Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGUE

HAEMORHAGIC FEVER (DHF)
Posted on September 1, 2018 by samoke2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penyakit virus berat yang ditularkan oleh nyamuk endemic di banyak negara di Asia Tenggara
dan Selatan, Pasifik dan Amerika Latin ditandai dengan meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah, hipovolemia dan gangguan mekanisme penggumpalan darah. Terutama menyerang anak-
anak, tetapi juga menyerang orang dewasa. (Kunoli, 2012, p. 103)

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas.
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. (Kunoli,
2012, p. 103)

Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak derah
yang endemic. Daerah endemic pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke
wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya di mulai dengan peningkatan
jumlah kasus di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan
pengasapan (fogging) secara missal, abatisasi missal, serta penggerakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) yang terus menerus. (Kunoli, 2012, p. 103)

1. Batasan masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
DHF.

1. Rumusan masalah
2. Apa yang dimaksut dengan DHF ?
3. Apa penyebab dari DHF ?
4. Bagaimana tanda gejala dari DHF ?
5. Bagaimana penyebaran penyakit DHF ?
6. Dibedakan menjadi berapa penyakit dari DHF ?
7. Dapat terjadi komplikasi apa saja dari penyakit DHF ?
 

1. Tujuan
2. Tujuan umum

Untuk mengetahui, memahami dan menambah pengetahuan atau wawasan tentang asuhan DHF

2. Tujuan khusus
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksut dengan DHF
4. Untuk mengetahui apa penyebab dari DHF
5. Untuk mengetahui bagaimana tanda gejala dari DHF
6. Untuk mengetahui bagaimana penyebaran penyakit DHF
7. Untuk mengetahui dibedakan menjadi berapa penyakit dari DHF
8. Untuk mengetahui dapat terjadi komplikasi apa saja dari penyakit DHF

 
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF)


adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok. (Nurarif, 2015, p. 170)

Demam dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus masuk ke tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk aides aegepty betina. Masa inkubasi 13-15 hari dengan gejala
klinis yang bervariasi berdasarkan derajat DHF. (Nugroho, 2011, p. 62)

Demam dengue adalah demam yang disebabkan oleh perkembangan infeksi virus didalam tubuh
yang disebabkan oleh nyamuk aides aegepty dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan
atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik.

2. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavvirus, keluarga flaviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan
antibody terhadap serotype yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap
serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yag tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
oleh 3 atau 4 serotype selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia. (Nurarif, 2015, p. 171)

 
3. Tanda dan gejala
4. Demam Dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis
sebagai berikut :

1. Nyeri kepala

Nyeri kepala pasien terjadi akibat rilis mediator proinflamasi sebagai mekanisme respon imun.
Mediator proinflamasi ini kemudian menekan ujung-ujung saraf sehingga kemudian menekan
ujung-ujung saraf sehingga kemudian disampaikan sebagai rasa nyeri pada otak. Hal inilah yang
menyebabkan penderita merasakan nyeri kepala

2. Nafsu makan berkurang

Hal ini terjadi karena salah satu mediator inflamasi, yaitu serotonin, yang dilepaskan pada proses
radang, yitu iritasi mukosa, mempunyai mekanisme menekan nafsu makan dengan menekan
pusat pengatur rasa kenyang dan rasa lapar.

3. Ruam kulit

Terjadi akibat gangguan hemostasis primer sebagai konsekuensi dari keadaan trombositopenia.
Trombositopenia sendiri yang terjadi pada kasis ini timbul akibat supresi sumsung tulang dan
destruksi serta pemendekan masa hidup eritrosit oleh virus dengue. Kapiler yang sering
mengalami reptur dalam keadaan normal mudah diperbaiki, namun dalam keadaan
trombositopenia, kapiler tersebut tidak dapat diperbaiki dengan cepat, sehingga timbul bintik
kemerahan atau petekie. Selain itu, bintik kemerahan juga dapat timbul akibat permeabilitas
kapiler yang meningkat.

4. Mual

Terjadi akibat timbulnya rangsangan terhadap pusat mual, sehingga kemudian menimbulkan
gerakan antiperistaltik sehingga terjadi gerakan muntah, yang sebelumnya diawali dengan rasa
ual. Intinya, dalam kasus ini, kerusakan traktus gastrointestinal adalah penyebab rilis berbagai
mediator proinflamasi yang akan menimbulkan rangsangan tersebut. (Nurarif, 2015, p. 171)

1. Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi :

1. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik. Bifasik
sendiri adalah jenis demam yang memiliki kurva suhu menyerupai pelana kuda dan
memiliki periode apireksia diantara 2 periode demam.
2. Trombositopenia <100.00/ul
Trombositonia adalah penurunan jumlah trombosit dibawah batas minimal.

1. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

 Peningkatan nilai hematrokit ≥ 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
 Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan yang adekuat

1. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura

 Hipoproteinemia adalah yang mana cairan akan berpindah dari intravaskuler


kompatemen ke rongga interstisial yang kemudian menimbulkan asites.
 Asites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan
kuning pucat dan bening) yang terletak dalam rongga perut.
 Effuse pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara 2 lapisan
pleura.

(Nurarif, 2015, p. 171)

1. Sindrom Syok Dengue

Sindrom syok dengue adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita DHF.

Seluruh criteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

1. Penurunan kesadaran, gelisah


2. Nadi cepat, lemah
3. Hipotensi

Hipotensi adalah keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih rendah diandingkan normal
dan biasa disebut tekanan darah rendah.

