Disusun oleh :
Novalia 112019006
Dokter Pembimbing :
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Tarakan periode
08 Februari 2021 – 17 April 2021
Disusun oleh:
Novalia 112019006
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nuniek Endang Nugrahini, Sp.PD, FINASIM
..............................................
dr. Nuniek Endang, Sp.PD, FINASIM
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus: Sabtu, 17 April 2021
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: RSUD TARAKAN
Identitas Pasien
Nama Lengkap: Ny. Hayati BT. Hatimin Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 10 Februari 1958 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SLTP
Alamat : Pasar Minggu
Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis terhadap anak kandung pasien pada hari Selasa tanggal 27 Maret
2021 pk. 09.27
Keluhan Utama: Sesak sejak 3 hari SMRS dan luka kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien (wanita) datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak sejak 3 hari SMRS.
Pasien merasakan nyeri ulu hati, lengan tangan kanan agak bengkak, dan lemas. Pasien juga
merasakan suka pipis, bab dalam batas normal, mengeluh tidak nafsu makan sejak 5 hari
SMRS serta nyeri luka kaki kiri. Pasien mempunyai riwayat diabetes dan mengkonsumsi
obat glukovance sejak beberapa tahun lalu. Pasien juga mengatakan ada riwayat hipertensi
dan mengkonsumsi obat amlodipin tablet 10 mg selama kurang dari 1 tahun. 2-3 bulan
terakhir pasien tidak mengontrol ke Puskesmas karena merasa telah membaik, namun sejak
3 hari SMRS pasien mengeluh badan sangat lemas, tidak nafsu makan dan merasakan
sesak. Nyeri dada, keringat dingin, mual, muntah disangkal pasien.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal / saluran
kemih
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (+) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (+) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh
(-) Demam rematik akut (-) Ulkus ventriculi (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu empedu Lain Lain: (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
Kesehatan Meninggal
Kakek - Laki-laki Meninggal -
Nenek - Perempuan Meninggal -
Ayah - Laki-laki Meninggal -
Ibu - Perempuan Meninggal -
Saudara 58 Perempuan Sehat -
Anak 35 Perempuan Sehat -
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah kotor
(-) Gusi (sariawan) (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru-paru)
(-) Nyeri dada (-) Sesak napas
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir
(-) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna ter
(+) Nyeri perut, kolik (-) Benjolan
(-) Perut membesar
Saluran kemih / Alat kelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(+) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiperestesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
(+) Bengkak, lengan tangan kanan (-) Deformitas
(+) Nyeri, kaki kiri (-) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg) : 51 Kg
Berat badan tertinggi (kg) : 53 Kg
Berat badan sekarang (kg) : 50 Kg
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir: (-) di rumah (+) rumah bersalin (-) RS bersalin
Ditolong oleh: (-) dokter (+) bidan (-) Dukun (-) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (-) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / hari :2 hari
Jumlah / hari :1 piring.
Variasi / hari :Bervariasi. Nasi, ikan dan sayur.
Nafsu makan :Sebelum sakit baik, namun setelah dirasakan keluhan, pasien tidak
nasfu makan sejak 3 hari SMRS.
Pendidikan
(-) SD (+) SMP (-) SLTA (-) Sekolah Kejuruan (-) Akademi
(-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan:
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 53 kg
Keadaan gizi gizi : baik
Tekanan darah : 115/78 mmHg
Nadi : 64x/menit
Suhu : 36.5 oC
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 21x/menit tipe torakoabdominal
Saturasi Oksigen : 99%
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Habitus : normal
Cara berjalan : normal
Mobilisasi (aktif/pasif) : aktif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : sesuai dengan usia sekarang
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar
Kulit
Warna: sawo matang Effloresensi: tidak ada
Jaringan parut: tidak ada Pigmentasi: tidak ada
Pertumbuhan rambut: merata Pembuluh darah: tidak tampak
Pelebaran
Suhu raba: normotermi Kelembaban: lembab
Keringat: tidak ada Turgor: normal
Lapisan lemak: tipis Ikterus: tidak ada
Lain-lain: - Edema: tidak ada
Kepala
Ekspresi wajah: tenang Simetri muka: simetris
Rambut: hitam, kuat, tidak bercabang Pembuluh darah temporal: tidak
terlihat
Mata
Exophthalmus : ( - ) Enopthalmus :(-)
Kelopak : normal Lensa : Jernih
Konjungtiva : anemis -/- Visus : Tidak diperiksa
Sklera : ikterik -/- Gerakan mata : Normal
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Deviatio konjungae :(-) Nystagmus : Normal
Telinga
Tuli: tidak ada Selaput pendengaran: utuh
Lubang: tidak ada Penyumbatan: tidak ada
Serumen: tidak ada Perdarahan: tidak ada
Cairan: tidak ada
Mulut
Bibir: tidak sianosis, tidak kering Tonsil: T1-T1, tenang
Langit-langit: normal Bau pernapasan: tidak ada
Gigi geligi: normal Trismus: tidak ada
Faring: tidak hiperemis, tidak ada lendir Selaput lendir: normal
Lidah: normal
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP): tidak dilakukan
Kelenjar tiroid: tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe: tidak teraba pembesaran
Dada:
Bentuk: cekung
Pembuluh darah: tidak terlihat
Paru – Paru
Paru-paru Anterior Posterior
inspeksi Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, tidak tampak lesi dinamis, tidak tampak lesi
atau benjolan atau benjolan
Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, tidak tampak lesi dinamis, tidak tampak lesi
atau benjolan atau benjolan
Palpasi Kanan Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
tidak nyeri, fremitus taktil tidak nyeri, fremitus taktil
simetris simetris
Kiri Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
tidak nyeri, fremitus taktil tidak nyeri, fremitus taktil
simetris simetris
Perkusi Kanan Sonor Sonor
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : sela iga 4 garis parasternalis dextra
Batas kiri : sela iga 5 garis midclavikula sinistra
Batas atas : sela iga 2 garis parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba Pulsasi
Arteri Karotis : Teraba Pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba Pulsasi
Arteri Radialis : Teraba Pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba Pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba Pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba Pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba Pulsasi
Perut
Inspeksi : datar, warna kulit sawo matang, lesi (-), benjolan (-)
Palpasi
Dinding perut : supel, nyeri tekan (+)
Hati : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Limpa : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Ginjal : tidak teraba membesar, nyeri saat balotement(-)
Kandung empedu : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Refleks dinding perut : dalam batas normal, defense muscular (-)
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normotonus normotonus
Massa : (-) (-)
Sendi : normal normal
Gerakan : pasif pasif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : (-) (-)
Petechie : (-) (-)
Fungsi Hati
SGOT : 11 U/L
SGPT : 6 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum : 46 mg/dL
Kreatinin : 1.0 mg/dL
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu : 232 mg/dL
Elektrolit
Natrium (Na) : 134 mEq/L
Kalium : 5.0 mEq/L
Klorida : 99 mEq/L
Analisa Gas Darah
pH : 7,950
pCO2 : 19,4 mmHg
pO2 : 190,2 mmHg
SO2 : 99,9 %
BE-ecf : 27,0 mmol/L
BE-b : 27,6 mmol/L
SBC : 54,0 mmol/L
HCO3 : 43,1 mmol/L
TCO2 : 43,7 mmol/L
A : 124,8 mmHg
a/A : 1,6 mmHg
O2CT : 1,5 mL/dL
PO2/FIO2 : 910,2
Temperatur : 37.0 oC
Hemostasis
D-Dimer : 3780 ng/mL
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 309 mg/dL
Jam 06.00
Glukosa darah : 235 mg/dL
Jam 12.00
Glukosa darah : 195 mg/dL
Jam 18.00
Tanggal 07 April 2021
Fungsi Ginjal
Asam urat : 6,7 mg/dL
Profil lemak
Kolesterol LDL : 99 mg/dL
Kolesterol HDL : 29 mg/dL
Kolesterol Total : 150 mg/dL
Trigliserida : 112 mg/dL
Diabetes
Gluosa darah sewaktu : 198 mg/dL
Urinalisa
Urin lengkap
Makroskopis
Warna : Kuning
Kejernihan : Agak keruh
Berat jernih : 1.025
pH : 6,0
Protein urin : 1+
Glukosa urin (Reduksi) : Negatif
Keton : Negatif
Darah samar : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : 0,2
Nitrit : Negatif
Leukosit esterase : +2
Mikroskopis
Eritrosit : 8-10/ LPB
Leukosit : 65-70/ LPB
Silinder : Negatif
Sel epitel : Positif
Kristal : Negatif
Bakteria : 1+
Lain-lain : Ditemukan elemen jamur bentuk sel ragi 78-80/Lpb
Tanggal 09 April 2021
Darah Rutin
Hemoglobin : 7,6 g/dL
Hematokrit : 22,7 %
Eritosit : 2,80 106/μL
Leukosit : 16,21 10³/μL
Trombosit : 897 10³/μL
MCV : 81,1 %
MCH : 27,1 pg
MCHC : 33,5 g/dL
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 49 mg/dL
Diabetes
Hba1c : 8,0 %
Glukosa rata-rata 3 bulan terakhir : 181 mg/dL
Tanggal 14 April 2021
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 238 mg/dL
Tanggal 10-04-2021 jam 06.00
RINGKASAN
Pasien (wanita) datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak sejak 3 hari
SMRS. Pasien merasakan nyeri ulu hati, lengan tangan kanan agak bengkak, dan lemas.
Pasien juga merasakan suka pipis, bab dalam batas normal, mengeluh tidak nafsu makan
sejak 5 hari SMRS serta nyeri luka kaki kiri. Pasien mempunyai riwayat diabetes dan
mengkonsumsi obat glukovance sejak beberapa tahun lalu. Pasien juga mengatakan ada
riwayat hipertensi dan mengkonsumsi obat amlodipin tablet 10 mg selama kurang dari 1
tahun. 2-3 bulan terakhir pasien tidak mengontrol ke Puskesmas karena merasa telah
membaik, namun sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh badan sangat lemas, tidak nafsu
makan dan merasakan sesak. Nyeri dada, keringat dingin, mual, muntah disangkal pasien.
Pada hasil pemeriksaan fisik saat datang ke IGD didapatkan keadaan tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, TTV, TD: 115/78 mmHg, hr: 64x/menit, rr: 21x/menit,
suhu 36 derajat celcius, saturasi oksigen : 99%, conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
pulmo : wheezing (-), ronkhi (-), cor : s1 s2 murni regular, murmur (-), gallop (-),
abdomen : bising usus (+), ekstremitas : gangren pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin :10,2 g/dL, hematokrit:
29,7 %, eritosit: 3,75 106/μL, leukosit: 12,50 10³/μL, trombosit: 944 10³/μL, MCV: 79,2 %,
MCH: 27,2 pg, MCHC: 34,3 %, basofil: 0 %, eusinofil: 1 %, neutrofil: 78%, limfosit: 15%,
monosit: 6%, SGOT: 11 U/L, SGPT: 6 U/L, ureum: 46 mg/dL, kreatinin: 1.0 mg/dL,
glukosa darah sewaktu: 232 mg/dL, natrium (Na): 134 mEq/L, kalium: 5.0 mEq/L, klorida:
99 mEq/L, pH: 7,950, pCO2:19,4 mmHg, pO2: 190,2 mmHg, SO2: 99,9 %, BE-ecf: 27,0
mmol/L, BE-b: 27,6 mmol/L, SBC: 54,0 mmol/L, HCO3: 43,1 mmol/L, TCO2: 43,7
mmol/L, A: 124,8 mmHg, a/A: 1,6 mmHg, O2CT: 1,5 mL/dL, PO2/FIO2: 910,2,
temperatur: 37.0 oC
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
1) Diabetes melitus tipe II
Dari hasil anamnesis pasien memiliki riwayat diabetes melitus tipe II sebelumnya dan
mengkonsumsi obat glukovance. Dari hasil anamnesis juga adanya keluhan klasik pada DM
yaitu poliuria, polidipsi. Pasien juga mempunyai keluhan lemas, penglihatan dan adanya
luka pada kaki kiri pasien, serta udem. Hasil gula darah sewaktu pasien saat masuk IGD
RSUD Tarakan 27 Maret 2021 yaitu 232 mg/dl, Hba1c : 9,1 %.
2.) Anemia
3) Trombositosis
3) AKI
Ureum : 46 mg/dL
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Non Parenteral
Parenteral
Gentamycin IV 2x80 mg
Lovenox IV 1x0,6
Cefoperazon IV 2x2 gr
Humalog IV
Ketorolac k/p
Omeprazole 1x40 mg
Prognosis
Ad vitam: Dubia ad bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Pasien (wanita) datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak sejak 3 hari
SMRS. Pasien merasakan nyeri ulu hati, lengan tangan kanan agak bengkak, dan lemas.
Pasien juga merasakan suka pipis, bab dalam batas normal, mengeluh tidak nafsu makan
sejak 5 hari SMRS serta nyeri luka kaki kiri. Pasien mempunyai riwayat diabetes dan
mengkonsumsi obat glukovance sejak beberapa tahun lalu. Pasien juga mengatakan ada
riwayat hipertensi dan mengkonsumsi obat amlodipin tablet 10 mg selama kurang dari 1
tahun. 2-3 bulan terakhir pasien tidak mengontrol ke Puskesmas karena merasa telah
membaik, namun sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh badan sangat lemas, tidak nafsu
makan dan merasakan sesak. Nyeri dada, keringat dingin, mual, muntah disangkal pasien.
Follow Up
Tanggal 13/04/2021
15,14 10^3/ 𝜇L, trombosit : 703 10^3/ 𝜇L, ureum : 48 mg/dL, kreatinin : 2,6
Urispas 3x1
Gentamycin IV 2x80 mg
Humalog IV10-8-10
Cefoperazone IV 2x2 gr
Tanggal 14/04/2021
Urispas 3x1
Gentamycin IV 2x80 mg
Lovenox IV 1x0,6
Cefoperazone IV 2x2 gr
Humalog IV 12-10-14
Tanggal 15/04/2021
2900 cc, kreatinin : 2,7 mg/dL, kreatinin urin : 15 mg/dL, creatinine clearence :
12,99 mL/menit, protein kuantitatif : 5,51 g/24 jam, D-dimer : 2120 ng/mL, ureum :
46 mg/dL
Humalog IV 12-10-14
Tanggal 16/04/2021
S : Pasien mengatakan lemas
O : TD 120/82 mmHg, HR 80x/menit, RR 20x/menit, suhu 36∘C TD 135/80 mmHg,
HR 80x/menit, RR 20x/menit, suhu 36∘C. Volume urin: 2900 cc, kreatinin : 2,7
mg/dL, kreatinin urin : 15 mg/dL, creatinine clearence : 12,99 mL/menit, protein
kuantitatif : 5,51 g/24 jam, D-dimer : 2120 ng/mL, ureum : 46 mg/dL
A : Trombositosis, Anemia, DM Tipe II, AKI, DM Nefropathy
P : ISDN tablet 3x5 mg
Sucralfat 3xct
Urispas 3x1
Bicnat 3x1
Gentamycin IV 2x80 mg
Lovenox IV 1x0,6
Humalog IV 12-10-14
BAB I
PENDAHULUAN
II.1 Definisi
Diabetes Melitus berasal dari istilah kata Yunani, Diabetes yang berarti pancuran dan
Melitus yang berarti madu atau gula. Kurang lebih istilah Diabetes Melitus menggambarkan
gejala diabetes yang tidak terkontrol, yakni banyak keluar air seni yang manis karena
mengandung gula. Oleh karena demikian, dalam istilah lain penyakit ini disebut juga “Kencing
Manis”. (ipd, ui)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(2)
Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.(3)
Gambar 1 Patofisiologis T1 DM
DM Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai dengan
resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik dan berakhir dengan
kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target
seperti otot dan jaringan adiposa untuk merespon sekresi insulin endogen dalam tubuh .
Lipotoxicity dapat berkontribusi terhadap resistensi insulin. Lipotoxicity mengacu kepada
tingginya konsentrasi asam lemak bebas yang terjadi sebagai akibat tekanan hambatan hormone
sensitive lipase (HSL). Normalnya insulin menghambat lipolisis dengan menghambat HSL,
namun pada resistensi insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah
peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan obesitas dan peningkatan adiposa.
Asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin
pada reseptor insulin yang dapat mengurangi aktivitas insulin signalling pathway. Fosforilasi
reseptor insulin pada asam amino tirosin penting untuk mengaktifkan insulin signalling pathway,
jika tidak, maka GLUT-4 akan gagal untuk translocate, dan penyerapan glukosa ke jaringan akan
berkurang, menyebabkan hiperglikemia (7,8).
Pada individu non-diabetik sel beta mampu menangkal resistensi insulin dengan
meningkatkan produksi dan sekresi insulin. Pada penderita DM apabila keadaan resistensi insulin
bertambah berat disertai tingginya glukosa yang terus terjadi, sel beta pankreas dalam jangka
waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin dalam jumlah cukup untuk
menurunkan kadar gula darah, disertai dengan peningkatan glukosa hepatik dan penurunan
penggunaan glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi kadar gula dara puasa dan
postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan terjadi
hiperglikemia berat (7,8)
Gambar 2 Patofisiologi DM Tipe 2
*Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
criteria diagnostic DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi
dengan baik
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma
2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140 mg/dL.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
EDUKASI (2)
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku
sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Pilihan Makanan
Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida makanan untuk
penyandang diabetes
LATIHAN JASMANI (2)
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan .
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh
sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja
enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog
incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
Tabel 3. Perbandingan Golongan OHO
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapa pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
antara lain rasa sebah dan muntah.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan
pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara
terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam
hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di
atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan
diberikan terapi kombinasi insulin.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier
tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi
yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada
pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis
rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar
para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam
atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan
terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal
yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih
lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat,
gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien dengan
kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau
minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena.
Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa.
Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran.
Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera mungkin. Komponen
paling penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah:
Prinsip tata laksana yang diberlakukan mencakup pengendalian faktor metabolik, infeksi,
maupun vaskular. Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan erat dengan pemberian antibiotik
yang tepat dan sesuai dengan kultur. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut
The Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Infeksi ringan: apabila didapatkan eritema <2 cm
2. Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema >2 cm
3. Infeksi berat: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti Staphylococus sp,
Streptococus sp, Enterobacteriaceae, Pseudomonas, Enterococus dan bakteri anaerob misalnya
Bacteriodes, Peptococus, Peptostreptococus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit,
dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan
anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-
lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam) dan cephalosporin
spektrum luas. Apabila hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah pembe-
rian antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas, yang dapat
mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negatif, maupun bakteri anaerob. Terapi ini
bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang
merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat
sembuhnya luka.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Sudoyo, Aru W., Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo, Aru
W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
9. Fang ZY, Prins JB, Marwick TH: Diabetic cardiomyopathy: evidence, mechanisms, and
therapeutic implications. Endocr , 2004
10. Fauci et al.. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA :The
McGraw-Hill Companies. p. 2008
11. Dunning T., 2005, Medication Knowledge And Self Management By People With 2
Diabetes, Department of Endocrinology and Diabetes, The University of Melbourne,
Australia.