KUALITATIF
OLEH:
Gambar 1. 1 Persentase Pengguna Internet Dari Total Penduduk Per Provinsi Di Jawa 2019-2020
Sumber : Laporan survei internet APJII 2019-2020
Kecanduan / adiksi internet (seperti game online) memiliki efek yang merugikan pada
kehidupan remaja seperti penurunan kinerja akademis, kesehatan fisik, dan mental dan hubungan
interpersonal (Shapira et al 2000; Young 1996; Chou, Liu, Yang, Yen, & Hu, 2015). Sebab itu,
pemantauan perilaku penggunaan internet seperti permainan game online pada remaja diperlukan
untuk mendeteksi kecanduan internet sejak dini. Gangguan permainan internet (IGD) memiliki
hubungan dengan tekanan psikologis dan telah didokumentasikan. Misalnya IGD telah dikaitkan
dengan depresi, kecemasan, defisit perhatian perilaku kompulsif obsesif, hiperaktif, rendah diri,
kesepian, dan fobia sosial (Lin et al., 2021),(Andreassen et al., 2016). Sebuah penelitian di India
menyatakan bahwa deperesi adalah gangguan komorbid utama Internet addiction (IA) , harga
diri adalah sikap individu terhadap dirinya sendiri yang dapat bersifat positif atau negative dan
dipahami sebagai salah satu komponen inti dari depresi. Sehingga individu dengan asumsi
kognitif irasional tentang dirinya, memungkinkan memiliki harga diri lebih rendah dan
cenderung terlibat dalam perilaku adiktif yang membantu mereka sementara waktu melepaskan
diri dari asumsi kognitif mereka tentang diri (Anand et al., 2018).
Remaja yang bermain game online maupun offline secara berlebihan tanpa mengenal
waktu membuat mereka mengabaikan aktivitas lainnya bahkan untuk makan sehingga hal
tersebut dapat berdampak buruk pada status gizinya. Menurut psikolog Tara Adhisti de Thouars
saat media gathering lightHOUSE Indonesia di Wyl's Kitchen di Jakarta pada Jumat 24 Februari
2017 (dalam Evana Nisa’ul Ammar dan Ira Nurmala 2020) gangguan makan mempunyai
dampak yang sangat serius yaitu kematian, gangguan makan itu sendiri merupakan suatu
masalah kesehatan penyumbang angka kematian tinggi pada kasus klinis gangguan jiwa. Adanya
kondisi psikologis dan medis yang serius merupakan pemicu suatu kondisi psikiatrik seseorang
yaitu gangguan makan (Ammar and Nurmala, 2020).
Dalam penelitian (Sanditaria, 2012) di wilayah sumedang dihasilkan 62% anak termasuk
dalam kategori kecanduan game online. Sedangkan pada penelitian (Fuadi, 2016) di warnet
cross Ploso Baru, Surabaya di dapatkan remaja yang mengalami kecanduan game online sedang
41,7%, kecanduan ringan 25%, kecanduan berat 25%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan
pengambilan data awal di Sidoarjo yang dilakukan pada bulan Juli 2020 dengan mengobservasi
dan wawancara pada beberapa remaja, peneliti menemukan dari 10 responden pengguna game
online 4 remaja (40%) mengatakan sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang tua, 2 remaja
(20%) mengatakan orang tua melarangnya untuk bermain game online, 4 remaja (40%)
mengatakan orang tua mengetahui bermain game online dan tidak melarang. Di dapatkan pula
60% atau 6 dari 10 responden mengatakan mereka ada permasalahan dengan orang tua terkait
dengan sering pulang malam, pacaran, model pakaian, model rambut, dan tuntutan orang tua
akan prestasi di sekolah.
Kehadiran game online setidaknya telah menyebabkan adanya dampak baik positif
maupun negatif yang saling bertolak belakang. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi berlangsung begitu cepat. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan informasi saja,
namun juga memenuhi kebutuhan hiburan. Perkembangan ini mendorong bangkitnya industri
kreatif berbasis teknologi komunikasi dan informasi, salah satunya adalah game online. Industri
ini ternyata mampu memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi, hal ini merupakan dampak
positif dari game online (Fajri, 2012). Dilansir dari cnbc indonesia, 13 dan 15 April 2019 karena
perputaran uang di industry game mencapai Rp 12 triliun maka pemerintah membangun
insfrastruktur digital untuk mendukung dan memfasilitasi para gamers.
Namun disisi lain terdapat juga muncul dampak negatif dari industry game online misalnya
saja adanya kecanduan dari para penikmat game terutama kaum remaja. Tidak jarang kita jumpai
saat jam-jam sekolah, para remaja yang seharusnya menghabiskan waktu mereka untuk menuntut
ilmu di sekolah justru memenuhi game centre yang ada di pinggir-pinggir jalan. Ditambah lagi
munculnya game online yang menjual pornografi dan kekerasan untuk mempercepat penjualan.
Untuk itu perlu kerjasama antara pengembang game online dengan pemerintah agar industri ini
berjalan dengan sehat. Pengembang game online juga harus lebih memperhatikan kualitas game
yang diproduksinya Selain itu yang lebih mencengangkan dari dampak negative game online
adalah adanya kasus-kasus kriminal dikarenakan kecanduan game online (Fajri, 2012).