1. Kulit dingin-lembab(Nurarif, 2015, p. 171)

4. Patofisiologi

Arbovirus (melalui nyamuk aedes aegypt)


Beredar dalam aliran darah
Infeksi virus dengue (viremia)
Mengaktifkan system komplemen
Membentuk & melepaskan zat C3a, C5a
PGE, Hipothalamus
hipertermi
Peningkatan reabsorbsi Na dan H2O
Permeabilitas membrane meningkat
Resiko syok hipovolemia
Kerusakan endotel pembuluh darah
Agregasi trombosit
Renjatan hipovolemik dan hipotensi
Merangsang & mengaktivasi factor pembekuan
Trombositopeni
DIC
Perdarahan
Resiko perfusi jaringan tidak efektif
Hipoksia jaringan
Resiko pendarahan
Asidosis metabolic
Nyeri
Kekurangan volume cairan
Resiko syok (hipovolemik)
Ke extravaskuler
Paru-paru
Hepar
Hepatomegali
Efusi pleura
Ketidakefektifan pola napas
Penekanan intra abdomen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mual, muntah
Ascites
Abdomen

 
 

(Nurarif, 2015, p. 176)

5. Klasifikasi
6. Derajat I

Demam, RL (+), trombositopenia, tanpa perdarahan spontan.

1. Derajat II
Disertai perdarahan spontan pada kulit dan ditempat lain.

1. Derajat III

Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, gelisah, kulit dingin dan lembab, sianosis
(tanda dini renjatan).

1. Derajat IV

Renjatan berat, syok. (Nugroho, 2011, p. 63)

6. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu perdarahan
massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi
pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai
tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun
dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan
kulit ujung jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau
anuria. (Marni, 2016, p. 3)

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2. Pengkajian
3. Identitas

Nama, umur (pada DHF sering menyerang pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun)
namun juga bisa menyerang dewasa. (Susilaningrum, 2013, p. 161)

1. Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama

Alasan/keluhan yang meninjol pada pasien DHF adalah panas tinggi dan anak
lemah. (Manurung, 2011, p. 86)

 Alasan masuk rumah sakit

Keluhan karena demam tinggi, batuk, mual, pusing dan badan terasa lemas. (Manurung, 2011, p.
86)

 Riwayat penyakit sekarang


Keluhannya demam tinggi, batuk, mual, pusing dan badan terasa lemas. Nafsu makan berkurang
hingga mengalami penurunan berat badan. (Manurung, 2011, p. 86)

1. Riwayat kesehatan terdahulu

 Riwayat penyakit sebelumnya

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Dengue Haemorrjagic Fever, anak bisa mengalami
serangan ulang Dengue Haemorrjagic Fever dengan tipe virus yang lain (Susilaningrum, 2013, p.
161)

 Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat dari keluarga yang sebelumnya menderita Dengue Haemorrjagic Fever
(DHF). (Susilaningrum, 2013, p. 161)

 Riwayat Pengobatan

Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi,catat adanya efek
samping yang ada di masalalu. (Susilaningrum, 2013, p. 161)

1. Pemeriksaan fisik

 Keadaaan umum

1. Kesadaran

Pada penderita DHF biasanya sering mengalami penurunan kesadaran. (Manurung, 2011, p. 90)

1. Tanda-tanda vital

Pada penderita Dengue Haemorrjagic Fever (DHF) harus dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital seperti suhu, denyut nadi dan pernafasan. (Manurung, 2011, p. 90)

 Body system

1. System pernafasan

Biasanya pada kadang mengeluh sesak, terdapat cairan tertimbun di paru-paru (effuse
pleura). (Manurung, 2011, p. 89)

1. System kardiovaskuler
Frekuensi denyut nadi irama teratur dan kuat, tidak odem, tidak teraba pembesaran vena
jugularis, tidak terdapat kelainan pada bunyi jantung, nyeri dada tidak ada. (Manurung, 2011, p.
90)

1. System persarafan

Tingkat kesadaran compos mentis. (Manurung, 2011, p. 90)

1. System perkemihan

Warna urine kuning jernih, tidak keruh dengan volume BAK 1000cc/hari. (Manurung, 2011, p.
90)

1. System pencernaan

Pada penderita DHF biasanya akan mengalami nyeri tekan pada abdomen, asites,  penurunan
nafsu makan karena terjadi iritasi mukosa yang mempunyai mekanisme menekan nafsu makan
dengan menekan pusat pengatur rasa kenyang dan rasa lapar dihipotalamus. (Manurung, 2011, p.
90)

1. System integument

Pada penderita terdapat petekie, turgor kulit menurun, keringat dingin, lembab. (Manurung,
2011, p. 90)

1. System musculoskeletal

Pada penderita ini biasanya menderita nyeri, baik nyeri myalgia atau atralgia (Manurung, 2011,
p. 91).

1. System endokrin

Tidak ada pemeriksaan yang berkaitaan dengan system endokrin. (Manurung, 2011, p. 90)

1. Sistem reproduksi

Tidak ada pemeriksaan yang berkaitan dengan system reproduksi. (Manurung, 2011, p. 90)

1. System pengindraan
1. System penglihatan

Pergerakan bola mata normal, konjungtiva serta kornea normal, sclera tidak icterik, pupil isokor,
fungsi penglihatan baik. (Manurung, 2011, p. 89)

2. System pendengaran
Tidak mengeluarkan cairan dari telinga, tidak ada perasaan penuh dalam telinga, tidak ditemukan
tinnitus. (Manurung, 2011, p. 89)

3. System wicara

Tidak mengalami kesulitan bicara. (Manurung, 2011, p. 89)

1. System imun

Pada penderita ini system imun menurun diakibatkan inveksi virus dengue. (Manurung, 2011, p.
90)

1. Pemeriksaan penunjang

 Trombositopeni (100.000/mm3)

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/mm3. Jumlah
trombosit rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya
penghancuran trombosit.

 Hb dan PCV meningkat (20%)

Hematokrit (PVC) 20% merupakan indicator akan timbulnya renjatan.

 Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)

Leukopenia adalah rendahnya jumlah total sel darah putih (leukosit) disbanding nilai normal.
Jadi jika kekurangan sel darah putih maka system pertahanan tubuh menurun dan mudah terkena
infeksi virus ini.

 Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan)(Nurarif, 2015, p. 172)

1. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan Medis

Kriteria Diagnosa :

1. Demam tinggi mendadak 2-7 hari


2. Manifestasi perdarahan (ptekie, ekimosis, perdarahan gusi, hematemesis, melena)
3. Pembesaran hati, limpa
4. Tanpa/dengan renjatan : nadi lemah dan cepat, tensi turun, ekstremitas dingin dan
lembab, gelisah, sianosis sekitar mulut.
5. Trombositopenia

Trombositonia adalah penurunan jumlah trombosit dibawah batas minimal.

6. Hemokonsentrasi, ematokrit meningkat 20% lebih

Terapi :

1. Tanpa rejatan :
2. Minum banyak 1,2-2 liter/hari
3. Bila muntah terus dipasang IVFD

IVFD adalah memasukkan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam
jumlah banyak dan dalam waktu tertentu dengan menggunakan infuse set.

1. Antipiretik, dianjurkan parasentamol

Antipiretik adalah obat yang berkhasiat menurunkan suhu tubuh, dari suhu tinggi menjadi
normal. Biasanya menekan gejala-gejala yang biasanya menyertai demam seperti kedinginan,
nyeri kepala, dan lain-lain.

1. Antikonvulsi, untuk kejang demam

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan kejang.

2. Dengan renjatan :
3. IVFD

IVFD adalah memasukkan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam
jumlah banyak dan dalam waktu tertentu dengan menggunakan infuse set.

1. Pemberian komponen darah


2. Oksigen
3. Koreksi basa bila asidosis
4. Evaluasi KU, tanda vital, perdarahan, dieresis, Hb, Ht, trombo.

Penyuluhan :

1. Control ulang atau konsultasi ke pelayanan kesehatan terdekat


2. Pelaporan kepada Dinas Kesehatan untuk dilakukan pengasapan
3. Jaga kebersihan lingkungan dengan melakukan 3M : menutup tempat penyimpanan air,
menguras dan membersihkan tempat penampungan air dan taburkan abate sebanyak 1
sendok untuk 100 liter air, mengubur peralatan yang tak terpakai yang dapat menjadi
tempat berkembang biaknya nyamuk. (Nugroho, 2011, p. 63)

2. Diagnose keperawatan
o Bersihan jalan nafas tidak efektif

1. Definisi

Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan
napas tetap paten. (PPNI, 2016, p. 18)

1. Penyebab

1. Fisiologis

 Spasme jalan napas


 Hipersekresi jalan napas
 Disfungsi neuromuskuler
 Benda asing dalam jalan napas
 Adanya jalan napas buatan
 Sekresi yang tertahan
 Hyperplasia dinding jalan napas
 Proses infeksi
 Respon alergi
 Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)(PPNI, 2016, p. 18)

2. Situasional
 Merokok aktif
 Merokok pasif
 Terpajan polutan(PPNI, 2016, p. 18)
1. Gejala tanda mayor
 Subjektif

(tidak tersedia)

 Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering
5. Mekonium di jalan napas (pada neonates)(PPNI, 2016, p. 18)

1. Gejala tanda minor

1. Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
2. Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah (PPNI, 2016, p. 18)

 Nyeri
1. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
bertanggungjawab dari 3 bulan. (PPNI, 2016, p. 172)

1. Penyebab
1. Agen pencedera ffisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).(PPNI, 2016, p. 172)
2. Gejala tanda mayor
1. Subjektif
2. Mengeluh nyeri
3. Objektif
4. Tampak meringis
5. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
6. Gelisah
7. Frekuensi nadi meningkat
8. Sulit tidur(PPNI, 2016, p. 172)
3. Gejala tanda minor
1. Subjektif
1. Tidak tersedia
2. Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis (PPNI, 2016, p. 172)
3. Kondisi klinis terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. glaukoma(PPNI, 2016, p. 172)

 Hipertermi
1. Definisi

Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh. (PPNI, 2016, p. 284)

1. Penyebab
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan inkubator(PPNI, 2016, p. 284)
2. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif

(tidak tersedia)

2. Objektif
1. Suhu tubuh diatas normal(PPNI, 2016, p. 284)
3. Gejala dan tanda minor
1. Subjektif

(tidak tersedia)

2. Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat(PPNI, 2016, p. 284)

1. Kondisi klinis terkait


1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas (PPNI, 2016, p. 284)
2. Intervensi

o Hipertermi
2. Tujuan / criteria evaluasi

3. Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang di buktikan oleh imdikator gangguan


sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
gangguan) :

 Peningkatan suhu kulit


 Hipertermi
 Dehidrasi
 Mengantuk

1. Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :

 Berkeringat saat panas


 Denyut nadi radialis
 Frekuensi pernapasan(Wilkinson, 2016, p. 217)
Contoh lain :

Pasien keluarga akan :

1. Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu


2. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh
3. Melaporkann tanda dan gejala dini Hipertermia

Bayi akan :

 Tidak mengalami gawat napas, gelisah, atau letargi


 Menggunkan sikap tubuh yang dapat mengurangi panas(Wilkinson, 2016, p. 217)

2. Intervensi NIC

 Terapi demam : menangani pasien yang mengalami hiperpireksia akibat factor selain
lingkungan
 Kewaspadaan Hipertermia Maligna : mencegah atau menurunkan respons hipermetabolik
terhadap obat-obat farmakologis yang digunakan selama pembedahan
 Perawatan Bayi Baru Lahir : melakukan penatalaksanaan neonatus selama transisi dari
kehidupan diluar rahim dan periode stabilisasi selanjutnya
 Pemantauan Bayi baru lahir : mengukur dan menginterpretasi status fisiologi bayi baru
lahir dalam 24 jam pertma setelah pelahiran
 Regulasi suhu : mencaoai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal
 Pemantauan tanda-tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskuler,
pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan mencegah komplikasi.(Wilkinson, 2016,
p. 217)

3. Aktivitas keperawatan

Pengkajian :

1. Pantau aktivitas kejang


2. Oantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
3. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
5. Untuk pasien bedah :

Dapatkan riwayat hipertermia maligna, kematian akibat anestesi, atau demam pasca bedah pada
individu dn keluarga
Pantau tanda hipertermia maligna (misalnya demam, takipnea, aritmia, perubahan tekanan darah,
bercak pada kulit, kelakuan, dan berkeringat banyak) (Wilkinson, 2016, p. 217)

6. Regulasi suhu (NIC)


7. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
8. Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu, jika perlu
9. Pantau warna kulit dan suhu

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya stroke bahang dan keletihan akibat panas).

Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang
diperlukan, jika perlu

Aktivitas kolaboratif

Regulasi suhu (NIC) : berikan obat antipiretik, jika perlu gunakan matras dingin dan mandi air
hangat untuk mangatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu. (Wilkinson, 2016, p. 217)

 Nyeri

1. Tujuan/criteria evaluasi
2. Menunjukkan nyeri : efek merusak, yang dibukukan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
1. Gangguan performa peran atau gangguan hubungan interpersonal
2. Gangguan konsentrasi
3. Gangguan perawatan diri
4. Gangguan pola tidur
5. Kehilangan selera makan
3. Memperlihatkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan
1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
1. Ekspresi nyeri pada wajah
2. Gelisah atau tidak tenang
3. Ketegangan otot
4. Kehilangan selera makan
5. Episode nyeri yang lama(Wilkinson, 2016, p. 300)

Contoh lain

Pasien akan :

1. Menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternative untuk redakan nyeri
2. Tetap produktif ditempat kerja atau sekolah
3. Melaporkan menikmati aktivitas senggang
4. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
5. Mengenali factor-faktor yang meningkatkan nyeri dan melakukan tindakan pencegahan
nyeri
6. Menggunakan pereda nyeri analgesic dan nonanalgesik secara tepat(Wilkinson, 2016, p.
300)

2. Intervensi NIC

 Pemberian analgesic : penggunaan agens farmakologis untuk meredakan atau


menghilangkan nyeri
 Modifikasi pelaku : meningkatkan perubahan perilaku
 Peningkatan koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup
 Manajemen medikasi : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman
dan efektif
 Manajemen alam perasaan : memberikan kemanan, stabilisasi, pemulihan, dam
pemeliharaan pada pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan baik depresi maupun
peningkatan perasaan
 Manajemen nyeri : menghilangkan nyeri atau menurunkan nyeri ke tingkat yang lebih
nyaman yang dapat ditoleransi oleh pasien
 Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien (Patient-Controlled Analgesia (PCA)) :
memfasilitasi pengendalian pemberian dan pengaturan analgesic oleh pasien
 Fasilitasi tanggung jawab diri : mendorong pasien untuk lebih bertanggungjawab
terhadap perilakunya sendiri(Wilkinson, 2016, p. 300)

3. Aktivitas keperawatan
Pengkajian

1. Kaji dan dokumentasikan efek jangka panjang penggunaan obat


2. Manajemen nyeri (NIC)

Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri pada interval tertentu, tentukan
dampak pengalaman nyeri pada kualitas hidup (misalnya tidur, selera makan, aktivitas, kognisi,
alam perasaan, hubungan, kinerja, dan tanggungjawab peran) (Wilkinson, 2016, p. 301)

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Beritahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan dapat dicapai.(Wilkinson,
2016, p. 301)

Aktivitas kolaboratif

1. Adakan pertemuan multidisipliner untuk merencanakan asuhan perawatan pasien


2. Manajemen Nyeri (NIC) : pertimbangkan rujukan untuk pasien, keluarga, dan orang
terdekat pasien ke kelompok pendukung atau sumber lain, bila perlu(Wilkinson, 2016)
3. Perawatan luka : luka bakar : mencegah komplikasi luka akibat luka bakar dan
memfasilitasi penyembuhan luka(Wilkinson, 2016, p. 301)

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction.

Manurung, S. (2011). Keperawatan Profesional. Jakarta: TIM.

Nugroho, d. T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Susilningrum, R. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.


ASUHAN KEPERAWATAN
Blog ini berisi tentang tugas-tugas yang pernah saya kerjakan ataupun teman saya kerjakan untuk
membantu dalam pengerjaan tugas asuhan keperawatan.

Translate

Sabtu, 10 Januari 2015


ASKEP DENGUE HEAMORRHAGIC FEVER

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN DENGUE HEAMORRHAGIC FEVER

Memenuhi tugas matakuliah


Keperawatan Anak 1
yang dibina olehIbu Triana Setijaningsih, S.Pd., M.Kes.

Oleh
Tika Permatasari Saputri
1201300001

POLTEKKES KEMENKES MALANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
JURUSAN KEPERAWATAN
September 2013

 ***

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HEAMORRHAGIC FEVER

A.           Definisi Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)


Infeksi dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue (kelompok
flavivirus yang termasuk dalam family Togaviridae), yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti serta spesies Stegomya lainnya seperti A. albopictus, polynesiensis, scutellaris.
Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang.Penderita menjadi infektif bagi
nyamuk pada saat uremia, yaitu beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa
demam berakhir.Nyamuk Aedes Aegypti menjadi infektif 8 -12 hari sesudah menghisap darah
penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini nyamuk Aedes yang telah terinfeksi oleh virus
dengue ini akan tetap infektif selama hidupnya dan potensial menularkan virus dengue kepada
manusia yang rentan lainnya.
Sesuai dengan patokan yang disebut terdahulu, WHO (1975) membagi derajat penyakit DHF
dalam empat derajat, yaitu sebagai berikut.
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : derajat satu disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (kurang dari sama dengan 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab,
dan penderita menjadi gelisah.
Derajat VI : renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak
dapat diukur.

