Anda di halaman 1dari 24

3.

2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH
LATAR BELAKANG BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Keluarga


Dosen pengampu: Sitti Ernawati, Sos.I.,M.Pd.I

Disusun oleh kelompok 1:

1. Intan Kumala Eka P (1903402021002)


2. Turrohmah (1903402021004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKUTAS


KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

‫السّالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬


Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul.``LATAR BELAKANG BIMBINGAN DAN KONSELING
KELUARGA”.

Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada “Dosen Pembimbing Mata


Kuliah Administrasi Dan Organisasi BK Dosen : Sitti Ernawati, Sos.I.,M.Pd.I dan
kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaaan, baikmateri
maupun teknik penulisannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dansaran yang
bersifat membangun, sehingga makalah ini bisa mencapaikesempurnaan sebagaimana
mestinya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membacakhususnya terhadap penulis. Atas kritik dan saran yang diberikan penulis
ucapkanterimakasih.
‫والسّالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Jember, 16 September 2021


Penulis
DAFTAR ISI
COVER...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................
1.3 Tujuan Pembelajaran.................................................................................................
1.4 Manfaat Bagi Pembaca..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Konseling Dalam Keluarga..........................................................................
2.2 Sejarah Latar Belakang Bimbingan Dan Konseling Keluarga..................................
A. Sejarah Bimbingan Dan Konseling Keluarga................................................
B. Latar Belakang Bimbingan Dan Konseling Keluarga
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................
3.2 Saran ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari sistem nilai
yang ada di masyarakat. Berbagai sistem yang ada di masyarakat yaitu; nilai agama,
degradasi nilai adat istiadat. degradasi nilai-nilai sosial dan degradasi kesakralan keluarga. Ini
membuktikan bahwa sejarah atau perkembangan konseling keluarga kini sudah berkembang.
Perkembangan konseling keluarga di Indonesia sendiri ter timbun oleh maraknya
perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling (BK) di
sekolah pada masa tahun 60-an bahkan sampai pada saat ini dirasakan sebagai suatu
kebutuhan, karena banyak sekali masalah-masalah siswa, seperti kesulitan belajar,
penyesuaian sosial, dan masalah perilaku siswa yang tidak dapat dipecahkan oleh guru biasa.
Jadi diperlukan guru BK untuk membantu siswa. Dan Pada dasarnya setiap manusia
mendambakan hubungan keluarga yang harmonis karena hal ini sangat menentukan untuk
menciptakan lingkungan yang baik dalam suasana kekeluargaan dan menjadi pusat
ketenangan hidup.
Setiap keluarga selalu mendambakan terciptanya keluarga bahagia dan tidak jarang
setiap keluarga mengusahakan kebahagiaan dengan berbagai jalan dan upaya. Bahkan mereka
menempa anak-anaknya agar mampumempersiapkan diri dalam membentuk kehidupan
dalam berkeluarga yang bahagia, sesuai dengan apa yang didambakan orang tuanya. Meniti
pada hal tersebut, maka perlu adanya perluasan layanan utamanya pada layanan bimbingan
dan konseling keluarga sebagai salah satu teknik peberian bantuan yang diberikan konselor
kepada anggota-anggota keluarganya yang bermasalah, dengan tujuan agar mereka dapat
memecahka sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi, yang pada gilirannya anggota-
anggota keluarga tersebut dapat kembali menjadi well adjusted person dan keluarga sebagai
suatu system social kembali menjadi harmonis dan fungsional. Berdasar pada keinginan dasar
manusia untuk mencapai keluarga yang harmonis, maka penulis berusaha mendeskripsikan
bimbingan dan konseling keluarga serta bagaimana keluarga bahagia itu.
1.2. Rumusan Masalah
1) Definisi Konseling dalam keluarga
2) Sejarah dan Latar Belakang Bimbingan dan Konseling Keluarga

1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui Definisi Konseling dalam keluarga
2) Sejarah dan Latar Belakang Bimbingan dan Konseling Keluarga

1.4 MANFAAT BAGI PEMBACA


Adapun kegunaan atau manfaat dari makalah ini diharapkan dapat menambah
informasi tentang Latar Belakang Bimbingan Dan Konseling Keluarga, dan juga agar
dapat memberikan kontribusi ilmiah serta memperluas khazanah studi terlebih dalam
ranah Konseling Keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Konseling dalam Keluarga

Family Conseling atau konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada
individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar
potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan
membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga.

Menurut D. Stanton sebagaimana dikutip oleh Latipun bahwa konseling keluaga dapat
dikatakan sebagai konseling khusus karena sebagaimana yang selalu dipandang oleh
konselor terutama konselor non keluarga, konseling keluarga sebagai modalitas yaitu klien
merupakan anggota dari satu kelompok dan dalam proses konseling meluibatkan keluarga
inti atau pasangan.1

Sedangkan menurut Perez yang dikutip oleh Sofyan bahwa Konseling keluarga
merupakan usaha membantu individu anggota untuk mengaktualisasikan potensinya atau
mengantisipasi masalah yang terjadi melalui sistem keluarga dan mengusahakan agar terjadi
perubahan yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap
anggota keluarga lainnya.2