Kecanduan game online ditetapkan WHO 2019 lalu (Purwaningsih and Nurmala, 2021).
hampir sama dengan kecanduan narkoba, dimana orang yang sudah kecanduan bisa
menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya tersebut. Salah satu contoh kasus
kekerasan yang dilakukan oleh gamers genre kekerasan sempat menggegerkan publik seperti
kasus yang terjadi di Amerika pada tahun 2003 lalu, seorang remaja yang masih berusia 18
bernama Devin Moore nekat merebut senjata api dari polisi yang menahannya karena kasus
pencurian kendaraan. Akibatnya tiga polisi tewas seketika, ia mengklaim dirinya terinspirasi dari
game Grand Theft Auto III. Peneliti di Amerika menyimpulkan bahwa game genre kekerasan ini
memiliki korelasi terhadap tindakan kekerasan. Saat memainkan game jenis ini pemain akan ikut
berpatisipasi dan secara mental akan memengaruhi cara berpikir (Ayu Rini, 2011). Kasus akibat
kecanduan game online akhir-akhir ini sudah banyak diberitakan di televisi maupun media cetak
ataupun online, seperti dilansir di Jawa Pos.com pada 11 Mei 2021 ada berita tentang bocah
SMP yang membakar rumah tetangga berlokasi kejadian di Kecamatan Candi, Kabupaten
Sidoarjo. Tepatnya di Perum Citra Sentosa Mandiri. Pelaku adalah remaja berusia 15 tahun dan
diduga kejadian ini sebagai bentuk pelampiasan dan kecanduan game online. Menurut psikolog,
Herliyana Isnaeni menjelaskan bahwa usia 15 tahun tergolong anak-anak dengan fase menuju
dewasa yang berada dalam siklus storm dan stress dalam masa peralihan sehingga emosinya
kurang stabil (Jawa Pos.com).
Fungsi rekreasi dari game online, game online yang berlebihan dan berkepanjangan
terbukti terkait dengan efek yang merugikan, termasuk performa akademis yang buruk,
kesejahteraan yang rendah, dan rasa kesepian yang tinggi, serta kurangnya hubungan di
kehidupan nyata. Lebih serius dan spesifik, pemain game online pada akhirnya dapat
mengembangkan IGD, yang telah diberi label sebagai syarat untuk penyelidikan lebih lanjut
dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) dan diakui sebagai kondisi
kesehatan mental baru oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke-11, edisi Klasifikasi
Penyakit Internasional (ICD-11). Siswa dari sekolah menengah, sekolah menengah teknik,
sekolah teknik, dan sekolah menengah pertama merupakan mayoritas (55%) dari pemain game
online China, perhatian penelitian lebih lanjut harus ditujukan untuk mengurangi risiko IGD di
sekolah (Purwaningsih and Nurmala, 2021).
Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs)
untuk 2016-2030 (WHO, 2020) nomor 3 adalah memastikan hidup sehat dan mempromosikan
kesejahteraan bagi semua segala usia. Definisi sehat dalam WHO adalah “Health is a state of
complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or
infirmity”. Tujuan ini dimaksudkan untuk menjamin kehidupan masyarakat yang sehat demi
terwujudnya kesejahteraan. Tidak hanya kesehatan fisik saja, namun juga kesehatan mental dan
sosial.
Dalam penelitian D. Nungdyasti, hasil observasi dan wawancara yang didapatkan di
Sekolah Menengah Pertama 2 Sidoarjo terdapat fakta bahwa sebanyak 40% dari siswa
menggunakan permainan smartphone atau online dengan frekuensi bermain sebanyak lebih dari
3 jam sehari secara berturut-turut. Ada juga siswa yang memainkan game online pada saat proses
kegiatan belajar mengajar (KBM) sedang berlangsung dan pada saat memasuki waktu istirahat
siswa secara bersama-sama berkumpul untuk kembali memainkan permainan game. Sebagai
Guru BK telah memberikan sanksi berupa teguran, pemanggilan orang tua siswa, bahkan
terdapat sanksi hukuman skorsing yang diberikan kepada siswa. Hal ini banyak terjadi di
kalangan siswa kelas VIII (Nungdyasti, 2019).
Tumbuh kembang secara optimal dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor genetis,
herediter, dan konstitusi dengan faktor lingkungan, agar faktor lingkungan memberikan pengaruh
yang positif bagi tumbuh kembang anak, maka diperlukan pemenuhan kebutuhan dasar tertentu,
kebutuhan dasar ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu asuh, asih, dan asah (Soetjiningsih,
1995, dalam (Nursalam, 2005)). Upaya pendampingan dan penerapan pola asuh orang tua
terhadap aktivitas yang dilakukan remaja sangat berpengaruh pada tingkat permasalahan yang
muncul akibat kecanduan game online (Kim, D. H, Jeong, 2010). Game online merupakan
masalah psikososial yang banyak ditemukan pada anak dan remaja (Rahmawati, 2013).
Kecanduan game online merupakan masalah psikososial yang banyak ditemukan pada anak
remaja (Rahmawati, 2013). Kecanduan game online yang dialami oleh remaja umumnya
semakin lama semakin meningkat sesuai tahapan perkembangan yang dialami. Hal ini
dikarenakan remaja merupakan kelompok yang mudah terpengaruh, masih suka bermain,
bergerak, dan menyukai permainan yang mempunyai peraturan dan bernuansa persaingan
sehingga membuat pemainnya akan bermain terus-menerus (kecanduan) tanpa mempedulikan
berapa lama waktu yang dipergunakan (Trijaya, 2009 dalam (Apriyanti, 2015)). Remaja
dikatakan kecanduan game online jika telah bermain dalam waktu lebih dari 3 jam dengan
frekuensi 3-4 kali tiap minggu (Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., Peter, 2009). Akibat dari
kecanduan game online dijelaskan oleh Steward (Lee, 2011) antara lain kehilangan hubungan
interpersonal, kegagalan untuk mengatasi tanggung jawab, mengalami gangguan aspek
kehidupan dan kesehatan yang buruk. Secara khusus juga dijelaskan oleh (David, B. & Wiemer-
Hasting, 2005) bahwa adiksi terhadap game online memberikan beberapa aspek negatif yang
merujuk ke arah adanya konsekuensi seperti putus sekolah, munculnya permasalahan antara
hubungan pertemanan dan permasalahan keluarga.