B.            Etiologi Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)


Sekurang-kurangnya ada empat tipe virus dengue yang berbeda (tipe 1-4) yang telah diisolasi
dari penderita demam berdarah.Empat tipe virus dengue (serotype) di Indonesia, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotype yang paling
banyak sebagai penyebab. Nimmannitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa serotype DEN-2
yang dominan. Sedang di Indonesia terutama oleh DEN-3, walaupun akhir-akhir ini ada
kecenderungan dominasi oleh virus DEN-2.
Di samping itu urutan infeksi serotype merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20%
urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor
risiko terjadinya renjatan untuk urusan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 6% dan
DEN-4 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.
C.           Patofisiologi Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Ada dua perubahan patofisiologi yang terjadi pada DBD:
1.    Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia,
dan syok. DHF memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura
dan peritoneum. Selain itu, periode kebocoran cukup singkat (24 - 48 jam).
2.    Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia, sehingga terjadi berbagai jenis
manifestasi perdarahan.

D.           Tanda dan Gejala Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)


Patokan klinik WHO (1975) untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sebagai berikut.
1.      Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2.      Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji toureniquet positif dan salah satu bentuk
lain (petekia, purpuran, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
3.      Pembesaran hati.
4.      Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg
atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita
menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Fase pertama
Relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan
batuk disertai sesudah 2—5 hari oleh deteriorasi klinis cepat dan kollaps.
Fase kedua
Penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab,badan panas, muka merah,
keringatbanyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada
dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak, danmudah memar serta berdarah pada
tempat pungsi vena adalah lazim.Ruam macular atau makulopapular mungkin muncul, dan
mungkin ada sianosis sekililing mulut dan perifer.Pernafasan sering cepat dan berat.Nadi lemah,
cepat, kecil, dan suara jantung halus.Tekanan nadi seringkali sempit (20 mmHg atau kurang),
tekanan darah dapat rendah dan sukar diperoleh.Hati mungkin membasar 4—6 cm di bawah tepi
kosta dan biasanya keras serta agak nyeri.Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau
perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca syok yang tidak terkoreksi.
Sesudah 24—36 jam masa kritis, konvalesen cukup cepat pada anak yang sembuh. Suhu dapat
kembali normal sebelum atau selama fase syok.Bradikardi dan ekstrasistol ventrikel lazim
selama konvalesen.Jarang ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-
kadang karena perdarahan intracranial. Strain virus dengue tiga yang bersirkulasi di daerah
utama Asia Tenggarasejak tahun 1983 disertai terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh
ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus.
Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sangat berat, infeksi dengue sekunder
relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang tidak jelas sampai penyakit
saluran pernafasan atas yang tidak terdeferensiasi.
Data Laboratorium
Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah kenaikan hematokrit 20%
atau lebih besar melebihi niai hematokrit penyembuhan, trombositopenia, leukositosis ringan
(jarang melebihi 10.000/mm3) waktu perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun
sedang (jarang kurang dari 40% control). Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-
produk pecahan fibrinogen naik.
Kelainan lain adalah kenaikan sedang kadar transaminase serum, konsumsi komplemen, asidosis
metabolic ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea
nitrogen serum, dan hipoalbuminemia. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada
hampir semua penderita.
E.            Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang ditemukan antara
lain:
1.      Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Penderita diijinkan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan minum
masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberi obat panas
paracetamol 10-15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas
38,50C. Obat panas salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai risiko terjadinnya perdarahan
dan asidosis.Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan penyulit
lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi
sebaiknya dianjurkan untup dirawat inap.
2.      Kasus DBD derajat I dan II
Pada hari ke-3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai risiko
terjadinya apabila syok.Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita disarankan
diinfus cairan kritaloid dengan tetesan brdasarkan 7, 5, 3.Pada saat fase panas, penderita
dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare,
hematocrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indicator adanya
kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama
kurun waktu 12-24 jam.
3.      Penatalaksanaan DBD (derajat III dan IV)
“Dengue Shock Syndrome” (sindrom reniatan dengue) termasuk kasus kegawatan yang
membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara
cepat.Biasanya dijumpai kelainan asam basa dan elektrolit (hiponatremi).Dalam hal ini perlu
dipikirkan kemungkinan dapat terjadinya DIC.Terkumpulnya asam dalam darah mendorong
terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang sukar
diatasi.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonic (ringer laktat, 5%
dektrose dalam larutan ringer laktat atau 5% dektrose dalam larutan ringer asetat dan larutan
normal garam faali)dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam.
Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml / kg (1 atau 2x). jika syok
berlangsung terus dengan hematocrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat
molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah
10-20 ml/kg/jam.
4.      Obat penenang
Pada beberapa kasus obat penenang dibutuhkan terutama pada kasus yang sangat gelisah. Obat
yang hipatoksik sebaiknya dihindari, chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-
50 mm/kg (tetapi jangan lebih 1 jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik.
5.      Terapi oksigen
6.      Transfusi darah
7.      Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai
hasil pengobatan.
8.      Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
a.    Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
b.    Nafsu makan membaik.
c.    Tampak perbaikan secara klinis.
d.   Hematokrit stabil.
e.    Tiga hari setelah syok teratasi.
f.     Jumlah trombosit 200.000-300.000 /mm3
g.    Tidak disertai distress pernapasan.
h.    Ruang khusus darurat penderita Dengue Haemorragic Fever (DHF)
F.            Pencegahan Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF (Dit.Jen.P3M., Dep. Kes. R.I., 1976) ialah sebagai
berikut.
1.      Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan
pemberantasan vector pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF/DSS.
2.      Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vector pada tingkat sangat rendah
untuk memberikan kesempatan penderita viremi sembuh secara spontan.
3.      Mengusahakan pemberantasan vector di pusat daerah penyebaran, yaitu sekolah dan rumah
sakit, termasuk pula daerah penyangga di sekitarnya.
4.      Mengusahakan pemberantasan vector di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Pencegahan DBD mencakup:
1.      Pemberantasan nyamuk dewasa
Upayakan membersihkan tempat-tempat yang disukai oleh nyamuk (misalnya menggantung baju
bekas pakai), pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah, penyemprotan dengan zat
kimia, pengasapan dengan insektisida (fogging), menembus daur hidup dengan menggunakan
ikan cupang di tempat penampungan air.
2.      Pemberantasan jentik nyamuk
Dengan melakukan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) artinya kuras bak mandi seminggu
sekali, tutup tempat penyimpanan air dengan rapat, kubur kaleng bekas pada kolam ataua tempat
penampungan air yang sulit dikuras dapat ditularkan bubuk Abate.
Pedoman penggunaan bubuk Abate (abatisasi): 1 sendok makan peres (10 g) untuk 100 liter air.
Dinding jangan disikat setelah ditaburi abate  bubuk abate akan menempel di dinding bak atau
tempayan kolam. Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan.
3.      Penyuluhan bagi masyarakat
Karena DBD belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue ataupun vaksin DBD, maka
upaya untuk pencegahan DBD sangatlah penting.Gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
sangatlah penting untuk pencegahan DBD.Gerakan PSN harus dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh lapisan masyarakat baik di rumah, di sekolah, di rumah sakit, dan tempat-tempat
umum seperti tempat ibadah, makam.Dengan demikian masyarakat dapat mengubah perilaku
hidup sehat terutama meningkatkan kebersihan lingkungan.