2.2. Sejarah dan Latar Belakang Bimbingan dan Konseling Keluarga

1
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press,2015), hlm. 149.
2
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (family Counseling),(Bandung, ALFABETA:2008) hlm. 83
A. Sejarah Bimbingan Dan Konseling Keluarga
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari sistem nilai
yang ada di masyarakat. Berbagai sistem yang ada di masyarakat yaitu; nilai agama,
degradasi nilai adat istiadat. degradasi nilai-nilai sosial dan degradasi kesakralan keluarga. Ini
membuktikan bahwa sejarah atau perkembangan konseling keluarga kini sudah berkembang.
Sejarah perkembangan konseling keluarga di dunia berasal dari Eropa dan Amerika Serikat
pada tahun 1919 yakni sesudah perang dunia 1, Magnus Hirschfeld mendirikan klinik
pertama untuk pemberian informasi dan nasehat tentang masalah seks di Berlin Institut for
Sexual Science. Pusat informasi dan advice yang sama didirikan pula di Vienna pada tahun
1922 oleh Karl Kautsky dan kemudian pusat lain didirikan lagi di Berlin pada tahun 1924.
1. Perkembangan awal di Eropa dan Amerika.
Di Amerika Serikat ada dua penentu yang masing-masing berkaitan dalam
perkembangan gerakannya yaitu:
a) Adanya perkembangan pendidikan keluarga yang diusahakan secara akademik,
dan kemudian menjadi pendidikan orang dewasa.
b) Munculnya konseling perkawinan dan keluarga terutama dalam masalah masalah
hubungan diantara anggota keluarga (suami, istri dan anak anak) dalam konteks
kemasyarakatan. Tokoh yang ulung dalam bidang pendidikan kehidupan
perkawinan dan keluarga pada awal sejarah masa lalu adalah Ernest Rutherford
Gover (1877-1948).3
Perbedaan yang mencolok antara konseling Amerika Serikat dan Eropa adalah
Amerika Serikat berorientasi teoritis (academic setting) misalnya dengan menganut aliran-
aliran psikologi terkenal, sedangkan Eropa hanya berawal dari praktisi (para dokter terutama
dokter kandungan) tanpa memikirkan aspek teoretisnya.

2. Sejarah baru Konseling Keluarga.

Istilah family counseling (konseling keluarga) sama dengan family therapy, dimana
yang terakhir itu lebih populer di AS. Sebabnya pada masa perkembangan selnajutnya
konseling keluarga lebih banyak digarap oleh para terapis dibidang psikiatri. Sebelumnya di
AS lebih terkenal istilah family counseling (konseling keluarga), karena pelopornya adalah
para sosiolog seperti Groves. Dekade 60-an adalah dekade anak dan remaja dalam gerakan
3
Ernest Rutherford Gover (1877-1948)
family therapy (Olso et. A 1980). Jelasnya pada dekade ini muncul pengujian ide-ide dalam
literature dan perkembangan family therapy secara nasional di AS.

Konseling keluarga ini distimulasi oleh penelitian mengenai keluarga yang


anggotanya mengalami schizophernia. Konseling keluarga berkembang mencapai kemajuan
pada tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an. Para pelopor konseling keluarga memutuskan
untuk bekerjasama dengan para konselor yang berorientasi Individual.

Teknik-teknik dalam konseling keluarga berkembang dengan pesat memasuki tahun


1970-an. Inovasi teknik teurapeutik diperkenalkan termasuk pendekatan behavioral yang
dikaitkan dengan masalah-masalah keluarga. Pada tahun 1980-an, konseling perkawinan dan
konseling keluarga menjadi satu. Para praktisi dari berbagai disiplin keahlian bergabung
menangani konseling keluarga sebagai ciri profesional mereka. Pada saat sekarang, konseling
keluarga lebih menekankan pada penanganan masalah masalah secara kontektual daripada
secara terpisah dengan individu-individu.

Tantangan yang dihadapi oleh konseling keluarga pada tahun 1980-an adalah
mengintegrasikan berbagai pendekatan konseling keluarga dan menggunakan konbinasi-
konbinasi dari teknik-teknik yang dibutuhkan untuk populasi-populasi yang berbeda.
Perkembangan konseling keluarga di Indonesia sendiri ter timbun oleh maraknya
perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling (BK) di
sekolah pada masa tahun 60-an bahkan sampai pada saat ini dirasakan sebagai suatu
kebutuhan, karena banyak sekali masalah-masalah siswa, seperti kesulitan belajar,
penyesuaian sosial, dan masalah perilaku siswa yang tidak dapat dipecahkan oleh guru biasa.
Jadi diperlukan guru BK untuk membantu siswa.

Namun sejak awal, lulusan BK ini memang sangat sedikit, sehingga sekolah
mengambil kebijakan menjadikan guru biasa merangkap BK. Hal ini telah mencemarkan
nama BK karena banyak perlakuan "guru BK" yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip BK,
seperti memarahi siswa, bahkan ada yang memukul siswa.

Mengenai kasus keluarga, banyak juga ditemukan di sekolah seperti siswa yang menyendiri,
dan suka termenung. Setelah ditelusuri barulah diketahui ternyata keluarganya berantakan,
misalnya ayah ibu bertengkar dan bercerai.
Dalam proses perkembangan konseling keluarga terdapat dua dimensi orientasi yaitu
1. Orientasi praktis yakni kebenaran tentang perilaku tertentu diperoleh dari pelaksanaan
proses konseling di lapangan. Gaya kepribadian konselor praktis dengan gaya
konduktor, kepribadiannya hebat, giat, dapat menguasai audence sehingga mereka
terpana. Selanjutnya dengan gaya reaktor, yaitu kepribadian konselornya cenderung
tidak menguasai, menggunakan taktik secara dinamika kelompok di keluarga.
2. Orientasi teoritis, cara yang ditempuh adalah dengan cara penelitian.

Selanjutnya pengelompokan konselor keluarga, yaitu terdapat dua tipe yaitu


1) pengelompokan konselor (A) menurut Guerin 1976 yang dalam praktiknya,
sering memandu anggota keluarga kearah diskusi-diskusi tentang
pengalaman, waktu, ruang dalam sesi-sesi terapi.
2) kelompok yang berorientasi pada sistem. Guerin 1976 ia mengamati bahwa
ada tiga parameter penting dalam i konseling keluarga model ini.
a) Fokus terapetik yaitu gejala atau pertumbuhan;
b) Derajat optimisme untuk melunakan perilaku manusia;
c) Tipe pendidikan yang ditekankan.

Perkembangan konseling keluarga selanjutnya. Dimulai dari tahun 80-an ditandai


dengan adanya pengorganisasian dalam konseling keluarga dan bermunculannya literatur
yang makin banyak dalam bidang tersebut. Susan Jones dalam bukunya "family Therapy"
menggunakan perbandingan-perbandingan pendekatan dalam konseling keluarga yaitu:
1. Integratif (Ackerman)
2. Psikoanalitik (Farmo, Steirlin, Grotjan)
3. Bowenian (Bowen)
4. Struktural (Minuchin)
5. Interaksional (Jackson, Watslawick, Haley, Satir)
6. Social Network (Speck, Attinev, Rueveni)
7. Behavioral (Patterson).

