksi yang terjadi setelah
pembedahan, aktivitas mengangkat beban berat (baik di dalam lingkungan
kerja maupun di luar lingkungan kerja), kondisi tertentu (kehamilan,berat
badan berlebih, asma pada orang dewasa, konstipasi dan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease). Kondisi di NTT,dengan sumber air yang
jauh, seringkali masyarakat arus memikul air yang berat untuk keperluan
sehari-hari dan untuk pertanian (Batubara ,2017).

12
Dari jurnal Kuijer,dkk 2020 hasil meta analisis dari berbagai jurnal
terkait Hernia Inguinalis (IH) mengungkapkan hasil bahwa Pencarian
menghasilkan 540 referensi. Empat belas studi memenuhi kriteria inklusi,
tiga di antaranya termasuk dalam meta-analisis, ketiganya berkualitas
tinggi, termasuk 621 pekerja yang didiagnosis dengan IH. Meta-analisis
mengungkapkan hubungan yang signifikan dengan pekerjaan yang
menuntut secara fisik (OR 2.30, 95% CI 1.56-3.40). Dua studi prospektif,
termasuk 382 dan 22.926 kasus mengungkapkan asosiasi bahwa hal ini
berlaku untuk pekerja laki-laki dengan IH lateral yang melaporkan berdiri
atau berjalan selama lebih dari enam jam per hari kerja (OR 1,45, 95% CI
1,12-1,88) atau mengangkat beban kumulatif lebih dari 4000 kg per hari
kerja (OR 1,32, 95% CI 1,27-1,38). Tingkat kepastian untuk dua faktor risiko
terkait pekerjaan terakhir adalah sedang dan tinggi menurut GRADE. IH
lateral pada laki-laki dikaitkan dengan faktor risiko terkait pekerjaan
tergantung pada tingkat paparan waktu berdiri / berjalan per hari kerja,
atau jumlah beban yang diangkat per hari kerja.
Kerangka GRADE untuk faktor risiko terkait pekerjaan dalam hal
pekerjaan yang menuntut secara fisik dan aktivitas pekerjaan tertentu
untuk IH

2.5 Dampak penyakit Hernia pada pekerja


Hernia atau melemahnya dinding perut kerap dianggap sepele.
Padahal, masalah kesehatan itu bisa mengganggu produktivitas kerja

13
penderita. Untuk mempercepat pemulihan, kini dikembangkan metode
operasi minimal invasif pada pasien.
Menurut Ketua Perhimpunan Hernia Indonesia Barlian Sutedja,
Kamis (19/6), di Jakarta, hernia atau dikenal turun berok, terjadi saat
dinding perut melemah. Akibatnya, beberapa bagian perut, seperti usus,
menjulur ke luar. ”Meski hernia dianggap sepele, sebenarnya (hal itu)
amat mempengaruhi sosial dan ekonomi seseorang, misalnya
mengganggu produktivitas kerja,” ujar Barlian (Kompas.com - 20/06/2014)
Risiko faktor penyebab penyakit akibat kerja oleh ILO,yang
ditimbulkan dapat berupa berbagai konsekuensi dan dapat dibagi menjadi
empat kategori besar:

Penyakit akibat kerja Hernia termasuk dalam kategori A, yaitu


potensi bahaya yang menimbulkan risiko dampak panjang pada
kesehatan dimana hal tersebut dapat berdampak pula di dalam sosial
ekonomi perkerja dan keluarganya. Terutama bila pekerja sebagai tulang
punggung keluarga. Karena penyakit akibat kerja Hernia dapat
berpengaruh pada pendapatan keluarga sehingga akan menimbulkan
kecemasan serta masalah yang kompleks dengan lamanya masa sakit

14
dan penyembuhan. Biaya yang dibutuhkan cukup besar untuk mengobati
penyakit Hernia.
2.6 Pencegahan dan penanggulangan dari penyakit akibat kerja
“Hernia”