G.           Komplikasi Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)


1.    Ensefalitis seperti kejang dan koma mungkin muncul sehingga komplikasi pada kasus syok yang
cukup lama yang disertai dengan perdarahan berat.
2.    Intoksikasi air, satu komplikasi introgenik yang relative umum yang dapat menyebabkan
enselopati.
3.    Manifestasi tidak biasa yang jarang tampak pada infeksi DF/DHF mencakup gagal ginjal akut
dan sindrom uremik hemolitik.

 
****

 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DENGUE HEAMORRHAGIC FEVER

A.           Pengkajian
1.    Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun),
jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidkan orang tua, dan pekerjaan orang
tua.
2.    Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas
tinggi dan anak lemah.
3.    Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran
kompos mentis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin
lemah.Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
4.    Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bias mengalami serangan ulangan DHF
dengan tipe virus yang lain.
5.    Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi
dapat dihindarkan.
6.    Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat berisiko, apabila terdapat factor prediposisinya.Anak yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7.    Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air
yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8.    Pola Kebiasaan
a.       Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makn berkurang, dan nafsu makan
menurun.
b.      Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi. Sementara
DHF pada grade III-IV bias terjadi melena.
c.       Eliminasi Urine (buang air kecil): perlu dikaji apakah sering kencng, sedikit/banyak, sakit/tidak.
Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d.      Tidur dan Istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot dan
persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e.       Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang
terutam untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f.       Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut:
a.       Grade I: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan andi lemah.
b.      Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c.       Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur, serta tensi menurun.
d.      Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan
tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
10.     Sistem Integumen
a.       Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
b.      Kuku sianosis/tidak.
c.       Kepala dan leher. Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarhan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III,
IV).
d.      Dada. Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan
yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales (+), ronchi (+) yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV.
e.       Abdomen. Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly), dan asites.
f.       Ekstremitas. Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
11.     Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:
a.       Hb dan PCV meningkat (lebih dari sama dengan 20%).
b.      Trobositopenia kurang dari sama dengan 100.000/ml).
c.       Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d.      Ig. D. dengue positif.
e.       Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f.       Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g.      Asidosis metabolic: pCO2 < 35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
h.      SGOT/SGPT mungkin meningkat.
 
B.            Masalah/ Diagnosis
1.    Diagnose medis: dugaan (suspect) DHF.
2.    Adapun diagnosa keperawatan yang sering dijumpai pada pasien DHF:
a.   Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue.
b.   Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan.
c.   Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d.   Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan
tekanan osmotik.
e.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
f.    Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
g.   Kecemasan orang tua atau keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, dan kurang
informasi.
(sumber: perawatan pasien DHF, Christiantie efendy).
C.           Perencanaan
Untuk mengatasi permasalahannya, perencanaan yang diperlukan adalah:
a.  Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue.
Tujuan keperawatan:
Peningkatan suhu tubuh dapat teratasi, dengan kriteria:
-   Suhu tubuh normal (35°C- 37,5°C).
-   Pasien bebas dari demam .
Rencana intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1.  Kaji saat timbulnya demam. 1. Untuk mengidentifikasi pola
demam pasien.
2.  Observasi tanda-tanda vital tiap 3 2. Tanda-tanda vital merupakan acuan
jam. untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
3.   Beri kompres hangat pada dahi. 3. Kompres hangat dapat
mengembalikan suhu normal
memperlancar sirkulasi.
4.  Beri banyak minum (± 1-1,5 4. Mengurangi panas secara konveksi
liter/hari) sedikit tapi sering. (panas terbuang bersama urine dan
keringat sekaligus mengganti cairan
tubuh karena penguapan).
5. Pakaian yang tipis menyerap
5.  Ganti pakaian klien dengan bahan keringat dan membantu mengurangi
tipis menyerap keringat. penguapan tubuh akibat dari
peningkatan suhu dan dapat terjadi
konduksi.
6. Penjelasan yang diberikan pada
6.  Beri penjelasan pada keluarga keluarga klien bisa mengerti dan
klien tentang penyebab kooperatif dalam memberikan
meningkatnya suhu tubuh. tindakan keperawatan.
7. Dapat menurunkan demam.
7.  Kolaborasi pemberian obat anti
piretik.

