Anda di halaman 1dari 56

Laporan Kasus

Gangren Pedis Sinistra, Diabetes Melitus Tipe II

Disusun oleh :

Novalia 112019006

Dokter Pembimbing :

dr. Nuniek Endang Nugrahini, Sp.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RSUD TARAKAN JAKARTA PUSAT

PERIODE 08 FEBRUARI 2021 – 17 APRIL 2021


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :

Gangren Pedis Sinistra, Diabetes Melitus Tipe II

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Tarakan periode
08 Februari 2021 – 17 April 2021

Disusun oleh:
Novalia 112019006

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nuniek Endang Nugrahini, Sp.PD, FINASIM

Selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Tarakan

Jakarta, 17 April 2021

..............................................
dr. Nuniek Endang, Sp.PD, FINASIM
LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus: Sabtu, 17 April 2021
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: RSUD TARAKAN

Identitas Pasien
Nama Lengkap: Ny. Hayati BT. Hatimin Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 10 Februari 1958 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SLTP
Alamat : Pasar Minggu

Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis terhadap anak kandung pasien pada hari Selasa tanggal 27 Maret
2021 pk. 09.27
Keluhan Utama: Sesak sejak 3 hari SMRS dan luka kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien (wanita) datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak sejak 3 hari SMRS.
Pasien merasakan nyeri ulu hati, lengan tangan kanan agak bengkak, dan lemas. Pasien juga
merasakan suka pipis, bab dalam batas normal, mengeluh tidak nafsu makan sejak 5 hari
SMRS serta nyeri luka kaki kiri. Pasien mempunyai riwayat diabetes dan mengkonsumsi
obat glukovance sejak beberapa tahun lalu. Pasien juga mengatakan ada riwayat hipertensi
dan mengkonsumsi obat amlodipin tablet 10 mg selama kurang dari 1 tahun. 2-3 bulan
terakhir pasien tidak mengontrol ke Puskesmas karena merasa telah membaik, namun sejak
3 hari SMRS pasien mengeluh badan sangat lemas, tidak nafsu makan dan merasakan
sesak. Nyeri dada, keringat dingin, mual, muntah disangkal pasien.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal / saluran
kemih
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (+) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (+) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh
(-) Demam rematik akut (-) Ulkus ventriculi (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu empedu Lain Lain: (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
Kesehatan Meninggal
Kakek - Laki-laki Meninggal -
Nenek - Perempuan Meninggal -
Ayah - Laki-laki Meninggal -
Ibu - Perempuan Meninggal -
Saudara 58 Perempuan Sehat -
Anak 35 Perempuan Sehat -

Adakah kerabat yang menderita:


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi -
Asma -
Tuberkulosis -
Artritis -
Rematisme -
Hipertensi -
Jantung -
Ginjal -
Diabetes + Ibu kandung dan
saudara kandung
pasien
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran
(-) Tinitus

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah kotor
(-) Gusi (sariawan) (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru-paru)
(-) Nyeri dada (-) Sesak napas
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir
(-) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna ter
(+) Nyeri perut, kolik (-) Benjolan
(-) Perut membesar
Saluran kemih / Alat kelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(+) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiperestesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
(+) Bengkak, lengan tangan kanan (-) Deformitas
(+) Nyeri, kaki kiri (-) Sianosis

BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg) : 51 Kg
Berat badan tertinggi (kg) : 53 Kg
Berat badan sekarang (kg) : 50 Kg
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir: (-) di rumah (+) rumah bersalin (-) RS bersalin
Ditolong oleh: (-) dokter (+) bidan (-) Dukun (-) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (-) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / hari :2 hari
Jumlah / hari :1 piring.
Variasi / hari :Bervariasi. Nasi, ikan dan sayur.
Nafsu makan :Sebelum sakit baik, namun setelah dirasakan keluhan, pasien tidak
nasfu makan sejak 3 hari SMRS.

Pendidikan
(-) SD (+) SMP (-) SLTA (-) Sekolah Kejuruan (-) Akademi
(-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan:
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 53 kg
Keadaan gizi gizi : baik
Tekanan darah : 115/78 mmHg
Nadi : 64x/menit
Suhu : 36.5 oC
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 21x/menit tipe torakoabdominal
Saturasi Oksigen : 99%
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Habitus : normal
Cara berjalan : normal
Mobilisasi (aktif/pasif) : aktif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : sesuai dengan usia sekarang

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar

Kulit
Warna: sawo matang Effloresensi: tidak ada
Jaringan parut: tidak ada Pigmentasi: tidak ada
Pertumbuhan rambut: merata Pembuluh darah: tidak tampak
Pelebaran
Suhu raba: normotermi Kelembaban: lembab
Keringat: tidak ada Turgor: normal
Lapisan lemak: tipis Ikterus: tidak ada
Lain-lain: - Edema: tidak ada