Pada Industri /perusahaan yang jenis pekerjaannya merupakan


jenis Biomekanik dimana melibatkan pekerjaan seperti postur gerakan
berulang dan pengangkatan mekanik haruslah dapat mendesign
bagaimana pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seperti Hernia bagi
pegawainya. Design alat kerja yang ergonomis , posisi kerja , lingkungan
kerja dan hal-hal lain yang terkait pekerjaan harus benar-benar diatur
secara aman sebagai pencegahan penyakit akibat kerja.
Jenis Pekerjaan seperti mengangkat beban berat seperti pada
buruh yang sering mengangkat beban berat, petani yang sering
mencangkul, serta TNI yang aktif di lapangan. Durasi pekerjaan juga
dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya hernia inguinalis yaitu pada
pekerjaan sedang dan berat yang di lakukan selama lebih dari 1 tahun
dengan peningkatan resiko sebesar 4 kali. Pekerjaan berat dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen pada perut yang mengakibatkan
organ perut (biasanya usus) menonjol melalui suatu titik yang lemah atau
robekan pada dinding otot yang tipis yang biasanya di hubungkan dengan
pekerjaan-pekerjaan mengangkat berat.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini
berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan
kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan
diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan
dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan.
Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur
proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya.
Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan
yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.

15
Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:
 dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;
 dengan postur tidak netral atau canggung;
 bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
 bila kurang istirahat yang cukup.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan
bahaya organisasi kerja dan ergonomis?
• Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi
sandaran, kursi / bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
• Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu
pada posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
• Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan
memberikan istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini
dapat mengurangi risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan
kesalahan.
Ergonomi yang merupakan pendekatan multi dan interdisiplin yang
berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan dan kebolehan dan batasan tenaga kerja sehingga tercipta
kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, nyaman, dan efisien.
Penerapan ergonomi di berbagai sektor pembangunan telah terbukti tidak
hanya mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja, tetapi juga
mencegah timbulnya dampak negatif seperti kelelahan, keluhan
muskuloskeletal, kecelakanaan kerja serta penyakit akibat kerja (Tarwaka,
2004).
Ergonomi merupakan bagian dari ilmu K3, dimana ergonomi adalah
suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk menyerasikan alat,
cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala
keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal
tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya (Kemenkes, 2010).
Menurut ILO, Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu
upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahteraan
fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua

16
jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi (Markkanen,
P.K. 2004). K3 terdiri atas beberapa subdisiplin ilmu yang memiliki posisi,
peran, fungsi dan tujuan masing-masing dalam pencapaian K3.Adapun
subdisiplin ilmu tersebut adalah kesehatan kerja, keselamatan kerja,
higiene industri dan ergonomi (Hendra, 2000).
Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan
kapasitas kerja harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai
performansi yang tinggi (Tarwaka, dkk, 2004), dan sebaliknya apabila
tidak adanya keseimbangan antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja,
maka performansi seorang pekerja menjadi rendah.Ketidakseimbangan
dalam ergonomi merupakan salah satu potensi bahaya ditempat kerja.
Bahaya ergonomi merupakan salah satu  potensi bahaya dalam K3
yang kurang menjadi perhatian dalam suatu tempat kerja. Padahal bahaya
ergonomi dapat menimbulkan kerugian di tempat kerja, dimana bahaya
ergonomi dapat mengakibatkan produktivitas dan kualitas pekerja
menurun serta dapat menimbulkan penyakit akibat kerja
Pencegahan dan penanganan dapat dilakukan terhadap PAK yang
terjadi pada pekerja jika diketahui besar masalah yang terjadi. Olehnya itu
diperlukan data-data yang akurat mengenai angka kejadian PAK dari segi
ergonomi yang terjadi pada pekerja di tempat kerja serta diidentifikasi
beberapa penyebabnya sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
dan penanganannya. Salah satu strategi yang dapat dilakukan sebagai
upaya pencegahan terhadap PAK pada pekerja di tempat kerja yakni
strategi pencegahan berbasis surveilans.
Surveilans merupakan analisis terus menerus secara sistematis
terhadap penyakit dan atau masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah
kesehatan melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan

17
penyebaran informasi untuk tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien. Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat
dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan
lebih efektif (Last, 2001).
Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa fungsi utama surveilans
epidemiologi adalah “analisis” karena dari analisis ini semua masalah
penyakit dan masalah kesehatan  akan dengan mudah disimpulkan dan
dengan kesimpulan ini akan dengan muda di buat rekomendasi  untuk
keperluan-keperluan pengendalian penyakit dan masalah kesehatan pada
semua program kesehatan yang ada.
Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa.
Surveilans   dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus (kontinu),
sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan
mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-
perubahan kecenderungan penyakit dan factor yang mempengaruhinya
dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah
investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.

 Cara Deteksi atau Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Mendeteksi penyakit akibat kerja dan kemudian dari hasil deteksi
dilakukan tindakan pencegahan dapat dilakukan seperti berikut:
1)  Monitoring Kesehatan Tenaga Kerja
Memonitoring kesehatan tenaga kerja dapat dilakukan
dengan:
a) Melihat riwayat penyakit tenaga kerja.
b)   Melihat riwayat pekerjaan tenaga kerja.
c)   Melakukan pemeriksaan klinik terhadap tenaga kerja.
d)   Melakukan pemeriksaan laboratories.
e)   Melakukan pemeriksaan rontgen.
f)   Melakukan pemeriksaan hubungan antara bekerja dan
tidak bekerja dengan gejala penyakit.

18
2)  Monitoring Lingkungan Kerja
Monitoring lingkungan kerja dapat dilakukan dengan hal-hal
sebagai berikut:
a)  Pemantauan personil (diukur dekat masuknya
kontaminan).
b)  Pemantauan lingkungan kerja.
Tujuan pemantauan lingkungan kerja yakni :
 Mengendalikan faktor lingkungan kerja
 Pemeriksaan berkala terhadap tingkat pemaparan
lingkungan kerja
 Identifikasi potensi bahaya
 Memantau tingkat pemaparan pekerja terhadap bahan
berbahaya.
 Mengevaluasi efektivitas upaya-upaya pengendalian
 Menjaga tempat kerja tetap aman dan sehat.
c)  Pemantauan biologi.
.

Tata cara pelaporan Penyakit Akibat Kerja


Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 01/Men/1981 tentang
Kewajiban Melapor PAK, antara lain:
a.   Pasal 2 (a) yaitu pengurus dan badan yang ditunjuk wajib
melaporkan secara tertulis kepada Kantor Bina lindung Tenaga
Kerja setempat.
b.   Pasal 3 (a) yaitu laporan dilakukan dalam waktu paling lama 2
kali 24 jam setelah penyakit dibuat diagnosa.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kepts. 333/Men/1989
tentang Diagnosa dan Pelaporan PAK, antara lain:
a.   Pasal 3 (3) yaitu setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter
pemriksa maka wajib membuat laporan medik.

19
b.   Pasal 4 (a) yaitu PAK harus dilaporkan oleh pengurus tempat
kerjayang bersangkutan selambat-lambatnya 2 kali 24 jam
kepada Kanwil Depnaker melalui Kantor Depnaker.
c.   Pasal 4 (b) yaitu untuk melaporkan PAK harus menggunakan
bentuk B2/F5, B3/F6, B8/F7.

Sistem di tempat kerja yang terdiri dari input (pekerja, mesin, dana,


organisasi, dan lain-lain), proses kerja (pekerja dan lingkungan kerja yang
saling berinteraksi satu sama lainnya), output (produk/jasa yang
berkualitas, pekerja yang sehat, tempat kerja yang nyaman dan selamat
bagi pekerja), dalam interaksinya tidak bisa terlepas dari hazard dan risiko
khususnya yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja,
serta outcome (penyakit dan kecelakaan). Tempat kerja yang terkadang
melibatkan teknologi modern yang memakai berbagai mesin dan
peralatan dalam jumlah dan kapasitas besar. Hazard yang terdapat di
area tempat kerja menjadi sangat bervariasi, dengan tingkat faktor risiko
yang berbeda-beda, mulai dari hazard somatik yang melingkupi kapasitas
dan status kesehatan, hazard perilaku yang melingkupi masalah
kebiasaaan merokok dan aktivitas fisik, hazard lingkungan yang terdiri dari
fisik, biologi, kimia dan organizational of work and work culture yang
merupakan hazard psikologi kerja. Faktor fisik seperti ekses kebisingan,
vibrasi dan iluminasi, serta faktor mekanik seperti benturan, kebakaran
dan ledakan diikuti oleh faktor kimia misalnya Benzene Toluen Xylene
(BTX), gas CO, H2S dan lain-lain, serta faktor stres kerja berupa
pengaturan shift kerja malam yang mungkin ada dalam industri ini. Pola
hidup tidak sehat, antara lain kurangnya beraktivitas fisik, konsumsi
makanan tidak seimbang yang rendah serat namun tinggi lemak, serta
merokok, terbukit berdampak pada kesehatan pekerja.
Secara garis besar ruang lingkup surveilans K3 terbagi dua, yaitu:
A.  Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan
Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan
(data penyakit) dan data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk

20
populasi pekerja berisiko dengan cara sitematik dan berksinabungan yang
dapat digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program
K3 di dunia usaha dan dunia kerja.
B.  Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan
Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi
atau komunikasi hazard kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi
populasi pekerja berisiko dengan cara sistematik dan berkesinambungan
digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di
dunia usaha dan dunia kerja.
Perawat yang bekerja di rumah sakit sangat berisiko terkena
penyakit akibat kerja akibat dari pekerjaannya di rumah sakit khususnya
dari segi ergonomi. Olehnya itu untuk mencegah terjadinya hal tersebut
dan mengupayakan untuk mengendalikannya, maka dibutuhkan strategi
pencegahan yang berbasis surveilans terhadap penyakit akibat kerja
tersebut. Beberapa penyakit yang dapat terjadi pada perawat akibat faktor
risiko ergonomi di rumah sakit yaitu musculoskeletal disorders, low back
pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel.
Langkah surveilans sebagai bentuk strategi pencegahan risiko ergonomic
terhadap penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit meliputi:
a.   Perencanaan Surveilans
Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan penetapan tujuan
surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan
perolehan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme
penyebarluasan informasi. Petugas sruveilans benar-benar harus
menentukan kasus apa yang akan diadakan surveilans, kemudian dari
mana saja akan diperoleh data mengenai kasus tersebut. Tentu
penentuan kasus ini akan dilakukan setelah melihat laporan dari berbagai
sumber. Misalnya angka kesakitan atau morbiditas kasus penyakit akibat
kerja pada perawat yang terjadi di rumah sakit, apakah kasus tersebut
meningkat dari tahun ke tahun. Data tersebut akan menjadi pertimbangan
dilakukannya surveilans terhadap penyakit akibat kerja tersebut. Data ini
dapat diperoleh dari riwayat penyakit perawat di rumah sakit.

21
b.   Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk
memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi
yang dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus dan dikumpulkan
tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari
Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari
kegiatan survei. Untuk kasus penyakit akibat kerja pada perawat di rumah
sakit data dari surveilans aktif dapa berupa data yang berasal dari riwayat
penyakit perawat yang kemudian dapat diketahui ada berapa kasus
penyakit akbibat kerja yang terjadi pada perawat. Untuk surveilans pasif
artinya pihak yang mengadakan surveilans melakukan survey dalam hal
ini pemeriksaan terhadap semua perawat yang bekerja di rumah sakit
mengenai keluhan-keluhan yang dirasakan karena penyakit akibat kerja
yang diderita berdasarkan risiko ergonominya. Pemeriksaan
terhadap musculoskeletal disorders, low back pain (LBP), hernia nucleus
pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel dilakukan berdasarkan metode
dan bahan-bahan yang telah dijelaskan pada bab tinjauan pustaka.
Walaupun untuk memperoleh informasi dan kemudian diolah menjadi data
ini akan memakan waktu yang lama, ini harus dijalan sesuai dengan
prosedur yang ada, agar data yang dihasilkan, benar-benar riil dan sesuai
dengan fakta yang terjadi di lapangan agar tidak salah langkah dalam
proses pencegahan dan penanganannya.
Dari data yang diperoleh kemudian dibuat pelaporan. Pelaporan
dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan
menggunakan formulir tertentu.  Formulir yang digunakan dapat berupa
hasil wawancara dengan perawat mengenai keluhan yang mereka alami
kemudian risiko-risiko apa saja yang telah mereka lakukan sehingga
terkena penyakit akibat kerja seperti musculoskeletal disorders, low back
pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel.
Dari identifikasi risiko yang dilakukan, dapat diketahui risiko ergonomic
yang menyebabkan perawat menderita musculoskeletal disorders, low
back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal

22
tunnel. Berdasarkan hal tersebut maka akan mudah untuk melakukan
pencegahan dan penatalaksanaan berbagai penyakit akibat kerja
tersebut.
c.   Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan
dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart,
peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan
menggunakan program (software) seperti epi info, SPSS, lotus, excel dan
lain-lain.
d.   Analisis Data
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan
ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk
mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit. Dari hasil analisis data
dapat diketahui proporsi perawat yang menderita penyakit akibat kerja.
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan
data bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada
peningkatan atau penurunan, dan mencari hubungan penyebab penyakit
akibat kerja musculoskeletal disorders, low back pain (LBP), hernia
nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel dengan faktor risiko
ergonomi.
e.   Diseminasi (Penyebarluasan Informasi)
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun
ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain
yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk
diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi
instansi di luar bidang kesehatan. Penyebarluasan informasi yang baik
harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan
dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya
pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara

23
penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan
hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian
untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin,
memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan
mudah.
f.    Umpan balik (Feed Back)
Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin setiap bulan saat
menerima laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik
kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang
mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan
sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang
diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan
tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat
melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada
saat melakukan pembinaan/suvervisi.
Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang
dimuat dalam buletin (news letter) atau surat yang berisi pertanyaan-
pertanyaan sehubungan dengan yang dilaporkan atau berupa kunjungan
ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Laporan perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya selalu tepat pada
waktunya, selain itu bila mencantumkan laporan yang diterima dari eselon
bawahan, sebaliknya yang dicantumkan adalah tanggal penerimaan
laporan.
g.   Investigasi Penyakit
Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan
maka terlebih dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan mengenai
penyakit akibat kerja pada perawat. Dengan investigator membawa
ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal
ini adalah penyakit akibat kerja dari segi ergonomi dengan melakukan
metode yang dapat mengindetifikasi terjadinya musculoskeletal
disorders, low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan
sindrom carpal tunnel pada seseorang.

24
h.   Tindakan Penanggulangan
Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui penanganan
segera pada penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang
tergolong berat, melakukan tindakan pencegahan kepada perawat yang
belum terkena dengan melakukan langkah-langkah pencegahan dari
setiap penyakit akibat kerja atau dengan mengadakan perbaikan antara
lingkungan kerja dengan pekerja agar penyakit akibat kerja yang terjadi
pada perawat di rumah sakit diminimalisir kejadiannya. Hal ini tentu harus
memperoleh dukungan dari para stakeholder atau pengambil kebijakan
dalam menindaklanjuti laporan kegiatan surveilans risiko ergonomi
penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit.
i.    Evaluasi Data Sistem Surveilans
Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat
dilakukan evaluasi manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna
apabila memenuhi salah satu dari pernyataan berikut:
1.    Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan
dan mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus.
2.    Apakah program surveilans dapat mendeteksi kejadian kasus
di tempat kerja tersebut.
3.    Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi
tentang besarnya morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan kejadian penyakit di tempat kerja
tersebut.
4.    Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-
faktor risiko yang berhubungan dengan kasus atau penyakit
pada tempat kerja dalam hal ini rumah sakit di mana perawat
bekerja.
Dengan menegakkan strategi pencegahan berbasis surveilans
maka dengan mudah dapat diidentifikasi faktor penyebab risiko ergonomik
terjadinya penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit sehingga
tindakan pencegahan dan tindakan penatalaksaan penyakit akibat kerja ini
dapat tepat sasaran karena telah dilakukan identifikasi secara rinci

25
mengenai risiko ergonominya. Selain itu, dengan adanya pelaporan hasil
kegiatan surveilans kepada pihak terkait, maka tindakan pencegahan dan
penanggulangan dapat memperoleh sarana dan prasaranan dalam
penegakkannya seperti penyesuai antara lingkungan kerja perawat
dengan beban kerja yang dilakukannya sehingga kasus musculoskeletal
disorders, low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan
sindrom carpal tunnel yang terjadi pada perawat dapat dicegah dan
dikendalikan kejadiannya.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa menegakkan strategi pencegahan berbasis surveilans
maka dengan mudah dapat diidentifikasi faktor penyebab risiko ergonomik
terjadinya penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit sehingga
tindakan pencegahan dan tindakan penatalaksaan penyakit akibat kerja ini
dapat tepat sasaran karena telah dilakukan identifikasi secara rinci
mengenai risiko ergonominya. Selain itu, dengan adanya pelaporan hasil
kegiatan surveilans kepada pihak terkait, maka tindakan pencegahan dan
penanggulangan dapat memperoleh sarana dan prasarana dalam
penegakkannya seperti penyesuai antara lingkungan kerja perawat
dengan beban kerja yang dilakukannya sehingga kasus musculoskeletal
disorders, low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan
sindrom carpal tunnel yang terjadi pada perawat dapat dicegah dan
dikendalikan kejadiannya.
Langkah surveilans sebagai bentuk strategi pencegahan risiko
ergonomik terhadap penyakit akibat kerja pada pekerja di tempat kerja
meliputi:
1.   Perencanaan Surveilans
2.   Pengumpulan Data
3.   Pengolahan dan Penyajian Data
4.   Analisis Data
5.   Diseminasi (Penyebarluasan Informasi)
6.   Umpan balik (Feed Back)
7.   Investigasi Penyakit
8.   Tindakan Penanggulangan
9.   Evaluasi Data Sistem Surveilans