Sikap orang tua kepada anak, kedekatan dalam keluarga, dan paparan kekerasan dalam
rumah tangga berhubungan dengan kecanduan game online (Choi, K, & Gwak, 2009). Perilaku
yang muncul dikarenakan game online secara berlebih mendorong dibutuhkan intervensi
keluarga untuk mencegah adanya kecanduan game online (Lee, 2011). Penting bagi orang tua
agar secara intens menjalin komunikasi dengan anaknya, diharapkan orang tua dapat mengubah
cara interaksi, komunikasi serta melakukan pendampingan bagi anak (Primartantyo, 2012). Dari
hasil penelitian pendahuluan oleh peneliti didapatkan bahwa beberapa sekolah menerapkan
kebijakan/ peraturan terkait pencegahan adiksi game online dengan memberikan pemberitahuan
baik pada anak maupun orang tua anak agar dapat melarang putra-putrinya bermain game online
sampe larangan untuk tidak membawa HP kesekolah. Saat disekolah pengawasan pada anak
untuk tidak bermain game online diawasi langsung oleh sekolah/ guru, namun saat dirumah anak
diluar pantauan sekolah dapat dengan sembunyi-sembunyi untuk bermain game online tanpa
sepengetahuan orang tua. Di negara-negara maju seperti Korea, Karena hal tersebut diatas
peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai adakah regulasi terkait pencegahan adiksi game
online pada remaja di Kabupaten Sidoarjo.
1.2 Kajian Masalah
Seperti yang sudah saya jelaskan di latar belakang masalah bahwa terdapat kasus di
Kecamatan Candi, Kab. Sidoarjo yang diduga disebabkan adiksi game online pada remaja
sehingga memicu tindakan kriminalitas yang dilakukan karena tidak diberi uang untuk Top up
game online oleh orang tuanya. Seperti dilansir di Jawa Pos.com pada 11 Mei 2021 ada berita
tentang bocah SMP yang membakar rumah tetangga berlokasi kejadian di Kecamatan
Kecamatan Candi. Tepatnya di Perum Citra Sentosa Mandiri. Pelaku adalah remaja berusia 15
tahun dan diduga kejadian ini sebagai bentuk pelampiasan dan kecanduan game online. Menurut
psikolog, Herliyana Isnaeni menjelaskan bahwa usia 15 tahun tergolong anak-anak dengan fase
menuju dewasa yang berada dalam siklus storm dan stress dalam masa peralihan sehingga
emosinya kurang stabil (Jawa Pos.com).
Berdasarkan hasil pengamatan / observasi yang dilakukan di Kec. Sidoarjo, Kab. Sidoarjo
bahwa terdapat banyak anak usia remaja yang bermain game online hingga adanya turnamen.
Terdapat juga game centre di beberapa tempat di Kabupaten Sidoarjo yang banyak dikunjungi
remaja. Namun ada juga remaja yang memiliki sarana untuk bermain game online dirumah. Jika
tidak ada pengawasan dari orang tua maka dapat menyebabkan permainan yang berlebihan game
online pada anak, dimana dalam waktu panjang akan dapat menimbulkan gejala adiksi game
online.
Sedikit yang mengetahui tentang strategi atau mekanisme untuk meningkatkan
pengaturan/ pengendalian diri dalam bermain game online yang dapat dikembangkan menjadi
intervensi baru baru (Carras, Carras and Labrique, 2020). Perlu adanya terobosan melalui
mekanisme permainan, alarm atau pengaturan batas lainnya dengan tujuan aktivitas yang tepat
seputar bermain game online misalnya maksimal bermain 2 jam. Seperti yang dilansir di detik
news, Jumat 8 November 2019 bahwa pemerintah China akan menerapkan undang- undang baru
terkait pencegahan adiksi game online dan pelarangan untuk bermain game online dimalam hari
pada anak-anak. Di bawah aturan baru ini, anak-anak di bawah usia 18 tahun akan dilarang
bermain game online antara pukul 22:00 sampai 08: 00 dan waktu bermain dibatasi hanya 90
menit pada hari kerja. Pembatasan waktu bermain ini akan diperpanjang hingga tiga jam pada
akhir pekan dan hari libur dan bagi anak di bawah umur juga diterapkan pembatasan khusus
terkait durasi bermain game online. Pemerintah juga akan menerapkan sistem registrasi dengan
menggunakan nama asli serta memaksa perusahaan untuk memverifikasi usia gamer terhadap
basis data nasional dalam upaya untuk menghentikan anak-anak dari menggunakan identitas
orang tua mereka untuk mendaftarkan akun game. Selain aturan tersebut, juga terdapat aturan
pembatasan waktu bermain dan berapa banyak uang yang dapat dimasukkan kedalam akun game
(https://news.detik.com).
Di Korea juga ada pertauran yang mengatur jam bermain game online pada anak yang
dikenal sengan sebutan Cinderella Law. Cinderella Law ini melarang remaja atau anak-anak di
bawah usia 16 tahun bermain game dari pukul 00.00 hingga 06.00. Kebijakan atau hukum ini
telah diberlakukan Korea Selatan sejak tahun 2011 (medcom.id, 26 Agustus 2021). Namun
aturan tersebut direncanakan akan dihapus akhir tahun 2021. Pemerintah Korea Selatan akan
menghapus kebijakan dimana sebelumnya bertujuan guna mencegah remaja dan anak-anak
begadang atau bermain game hingga larut malam sebagai respon atas kebebasan anak-anak dan
memberikan tanggung jawab lebih pada orang tua.
Prevalensi kecanduan game online ditemukan lebih tinggi pada remaja. Hal ini
disebabkan hampir setiap remaja memiliki akses yang sangat mudah terhadap berbagai
perkembangan teknologi, terutama pada game online (Rehbein et al., 2015). Untuk itu kecanduan
game online pada remaja perlu mendapat upaya pencegahan. Pencegahan adalah istilah yang
mencakup beragam intervensi yang bertujuan menghalangi dan menghindari kondisi yang
berisiko bermasalah (O’Connell et al., 2009). Pencegahan kecanduan game online dapat
dilakukan keluarga, sekolah dan masyarakat (O’Connell et al., 2009; Rutter et al., 2017). Xu,
Turel, & Yuan (2012) mengungkapkan 6 faktor pencegahan kecanduan game online, yaitu
attention switching, dissuasion, education, parental monitoring dan perceived cost (Novrialdy
Eryzal dan Atyarizal Rozi, 2019).