Kelenjar getah bening


Submandibula: tidak teraba pembesaran Leher: tidak teraba pembesaran
Supraklavikula: tidak teraba pembesaran Ketiak: tidak teraba pembesaran
Lipat paha: tidak teraba pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah: tenang Simetri muka: simetris
Rambut: hitam, kuat, tidak bercabang Pembuluh darah temporal: tidak
terlihat
Mata
Exophthalmus : ( - ) Enopthalmus :(-)
Kelopak : normal Lensa : Jernih
Konjungtiva : anemis -/- Visus : Tidak diperiksa
Sklera : ikterik -/- Gerakan mata : Normal
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Deviatio konjungae :(-) Nystagmus : Normal

Telinga
Tuli: tidak ada Selaput pendengaran: utuh
Lubang: tidak ada Penyumbatan: tidak ada
Serumen: tidak ada Perdarahan: tidak ada
Cairan: tidak ada
Mulut
Bibir: tidak sianosis, tidak kering Tonsil: T1-T1, tenang
Langit-langit: normal Bau pernapasan: tidak ada
Gigi geligi: normal Trismus: tidak ada
Faring: tidak hiperemis, tidak ada lendir Selaput lendir: normal
Lidah: normal
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP): tidak dilakukan
Kelenjar tiroid: tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe: tidak teraba pembesaran
Dada:
Bentuk: cekung
Pembuluh darah: tidak terlihat

Paru – Paru
Paru-paru Anterior Posterior
inspeksi Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, tidak tampak lesi dinamis, tidak tampak lesi
atau benjolan atau benjolan
Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, tidak tampak lesi dinamis, tidak tampak lesi
atau benjolan atau benjolan
Palpasi Kanan Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
tidak nyeri, fremitus taktil tidak nyeri, fremitus taktil
simetris simetris
Kiri Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
tidak nyeri, fremitus taktil tidak nyeri, fremitus taktil
simetris simetris
Perkusi Kanan Sonor Sonor

Kiri Sonor Sonor


Auskultasi Kanan Vesikuler (+), Rhonki (-), Vesikuler (+), Rhonki (-),
whezing (-) whezing (-)
Kiri Vesikuler (+), Rhonki (-), Vesikuler (+), Rhonki (-),
whezing (-) whezing (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : sela iga 4 garis parasternalis dextra
Batas kiri : sela iga 5 garis midclavikula sinistra
Batas atas : sela iga 2 garis parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba Pulsasi
Arteri Karotis : Teraba Pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba Pulsasi
Arteri Radialis : Teraba Pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba Pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba Pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba Pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba Pulsasi

Perut
Inspeksi : datar, warna kulit sawo matang, lesi (-), benjolan (-)
Palpasi
Dinding perut : supel, nyeri tekan (+)
Hati : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Limpa : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Ginjal : tidak teraba membesar, nyeri saat balotement(-)
Kandung empedu : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Refleks dinding perut : dalam batas normal, defense muscular (-)

Alat Kelamin (atas indikasi)


Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi.

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normotonus normotonus
Massa : (-) (-)
Sendi : normal normal
Gerakan : pasif pasif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : (-) (-)
Petechie : (-) (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : tidak ada ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot
Tonus : normotonus (kiri dan kanan)
Massa : negatif (kiri dan kanan)
Sendi : normal (kiri dan kanan)
Gerakan : pasif (kiri dan kanan)
Kekuatan : normal (kiri dan kanan)
Oedem : negatif (kiri dan kanan)
Petechie : negatif (kiri dan kanan)
Refleks
Kanan Kiri
Refleks Tendon Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bisep Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Trisep Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Patela Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Achiles Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis Negatif Negatif

LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Tanggal 27 Maret 2021


Darah Rutin
 Hemoglobin : 10,2 g/dL
 Hematokrit : 29,7 %
 Eritosit : 3,75 106/μL
 Leukosit : 12,50 10³/μL
 Trombosit : 944 10³/μL
 MCV : 79,2 %
 MCH : 27,2 pg
 MCHC : 34,3 %

Hitung Jenis Leukosit


Basofil :0%
Eusinofil :1%
Neutrofil : 78%
Limfosit : 15%
Monosit : 6%

Fungsi Hati
 SGOT : 11 U/L
 SGPT : 6 U/L

Fungsi Ginjal
 Ureum : 46 mg/dL
 Kreatinin : 1.0 mg/dL

Diabetes
 Glukosa Darah Sewaktu : 232 mg/dL

Elektrolit
 Natrium (Na) : 134 mEq/L
 Kalium : 5.0 mEq/L
 Klorida : 99 mEq/L
Analisa Gas Darah
 pH : 7,950
 pCO2 : 19,4 mmHg
 pO2 : 190,2 mmHg
 SO2 : 99,9 %
 BE-ecf : 27,0 mmol/L
 BE-b : 27,6 mmol/L
 SBC : 54,0 mmol/L
 HCO3 : 43,1 mmol/L
 TCO2 : 43,7 mmol/L
 A : 124,8 mmHg
 a/A : 1,6 mmHg
 O2CT : 1,5 mL/dL
 PO2/FIO2 : 910,2
 Temperatur : 37.0 oC

Tanggal 28 Maret 2021 (Pukul 12.26)


Diabetes
 Glukosa Darah Sewaktu : 383 mg/dL

Tanggal 28 Maret 2021 (Pukul 19.01)