1. Sejarah Konseling Keluarga di Indonesia.


Perkembangan konseling keluarga di Indonesia tertimbun oleh semaraknya
perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah. Namun sejak awal, melulusan BK ini
memang sangat sedikit, sehingga sekolah mengambil kebijakan menjadi guru biasa
merangkap BK. Mengenai kasus keluarga, banyak juga di temukan di sekolah seperti siswa
yang menyendiri dan suka bermenung. Selidik punya selidik ternyata keluarganya
berantakan, misalnya ayah dan ibunya bertengkar dan bercerai.4

B. Latar Belakang Konseling Keluarga.


Latar Belakang Konseling Keluarga yaitu meliputi berbagai aspek permasalahan –
permasalahan sebagai berikut:
1) Perubahan Kehidupan Keluarga.
Dengan berakhirnya perang dunia II maka terjadilah perubahan dalam sosio-kultur
dalam masyrakat AS. Pengaruh tersebut menggejala pula terhadap keluarga, dan anggota-
anggotanya. Veteran veteran perang yang berjuta orang banyaknya kembali ke rumah tangga
dan masyarakat. Mereka ada yang kembali bersekolah dan banyak yang memasuki jenjang
perkawinan. Terjadilah ledakan kelahiran bayi (baby boom). Karena itu pemerintah harus
memikirkan pendidikan kesehatan, dan lapangan kerja bagi masa remaja yang bercerita
jumlahnya. Semua itu membawa perubahan masyarakat dari keadaan sebelumnya berbeda
dengan keadaan Sesudah Perang Dunia II. Perubahan sosio-kultural terlihat dengan
munculnya keadaan baru: adanya lembaga-lembaga badan hukum, perlu masalah keahlian
dan efisiensi, Citra tentang peranan individu dalam masyarakat identitas seksual, mobilitas
sosial, yang kesemuanya dapat berdampak yang lebih luas terhadap eksistensi keluarga dan
anggotanya.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, keluarga mendapat tantangan dan
tekanan dari luar dan dalam dirinya sedangkan keluarga itu harus tetap bertahan (survival).
Keluarga dapat dikatakan mengalami tekanan dan kecemasan karena hebatnya pengaruh dari
luar yaitu masalah pekerjaan ingin berkuasa, persaingan kekayaan dan sebagainya. Akibatnya
orang tua sebagai pimpinan keluarga harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh
uang dan mempertahankan rumah tangga. Perubahan kehidupan keluarga segera terjadi yakni
dari kehidupan yang tentram beralih kepada ada kehidupan yang serba gelisah cemas, penuh
persaingan, materialistis dan egoistis. Perubahan masyarakat berintikan perubahan keluarga.
Jumlah anggota keluarga semakin kecil (small family) yang terdiri dari ayah ibu dan anak-
anak (nuclear family). Sayangnya interaksi antara anggota keluarga mulai renggang. Sang
4
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, Bandung : ALFABETA, 2008, hlm. 24-27
ayah terlalu sibuk sehingga kurang perhatian terhadap ibu dan anak-anaknya. Ibu pun ikut-
ikutan sibuk karena ia pun harus bekerja untuk memperoleh uang. Kehidupan keluarga yang
demikian memberikan dampak negatif terhadap anak dan remaja yang ada di rumah itu titik
ayah ibu yang sibuk dan hidup penuh dengan persaingan, cenderung mendapat gangguan
emosional dan bahkan neurosis. Sering terjadi pertengkaran ayah Ibu dan tidak jarang pula
berakibat fatal yakni penceraian.
Akibatnya anaknya juga mengalami gangguan emosional atau neurotic. Keadaan
anak-anak yang demikian itu membawa akibat terhadap perilakunya yang menyimpang
seperti kenakalan, kejahatan, menghisap ganja, dan kecanduan narkotika. Pengembangan
potensi anak dan remaja kurang mendapat perhatian. Kemajuan di segala bidang terutama
ilmu dan teknologi terasa pula dampaknya terhadap keluarga di Indonesia, khususnya di kota-
kota. Kehidupan kota yang penuh persaingan terutama dalam memenuhi kebutuhan atau
tuntutan kemajuan zaman, membawa perubahan pada kehidupan keluarga. Kehidupan
keluarga yang tadinya akrab dan hidup damai mulai berubah menjadi kurang perhatian
renggang, tegang dan sering cemas.5
Interaksi ayah ibu anak yang tadinya akrab kasih sayang keluarga bertolak belakang.
Hal ini disebabkan orang tua terlalu sibuk di luar rumah untuk mencari nafkah demi tuntutan
ekonomi yang terutama meningkat titik tetapi jika keadaan ekonomi keluarga membaik maka
kesibukan Ibu bukan berdagang akan tetapi penuh dengan rapat-rapat dan arisan arisan Oma
berorganisasi, mempercantik diri dan sebagainya. Keadaan orang tua yang demikian itu
menyebabkan hilangnya perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anaknya. Hal ini diberi
dampak negatif terhadap perilaku anak, seperti tidak betah di rumah walaupun keadaannya
serba mewah titik keadaan psikis anak semakin parah karena orangtua mengalami gangguan
emosional, karena persaingan hidup yang keras serta kebutuhan ekonomi semakin tinggi titik
misalnya di masyarakat orang tua mengalami tantangan yang cukup membahayakan terhadap
eksistensi usahanya. Hal ini membuat orang tua stres. Kondisi ini dibawa ke rumah sehingga
terjadi perilaku negatif seperti sang ayah capek cepat marah, Kurang bersemangat mendidik
anak, tak acuh bertengkar suami istri, dan akan mengalami gangguan fisik seperti tekanan
darah tinggi.
Kondisi kejiwaan orang tua segera menular pula kepada anak-anaknya. Mereka pun
berperilaku mirip orang tuanya, gangguan emosional, bertengkar,, menyendiri dan
sebagainya. Hal ini akan berdampak negatif terhadap pergaulan sosial dan prestasi
belajarnya. Pa kan banyak yang lari ke alkohol bahkan narkoba.
5
ibid
2. Keluarga Pecah (Broken Home)
Yang dimaksud keluarga pecah (broken home) dapat dilihat dari dua aspek:
a) Keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh, karena meninggal dunia,
atau bercerai.
b) Orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena
ayah atau ibu jarang ada di rumah, atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi.
Dari keluarga yang digambarkan diatas tadi akan lahir anak-anak yang mengalami
krisis kepribadian sehingga perilakunya sering salah. Mereka mengalami gangguan
emosional dan bahkan neurotik. Kasus keluarga broken home ini sering kita temui di
sekolah dengan penyesuaian diri yang kurang baik, seperti malas belajar, menyendiri,
agresif, membolos, dan suka menentang guru.
Penanganan kasus siswa dengan kaitan terhadap keluarga pecah biasanya agak
sulit. Sebab jarang sekali dapat mendatangkan seluruh anggota keluarga ke ruang
konseling sekolah. Kelemahan lain adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru
pembimbing tentang konseling keluarga. Karena itu mungkin lebih bijaksana memberikan
bantuan kepada siswa itu secara individual. Setelah ada kesadaran siswa, misalnya untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi keluarga, diharapkan dia bisa menyesuaikan diri secara
baik terhadap kondisi keluarganya yang pecah. Misalnya siswa laki-laki merasa
bertanggung jawab terhadap keluarga setelah ayahnya pergi (bercerai). Siswa itu
diharapkan dapat memberi pengaruh positif bagi iklim keluarganya yang kurang sehat
menjadi sehat kembali titik memang tidak semua brokenhome akan seperti gambaran di
atas, terutama pada kasus meninggal atau bercerai titik Karena bila ada bibi atau paman
yang dapat mengasuh anak-anak yatim dengan baik maka kasus anak-anak nakal tidak
akan terjadi titik baik artinya diberi pendidikan agama seimbang dengan pendidikan
umum dan berakhlak mulia.