b.  Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan (defisit volume cairan) tubuh
berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan.
Tujuan intervensi:
Volume cairan tubuh seimbang, dengan kriteria:
-   Turgor kulit baik
-   Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1.  Kaji keadaan umum klien dan 1. Mengetahui dengan cepat
tanda-tanda vital. penyimpangan dari keadaan
normalnya.
2. Kaji input dan output cairan. 2. Mengetahui balance cairan dan
elektrolit dalam tubuh atau
homeostatis.
3. Observasi adanya tanda-tanda syok. 3. Agar dapat segera dilakukan
4. Anjurkan klien untuk banyak tindakan jika terjadi syok.
minum. 4. Asupan cairan sangat diperlukan
untuk menambah volume cairan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam tubuh.
pemberian cairan I.V. 5. Pemberian cairan IV sangat penting
bagi klien yang mengalami defisit
volume cairan untuk memenuhi
kebutuhan cairan klien.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
Tujuan intervensi:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, dengan kriteria:
-   Porsi makan yang disajikan dihabiskan.
Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keadaan umum klien. 1. Memudahkan untuk intervensi
selanjutnya.
2. Beri makanan sesuai kebutuhan tubuh 2. Merangsang nafsu makan klien sehingga
klien. klien mau makan.
3. Anjurkan orang tua klien untuk memberi 3. Makanan dalam porsi kecil tapi sering
makanan sedikit tapi sering. memudahkan organ pencernaan dalam
4. Anjurkan orang tua klien memberi metabolisme.
makanan TKTP dalam bentuk lunak. 4. Makanan dengan komposisi TKTP
berfungsi membantu mempercepat proses
5. Timbang berat badan klien tiap hari. penyembuhan.
5. Berat badan merupakan salah satu
6. Kolaborasi pemberian obat reborantia. indikator pemenuhan nutrisi berhasil.
6. Menambah nafsu makan.

d.  Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan
tekanan osmotik.
Tujuan:
Tidak terjadi syok hipovolemik, dengan kriteria:
-   Keadaan umum membaik.
-   Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Rencana intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor keadaan umum klien 1. Memantau kondisi klien selama masa
perawatan terutama saat terjadi
perdarahan sehingga tanda prasyok, syok
dapat ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital. 2. Tanda vital dalam batas normal
menandakan keadaan umum klien baik.
3. Perdarahan yang cepat diketahui dapat
3. Monitor tanda-tanda perdarahan teratasi sehingga klien tidak sampai pada
tahap syok hipovolemik akibat
perdarahan yang hebat.
4. Keterlibatan keluarga untuk segera
melaporkan jika terjadi perdarahan
4. Anjurkan pada pasien atau keluarga untuk terhadap pasien sangat membantu tim
segera melapor jika ada tanda-tanda perawatan untuk segera melakukan
perdarahan. tindakan yang tepat.
5. Untuk mengetahui tingkat kebocoran
pembuluh darah yang dialami klien dan
untuk acuan melakukan tindak lanjut
5. Cek hemoglobin, hematokrit, dan terhadap perdarahan.
trombosit

e.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan :
Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan kriteria:
-   Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
-   Klien mampu mandiri setelah bebas demam.
Rencana intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.1.  Mengetahui tingkat ketergantungan klien
dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Bantu klien memenuhi kebutuhan 2.  Bantuan sangat diperlukan klien pada
aktivitasnya sesuai dengan tingkat saat kondisinya lemah dalam pemenuhan
keterbatasan klien. kebutuhan sehari-hari tanpa mengalami
ketergantungan pada orang lain.
3.  Dengan penjelasan, pasien termotivasi
3. Beri penjelasan tentang hal-hal yang untuk kooperatif selama perawatan
dapat membantu dan meningkatkan terutama terhadap tindakan yang dapat
kekuatan fisik klien. meningkatkan kekuatan fisiknya.
4.  Keluarga merupakan orang terdekat
4.  Libatkan keluarga dalam pemenuhan dengan klien.
ADL klien. 5.  Untuk mencegah terjadinya keadaan yang
5.  Jelaskan pada keluarga dan klien tentang lebih parah.
pentingnya bedrest ditempat tidur.

f.  Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.


Tujuan:
Tidak terjadi perdarahan intra abdominal, dengan kriteria:
-   Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan.
-   Jumlah trombosit meningkat.
Rencana intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1.  Monitor tanda-tanda penurunan 1. Penurunan jumlah trombosit merupakan
trombosit yang disertai tanda-tanda tanda-tanda adanya kebocoran pembuluh
klinis. darah yang dapat menimbulkan tanda
klinis berupa perdarahan nyata, seperti
epistaksis, petechiae.
2. Agar pasien atau keluarga mengetahui
2.  Beri penjelasan tentang pengaruh hal-hal yang mungkin terjadi pada pasien
trombositopenia pada keluarga. dan dapat membantu mengantisipasi
terjadinya perdarahan karena
trombositopenia.
3.  Dengan jumlah trombosit yang dipantau
3.  Monitor jumlah trombosit setiap hari. setiap hari dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami
oleh klien.
4.  Aktivitas klien yang tidak terkontrol
4.  Anjurkan klien untuk banyak istirahat. dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
5.  Beri penjelasan pada pasien atau 5.  Keterlibatan keluarga dengan segera
keluarga untuk segera melapor jika ada melaporkan terjadinya perdarahan akan
tanda-tanda perdarahan lebih lanjut membantu pasien mendapatkan
seperti: hematemesis, melena, epistaksis. penanganan sedini mungkin.
g. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kurang informasi.
Tujuan:
Kecemasan keluarga teratasi, dengan kriteria:
-   Orang tua tidak bertanya lagi tentang penyakit anaknya.
-   Ekspresi wajah ceria.
Rencana intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan orang tua. 1. Mengetahui kecemasan orang tua dan
memudahkan menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Jelaskan prosedur pengobatan perawatan 2.  Untuk menambah pengetahuan dan
anaknya. informasi kepada klien yang dapat
mengurangi kecemasan orang tua.
3. Beri kesempatan pada orang tua untuk 3. Untuk memperoleh informasi yang lebih
bertanya tentang kondisi anaknya. banyak dan meningkatkan pengetahuan
dan mengurangi stress.
4.  Beri penjelasan tiap prosedur atau 4. Memberikan penjelasan tentang proses
tindakan yang akan dilakukan terhadap penyakit, menjelaskan tentang
pasien dan manfaatnya bagi pasien. kemungkinan pemberian perawatan
intensif jika memang diperlukan oleh
pasien untuk mendapatkan perawatan
yang lebih optimal.
5.    Beri dorongan spiritual. 5. Memberi ketenangan kepada klien dengan
berserah diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
DAFTAR RUJUKAN