Diabetes
 Glukosa Darah Sewaktu : 240 mg/dL

Tanggal 29 Maret 2021


Diabetes
 HbA1c : 9,1 %
 Glukosa rata-rata 3 bulan terakhir: 212 mg/dL

Hemostasis
D-Dimer : 3780 ng/mL

Tanggal 29 Maret 2021


Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 243 mg/dL
Tanggal 29-03-2021 jam 24.00
Glukosa darah : 261 mg/dL
Jam 06.00
Tanggal 29 Maret 2021
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 406 mg/dL
Jam 12.00
Glukosa darah : 407 mg/dL
Jam 16.00

Tanggal 30 Maret 2021 Pukul 19.24


Hemostasis
Masa Protombin
PT (Pasien) : 9,9 detik
PT (Kontrol) : 12,0 detik
APTT (Pasien) : 35,1 detik
APTT (Kontrol) : 36,0 detik
Elektrolit
 Natrium (Na) : 135 mEq/L
 Kalium : 4,7 mEq/L
 Klorida : 101 mEq/L

Tanggal 30 Maret 2021 Pukul 23.35


 Natrium (Na) : 135 mEq/L
 Kalium : 4,7 mEq/L
 Klorida : 99 mEq/L

Tanggal 31 Maret 2021 pukul 14.15


Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 235 mg/dL
Tanggal 30-03-2021 jam 00.00
Gula darah : 127
Tanggal 30-03-2021 jam 06.00

Tanggal 31 Maret 2021 pukul 19.58


Diabetes
Glokosa darah sewaktu : 218 mg/dL
Jam 06.00
Glukosa darah : 210 mg/dL
Jam 12.00
Glukosa darah : 365 mg/dL
Jam 18.00

Tanggal 01 April 2021 Pukul 06.28


Diabetes
Glokosa darah sewaktu : 151 mg/dL
Jam 00.00
Glukosa darah : 218 mg/dL
Jam 06.00

Tanggal 01 April 2021 Pukul 18.15


Diabetes
Glukosa darah sewaktu: 308 mg/dL
Pukul 17.00

Tanggal 02 April 2021


Hemostasis
Masa Protombin
PT (pasien) : 10,8 detik
PT (kontrol) : 11,0 detik
APTT
APTT (pasien) : 34,8 detik
APTT (kontrol) : 36,7 detik
Tanggal 03 April 2021
Analisa Gas Darah
 pH : 7,579
 pCO2 : 18,4 mmHg
 pO2 : 171,4 mmHg
 SO2 : 99,8 %
 BE-ecf : -4,7 mmol/L
 BE-b : -1,3 mmol/L
 SBC : 23,4 mmol/L
 HCO3 : 17,4 mmol/L
 TCO2 : 17,9 mmol/L
 A : 125,9 mmHg
 a/A : 1,4 mHg
 PO2/FIO2 : 820,2
 Temperatur : 37.0 oC
Diabetes
 Glukosa darah sewaktu : 223 mg/dL
Tanggal 02-04-2021 jam 06.00
 Glukosa darah : 265 mg/dL
Tanggal 02-04-2021 jam 12.00
 Glukosa darah : 211 mg/dL
Tanggal 02-04-2021 jam 18.00
Tanggal 04 April 2021
Analisa Gas Darah
 pH : 7,482
 pCO2 : 31,1 mmHg
 pO2 : 92,6 mmHg
 SO2 : 97,8 %
 BE-ecf : -0,1 mmol/L
 BE-b : 1,1 mmol/L
 SBC : 25,4 mmol/L
 HCO3 : 23,5 mmol/L
 TCO2 : 24,5 mmol/L
 A : 110,9 mmHg
 a/A : 0,8 mHg
 PO2/FIO2 : 443,2
 Temperatur : 37.0 oC
Diabetes
 Glukosa darah sewaktu : 244 mg/dL
Jam 12.00
 Glukosa darah : 136 mg/dL
Jam 18.00
Tanggal 05 April 2021
Hemostasis
D-dimer : 3950 ng/mL

Tanggal 06 April 2021


Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu : 309 mg/dL
Jam 06.00
Urinalisa
Urin lengkap
Makroskopis
Warna : Kuning
Kejernihan : Agak keruh
Berat jernih : 1.030
pH : 6,0
Protein urin : 1+
Glukosa urin (Reduksi) : Negatif
Keton : Negatif
Darah samar : +2
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : 0,2
Nitrit : Negatif
Leukosit esterase : +2
Mikroskopis
Eritrosit : 16-18/ LPB
Leukosit : 28-30/ LPB
Silinder : Negatif
Sel epitel : Positif
Kristal : Negatif
Bakteria : 1+
Lain-lain : Positif
ditemukan banyak sel ragi/yeast (>100/lpb)

Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 309 mg/dL
Jam 06.00
Glukosa darah : 235 mg/dL
Jam 12.00
Glukosa darah : 195 mg/dL
Jam 18.00
Tanggal 07 April 2021
Fungsi Ginjal
Asam urat : 6,7 mg/dL

Profil lemak
Kolesterol LDL : 99 mg/dL
Kolesterol HDL : 29 mg/dL
Kolesterol Total : 150 mg/dL
Trigliserida : 112 mg/dL