3. Kasus Siswa di Sekolah.


Banyak kasus siswa di sekolah yang bersumber dari keadaan keluarganya, misalnya
keluarga krisis. Biasanya jika ternyata memang kasus itu berkaitan erat dengan masalah
keluarga, maka guru pembimbing (GP) akan berusahamelakukan kunjungan rumah (home
visit).6

6
tthps://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/ di akses 21 september 2021
pukul 20.20 Wib
Melakukan kegiatan home visit bukanlah pekerjaan yang mudah, hal ini disebabkan:
a) Orang tua kurang menerima kehadiran GP karena dianggap ikut campur dengan
urusan keluarga, orang tua merasa malu dan risiko dan dianggap mengganggu
ketentraman rumah tangganya. Akibatnya kemungkinan GP diusir, atau setidak-
tidaknya secara harus ditolak. Jika masih bisa menahan diri maka data tentang
anaknya itu tidak akan diungkapkan secara benar. Jika terjadi demikian, maka
kesimpulan GB tentang siswa tersebut bisa keliru dan membimbing dengan data
keliru berarti tidak akan mencapai tujuan yang dihadapkan.
b) Pelayanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah masih berjalan secara tradisional
yakni hanya memberi nasehat, kurang melayani perkembangan siswa, guru banyak
bicara, memarahi dan memaksa siswa, dan biasanya siswa diam dan takut dengan
panggilan GP. Hal ini disebabkan: 1.) GP kurang perencanaan karena tidak
memahami tentang riset BK di sekolah misalnya terhadap siswa, guru, orang tua dan
sebagainya. 2.) Kurang pengetahuan dan wawasan, kurang keterampilan, dan
kepribadian otoriter yang kurang mendukung untuk jadi pembimbing.

Banyaknya GP di sekolah-sekolah yang tidak berasal dari jurusan bimbingan dan


konseling (BK). Mereka menjadi pembimbing Karena untuk memenuhi jam mengajar
titik namun sering menganggap dirinya amat competent dalam bidang itu titik mereka itu
kurang menghargai disiplin ilmu bimbingan dan psikologi titik pernah ditemui di sebuah
SMA seorang Lulusan Sarjana Muda atau D3 BK tidak mendapat tempat selayaknya.
Koordinator BK bukan dari jurusan BK dan merasa, Lebih hebat karena usia sudah lanjut,
dan lulusan BK itu masih muda, masih hijau dan belum matang.
Sebagai contoh kegiatan “Konseling” tradisional di sekolah adalah yang dilakukan
GP secara paksa seperti polisi menginterogasi pencuri. Siswa yang melanggar disiplin
semuanya ke BK (terlambat, polos, tidak lengkap seragamnya, dan sebagainya). Padahal
masalah-masalah tersebut termasuk tugas guru dan wali kelas.7

memanjatkan, begitu juga ayahnya. Akhirnya anak itu memperalat ayah dan ibunya
untuk kesenangannya.
4. Keadaan and-1 membuatnya tidak disiplin dan malas belajar titik
5. Karena jarang bergaul Konseling Keluarga Dan Sekolah
7
tthps://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/ di akses 21 september 2021
pukul 20.20 Wib
Banyak kasus siswa yang bersumber dari iklim kehidupan keluarga yang tidak
sehat titik demikian juga betapa berpengaruhnya kondisi psikologis guru terhadap para
siswa. Hasil penelitian telah memberikan bukti bahwa kondisi psiko-higiene guru
memberikan sumbangan terhadap psiko-higiene siswa sebesar 11% (r = 0,33) signifikan
pada tingkat kepercayaan 0,01 (Sofyan S. Willis, 1985:123).
Data tersebut di atas memberikan arah kepada kita bahwa keadaan kondisi psiko-
higiene siswa dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lain-lainnya sebagai besar 89%.
Memang telah diketahui secara umum bahwa iklim Keluarga banyak menentukan
terhadap kestabilan emosi anak titik jika iklim keluarga tidak sehat yaitu sering terjadi
krisis di antara anggota keluarga, maka hal itu akan mempengaruhi perkembangan emosi
anak dan pada gilirannya mempengaruhi pula terhadap perilaku secara umum dan tentu
saja prestasi belajar mundur. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Sunaryo Kartadinata
(1983:131) yang menemukan kolerasi sederhana antara iklim kehidupan keluarga dengan
adekuasi penyesuaian diri sebesar r = 0,393 dan signifikan pada tingkat kepercayaan 0,01
titik berarti sumbangan iklim keluarga terhadap penyesuaian diri adalah lebih kurang
16%. Mungkin terhadap perilaku hal lainnya seperti perilaku emosional keadaan angka
itu akan bertambah besar.
Kehidupan dan sekolah merupakan dua sistem yang amat penting di dalam kehidupan
anak dan remaja titik keluarga berperan utama dalam mempengaruhi anak-anak dalam
proses perkembangan dan sosialisasinya. Anak-anak belajar pola-pola awal perilaku
berkomunikasi, menyatakan perasaan, belajar nilai-nilai dan sikap dari keluarga inti
(nuclear family) dan kegiatan besar (extended family). Kemudian setelah anak memasuki
sekolah maka sekolah tidak hanya mengembangkan keterampilan kognitif, akan tetapi
juga mempengaruhi perkembangan perilaku emosional dan sosial. Untuk selanjutnya
anak dipengaruhi oleh kedua sistem itu. Konseling keluarga terlibat interaksi dengan
kedua sistem itu (keluarga dan sekolah). Apalagi konselor keluarga mendapatkan referral
kasus yang berkaitan dengan masalah sekolah maka konselor harus mampu
mengidentifikasi masalah-masalah kasus dan variabel-variabel yang berkaitan dengan hal
itu seperti keadaan fisik anak interaksinya dalam keluarga yang menyebabkan timbulnya
masalah, atau kondisi kondisi sekolah yang menyebabkan terjadinya masalah anak.
Karena itu seorang konselor keluarga harus mengetahui sistem sekolah dan dinamika
kehidupan keluarga supaya dapat menangani kasus secara adekuat bekerjasama dengan
personil sekolah untuk memperoleh informasi tentang anak dan setting sekolah. Masalah
yang akan kita bicarakan adalah konsep-konsep dan teknik-teknik untuk menangani kasus
keluarga disekitar masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah. Kasus keluarga yang
berkaitan dengan masalah sekolah terlihat dalam perilaku kognitif afektif dan behavioral.
Kadang-kadang konselor keluarga merupakan tempat berakhir bagi klien setelah
mendatangi dokter, psikologi atau konselor individual dan masalahnya tak terpecahkan
titik banyak keluarga yang enggan mendatangi konselor akan tetapi ada pula yang mau
membantu untuk bekerja sama karena kepedulian yang besar terhadap anaknya, atau
sudah jengkel dan frustasi dengan usaha-usahanya terdahulu yang gagal. Konseling
keluarga Dengan pemahaman yang sistematik terhadap keluarga dan sekolah, berada pada
posisi yang unik untuk membantu perubahan perilaku klien anggota dengan cara
mengubah struktur sistem dan pola-pola komunikasi di kedua sistem, dan membantu anak
bukan secara individual.8

a) Pemikiran kembali peranan konselor keluarga di sekolah


Selama ini konselor sekolah kebanyakan menangani masalah-masalah murid
secara individual, jarang yang mengingatkannya dengan kehidupan sistem keluarga Titi
kebanyakan murid jarang yang datang dengan sukarela kepada konselor karena mereka
enggan untuk mendatangi konselor di sekolah. Akibatnya konselor suka menunggu titik
kapankah ada kesadaran murid untuk meminta bantuan kepada konselor?
Karena itu konselor sekolah menempatkan posisinya yang unik antara keluarga
dan sekolah. Kasus siswa yang ada di sekolah akan dipelajari secara bersistem sesuai
keadaan sekolah dan keluarga. Kalau konselor akan bekerja secara efektif maka ia harus
mempertimbangkan perilaku murid yang mengandung masalah dalam konteks sekolah
dan keluarga agar supaya dapat memahami makna dan implikasi perilaku tersebut.
Dengan berpikir sistematis konselor berpikir bahwa gejala perilaku yang tampak adalah
hasil interaksi individu dengan lingkungannya.

b) Pandangan Terhadap Teori Sistem


Suatu sistem keluarga dan sekolah adalah struktur yang terorganisasi. Masing-masing
merupakan sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling ketergantungan titik
perubahan yang terjadi pada suatu bagian sistem akan mempengaruhi perubahan pada
bagian-bagian lain dari sistem tersebut.

8
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (family Counseling),(Bandung, ALFABETA:1985) hlm. 123.
Karena sistem itu mempunyai kebutuhan dasar untuk beradaptasi, untuk hidup terus
dan untuk mempertahankan dirinya, maka dia melakukan tindakan-tindakan dan
perubahan tertentu titik sistem amat mudah terpengaruh oleh dunia luar (sistem terbuka).
Tapi ada pula yang tidak bisa dipengaruhi oleh dunia luar yang disebut sistem tertutup,
misalnya mesin titik berbagai contoh sistem terbuka ialah sekolah, rumah sakit, keluarga,
organisasi, dan sebagainya.
Apabila dalam suatu sistem terjadi konflik keluarga antara subsistem dengan sistem
yang lebih besar maka sistem berusaha mengawasi perilaku individu individu sebagai
komponen sistem. Pengawasan sistem dilakukan dengan struktur komunikasi dan umpan
balik titik apabila dalam sistem keluarga terdapat gangguan pada salah seorang
anggotanya maka seluruh sistem akan terganggu titik di sekolah ada murid, guru dan
karyawan. Semuanya adalah anggota atau komponen sistem, dan dapat terganggu jika
sistem terganggu. Jika sistem keluarga terganggu maka anggotanya akan terganggu pula
titik dalam mengatur sistem keluarga dan sekolah terdapat aturan-aturan yang jelas dan
yang terselubung. Aturan tersebut merupakan kekuatan untuk mengatur interaksi anggota
sesuai dengan tujuan sistem. Dan setiap anggota mempunyai peran masing-masing yang
tentu sesuai aturannya, maka dengan peran tersebut dalam kotak berinteraksi dengan
anggota lain atau interaksi sistem dengan dunia luar.

c) Sistem Sekolah Dan Keluarga


Sistem sekolah dan keluarga Ahmad mempengaruhi perilaku anak dan remaja titik
peran utama dipegang guru dan orang tua titik bagi anak, kedua sistem tersebut amat
berbeda dan kadang-kadang cukup membingungkan mereka. Keanggotaan anak di
keluarga terjadi secara evolusi sejak masa bayi sampai waktu yang lama. Faktor yang
amat penting dalam pembentukan anak pada sistem keluarga ialah subsistem suami-istri.
Subsistem suami-istri inilah yang menentukan keputusan terhadap anak, pengalaman
masa hamil yang mempengaruhi anak, kehidupan suami istri yang mudah dan sulit di
masa bayi dan prasekolah, pengaruh sosial ekonomi keluarga, dan kesehatan fisik orang
tua, dan sebagainya.
Saat anak memasuki sekolah terjadi proses sosialisasi, walaupun di sekolah telah
terjadi juga, misalnya dengan aturan-aturan yang dibuat keluarga. Bahkan di keluarga
telah diajarkan peran aturan tata tertib sifat-sifat baik berdasarkan agama, gaya
berkomunikasi, dan cara berinteraksi yang baik di masyarakat.
d) Jenis-jenis masalah
Menurut para pakar konseling keluarga ada empat masalah pokok yang dihadapi
anak, dalam menyesuaikan diri di lingkungan keluarga dan sekolah: 1)
ketidakseimbangan sistem; 2) Gangguan perkembangan; 3) Gangguan yang bukan
perkembangan (nondevelopmental); 4) Krisis lingkungan.
Keempat masalah itu akan diuraikan berturut-turut sebagai berikut:
 Kotak seimbangan sistem anak menghadapi sistem nilai yang berbeda antara
keluarga dan sekolah ah titik misalnya anak miskin bersekolah di lingkungan
sekolah gaya. Anak desa bersekolah di kota. Anak yang mendapat pendidikan
agama secara efektif di rumah, menghadapi sekolah yang amat lemah dengan
pendidikan agamanya. Sekolah mendorong agar anak hidup mandiri, akan tetapi
keluarga mementingkan sistem nilai konformitas kekeluargaan.
 Gangguan dalam perkembangan. Masalah ini muncul karena keluarga dan sekolah
tak mampu menyesuaikan terhadap perkembangan anak bahkan memaksakan
konsep terhadap perkembangan anak titik tekanan yang diberikan oleh sistem
keluarga dan sekolah berbeda sekali titik keluarga mengutamakan kekeluargaan
dan konformitas, kemudian jika anak bersekolah maka ia akan menghadapi sikap
sikap guru yang rasional, harapan-harapan yang berbeda dengan anak, kurikulum
sekolah murid dan sebagainya.
 Gangguan yang bukan pada krisis perkembangan titik misalnya krisis keluarga
perceraian, sikap guru yang keluarganya kacau, atau soal-soal pribadi guru titik
jika terjadi krisis pada pribadi guru maka perilakunya didepan kelas akan
terpengaruh pula.
 Krisis lingkungan (eksternal). Krisis ini berada di luar diri anak, baik di keluarga
maupun di sekolah titik misalnya: kehilangan pekerjaan, penyakit yang diderita
bertahun-tahun kesulitan ekonomi dan sebagainya, akan mempengaruhi perilaku
anak. Di sekolah terjadi kebijakan kurikulum baru ke sekolah kekurangan alat,
sikap guru yang masa bodo, semua dapat mempengaruhi perilaku anak sebagai
dampak dari sistem sekolah yang berupa titik antara sistem sekolah, keluarga dan
anak mempengaruhi segi 3 yang saling mempengaruhi. Jika orang tua cemas
dengan nilai anaknya yang buruk, maka sikapnya terhadap sekolah mungkin jadi
negatif, sebab dianggapnya sekolah tidak mampu mengajar anaknya. Sikap
tersebut mungkin saja berlanjut terhadap guru, hal ini dapat menimbulkan konflik
orang tua dengan guru. Jika guru kurang bijaksana, akan menekan kepada murid
sehingga masalah murid akan makin bertambah.

e) Peranan Konselor Keluarga


Mengingat penjelasan-penjelasan di atas, agar masalah murid dapat
dibantu pemecahannya, maka konselor keluarga harus turun tangan di kedua
sistem tersebut (keluarga dan sekolah). Tanpa penilaian yang akurat terhadap
kedua sistem itu maka akan terjadi kesulitan untuk membentuk tujuan yang
realistik dan efektif pada intervensi strategi konselor. Karena konselor bukanlah
anggota sistem manapun maka posisinya adalah unik dalam rangka menangani
kedua sistem Ibu. Konsultasi yang dilakukan konselor keluarga adalah bersifat
edukatif ataupun remedial. Konsultasi yang bersifat edukatif lebih menekankan
pada proses perkembangan dan pendidikan anak kearah kedewasaan titik
sedangkan konsultasi remedial lebih menekankan pada usaha membantu
perubahan perilaku sehingga anak terlepas dari kesulitan dalam menyesuaikan diri
di keluarga atau di sekolah.
Konselor keluarga seharusnya terlibat di dalam sistem keluarga dan
sekolah harus menjadi bagian aliansi atau koalisi khusus dari kedua sistem. Tugas
utamanya adalah menciptakan hubungan dapat dipercaya oleh kedua sistem, dan
dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kecurigaan, kekuatan, dan rasa kikuk
atau meragukan pada kedua sistem. Konselor adalah “pipa penyalur” atau
jembatan antara kedua sistem. Strategi dan gaya yang dipakai dalam
menyesuaikan terhadap sistem keluarga dan sekolah dapat pula digunakan untuk
berinteraksi terhadap masyarakat dalam kaitan dengan masalah anak. Jika masalah
anak berkaitan dengan badan-badan lain seperti klinik, pengadilan, kantor polisi
dan sebagainya, maka konselor jelas menjadi koordinator atau konsultan dari
sistem-sistem sosial tersebut.
Tugas konselor keluarga bukankah untuk memfungsikan para orang tua
atau guru akan tetapi untuk memobilisasi sumber sumber sistem sehingga orang
tua dapat menjadi orang tua yang efektif dan guru menjadi guru yang efektif pula.
Konselor tidak boleh cepat curiga dan cepat cepat menilai tentang masalah
keluarga dan sekolah yang menyangkut anak. Ia harus bersikap tidak menilai (non
judgmental). Iya harus mengumpulkan data langsung dengan mengadakan
pengamatan, wawancara atau dengan memberi tugas-tugas tertentu pada anak titik
masalah anak harus diangkat ke permukaan dengan cara mengerjakannya dengan
sistem keluarga dan sistem sekolah titik dengan kerjasama terhadap sistem-sistem
itu konselor mendorong sistem-sistem tersebut untuk melakukan strategi-strategi
intervensi secara akurat terhadap masalah anak.

