Anda di halaman 1dari 6

LEARNING JOURNAL

Nama : Putri Yolanda


NIM : 1902112532
Mata Kuliah : Akuntansi Sektor Publik
Materi : Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Pertemuan ke- : 11

A. Pokok Pikiran
Sistem Akuntansi Pusat, yang selanjutnya disingkat SiAP, adalah serangkaian prosedur
manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan pada
Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Sistem Akuntansi Pemerintah
Pusat (SAPP) berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi
pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas
Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Sedangkan Yang
tidak termasuk dalam ruang lingkup SAPP adalah :
1) Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)
2) Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :Perusahaan
Perseroan, dan Perusahaan Umum. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik
Pemerintah.
1. PERKEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
Modernisasi akuntansi keuangan di sektor pemerintah dimulai tahun 1982. Studi ini
dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan akuntabilitas keunagan negara oleh Badan
Akuntansi Negara (BAKUN), yang merupakan unit eselon 1 Departemen Keuangan,
melalui Proyek Penyempurnaan Sistem Akuntansi dan Pengembangan Akuntansi
(PPSAPA) dengan bantuan pembiayaan dari Bank Dunia. latar belakang proyek ini
bermula dari kondisi sistem akuntansi dan pencatatan yang masih menggunakan single
entry,
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tentang
Sistem Akuntansi Pemerintah, sistem akuntansi pemerintah pusat telah dikembangkan
dan diimplementasikan secara bertahap. Tahap pertama dilaksanakan mulai tahun
anggaran 1993/1994, dan diikuti dengan tahap-tahap berikutnya, dan yang pada tahun
anggaran 1999/2000, implementasi SAPP telah mencakup seluruh Departemen/Lembaga
di seluruh propinsi.Walaupun target jangka waktu bagi penerapan sistem ini adalah empat
tahun, dimulai untuk Anggaran 1993/1994, hingga tahun 2001 belum ada departemen/non-
departemen yang menerapkan SAPP secara penuh. Rendahnya penerapan sistem ini pada
tingkat daerah disebabkan, antara lain oleh kurangnya sosialisasi yang terencana,
kurangnya sumber daya manussia, resistensi dari pengguna sistem terhadap perubahan,
kurang koordinasi antarlembaga terkait, hingga UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah dan UU Nomor  25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memberikan keleluasaan daerah untuk mengelola
keuangannya. Belum adanya Standar Akuntansi Pemerintah untuk menyamakan persepai
para penyusun neraca juga menjadi kendala bagi penerapannya, sehingga penyusunan
neraca pusat dan proses konsolidasi dengan pemerintah pusat belum dapat dilakukan
Berbagai perubahan dan penyempurnaan terus dilakukan oleh pernerintah dalam rangka
pengembangan sistem akuntansi pernerintah pusat. Pada tahun 2005, pemerintah dalam
hal ini Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan No 59/PMK.06/2005 tcntang  Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Pasal
7 ayat (2) huruf o Undang-undang Nomor l Tahun 2004; tentang Perbendaharaan Negara.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem
akutansi dan pelaporan keuangan negara sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1.   Sistem yang terpadu;
2.   Akuntansi Anggaran;
3.   Sistem tata buku berpasangan;
4.   Basis kas untuk pendapatan dan belanja;
5.   Standar dan prinsip akuntansi;
6.   Desentralisasi pelaksanaan akuntansi;
7.   Perkiraan standar yang seragam.

2. KERANGKA UMUM SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT


Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, laporan
keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK. Laporan
keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran.
b. Neraca Pemerintah
c. Laporan Arus Kas
d. Catatan atas Laporan Keuangan

Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk :

1. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan,


pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar
dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;
2. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan
keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna
sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi
anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas.
3. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi
dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan.
4. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.

Dasar Hukum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

1. Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat memiliki beberapa dasar hukum


sebagai berikut:Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
2. Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tanggal 24 Mei 1991 tentang
Sistem Akuntansi Pemerintah.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1135/KMK.O1/1992 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
4. Surat Menteri Keuangan RI No. S-984/KMK.018/1992 perihal Pengesahan Daftar
Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah.