Salah satu faktor pencegahan kecanduan game online yang telah disebutkan, yaitu
education atau pendidikan. Pendidikan dapat ditujukan untuk membangun kognisi yang baik
sehingga individu memiliki pemahaman tentang bahaya kecanduan game online. Selain itu,
pendidikan juga dapat mendorong pemikirian rasional sehingga mengurangi penggunaan
berlebihan yang pada akhirnya dapat mencegah kecanduan (Faggiano et al., 2008). Pencegahan
ini perlu dilakukan karena pemain game online mungkin tidak menyadari potensi konsekuensi
negatif dari game online sehingga membuatnya menjadi pecandu game online (Irmak &
Erdoğan, 2015) (Novrialdy Eryzal dan Atyarizal Rozi, 2019).
Pencegahan yang dilakukan di sekolah menjadi penting karena remaja juga memiliki
peran sebagai siswa dan waktunya banyak dihabiskan di sekolah. Upaya yang dilakukan sekolah
lebih efisien karena dapat mencakup banyak siswa (Griffin & Botvin, 2010). Selain itu,
pencegahan yang dilakukan sekolah juga efektif (Wells et al., 2003). Keberhasilan pencegahan
yang dilakukan sekolah terhadap penyalahgunaan narkoba (Faggiano et al., 2008) dan perjudian
(Dickson et al., 2004) dapat memperkuat upaya pencegahan kecanduan game online. Sekolah
sebagai sarana pendidikan dapat memberikan upaya pencegahan kecanduan game online pada
siswa (Throuvala et al., 2018). Hal ini bisa dilakukan dengan usaha meningkatkan pemahaman
siswa tentang bahaya kecanduan game online. Menurut Irmak & Erdoğan (2015) kurangnya
pengetahuan dan pemahaman tentang bahaya game online mengakibatkan siswa bisa menjadi
kecanduan. Maka upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bahaya kecanduan game
online menjadi sangat penting untuk dilakukan. Dibutuhkan peran nyata dari tenaga pendidik di
sekolah untuk dapat membantu siswa memperoleh pemahaman tentang bahaya kecanduan game
online agar dapat terhindar dari kecanduan game online. Salah satu tenaga pendidik yang
dimaksud adalah guru BK (Novrialdy Eryzal dan Atyarizal Rozi, 2019).
Di Indonesia sendiri dalam penelitian pendahuluan peneliti melalui searching data
sekunder di Google, belum menemukan adanya regulasi baik berupa peraturan maupun undang-
undang yang dibuat oleh pemerintah terkait pencegahan terhadap adiksi game online. Maka
peneliti berminat untuk meneliti secara Bottom Up, dari tingkat bawah dulu yaitu tingkat
RT/RW, sekolah hingga tingkat pemerintah Kabupaten untuk menguak lebih dalam terkait
regulasi yang telah ada untuk pencegahan adiksi game online di Kabupaten Sidoarjo.
1.5.2 Praktis
1. Bagi petugas kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam memberikan
pengetahuan yang efektif bagi petugas kesehatan di Sidoarjo terkait pencegahan
adiksi game online melalui regulasi .
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk strategi sekolah
dalam upaya pencegahan adiksi game online pada remaja.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk peneliti
selanjutnya dan menambah wawasan peneliti tentang pengtingnya dukungan regulasi
pencegahan adiksi game online pada remaja dan bermanfaat untuk mengembangkan
penelitian lebih lanjut mengenai upaya pencegahan adiksi game online pada remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan: Diteliti
Tidak diteliti
4.2 Informan
Pengertian informan adalah subyek penelitian yang dapat memberikan informasi
mengenai fenomena/permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif,
informan terbagi menjadi tiga yaitu (Heryana, 2018):
1. Informan kunci
2. Informan utama
3. Informan Pendukung
Informan kunci adalah informan yang memiliki informasi secara menyeluruh tentang
permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Informan kunci bukan hanya mengetahui tentang
kondisi/fenomena pada masyarakat secara garis besar, juga memahami informasi tentang
informan utama. Dalam pemilihan informan kunci tergantung dari unit analisis yang akan diteliti.
Misalnya pada unit sebuah organisasi, informan kuncinya adalah pimpinan organisasi tersebut.
Gambar 2. Tahap Pemilihan Informan dalam Penelitian Kualitatif Sumber: (Robinson, 2014)
Informan kunci sebaiknya orang yang bersedia berbagi konsep dan pengetahuan dengan
peneliti, dan sering dijadikan tempat bertanya oleh peneliti. Untuk itu sebaiknya dalam
pengumpulan data peneliti sebaiknya memulainya dari informan kunci untuk mendapatkan
gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang masalah yang diamati. Dengan demikian terdapat
empat kriteria dalam menentukan informan kunci (Martha & Kresno, 2016):
a. Harus menjadi peserta aktif dalam kelompok, organisasi, atau budaya yang diteliti, atau telah
melalui tahap enkulturasi
b. Harus terlibat dalam budaya yang diteliti “saat ini”. Penekanan “saat ini” sangat penting,
karena jangan sampai informan kunci lupa dengan masalah yang akan diteliti
c. Harus memiiki waktu yang memadai. Informan kunci tidak cukup hanya memiliki kemauan,
namun dapat memberikan informasi kapan pun saat dibutuhkan
d. Harus menyampaikan informasi dengan bahasa sendiri (natural). Sebaiknya informan yang
menyampaikan informasi dengan “bahasa analitik” dihindari karena informasi yang dihasilkan
sudah tidak natural.
Informan utama dalam penelitian kualitatif mirip dengan “aktor utama” dalam sebuah
kisah atau cerita. Dengan demikian informan utama adalah orang yang mengetahui secara teknis
dan detail tentang masalah penelitian yang akan dipelajari. Misalnya pada penelitian tentang
perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan Posyandu sebagai informan utama adalah ibu yang
memlilki Balita, sedangkan sebagai informan kunci adalah kader posyandu.
Informan pendukung merupakan orang yang dapat memberikan informasi tambahan
sebagai pelengkap analisis dan pembahasan dalam penelitian kualitatif. Informan tambahan
terkadang memberikan informasi yang tidak diberikan oleh informan utama atau informan kunci.
Misalnya pada penelitian tentang implementasi budaya keselamatan pada pekerja bagian
produksi di sebuah perusahaan manufaktur, sebagai informan bisa dipilih dari bagian yang tidak
terlibat langsung dalam proses produksi atau bagian yang menikmati output dari bagian produksi
misalnya bagian gudang. Sementara sebagai informan utama adalah karyawan bagian produksi
dan sebagai informan kunci adalah manajer produksi atau manajer HSE (K3).
Dalam penelitian kualitatif tidak harus terdiri dari tiga jenis informan di atas, hal ini
tergantung pada konteks permasalahan penelitian. Penggunaan ketiga jenis informan di atas
adalah untuk tujuan validitas data menggunakan metode triangulasi. Peneliti sebaiknya
mengumpulkan informasi dari informan tersebut secara berurutan mulai dari informan kunci,
informan utama, dan informan pendukung (lihat gambar 3 di bawah).
Pada beberapa penelitian kualitatif bahkan hanya memerlukan satu informan utama saja,
jika masalah tersebut memang benar-benar sebagai sesuatu yang unik pada orang tersebut.
Penentuan jumlah informan pada peneltian kualitatif dijelaskan pada sub bab berikut.
Gambar 2. Urutan Pengumpulan Data pada Informan dengan Triangulasi (Heryana, 2018)
Informan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan informan yang tahu dan paham
tentang kegiatan yang berlandaskan pada strategi Promosi Kesehatan misalnya kegiatan
advokasi, bina suasana, pemberdayaan masyarakat yang diperkuat dengan kemitraan. Strategi
yang disampaikan nantinya diarahkan pada kegiatan pencegahan adiksi game online pada remaja
yang ada di Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini menggunakan 10 (sepuluh) informan utama yang terdiri dari 2 (dua) orang
tua siswa Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Candi, 4 (empat) guru yang berasal dari
Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Candi, 1 (satu) Kepala Dinas kesehatan kabupaten
Sidoarjo (atau yang mewakili), 1 (Satu) kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo (atau yang
mewakili), 1 (satu) kepala Dinas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab Sidoarjo (atau
yang mewakili), 1 (satu) kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Sidoarjo dan
menggunakan 4 (enam) informan kunci. Informan kunci ini merupakan informan yang
mengalami secara langsung kegiatan yang diadakan di sekolah sesuai dengan yang disampaikan
informan utama. Empat informan kunci ini mencakup siswa sekolah dari kelas 1 (satu) hingga
kelas 3 (tiga) SMP di sekolah menengah pertama daerah Kecamatan Candi, Kab. Sidoarjo.
Ammar, E. N. and Nurmala, I. (2020) ‘Analisis Faktor Sosio-Kultural terhadap Dimensi Body
Image pada Remaja’, Journal of Health Science and Prevention, 4(1), pp. 23–31. doi:
10.29080/jhsp.v4i1.255.
Anand, N. et al. (2018) ‘Internet use behaviors, internet addiction and psychological distress
among medical college students: A multi centre study from South India’, Asian Journal of
Psychiatry. Elsevier B.V., 37, pp. 71–77. doi: 10.1016/j.ajp.2018.07.020.
Andreassen, C. S. et al. (2016) ‘The relationship between addictive use of social media and
video games and symptoms of psychiatric disorders: A large-scale cross-sectional study’,
Psychology of Addictive Behaviors. Educational Publishing Foundation, 30(2), pp. 252–262.
doi: 10.1037/adb0000160.
Apriyanti, M. F. (2015) ‘Perilaku Agresif Remaja Yang Gemar Bermain Game Online (Studi
Kasus Di Kelurahan Ngagel Rejo Kecamatan Wonokromo Surabaya)’.
Asosiasi Penyedia Jaringan Internet Indonesia (2018) ‘Laporan Survei Internet APJII 2017-
2018’, Apjii. Available at: www.apjii.or.id.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016) ‘Laporan Survei Internet APJII 2016-
2017’, Journal of Chemical Information and Modeling. Available at:
https://apjii.or.id/survei.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2020) ‘Laporan Survei Internet APJII 2019 –
2020’, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pp. 1–146. Available at:
https://apjii.or.id/survei.
Choi, K, & Gwak, H. (2009) ‘Internet Overuse and Excess Daytime Sleepiness in Adolecents’,
Psychiatric and Clinical Neurosciences, 63, pp. 455–462.
Carras, M. C., Carras, M. and Labrique, A. B. (2020) ‘Stakeholders’ consensus on strategies for
self-and other-regulation of video game play: A mixed methods study’, International
Journal of Environmental Research and Public Health, 17(11), pp. 1–14. doi:
10.3390/ijerph17113846.
David, B. & Wiemer-Hasting, P. (2005) ‘Addiction to the Internet and Online Gaming’, Cyber
Psychology and Behaviour, 8, pp. 110–113.
Fajri, C. (2012) ‘Tantangan Industri Kreatif-Game Online di Indonesia’, Jurnal ASPIKOM, 1(5),
p. 443. doi: 10.24329/aspikom.v1i5.47.
Fuadi, A. R. (2016) ‘Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecanduan Game Online Pada
Remaja Di Warnet Cross Ploso Baru Surabaya’.
Heryana, A. (2018) ‘Informan dan Pemilihan Informan pada Penelitian Kualitatif’, Informan dan
Pemilihan Informan pada Penelitian Kualitatif, 25(December), pp. 1–14.
Kim, D. H, Jeong, E. U. (2010) ‘Preventive Role of Parents in Adolescent Problematic Internet
Game Use in Korea’, Korean Journal of sociology.
Lee, E. J. (2011) ‘Acase Study of Internet Game Addiction’, Journal of Addiction Nursing.
Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., Peter, J. (2009) ‘Development and validation of a game
addiction scale for adolescents’, Media Psychology.
Lin, C.-Y. et al. (2021) ‘Internet gaming disorder, psychological distress, and insomnia in
adolescent students and their siblings: An actor-partner interdependence model approach’,
Addictive Behaviors Reports. Elsevier Ltd, 13. doi: 10.1016/j.abrep.2020.100332.
Al mubarok, D. F. al dien and Soedirham, O. (2021) ‘Gambaran Faktor Perilaku Bermain Game
Online Pada Remaja’, Preventif : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 12(1), pp. 87–99. doi:
10.22487/preventif.v12i1.185.
Nungdyasti, D. R. (2019) ‘Pengelolaan Diri (Self-Management) Untuk Mengurangi Kecanduan
Game Online Siswa Kelas VIII Di Smp Negeri 2 Sidoarjo’, Bimbingan Dan Konseling, pp.
45–54.
Nursalam (2005) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Pratiwi, P. C. et al. (2012) ‘Perilaku Adiksi Game-online Ditinjau dari Efikasi Diri Akademik
dan Keterampilan Sosial pada Remaja di Surakarta’, Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa,
1(2), pp. 1–15. Available at:
http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/27/17.
Primartantyo, U. (2012) ‘Kecanduan Game Online, Anak Bisa Kriminal’, July.
Prochaska, J. O. and Velicer, W. F. (1997) ‘The transtheoretical model of health behavior
change’, American Journal of Health Promotion, 12(1), pp. 38–48. doi: 10.4278/0890-1171-
12.1.38.
Purwaningsih, E. and Nurmala, I. (2021) ‘The Impact of Online Game Addiction on Adolescent
Mental Health : A Systematic Review and Meta-analysis’, 9, pp. 260–274. doi:
https://doi.org/10.3889/oamjms.2021.6234.
Rahmawati, J. D. W. (2013) ‘Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit’.
Sanditaria, W. (2012) ‘Adiksi Bermain Game Online Pada Anak Usia Sekolah Di Warung
Internet Penyedia Game Online Jatinangor Sumedang’.
Saputra Adhitya M. dan Sary Noni M. (2013) ‘Konseling Model Transteoritik dalam Perubahan
Perilaku Merokok pada Remaja Counseling with the Transtheoritical Model in Changing
Smoking Behavioral among Adolescents’, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(4), pp.
152–157. Available at: https://media.neliti.com/media/publications/39540-ID-konseling-
model-transteoritik-dalam-perubahan-perilaku-merokok-pada-remaja.pdf.
Sharma Manoj and Romas John A. (2012) Book Review: Theoretical Foundations of Health
Education and Health Promotion. Second Edi, Perspectives in Public Health. Second Edi.
USA: Jones & Bartlett Learning, LLC. doi: 10.1177/1757913917722747.
Suranto, A. (2011) Komunikasi Interpersonal. Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yee, N. (2006) ‘The demographics, motivations, and derived experiences of users of massively
multi-user online graphical environments’, Presence: Teleoperators and Virtual
Environments, 15(3), pp. 309–329. doi: 10.1162/pres.15.3.309.
Yudha, W. (2015) ‘Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pecandu Game Online (Studi
Kasus Game Online Let’s Get Rich di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang Tangerang
Selatan)’.
https://www.kominfo.go.id/content/detail/36342/meningkatkan-literasi-digital-memanfaatkan-
internet-lebih-produktif/0/artikel
https://www.jawapos.com/surabaya/11/05/2021/bocah-smp-bakar-rumah-tetangga-di-sidoarjo-
ini-kata-psikolog/
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190415121301-37-66756/beda-fokus-sandiaga-dan-
jokowi-kembangkan-game-online
https://news.detik.com/abc-australia/d-4776565/china-terapkan-aturan-ini-untuk-atasi-
kecanduan-game-online-pada-anak-anak
https://www.medcom.id/teknologi/game/GNG7GyjN-pemerintah-di-korea-selatan-izinkan-anak-
begadang-main-game
Adams, E. & Rollings, A., 2010. Fundamentals of game design Edisi Kedu., Barkeley, CA: New
Riders.
Adiyanti, M.G., 1985. Perkembangan Kelekatan Anak. Universitas Gajah Mada.
Agustiani, H., 2009. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep
Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja), Bandung: PT Refika Aditama.
APJII, 2014. Profil pengguna internet indonesia 2014 P. UI, ed., Jakarta: Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Available at:
https://www.apjii.or.id/content/read/39/27/PROFIL-PENGGUNA-INTERNET-
INDONESIA-2014.
Apriyanti, M.F., 2015. Perilaku Agresif Remaja Yang Gemar Bermain Game Online (Studi
Kasus Di Kelurahan Ngagel Rejo Kecamatan Wonokromo Surabaya). Available at:
elib.unikom.ac.id/download.php?id=170958.
Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Ed Revisi., Jakarta: Rineka
Cipta.
Artanti, A., 2013. Hubungan Interaksi Ibu-Anak Dan Kedisiplinan Di Taman Kanak-Kanak
Kelurahan Mungkid, Mungkid, Magelang. Available at:
eprints.uny.ac.id/15094/1/SKRIPSI.pdf.
Choi, K, & Gwak, H., 2009. Internet Overuse and Excess Daytime Sleepiness in Adolecents.
Psychiatric and Clinical Neurosciences, 63, pp.455–462.
David, B. & Wiemer-Hasting, P., 2005. Addiction to the Internet and Online Gaming. Cyber
Psychology and Behaviour, 8, pp.110–113. Available at:
worldsofeducation.pbworks.com/f/addiction.pdf.
Efendi, F.& M., 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Efendi, N.A., 2014. Faktor Penyebab Bermain Game Online Dan Dampak Negatifnya Bagi
Pelajar.
Feprinca, D., 2015. Hubungan Motivasi Bermain Game Online pada Masa Dewasa Awal
terhadap Perilaku Kecanduan Game Online Defence of the Ancients (DotA2) (skripsi-
dipublikasikan). Malang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
Freeman, C.B., 2008. Internet Gaming Addiction. Journal for Nurse Practitioners, Vol. 4,
pp.42–47.
Fuadi, A.R., 2016. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecanduan Game Online Pada
Remaja Di Warnet Cross Ploso Baru Surabaya.
Green, C & Bavelier, D., 2004. The Cognitive Neuroscience of Video Game, Digital Media:
Transformations in Human Communication, Messaris & Humphreys.
Green & Kreuter. (2005). Promosi Kesehatan. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan.
Haditono, S R, D., 1994. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hurlock, E.B., 2000. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B., 1997. Psikologi Perkembangan Suatu pendekatan rentang kehidupan Kelima.,
Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B., 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
Kelima., Jakarta: Erlangga.
Imanuel, N., 2009. Gambaran profil kepribadian pada Remaja yang Kecanduan Game Online
dan yang Tidak Kecanduan Game Online (skripsi-dipublikasikan). Depok: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Internetlivestats.com, 2016. internetlivestats.com. Available at:
http://www.internetlivestats.com/.
Izzaty, R.E., 2005. Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak Usia TK, Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Kim, D. H, Jeong, E.U., 2010. Preventive Role of Parents in Adolescent Problematic Internet
Game Use in Korea. Korean Journal of sociology.
Kusumadewi, T., 2009. Hubungan Kecanduan Game Online dengan Perilaku Sosial pada
Remaja (skripsi-dipublikasikan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Lee, E.J., 2011. Acase Study of Internet Game Addiction. Journal of Addiction Nursing.
Available at: lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20313849-S42570-Huungan kecanduan.pdf.
Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., Peter, J., 2009. Development and validation of a game
addiction scale for adolescents. Media Psychology. Available at:
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15213260802669458.
Lestari, Sri & Asyanti, S., 2009. Area Konflik Remaja Awal Dengan Orang Tua: Studi
Kuantitatif Pada Keluarga Di Surakarta. Available at:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/.../3. SRI LESTARI.pdf?...1.
Lestari, S., 2012. Psikologi Keluarga (Peneneman Nilai dan Penaganan Konflik Dalam
Keluarga, Jakarta: Kencana Prenada.
Mc Cartney, K. & Dearing, E., (Ed), 2002. Child Development, USA: Mc Millan Refference.
Mubarak, D., 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat., Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 4. P. P. Lestari, ed., Jakarta:
Salemba Medika.
Pratiwi, P. christy, 2012. Perilaku Adiksi Game Online ditinjau dari Eikasi Diri Akademik dan
Keterampilan Sosial pada Remaja di Surakarta. Available at:
http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/27/17.
Primartantyo, U., 2012. Kecanduan Game Online, Anak Bisa Kriminal. Available at:
https://m.tempo.co/read/news/2012/07/01/108414065/kecanduan-game-online-anak-bisa-
kriminal.
Rahmawati, J.D.W., 2013. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit.
Available at: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/304/0.
Rini, A., 2011. Menanggulangi Kecanduan Game On-Line pada Anak, Jakarta: Pustaka Mina.
Saleh, A., 2013. Interaksi Sektor Informal (PKL) dengan Sektor Formal di Pusat Kota
Tasikmalaya. Universitas Gajah Mada.
Sanditaria, W., 2012. Adiksi Bermain Game Online Pada Anak Usia Sekolah Di Warung Internet
Penyedia Game Online Jatinangor Sumedang.
Santrock, J.., 2003. Adolescence Perkembangan Remaja keenam. Al. W. C. Kristiadji, ed.,
Jakarta: Erlangga.
Setiadi, 2008. Keperawatan Keluarga, Jakarta: EGC.
Setiawati, 2008. Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan, Jakarta: TIM.
Slameto, 2006. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Suranto, A., 2011. Komunikasi Interpersonal Pertama., Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syaodih, E., 2005. Bimbingan Taman Kanak-kanak, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Theresia, 2012. Hubungan Kecanduan Game Online dengan Prestasi Akademik pada Mahasiswa
(skripsi-dipublikasikan). Depok: Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.
Walgito, B., 2003. Psikologi Sosial, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Wan, C.S. & Chiou, W.B., 2007. Why are Adolescents Addicted to Online Gaming, an Interview
Study in Taiwan. Cyberpsychology & behavior.
Wong, Donna L, D., 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2., Jakarta: EGC.
Yee, N., 2006. The demographics, motivations and derived experiences of users of massively-
multiuser online graphical environments 15th ed., Presence: Teleoperators and Virtual
Environtments.
Young, K. S, N. de A., 2011. Internet Addiction: A Handbook and Guide to Evaluation and
Treatment, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Young, Kimberly S, dan Rogers, R.., 1998. The Relationship between Depression and Internet
Addiction. CyberPsychology and Behavior.
Yudha, W., 2015. Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pecandu Game Online (Studi
Kasus Game Online Let’s Get Rich di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang Tangerang
Selatan).
https://id.wikipedia.org/wiki/Regulasi
Coglianese, C. (2012) ‘Measuring Regulatory Performance’, (1). Available at:
https://www.oecd.org/regreform/regulatory-policy/1_coglianese web.pdf.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Penjelasan Sebelum Penelitian (PSP)
1. Judul Penelitian
Analisis Regulasi Promosi Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Adiksi Game Online Pada
Remaja Di SMP Kabupaten Sidoarjo .
2. Latar belakang penelitian
Banyaknya hasil penelitian terkait dampak adiksi game online terhadap kesehatan mental
remaja di negara-negara didunia termasuk Indonesia. Fungsi rekreasi dari game online, game
online yang berlebihan dan berkepanjangan terbukti terkait dengan efek yang merugikan seperti
tindakan kriminalitas, termasuk performa akademis yang buruk, kesejahteraan yang rendah, dan
rasa kesepian yang tinggi, serta kurangnya hubungan di kehidupan nyata. Lebih serius dan
spesifik, pemain game online pada akhirnya dapat mengembangkan IGD, yang telah diberi label
sebagai syarat untuk penyelidikan lebih lanjut dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan
Mental (DSM-5) dan diakui sebagai kondisi kesehatan mental baru oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) ke-11, edisi Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-11). Siswa dari sekolah
menengah, sekolah menengah teknik, sekolah teknik, dan sekolah menengah pertama merupakan
mayoritas (55%) dari pemain game online China, perhatian penelitian lebih lanjut harus
ditujukan untuk mengurangi risiko IGD di sekolah (Purwaningsih and Nurmala, 2021). Di daerah
penelitian yaitu Kecamatan Candi telah terjadi kasus kriminalitas oleh remaja yang duduk
dibangku SMP, bocah tersebut telah membakar rumah tetangganya. Menurut penyelidikan polisi
penyebab bocah ini membakar rumah tetangga karena hendak mencuri untuk membeli top up
game online namun karena kesal tidak menemukan uang akhirnya membakar rumah tetangganya
tersebut.
3. Tujuan Penelitian
Identifikasi adanya regulasi/ peraturan terkait Promosi kesehatan pencegahan adiksi game
online pada remaja di SMP Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo
4. Perlakuan yang Diterapkan Pada Informan
Informan di SMP daerah Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo akan diberikan perlakuan
oleh peneliti berupa:
a. membrikan lembar kuesioner mengenai identitas, Penjelasan sebelum penelitian, dan
Pemberian Informed Consent.
b. Informan diwawancara terkait regulasi / peraturan promosi kesehatan pencegahan adiksi
game online pada remaja dengan waktu kurang lebih 60 menit
c. Melakukan observasi dilingkungan sekitar.
5. Manfaat untuk Informan
Setelah penelitian ini, pekerja dapat mengetahui tentang gambaran bahaya adiksi game online
secara umum serta bentuk peraturan/ regulasi terkait promosi kesehatan pencegahan adiksi
game online yang dapat diaplikasikan di sekolah sebagai upaya pencegahan adiksi game
online pada remaja.
6. Bahaya Potensial
Tidak ada bahaya yang akan dialami oleh informan karena peneliti menjamin kerahasiaan data
yang diterima dari informan. Data akan bersifat Anonim dan hanya digunakan sebagai
kebutuhan penelitian.
7. Hak Undur Diri
Selama penelitian berlangsung informan memiliki hak untuk mengundurkan diri dalam
penelitian ini jika merasa tidak berkenan mengikuti penelitian ini dan tidak akan dituntut
untuk ganti rugi dalam bentuk apapun.
8. Adanya Insentif untuk Subjek
Pekerja yang berpartisipasi dalam penelitian ini akan mendapatkan souvenir dari penelitian
berupa leaflet
9.Tindak Lanjut Setelah Penelitian
Setelah data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi kemudian diolah serta
dilakukan analisis maka selanjutnya akan digunakan sebagai umpan balik bagi sekolah
tersebut.
Kontak Peneliti:
Nama : Eni Purwaningsih
Alamat : Perum Pesona Sekar Gading Blok U no 1, Sekardangan. Kec. Sidoarjo, Kab.
Sidoarjo.
No. HP : 081232840515
Demikian penjelasan yang perlu saya sampaikan dan harus dipahami sebelum menjadi responden
dalam penelitian ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
Peneliti
Eni Purwaningsih
NIM. 102014153016
LAMPIRAN 2
PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN
Peneliti Responden
Eni Purwaningsih ( )
Saksi,
( )
LAMPIRAN 3
Identitas Informan
Analisis Regulasi Promosi Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Adiksi Game Online Pada
Remaja Di SMP Kabupaten Sidoarjo.
Identitas Informan
No. :
Tanggal wawancara :
Nama Informan :
Jenis Kelamin :
Usia :
Divisi Pekerjaan :
Terima kasih telah mengisi identitas dengan lengkap pada lembar wawancara ini.
LAMPIRAN 5
PANDUAN WAWANCARA (Informan Utama)
1. Adakah peraturan/ regulasi terkait promosi kesehatan pencegahan adiksi game online
disekolah ini?
2. Jika ada, bagaimana bentuknya dan bagaimana Proses pembuatan kebijakan tersebut?
3. Adakah kebijakan lain selain peraturan tentang upaya pencegahan adiksi game online?
4. Jika ada,
a. Siapa pembuat kebijakan tersebut?
b. Kepada siapa kebijakan tersebut ditujukan?
c. Bagaimana proses pembuatan kebijakan tersebut?
d. Sejak kapan kebijakan tersebut dibuat?
5. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh sekolah untuk siswa sebagai pendukung upaya
pencegahan adiksi game online?
6. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh sekolah untuk guru atau warga sekolah lainnya sebagai
pendukung upaya pencegahan adiksi game online?
7. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan tersebut?
8. Bagaimana dukungan sekolah terhadap upaya pencegahan adiksi game online?
a. Tenaga
b. Materi
c. Sarana prasarana
9. Adakah dukungan pencegahan adiksi game online dari pihak luar untuk sekolah?
10. Jika ada, darimana saja dan bagaimana bentuknya?
LAMPIRAN 5
Panduan Wawancara (Informan Kunci)