Tanggal 08 April 2021


Fungsi Ginjal
Ureum : 40 mg/dL
Kreatinin : 2,7 mg/dL

Diabetes
Gluosa darah sewaktu : 198 mg/dL

Urinalisa
Urin lengkap
Makroskopis
Warna : Kuning
Kejernihan : Agak keruh
Berat jernih : 1.025
pH : 6,0
Protein urin : 1+
Glukosa urin (Reduksi) : Negatif
Keton : Negatif
Darah samar : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : 0,2
Nitrit : Negatif
Leukosit esterase : +2
Mikroskopis
Eritrosit : 8-10/ LPB
Leukosit : 65-70/ LPB
Silinder : Negatif
Sel epitel : Positif
Kristal : Negatif
Bakteria : 1+
Lain-lain : Ditemukan elemen jamur bentuk sel ragi 78-80/Lpb
Tanggal 09 April 2021

Darah Rutin
 Hemoglobin : 7,6 g/dL
 Hematokrit : 22,7 %
 Eritosit : 2,80 106/μL
 Leukosit : 16,21 10³/μL
 Trombosit : 897 10³/μL
 MCV : 81,1 %
 MCH : 27,1 pg
 MCHC : 33,5 g/dL
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 49 mg/dL

Tanggal 10 April 2021


Hemostasis
D-Dimer : 2060 ng/mL

Tanggal 11 April 20221


Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 69 mg/dL
Tanggal 10-04-2021 jam 21.30
Glukosa darah : 93 mg/dL
Tanggal 10-04-2021 jam 24.00
Glukosa darah : 153 mg/dL
Tanggal 11-04-2021 jam 06.00
Tanggal 12 April 2021
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 100 mg/dL
Jam 12.00
Tanggal 13 April 2021
Darah Rutin
 Hemoglobin : 10,2 g/dL
 Hematokrit : 29,9 %
 Eritosit : 3,76 106/μL
 Leukosit : 15,14 10³/μL
 Trombosit : 703 10³/μL
 MCV : 79,5 %
 MCH : 27,1 pg
 MCHC : 34,1 g/dL
Fungsi Ginjal
Ureum : 48 mg/dL
Kreatinin : 2,6 mg/dL

Diabetes
Hba1c : 8,0 %
Glukosa rata-rata 3 bulan terakhir : 181 mg/dL
Tanggal 14 April 2021
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 238 mg/dL
Tanggal 10-04-2021 jam 06.00

Tanggal 15 April 2021


Fungsi Ginjal
Creatinine Clearence Test
Volume urin : 2900 cc
Kreatinin : 2,7 mg/dL
Kreatinin urin : 15 mg/dL
Creatinine Clearence : 12,99 mL/menit
Kimia Klinik
Protein urin kuantitatif : 5,51 g/24 jam

Tanggal 15 April 2021


Hemostasis
D-Dimer : 2120 ng/mL
Fungsi Ginjal
Ureum : 46 mg/dL
Kreatinin : 2,7 mg/dL

RINGKASAN
Pasien (wanita) datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak sejak 3 hari
SMRS. Pasien merasakan nyeri ulu hati, lengan tangan kanan agak bengkak, dan lemas.
Pasien juga merasakan suka pipis, bab dalam batas normal, mengeluh tidak nafsu makan
sejak 5 hari SMRS serta nyeri luka kaki kiri. Pasien mempunyai riwayat diabetes dan
mengkonsumsi obat glukovance sejak beberapa tahun lalu. Pasien juga mengatakan ada
riwayat hipertensi dan mengkonsumsi obat amlodipin tablet 10 mg selama kurang dari 1
tahun. 2-3 bulan terakhir pasien tidak mengontrol ke Puskesmas karena merasa telah
membaik, namun sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh badan sangat lemas, tidak nafsu
makan dan merasakan sesak. Nyeri dada, keringat dingin, mual, muntah disangkal pasien.
Pada hasil pemeriksaan fisik saat datang ke IGD didapatkan keadaan tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, TTV, TD: 115/78 mmHg, hr: 64x/menit, rr: 21x/menit,
suhu 36 derajat celcius, saturasi oksigen : 99%, conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
pulmo : wheezing (-), ronkhi (-), cor : s1 s2 murni regular, murmur (-), gallop (-),
abdomen : bising usus (+), ekstremitas : gangren pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin :10,2 g/dL, hematokrit:
29,7 %, eritosit: 3,75 106/μL, leukosit: 12,50 10³/μL, trombosit: 944 10³/μL, MCV: 79,2 %,
MCH: 27,2 pg, MCHC: 34,3 %, basofil: 0 %, eusinofil: 1 %, neutrofil: 78%, limfosit: 15%,
monosit: 6%, SGOT: 11 U/L, SGPT: 6 U/L, ureum: 46 mg/dL, kreatinin: 1.0 mg/dL,
glukosa darah sewaktu: 232 mg/dL, natrium (Na): 134 mEq/L, kalium: 5.0 mEq/L, klorida:
99 mEq/L, pH: 7,950, pCO2:19,4 mmHg, pO2: 190,2 mmHg, SO2: 99,9 %, BE-ecf: 27,0
mmol/L, BE-b: 27,6 mmol/L, SBC: 54,0 mmol/L, HCO3: 43,1 mmol/L, TCO2: 43,7
mmol/L, A: 124,8 mmHg, a/A: 1,6 mmHg, O2CT: 1,5 mL/dL, PO2/FIO2: 910,2,
temperatur: 37.0 oC

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
1) Diabetes melitus tipe II

Dari hasil anamnesis pasien memiliki riwayat diabetes melitus tipe II sebelumnya dan
mengkonsumsi obat glukovance. Dari hasil anamnesis juga adanya keluhan klasik pada DM
yaitu poliuria, polidipsi. Pasien juga mempunyai keluhan lemas, penglihatan dan adanya
luka pada kaki kiri pasien, serta udem. Hasil gula darah sewaktu pasien saat masuk IGD
RSUD Tarakan 27 Maret 2021 yaitu 232 mg/dl, Hba1c : 9,1 %.

2.) Anemia

Kadar hemoglobin : 10,2 g/dL

3) Trombositosis

Trombosit : 944 10^3/ 𝜇L

3) AKI

Ureum : 46 mg/dL

Kreatinin : 1,0 mg/dL

Penatalaksanaan
Medikamentosa

Non Parenteral

 ISDN tablet 3x5 mg


 Urdofalk 1x2 tablet
 Sucralfat 3x1
 Urispas 3x1
 Bicnat 3x1
 CaC03 3x1
 Asam folat tab 3x1

Parenteral

 Gentamycin IV 2x80 mg
 Lovenox IV 1x0,6
 Cefoperazon IV 2x2 gr
 Humalog IV
 Ketorolac k/p
 Omeprazole 1x40 mg

Prognosis
Ad vitam: Dubia ad bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam

ANALISA KASUS

Pasien (wanita) datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak sejak 3 hari
SMRS. Pasien merasakan nyeri ulu hati, lengan tangan kanan agak bengkak, dan lemas.
Pasien juga merasakan suka pipis, bab dalam batas normal, mengeluh tidak nafsu makan
sejak 5 hari SMRS serta nyeri luka kaki kiri. Pasien mempunyai riwayat diabetes dan
mengkonsumsi obat glukovance sejak beberapa tahun lalu. Pasien juga mengatakan ada
riwayat hipertensi dan mengkonsumsi obat amlodipin tablet 10 mg selama kurang dari 1
tahun. 2-3 bulan terakhir pasien tidak mengontrol ke Puskesmas karena merasa telah
membaik, namun sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh badan sangat lemas, tidak nafsu
makan dan merasakan sesak. Nyeri dada, keringat dingin, mual, muntah disangkal pasien.

Follow Up

Tanggal 13/04/2021

S : Pasien mengatakan sesak berkurang, lemas,

O : TD : 125/84 mmHg, HR : 80x/menit, RR : 20x/menit, suhu : 36,5∘C, GDS

43 mg/dL, Hb : 10,2 g/dL, Ht : 29,9 %, eritrosit : 3,76 10^6 /𝜇L, leukosit :

15,14 10^3/ 𝜇L, trombosit : 703 10^3/ 𝜇L, ureum : 48 mg/dL, kreatinin : 2,6

mg/dLk, Hba1c : 8,0%, glukosa rata-rata 3 bulan terakhir : 181 mg/dL

A : Trombositosis, Anemia, DM Tipe II, AKI, DM Nefropathy

P : ISDN tablet 3x5 mg

    Sucralfat 3x1

Urispas 3x1

Ceftriaxone inj 1x2 gr

Gentamycin IV 2x80 mg

    Lovenox IV 1x 0,6

Humalog IV10-8-10
Cefoperazone IV 2x2 gr

Tanggal 14/04/2021

S : Pasien mengatakan lemas, pusing dan tidak napsu makan

O : TD 128/78 mmHg, HR 80x/menit, RR 21x/menit, suhu 36∘C, GDS 238 mg/dL

A : Trombositosis, Anemia, DM Tipe II, AKI, DM Nefropathy

P : ISDN tablet 3x5 mg

    Sucralfat 3x1

Urispas 3x1

Gentamycin IV 2x80 mg

Lovenox IV 1x0,6

Cefoperazone IV 2x2 gr

Humalog IV 12-10-14

Tanggal 15/04/2021

S : Pasien mengatakan sesak berkurang, lemas, pusing, makan sedikit-sedikit

O : TD 130/80 mmHg, HR 80x/menit, RR 21x/menit, suhu 36,5 ∘C. Volume urin:

2900 cc, kreatinin : 2,7 mg/dL, kreatinin urin : 15 mg/dL, creatinine clearence :

12,99 mL/menit, protein kuantitatif : 5,51 g/24 jam, D-dimer : 2120 ng/mL, ureum :

46 mg/dL

A : Trombositosis, Anemia, DM Tipe II, AKI, DM Nefropathy


P : ISDN tablet 3x5 mg
    Sucralfat 3xct
Urispas 3x1
Bicnat 3x1
CaC03 3x1
Gentamycin IV 2x80 mg
Lovenox IV 1x0,6

Humalog IV 12-10-14
Tanggal 16/04/2021
S : Pasien mengatakan lemas
O : TD 120/82 mmHg, HR 80x/menit, RR 20x/menit, suhu 36∘C TD 135/80 mmHg,
HR 80x/menit, RR 20x/menit, suhu 36∘C. Volume urin: 2900 cc, kreatinin : 2,7
mg/dL, kreatinin urin : 15 mg/dL, creatinine clearence : 12,99 mL/menit, protein
kuantitatif : 5,51 g/24 jam, D-dimer : 2120 ng/mL, ureum : 46 mg/dL
A : Trombositosis, Anemia, DM Tipe II, AKI, DM Nefropathy
P : ISDN tablet 3x5 mg
    Sucralfat 3xct
Urispas 3x1
Bicnat 3x1
Gentamycin IV 2x80 mg
Lovenox IV 1x0,6
Humalog IV 12-10-14
BAB I
PENDAHULUAN

Jumlah penduduk dunia yang menderita Diabetes Mellitus cenderung meningkat


dari tahun ketahun. Indonesia sendiri saat ini menduduki rangking ke 4 (empat) dunia
setelah Amerika Serikat, China, dan India dalam prevalensi diabetes. Dari berbagai
penelitian epidemiologi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa peningkatan
prevalensi akan lebih menonjol perkembangannya di negara berkembang dibandingkan
dengan negara maju. Tahun 2007 prevalensi diabetes mellitus di Indonesia sebesar 1,2% -
2,3% dari seluruh penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 akan ada sebanyak 20,1
juta penderita diabetes di Indonesia. Peningkatan jumlah penderita diabetes yang besar ini
disebabkan karena faktor demografi, gaya hidup yang kurang sehat, serta kurang patuh
dalam pengelolaan diet dan pengobatan. Data-data diatas menimbulkan keprihatinan dan
perlunya kewaspadaan kita untuk mengenal lebih dalam mengenai Diabetes Mellitus.
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset
atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas
dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
DM dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi yang serius pada organ
tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Untuk mencegah komplikasi yang
lebih serius adalah dengan diagnosis dini DM agar dapat diberikan intervensi lebih awal.
BAB II
PEMBAHASAN
DIABETES MELITUS (DM)

II.1 Definisi
Diabetes Melitus berasal dari istilah kata Yunani, Diabetes yang berarti pancuran dan
Melitus yang berarti madu atau gula. Kurang lebih istilah Diabetes Melitus menggambarkan
gejala diabetes yang tidak terkontrol, yakni banyak keluar air seni yang manis karena
mengandung gula. Oleh karena demikian, dalam istilah lain penyakit ini disebut juga “Kencing
Manis”. (ipd, ui)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(2)
Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.(3)

II.2 Epidemiologi Diabetes Melitus


Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF, 2006) menyebutkan bahwa
sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita DM di seluruh dunia. Angka ini terus bertambah
hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah penderita
DM diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025, diantaranya 80% penderita terpusat
di negara yang penghasilannya kecil dan menengah. Dari angka tersebut berada di Asia, terutama
India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2003) menyatakan
kasus diabetes di Asia akan naik sampai 90% dalam 20 tahun ke depan (4)
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun ,
10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa
selama 4 jam diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram). DM lebih banyak ditemukan pada wanita
dibanding dengan pria serta pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah.
Kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan
faktor resiko DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi
sayur dan buah (5)

II.3 Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA,2009) : (6)
1. Diabetes Melitus Tipe 1
(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
A. Melalui Proses Imunologik
B. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
(Bervariasi mulai terutama yang predominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek Genetik fungsi sel Beta :
- Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)
- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
- Kromosom 20, HNFα (dahulu MODY 1)
- Kromosom 13, insulin Promoter factor (IPF, dahulu MODY 4)
- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
- Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitochondria, dan lainnya
B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom
Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya
C. Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya
D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma, hipertiroidisme
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya
E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, agonis β edrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya
F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya
G. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibody anti reseptor insulin lainnya
H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, sindrom Turner,
sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea Hutington, sindrom Laurence-
Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya
4. Diabetes kehamilan/ Gestasional

II.4 Patofisiologi Diabetes Melitus


DM Tipe 1
Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi ketiadaan
insulin yang mutlak, sehingga penderita membutuhkan pasokan insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan
karena adanya lesi pada sel beta pankreas. Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme gangguan
autoimun dan infeksi virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta. Adanya antibodi atau
autoimun yang menyerang sel beta biasanya dideteksi beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM
tipe 1 dapat berkembang secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa
darah, (2) peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh hati, dan (3)
penipisan protein tubuh (7,8). Bagan patofisiologi dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1 Patofisiologis T1 DM

DM Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai dengan
resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik dan berakhir dengan
kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target
seperti otot dan jaringan adiposa untuk merespon sekresi insulin endogen dalam tubuh .
Lipotoxicity dapat berkontribusi terhadap resistensi insulin. Lipotoxicity mengacu kepada
tingginya konsentrasi asam lemak bebas yang terjadi sebagai akibat tekanan hambatan hormone
sensitive lipase (HSL). Normalnya insulin menghambat lipolisis dengan menghambat HSL,
namun pada resistensi insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah
peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan obesitas dan peningkatan adiposa.
Asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin
pada reseptor insulin yang dapat mengurangi aktivitas insulin signalling pathway. Fosforilasi
reseptor insulin pada asam amino tirosin penting untuk mengaktifkan insulin signalling pathway,
jika tidak, maka GLUT-4 akan gagal untuk translocate, dan penyerapan glukosa ke jaringan akan
berkurang, menyebabkan hiperglikemia (7,8).
Pada individu non-diabetik sel beta mampu menangkal resistensi insulin dengan
meningkatkan produksi dan sekresi insulin. Pada penderita DM apabila keadaan resistensi insulin
bertambah berat disertai tingginya glukosa yang terus terjadi, sel beta pankreas dalam jangka
waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin dalam jumlah cukup untuk
menurunkan kadar gula darah, disertai dengan peningkatan glukosa hepatik dan penurunan
penggunaan glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi kadar gula dara puasa dan
postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan terjadi
hiperglikemia berat (7,8)
Gambar 2 Patofisiologi DM Tipe 2

Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada DM-2 menyebabkan resistensi


adiponektin melalui penurunan regulasi ekspresi reseptor AdipoR1. Hal ini menyebabkan C-
terminal globular domain (gAd), produk gen adiponektin yang memilik efek metabolik yang
poten terutama pada otot skeletal, mengalami resistensi sehingga kemampuan gAd untuk
meningkatkan translokasi GLUT-4, penyerapan glukosa, penyerapan asam lemak dan oksidasi,
serta fosforilasi AMP-activated protein kinase (AMPK) dan asetil-CoA karboksilase (ACC)
mengalami penurunan(9)
Menariknya, hiperinsulinemia menyebabkan peningkatan sensitivitas full-length
adiponectin (fAd) melalui peningkatan eskpresi reseptor AdipoR2. Hiperinsulinemia
menginduksi kemampuan fAd untuk meningkatkan penyerapan asam lemak dan meningkatkan
oksidasi asam lemak sebagai respon dari fAd sehingga meningkatkan resiko komplikasi
vaskular pada DM-2 (9)

II.5 Faktor resiko (3)


1. Diabetes Melitus tipe 1/IDDM (Insulin-dependant diabetes melitus)
DM Tipe 1 ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas; faktor
genetic;imunologi; dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan
distruksi sel beta
a) Faktor genetik
Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetic kearah DM Tipe 1,
kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA (Human
Leucocyt Antigen) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang memiliki
tipe HLA DR3 atau DR4
b) Faktor Imunologi
Respon abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi jaringan tersebut sebagai jaringan asing
c) Faktor Lingkungan
Virus/toksin tentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel
beta

2. Diabetes Melitus tipe 2/NIDDM (non-insulin-dependent diabetes melitus)


Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor
resiko di bawah ini banyak berperan, antara lain:

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :


 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
 Umur.Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB
rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB
normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :


 Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
 Kurangnya aktivitas fisik.
 Hipertensi (> 140/90 mmHg).
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
 Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes/ intoleransi glukosa dan DM tipe 2.

II.6 Tanda dan Gejala


Gejala Akut
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi, bahkan mungkin
tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan
meliputi serba banyak (tripoli) yaitu: banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia),
banyak kencing (poliuria). Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala nafsu
makan mulai berkurang, berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 2 – 4
minggu), dan mudah lelah. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita
akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik (10).
Gejala Kronik
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa
panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata
kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan impotensi (11).

II.7 Diagnosis (2)


II.7.1 Diagnosis Diabetes Melitus (2)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasaradanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaanglukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan olehWHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada
gambar 3
Gambar 3. Langkah-langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-1
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM

*Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
criteria diagnostic DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi
dengan baik

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma
2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140 mg/dL.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)


 Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
II.7.2 Pemeriksaan Penyaring (2)
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara
menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan
penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak
dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana
tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan
dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (MG/dL)
Catatan: Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun

II.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus (2)


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang
diabetes.
 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas da mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM,


yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan Intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan

EDUKASI (2)
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku
sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

TERAPI NUTRISI MEDIS (2)


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hamper sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


 Karbohidrat : 45-65% total asupan energy
 Lemak : 20- 25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total
asupan energy, lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori, lemak tidak
jenuh ganda <10% kebutuhan kalori
 Protein : 10-20% total asupan energy (pada pasien nefropati perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/ KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan
energy dan 65% hendaknya bernilai biologic tinggi)
 Natrium : tidak lebih dari 3000mg, atau sama dengan 6-7 gram garam dapur
 Serat : kurang lebih 25g/hari

Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat
dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT
 BB Kurang < 18,5 Dengan resiko 23,0-24,9
 BB Normal 18,5-22,9 Obes I 25,0-29,9
 BB Lebih ≥ 23,0 Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:


 Jenis Kelamin:
o Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
 Umur:
o Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
 Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
 Berat Badan
o Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan
o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Pilihan Makanan
Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida makanan untuk
penyandang diabetes
LATIHAN JASMANI (2)
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan .
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

TERAPI FARMAKOLOGIS (2)


Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin


Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang

Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin


Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh
sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja
enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog
incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
Tabel 3. Perbandingan Golongan OHO
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
 Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
 Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
 Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
 Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapa pertama
 Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
 DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan

Tabel 4. Obat Hiperglikemik Oral


2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetic
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni:
 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Tabel 5. Farmakoketik insulin eksogen berdasarkan waktu kerja
Efek samping terapi insulin
 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
antara lain rasa sebah dan muntah.

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan
pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara
terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam
hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di
atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan
diberikan terapi kombinasi insulin.

Bagan 1 Algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa dekompensasi metabolic


Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang
baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah
mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang
diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian
DM dapat dilihat pada Tabel 6.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar
glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180
mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga
untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.
Tabel 6, target pengendalian DM
II.9.Pencegahan(2)
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok
intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat,
latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan
fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan
yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan
ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang
pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya
kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier
tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi
yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada
pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis
rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar
para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.

II.10 Penyulit/ komplikasi pada Diabetes Melitus (2)


II.10.1 Komplikasi Akut (2)
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma
keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL) dan terjadi peningkatan anion
gap

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)


Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL),
tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
Catatan:
kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Memerlukan perawatan di rumah sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang
memadai.

3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
 Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL
 Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam
atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan
terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal
yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih
lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
 Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat,
gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma).
 Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien dengan
kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau
minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena.
Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa.
Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.
 Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran.

II.10.2 Komplikasi menahun/ kronis (2)


1. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
 Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
 Retinopati diabetic
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya
retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
 Nefropati diabetic
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
 Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
3. Neuropati
 Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
 Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa
sakit di malam hari.
 Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan
monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
 Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi.
 Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau
gabapentin.
 Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini
seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.

II.11 Patogenesis ulkus diabetik


Penegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: 1) Keluhan klasik
DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya; 2) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera mungkin. Komponen
paling penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah:

1. Kendali metabolik, pengendaliannya sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa


darah, lipid, albumin, hemoglobin, dan sebagainya.
2. Kendali vaskular, perbaikan asupan vascular (dengan operasi atau angioplasty), biasanya
dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
3. Kendali infeksi, jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus diberikan pengobatan infeksi
secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuh anorganisme pada hasil usap namun tidak
terdapat tanda klinis, bukan merupakan infeksi).
4. Kendali luka, pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur dengan
konsep TIME yaitu Tissue debridement, Inflamation and infection control, Moisture
balance, Epithelial edge advancement.
5. Kendali tekanan, mengurangi tekanan pada kaki karena dapat menyebabkan ulkus.
6. Penyuluhan, dengan memberi edukasi mengenai perawatan kaki secara mandiri.

Prinsip tata laksana yang diberlakukan mencakup pengendalian faktor metabolik, infeksi,
maupun vaskular. Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan erat dengan pemberian antibiotik
yang tepat dan sesuai dengan kultur. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut
The Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Infeksi ringan: apabila didapatkan eritema <2 cm
2. Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema >2 cm
3. Infeksi berat: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti Staphylococus sp,
Streptococus sp, Enterobacteriaceae, Pseudomonas, Enterococus dan bakteri anaerob misalnya
Bacteriodes, Peptococus, Peptostreptococus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit,
dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan
anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-
lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam) dan cephalosporin
spektrum luas. Apabila hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah pembe-
rian antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas, yang dapat
mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negatif, maupun bakteri anaerob. Terapi ini
bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang
merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat
sembuhnya luka.

BAB III
KESIMPULAN

DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak


faktor penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah secara kronik yang
disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
defek sekresi insulin, aksi dari insulin atau keduanya
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang sangat memengaruhi
kualitas hidup penyandangnya sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.
Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya
diabetes secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan, dengan
cara : diet, olahraga dan dengan menggunakan obat antidiabetik. Pada setiap penanganan
penyandang DM, harus selalu ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen
terapi sesuai kebutuhan. Pengobatan Diabetes ini sangat spesifik dan individual untuk masing-
masing pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk
mengontrol kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan dapat
menurunkan prevalensi diabetes melitus baik di Indonesia maupun di dunia di masa yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Sudoyo, Aru W., Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.


Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2011.

3. John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang


Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 127:37-40.
4. Yulianti, dkk. Diabetes Mellitus. Jakarta : Rineka Cipta. 2010

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)


2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2007

6. Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo, Aru
W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Sibernagl,S. Atlas berwarna & teks; Fisiologi. ed 4. Hipokrates: Jakarta. 2000

8. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

9. Fang ZY, Prins JB, Marwick TH: Diabetic cardiomyopathy: evidence, mechanisms, and
therapeutic implications. Endocr , 2004

10. Fauci et al.. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA :The
McGraw-Hill Companies. p. 2008

11. Dunning T., 2005, Medication Knowledge And Self Management By People With 2
Diabetes, Department of Endocrinology and Diabetes, The University of Melbourne,
Australia.

Anda mungkin juga menyukai