KLASIFIKASI SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

Sistem akuntansi pemerintah pusat terdiri dari :

a. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP);


Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (
Ditjen PBN) dan terdiri dari:
1) SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara) yang menghasilkan Laporan Arus
Kas dan Neraca Kas Umum Negara (KUN). Pada tingkat wilayah, kedua
subsistem di atas dilaksanakan oieh Kanwil Dit perbendaharaan dan seluruh
KPPN di wilayah kerjanya selaku Kuasa  BUN.
2) SAU (Sistem Akuntansi Umum) yang menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran
dan Neraca SAU.
Pengolahan data dalam rangka penyusunan laporan keuangan SAU dan SAKUN,
dilaksanakan oleh unit-unit Ditjen PBN yang terdiri dari:
i.Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
ii.Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Kanwil Ditjen PBN);
iii. Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.
b.Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.
Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan
Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan
Keuangan. Dalam pelaksanaan SAI, kementerian negara/lembaga membentuk unit
akuntansi keuangan (SAK) dan unit akuntansi barang (SABMN).
Jenis-jenis Laporan Keuangan
Laporan-laporan keuangan yang dapat dihasilkan dari proses komputerisasi SAPP adalah
1. Laporan Realisasi Anggaran
2. Neraca Pemerintah
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan Atas Laporan Keuangan
B. CONTOH KASUS

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 (audited) menyajikan saldo piutang
perpajakan bruto senilai Rp81,4 triliun, membengkak 38,99  persen dari saldo piutang 2017
senilai Rp58,6 triliun. Pembengkakan saldo piutang itu merupakan kombinasi saldo piutang
perpajakan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai yang masing-masing senilai
Rp68,09 triliun dan Rp13,3 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, penumpukan
piutang perpajakan ini merupakan implikasi dari adanya kelemahan sistem pengendalian intern
(SPI) dalam proses penatausahaan piutang perpajakan. Baca Juga : Hattrick, Laporan Keuangan
Pemerintah Kembali Peroleh Opini WTP Hasil pemeriksaan yang mereka lakukan atas
penatausahaan piutang perpajakan dalam rangka penyajian saldo piutang perpajakan per 31
Desember 2018 menunjukan sejumlah kejanggalan. Misalnya ketetapan pajak diindikasikan
belum tercatat dalam LKPP Tahun 2018 sebanyak 228 ketetapan senilai Rp569 juta tidak
berurutan atau tidak terdapat pada LP3 sebagai penambah piutang perpajakan. Salain itu
pembayaran piutang perpajakan dalam modul penerimaan negara (MPN) belum menjadi
pengurang piutang pajak dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3).

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20190528/9/928293/bpk-temukan-kejanggalan-dalam-
laporan-keuangan-pemerintah-pusat.

Penyelesaian Masalah

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan supaya segera


menindaklanjuti rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan tahun sebelumnya diantaranya
memutakhirkan sistem informasi untuk memastikan data Piutang Pajak dan Penyisihan atas
Piutang Pajak yang valid. Kemudian menyusun kebijakan akuntansi terkait yang mencakup
empat aspek. Pertama, penyisihan piutang pajak atas surat tagihan pajak bunga penagihan
(STPBP) yang diterbitkan setelah SKP Induk daluwarsa penagihan. Kedua, memutakhirkan
sistem informasi untuk memastikan piutang Pajak Bumi dan Bangunan agar dapat terintegrasi
dengan SI DJP. Baca Juga : April 2019, Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga Ketiga,
memerintahkan pejabat dan petugas di KPP dan Kanwil agar lebih cermat dan tertibbdalam
melakukan penginputan dokumen sumber pencatatan piutang ke dalam SI DJP. Keempat,
menyusun kebijakan akuntansi terkait penyajian penyisihan Piutang Pajak Non PBB atas
daluwarsa penetapan.

Anda mungkin juga menyukai