Behrman, R.E., Kliegman, R.M. & Arvin, A.M. 1999.Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2Edisi 15.
Jakarta: EGC.
Behrman, R.E.,& Vaughan, V.C. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Chin Ling, W.Y. & Sin Hock, J.T 1993.Kedaruratan pada Anak.Jakarta: Binarupa Aksara.
Indrawati, E. Februari, 2012.Demam Berdarah Dengue.Warta RSUD, hlm 7.
Nursalam, Susilaningrum, R. & Utami, S. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat
dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika.
Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.
Soedarmo, S. S. P. 1988. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.
WHO. 2004. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.
Diposting oleh Tika Permatasari Saputri di 21.11
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

2 komentar:

1.
SEO BACKLINKS24 Desember 2018 19.35

website bagus. Butuh motor hubungi kami. Jika mas mau beli motor baru dan tinggal di
area Tulungagung,Kediri dan Trenggalek. Bisa wa kami 085 872 760 350

BalasHapus

Balasan

Balas

2.

Soepermen si "Super Hero"12 Februari 2019 04.29

Good information

BalasHapus

Balasan

Balas

Tambahkan komentar
Muat yang lain...
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Tika Permatasari Saputri


Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ►  2018 (1)
o ►  Maret (1)
 ▼  2015 (21)
o ►  Desember (5)

o ►  April (1)

o ▼  Januari (15)

 lokmin (Loka Karya Mini) PSLU Tulungagung


 SKRINING/DETEKSI DINI IBU RISIKO TINGGI OLEH PKK D...
 format askep keluarga poltekes malang
 LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
HOME C...
 narative charting
 7 LP Keperawatan Jiwa di RSJ Lawang
 LP Imunisasi Campak
 Kebutuhan Nutrisi Anak Usia Toddler
 Fungsi Metabolisme Vitamin dan Mineral
 ISLAM ITU SEHAT
 ASKEP ANAK DENGAN GANGGUAN ANEMIA DEFISIENSI ZAT
BESI
 ASKEP DENGUE HEAMORRHAGIC FEVER
 Manfaat Gerakan Sholat bagi Kesehatan
 10 Kebiasaan yang Dapat Merusak Otak
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) TBC

Total Tayangan Halaman

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai

  • Thypoid Vs DHF
    Thypoid Vs DHF
    Dokumen2 halaman
    Thypoid Vs DHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • KASUS DEMAM TYPOID New
    KASUS DEMAM TYPOID New
    Dokumen45 halaman
    KASUS DEMAM TYPOID New
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • INTERVENSI
    INTERVENSI
    Dokumen3 halaman
    INTERVENSI
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • BAB I, II, III, IVms2003
    BAB I, II, III, IVms2003
    Dokumen40 halaman
    BAB I, II, III, IVms2003
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Ii, Iii, Iv
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Dokumen40 halaman
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • PP Kasus
    PP Kasus
    Dokumen15 halaman
    PP Kasus
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Presus Demam Typoid
    Presus Demam Typoid
    Dokumen43 halaman
    Presus Demam Typoid
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Demam Typoid
    Sap Demam Typoid
    Dokumen9 halaman
    Sap Demam Typoid
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Kasus Demam Typoid
    Kasus Demam Typoid
    Dokumen44 halaman
    Kasus Demam Typoid
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Ii, Iii, Iv
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Dokumen36 halaman
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Resume CHF
    Resume CHF
    Dokumen7 halaman
    Resume CHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • 2020 Isi Kasus
    2020 Isi Kasus
    Dokumen3 halaman
    2020 Isi Kasus
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen35 halaman
    Bab 3
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen49 halaman
    BBLR
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Teknik Nafas Dalam
    Sap Teknik Nafas Dalam
    Dokumen7 halaman
    Sap Teknik Nafas Dalam
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Hipertensi Keluarga
    Sap Hipertensi Keluarga
    Dokumen7 halaman
    Sap Hipertensi Keluarga
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Teknik Nafas Dalam
    Sap Teknik Nafas Dalam
    Dokumen7 halaman
    Sap Teknik Nafas Dalam
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Resume CHF
    Resume CHF
    Dokumen4 halaman
    Resume CHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Askep BBLR
    Askep BBLR
    Dokumen16 halaman
    Askep BBLR
    Al Vivo
    0% (1)
  • LP CHF
    LP CHF
    Dokumen20 halaman
    LP CHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Hipertensi Gerontik
    Sap Hipertensi Gerontik
    Dokumen7 halaman
    Sap Hipertensi Gerontik
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan 4
    Laporan Pendahuluan 4
    Dokumen5 halaman
    Laporan Pendahuluan 4
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Demonstrasi Kompres Hangat
    Sap Demonstrasi Kompres Hangat
    Dokumen7 halaman
    Sap Demonstrasi Kompres Hangat
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan 5
    Laporan Pendahuluan 5
    Dokumen5 halaman
    Laporan Pendahuluan 5
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat