Anda di halaman 1dari 5

RESUM

POLITIK KESEHATAN
HEALTH INEQUALITIES AND SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN HEALTH

Disusun Oleh:
Eni Purwaningsih (102014153016)

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2021
HEALTH INEQUALITIES AND SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN HEALTH

Health Inequalities (Ketidaksetaraan Kesehatan) adalah perbedaan kesehatan yang tidak


adil dan dapat dihindari di seluruh populasi dan diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Ketimpangan kesehatan muncul karena kondisi dimana kita dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja
dan menua. Kondisi ini mempengaruhi peluang kita untuk kesehatan yang baik dan car akita
berpikir, merasa, dan bertindak ini membentuk kesehatan mental, kesehatan fisik, dan
kesejahteraan kita. Dalam keseharian, ada banyak faktor sosial yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Faktor-faktor tersebut dapat berkontribusi dalam terjadinya
ketidakseimbangan kesehatan diantara kelompok sosial. Faktor-faktor tersebut juga dapat
mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Inequity in health
merupakan sebuah dugaan empiris dan merujuk pada perbedaan status kesehatan antar kelompok
yang berbeda.

Ketidaksetaraan kesehatan telah didokumentasikan antara kelompok populasi di


setidaknya empat dimensi. Penting untuk dicatat bahwa ini adalah dimensi yang tumpang tindih
dengan orang-orang yang sering jatuh ke dalam berbagai kombinasi kategori ini. Contoh
karakteristik orang/komunitas di masing-masing kelompok ini di bawah ini (ini bukan daftar
yang lengkap):
1. Status sosial-ekonomi dan deprivasi : misal pengangguran, berpenghasilan rendah, orang-
orang yang tinggal di daerah tertinggal (misalnya perumahan yang buruk, pendidikan yang
buruk dan/atau pengangguran).
2. Karakteristik yang dilindungi: mis. usia, jenis kelamin, ras, orientasi seksual, disabilitas
3. Kelompok masyarakat yang rentan, atau kelompok 'kesehatan inklusi': mis. rentan.
migran; Komunitas Gipsi, Roma, dan Wisatawan; orang yang susah tidur dan tunawisma;
dan pekerja seks
4. Geografi: mis. perkotaan, pedesaan.

Beberapa contoh ketidaksetaraan Kesehatan yaitu (WHO, 2009) :


a. Harapan hidup untuk laki-laki Pribumi Australia lebih pendek 17 tahun daripada semua
laki-laki Australia lainnya.
b. Kematian ibu adalah 3-4 kali lebih tinggi di antara orang miskin dibandingkan dengan
orang kaya di Indonesia. Perbedaan kematian orang dewasa antara lingkungan paling
miskin dan paling miskin di Inggris adalah lebih dari 2,5 kali.
c. Kematian anak di daerah kumuh Nairobi adalah 2,5 kali lebih tinggi daripada di bagian
lain kota. Seorang bayi yang lahir dari ibu Bolivia tanpa pendidikan memiliki 10%
kemungkinan meninggal, sementara bayi yang lahir dari seorang wanita dengan
pendidikan minimal menengah memiliki peluang 0,4%.
d. Di Amerika Serikat, 886.202 kematian akan dapat dihindari antara tahun 1991 dan 2000
jika tingkat kematian antara kulit putih dan Afrika-Amerika disamakan. (Ini kontras
dengan 176 633 nyawa yang diselamatkan di AS oleh kemajuan medis pada periode yang
sama.)
e. Di Uganda tingkat kematian anak-anak di bawah 5 tahun di seperlima rumah tangga
terkaya adalah 106 per 1000 kelahiran hidup tetapi di seperlima rumah tangga termiskin
di Uganda bahkan lebih buruk – 192 kematian per 1000 kelahiran hidup – yang hampir
seperlima dari semuanya bayi lahir hidup dari rumah tangga termiskin ditakdirkan untuk
mati sebelum mereka mencapai ulang tahun kelima mereka. Tetapkan ini terhadap tingkat
kematian rata-rata untuk balita di negara-negara berpenghasilan tinggi sebesar 7 kematian
per 1000.
Daftar berikut memberikan contoh determinan sosial kesehatan, yang dapat mempengaruhi
kesetaraan kesehatan secara positif dan negatif:
a. Pendapatan dan perlindungan sosial
Semakin rendah posisi sosial ekonomi individu, semakin tinggi risiko kesehatan yang
buruk.
b. Pendidikan
Individu dengan pendidikan tersier memiliki faktor resiko lebih rendah dengan
ketidaksetaraan kesehatan dibandingkan dengan individu yang hanya memiliki pendidikan
menengah atau di bawahnya. Hal ini disebabkan individu dengan pendidikan tersier
memiliki peluang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan dan dapat meningkatkan
kesehatan.
c. Pengangguran dan ketidakamanan pekerjaan
Pengangguran dikaitkan dengan berbagai konsekuensi kesehatan yang merugikan termasuk
kesehatan yang lebih buruk, meningkatkan masalah kesehatan fisik dan mental.
d. Kondisi kehidupan kerja
Merupakan kondisi sekitar pekerja atau karyawan terbuka maupun tertutup baik di dalam
ruangan maupun di lapangan. Kondisi ini merupakan sumber pajanan bahaya yang bisa
berasal dari faktor fisik, kimia, biologi dan ergonomi.
e. Kerawanan pangan
Kerawanan pangan menunjukkan ketidakteraturan akses terhadap jumlah dan kualitas
pangan. Di negara berkembang lebih dari setengah pendapatan rumah tangga digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dan hal ini menyebabkan keadaan rawan jika
terjadi fluktuasi harga secara tiba-tiba yang dapat mendorong orang masuk dalam
kemiskinan dan menghambat upaya pengentasan kemiskinan.
f. Perumahan, fasilitas dasar dan lingkungan
Seseorang yang berpenghasilan cukup, memiliki aset rumah yang bersih, cukup ventilasi dan
mendukung kesehatan yang mungkin tidak mampu dimiliki oleh kelompok miskin.
g. Perkembangan anak usia dini
Perkembangan yang diperoleh pada masa usia dini sangat mempengaruhi perkembangan
anak pada tahap berikutnya dan dapat meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasa.
Oleh karena itu pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian berbagai kalangan baik
para orangtua, para ahli pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Selain itu kurangnya akses
serta kemampuan untuk memilih makanan sehat dan seterusnya dapat menyebabkan
stunting ataupun obesitas.
h. Inklusi sosial dan non-diskriminasi
Inklusi sosial dan non diskriminasi adalah setiap orang memiliki akses dan dapat
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas dalam masyarakat. Setiap orang atau kelompok
masyarakat memiliki akses atau dapat berpartisipasi untuk menikmati pendidikan,
mendapatkan pelayanan kesehatan, kesempatan untuk bekerja, berekspresi dan sebagainya.
Tetapi sayangnya kemiskinan berkaitan dengan rendahnya partisipasi dalam pendidikan baik
untuk pendidikan dasar dan apalagi pendidikan tinggi. Rendahnya partisipasi dalam
pendidikan berdampak pada rendahnya keterampilan yang diperlukan dalam dunia industri.
Kemiskinan juga berkaitan dengan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
layak. Rendahnya pendapatan dan tingginya biaya perawatan rumah sakit mengakibatkan
orang-orang miskin tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
layak.
i. Konflik struktural
Banyak terjadi konflik (peperangan) merupakan ancaman nyata bagi pembangunan manusia.
j. Akses ke pelayanan kesehatan yang terjangkau dengan kualitas yang layak.
Rekomendasi pengurangan ketidaksetaraan kesehatan menurut WHO:
a. Memperbaiki kondisi kehidupan sehari-hari, termasuk keadaan di mana orang
dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan menua.
b. Atasi ketidaksetaraan distribusi kekuasaan, uang dan sumber daya – pendorong
struktural dari kondisi tersebut – secara global, nasional dan lokal.
c. Mengukur dan memahami masalah dan menilai dampak tindakan.
Singkatan atau kepanjangan dari sustainable development goals, yaitu sebuah dokumen
yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara
di dunia. SDG’s merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dibangun pada MDGs (Millenium
Development Goals), Tujuan Pembangunan Millenium, yang mulai dijalankan pada September
2000 dan berakhir di tahun 2015.

Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan SDGs, yaitu:
1. Indikator yang melekat pada pembangunan manusia (Human Development), seperti
pendidikan dan kesehatan.
2. Indikator yang melekat pada lingkungan kecil (Social Economic Development), seperti
ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan serta pertumbuhan ekonomi.
3. Indicator yang melekat pada lingkungan yang lebih besar (Environmental Development),
seperti ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik.

Tujuan pembangunan berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk 2016-


2030 (WHO, 2020) :
Gambar 1. Sustainable Development Goals

Anda mungkin juga menyukai