f) Penilaian terhadap pengaruh sistem keluarga dan sekolah


Seorang konselor keluarga harus mempertimbangkan pengaruh timbal balik
sistem keluarga dan sekolah dan bagaimana dampaknya terhadap anak. Hal ini agar
memperoleh pemahaman perilaku anak yang terlibat transaksi dengan sistem-sistem
yang lebih luas. Tanpa pertimbangan kesamaan, aturan, informasi di kedua sistem
serta mengamati kehidupan keluarga dan sekolah, maka konselor akan kehilangan
data yang penting.
Proses penilaian data atau informasi paling sedikit satu sesi terjadi kunjungan
seorang anggota keluarga. Biasanya sesi pertama. Pada sesi ini konselor berusaha
mengumpulkan persepsi-persepsi anggota keluarga tentang masalah anak mengamati
anak dari dekat dan konteks sistem keluarga, dan bergabung dengan keluarga yang
mengikat anggota keluarga dalam satu suatu berjasa sama saling membantu.
Adapun informasi-informasi yang perlu dikumpulkan adalah:
 Bagaimanakah setiap anggota keluarga memandang kedudukannya di
dalam keluarga.
 Apakah setiap anggota keluarga yakin memiliki kontribusi yang unik
terhadap keluarga contohnya merasa ada peran dan kegunaan dalam
keluarga.
 Apakah setiap anggota keluarga percaya bahwa dia bisa menjadi
masalah dalam keluarga.
 Setiap anggota keluarga percaya bahwa dialah yang menyebabkan
munculnya masalah keluarga.
 Apakah setiap orang yakin bahwa dia mau mengubah kondisi sistem
keluarganya.
 Apakah mereka yakin mempunyai kekuatan untuk berubah.
 Bagaimana anggota yang bermasalah mempengaruhi seluruh sistem
keluarga.
 Sudah berapa lama masalah itu terjadi dan adakah cara yang telah
dilakukan untuk mengatasi hal itu.
 Mengapa keluarga datang untuk meminta bantuan pada saat yang
penting ini.
 Apakah ada cara-cara yang telah dilakukan anggota keluarga dalam
menanggulangi masalah tersebut pada masa yang lalu.
Disamping itu perlu diamati tentang tingkat perkembangan, tekanan-tekanan
eksternal, dan derajat perbedaan individual di dalam sistem relasi segitiga ayah ibu anak
terutama anak yang bermasalah.

g) Teknik-teknik pengumpulan data


 Wawancara, mengajukan pertanyaan dan mendengarkan dengan responsif.
 Teknik menggambar, klien disuruh menggambar sesuatu, kemudian
memperhatikan gejala-gejala emosional di dalam gambar itu.
 Family sculpting, semua anggota keluarga diam sementara klien sedang
berbicara atau mengemukakan persepsinya tentang hubungan dalam keluarga.
 Memberi tugas, mungkin bekas rumah yang harus dilakukan klien dapat
membantu penyesuaian diri di dalam keluarga.

Tujuan pengumpulan data atau penilaiannya adalah untuk mengikat anggota keluarga
dalam treatment dan menilik kembali masalah anak dengan cara membantu anggota
keluarga untuk memahami masalah anak (sebagai masalah keluarga juga di dalam
sistem). Anggota keluarga harus terikat untuk membantu pemecahan masalah itu
bersama-sama. Jika sistem keluarga amat sukar untuk berubah (resistensi) hal itu
merupakan tugas yang tidak mudah.

h) Tujuan observasi kelas


Konselor keluarga tidak cukup hanya mengamati anggota keluarga di rumah, akan
tetapi ia juga mengamati kelas di mana anak yang bermasalah itu ikut belajar titik
tujuannya adalah untuk melihat dari dekat bagaimana berinteraksi dengan teman-
temannya dan dengan guru-guru. Hal ini berguna untuk menilai pula kelarasan antara
kebutuhan anak dengan harapan guru, untuk menentukan faktor-faktor kontekstual yang
berkontribusi terhadap perilaku anak yang bermasalah itu titik disamping itu konselor
akan dapat memperoleh informasi informasi berikut ini dari para personil sekolah:
 Persepsi personil sekolah terhadap masalah anak
 Mengenal seseorang di sekolah yang menyebabkan masalah anak makin
berkembang
 Bentuk dan lamanya masalah
 Kekuatan dan kelemahan anak
 Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk menangani masalah itu
 Pendekatan-pendekatan yang berbeda-beda dilakukan personil sekolah
 Hasil yang tampak dari usaha itu
 Kekuatan dan model sekolah yang mungkin dapat digunakan untuk membantu
anak

i) Tindak lanjut pengumpulan data keluarga dan sekolah


Setelah data keluarga dan sekolah dianggap memadai maka konselor berusaha untuk
mengadakan konferensi dengan keluarga, dan dihadiri pula oleh personil sekolah, lembaga
terkait dan anak titik tujuan konferensi adalah: 9
 Memperoleh umpan balik agar kelompok memahami masalah anak dan pandangan
suatu sistem terpadu dan membentuk kerjasama yang saling membantu untuk
membantu pemecahan masalah anak.
 Membantu menjembatani jurang pemisah antara sistem-sistem dengan perbaiki pola-
pola komunikasi dan pemecahan masalah anak.
Contoh kasus: R (7 th), dikirim kepada konselor karena prestasi belajar yang buruk,
perhatian di kelas kurang, hubungan dengan teman sebaya tidak serasi dan kemampuan
membaca yang dianggap tidak baik titik guru kelas dan ibu R bertengkar. Sebabnya si Ibu
guru jengkel karena R tidak disiplin dan karena di rumah memang tidak disiplin lalu
membawa sikap demikian ke sekolah. Ibu R tentu saja marah titik ia mengatakan bahwa guru
tidak fair dan tidak objektif dalam menilai anaknya.
Dalam pertemuan pertama antara keluarga dan konselor ternyata Ibu R yang sudah
bercerai itu memberikan informasi yang cukup bernilai bagi konselor. Dalam keadaan yang
bercerai itu sama R merupakan penghubung antara ayah dan ibunya. Ayahnya tinggal di kota
sedangkan R dengan ibunya di luar kota. Jika malam minggu R bermalam di kota bersama
ayahnya. Ayah memberikan kepuasan pada R berupa makanan dan tontonan yang menarik. R
jarang bergaul dengan anak-anak sebayanya. Ibunya dengan teman, maka ia kehilangan
kemampuan sosialisasinya. R merasa enak dalam perhatian orang dewasa daripada terhadap

9
Sofyan S. Willis,( Konseling Keluarga: Suatu Pendekatan Sistem, Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan) FIP, IKIP, (Bandung : FIP, IKIP, 1995).
teman-temannya. R berhasil mengembangkan strategi yang efektif Untuk memanipulasi
kedua orang tua yang telah bercerai itu titik akan tetapi dia bingung karena strategi tersebut
tidak mempan terhadap guru di kelas. Hasil pengamatan di kelas ternyata bahwa R benar-
benar menonjol dalam hal ketidakdisiplinan titik ketidakdisiplinan itu disebabkan orangtua
tidak bisa konsisten dalam mendisiplin R.
Tujuan terapi: melati air belajar hubungan yang efektif dengan teman-teman dan
guru-guru bekerja sama dengan orang tua agar lebih konsisten mendisiplin R,

j) Tujuan konseling keluarga


Konselor keluarga harus memiliki tujuan-tujuan yang mungkin dapat dikerjakan,
dapat diatur, mampu mengurangi masalah anak, dan membimbing ke arah perkembangan
sistem yang menunjang titik setelah menentukan bagaimana sistem keluarga berjalan dan apa
yang terganggu, maka konselor menentukan strategi yang sesuai dengan tujuan agar sistem
berkeluarga berfungsi dengan baik. Tujuan yang ditetapkan berupa jangka pendek menengah
dan jangka panjang. Tujuan-tujuan itu berfokus pada interaksi dan hubungan para anggota
keluarga di dalam sistem. Karena itu tujuan harus bersifat operasional (behavioral terms)
sehingga jelas Ketika masalah itu akan diselesaikan dan ketika perubahan terjadi.

k) Intervensi
Intervensi bisa terfokus pada: a. Anak; b. Hubungan anak dengan guru; c. Hubungan
anak dengan teman-temannya; d. Hubungan anak guru kepala sekolah; dan sebagainya.
Tidak ada satu strategi yang baik untuk semua masalah titik beberapa strategi berikut
ini akan dapat dipelajari:
 Kerjasama dengan semua pihak
 Konferensi periodik
 Meningkatkan keterlibatan orang tua dalam mendidik anak sesuai dengan konsep-
konsep pendidikan
 Dorongan partisipasi anak dalam program khusus
 Program-program dalam kebutuhan khusus10

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
10
ibid
Family Conseling atau konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada
individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar
potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan
membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga.

Sejarah perkembangan konseling keluarga di dunia berasal dari daratan Eropa dan
Amerika Serikat. Awal permulaan pada abad-20 berasal dari Eropa, namun perkembangan
yang lebih semarak adalah pada tahun 60an dan seterusnya di Amerika Serikat. Perbedaan
yang mencolok ialah bahwa aliran Amerika Serikat telah berorientasiteoritis (academic
setting) misalnya dengan menganut aliran-aliran dalam psikologi terkenal, sedangkan Eropa
hanya berawal dari praktisi (para dokter erutama dokter kandungan) tanpa memikirkan aspek
teoritisnya.

Latar Belakang Konseling Keluarga yaitu meliputi berbagai aspek permasalahan –


permasalahan sebagai berikut:
a. Perubahan Kehidupan Keluarga.
b. Keluarga Pecah (Broken Home).
c. Kasus Siswa di Sekolah.
d. Konseling Keluarga dan Sekolah.

3.2. Saran

Demikian penjabaran dari makalah ini, agar makalah ini menjadi lebih bermanfaat kami
menyarankan agar teman-teman dalam forum diskusi untuk dapat memberikan masukan-
masukan atau ide sehingga kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki kesalahnnya
dengan seksama. Bukan hanya itu saja Supaya proses pembelajaran dapat berlagsung dengan
baik dan terjadi keseimbangan antara pihak pendidik dan peserta didik maka perlulah dikaji
dan dipelajari lebih dalam mengenai Konseling Keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Satriah, Lilis. 2018. Bimbingan Konseling Keluarga. Bandung : Fokusmedia
Latipun.2015. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press.
Willis, Sofyan S. 2018. Konseling Keluarga. Bandung : ALFABETA.
tthps://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/ di akses 21
september 2021 pukul 20.20 Wib
Sofyan S. Willis, 1995, Konseling Keluarga: Suatu Pendekatan Sistem, Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, FIP, IKIP, Bndung

Anda mungkin juga menyukai