27
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terkait dengan strategi pencegahan
risiko ergonomi penyakit akibat kerja yakni sebaiknya dilakukan dengan
berbasis surveilans. Hal ini dimaksudkan dengan tujuan agar tindakan
pencegahan dan tindakan penatalaksaan penyakit akibat kerja dapat tepat
sasaran dan dengan segera dapat menurunkan angka morbiditas penyakit
akibat kerja yang terjadi pada perawat. Selain itu, langkah-langkah dalam
pelaksanaan surveilans harus terstruktur dengan baik dan tersistematis
serta tujuan dari kegiatan surveilans yaitu tersedianya data dan informasi
sebagai untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan
yang cepat dan tepat secara menyeluruh dapat tercapai secara efektif dan
efisien dalam hal ini baik secara normatif, strategik serta secara teknis.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abudan, Haidar., 2019.Hubungan antara pekerjaan berat dan hernia


inguinalis di Poli bedah RS Al-Aziz Kabupaten Jombang periode 2017-
2018[online],(diunduh:10/oktober 2020),tersedia dari:
http://eprints.umm.ac.id/47718/1/PENDAHULUAN.pdf

Batubara, Sakti o.,2017.FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN HERNIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF.
DR. W.Z JOHANES KUPANG [online],(diunduh 19/oktober 2020), tersedia
dari: http://cyber-chmk.net/ojs/index.php/ners/article/download/17/17

Faridah,Umi.,dkk.,2018. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Hernia di RS


Islam Arafah Rembang Tahun 2018 [online],(diunduh 19/oktober 2020),
tersedia dari:
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/jikk/article/download/730/486

https://www.klikdokter.com/penyakit/hernia

 https://health.kompas.com/read/2014/06/20/1515387/Hernia.Kurangi.Prod
uktivitas.Kerja.

http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/628

 ILO. 2010. Ergonomic Checkpoints. www.ilo.org.

 Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1087 tahun


2010 tentang Standar Kesehatandan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Jakarta. http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2011/05/Kepmenkes-1087-Standar-K3-RS.pdf diakses 24
Januari 2015.

29
Kuijer PPFM(1), Hondebrink D(2), Hulshof CTJ(2), Van der Molen
HF(2).,2020., Work-relatedness of inguinal hernia: a systematic review
including meta-analysis and GRADE., Hernia. 2020 Oct;24(5):943-950.
doi: 10.1007/s10029-020-02236-0. Epub 2020 May 30, tersedia dari:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32474653/

 Murti, Bhisma. 2010. Surveilans.  Surakarta : Universitas Negeri


Surakarta.

 Menaker. 1996. Permenaker No.5/Men/1996 tentang Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta http://betterwork.org/in-
labourguide/wp-
content/uploads/PERATURAN.MENTERI.TENAGA.KERJA_.NOMOR_..P
ER_..05MEN1996.TENTANG.SISTEM.MANAJEMEN.KESELAMATAN.DA
N_.KE_1.pdf

Sjamsuhidajat,R.Jong,W,D. (2012). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 4,


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Tarwaka, Bakri Solichul HA, Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi Untuk


Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta. UNIBA
PRESS. pp 182-183

The HerniaSurge Group. 2018 . International guidelines for groin hernia


management [online], (diunduh 19 Oktober 2020), tersedia dari :
https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs10029-017-1668-x

Utomo,Deni, Prasetyo . Analisis Pemahaman tentang Penyakit Hernia di


Lingkungan Masyarakat Desa Baturejo[online].(diunduh 10 Oktober 2020),
tersedia dari:
 https://osf.io/hmvyp/download/?format=pdf

30

Anda mungkin juga menyukai